You are on page 1of 14

AUTHORITARIAN PARENTING TERHADAP KESEHATAN MENTAL REMAJA DI

TULUNGAGUNG

BAB I

1.1 Latar Belakang

Pada zaman sekarang, banyak remaja telah menyadari bahwa pola asuh yang diterapkan
oleh orang tuanya merupakan pola asuh yang buruk dan seharusnya tidak diterapkan, dimana
pola asuh tersebut biasa disebut dengan authoritarian parenting. Para remaja menyadari bahwa
authoritarian parenting berdampak terhadap dirinya dan kesehatan mentalnya. Namun, orang tua
hanya mengetahui dan beranggapan bahwa pola asuh yang diterapkan sudah baik serta dapat
mendidik sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Penelitian terdahulu yang terjadi dilamagn

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai authoritarian parenting, perlu diketahui


definisi dari pola asuh. Pola asuh merupakan strategi pengasuhan orang tua terhadap anak,
seperti memperlakukan, mendidik, membimbing, mendisiplinkan serta melindungi anak dalam
mencapai proses kedewasaan sampai dengan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan
nilai yang baik serta sesuai dengan kehidupan masyarakat (Fitriyani, 2015). Pada dasarnya anak
mempunyai dunia sendiri yang penuh imajinasi dan kreatifitas, tergantung dari cara orang tua
mengarahkan hal tersebut dengan benar dan sesuai pada kondisi anak melalui sistem yang
diterapkan di rumah, yaitu melalui pola asuh dalam keluarga.

Pola asuh dapat diartikan sebagai bentuk interaksi antara anak dengan orang tua yang
mencakup pemenuhan kebutuhan fisiologis (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan
psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi aturan-aturan yang
berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup berdampingan dengan lingkungannya (Latifah,
2011).

Bentuk dari pola asuh orang tua dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian anak
setelah ia dewasa. Dikarenakan ciri dan unsur dari watak individu dewasa, jauh sebelumnya
benih-benihnya sudah ditanamkan pada jiwa individu sejak awal, ketika individu masih kanak-
kanak. Artinya, perlakuan orang tua kepada anaknya sejak kecil akan berdampak pada
perkembangan sosial dan moral dimasa dewasanya.
Diana Baumrind (1966) mengemukakan bahwa ada tiga jenis pola asuh yang masing-
masing memiliki karakteristik yang berbeda, yakni authoritative parenting (pola asuh
demokratis), permissive parenting (pola asuh permisif), dan authoritarian parenting (pola asuh
otoriter).

Norma budaya tentang pengasuhan anak dapat memengaruhi bagaimana proses anak-
anak dibesarkan. Orang tua yang menerapkan authoritarian parenting cenderung menggunakan
pemaksaan dan penarikan cinta kepada anak, serta membatasi ekspresi diri dan juga kemandirian
anak mereka (Zupancic, 2004). Menurut Baumrind, orang tua yang menggunakan teknik asertif
secara kuat dapat dibilang sebagai orang tua yang berorientasi pada kepatuhan dan status, juga
menggunakan ketaatan tanpa memberikan penjelasan (Baumrind, 1971).

Authoritarian parenting yang dilakukan orang tua dapat dipengaruhi oleh norma budaya
kemudian memengaruhi keyakinan serta nilai-nilai kehidupan yang diajarkan kepada anak-anak
mengenai perilaku yang dirasa pantas serta metode pengajaran yang digunakan pada nilai-nilai
tersebut (Khan, 2020).

Centers for Disease Control (2008) menemukan bahwa kebanyakan orang tua dari semua
latar belakang budaya mempunyai pandangan hidup yang sama tentang perilaku anak yang
mereka anggap baik atau buruk. Para orang tua juga berpandangan bahwa anak harus bisa
menunjukkan rasa hormat kepada orang yang lebih dewasa, menjaga sopan santun, jujur, tidak
mudah merasa marah, tidak melakukan perkelahian dengan saudara atau teman. Meskipun
demikian, sebagian orang tua masih memilih menggunakan gaya pengasuhan otoriter, namun
pola pikir mengenai pola asuh ini mulai berubah dan berkembang, tetapi memerlukan waktu
puluhan tahun agar dapat menerapkan gaya pengasuhan otoritatif sepenuhnya.

Dalam dihaus pola asuh seperti ini tuntutan anak terlalu tinggi, sedangkan orang tua tidak
tanggap sama sekali. Pola asuh seperti ini sangat ketat dan kaku. Orang tua memberlakukan
peraturan yang ketat dan kaku terhadap anak yang wajib diikuti, setiap ketidaktaatan terhadap
peraturan atau perintah orang tua secara langsung berarti hukuman, orang tua otoriter
menggunakan hukuman fisik seperti memukul, biasanya penjelasan hukumannya adalah “hanya
karena mereka bilang begitu”. Diana Baumrind menemukan bahwa anak-anak yang berasal dari
keluarga otoriter lebih murung, kurang ceria, dan lebih rentan terhadap stres dan depresi.
Authoritarian parenting ini seringkali terjadi di masyarakat kita.

Kesehatan mental merupakan kondisi seseorang yang memiliki keseimbangan emosional,


psikologis, dan sosial yang baik. Mental yang sehat memiliki kemampuan untuk mengelola stres,
menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain, serta memiliki kemampuan untuk berpikir
secara jernih dan rasional. Orang dengan kesehatan mental yang baik cenderung lebih mampu
mengatasi tantangan hidup, merasa bahagia, dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik secara
keseluruhan.

Mental yang sehat juga melibatkan kemampuan untuk mengatasi tantangan, beradaptasi
dengan perubahan, dan memiliki hubungan yang sehat dengan orang lain. Penting untuk merawat
kesehatan mental dengan cara seperti berbicara dengan orang yang dipercaya, berolahraga secara
teratur, dan mengelola waktu dengan baik untuk mengurangi stres dan menjaga keseimbangan
mental. Jadi, mental yang sehat adalah ketika seseorang merasa seimbang, mampu mengatasi
masalah, dan memiliki kesejahteraan emosional yang baik.

Terdapat analisis literatur dari beberapa penelitian terbaru yang relevan dengan topik
yang dibahas. Penelitian ini menggunakan beberapa kata kunci seperti Parenting, Toxic
parenting, Self-esteem, dan Academic achievement untuk mencari literatur yang memperkuat
penelitian ini. Hasil dari penelitian memperlihatkan siswa yang berasal dari keluarga dengan
authoritarian parenting yang keras menunjukkan tingkat aktivitas yang tinggi di sekolah. Setelah
mendapatkan bimbingan, terlihat adanya perubahan menuju arah yang lebih positif, meskipun
perubahanya belum maksimal.

Terlihat dari perilaku siswa ketika proses pembelajaran di dalam maupun di luar kelas.
Penelitian juga menemukan bahwa pola asuh yang dianggap toxic memiliki dampak negatif
terhadap harga diri dan prestasi akademiknya, antara authoritarian parenting dan permissif
terdapat hubungan yang positif dengan harga diri anak, sedangkan pola asuh yang sangat otoriter
dan terabaikan dapat menyebabkan harga diri anak menjadi rendah. pola pengasuhan yang
dianggap toxic juga dapat mempengaruhi kesejahteraan anak dalam berbagai aspek kehidupan
dan pendidikan mereka, serta dapat mengakibatkan penurunan kecerdasan.
Meskipun demikian, dalam beberapa budaya tertentu seperti di Turki, India, Amerika
Latin, dan Asia, gaya pengasuhan otoriter dapat membantu anak-anak lebih mudah bergabung
dengan budaya kolektif mereka. Kelebihan dari gaya pengasuhan otoriter dapat membantu anak
menjadi lebih mandiri, kooperatif, dan berorientasi pada pencapaian. Orang tua yang
menerapkan gaya pengasuhan otoriter akan menunjukkan tingkat kontrol yang tinggi dan
perlindungan secara berlebihan, serta dapat membantu untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri
dan berorientasi pada pencapaian. Namun, penting untuk menjaga keseimbangan antara
kelebihan tersebut dengan kebutuhan anak agar tidak berlebihan dan menghambat perkembangan
psikologis mereka.

Novelty penelitian ini terletak pada fokus khususnya terhadap authoritarian parenting
dan kesehatan mental remaja di Tulungagung. Penelitian ini akan memberikan kontribusi baru
dalam pemahaman mengenai bagaimana authoritarian parenting dapat berdampak pada
kesehatan mental remaja, khususnya dalam konteks lokal Tulungagung. Selain itu, penelitian ini
juga akan memberikan wawasan baru mengenai respon emosional remaja terhadap authoritarian
parenting dan faktor-faktor spesifik dalam pola asuh tersebut yang memiliki dampak signifikan.

Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam tentang hubungan antara authoritarian parenting dan kesehatan mental remaja, serta
memberikan dasar untuk pengembangan program intervensi yang tepat guna untuk
meningkatkan kesehatan mental remaja di Tulungagung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam penelitian kualitatif berjudul "Authoritarian Parenting Terhadap Kesehatan


Mental Remaja di Tulungagung", beberapa masalah yang mungkin timbul adalah terkait dengan
subjektivitas dan interpretasi data. Penelitian kualitatif cenderung melibatkan interpretasi peneliti
terhadap data yang diperoleh, sehingga ada potensi adanya bias dalam analisis dan kesimpulan
yang diambil. Selain itu, dalam konteks penelitian ini, mungkin juga terjadi masalah terkait
dengan representativitas sampel. Tulungagung sebagai lokasi penelitian mungkin memiliki
karakteristik yang unik, sehingga hasil penelitian tidak dapat langsung diterapkan pada populasi
remaja di daerah lain.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang generalisabilitas hasil penelitian. Selain itu,
dalam penelitian kualitatif, perlu memperhatikan keabsahan temuan dan kepercayaan
(credibility) dari data yang diperoleh, serta bagaimana proses pengambilan keputusan dilakukan
secara transparan untuk memastikan validitas hasil penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini
perlu memperhatikan aspek-aspek tersebut agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan
dalam pemahaman tentang hubungan antara authoritarian parenting dan kesehatan mental
remaja di Tulungagung.

1.3 Rumusan Masalah

a. Bagaimana authoritarian parenting yang diterapkan orang tua pada remaja di


Tulungagung?
b. Bagaimana kondisi kesehatan mental remaja yang menerima authoritarian parenting di
Tulungagung?

1.4 Tujuan Penelitian

a. Mengetahui bagaimana penerapan authoritarian parenting oleh orang tua terhadap


remaja di Tulungagung.
b. Mengetahui bagaimana kondisi kesehatan mental remaja yang menerima authoritarian
parenting di Tulungagung

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis
Penelitian ini memiliki manfaat yang signifikan khususnya dalam bidang
psikologi perkembangan, juga akan terdapat pemahaman yang lebih mendalam mengenai
bagaimana authoritarian parenting dapat memengaruhi kesehatan mental remaja secara
psikologis dan emosional. Penelitian ini dapat memperkaya literatur ilmiah yang ada
dengan tambahan informasi dan wawasan baru mengenai faktor-faktor yang
memengaruhi kesehatan mental remaja, khususnya di Tulungagung.
Dengan demikian, penelitian ini memiliki potensi untuk menjadi landasan teoritis
yang penting bagi peneliti dan praktisi di bidang psikologi perkembangan untuk lebih
memahami dan mengatasi dampak negatif dari authoritarian parenting terhadap
kesehatan mental remaja.
2. Manfaat praktis
a. Manfaat penelitian ini bagi orang tua dan pembimbing di Tulungagung dapat
meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya memberikan pola asuh yang lebih
mendukung dan responsif. Dengan membaca penelitian ini, mereka bisa untuk lebih
memahami perasaan dan kebutuhan emosional anak-anak mereka, serta senantiasa
melakukan pengembangan dalam pendekatan yang lebih positif dan mendukung bagi
perkembangan kesehatan mental remaja.
b. Manfaat penelitian ini untuk remaja yakni dapat memberikan pengetahuan bahwa
authoritarian parenting ini memiliki dampak buruk dan tidak disarankan untuk
diterapkan dalam mengasuh anak, sehingga remaja dapat memutus rantai pengasuhan
yang buruk serta dapat menjadi bekal untuk remaja ketika dewasa dan memiliki anak.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Authoritarian Parenting

2.1.1 Definisi Authoritarian Parenting

Merupakan pola pengasuhan yang isinya memberikan batasan, hukuman dan desakan
pada anak untuk mengikuti arahan orang tuanya. Pada pola asuh ini, orang tua banyak
memberikan batasan dan kontrol yang ketat pada anak dan mengurangi perdebatan.
Karakteristik authoritarian parenting ini, yaitu adanya pengharusan anak untuk mengulang
hal-hal yang dianggap salah oleh orang tua, adanya ancaman hukuman dari orang tua saat
anak tidak patuh pada perintah, serta menggunakan intonasi tinggi saat memberikan instruksi
pada anak untuk melakukan sesuatu. Orang tua yang menerapkan authoritarian parenting
kemungkinan sering melakukan pemukulan, menetapkan peraturan dengan ketat tetapi tidak
disertai penjelasan dan memperlihatkan kemarahan pada anak (Baumrind, 1966). Tambah
teori dan kesim dari siapaulan

2.1.2 Aspek Authoritarian Parenting

a. Ketegasan dan kontrol yang berlebihan: orang tua yang menerapkan authoritarian
parenting cenderung memiliki peraturan yang sangat ketat dan mengontrol setiap
aktivitas anak.
b. Kurangnya komunikasi dan keterlibatan: orang tua cenderung kurang dalam
berkomunikasi secara terbuka dan cenderung menentukan keputusan tanpa
keterlibatan pendapat serta perasaan anak.
c. Konsekuensi yang berat: orang tua cenderung menggunakan hukuman fisik atau
psikis yang keras sebagai cara mendisiplinkan anak.dari siapa

2.1.3 Faktor-Faktor Authoritarian Parenting

Faktor yang mempengaruhi orang tua menerapkan authoritarian parenting yaitu


pengasuhan yang didapat dahulu, tekanan dari sekitar, pandangan orang tua terhadap anak,
keinginan orang tua yang terlalu besar, dan persaingan antar orang tua. Adapun faktor sosial
budaya yang dapat memengaruhi pola asuh orang tua, yaitu nilai moral, norma, dan sikap
individu. Hal ini dapat mencerminkan perilaku dan proses mental masyarakat yang sebagian
juga terbentuk karena terdapat interaksi sosial dan budaya yang mereka lakukan, dan juga
termasuk dalam hal keharmonisan perkawinan, ras, gender, dan kebangsaan (Sanderson,
2010). dari siapa

2.1.4 Kekhasan/keunikan teori dan konteks penelitian

Teori ini membahas tentang pola pengasuhan yang baik dan buruk, yang mana teori
tersebut dapat sangat berguna dalam proses orang tua dalam mengasuh anak karena
pengasuhan selalu dibutuhkan disetiap proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dengan adanya teori pengasuhan dapat membantu orang tua memilah teori mana yang baik
untuk diterapkan. dari siapa

2.2 Kesehatan Mental


2 atau 3 tokoh

2.3 Penelitian Terdahulu

a. Penelitian yang dilakukan oleh Oindrilla Ghosh (2021) yang berjudul "Effect of
Authoritarian Parenting Style on Psychopathology" menjelaskan bahwa authoritarian
parenting dapat menyebabkan gangguan psikologis pada anak, seperti depresi, gangguan
kecemasan, dan gangguan suasana hati lainnya. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa authoritarian parenting dapat meningkatkan probabilitas terjadinya gangguan
psikologis lainnya, seperti gangguan suasana hati dan kecemasan.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Priyansha Singh Jadon dan Dr. Shraddha Tripathi (2017)
yang berjudul " Effect of Authoritarian Parenting style on self-esteem of the Child: A
Systematic Review" menjelaskan bahwa authoritarian parenting yang menunjukkan
bahwa gaya pengasuhan otoriter memiliki dampak negatif pada harga diri anak-anak.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan
otoriter cenderung memiliki harga diri yang rendah, kurangnya rasa percaya diri, dan
meningkatnya rasa inferioritas dan ketidakamanan. Sebaliknya, gaya pengasuhan
otoritatif dianggap sebagai gaya pengasuhan terbaik yang memberikan kemandirian
terbatas dan kesempatan untuk memahami anak-anak mereka, yang secara signifikan
memiliki dampak positif pada harga diri anak-anak.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Rahmah Fitriani, Department of Nursing, Faculty of
Health and Pharmacy, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (2019) yang berjudul
“THE EFFECTS OF THE AUTHORITARIAN PARENTING TOWARD STRESS AND SELF-
ESTEEM OF TEENS” Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola
asuh otoriter, pola asuh orang tua dan tingkat stress. Dapat diartikan bahwa orang tua
yang menerapkan tipe pola asuh otoriter remaja mereka cenderung mengalami stres dari
ringan hingga berat.
d. Penelitian yang dilakukan oleh Keith A. King, Rebecca A. Vidourek & Ashley L. Merianos
(2016) yang berjudul “Depression and Authoritarian Parenting Among Youth” penelitian
ini bertujuan untuk mengeksplorasi depresi dan pola pengasuhan otoriter di kalangan
remaja berusia 12 hingga 17 tahun dengan partisipan berjumlah 17.399 remaja di
Amerika Serikat. Sebanyak 83,5% remaja melaporkan bahwa mereka merasa sedih,
hampa, dan depresi, sebagian besar merasa putus asa mengenai bagaimana keadaan yang
sedang berjalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar remaja melaporkan
gejala depresi, dengan mayoritas menerapkan pola pengasuhan otoriter oleh orang tua
mereka.
e. Penelitian yang dilakukan oleh Enggal Hadi Kurniyawan, Rizky Bella Mulyaningsasi,
Emi Wuri Wuryaningsih, Lantin Sulistyorini (2021) yang berjudul " Correlation between
Authoritarian Parenting and Self-Confidence in School-Age Children in Indonesia: A
Cross-Sectional Study” menjelaskan bahwa authoritarian parenting menunjukkan adanya
hubungan antara pola asuh otoriter dengan tingkat kepercayaan diri anak usia sekolah di
Sekolah Dasar Negeri Kebonsari 04 Sumbersari Jember. Anak usia sekolah yang
mendapatkan pola asuh otoriter memiliki risiko mengalami kepercayaan diri rendah
5,211 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak usia sekolah yang menerima pola asuh
non-otoriter. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pola asuh otoriter menyebabkan
konsep diri anak menjadi negatif karena anak merasa terkekang, tertekan, dan kurang
memiliki kemandirian. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2017 dan melibatkan 96
responden.
Kesimpulan dari penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pengasuhan dengan gaya
otoriter dapat berpotensi merugikan kesejahteraan psikologis anak. Ditemukan bahwa anak-
anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter cenderung mengalami gangguan psikologis
seperti depresi, kecemasan, dan suasana hati yang tidak stabil. Selain itu, dampak negatif
juga mencakup rendahnya harga diri, kurangnya rasa percaya diri, dan peningkatan tingkat
stres pada remaja. Temuan ini memberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya
mempertimbangkan dampak gaya pengasuhan terhadap perkembangan psikologis anak, serta
peran para orang tua, pendidik, dan pembuat kebijakan perlu meningkatkan kesadaran akan
konsekuensi potensial dari penerapan pola asuh otoriter

2.4 Kerangka Teoritis

Teori Attachment oleh John Bowlby yang menyoroti pentingnya hubungan antara orang
tua dan anak dalam membentuk pola attachment yang memengaruhi kesehatan mental remaja.
Teori ini fokus pada hubungan emosional antara anak dan orang tua serta bagaimana
hubungan tersebut dapat memengaruhi perkembangan anak. Dalam konteks authoritarian
parenting, authoritarian parenting yang cenderung keras dan kurang mendukung dapat
berdampak negatif pada attachment antara orang tua dan anak. Hal ini dapat memengaruhi
kesehatan mental remaja karena kurangnya dukungan emosional dan keintiman dalam
hubungan tersebut.

Selain itu, teori pola asuh Baumrind dapat digunakan untuk menjelaskan karakteristik
authoritarian parenting yang cenderung mengarah pada kesehatan mental remaja yang
kurang optimal. Sementara itu, teori-teori kesehatan mental remaja seperti teori stres dan
coping juga dapat digunakan untuk memahami bagaimana authoritarian parenting dapat
menjadi faktor stresor yang berdampak negatif pada kesehatan mental remaja. Dengan
mengintegrasikan berbagai teori tersebut dalam kerangka teoritis penelitian, peneliti dapat
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan antara authoritarian
parenting dan kesehatan mental remaja serta faktor-faktor lain yang mungkin memediasi atau
memoderasi hubungan tersebut. Cabang kesehatan mental

Authoritarian
Kesehatan Mental
Parenting
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Pada penelitian ini kami menggunakan metode pendekatan kualitatif, pendekatan ini
umumnya digunakan untuk memahami secara mendalam suatu fenomena yang terjadi. Data yang
disajikan dalam bentuk kata verbal. Dalam penelitian ini dilakukan mengumpulkan data dari
remaja untuk memahami hubungan pola asuh orang tua dengan masalah kesehtan mental remaja.
Tujuannya untuk mengetahui bagaimana penerapan authoritarian parenting oleh orang tua
terhadap remaja di Tulungagung, serta mengetahui bagaimana kondisi kesehatan mental remaja
yang menerima authoritarian parenting di Tulungagung

3.2 Prosedur Penelitian

Koyo rara

3.3 Partisipan Penelitian

3.3.1 Kriteria Subjek/ Partisipan Penelitian

1. Perempuan / laki-laki
2. Berusia 17-20 Tahun
3. Bertempat tinggal di Tulungagung
4. Mendapat pola asuh otoriter

3.3.2 Teknik Pemilihan Partisipan

Menggunakan Teknik purposive sampling karena berdasarkan masalah dan tujuan dari
penelitian ini maka pastisipan harus untuk memenuhi kriteria yang sudah dipaparkan
sebelumnya. Dalam penentuan ini, sample penelitian tidak diambil secara acak tetapi dipilih
berdasarkan kriteria sudah ditetapkan sebelumnya dan kesediaannya untuk berepartisipasi
sebagai subjek penelitian. Berdasarkan hal tersebut, peneliti kemudian melakukannya dengan
menyebar pamphlet yang berisikan kriteria dan penjelasan singkat juga aspek-aspek mengenai
authoritarian parenting agar mereka bisa mengetahui apakah sesuai dengan dirinya atau tidak.
3.4 Identivikasi Variabel Penelitian

Ola asuh kesehatan mental

3.5 Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara dikasih kutian , enjelasan umum bawah dikeki jedi enelitian ini dg teknik
wawancara
2. Observasi dihaus
3. Dokumentasi

3.6 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan
bersamaan dengan pengumpulan data. Analisis data di lapangan Model Miles and Huberman
dalam Sutriani & Octaviani (2019) Analisis dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai.
Bila jawaban yang diwawancarai dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan
melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles
& Huberman (1984) dalam Sutriani & Octaviani (2019), mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data
display dan conclusion drawing/verification.

Mc. Millian & Schumacher dalam Research and Education (2001) dalam Sutriani &
Octaviani (2019) dalam penelitian induktif, data kategori mengemukakan bahwa yang diperoleh
ditemukan setelah dilakukan pengumpulan data terlebih dahulu. Oleh karena itu, analisis data
kualitatif merupakan proses penelitian yang sistematis, karena dimulai dari pengumpulan data,
pemilihan data, pengkategorian, pembandingan, penyatuan, dan penafsiran data. Meskipun
demikian, peneliti kualitatif dapat menggunakan berbagai teknik pengembangan yang berbeda,
sesuai dengan

kreativitasnya. Dalam analisis data kualitatif secara umum menurut Miles & Huberman (1984)
dalam Sutriani & Octaviani (2019) terdapat 3 (tiga) langkah pengerjaan, antara lain :
1. Reduksi data
Pada tahap ini dilakuakan pemilihan tentang relevan atau tidaknya antara data
dengan tujuan penelitian. Informasi dari lapangan sebagai bahan menta di ringkas,
disusun secara sistematis serta memilah pokok – pokok penting dari tujuan penelitian
tersebut.
2. Display data

Display data digunakan untuk melihat gambaran tertentu dari sebuah tujuan
ataupun bagian-bagian kecil dari tujuan tersebut. Dalam tahap ini peneliti berusaha
mengklasifikasikan dan menyajikan data sesuai dengan pokok permsalahan yang di awali
dengan gagasan/pengkodean dari setiap sub pokok permasalahan. Gagasan/pengkodean
dapat ditentukan/disusun lebih dahulu secara sistematis dalam sejumlah kategori,
subkategoridan sub-sub kategori serta dapat dikembangkan sesuai data yang didapat di
lapangan.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi data

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan
mencari hubungan, persamaan dan perbedaan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan
membandingkan kesesuaian pernyataan dari subjek dengan makna yang terkandung
dengan konsep – konsep dasar dalam penelitian tersebut. Verifikasi dimaksudkan agar
penilaian tentang kesesuaian data dengan maksud yang terkandung dalam konsep –
konsep dasar dalam penelitian tersebut lebih tepat dan objektif.

You might also like