You are on page 1of 7

PENERAPAN SANKSI TERHADAP KEBERADAAN PELAKU

USAHA PERTAMINI ILlEGAL DI KABUPATEN KAMPAR


BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA
Riko Rizki Masri1), Ardiansah1), Aliar Syam1)
1)
Program Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Lancang Kuning
Email: rikomasri98@gmail.com

Abstract: The formulation of the problem is how to apply sanctions,


barriers and efforts to the existence of illegal Pertamina business actors
in Kampar Regency based on Indonesian Positive Law. The method used
is a sociological legal research. Based on the results of the study that the
application of sanctions against the existence of illegal Pertamini
business actors in Kampar Regency based on Indonesian Positive Law
has not been carried out properly, because there are no business actors
who have been given sanctions in accordance with the laws and
regulations, as the application of sanctions referred to in Article 94
paragraph 1 of the Regulation Government Number 30 of 2009
concerning Amendments to Government Regulation Number 36 of 2004
concerning Downstream Oil and Gas Business Activities. The absence of
sanctions given to business actors in accordance with the applicable laws
and regulations. And the need for socialization to business actors to
administer business licenses, the need for supervision from related
institutions or agencies, and the need for sanctions to be given to
business actors to provide a deterrent effect.

Keywords: Pertamini, Business Actors, Sanctions

Abstrak: Adapun rumusan masalah adalah bagaimanakah Penerapan


Sanksi, Hambatan dan Upaya terhadap Keberadaan pelaku Usaha
Pertamini Illegal Di Kabupaten Kampar Berdasarkan Hukum Positif
Indonesia. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum
sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Penerapan Sanksi
Terhadap Keberadaan pelaku Usaha Pertamini Illegal Di Kabupaten
Kampar Berdasarkan Hukum Positif Indonesia belum terlaksana dengan
baik, karena belum adanya pelaku usaha yang diberikan sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana penerapan sanksi
yang dimaksud dalam Pasal 94 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi
Kegiatan Usaha Hilir. Perlunya sosialisasi terhadap pelaku usaha untuk
mengurus izin usaha, perlunya pengawasan dari lembaga atau instansi
terkait, dan perlunya sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha untuk
memberikan efek jera.

Kata Kunci: Pertamini, Pelaku Usaha, Sanksi

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 283


Pendahuluan
Minyak dan Gas Bumi merupakan salah satu kekayaan alam terbesar yang dimiliki
Indonesia. Pertambangan Indonesia menghasilkan Minyak dan Gas Bumi yang
merupakan sumber daya alam strategis yang terbaharukan (habis) serta merupakan
komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak. Komoditas ini juga
mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya
harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Peraturan Pemerintah ini membuat sebuah perusahaan untuk mengelola minyak gas dan
bumi di Indonesia yaitu PT. Pertamina. Salah satu perusahaan minyak terbesar di
Indonesia adalah PT. Pertamina (Persero) yang mana perusahaan tersebut telah
memproduksi berbagai macam jenis minyak bumi dan gas, dan telah di produksi ke
mancanegara. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2009 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 Tentang
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi atau dapat disebut sebagai (PPKUHMigas)
maka dapat dikatakan bahwa hanya yang berbentuk badan usaha yang dapat
melaksanakan kegiatan usaha BBM, namun bukan perseorangan. Undang-Undang
Minyak dan Gas Bumi telah mengatur ketentuan mengenai izin usaha kegiatan
usaha hilir.
Seiring berkembangnya zaman, masyarakat kini telah menciptakan ide kreatif
untuk menghasilkan keuntungan yang banyak demi kekayaan pribadi yaitu dengan
menciptakan Pertamini. Pertamini adalah label yang digunakan oleh penjual Bahan Bakar
Minyak eceran yang tidak lagi menggunakan jerigen atau botol bekas minuman bersoda,
melainkan suatu alat pompa manual dengan gelas takaran, dan yang lebih hebatnya
lagi penjual memakai alat pertamini digital yang sangat menyerupai bentuk mesin
pompa yang dimiliki SPBU milik PT. Pertamina (Persero) pada umumnya. Pertamini
secara tidak langsung telah menimbulkan dampak negatif bagi negara, pertamina, dan
masyarakat. Subsidi BBM yang telah diberikan oleh Negara kepada masyarakat
seharusnya digunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. Namun dengan
adanya fenomena penjualan BBM yang dilakukan oleh pengecer dengan menggunakan
nama Pertamini, Negara telah dirugikan karena telah mengeluarkan anggaran dalam
APBN untuk mensubsidi BBM yang ternyata banyak disalahgunakan oleh pengecer yang
menggunakan nama Pertamini yang mencari keuntungan untuk diri sendiri.
Opini dari media online Go Riau Tempat pengisian bahan bakar minyak (BBM)
mini atau pertamini, kian menjamur tumbuh di wilayah Kabupaten Kampar. Namun, izin
beroperasi pertamini ini masih dipertanyakan oleh sejumlah pihak. Pertamini yang
dikelola oleh masyarakat secara pribadi ini, banyak ditemui di sejumlah wilayah
Bangkinang. Sebagaimana diketahui, penjualan BBM sudah diatur dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan Niaga
Minyak dan Gas. Dalam pasal 55, bahwa setiap orang yang menyalahgunakan
pengangkutan dan/atau niaga BBM yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
Dengan demikian dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalahnya adalah Bagaimanakah Penerapan Sanksi Terhadap Keberadaan
pelaku Usaha Pertamini Illegal Di Kabupaten Kampar Berdasarkan Hukum Positif
Indonesia?. Bagaimana Hambatan Dalam Penerapan Sanksi Terhadap Keberadaan pelaku
Usaha Pertamini Illegal Di Kabupaten Kampar Berdasarkan Hukum Positif Indonesia?.
Bagaimana Upaya Mengatasi Hambatan Dalam Penerapan Sanksi Terhadap Keberadaan
pelaku Usaha Pertamini Illegal Di Kabupaten Kampar Berdasarkan Hukum Positif
Indonesia?

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 284


Metode Penelitian
Dilihat dari jenisnya maka penelitian ini dapat digolongkan kepada penelitian
hukum sosiologis. Penelitian Hukum Sosiologis yang lazim disebut juga Socio Legal
Research berpangkal tolak pada fenomena hukum yang terdapat dalam masyarakat.
Selanjutnya pendekatan penelitian untuk menjawab permasalahan dalam penelitian
hukum sosiologis lazimnya sebagai berikut Pendekatan Peraturan Perundang-undangan
(Statute Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Untuk memperoleh data
yang akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan, sehingga dapat memberikan gambaran
permasalahan secara menyeluruh, maka dalam hal ini penulis menggunaan beberapa
teknik pengumpulan data yaitu Observasi, Wawancara yang dilakukan penulis adalah
wawancara terstruktur dan non struktur, dan Kajian Kepustakaan. Dalam penelitian
hukum sosiologis data dapat dianalisis secara kuantitatif ataupun kualitatif. Data yang
telah dikumpulkan dari Data Primer, Sekunder, dan Tersier selanjutnya dianalisis secara
kualitatif. Penarikan kesimpulan dalam penelitian hukum empiris (sosiologis) dilakukan
secara induktif.

Hasil dan Pembahasan


1. Penerapan Sanksi Terhadap Keberadaan pelaku Usaha Pertamini Illegal Di
Kabupaten Kampar Berdasarkan Hukum Positif Indonesia
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hilir Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004
Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi bahwa Kegiatan Usaha Hilir
dilaksanakan oleh Badan Usaha yang telah memiliki Izin Usaha yang dikeluarkan oleh
Menteri dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan
transparan. Selanjutnya Pasal 3 bahwa Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan,
dan pengawasan atas penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2.
Pembinaan Dan Pengawasan dalam Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004
Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi Kegiatan Usaha Hilir bahwa
Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha
Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan Niaga sesuai Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 88 bahwa pengawasan yang terkait dengan penyediaan dan pendistribusian Bahan
Bakar Minyak dan pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dilaksanakan oleh Badan
Pengatur. Dan di Pasal 89 ayat (1) Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 89 ayat (2)
Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diatur lebih
lanjut oleh Badan Pengatur
Menurut Bapak Hambali selaku Kepala Dinas Perizinan dan Perdagangan
Kabupaten Kampar mengatakan bahwa semua migas adalah milik pemerintah, sampai
titik penjualan. Setelah itu, barulah kontraktor memiliki hak sebagian hasil produksi,
sesuai besaran yang telah diatur dalam kontrak. Ketiga, manajemen operasi berada di
tangan Satua Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
Migas) yang merupakan lembaga negara yang dibentuk khusus untuk melaksanakan
pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha hulu migas. Perencanaan anggaran dan
program kerja kontraktor harus mendapat persetujuan dari SKK Migas, sebagai wakil dari
pemerintah.
Kegiatan usaha minyak dan gas bumi terdiri atas kegiatan usaha hulu dan kegiatan
usaha hilir. Usaha penjualan bahan bakar minyak termasuk ke dalam kegiatan usaha hilir
yaitu niaga, hal ini dapat di lihat dari ketentuan yang ada di dalam undang-undang migas

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 285


terkait dengan usaha hulu dan hilir. Dari peraturan yang telah kami diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dapat melaksanakan kegiatan usaha pembelian, penyimpanan,
dan penjualan BBM harus berbentuk badan usaha, bukan perorangan. Pada dasarnya
kegiatan usaha Pertamini, jika tidak memiliki izin usaha, maka dapat dipidana dengan
Pasal 53 UU 22 tahun 2001, dengan ketentuan sebagai berikut;
Setiap orang yang melakukan
a. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
b. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa izin usaha
pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan
denda paling tinggi Rp. 40.000.000,00 (empat puluh miliar)
c. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa izin usaha
penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling tinggi Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah)
d. Niaga seagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa izin usaha niaga dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp.
30.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).
Melalui penjelasan pada Pasal 4 Permen ESDM No. 7 Tahun 2005, maka badan
usaha yang akan melakukan kegiatan usaha hilir haruslah mengajukan permohonan
kepada Menteri dan haruslah memenuhi persyarakat administratif dan teknis terlebih
dahulu melalui Direktur Jenderal, dan selain itu permohonan ini disertai dengan surat
tembusan izin usaha bahan bakar minyak kepada Badan Pengatur. Penyedia dan
Penditribusian Bahan Bakar Minyak. SIUP juga memiliki beberapa kategori, yaitu SIUP
besar, merupakan SIUP untuk perusahaan besar dengan modal usaha diatas Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), hal ini diluar dari total harga tanah dan bangunan
tempat kegiatan usaha. SIUP menengah, SIUP ini untuk perusahaan skala sedang dengan
total modal usaha Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) – Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah), jumlah ini diluar dari total harga bangunan dan tanah tempat kegiatan
usaha. SIUP kecil, SIUP ini ditujukan untuk perusahaan skala kecil dengan modal
mencapai Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), jumlah ini diluar dari total harga
tanah dan bangunan tempat kegiatan usaha.
Menurut analisa penulis bahwa pedagang minyak eceran Pertamini tidak masuk ke
dalam kegiatan usaha hilir minyak berdasarkan pada peraturan undang-undang yang
berlaku, adapun yang mengatur ialah Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha
Hilir Minyak Dan Gas Bumi Kegiatan Usaha Hilir sebagai payung hukum dalam
peraturan mengenai pengelolaan minyak di Indonesia. Pedagang minyak eceran Pertamini
tidak menerapkan aturan-aturan yang berlaku.
Pedagang minyak eceran Pertamini melakukan penjualan bahan bakar minyak
kepada konsumen akhir sebagaimana halnya SPBU Pertamina maupun SPBU yang
dimiliki badan usaha swasta, pedagang minyak eceran Pertamini masuk ke dalam
kegiatan usaha ilegal yang tidak boleh menjual BBM. Para pedagang ini pastinya tidak
dapat untuk mempertanggung jawabkan standar keamanan dan kualitas mutu bahan bakar
yang dijual. Peraturan BPH Migas Nomor 06 Tahun 2015 memberikan kesempatan
kepada para pedagang minyak Pertamini agar memiliki kegiatan usaha yang legal serta
memenuhi kriteria dalam kgiatan usaha hilir. Dengan adanya peraturan ini menjadi solusi
kepada para pedagang minyak Pertamini agar memiliki usaha yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hukum.

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 286


Berdasarkan observasi penulis dilapangan bahwa pertamini yang berada di
Kabupaten Kampar termasuk yang illegal karena belum ada mendapatkan izin dari
instansi terkait, alasan mereka tidak mengetahui dimanakah tempat untuk mendapatkan
izin tersebut dan kurang mengetahui persyaratan yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan, sehingga mereka pemilik usaha Pertamini tersebut tetap tenang
dalam memperjual belikan BBM, sehingga usaha pertamini yang saat ini banyak ditemui
di tengah masyarakat. Di Kabupaten Kampar diketahui ada Pertamini yang menyerupai
merek mirip dengan PT. Pertamina. Namun, pertama mesin yang dimiliki oleh
kebanyakan dari mereka adalah mesin legal dan tidak valid. Mengenai ketentuan dari
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009, peraturan ini telah diperjelas, yang
mana menyangkut perubahan atas suatu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004
tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Mekanisme persaingan usaha yang
adil harus menenyediakan segala persyaratan usaha seperti izin usaha.
Penerapan Sanksi Terhadap Keberadaan pelaku Usaha Pertamini Illegal Di
Kabupaten Kampar Berdasarkan Hukum Positif Indonesia ini belum terlaksana dengan
baik, karena belum adanya pelaku usaha yang diberikan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, sebagaimana penerapan sanksi yang dimaksud dalam Pasal 94 ayat
1 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi
Kegiatan Usaha Hilir.
2. Hambatan Dari Penerapan Sanksi Terhadap Keberadaan pelaku Usaha
Pertamini Illegal Di Kabupaten Kampar Berdasarkan Hukum Positif
Indonesia
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hilir Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004
Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi bahwa Kegiatan Usaha Hilir
dilaksanakan oleh Badan Usaha yang telah memiliki Izin Usaha yang dikeluarkan oleh
Menteri dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan
transparan. Selanjutnya Pasal 3 bahwa Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan,
dan pengawasan atas penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2.
Menurut Bapak Jaffee Arizon Suardin selaku Kepala Pertaminan Wilayah Riau
mengatakan bahwa pelaku usaha atau pedagang minyak Pertamini yang dimaksud adalah
pelaku usaha orang perseorangan yang menjual dagangannya dengan cara eceran, karena
mereka melakukan transaksi penjualan kepada konsumen akhir. Adanya pedagang
minyak Pertamini memiliki sisi yang baik pada masyarakat, karena kegiatan usaha ini
sangatlah membantu bagi masyarakat yang tinggal jauh dari kawasan perkotaan atau dari
SPBU.
Dalam hal ini, di Kabupaten Kampar yang juga jarak pedesaan dengan SPBU
cukup jauh dari perkotaan. Ini merupakan imbas dari pendistribusian bahan bakar minyak
yang belum mampu menjangkau keseluruh daerah. Dengan adanya sisi baik pasti juga
ada sisi buruknya, yaitu keberadaan dari Pedagang minyak Pertamini sangatlah memiliki
resiko. Mulai dari standar keselamatan dari sitem kerja dan kualitas yang tidak
diperhatikan. Pedagang minyak eceran Pertamini tidak mendapatkan pengawasan dari
lembaga atau badan yang mengawasi kegiatan penjualan minyak eceran Pertamini. Hal
ini dilatar belakangi oleh tidak memilikinya izin resmi dari pemerintah untuk melakukan
penjualan minyak kepada konsumen sebagaimana yang telah diatur dalam perundang-
undangan yang berlaku. Proses penertiban dan penindakan dapat dilakukan oleh Polisi,
PPNS yang bekerja pada departmen minyak dan gas bumi, dan Pemerintah Daerah

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 287


melalui Disperindag. Bagi konsumen yang merasa dirugikan oleh adanya penjual minyak
Pertamini juga dapat melakukan gugatan.
Hambatan Dari Penerapan Sanksi Terhadap Keberadaan pelaku Usaha Pertamini
Illegal Di Kabupaten Kampar Berdasarkan Hukum Positif Indonesia adalah ketidaktauan
masyarakat akan adanya izin usaha terhadap pertamini, tidak adanya pengawasan dari
lembaga atau instansi terkait, dan tidak adanya sanksi yang diberikan kepada pelaku
usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Upaya Mengatasi Hambatan Dalam Penerapan Sanksi Terhadap
Keberadaan pelaku Usaha Pertamini Illegal Di Kabupaten Kampar
Berdasarkan Hukum Positif Indonesia
Di Indonesia, penggunaan akan bahan bakar minyak sangat tinggi. Penggunaan
bahan bakar minyak hampir diseluruh kegiatan masyarakat. Penyumbang terbesar
penggunanya adalah kendaraan bermotor, baik itu roda dua dan roda empat. Kegiatan
Usaha Hilir dituntut untuk lebih mampu mendukung kesinambungan pembangunan
nasional dalam rangka peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pada dasarnya
BBM penguasannya dikuasai oleh Negara yang merupakan sumber daya alam yang
strategis dan merupakan komoditas vital yang memegang peranan penting dalam
penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri, dan
penghasil devisa Negara yang penting, maka pengelolaannya dilakukan seoptimal
mungkin. Perusahaan hilir merupakan perusahaan yang di berikan kewenangan untuk
melakukan penjualan dan atau pendistribusian bahan bakar minyak kepada penggunanya
secara langsung, hal ini dapat terlihat dari kegiatan usaha hilir yang dilakukan oleh
Stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Pada kegiatan usaha pembelian,
penyimpanan, dan penjualan BBM harus berbentuk badan usaha, bukan perorangan. Pada
dasarnya kegiatan usaha Pertamini, jika tidak memiliki izin usaha, maka dapat diberikan
sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Tidak semua masyarakat di Kabupaten Kampar mengetahui hukum, dan tidak
adanya yang tau akan adanya izin dalam peraturan perundang-undangan, sehingga
diperlukan sosialisasi dari lembaga atau instansi terkait kepada masyaraka terutama
pelaku usaha untuk mendapatkan dan mengurus izin, sehingga pertamini tersebut menjadi
legal. Pengawasan dalam suatu peraturan wajib dilakukan, sehingga peraturan dapat
berjalan dengan baik. Dalam hal ini pertamini tidak mendapatkan pengawasan secara
langsung dari lembaga atau instasi terkait, sehingga petamini yang berada di Kabupaten
Kampar semakin banyak, dan perlu dilakukan pengawasan secara langsung dari lembaga
atau instasi terkait.
Upaya Mengatasi Hambatan Dalam Penerapan Sanksi Terhadap Keberadaan
pelaku Usaha Pertamini Illegal Di Kabupaten Kampar Berdasarkan Hukum Positif
Indonesia adalah perlunya sosialisasi terhadap pelaku usaha untuk mengurus izin usaha,
perlunya pengawasan dari lembaga atau instansi terkait, dan perlunya sanksi yang
diberikan kepada pelaku usaha untuk memberikan efek jera.

Simpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh penulis antara lain Penerapan Sanksi Terhadap Pelaku Usaha Pertamini Ilegal Di
Kabupaten Kampar ini belum terlaksana dengan baik, karena belum adanya pelaku usaha
yang diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana
penerapan sanksi yang dimaksud dalam Pasal 94 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004
Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi Kegiatan Usaha Hilir. Hambatan
Dari Penerapan Sanksi Terhadap Pelaku Usaha Pertamini Ilegal Di Kabupaten Kampar

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 288


adalah ketidaktauan masyarakat akan adanya izin usaha terhadap pertamini, tidak adanya
pengawasan dari lembaga atau instansi terkait, dan tidak adanya sanksi yang diberikan
kepada pelaku usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Upaya
Mengatasi Hambatan Dalam Penerapan Sanksi Terhadap Pelaku Usaha Pertamini Ilegal
Di Kabupaten Kampar adalah perlunya sosialisasi terhadap pelaku usaha untuk mengurus
izin usaha, perlunya pengawasan dari lembaga atau instansi terkait, dan perlunya sanksi
yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memberikan efek jera.

Daftar Pustaka
[1] Bustanul Arifin dan Didik J. Rachbini, 2011, Ekonomi Politik dan Kebijakan
Publik, Jakarta: Penerbit Grasindo.
[2] Dr. Widodo Ismanto dan Hadun Asmara, 2017, Industri MIGAS Prospek dan
Tantangan Pengelolaan Lingkungan, Bogor: Penerbit IPB Press.
[3] Habib Shulton Asnawi, Penafsiran Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-
Undang Migas (Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012), Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016.
[4] Haris Pamugar, 2017, Audit Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk
kesejahteraan rakyat, Jurnal Tata Kelola & Akuntabilitas Keuangan Negara,
Jakarta, 2017.
[5] Huma, 2007, Proses Penyusunan Peraturan Daerah Dalam Teori & Praktek,
Jakarta: Sinar Grafika.
[6] Ida Zuraida, 2013, Teknik Penyusunan Peraturan Daerah, Jakarta: Sinar
Grafika.
[7] Kementrian ESDM, 2015, Rencana Strategis 2015-2019 Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
[8] Ni Komang Darmiati, 2016, Pengaturan Tentang Surat Rekomendasi
Pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi, Udayana Master Law
Journal, Vol. 5, No. 3.
[9] Ni’matul Huda, 2010, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah,
Yogyakarta: FH UII PRESS.
[10] Pana Fitriyatus Sa’adah, Peramalan Penyediaan dan Konsumsi Bahan Bakar
Minyak Indonesia dengan Model Sistem Dinamik Prediction of Fuel Supply
and Consumption in Indonesia with System Dynamics Model, Jurnal Ekonomi
dan Pembangunan Indonesia Vol. 17 No. 2 Januari 2017.
[11] Panca Saut Pintorhot, Pengawasan Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru
Terhadap Pengecer Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Tahun 2011-2012,
Jurusan Ilmu Pemerintahan - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik-
Universitas Riau, Volume 1 No. 2- Oktober 2014.
[12] Siswanto, Analisis Risiko Penyaluran, Pelaporan dan Penetapan Harga Jual
Eceran BBM Minyak Solar Bersubsidi. Jurnal Substansi, Vol 1, 2017. No 1.
[13] Y. Sri Susilo, 2013, Bahan Bakar Minyak (BBM) & Perekonomian Indonesia,
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 289

You might also like