You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini berbagai jenis organisasi termasuk lembaga pendidikan

akan menghadapi perubahan dengan variasi, intensitas dan cakupan yang

belum pernah dialami sebelumnya. Dengan demikian, organisasi tersebut

hanya akan berkembang dan maju apabila cepat tanggap terhadap perubahan

yang pasti akan terjadi. Pemimpin masa kini dan masa depan dituntut untuk

tidak sekedar bersikap luwes dan beradaptasi dengan lingkungan yang

bergerak sangat dinamis, akan tetapi juga mampu mengantisipasi berbagai

bentuk perubahan dan secara proaktif menyusun berbagai program perubahan

yang diperlukan.

Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai

berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih

dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya

literatur yang mengkaji tentang kepemimpinan (leadership) dengan berbagai

sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan dalam pendidikan memiliki

peran yang sangat penting mengingat fungsi dari pemimpin sangat menentukan

pencapaian tujuan pendidikan.

Pada dasarnya setiap instansi atau lembaga pendidikan memerlukan

seorang figur (pemimpin) yang akan membimbing dan mengarahkan

1
2

pelaksanaan pendidikan di lembaga itu. Pemimpin yang baik tentu harus

memiliki jiwa kepemimpinan yang baik dan pengetahuan tentang memimpin.

Jika pemimpin yang akan memimpin pada suatu lembaga pendidikan tidak

memiliki kedua hal itu maka akan sulit melaksanakan fungsi dan perannya

sebagai pemimpin. Setiap pemimpin harus selalu memegang kepercayaan yang

dipimpinnya karena kepemimpinan berdiri di atas dasar kepercayaan. Saat

kepercayaan rapuh, maka pemimpinnya akan segera runtuh. Sama halnya

dengan sebuah kepemimpinan dalam pendidikan yang berdiri atas dasar

kepercayaan. Maka dari itu, hal yang paling mendasar dan terpenting ketika

menjadi seorang pemimpin adalah menanamkan rasa percaya kepada anggota

atau bawahannya. Karena dengan cara seperti itulah seorang pemimpin akan

disegani dan dihormati dalam sebuah organisasi termasuk dalam lembaga

pendidikan dan biasanya rasa kepercayaan yang dimiliki bawahan itu

tergantung pada tipe kepemimpinan seseorang yang memimpin itu. Untuk

menjadi seorang pemimpin dalam dunia pendidikan harus memiliki

karakteristik atau gaya memimpin yang baik demi terciptanya tujuan

organisasi itu.

Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh keberhasilan proses

pembelajaran di lembaga pendidikan. Madrasah sebagai lembaga pendidikan

membutuhkan kepala madrasah yang mampu memimpin dan mengelola

madrasah secara profesional. Wiyono (2017: 27) menyatakan bahwa

kepemimpinan kepala madrasah merupakan salah satu aspek yang menentukan


3

keberhasilan pendidikan di madrasah. Hal tersebut dikarenakan kepala

madrasah memiliki peran penting untuk melakukan peningkatan dan

pengembangan madrasah secara berkelanjutan.

Kepala madrasah membutuhkan kompetensi yang memadai. Ini

bertujuan supaya setiap permasalahan dan pengembangan madrasah dapat

dilakukan oleh kepala madrasah. Adapun kompetensi yang dibutuhkan oleh

kepala madrasah menurut Wiyono (2017: 31) adalah (1) kompetensi personal,

(2) manajerial, (3) supervisi, (4) interpreneurship, dan (5) sosial.

Peningkatan kualitas dan profesionalitas guru merupakan tanggung

jawab kepala madrasah sebagai pemimpin madrasah. Oleh karena itu banyak

hal yang harus dilakukan oleh kepala madrasah dalam meningkatkan

profesionalisme guru, diantaranya kepala madrasah hendaknya memberi

motivasi dan memberi saran kepada guru agar profesionalitas guru tercapai

sesuai dengan yang diharapakan. Dalam hal ini upaya kepala madrasah sangat

penting karena kepala madrasah sebagai seorang yang diberi tanggung jawab

untuk memimpin madrasah.

Namun, pada kenyataannya, terdapat permasalahan mendasar yaitu

masih banyak kepala madrasah di Kota Parepare yang tidak mengetahui

bagaimana menggunakan wewenang yang dimiliki untuk mengelola madrasah

yang dipimpin karena takut membuat perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan kepala madrasah di Kota Parepare masih ada yang lemah dalam

mengelola madrasah. Padahal menurut Abdul Fatah Syukur NC., (2011)


4

bahwa seorang pemimpin harus mau mendengar dan menyerap aspirasi dari

yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang baik akan mengakomodir aspirasi

yang berkembang di kalangan bawahannya. Dan untuk menyerap aspirasi yang

berkembang di tingkat bawah, maka sesekali ia harus dapat menjadi pengikut

yang baik.

Para pemimpin sebagai salah satu pihak yang berkepentingan berada

pada garis terdepan dalam mewujudkan perubahan karena dituntut dan diberi

tanggungjawab oleh berbagai pihak yang berkepentingan lainnya untuk

mampu menjalankan roda organisasi sedemikian rupa. Keberhasilan para

pemimpin menanggapi perubahan yang terjadi memerlukan gaya

kepemimpinan yang sesuai dengan tuntutan perubahan tersebut. Dalam hal ini,

faktor budaya organisasi (culture organization) menjadi penting artinya bagi

seorang pemimpin. Budaya organisasi merupakan salah satu faktor penting

yang sangat menentukan terhadap berhasil tidaknya organisasi tersebut. Untuk

itu peranan pemimpin menjadi penting dalam proses pemberdayaan

(empowerment) bawahan. Mengikuti konsep pemberdayaan yang dikemukakan

Pranarka dan Moelijarto, maka dituntut kesiapan dan kerelaan pemimpin untuk

memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan

kepada bawahan agar mereka menjadi lebih berkembang. Keadaan tersebut

sangat ditentukan oleh budaya organisasi yang ada dalam organisasi tersebut

(2000: 56–57).
5

Pemimpin berperan penting dalam pengambilan keputusan kebijakan,

terutama kebijakan yang bersifat strategis. Oleh sebab itu pemimpin dituntut

memiliki kemampuan konseptual dalam melihat peluang-peluang yang ada,

mengatasi permasalahan dan hambatan serta mampu menyusun rencana yang

tepat untuk melakukan tindakan-tindakan dalam upaya pencapaian tujuan

organisasi.

Di sinilah letak peran penting seorang pemimpin, ia bukan hanya

berperan sebagai manajer saja, dalam perspektif Peter Drucker (2005)

mengemukakan bahwa manajer adalah “doing things right” melakukan sesuatu

dengan benar, dan pemimpin (leader) berarti “doing the right things”

melakukan sesuatu yang benar. Oleh karena itu, seorang leader harus memiliki

karakteristik tertentu yang dapat mengarahkan dan memotivasi orang-orang

yang dipimpinnya. Pemikiran Drucker tentang pemimpin (leader) ini tidak

jauh dari manajemen berdasarkan sasaran. Desentralisasi dan delegasi.

Mengelola pekerjaan pengetahuan. Menggunakan fokus pelanggan.

Melakukan manajemen waktu. Mengembangkan kekuatan inovasi. “Pada

akhirnya, visi dan tanggung jawab moral yang mendefinisikan seorang

manajer,” ungkap Peter Drucker (2005). Sayangnya, realitas pada banyak

tempat dan badan usaha, trik individualitas sering kali merasuk dan

membusukkan keadaan, karena ambisi pribadi telah mengaduk diri dalam

kepentingan bisnis.
6

Dengan demikian, seorang pemimpin yang berhasil adalah pemimpin

yang mampu menggerakkan atau mempengaruhi orang untuk bersama-sama

bekerja menuju suatu tujuan yang diinginkan bersama dan yang dianggap

penting untuk ekspresi diri masyarakat. Dalam duania pendidikan peran

pemimpin amat penting dalam rangka mewujudkan keberhasilan tujuan

pendidikan itu sendiri. Peranan kepemimpinan dalam pendidikan bukan hanya

sekedar sebagai seorang kepala, Purwanto menuturkan (2016: 36) bahwa lebih

dari itu harus benar-benar mencerminkan diri sebagai seorang pemimpin

pendidikan yang memadai khususnya dari segi kualitas kepemimpinannya.

Saat ini, setiap lembaga pendidikan telah hidup di era modern yang

penuh dengan tantangan dan sekaligus peluang. Lembaga pendidikan

diharapkan mampu menghasilkan produk yang unggul seperti bekal

pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, sehingga mampu bersaing dan

merebut berbagai peluang yang ada di hadapannya. Umat manusia saat ini

ditantang agar memiliki sikap yang kreatif, inovatif, dinamis, terbuka,

demokratis, memiliki etos kerja yang tinggi, serta memiliki keandalan spritual

sebagai alat untuk menangkis berbagai pengaruh negatif. Dengan cara

demikian, hasil produk yang unggul dari lembaga pendidikan akan menjadi

pelaku sejarah yang produktif, menjadi tuan rumah di negerinya sendiri, serta

tidak mudah diperdaya oleh kekuatan dari mana pun datangnya. Menghadapi

tantangan hidup yang demikian itu, dunia pendidikan semakin dihadapkan

kepada berbagai tantangan yang cukup berat. Hal yang demikian dapat
7

dimengerti, karena dunia pendidikanlah sebagai wahana yang paling

bertanggungjawab untuk menghadapinya.

Diketahui, bahwa sejak masa lalu umat Islam telah memiliki

pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, ada yang dikelola

dengan manajemen pemerintah di bawah naungan Kementerian Agama, dan

lebih banyak lagi yang dikelola oleh masyarakat secara swasta. Lembaga-

lembaga pendidikan Islam tersebut antara lain Taman Pendidikan al-Qur’an

(TPA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah

Aliyah (MA), Madrasah Tinggi Agama Islam (STAI), Institut Agama Islam

Negeri (IAIN), dan Universitas Islam Negeri (UIN). Selain itu terdapat pula

lembaga pendidikan yang ada sebelum adanya madrasah, yaitu lembaga

pendidikan pesantren yang jumlahnya mencapai lebih dari tiga puluh ribu, dan

tersebar di seluruh kepulaan nusantara.

Secara historis pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di

Indonesia sangat terkait erat dengan kegiatan dakwah islamiyah. Pendidikan

Islam berperan sebagai mediator dalam memasyarakatkan ajaran Islam kepada

masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan inilah,

masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran

Islam sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan al-Sunnah. Sehubungan dengan

itu tingkat kedalaman pemahaman, penghayatan dan pengamalan masyarakat

terhadap ajaran Islam amat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam
8

yang diterimanya. Pendidikan Islam tersebut berkembang setahap demi

setahap hingga mencapai tingkat seperti sekarang ini.

Pencapaian perkembangan madrasah seperti sekarang ini khususnya

pada Madrasah Aliyah di Kota Parepare seringkali berhadapan dengan

berbagai problematika yang tidak ringan. Diketahui bahwa sebagai sebuah

sistem, pendidikan Islam mengandung berbagai komponen yang antara satu

dengan lainnya saling berkaitan. Komponen pendidikan tersebut meliputi visi,

misi, landasan, tujuan, kurikulum, kompetensi dan profesionalisme guru, pola

hubungan guru murid, metodologi pembelajaran, sarana prasarana,

pengelolaan (manajemen), evaluasi, pembiayaan, dan lain sebagainya.

Berbagai komponen dalam pendidikan tersebut seringkali berjalan apa adanya,

alami, tradisional, serta dilakukan tanpa perencanaan dan konsep yang matang.

Akibat dari keadaan demikian, maka mutu Madrasah Aliyah di Kota Parepare

seringkali menunjukkan keadaan yang kurang menggembirakan.

Permasalahan tersebut di atas, semakin diperparah oleh tidak

tersedianya tenaga pendidik Islam yang profesional, yaitu guru yang selain

menguasai materi ilmu yang diajarkannya secara baik dan benar, juga harus

mampu mengajarkannya secara efisien dan efektif kepada para siswa, serta

harus pula memiliki idealisme dan akhlak mulia. Guru yang ada secara umum

belum dapat dikatakan profesional. Hal ini diakibatkan oleh adanya sumber

daya guru yang rata-rata di bawah kategori bibit unggul, serta lebih didasarkan

pada motivasi keagaman, dan bukan kompetensi profesionalitas.


9

Selain itu, landasan dan dasar-dasar pendidikan Islam yaitu al-Qur’an

dan as-Sunnah belum benar-benar digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini

sebagai akibat belum adanya guru yang secara khusus mendalami pemahaman

al-Qur’an dan as-Sunnah dalam perspektif pendidikan Islam. Para guru belum

banyak mengetahui tentang isi kandungan al-Qur’an dan as-Sunnah yang

berhubungan dengan pendidikan secara baik. Akibatnya pelaksanaan

pendidikan Islam belum berjalan di atas landasan dan dasar ajaran Islam

tersebut.

Sebagai akibat dari kekurangan tersebut di atas, maka visi, misi dan

tujuan pendidikan Islam juga belum berhasil dirumuskan dengan baik. Visi

pendidikan diarahkan untuk mewujudkan manusia yang saleh dalam arti yang

taat beribadah dan gemar beramal untuk tujuan akhirat. Tujuan pendidikan

Islam seringkali diarahkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang hanya

menguasai ilmu Islam saja. Akibat dari keadaan yang demikian ini, maka

lulusan Madrasah Aliyah hanya memiliki kesempatan dan peluang yang

terbatas, yaitu hanya sebagai pengawal moral bangsa. Mereka kurang mampu

bersaing dan merebut peluang serta kesempatan yang tersedia pada perguruan

tinggi pavorit baik melalui jalur undangan apabila melalui seleksi penerimaan

jalur terbuka atau umum. Keadaan yang demikian merupakan masalah besar

yang perlu segera diatasi, lebih-lebih lagi jika dihubungkan dengan adanya

persaingan yang makin kompetitif pada era globalisasi.


10

Gambaran tentang kondisi madrasah saat ini dapat dilihat dari aspek isi,

proses, kompetensi lulusan, guru dan tenaga kependidikan, sarana dan

prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Seluruh

standar tersebut pada saat ini ternyata belum semua madrasah dapat

menenuhinya. Dengan kata lain, bahwa pada saat ini belum semua madrasah

dapat memenuhi standarisasi, lingkup materi dan tingkat kompetensi yang

seharusnya dituangkan dalam kriteria tamatan. Hal ini terbukti dan masih

banyaknya madrasah yang mencapai kelulusannya dalam kisaran antara 70

sampai 80 persen pada ujian nasional tahun 2005. Selain itu, saat ini belum

semua madrasah menjalankan proses pembelajaran sesuai dengan standar

nasional pendidikan dalam mencapai standar kompetensi lulusan. Proses

pembelajaran yang kurang interaktif, kurang inspiratif, membosankan, kurang

menantang, kurang memberi motivasi kepada peserta didik untuk

berpartisipasi secara aktif, kurang dapat menumbuhkan prakarsa, kreativitas,

kemandirian, sesuai bakat, minat dan perkembangan peserta didik, serta

kurang memberikan keteladanan. Menurut Abuddin Nata bahwa proses

pembelajaran yang kurang interaktif, perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan pembelajaran juga kurang efektif dan efisien. Sebagai guru yang

kurang jelas dalam menentukan tugas pembelajaran. Materi ajar, metode

pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (2013: 331).

Selain itu, sebagian besar madrasah juga lembaga pendidikan Islam

lainnya sebagian belum dapat memenuhi standar kompetensi lulusan yang


11

mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan, juga belum dapat memenuhi

kualifikasi guru dan tenaga kependidikan, baik dan kesesuaian dengan jenjang

pendidikan minimal, maupun kesesuaian bidang tugas dengan latar belakang

pendidikannya, serta kurang memenuhi kriteria pendidikan prajabatannya, dan

kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

Selanjutnya masih banyak pula madrasah baik negeri maupun swsta

yang belum memenuhi standar sarana dan prasarana sesuai standar nasional

pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar,

tempat berolahraga, tempat ibadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,

tempat bermain, tempat berekreasi dan berkreasi, serta sumber belajar lainnya

yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan

teknologi informasi dan komunikasi.

Urgensi pengembangan kualitas Pendidikan Islam dengan melihat pada

kondisi realitas yang berkembang, tidak dapat ditunda lagi. Ilmu pengetahuan

yang semakin berkembang. Pendidikan Islam khususnya pendidikan Islam di

madrasah perlu melakukan internasionalisasi mutu agar sejajar dengan kemajuan

bangsa-bangsa, dibelahan dunia. Dalam pengembangan pendidikan Islam

diperlukan sistem manajemen mutu, sehingga mampu meraih prestasi terbaik,

(Makbulloh, 2011: 142 ).

Dalam kerangka mewujudkan fungsi idealnya itu madrasah harus

senantiasa mengorientasikan diri agar tetap survice dan mampu tampil bermakna,

ditengah tuntutan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan

penghayatan nilai-nilai agama. Karena itu madrasah harus lebih serius untuk
12

mengadakan pembaharuan pengembangan madrasah secara komprenhensif serta

kontinyu dan berorientasi ke depan, (Azra, 2019: 59).

Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Parepare berada di tengah lingkungan

masyarakat yang agamis. MAN 2 Kota dan MA DDI Lil Banat Kota Parepare

sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas Islam sangat diharapkan oleh

segenap lapisan masyarakat agar dapat memberikan kontribusi dalam

menciptakan insan yang berkualitas. Peran ini akan mampu direalisasikan

manakala madrasah ini mampu untuk menghasilkan peserta didik yang bermutu,

mereka mampu mengambil bagian untuk turut serta membangun masyarakat yang

agamis khususnya di wilayah Kota Parepare.

Dalam bidang pengelolaan, madrasah dan lembaga pendidikan Islam

lainnya juga masih mengalami kekurangan. Pengelolaan madrasah sebagian

besar belum sesuai standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat

madrasah, kabupaten/kota, propinsi, atau nasional untuk mencapai

penyelenggaraan pendidikan yang efisien dan efektif. Dalam pada itu, banyak

pula madrasah dan pendidikan Islam lainnya yang belum memeuhi standar

pembiayaan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan, terutama

madrasah swasta dalam mengatur komponen dan besarnya biaya operasional

madrasah yang berlaku selama satu tahun.

Selain itu, sebagian besar madrasah dan lembaga pendidikan Islam

lainnya banyak yang belum sesuai dengan standar nasional pendidikan yang

berkaitan dengan mekanisme, prosedur, instrumen penilaian hasil belajar


13

peserta didik. Hal ini mengakibatkan pada saat madrasah ini dinilai oleh pihak

luar, banyak mendapatkan nilai rendah, baik kinerja madrasah maupun mutu

lulusannya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, tampak dengan jelas bahwa

sebagian besar kondisi riil madrasah yang ada saat ini masih banyak yang

belum memenuhi standar nasional pendidikan yang ditetapkan pemerintah.

Standar nasional pendidikan ini dikaitkan dengan tantangan perlunya

meningkatkan mutu pendidikan dihubungkan dengan tantangan era globalisasi

saat ini, yang menuntut adanya pendidikan yang unggul, bermutu,

memberdayakan, dikelola secara profesional, demokratis, transparan, efisien

dan efektif, sehingga lulusannya dapat diakui oleh masyarakat dan mampu

merebut berbagai peluang yang terdapat pada era yang penuh kompetitif.

Berasumsi dari permasalahan yang dihadapi madrasah tersebut, maka

yang menjadi salah satu harapan yang dapat diandalkan dalam memajukan

madrasah khususnya Madrasah Aliyah adalah peran kepemimpinan kepala

madrasahnya. Untuk itu, Chester I. Bernard (dalam Bedjo Siswanto)

menyatakan bahwa kepemimpinan mempunyai dua aspek. Pertama adalah

kelebihan individual teknik kepemimpinan. Seorang yang memiliki

keterampilan yang tinggi, menguasai teknologi, mempunyai persepsi yang

tepat, mempunyai pengetahuan yang luas, mempunyai ingatan yang baik serta

imajinasi yang meyakinkan akan mampu mengembangkan guru dan tenaga

kependidikan. Kedua, adalah keunggulan pribadi dalam hal ketegasan,

keuletan, kesadaran, dan keberhasilan (2019: 177).


14

Mendalami berbagai masalah yang berhubungan dengan tuntutan tugas

Kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah yang sangat berat tersebut, maka

setiap Kepala Madrasah Aliyah khususnya di Kota Parepare seyogyanya

memiliki ciri-ciri kepemimpinan agar lembaga yang dipimpinnya berjalan

efektif dan mengalami pertumbuhan dan perkembangan ke arah yang lebih

baik. Sondang P. Siagian (2004: 75-76) menyebutkan ciri-ciri tersebut yakni

(1) mempunyai pengetahuan yang luas, (2) mempunyai kemampuan

bertumbuh dan berkembang, (3) memiliki sifat yang inkuisif, (4) memiliki

kemampuan analitik, (5) memiliki daya ingat yang kuat, (6) memiliki kapasitas

integrative, (7) memiliki keterampilan berkomunikasi secara efektif, (8)

memiliki keterampilan mendidik, (9) memiliki sifat rasionalitas, (10) memiliki

sifat objektivitas, (11) rasa tepat waktu, (12) rasa kohesi yang tinggi, (3)

keteladanan, (14) memiliki sifat fleksibilitas, (15) memiliki sikap ketegasan,

(16) memiliki sikap yang antisipatif, (17) memiliki sifat keberanian, dan (18)

memiliki sikap yang antisipatif.

Pembahasan kepemimpinan berdasarkan ciri-ciri di atas menunjukkan

dengan jelas bahwa ciri-ciri tersebut sebagai keseluruhan merupakan hal yang

ideal. Artinya, dalam kenyataan tidak ada seorang pemimpin yang serta merta

memiliki semua ciri tersebut betapapun besarnya bakat yang dimilikinya untuk

menjadi pemimpin. Memilikinya merupakan proses yang berlangsung selama

seseorang menududuki jabatan manajerial. Ini berarti bahwa seseorang yang

ingin meningkatkan efektivitas manajerialnya harus terus menerus berusaha


15

agar semakin mungkin bahwa pada kariernya, pemimpin yang bersangkutan

tetap tidak memiliki keseluruhan ciri-ciri tersebut.

Kepemimpinan khususnya kepemimpinan Kepala Madrasah merupakan

bagian integral pengembangan atau pemberdayaan dalam mengembangkan

profesionalitas guru dan tenaga kependidikan pada Madrasah Aliyah di Kota

Parepare. Dalam prakteknya, masalah yang muncul dalam kepemimpinan

Kepala Madrasah Aliyah Kota Parepare sangat beragam. Karena itu, penting

untuk dievaluasi terutama berkenaan dengan pelaksanaan kepemimpinan para

Kepala Madrasah Aliyah yang ada di Kota Parepare.

Pada observasi pertama yang dilakukan di Madrasah Aliyah Parepare

peneliti menemukan indikasi adanya kepala madrasah yang belum mampu

menggunakan wewenang yang dimilikinya untuk mengelola madrasah yang

dipimpinnya karena merasa takut berinovasi (membuat perubahan). Hal ini

mengindikasikan bahwa kemampuan kepala madrasah di Kota Parepare masih

lemah dalam mengelola madrasah yang dipimpinnya. Selain itu, juga

terindikasi adanya ketidakmampuan kepala madrasah mewujudkan madrasah

yang efektif di Kota Parepare dengan gejala berikut.

Pertama, kepala madrasah masih kurang mampu dalam memelihara

fasilitas madrasah. Fasilitas tidak terkelola dengan baik sehingga

mengakibatkan suasana belajar di lingkungan madrasah tidak begitu efektif.

Misalnya terlihat kondisi kursi, meja, dan lemari madrasah yang sudah rusak.

Kondisi yang demikian ini membuat siswa tidak nyaman untuk belajar.
16

Kedua, kepala madrasah tidak mampu menciptakan budaya dan suasana

madrasah yang kondusif. Hubungan di antara sesama guru dan staf

kependidikan lainnya sering sekali tidak baik. Akibatnya, lingkungan kerja di

madrasah menjadi tidak baik karena ada beberapa guru memiliki konflik

interpersonal dengan guru atau staf kependidikan lainnya.

Ketiga, kepala madrasah juga kurang mampu melibatkan para personil

madrasah supaya aktif dalam berbagai kegiatan di madrasah. Lemahnya

kemampuan kepala madrasah dalam melibatkan para personil madrasah baik

guru maupun tenaga kependidikan menjadi permasalahan mendasar di

madrasah. Artinya, baik guru maupun tenaga kependidikan tidak dapat

memaksimalkan kontribusinya dalam mewujudkan pengembangan madrasah

karena kepala madrasah tidak berkompeten untuk memberdayakan

sumberdaya manusia yang ada di madrasah.

Keempat, kepala madrasah juga tidak mampu mengarahkan para guru

supaya menyusun dan mengembangkan silabus dan RPP (Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran). Kecenderungan guru adalah menggunakan RPP

dari madrasah lain atau hanya menggunakan RPP dari situs internet. Dalam

kasus ini sebenarnya, peran kepala madrasah sebagai pemimpin pengajaran

telah gagal.

Kelima, kepala madrasah cenderung tidak melibatkan para guru dalam

komite madrasah untuk pengambilan keputusan. Kepala madrasah selalu


17

mendominasi dalam setiap pengambilan keputusan. Kemampuan kepala

madrasah secara sosial maupun kooperatif adalah penyebab utamanya.

Asumsi tersebut memberikan kontribusi signifikan baik secara teoritis

maupun praktis. Secara teoritis, menambah temuan baru tentang tujuan dan

sasaran, landasan kebijakan, serta kebutuhan, strategi dan metode, rencana,

program, struktur pembinaan, pembiayaan dan sumber dana, sarana dan

prasarana, serta rekruitmen, prosedur, pelaksanaan kegiatan, serta faktor-faktor

pendukung dan penghambat kepemimpinan, dan keberhasilan kepemimpinan

Kepala Madrasah Aliyah dalam pengembangan guru dan tenaga kependidikan,

serta dampaknya dalam meningkatkan kualitas mutu luaran (output)pada

Madrasah Aliyah di Kota Parepare. Secara praktis, memberikan pemahaman

baru kepada kepala madrasah dan para stakeholder dalam mengelola lembaga

pendidikan madrasah sehingga diharapkan akan terwujud Madrasah Aliyah

yang efektif di Kota Parepare.

Beragam masalah di atas, obyek yang menjadi sasaran evaluasi

kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah antara lain, melihat apakah

kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah telah berhasil? Jika berhasil, apakah

yang mendukung keberhasilan tersebut? Jika belum, apa yang

menyebabkannya? Untuk menjawabnya, diperlukan evaluasi kebijakan

berkenaan dengan kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah dalam

mengembangkan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan di Kota

Parepare.
18

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan fokus penelitian di atas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah Kepemimpinan Kepala

Madrasah dapat Mengembangkan Profesionalitas Guru dan Tenaga

Kependidikan di Kota Parepare”. Dari permasalahan inilah, kemudian peneliti

mengajukan rumusan masalah yang kemudian akan diteliti dan dikaji

berdasarkan fakta yang ada, yaitu sebagai berikut:

1. Strategi apa yang digunakan kepala Madrasah Aliyah Negeri 2 dan

kepala Madrasah Aliyah DDI Lil Banat Parepare dalam pengembangan

guru dan tenaga kependidikan di Kota Parepare ?

2. Bagaimana efektivitas kepemimpinan kepala Madrasah Aliyah Negeri 2

dan kepala Madrasah Aliyah DDI Lil Banat Parepare dalam

pengembangan guru dan tenaga kependidikan di Kota Parepare ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mendeskripsikan strategi yang diterapkan kepala Madrasah Aliyah Negeri 2

dan kepala Madrasah Aliyah DDI Lil Banat Parepare dalam pengembangan

guru dan tenaga kependidikan di Kota Parepare.

b. Menganalisis efektivitas kepemimpinan kepala Madrasah Aliyah Negeri 2

dan kepala Madrasah Aliyah DDI Lil Banat Parepare dalam

mengembangkan guru dan tenaga kependidikan di Kota Parepare.


19

2. Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Disertasi ini dapat dijadikan sebagai masukan (input) dan bahan referensi

terhadap pelaksanaan kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah Negeri

maupun Kepala Madrasah Aliyah Swasta di Kota Parepare dalam

mengembangkan dan meningkatkan profesionalisme guru dan tenaga

kependidikan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat sekaligus dapat

menjadi rujukan atas pelaksanaan pengembangan guru dan tenaga

kependidikan pada Madrasah Aliyah Negeri maupun Madrasah Aliyah

Swasta di Kota Parepare.

D. Pengertian Judul dan Definisi Operasional

Judul disertasi ini adalah: “Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam

Mengembangkan Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Aliyah di Kota

Parepare”. Untuk menghindari kesalahpamahan terhadap judul tersebut,

peneliti memberikan pengertian beberapa istilah sebagai berikut:

“Kepemimpinan” adalah sikap dan perilaku untuk mempengaruhi para

bawahan agar mereka mampu bekerja sama sehingga dapat bekerja secara

lebih efisien dan efektif untuk mencapai angka produktifitas kerja sesuai

dengan yang telah ditetapkan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa

kepemimpinan adalah sifat yang harus dimiliki oleh perencana,

pengorganisasi, pengarah, pemotivasi, dan pengendali untuk mempengaruhi


20

orang-orang dan mekanisme kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(Abdul Fattah Syukur, 2011: 18).

Dengan pengertian ini dapat dikatakan bahwa kepemimpinan

merupakan inti dari manajemen. Dalam proses pengelolaan kegiatan

kerjasama, diperlukan kecakapan khusus untuk menggerakkan orang lain,

diperlukan cara yang disebut human relation. Di sinilah terletak pentingnya

kepemimpinan. Seorang pemimpin tidak hanya bisa memberi instruksi, tetapi

juga dapat memberi teladan yang dapat dicontoh, dapat memberi pengarahan,

dapat bekerjasama dan sekaligus dapat menjadi teman kerja.

“Kepala Madrasah” adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk

memimpin penyelenggaraan pendidikan pada madrasah. Dalam Peraturan

Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2014, disebutkan ada 12 persyaratan yang

harus dipenuhi untuk menjadi Kepala Madrasah, yaitu, (1) beragama Islam dan

berakhlak mulia; (2) memiliki kemampuan bacatulis al-Qur’an dengan tartil;

(3) memiliki kualifikasi akademik paling rendah Strata Satu (S1/D-IV)

kependidikan atau non-kependidikan perguruan tinggi yang terakreditas; (4)

berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun; (5) sehat jasmani dan rohani

berdasarkan surat keterangandokter pemerintah; (6) tidak sedang menjalani

hukuman displin tingkat sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; (7) memiliki sertifikat pendidik; (8) memiliki

pengalaman mengajar paling singat 5 (lima) tahun di madrasah menurut jenis

dan jenjang madrasah masing-masing; (9) memiliki golongan ruang paling


21

rendah III/c bagi guru PNS dan bagi guru non-PNS disetarakan dengan

kepangkatan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan/atau organisasi

penyelenggara pendidikan; (10) memiliki nilai prestasi kerja dan nilai kinerja

Guru paling rendah baik dalam 2 [dua] tahun terakhir bagi guru PNS; (11)

memiliki nilai kinerja guru paling rendah baik dalam 2 [dua] tahun terakhir

bagi guru non-PNS; dan (12) memiliki Surat Tanda Tamat Pendidikan dan

Pelatihan (STTPP) Kepala Madrasah yang diterbitkan oleh Kementerian

Agama.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “mengembangkan”

berarti: (1) membuka lebar-lebar; membentangkan, (2) menjadikan besar (luas,

merata dan sebagainya), (3) menjadikan maju (baik, sempurna, dan

sebagainya).

“Guru” yang dimaksud di sini adalah guru di Madrasah Aliyah Negeri

Kota Parepare. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 Pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa guru merupakan tenaga profesional

yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai

hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan (2006: 27).

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dikemukakan bahwa “guru” terdiri

atas pendidik (guru) mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh

masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.


22

Sedangkan “tenaga kependidikan” sebagaimana yang disebutkan dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan khususnya Pasal 35 disebutkan bahwa tenaga

kependidikan terdiri dari kepala madrasah, tenaga administrasi, tenaga

perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan madrasah. Tugas

utamanya adalah melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,

pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada

satuan pendidikan.

Sebagai guru dan tenaga kependidikan, maka keduanya memiliki hak

dan kewajiban masing-masing. Dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003

khususnya pada Pasal 40 ayat (1) dikemukakan bahwa keduanya berhak

memperoleh:

a. Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan


memadai;
b. Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil
kekayaan intelektual; dan
e. Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas
pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas (UU No
20 Th 2003).

Kemudian pada ayat (2) UU No 20 Th 2003 tentang Sisdiknas

dikemukakan bahwa kewajiban guru dan tenaga kependidikan adalah:

a. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,


kreatif, dinamis, dan dialogis;
b. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan
mutu pendidikan; dan
c. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
23

“Madrasah” adalah satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri

Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan dengan

kekhasan agama Islam yang mencakup Raudhotul Athfal (RA), Madrasah

Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), dan

Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). (Pasal 1 Peraturan Menteri Agama

Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014).

Berasumsi dari pengertian judul di atas, maka definisi operasional

disertasi ini adalah mengemukakan kepemimpinan Kepala Madrasah sebagai

seorang leader atau manajer pada Madrasah Aliyah di Kota Parepare sebagai

lembaga pendidikan umum yang berciri khas agama Islam dalam upaya

mengembangkan atau lebih pada memberdayakan guru-guru dan tenaga

kependidikan dengan maksud untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

You might also like