You are on page 1of 20

Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya

Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak


Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK YANG DITINGKATKAN DARI


HAK GUNA BANGUNAN (CONTOH KASUS: PUTUSAN PENGADILAN
TATA USAHA NEGARA SERANG NOMOR 58/G/2019/PTUN-SRG)

Adi Dian Permana


(Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara)
(E-mail: adi.2015180030@stu.untar.ac.id)

Hanafi Tanawijaya
(Corresponding Author)
(Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara)
(E-mail: hanafitanawijaya@gmail.com )

Abstract
Land rights are marked by the issuance of a certificate of land rights. This certificate functions as a
certificate of title, issued for the benefit of the right holder concerned, in accordance with the physical
data contained in the measuring document, as long as the physical data and juridical data are in
accordance with the data contained in the letter of measurement and the land book of the title
concerned. So in this case it is clear that the certificate is a strong means of proof provided by the state
to guarantee legal certainty and certainty of rights, as long as no other party can prove otherwise
regarding the status of ownership. In this case, the certificate can increase the increase to Ownership
Rights, but increasing the Ownership Rights does not rule out the possibility of a problem arising. One
case that occurred was the previous incident that the certificate had been upgraded from Hak Guna
which occurred at Ruko Permata Cimone, Tangerang City. The beginning of the problem after the
letter was issued regarding the mandatory certificate of Ownership which requires the cancellation of
the certificate of building rights in the name of PT. Purna Bhakti Jaya and its derivatives, namely 22
certificates of property rights and 11 certificates of building rights that have been extended. The
owners objected because at the beginning of the issuance of the decree there was no information
regarding the object being submitted.

Keywords: Cancellation, Upgrade, Certificate of Ownership

Abstrak

kepemilikan atas tanah ditandai dengan penerbitan sertifikat hak atas tanah. Sertifikat ini dapat
membantu pemegang hak untuk melaksanakan kepentingannya mengacu pada data fisik pada
dokumen ukur, selama data yuridis dan data fisiknya selaras dengan apa yang tercantum dalam buku
tanah dan dokumen ukur. Jadi dalam hal ini jelas bahwa sertipikat ialah manifestasi dari jaminan
kepastian hak dan hukum oleh negara yang berlaku bilamana tidak terdapat pihak lain yang
membuktikan sebaliknya. Dalam hal ini sertipikat dapat meningkatkan peningkatan Hak Milik, namun

820
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

peningkatan Hak Milik tidak menutup kemungkinan akan timbul masalah. Salah satu kasus yang
terjadi adalah kejadian sebelumnya yaitu peningkatan sertifikat dari Hak Guna yang terjadi di Ruko
Permata Cimone, Kota Tangerang. Awal permasalahan setelah dikeluarkannya surat tentang wajib
sertifikat Hak Milik yang mensyaratkan pembatalan sertifikat hak guna bangunan atas nama PT.
Purna Bhakti Jaya dan turunannya antara lain 22 sertifikat hak milik dan 11 sertifikat hak guna
bangunan yang telah diperpanjang. Pemilik keberatan karena pada awal penerbitan SK tidak ada
informasi mengenai objek yang diserahkan, sehingga terjadi informasi yang tidak membuat warga
toko permata tidak yakin informasi mana yang benar. Penelitian hukum normatif ini menggunakan
bahan hukum primer, bahan sekunder, dan bahan hukum tersier.

Kata kunci: Pembatalan, Peningkatan, Sertifikat Hak Milik

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sertifikat Hak Atas Tanah adalah penanda status kepemilikan suatu
tanah, di mana sertipikat tersebut dikeluarkan untuk suatu kepentingan
pemegang kepemilikan berdasarkan apa yang tertera di dalam daftar yuridis
pada buku tanah serta surat ukur. 1 Bila mana mengacu pada Pasal 32 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah,
dapat diketahui bahwasanya Sertipikat ialah suatu alat pembuktian kuat
tentang data yuridis dan fisik yang ada padanya selama data yang tertera di
dalamnya selaras dengan data pada buku tanah dan surat ukur. Sertipikat bisa
menjadi nilai lebih bagi individu pemegang kepemilikan tanah sebab dapat
dikatakan bahwasanya sertipikat ini adalah bukti yang paling kuat bila mana
dikomparasikan dengan alat bukti tertulis, sebab, keberadaannya hendaknya
senantiasa dibenarkan hingga pengadilan membuktian yang sebaliknya
berdasarkan alat bukti yang lainnya.2 Karena itulah, sertipikat merupakan
manifestasi dari pemberian jaminan kepastian kepemilikan dan hukum yang
diberikan oleh negara kepada rakyat yang dapat dijadikan sebagai alat bukti

1
Wantijk Saleh, Hak Atas Tanah, (Jakarta: Ghalia, 1982), hal. 30.
2
Maria S. W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, (Jakarta:
Kompas, 2001), hal. 163.

821
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

kuat sepanjang pihak lain tidak berhasil memberikan bukti kuat yang
sebaliknya.3
Salah satu hak atas tanah yang tercantum pada Pasal 16
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria adalah Hak Guna Bangunan, yakni suatu hak yang diberikan kepada
seorang individu maupun institusi tertentu untuk mendirikan bangunan, serta
dapat juga ditingkatkan untuk diubah sebagai hak milik bila mana mengacu ke
Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah
Untuk Rumah Tinggal. Perubahan hak milik dari yang sebelumnya hanya hak
guna bangunan juga memiliki sertipikat manfaat, di mana kepemilikan
sertipikat hak milik tersebut tentunya dapat dijadikan alat bukti kuat sehingga
bila mana seorang individu maupun institusi legal tertentu dicantumkan
namanya di sertipikat tersebut, maka individu maupun institusi legal tersebut
dapat diakui sebagai pemilik hak atas sebuah bidang tanah beserta keadaan
tanah yang menyertainya (bangunan, batas, luas, serta hak-hak lainnya).4
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria (“UUPA”) ialah regulasi yang memuat mengenai
peralihan hak tanah sebagai manifestasi pemberian jaminan kepastian hukum
oleh pemerintah, di mana pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah
yang digerakkan pada semua wilayah nusantara dengan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.
Peralihan hak atas tanah yang terjadi kemudian menimbulkan
konsekuensi pembuatan kepemilikan sertipikat sebagai penanda terjadinya
peralihan hak serta kepemilikan tanah.5 Badan Pertanahan Nasional ialah

3
Noviasih Muharam, “Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah”, Pranata Hukum, Volume 10
Nomor 1, 2015, hal. 15.
4
Tuti Rezeki, “Tinjauan Umum Tentang Sertipikat Hak Milik Atas Tanah”, Varia Hukum, Volume 30
Nomor 39 Tahun 2018,hal.7.
5
Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal.72.

822
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

lembaga dibawah kewenangan Pemerintah yang ditugaskan untuk


menerbitkan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah serta
mempertanggungjawabkan konsekuensi di baliknya bila mana penerbitan
sertipikat tersebut disertai dengan kesalahan tertentu. Badan Pertanahan
Nasional berhak untuk membatalkan penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas
Tanah bila mana terjadi beberapa hal, misalnya karena putusan tetap yang
dikeluarkan oleh pengadilan, atau ditemukannya suatu administrasi yang cacat
hukum.6
Pembatalan sertipikat karena cacat administrasi, Pasal 107 Peraturan
Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 menjelaskan bahwasanya cacat
hukum administrasi ialah suatu kondisi kecacatan administrative yang
diakibatkan oleh kesalah-kesalahan yang meliputi kesalahan atas perhitungan
luas, subyek hak, prosedur, objek hak, pengimplementasian peraturan
perundangan, serta jenis hak.
Kasus yang pernah terjadi adalah kasus pembatalan sertipikat Hak
Milik yang sebelumnya telah ditingkatkan dari Hak Guna Bangunan yang
terjadi di Ruko Permata Cimone, Kota Tangerang.7 Kasus ini bermula dari
tahun Awal mula permasalahan Ruko Permata Cimone, Kota Tangerang
setelah dikeluarkan surat tentang pembatalan sertipikat Hak Milik dengan
Nomor Surat 01/PBTL/BPN.36/II/2018 yang dikeluarkan Kepala Kantor
wilayah Badan Pertanahan Kota Tangerang yang mengharuskan batalnya
sertipikat hak bangunan yang diatasnamakan PT. Purna Bhakti Jaya serta
turunannya yang meliputi 11 sertipikat Hak Bangunan serta 22 sertipikat hak
milik sudah

6
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004)
hal. 5.
7
Singgih Wiryono, “Pemkot Tangerang Jelaskan Duduk Perkara Pengosongan Ruko di Cimone”¸
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/11/14/13020821/pemkot-tangerang-jelaskan-duduk-perkar
a-pengosongan-ruko-di-cimone, 21 Februari 2022.

823
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

Mengacu pada uraian tersebut Penulis memiliki ketertarikan untuk


mengetahui lebih lanjut mengenai “Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang
Ditingkatkan Dari Hak Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara Serang Nomor: 58/G/2019/Ptun-Srg)”.

B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana kepastian hukum pembatalan sertipikat hak milik yang
sebelumnya ditingkatkan dari hak guna bangunan? (Contoh Kasus:
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Serang Nomor:
58/G/2019/Ptun-Srg)?
2. Bagaimana pertanggungjawaban dari Badan Pertanahan Nasional Kota
Tangerang atas kerugian para pemilik yang sertifikatnya dibatalkan
Ruko Permata Cimone Kota Tangerang?
C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini ialah penelitian hukum normatif, atau penelitian hukum
doktrinal, di mana mengacu pada Peter Mahmud Marzuki, penulis
melakukan serangkaian proses guna mengetahui rangkaian doktrin,
prinsip, maupun aturan hukum untuk dapat mendeskripsikan mengenai
isu hukum yang sedang diteliti.8 Jenis penelitian yang digunakan ialah
hukum normatif sebab menggunakan teori-teori hukum dan peraturan
hukum positif dalam menganalisis proses pembatalan sertifikat yang
sudah ditingkatkan haknya.

2. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
wawancara dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan melalui
berdialog dengan narasumber Badan Pertanahan Nasional Kota

8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada, 2010), hal. 35.

824
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

Tangerang, Ahli Hukum Agraria dan para pemilik Ruko Permata


Cimone untuk memperoleh informasi. Adapun studi kepustakaan
dilakukan dengan mengambil literatur serta peraturan perundangan
yang berhubungan dengan masalah.
II. PEMBAHASAN
A. Kepastian hukum pembatalan sertipikat hak milik yang sebelumnya
ditingkatkan dari hak guna bangunan (Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor: 58/G/2019/Ptun-Srg)
Penerbitan suatu sertipikat kepemilikan atas tanah tentunya melalui
serangkaian proses yang tidak mudah di mana dalam pelaksanaannya
dibutuhkan keamanan, kecermatan, ketelitian, serta kehati-hatian yang
melibatkan lembaga Badan Pertahanan Nasional sebagai institusi yang
diberikan kewenangan untuk menerbitkannya. Penerbitan sertipikat tersebut
akan memberikan hal kepada individu maupun lembaga yang Namanya tertera
di dalamnya untuk bisa mempertahankan kepemilikannya atas tanah tersebut,
oleh karenanya, keberjalanan setelah proses penerbitan tentunya lebih tidak
mudah dibandingkan proses penerbitannya.9 UUD 1945 mengamanatkan
konstitusi secara eksplisit untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia”.
Frasa tersebut salah satunya dapat diimplementasikan dalam asas
perlindungan serta kepastian hukum, di mana tentunya, negara harus
memberikan perlindungan pada seluruh warga negaranya sehingga setiap
warga negara berhak atas perlindungan serta kepastian hukum terhadap
putusan.10 Pengadilan merupakan lembaga yang memiliki kekuatan hukum
teta (inkratch) dalam suatu keberjalanan proses hukum

9
Rani, Arvita, Kedudukan Badan Pertanahan Nasional dalam Menghadapi Problematik Putusan
Non-Executable PTUN Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah , Jurnal Media Hukum, vol, 23
no, 1 tahun 2016 hal. 22
10
Umar Dani, Putusan Pengadilan Non-Executable Proses dan Dinamika Dalam Konteks PTUN,
(Yogyakarta: Genta Press, 2015) hal, 24

825
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

Peningkatan Hak Guna Bangunan ke Hak Milik telah teregulasi di


dalam peraturan perundangan. Pemerintah mengeluarkan peraturan
peningkatan hak untuk memberikan kepastian hukum. Perubahan sertifikat
Hak Milik dari yang sebelumnya hanyalah sertifikat Hak Guna Bangunan
bertujuan untuk memberikan kejelasan kepemilikan atas suatu bangunan
ataupun tanah. Perubahan Hak Menurut ketentuan Pasal 1 Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 tersebut adalah:
Pengubahan Hak ialah keputusan Pemerintah untuk melakukan
penegasan atas suatu tanah yang sebelumnya memiliki status atas hak tanah
tertentu dengan permohonan dari pemiliknya untuk kemudian berubah
kepemilikannya di tanah Negara yang kemudian diberikan kepada pemiliknya
berdasarkan hak atas tanah baru yang lain jenisnya.
Hak Pakai ataupun Hak Guna Bangunan yang berubah haknya
menjadi Hak Milik adalah ketetapan Pemerintah yang kaitannya sesuai
dengan pengimplementasian pembatalan sertipikat hak atas tanah sehingga
peraturan perundangan yang adalah norma hukum positif yang hendaknya
ditekankan berdasarkan hirarkinya yakni Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H
ayat (4) Undang Undang Dasar 1945 yang berintikan kepastian, jaminan,
pengukuran, dan perlindungan hukum yang setara dan juga ha katas
kepemilikan hak milik yang tidak dapat dirampas semena-mena olah
siapapun, serta Pasal 33 ayat (3) yang isinya mengatur hak menguasai negara
atas air, bumi, serta kekayaan yang lain adalah bertujuan untuk kemakmuran
rakyat yang setinggg-tingginya. Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
meregulasi bahwasanya Sertipikat merupakan alat pembuktian kuat terhadap
hak kepemilikan sebagai manifestasi negara dalam menjaminkan hukum atas
rakyatnya. Pasal 52 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah regulasi terkait mekanisme penghapusan hak atas
tanah, adapun Pasal 55 regulasi mengenai mekanisme perubahan data

826
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

pendaftaran tanah dengan berpedoman pada penetapan ataupun putusan


pengadilan.
Dari permasalahan kasus : 58/G/2019/Ptun-Srg dapat dijelaskan bahwa
perlindungan hukum didasarkan pada kepentingan penggugat yang dirugikan
mengacu pada Pasal 53 ayat (1) Undang– Undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara yang sudah mengatur bahwasanya individu
maupun badan hukum perdata yang merasa bahwa dirinya dirugikan atas
suatu Keputusan Tata Usaha Negara tertentu bisa saja memberikan pengajuan
guguatan secara tertulis untuk pengadilan yang memiliki kewenangan dan
memuat tuntutan supaya Keputusan Tata Usaha Negara yang dijadikan
persengketaan tersebut segera dibatalkan ataupun diputuskan tidak sah,
dengan maupun tanpa diiringi oleh rehabilitasi maupun tuntutan ganti rugi.
Keberadaan Kepentingan Para Penggugat yang secara bersama sama
dirugikan sebab dipublikasikannya Objek Gugatan oleh Tergugat, dikarenakan
Objek Gugatan telah membatalkan 22 (Dua Puluh Dua) Sertipikat Hak Milik
Dan 11 (Sebelas) Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Telah Diperpanjang
Haknya, Serta 25 (Dua Puluh Lima) Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang
(Telah Berakhir Haknya) milik Para Penggugat, oleh sebab itu karena Para
Penggugat dirugikan akibat diterbitkannya Objek Gugatan dikarenakan Para
Penggugat adalah Pemilik Ruko Permata Cimone yang terletak di Kelurahan
Cimone Jaya sebagaimana termaktub dalam Sertipikat-sertipikat yang telah
dibatalkan oleh Objek Gugatan yang dikeluarkan oleh Tergugat.
Adapun pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengenai
Pendaftaran Tanah diuraikan bahwasanya Indonesia mengaplikasikan sistem
publikasi negatif dalam mengimplementasikan Pendaftaran Tanah, akan tetapi
terdapat juga unsur sistem positifnya.11 Jadi jika suatu sertifikat ialah suatu

11
Shirly Claudia Permata, “Implementasi Putusan Hakim Terhadap Pembatalan Sertifikat Hak Milik
Atas Tanah”, jurnal kajian hukum dan keadilan vol. 6 no. 3 tahun 2018

827
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

alat bukti yang memiliki kekuatan akan tetapi pihak-pihak lain juga bisa
menggugat sertifikat tersebut dengan menggunakan bukti kuat lainnya
sehingga dapat dibuktikan yang sebaliknya. Oleh karena kekuatannya sebagai
alat bukti, maka suatu sertifikat dapat memberikan kepastian hukum terhadap
individu yang memilikinya, di mana kepastian tersebut meliputi titik batas,
luas, lokasi yang sesuai dengan surat ukur sehingga dapat membuktikan
bahwa tanah tersebut merupakan kepemilikannya. Pihak lain bisa saja
menggugat kepemilikan sertifikat hak atas tanah bila mana terjadi suatu
kepentingan dan ada yang merasa jika suatu pihak dirugikan. Dengan
demikian maka akan terjadi suatu ketidakjelasan serta ketumpangtindihan
mengenai pihak yang memiliki hak atas kepemilikan tanah tersebut. Karena
itulah, perlindungan hukum muncul sebagai usaha yang diberikan oleh Negara
mengenai kepastian pihak yang memiliki kepemilikan hak atas tanah yang
telah dibuatkan sertifikat. Hanyalah hakim yang dapat membatalkan Sertipikat
tanah, di mana hal tersebut dapat dilaksanakan secara represif maupun
preventif.12
Sesuai dengan apa yang tertera pada Pasal 32 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah sudah
menjamin perlindungan, yaitu individu yang namanya telah tercatat pada
suatu sertifikat tidak bisa digugat pihak lain yang mempunyai hak atas tanah
sesudah lima tahun, serta haknya akan senantiasa terlindungi selama
perolehan tanah itu didapatkan menggunakan iktikad yang baik serta
penguasaannya nyata dan bisa memicu akibat hukum. Suatu keputusan yang
masih membutuhkan persetujuan lembaga lain ataupun lembaga atasan berarti
belum final, sebab hak tersebut tidak bisa menjatuhkan timbulnya kewajiban
maupun ha katas yang bersangkutan. Bahwa sesuai ketentuan diatas maka
jelas bahwa suatu Objek Gugatan adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang

12
Damar Ariadi, pembatalan sertipikat terhadap kepemilikan hak atas tanah oleh hakim, Jurnal
Repertorium Volume IV No. 2 tahun 2017

828
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

dirilis h Pejabat Pemerintahan (Incasu: Tergugat), kemudian Objek Gugatan


ialah Keputusan Tata Usaha Negara yang sifatnya Final, Individual, serta
Konkrit sebab hal-hal sebagai berikut:
a. Bahwa Objek Gugatan berwujud Tertulis dalam bentuk Surat
Keputusan yang artinya Objek Gugatan adalah Konkrit
b. Bahwa Objek Gugatan tidak ditujukan umum melainkan ditujukan
untuk Pihak-pihak tertentu yakni ditujukan kepada Para Penggugat
sebagai Pemegang Sertipikat yang seluruh Sertipikat tersebut
dibatalkan oleh Objek Gugatan, sehingga Objek Gugatan adalah
Individual
c. Bahwa Objek Gugatan menimbulkan akibat hukum 22 (Dua Puluh
Dua) Sertipikat Hak Milik Dan 11 (Sebelas) Sertipikat Hak Guna
Bangunan Yang Telah Diperpanjang Haknya Serta 25 (Dua Puluh
Lima) Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang (Telah Berakhir Haknya)
Milik Para Penggugat Dibatalkan sehingga Objek Gugatan adalah
Final.
B. Tanggung Jawab Badan Pertanahan Nasional Kota Tangerang terhadap
kerugian para pemilik yang sertifikatnya dibatalkan Ruko Permata
Cimone Kota Tangerang
Pasal 14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972
regulasi mengenai batalnya suatu kepemilikan hak atas suatu tanah, di mana
pada kondisi tersebut diatur bahwasanya hal tersebut bukan bermaksud untuk
mencabut hak atas tanah akan tetapi mengacu Undang – Undang Nomor 20
Tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah beserta benda yang tertanam
di atasnya, pembatalan tersebut diakibatkan oleh tidak terpenuhinya syarat
dari penerima hak berdasarkan persyaratan yang tertera pada surat keputusan
pemberian hak, dapat juga diakibatkan adanya kesalahan pada penerbitan
sertifikat hak kepemilikan.

829
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

Pasal 1 nomor 12 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan


Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 regulasi mengenai pembatalan
hak atas tanah dimana pasal tersebut meregulasi bahwasanya suatu
pembatalan atas hak tanah diakibatkan oleh karena kecacatan hukum atas
keputusannya, atau akibat mengimplementasikan keputusan pengadilan yang
sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Rumusan pembatalan hak atas tanah
belum lengkap diakibatkan hanya bersangkutan dengan pemberian hak atas
tanah, namun demikian pembatalan atas surat keputusan pemberian hak atas
tanah secara otomatis diiringi oleh pembatalan sertifikat dan pendaftarannya,
mengacu pada PP No. 24 Tahun 1997, Surat Keputusan Pemberian Hak
sebagai alat bukti untuk menerbitkan sertipikat dan mendaftarkan hak.
Adapun Lembaga Pembatalan Hak ialah institusi paksa yang berguna untuk
menghapuskan / menghentikan/ memutuskan relasi hukum antara sebuah
tanah dengan Pemiliknya.
Undang-Undang Pokok Agraria adalah salah satu unsur hukum
perdata umum, oleh karena itu ia hendaknya disesuaikan dengan hukum
perdata induk (KUHPerdata), maka UUPA juga mengakui asas ajaran
kebatalan berdasarkan sistem pendaftaran tanah yang negatif stelsel di mana
hal tersebut berarti bahwasanya individu yang tercantum Namanya pada Buku
Tanah ataupun Sertifikat Hak Atas Tanah belum terjamin merupakan pemilik
tanah yang sebenarnya, sebab hal tersebut dapat dibuktikan dengan sebaliknya
dan sertifikat tersebut pun dapat dibatalkan bila mana terdapat pihak lain yang
berhasil melakukan pembuktian hal yang sebaliknya di pengadilan.

Badan Pertanahan Nasional ialah bagian dari instansi pemerintah


kementrian di Indonesia yang memiliki beberapa tugas melaksanakan tugas
pemerintahan yang salah satunya ada dalam bidang sectoral, regional, serta
pertanahan. Badan Pertanahan Nasional dahulu lebih dikenal sebagai Kantor
Agraria, namun nama tersebut kemudian berubah seiring dengan

830
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 dan Peraturan


Presiden Nomor 85 Tahun 2012.
Wewenang Pembatalan Hak Atas Tanah sudah tercantum aturannya
didalam Pasal 12 dan 14 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang pelimpahan kewenangan
pembatalan serta pemberian keputusan pemberian hak atas tanah Negara,
berdasarkan pasal tersebut secara jelas menyatakan jika suatu pejabat yang
memiliki wewenang dalam mengeluarkan suatu Surat keputusan pembatalan
hak atas tanah hanyalah kepala BPN berdasarkan wewenang atributif, Kepala
Kanwil BPN Provinsi mengacu pada pendelegasian kewenangan yang
mencakup: Pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah mengacu pada
keluaran Kepala Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten yang memiliki kecacatan
hukum, Pembatalan tersebut kewenangannya didelegasikan terhadap Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota dan kepada Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Provinsi guna mengimplementasikan putusan
Pengadilan yang memiliki kekuatan ketetapan hukum.
Didalam melakukan penerbitan sertifikat kepemilikan hak atas tanah,
dapat ditemui kesalahan atau kecacatan administrasi, oleh karena itu suatu
penerbitan sertifikat bisa dibatalkan. Dalam Pembatalan kepemilikan hak atas
tanah bisa saja diakibatkan kesalahan administratif pada proses
penerbitannya, atau saat pengimplementasian putusan pengadilan bisa bisa
mendapatkan kekuatan hukum tetap (Pasal 1 angka 14 Permen Agraria/BPN
No. 9 Tahun 1999).
Suatu salah lainnya yang bersifat administratif. Dapat dibatalkan
dikarenakan suatu permohonan dengan melakukan pengajuan suatu
permohonan tertulis kepada Menteri atau Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan yang
memiliki kewenangan dalam lokasi tanah tersebut (Pasal 107, Pasal 108, Pasal
110 Permen Agraria/BPN No. 9 Tahun 1999). Permohonan pembatalan yang

831
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

tidak disertai suatu permohonan walaupun sudah ditetapkan suatu mekanisme


pembatalan, tetapi dalam hal tersebut sangat jarang dilaksanakan, sebab
sangat adanya potensi penggugatan pengadilan atas keputusan pembatalan,
karena itulah Kantor Pertanahan disarankan dan disampaikan untuk kemudian
mengimplementasikan maupun menggugat putusan pengadilan. Selanjutnya,
suatu pembatalan hak dari suatu tanah juga dapat diakibatkan oleh
pelaksanaan putusan pengadilan, mencakup pernyataan batal maupun
ketidakberadaan kekuatan hukum maupun hal lain yang maknanya serupa.
Permohonan pembatalan tersebut hendaknya secara langsung dimohonkan
kepada Menteri atau Kepala Kantor Wilayah atau melalui Kepala Kantor
Pertanahan. Sebuah permohonan pembatalan bisa dikabulkan bila mana
meliputi satu maupun beberapa sekaligus tanah yang lokasinya berada di
dalam Kota/Kabupaten yang sama (Pasal 124 s.d Pasal 133 Permen
Agraria/BPN No. 9 Tahun 1999).
Selesainya permasalahan pemicu pelaksanaan penerbitan sertipikat
melalui usaha-usaha administrative lewat pembatalan yang dalam
penerbitannya memiliki kecacatan hukum atau guna mengimplementasikan
putusan hukum tetap.13 Ketidaklengkapan rumusan pembatalan kemungkinan
dapat terkait dengan pemberian hak atas suatu tanah, sehingga kesimpulannya
ialah pembatalan tersebut akan dapat juga berdampak pada pembatalan
sertifikat serta pendaftarannya, mengacu pada PP No. 24 Tahun 1997, Surat
Keputusan Pemberian Hak sebagai alat bukti penerbitan sertifikat dan
pendaftaran hak. Berdasarkan tercantumnya ketentuan Pasal 105 PMNA/
Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 pelaksanaan pembatalan hak atas tanah
mengacu pada keputusan kepala BPN atau berdasarkan pendelegasian
terhadap Kanwil ataupun jabatan lainnya yang ditunjuk. Karena itulah
pembatalan atas hak tanah tersebut hanya bisa dilaksanakan mengacu pada

13
Pasal 1 angka 12 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan
Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan

832
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

surat keputusan pembatalan yang wewenangnya dimiliki oleh apa yang telah
tercantum di PMNA/ Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999.
Seperti kasus yang terdapat pada putusan Nomor
221/B/2020/PT.TUN.JKT dimana dinyatakan bahwa BPN Menyatakan Surat
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Banten Nomor : 01/PBTL/BPN.36/II/2018 Tentang Pembatalan Sertifikat Hak
GunaBangunan Nomor: 1450/Cimone Atas Nama PT. Puma Bhakti Jaya
Beserta Turunannya yaitu 22 (dua puluh dua) Sertifikat Hak Milik Dan 11
(Sebelas) Sertifikat Hak Guna Bangunan Yang telah Diperpanjang Haknya
Serta 25 (dua puluh lima) Sertifikat Hak GunaBangunan Yang (Telah Berakhir
Haknya) Yang Berada Di atas Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor : 1/Cimone
Atas Nama Pemerintah Kabupaten Tingkat II Tangerang Terletak Di
Kelurahan Cimone Jaya, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, Provinsi
Banten Beserta Lampiran Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi Banten Nomor :01/PBL/BPN.36/II/2018 Yang
Ditetapkan Di Serang Pada tanggal 28 Februari 2018 sah menurut hukum. Hal
tersebut selaras dengan wawancara yang diungkapkan oleh Bapak Risky yang
menyatakan bahwa menjelaskan bahwa Ruko tidak tidak diperbolehkan untuk
dinaikkan statusnya menjadi Hak Milik, hal ini berdasarkan Keputusan
Menteri Agraria No 6 Tahun 1998, yang menjelaskan bahwasanya bangunan
rumah tinggal hanyalah bangunan yang diperbolehkan demikian. Sedangkan
ruko merupakan bangunan yang bersifat komersial (milik bersama) sehingga
tidak dapat dilakukan peningkatan menjadi Hak Milik. Sehingga hal tersebut
terdapat akibat hukum yaitu bahwa Sertipikat Hak Milik itu akan batal demi
hukum sebab bertolak belakang dengan peraturan perundangan yang pada
akhirnya membuat pihak BPN harus membatalkan Sertipikat Hak Milik
tersebut.
Batalnya kepemilikan suatu hak atas tanah dilaksanakan selaras
dengan putusan pengadilan yang penerbitannya berdasarkan permohonan dan

833
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

mempunyai kekuatan hukum tetap, mengacu pada Pasal 124 ayat (1)
PMNA/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999, selanjutnya dalam ayat (2), suatu
Putusan Pengadilan mencakup pernyataan batal ataupun tidak memiliki
kekuatan hukum atau disimpulkan serupa dengannya. Dan BPN hendaknya
mempertanggungjawabkan sertifikat yang diterbitkannya. Pasal 54 ayat (1)
dan (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan
Kasus Pertanahan menerangkan bahwa BPN harus dilaksanakannya suatu
putusan pengadilan dapat memperoleh kekuatan hukum tetap, terkecuali
adanya suatu alasan benar untuk tidak dilaksanakannya. Memiliki alasan yang
sah mengacu pada pada ayat (1) antara lain: terhadap gugatan dalam perkara
lain, obyek putusan mengenai penyitaan jaminan, obyek putusan lain yang
tidak sama, serta kemungkinan lain yang diregulasi dalam peraturan
perundangan.
Sudah dijelaskan jika Badan BPN Indonesia berenang atas seluruh
aktivitas administratif pertanahan mulai kegiatan mendata tanah hingga
mengeluarkan sertifikat. Lembaga tersebut juga berkewajiban untuk
mengimplementasikan apa yang menjadi putusan pengadilan Tata Usaha
Negara. Kewajiban itu dilihatnya sangatlah janggal maka dalam hal ini terjadi
perkara Tata Usaha Negara dikhususkan jika berkaitan dengan sertifikat.
Tetapi kewajiban tersebut harus dilaksanakan sebab BPN ATR ialah institusi
yang berwenang untuk melakukan penerbitan sertifikat serta pembetulannya.
Namun, putusan tersebut dinyatakan cacat administratif oleh Badan
Pertanahan Nasional menimbang bahwa tindakan BPN memang terdapat
kekeliruan dengan menerbitkan peningkatan Hak Milik atas tanah ruko,
seharusnya pihak BPN sebelum menerbitkan status HGB menjadi Hak Milik
dilihat dulu obyek tanah dan jenis hak tanah tersebut diperuntukkan untuk
apa. Sebab itu, bila mana pada IMB tertera mengenai bentuk bangunan yang
berupa ruko, maka status kepemilikannya tidak bisa berubah menjadi Hak

834
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

Milik meskipun pihak yang memilikinya ialah WNI Perorangan. Tetapi


kenyataanya masih ada ruko yang bersertifikat Hak Milik. Kemungkinannya
karena ruko yang dibangun sudah sangat lama. Yang kedua, bila mana ruko
tersebut memiliki Hak Milik maka berarti IMB-nya berbentuk hunian maupun
rumah, bukan berbentuk usaha maupun kantor. Namun, apabila suatu
bangunan ber-IMB hunian akan tetapi desainnya menyerupai ruko tentunya
akan sulit untuk mengurus izin domisili, atau kemungkinan terburuknya ialah
ditolak.
BPN ATR ialah institusi yang memiliki tanggung jawab adanya
pembatalan sertifikat oleh PTUN sebab kelalaian maupun kesalahan yang
terjadi dalam menerbitkan sertifikat. Maka bila mana mengacu pada tanggung
jawab serta tugasnya, sangatlah jelas bahwa BPN ATR bukan hanya memiliki
pertanggungjawaban sampai adanya pihak yang mengupayakan pada upaya
administrasi, maka terhadap Badan Pertanahan Nasional dan Tata Ruang
dikasih suatu beban untuk mengimplementasikan putusan pengadilan yang
kaitannya oleh tugas pokoknya menerbitkan suatu sertifikat. Berhubung
adanya hal ini sertifikat telah dibatalkan PTUN dapat memiliki putusan
berkekuatan hukum tetap sehingga putusan tersebut pun akan dapat diiringi
dengan pembatalan / pencabutan sertifikat. Pertanggungjawaban Badan
Pertanahan Nasional dan Tata Ruang pun meliputi kesengajaan ataupun tidak
teliti dari staff yang merugikan orang lain dimana hal tersebut diakibatkan
oleh kelalaiannya dalam menerbitkan sertifikat maka staf tersebut harus
mempertanggungjawabkan kerugian serta bahkan membayarkan potensi
keuntungan yang hilang akibat kesalahan tersebut.
Berdasarkan fakta bahwa Dalam peraturan sebenarnya yang dapat
memiliki Sertipikat Hak Milik adalah rumah tinggal, jika pemegang hak atas
tanahnya itu adalah orang perorangan. Dengan demikian Pengadilan tinggi
memberikan putusan Membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

835
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

Serang Nomor: 58/G/2019/PTUN.SRG. tanggal 14 Mei 2020 yang diajukan


banding.
Dimunculkan permintaan untuk dikembalikan atau dibatalkan maka
hal tersebut sangat merugikan pemegang haknya karena saat dikembalikan ke
asalnya maka hak atas tanah jangka waktunya ikut pada periode HGB yang
lama. Hal tersebut juga mengakibatkan bukan lagi proses perpanjangan hak
akan tetapi pembaharuan hak atau permohonan hak. Dalam hal ini Hak Milik
bukan berarti tidak dapat dibatalkan, Hak Milik merupakan kepemilikan
tertinggi, namun dalam arti bahwa kepemilikan Sertipikat Hak Milik tersebut
tidak terdapat jangka waktu untuk berakhir hak nya. Dibatalkan artinya
dikembalikan ke asal, kemudian jika dibatalkan maka perlu dilakukan
permohonan hak baru.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sertifikat ialah alat bukti kuat tetapi kesannya bisa digugat orang lain
dengan adanya suatu pembuktian yang kuat dan bisa dibuktikan
sebaliknya. Untuk alat bukti yang kuat, karena itu sertifikat dapat
memberikan jaminan mengenai individu yang berhak atas kepemilikan
tanah, luas, batas, serta lokasi dari sebidang tanah. Gugatan atas
sertifikat tersebut bisa saja dilakukan oleh pihak lain selama pihak
tersebut merasa dirugikan.
2. Batalnya kepemilikan hak atas tanah bisa di lihat di dalam Pasal 14
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 mengenai
pendelegasian kewenangan atas pemberian hak atas tanah
menguraikan bahwasanya pembatasan kepemilikan hak bukan lah
mencabut hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang –
Undang Nomor 20 Tahun 1961 mengenai pencabutan hak atas tanah
serta benda yang berada di atasnya akan tetapi pembatalan tersebut

836
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

diakibatkan oleh ketidaksesuaian ataupun tidak terpenuhinya


persyaratan oleh individu yang berhak, atau dapat juga diakibatkan
oleh kesalahan pada surat keputusan tersebut. Badan Pertanahan
Nasional dan Tata Ruang suatu institusi yang bertanggung jawab
terhadap pembatalan sertifikat oleh Pengadilan Tata Usaha Negara
akibat suatu kelalaian maupun kesalahan selama tahapan pengeluaran
sertifikat. Dapat dilihat berdasarkan tanggung jawab serta tugas yang
diembannya, Badan Pertanahan Nasional dan Tata Ruang tidak hanya
bertugas untuk administrasi saja akan tetapi juga meliputi
pengimplementasian putusan pengadilan yang bersangkutan adanya
suatu tugas pokoknya, yakni pengeluaran sertifikat. Hal tersebut
berarti bahwasanya pembatalan sertifikat oleh PTUN yang
berkekuatan hukum tetap tentunya harus segera diimplementasikan.
B. Saran
Mengenai kesimpulan diatas, maka bisa diberikan saran sebagai
berikut, BPN merupakan badan yang mempertanggungjawabkan sertipikat
tanah yang terbit, sehingga BPN juga yang harus mempertanggungjawabkan
putusan pembatalan PTUN yang disebabkan oleh adanya suatu kelalaian
maupun kesalahan selama tahapan sertipikat diterbitkan. Berdasarkan fakta
bahwa yang sebenarnya dapat memiliki Sertipikat Hak Milik adalah rumah
tinggal berdasarkan Keputusan Menteri Agraria No 6 Tahun 1998, yang
menjelaskan bawa bangunan yang dapat meningkat statusnya menjadi Hak
Milik hanyalah yang bersifat rumah tinggal. dan pemegang hak atas
tanahnya adalah orang perorangan.14 Berdasarkan hasil wawancara dengan
Bapak Benny mengatakan hal yang sama bahwa yang dapat memiliki
Sertipikat Hak Milik adalah rumah tinggal.15 Hal ini merupakan hal yang
14
Penulis melakukan wawancara dengan Bapak Rizki Ardhianto, S.H., M.H. sebagai salah satu calon
notaris, wawancara dilakukan secara online melalui email
15
Penulis melakukan wawancara dengan Bapak Benny Djaja, S.H., M.H. selaku salah satu Dosen
Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, wawancara dilakukan secara online melalui Video Call

837
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

seharusnya telah diketahui oleh pihak BPN, sehingga sejak awal ketika
pengajuan peningkatan Sertipikat dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak
Milik untuk ruko tidak diterima oleh BPN yang kemudian tidak menjadi
sengketa dan tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak.

IV. DAFTAR PUSTAKA


A. Buku
Chomzah, Ali Achmad, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2004).
Dani, Umar Putusan Pengadilan Non-Executable Proses dan Dinamika
Dalam Konteks PTUN, (Yogyakarta: Genta Press, 2015).
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada,
2010),
Saleh, Wantijk, Hak Atas Tanah, (Jakarta: Ghalia, 1982).
Sumardjono, Maria S. W, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan
Implementasi, (Jakarta: Kompas, 2001).
Sutedi, Adrian, Sertipikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014).

B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok Agraria.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1961 tentang
Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada
Diatasnya.

838
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang


Administrasi Pemerintahan.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan
Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

C. Artikel Jurnal Online


Ariadi, Damar, “Pembatalan Sertipikat Terhadap Kepemilikan Hak Atas
Tanah Oleh Hakim”, Jurnal Repertorium, Volume IV No. 2 tahun
2017.
Arvita, Rani, “Kedudukan Badan Pertanahan Nasional dalam Menghadapi
Problematik Putusan Non-Executable PTUN Tentang Pembatalan
Sertipikat Hak Atas Tanah”, Jurnal Media Hukum, vol, 23 no, 1 tahun
2016.
Muharam, Noviasih, “Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah”, Pranata
Hukum, Volume 10 Nomor 1, 2015.
Permata, Shirly Claudia, “Implementasi Putusan Hakim Terhadap Pembatalan
Sertifikat Hak Milik Atas Tanah”, jurnal kajian hukum dan keadilan
vol. 6 no. 3 tahun 2018.
Rezeki, Tuti, “Tinjauan Umum Tentang Sertipikat Hak Milik Atas Tanah”,
Varia Hukum, Volume 30 Nomor 39 Tahun 2018.
D. Website
Singgih Wiryono, “Pemkot Tangerang Jelaskan Duduk Perkara Pengosongan
Ruko di Cimone”.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/11/14/13020821/pemkot-tangeran
g-jelaskan-duduk-perkara-pengosongan-ruko-di-cimone, 21 Februari
2022.

839

You might also like