Professional Documents
Culture Documents
Hanafi Tanawijaya
(Corresponding Author)
(Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara)
(E-mail: hanafitanawijaya@gmail.com )
Abstract
Land rights are marked by the issuance of a certificate of land rights. This certificate functions as a
certificate of title, issued for the benefit of the right holder concerned, in accordance with the physical
data contained in the measuring document, as long as the physical data and juridical data are in
accordance with the data contained in the letter of measurement and the land book of the title
concerned. So in this case it is clear that the certificate is a strong means of proof provided by the state
to guarantee legal certainty and certainty of rights, as long as no other party can prove otherwise
regarding the status of ownership. In this case, the certificate can increase the increase to Ownership
Rights, but increasing the Ownership Rights does not rule out the possibility of a problem arising. One
case that occurred was the previous incident that the certificate had been upgraded from Hak Guna
which occurred at Ruko Permata Cimone, Tangerang City. The beginning of the problem after the
letter was issued regarding the mandatory certificate of Ownership which requires the cancellation of
the certificate of building rights in the name of PT. Purna Bhakti Jaya and its derivatives, namely 22
certificates of property rights and 11 certificates of building rights that have been extended. The
owners objected because at the beginning of the issuance of the decree there was no information
regarding the object being submitted.
Abstrak
kepemilikan atas tanah ditandai dengan penerbitan sertifikat hak atas tanah. Sertifikat ini dapat
membantu pemegang hak untuk melaksanakan kepentingannya mengacu pada data fisik pada
dokumen ukur, selama data yuridis dan data fisiknya selaras dengan apa yang tercantum dalam buku
tanah dan dokumen ukur. Jadi dalam hal ini jelas bahwa sertipikat ialah manifestasi dari jaminan
kepastian hak dan hukum oleh negara yang berlaku bilamana tidak terdapat pihak lain yang
membuktikan sebaliknya. Dalam hal ini sertipikat dapat meningkatkan peningkatan Hak Milik, namun
820
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
peningkatan Hak Milik tidak menutup kemungkinan akan timbul masalah. Salah satu kasus yang
terjadi adalah kejadian sebelumnya yaitu peningkatan sertifikat dari Hak Guna yang terjadi di Ruko
Permata Cimone, Kota Tangerang. Awal permasalahan setelah dikeluarkannya surat tentang wajib
sertifikat Hak Milik yang mensyaratkan pembatalan sertifikat hak guna bangunan atas nama PT.
Purna Bhakti Jaya dan turunannya antara lain 22 sertifikat hak milik dan 11 sertifikat hak guna
bangunan yang telah diperpanjang. Pemilik keberatan karena pada awal penerbitan SK tidak ada
informasi mengenai objek yang diserahkan, sehingga terjadi informasi yang tidak membuat warga
toko permata tidak yakin informasi mana yang benar. Penelitian hukum normatif ini menggunakan
bahan hukum primer, bahan sekunder, dan bahan hukum tersier.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sertifikat Hak Atas Tanah adalah penanda status kepemilikan suatu
tanah, di mana sertipikat tersebut dikeluarkan untuk suatu kepentingan
pemegang kepemilikan berdasarkan apa yang tertera di dalam daftar yuridis
pada buku tanah serta surat ukur. 1 Bila mana mengacu pada Pasal 32 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah,
dapat diketahui bahwasanya Sertipikat ialah suatu alat pembuktian kuat
tentang data yuridis dan fisik yang ada padanya selama data yang tertera di
dalamnya selaras dengan data pada buku tanah dan surat ukur. Sertipikat bisa
menjadi nilai lebih bagi individu pemegang kepemilikan tanah sebab dapat
dikatakan bahwasanya sertipikat ini adalah bukti yang paling kuat bila mana
dikomparasikan dengan alat bukti tertulis, sebab, keberadaannya hendaknya
senantiasa dibenarkan hingga pengadilan membuktian yang sebaliknya
berdasarkan alat bukti yang lainnya.2 Karena itulah, sertipikat merupakan
manifestasi dari pemberian jaminan kepastian kepemilikan dan hukum yang
diberikan oleh negara kepada rakyat yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
1
Wantijk Saleh, Hak Atas Tanah, (Jakarta: Ghalia, 1982), hal. 30.
2
Maria S. W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, (Jakarta:
Kompas, 2001), hal. 163.
821
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
kuat sepanjang pihak lain tidak berhasil memberikan bukti kuat yang
sebaliknya.3
Salah satu hak atas tanah yang tercantum pada Pasal 16
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria adalah Hak Guna Bangunan, yakni suatu hak yang diberikan kepada
seorang individu maupun institusi tertentu untuk mendirikan bangunan, serta
dapat juga ditingkatkan untuk diubah sebagai hak milik bila mana mengacu ke
Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah
Untuk Rumah Tinggal. Perubahan hak milik dari yang sebelumnya hanya hak
guna bangunan juga memiliki sertipikat manfaat, di mana kepemilikan
sertipikat hak milik tersebut tentunya dapat dijadikan alat bukti kuat sehingga
bila mana seorang individu maupun institusi legal tertentu dicantumkan
namanya di sertipikat tersebut, maka individu maupun institusi legal tersebut
dapat diakui sebagai pemilik hak atas sebuah bidang tanah beserta keadaan
tanah yang menyertainya (bangunan, batas, luas, serta hak-hak lainnya).4
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria (“UUPA”) ialah regulasi yang memuat mengenai
peralihan hak tanah sebagai manifestasi pemberian jaminan kepastian hukum
oleh pemerintah, di mana pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah
yang digerakkan pada semua wilayah nusantara dengan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.
Peralihan hak atas tanah yang terjadi kemudian menimbulkan
konsekuensi pembuatan kepemilikan sertipikat sebagai penanda terjadinya
peralihan hak serta kepemilikan tanah.5 Badan Pertanahan Nasional ialah
3
Noviasih Muharam, “Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah”, Pranata Hukum, Volume 10
Nomor 1, 2015, hal. 15.
4
Tuti Rezeki, “Tinjauan Umum Tentang Sertipikat Hak Milik Atas Tanah”, Varia Hukum, Volume 30
Nomor 39 Tahun 2018,hal.7.
5
Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal.72.
822
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
6
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004)
hal. 5.
7
Singgih Wiryono, “Pemkot Tangerang Jelaskan Duduk Perkara Pengosongan Ruko di Cimone”¸
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/11/14/13020821/pemkot-tangerang-jelaskan-duduk-perkar
a-pengosongan-ruko-di-cimone, 21 Februari 2022.
823
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana kepastian hukum pembatalan sertipikat hak milik yang
sebelumnya ditingkatkan dari hak guna bangunan? (Contoh Kasus:
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Serang Nomor:
58/G/2019/Ptun-Srg)?
2. Bagaimana pertanggungjawaban dari Badan Pertanahan Nasional Kota
Tangerang atas kerugian para pemilik yang sertifikatnya dibatalkan
Ruko Permata Cimone Kota Tangerang?
C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini ialah penelitian hukum normatif, atau penelitian hukum
doktrinal, di mana mengacu pada Peter Mahmud Marzuki, penulis
melakukan serangkaian proses guna mengetahui rangkaian doktrin,
prinsip, maupun aturan hukum untuk dapat mendeskripsikan mengenai
isu hukum yang sedang diteliti.8 Jenis penelitian yang digunakan ialah
hukum normatif sebab menggunakan teori-teori hukum dan peraturan
hukum positif dalam menganalisis proses pembatalan sertifikat yang
sudah ditingkatkan haknya.
8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada, 2010), hal. 35.
824
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
9
Rani, Arvita, Kedudukan Badan Pertanahan Nasional dalam Menghadapi Problematik Putusan
Non-Executable PTUN Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah , Jurnal Media Hukum, vol, 23
no, 1 tahun 2016 hal. 22
10
Umar Dani, Putusan Pengadilan Non-Executable Proses dan Dinamika Dalam Konteks PTUN,
(Yogyakarta: Genta Press, 2015) hal, 24
825
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
826
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
11
Shirly Claudia Permata, “Implementasi Putusan Hakim Terhadap Pembatalan Sertifikat Hak Milik
Atas Tanah”, jurnal kajian hukum dan keadilan vol. 6 no. 3 tahun 2018
827
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
alat bukti yang memiliki kekuatan akan tetapi pihak-pihak lain juga bisa
menggugat sertifikat tersebut dengan menggunakan bukti kuat lainnya
sehingga dapat dibuktikan yang sebaliknya. Oleh karena kekuatannya sebagai
alat bukti, maka suatu sertifikat dapat memberikan kepastian hukum terhadap
individu yang memilikinya, di mana kepastian tersebut meliputi titik batas,
luas, lokasi yang sesuai dengan surat ukur sehingga dapat membuktikan
bahwa tanah tersebut merupakan kepemilikannya. Pihak lain bisa saja
menggugat kepemilikan sertifikat hak atas tanah bila mana terjadi suatu
kepentingan dan ada yang merasa jika suatu pihak dirugikan. Dengan
demikian maka akan terjadi suatu ketidakjelasan serta ketumpangtindihan
mengenai pihak yang memiliki hak atas kepemilikan tanah tersebut. Karena
itulah, perlindungan hukum muncul sebagai usaha yang diberikan oleh Negara
mengenai kepastian pihak yang memiliki kepemilikan hak atas tanah yang
telah dibuatkan sertifikat. Hanyalah hakim yang dapat membatalkan Sertipikat
tanah, di mana hal tersebut dapat dilaksanakan secara represif maupun
preventif.12
Sesuai dengan apa yang tertera pada Pasal 32 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah sudah
menjamin perlindungan, yaitu individu yang namanya telah tercatat pada
suatu sertifikat tidak bisa digugat pihak lain yang mempunyai hak atas tanah
sesudah lima tahun, serta haknya akan senantiasa terlindungi selama
perolehan tanah itu didapatkan menggunakan iktikad yang baik serta
penguasaannya nyata dan bisa memicu akibat hukum. Suatu keputusan yang
masih membutuhkan persetujuan lembaga lain ataupun lembaga atasan berarti
belum final, sebab hak tersebut tidak bisa menjatuhkan timbulnya kewajiban
maupun ha katas yang bersangkutan. Bahwa sesuai ketentuan diatas maka
jelas bahwa suatu Objek Gugatan adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang
12
Damar Ariadi, pembatalan sertipikat terhadap kepemilikan hak atas tanah oleh hakim, Jurnal
Repertorium Volume IV No. 2 tahun 2017
828
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
829
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
830
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
831
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
13
Pasal 1 angka 12 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan
Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan
832
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
surat keputusan pembatalan yang wewenangnya dimiliki oleh apa yang telah
tercantum di PMNA/ Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999.
Seperti kasus yang terdapat pada putusan Nomor
221/B/2020/PT.TUN.JKT dimana dinyatakan bahwa BPN Menyatakan Surat
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Banten Nomor : 01/PBTL/BPN.36/II/2018 Tentang Pembatalan Sertifikat Hak
GunaBangunan Nomor: 1450/Cimone Atas Nama PT. Puma Bhakti Jaya
Beserta Turunannya yaitu 22 (dua puluh dua) Sertifikat Hak Milik Dan 11
(Sebelas) Sertifikat Hak Guna Bangunan Yang telah Diperpanjang Haknya
Serta 25 (dua puluh lima) Sertifikat Hak GunaBangunan Yang (Telah Berakhir
Haknya) Yang Berada Di atas Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor : 1/Cimone
Atas Nama Pemerintah Kabupaten Tingkat II Tangerang Terletak Di
Kelurahan Cimone Jaya, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, Provinsi
Banten Beserta Lampiran Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi Banten Nomor :01/PBL/BPN.36/II/2018 Yang
Ditetapkan Di Serang Pada tanggal 28 Februari 2018 sah menurut hukum. Hal
tersebut selaras dengan wawancara yang diungkapkan oleh Bapak Risky yang
menyatakan bahwa menjelaskan bahwa Ruko tidak tidak diperbolehkan untuk
dinaikkan statusnya menjadi Hak Milik, hal ini berdasarkan Keputusan
Menteri Agraria No 6 Tahun 1998, yang menjelaskan bahwasanya bangunan
rumah tinggal hanyalah bangunan yang diperbolehkan demikian. Sedangkan
ruko merupakan bangunan yang bersifat komersial (milik bersama) sehingga
tidak dapat dilakukan peningkatan menjadi Hak Milik. Sehingga hal tersebut
terdapat akibat hukum yaitu bahwa Sertipikat Hak Milik itu akan batal demi
hukum sebab bertolak belakang dengan peraturan perundangan yang pada
akhirnya membuat pihak BPN harus membatalkan Sertipikat Hak Milik
tersebut.
Batalnya kepemilikan suatu hak atas tanah dilaksanakan selaras
dengan putusan pengadilan yang penerbitannya berdasarkan permohonan dan
833
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
mempunyai kekuatan hukum tetap, mengacu pada Pasal 124 ayat (1)
PMNA/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999, selanjutnya dalam ayat (2), suatu
Putusan Pengadilan mencakup pernyataan batal ataupun tidak memiliki
kekuatan hukum atau disimpulkan serupa dengannya. Dan BPN hendaknya
mempertanggungjawabkan sertifikat yang diterbitkannya. Pasal 54 ayat (1)
dan (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan
Kasus Pertanahan menerangkan bahwa BPN harus dilaksanakannya suatu
putusan pengadilan dapat memperoleh kekuatan hukum tetap, terkecuali
adanya suatu alasan benar untuk tidak dilaksanakannya. Memiliki alasan yang
sah mengacu pada pada ayat (1) antara lain: terhadap gugatan dalam perkara
lain, obyek putusan mengenai penyitaan jaminan, obyek putusan lain yang
tidak sama, serta kemungkinan lain yang diregulasi dalam peraturan
perundangan.
Sudah dijelaskan jika Badan BPN Indonesia berenang atas seluruh
aktivitas administratif pertanahan mulai kegiatan mendata tanah hingga
mengeluarkan sertifikat. Lembaga tersebut juga berkewajiban untuk
mengimplementasikan apa yang menjadi putusan pengadilan Tata Usaha
Negara. Kewajiban itu dilihatnya sangatlah janggal maka dalam hal ini terjadi
perkara Tata Usaha Negara dikhususkan jika berkaitan dengan sertifikat.
Tetapi kewajiban tersebut harus dilaksanakan sebab BPN ATR ialah institusi
yang berwenang untuk melakukan penerbitan sertifikat serta pembetulannya.
Namun, putusan tersebut dinyatakan cacat administratif oleh Badan
Pertanahan Nasional menimbang bahwa tindakan BPN memang terdapat
kekeliruan dengan menerbitkan peningkatan Hak Milik atas tanah ruko,
seharusnya pihak BPN sebelum menerbitkan status HGB menjadi Hak Milik
dilihat dulu obyek tanah dan jenis hak tanah tersebut diperuntukkan untuk
apa. Sebab itu, bila mana pada IMB tertera mengenai bentuk bangunan yang
berupa ruko, maka status kepemilikannya tidak bisa berubah menjadi Hak
834
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
835
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sertifikat ialah alat bukti kuat tetapi kesannya bisa digugat orang lain
dengan adanya suatu pembuktian yang kuat dan bisa dibuktikan
sebaliknya. Untuk alat bukti yang kuat, karena itu sertifikat dapat
memberikan jaminan mengenai individu yang berhak atas kepemilikan
tanah, luas, batas, serta lokasi dari sebidang tanah. Gugatan atas
sertifikat tersebut bisa saja dilakukan oleh pihak lain selama pihak
tersebut merasa dirugikan.
2. Batalnya kepemilikan hak atas tanah bisa di lihat di dalam Pasal 14
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 mengenai
pendelegasian kewenangan atas pemberian hak atas tanah
menguraikan bahwasanya pembatasan kepemilikan hak bukan lah
mencabut hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang –
Undang Nomor 20 Tahun 1961 mengenai pencabutan hak atas tanah
serta benda yang berada di atasnya akan tetapi pembatalan tersebut
836
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
837
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
seharusnya telah diketahui oleh pihak BPN, sehingga sejak awal ketika
pengajuan peningkatan Sertipikat dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak
Milik untuk ruko tidak diterima oleh BPN yang kemudian tidak menjadi
sengketa dan tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak.
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok Agraria.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1961 tentang
Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada
Diatasnya.
838
Adi Dian Permana & Hanafi Tanawijaya
Pembatalan Sertipikat Hak Milik Yang Ditingkatkan Dari Hak
Guna Bangunan (Contoh Kasus: Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Serang Nomor 58/G/2019/Ptun-Srg)
839