You are on page 1of 12

FORCE MAJURE PADA PERJANJIAN KREDIT DI ERA COVID-19 DITINJAU

DARI KUHPERDATA DAN POJK NO.11.03/2020

Oleh
Elvira Fitriyani Pakpahan 1)
Erstendo Pasaribu 2)
Cantika Debora Panjaitan 3)
Fitry Silitonga 4)
Universitas Prima Indonesia, Medan 1,2)
E-mail:
elvirapakpahan@unprimdn.ac.id 1)
erstendo16@gmail.com 2)
tikapanjaitan05@gmail.com 3)
silitongafitri2804@gmail.com 4)

ABSTRACT
This study aims at finding out the legal arrangements regarding force majeure in credit agreements
(KUH Perdata and Banking Law Number 10 of 1998) and finding out the legal arrangements regarding
force majeure in credit agreements in the midst of the Covid-19 pandemic. Forced circumstances or
better known force majeure or with overmacht is a condition when the debtor is unable to carry out his
achievements to the creditor due to events beyond his control. This study aims to determine the legal
review of force majeure on banking credit agreements in the midst of the covid-19 pandemic in terms of
the Civil Code and PJOK No. 11.03/2020. forced conditions in contract law emphasize the obligations
of a person. Covenant law is part of civil law because it violates the obligations contained in the
contract. Based on its nature, force majeure is categorized into two, namely absolute and relative.
Absolute is the condition of the debtor not being able to carry out achievements to creditors due to
natural disasters such as floods, earthquakes, disease outbreaks. Relative is the condition of the debtor
is still able to meet the achievements but the realization of these achievements must be followed up. The
agreement in a pandemic condition will certainly affect the implementation of the agreement.This study
uses the juridical-normative method and analyzes the data qualitatively. Secondary data obtained from
journals, books is the data source of this research. Force majeure conditions are stated in Article 1244-
1245 of the Civil Code. Due to the impact of COVID-19 on the banking sector, the Financial Services
Authority issued OJK Regulation Number 11/PJOK.03/2020 and Presidential Decree Number 12 of
2020 concerning the Determination of Non-Natural Disasters for the Spread of Corona Virus Disease
2019 as a National Disaster. The emergence of this policy was based on various complaints related to
difficulties in accessing credit relief. The stimulus policies include: assessing the quality of financing
loans and other provision of funds based only on provisions for payment of principal and/or interest for
financing loans and other provision of funds, improving the quality of financing loans to become smooth
after being restructured during the validity period of the PJOK.
Keywords: Agreement; pandemic; coercion

ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum tentang forcemajure pada perjanjian
kredit (KUHPerdata dan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998) dan mengetahui
pengaturan hukum tentang forcemajure pada perjanjian kredit di tengah pademi Covid-19.
Keadaan memaksa atau lebih dikenal force majeure atau dengan overmacht merupakan kondisi
ketika debitur tidak sanggup melaksanakan prestasinya kepada kreditur disebabkan kejadian
diluar kendali. Penelitian ini bertujuan mengetahui tinjauan hukum terhadap force majeure pada
perjanjian kredit perbankan ditengah pandemi covid-19 ditinjau KUHPerdata dan PJOK No.
11.03/2020. Kondisi memaksa dalam hukum kontrak menekankan pada kewajiban sesorang.

26 FORCE MAJURE PADA PERJANJIAN KREDIT DI ERA COVID-19 DITINJAU DARI KUHPERDATA
DAN POJK NO.11.03/2020
Elvira Fitriyani Pakpahan 1) Erstendo Pasaribu 2) Cantika Debora Panjaitan 3) itry Silitonga 4)
Hukum perjanjian adalah bagian dari hukum perdata karena melanggar kewajiban yang
tertuang dalam kontrak. Berdasarkan sifatnya force Majeure dikategorikan dua yaitu absolut
dan relatif. Absolut adalah kondisi debitur tidak mampu melaksan prestasi kepada kreditur
disebabkan bencana alam seperti banjir,gempa bumi,wabah penyakit. Relatif adalah kondisi
debitur masih mampu memenuhi prestasim namun realisasi pencapaian tersebut harus ditindak
lanjuti. Perjanjian pada kondisi pandemi tentulah mempengaruhi implementasi perjanjian.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dan menganalisis data secara kualitatif.
Data sekunder yang diperoleh dari jurnal, buku merupakan sumber data penelitian ini. Kondisi
memaksa atau force majeure tertuang pada Pasal 1244-1245 KUHPerdata. Akibat dampak
covid-19 pada sektor perbankan Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan OJK Nomor
11/PJOK.03/2020 dan adanya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan
Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 sebagai bencana Nasional.
Munculnya kebijakan ini atas dasar berbagai keluhan terkait kesulitan akses keringanan kredit.
Kebijakan stimulus tersebut diantaranya: penilaian kualitas kredit pembiayaan dan penyediaan
dana lainnya hanya berdasarkan ketetapan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit
pembiayaan dan penyediaan dana lain, peningkatan kualitas kredit pembiayaan menjadi lancar
setelah direstrukturisasi selama masa berlakunya PJOK.
Kata Kunci : Perjanjian, Pandemi, Keadaan Memaksa.
1. PENDAHULUAN perjanjian tersebut menimbulkan perikatan.
Dalam pengetahuan hukum perdata, Pengaturan perikatan pada KUHPerdata
perikatan yaitu hubungan hukum yang terdapat dalam buku ketiga. Pasal 1338
berada dalam harta kekayaan diantara dua KUHPerdata menyebutkan bahwa, seluruh
orang atau lebih, berdasarkan satu pihak perikatan yang dibentuk dengan resmi
memiliki hak atau disebut sebagai kreditur diberlakukan undang-undang untuk
3
dan pihak lainnya memiliki kewajiban pembuatnya.
disebut sebagai debitur. Dalam perikatan Kebijakan yang disebutkan dalam
apabila debitur tidak sesuai melaksanakan undang-undang memberi independensi bagi
kewajiban secara sukarela yang beritikad masing- masing pihak dalam membentuk
baik dan seperti yang seharusnya, dengan atau tidak membentuk perikatan, membuat
demikian kreditur bisa meminta bantuan perjanjian dengan siapapun, menetapkan isi
hukum supaya debitur dapat segera perjanjian yakni dengan cara tertulis
melaksanakan kewajiban yang menjadi maupun lisan, dan menetapkan isi
tanggungjawabnya.1 Obyek perikatan bisa perjanjian pelaksanaan beserta syaratnya.
dalam bentuk memberi suatu hal, Hukum perikatan bersumber dari perikatan
melakukan perbuatan dan tidak melakukan yang lahir karena perjanjian atas dasar Pasal
suatu hal. Subyek perikatan yakni masing- 1313 KUH Perdata, perjanjian yang timbul
masing pihaknya pada perikatan yakni dikarenakan undang- undang, perikatan
debitur yang berkewajiban dan kreditur lahir karena perbuatan melanggar hukum.
yang berhak.2 Dalam perikatan juga memiliki asas, yakni
Perikatan terjadi merupakan asas pacta sunt servanda, asas kebebasan
terjadinya kondisi antara seseorang yang berkontrak, dan asas konsensualisme4.
menyannggupi janji kepada orang lain atau Sesuai dengan Undang-Undang perikatan
dua orang yang mengikat janji satu sama digolongkan dalam beberapa jenis, yakni:
lain dalam melakukan suatu hal. Hubungan a. Perikatan bersyarat, adalah perjanjian
antar perjanjian dan perikatan ialah bahwa yang berakhir atau lahir dengan

JURNAL DARMA AGUNG Volume 30, Nomor 2, Agustus 2022 ;26–37 27


bergantung terhadap kejadian yang Pemerintahaan Pengganti Undang-Undang)
tidak atau belum tentu terjadi. Tahun 2020 Nomor 1 mengenai Kebijakan
b. Perikatan yang bergantung terhadap Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan
sebuah ketentuan waktu, adalah dalam menangani Covid-19 (Corona Virus
perjanjian yang pelaksanaannya Disease 2019) kemudian melalui UU Tahun
ditunda hingga waktu yang sudah 2018 No. 6 mengenai Karantina Wilayah,
ditetapkan. dan PSBB (Peraturan Sosial Berskala
c. Perikatan mana suka, adalah ada 2 Besar) untuk dengan cepat menangani
atau lebih prestasi. Covid-19. Kemudian melalui
d. Perikatan tanggung-menanggung, pemberlakukan Kepres (Keputusan
adalah sejumlah individu merupakan Presiden) Tahun 2020 No 12 mengenai
dengan cara kolektif sebagai pihak Penetapan Bencana Nasional.6
yang berutang kepada 1 individu Tentunya dengan adanya bencana ini,
yang mengutangkan atau sebaliknya. perekonomian masyarakat akan semakin
e. Perikatan yang bisa dan tidak bisa merosot sehingga demi menjaga stimulus
dibagi adalah muncul jika ada perekonomian nasional maka otoritas jasa
persoalan dan jika satu pihak sudah keuangan mengeluarkan peraturan sebagai
diganti sejumlah individu lainnya. peraturan countercyclical akibat tersebarnya
Kondisi darurat atau umumnya Covid-19 no. 11/PJOK.03/2020.7
dinamakan force majeure atau dengan Sesuai dengan latar belakang itu,
overmacht merupakan sebuah kondisi pada peneliti berminat dalam membahas masalah
saat debitur tidak bisa melaksanakan ini menjadi penelitian lebih lanjut yang
kewajibannya pada kreditur diakibatkan berjudul “Tinjauan Hukum Terhadap
terdapatnya peristiwa di luar kendali, Forcemajure Pada Perjanjian Kredit
contohnya tanah longsor, bencana alam Perbankan Ditengan Pandemi Covid-19
gempa bumi, dan lainnya. Mengakibatkan Ditinjau Dari KUHPerdata dan POJK
sebuah kewajiban maupun hak pada sebuah No.11.03/2020”.
korelasi hukum tidak bisa dilakukan. Rumusan Masalah
Keadaan memaksa dicantumkan pada Pasal Sesuai dengan latar belakang penelitian
1244-1245 KUHPerdata. Dengan adanya yang diuraikan di atas, maka dirumuskan
unsur-unsur terhalangnya melakukan rumusan masalah sebagai berikut:
5
sesuatu, yaitu: 1. Bagaimana Pengaturan Hukum
1. Adanya halangan untuk debitur Tentang Forcemajure pada
dalam melaksanakan kewajiban. Perjanjian Kredit ditinjau dari
2. Halangan tersebut bukan karna KUHPerdata ?
kesalahan debitur. 2. Bagaimana Pengaturan Hukum
3. Tidak diakibatkan kondisi yang Tentang Forcemajure pada
menjadi risiko debitur. Perjanjian Kredit di era pandemi
Dua tahun terakhir ini dunia sedang ditinjau dari POJK?
dilanda Covid-19 yang memberi dampak Tujuan Penelitian
yang buruk di masyarakat karena semakin Adapun tujuan penelitian yakni antara lain:
berkurangnya mobilitas bagi setiap orang 1. Untuk mengetahui pengaturan
Pemerintah RI dari Perpu (Peraturan hukum tentang forcemajure pada

28 FORCE MAJURE PADA PERJANJIAN KREDIT DI ERA COVID-19 DITINJAU DARI KUHPERDATA
DAN POJK NO.11.03/2020
Elvira Fitriyani Pakpahan 1) Erstendo Pasaribu 2) Cantika Debora Panjaitan 3) itry Silitonga 4)
perjanjian kredit (KUHPerdata dan perbuatan yang dilakukan oleh subjek
Undang-Undang Perbankan Nomor hukum yang saling mengikat.subyek
10 tahun 1998). hukum yang dimaksud merupakan dua
2. Untuk mengetahui pengaturan orang atau lebih yang memiliki wewenang
hukum tentang forcemajure pada melaksanakan perbuatan hukum sesuai
perjanjian kredit di tengah pademi menginjakkan undang-undang. Prof.R.
Covid-19. Subekti berpendapat bahwa perjanjian
Manfaat Penilitian adalah suatu peristiwa dimana seseorang
Manfaat penelitian ini diuraikan dalam berjanji kepada seorang lain atau dimana
manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut dua orang itu saling berjanji untuk
1. Manfaat praktis melaksanakan suatu hal.
 Untuk mengembangkan ilmu
penulis supaya lebih memahami 3. METODE PELAKSANAAN
bagaimana aktivitas perbankan saat 3.1 Jenis Penelitian
adanya pandemi covid-19 saat ini Penelitian ini memakai jenis
 Sebagai sumber data pustaka untuk penelitian yuridis-normatif. Dalam
penelitian berikutnya sesuai penelitian ini, terkadang hukum diartikan
penelitian yang akan dilakukan. sebagai sesuatu yang dituliskan pada law in
2. TINJAUAN PUSTAKA book (peraturan perundang-undangan) atau
Untuk mengantakan kepada hukum yang diartikan sebagai norma dan
pemahaman yang benar mengenai jurnal ini, kaidah yang menjadi panduan perilaku
maka terlebih dahulu kami uraikan dalam masyarakat pada suatu hal yang dinilai
tinjauan pustaka yang akan mengantarkan layak.8
kepada pengertian umum atau gambaran Sifat penelitian ini yaitu deskriptif
tentang isi jurnal ini. analitis. Penelitian yang sifatnya deskriptif
Kredit adalah kecakapan melakukan analitis adalah penelitian yang
pinjaman atau pembeli yang berjanji menganalisis, menjelaskan, menelaah, dan
pembayaranya akan ditunda dalam batas menggambarkan sebuah kebijakan hukum.
yang ditentukan. Pandemi covid adalah 3.2 Sumber Bahan Hukum
wabah penyakit yang cepat menyebar ke Adapun data yang digunakan dalam
berbagai negara dan sangat melanda banyak penelitian ini yakni data sekunder. Data
orang. sekunder merupakan data yang didapatkan
Force Majeure merupakan kejadian berdasarkan kepustakaan sebab penelitian
yang terjadi di luar kemampuan manusia hukum yang dilaksanakan merupakan
dan tidak dapat dihindari sehingga suatu penelitian hukum normatif yang sifatnya
kegiatan tidak dapat lakukan semestinya. deskriptif analitis. Data yang digunakan
Kerangka teori merupaka suatu dasar dari adalah bahan kepustakaan yang meliputi
teori dimana untuk menciptakan serta dokumen, artikel, karya ilmiah, peraturan
memperkuat suatu permasalah yang akan perundang-undangan, buku- buku
dianalisi. Adapun yang menjadi penelitian perpustakaan, dan dokumen-dokumen resmi
secara etimologis dari judul jurnal ini adalah yang berhubungan terhadap materi
teori perjanjian. penelitian. Sumber bahan hukum dibagi ke
Teori perjanjian merupakan dalam tiga jenis, yakni 9

JURNAL DARMA AGUNG Volume 30, Nomor 2, Agustus 2022 ;26–37 29


1. Bahan Hukum Primer merupakan demikian suatu pihak memiliki hak dalam
bahan hukum yang saling menuntut satu hal dari pihak lainnya dan
mengikat. Adapun bahan hukum pihak yang lain memiliki kewajiban dalam
yang dipergunakan oleh peneliti menjalankan tuntutan tersebut. Hubungan
yakni mencakup antara lain KUH antar perjanjian dan perikatan yakni
Perdata dan PJOK nomor perjanjian tersebut memunculkan perikatan,
11/PJOK.03/2020. perjanjian ialah landasan paling penting
2. Bahan Hukum Sekunder, yakni yang menimbulkan perikatan, sumber
dalam bentuk bahan yang lainnya ialah undang-undang. Perikatan
berhubungan terhadap masalah merupakan sebuah definisi abstrak,
yang diangkatm contohnya sementara perjanjian merupakan sesuatu
internet, buku karangan ahli atau yang konkret terhadap sebuah kejadian.12
sarjana, dan artikel-artikel. Kredit adalah kecakapan melakukan
3. Bahan Hukum Tersier, yakni pinjaman atau pembelian yang berjanji
bahan hukum yang menunjang pembayarannya akan ditunda dalam batas
bahan hukum sekunder dan bahan waktu yang sudah ditentuakan. Di samping
hukum primer melalui memberi hal tersebut, kredit adalah pengadaan
pengertian dan pemahaman tagihan atau uang atau tagihan yang bisa
berdasarkan bahan hukum yang disamakan terhadap hal tersebut sesuai
lain. Bahan hukum yang perjanjian pinjam-meminjam antar lembaga
dipergunakan peneliti antara lain pembiayaan/bank terhadap pihak peminjam
Ensiklopedia, Kamus Besar lalu membayarkan utang sesudah batas
Bahasa Indonesia (KBBI), dan waktu yang sudah ditentukan melalui
Kamus Hukum. memberikan bunga. Kredit yakni
3.3 Analisa Data memberikan fasilitas modal pada usaha dari
Data yang didapatkan kemudian di kredit perbankan, dalam mengembangkan
analisis dengan cara kualitatif. Data yang usaha supaya bisa memiliki daya saing,
dihasilkan dalam bentuk deskriptif yang meninjau hambatan yang sangat
13
menggambarkan data dan fakta dengan mendominasi ialah modal.
evalusi dan pengetahuan umum.11 Subekti dengan dua istilah
4. HASIL DAN PEMBAHASAN merumuskan hubungan perikatan dengan
4.1 Pengaturan Hukum Tentang perjanjian. Sebuah kejadian d imana suatu
Force Majure Pada Perjanjian Kredit individu berjanji pada orang lain ataupun di
Ditinjau dari KUHPerdata mana kedua orang tersebut berjanji satu
4.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit sama lain dalam melaksanakan suatu hal,
Sebuah kejadian di mana seseorang berdasarkan kejadian tersebut muncullah
berjanji pada orang lain atau dua orang suatu hubungan antar kedua orang itu yang
tersebut berjanji satu sama lain dalam disebut perikatan. Perikatan merupakan
melaksanakan suatu hal. Berdasarkan hubungan antar 2 pihak ataupun 2 orang,
kejadian itu muncul sebuah hubungan antar dengan demikian pihak yang satunya
dua pihak itu dan disebut perikatan. memiliki hak dalam melakukan penuntutan
Perikatan verbintenissen merupakan terhadap sesuatu dari pihak lainnya dan
sebuah hubungan antar dua pihak, dengan pihak lainnya memiliki kewajiban dalam

30 FORCE MAJURE PADA PERJANJIAN KREDIT DI ERA COVID-19 DITINJAU DARI KUHPERDATA
DAN POJK NO.11.03/2020
Elvira Fitriyani Pakpahan 1) Erstendo Pasaribu 2) Cantika Debora Panjaitan 3) itry Silitonga 4)
menjalankan tuntutan tersebut. Hubungan masyarakat. Dalam rangka menghadapi
antara perjanjian dan perikatan yakni pandemi Covid-19 tentunya harus diimbangi
perjanjian tersebut memunculkan dengan penerapan hukum yang adil agar
perikatan, perjanjian merupakan sumber tidak menimbulkan kekacauan. Regulasi
paling penting yang memunculkan kebijakan pemerintah yang diberlakukan saat
perikatan, sumber lainnya ialah undang- ini tidak boleh memunculkan ketidakadilan
undang. Perikatan merupakan sebuah hukum di masyarakat. Dalam situasi era
definisi abstrak, sedangkan perjanjian Covid-19, debitur dan kreditur
merupakan sesuatu yang konkrit terhadap membutuhkan keadilan hukum ketika
sebuah kejadian. menghadapi penyelesaian kredit.16
Sudikno Mertokusumo mengajukan Kondisi memaksa atau sering disebut
tiga asas hukum perjanjian, yaitu asas force majeure dalam hukum kontrak
konsensualisme merupakan persesuaian menekankan pada kewajiban untuk
kehendak (terkait lahirnya perjanjian), asas melaksanakan kewajiban seseorang. Hukum
kekuatan mengikat perjanjian (terkait perjanjian yaitu bagian dari hukum perdata
akibat perjanjian) dan asas kebebasan karena melanggar kewajiban yang
berkontrak (terkait isi perjanjian)14 dituangkan dalam kontrak. Force majeure
Sesuai dengan UU Tahun 1998 No ialah kondisi debitur yang terkendala
10 Pasal 1 angka 1 mengenai Perubahan pelaksanaan prestasi maupun kewajiban
terhadap UU Tahun 1992 No. 7 mengenai karena keadaan yang diluar kendali pada
Perbankan (berikutnya dinamakan Undang- waktu mengadakan perikatan maupun
Undang Perbankan) menyatakan perjanjian, sedangkan debitur ketika itu
Perbankan merupakan keseluruhan hal beritikad baik.17
yang berkaitan mengenai bank, yakni Force majeure diatur dalam Pasal
meliputi proses, serta, kegiatan usaha, dan 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata, namun
kelembagaan untuk menjalankan tidak mendefinisikan force majeure itu
operasional usahanya. Definisi bank dalam sendiri. Pasal 1244 menyatakan apabila ada
UU Perbankan Pasal 1 angka 2 alasan untuk itu, debitur dipidana dengan
menyebutkan bank merupakan lembaga penggantian biaya, kerugian dan bunga jika
usaha yang mengumpulkan dana publik ia tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak
berupa simpanan dan disalurkan ke pada waktunya untuk terlaksananya
masyarakat berupa kredit untuk perikatan karena suatu peristiwa yang dolar
mengembangkan kualitas kehidupan kendali, tidak bisa dimintai pertanggung
15
masyarakat. jawaban.Meskipun KUHPerdata tidak
4.1.2 Pengaturan Hukum Tentang memberikan pengertian force majeure
Force Majure Pada Perjanjian Kredit namun, dapat diartikan bahwa force majeure
menurrut KUHPerdata merupakan kondis memaksa menjadikan
Penyelesaian kredit antara kreditur debitur tidak mampu melakukan prestasinya
dan debitur di masa Pandemi Covid-19 memupun kewajiban terhadap kreditur
haruslah menggunakan teori keadilan seperti dikarenakan terjadinya yang diluar
yang dikemukakan Aristoteles yang pengetahuan dan kehendaknya. Seperti
menitikberatkan pada distribusi, kekayaan, contoh: bencana alam banjir dan gempa
kehormatan yang sama-sama diperoleh dari bumi, kebakaran, pandemi Covid-19.

JURNAL DARMA AGUNG Volume 30, Nomor 2, Agustus 2022 ;26–37 31


Berdasarkan sifatnya, force majeure pengaruh terhadap bank. Dengan situasi
dikategorikan dalam 2 jenis, yaitu :Force perekonomian yang terpuruk, banyak
majeure absolut, dan Force majeure relatif. masyarakat yang memiliki pinjaman pada
Force majeure absolut merupakan kondisi lembaga perbankan maupun non bank yang
debitur sama sekali tidak mampu kesulitan dalam melakukan pembayaran
melaksanakan prestasi kepada kreditur angsuran kredit. Sedangkan pada sisi lainnya
disebabkan bencana alam seperti banjir, lembaga pembiayaan non bank maupun
gempa bumi, dan wabah penyakit. Adapun lembaga perbankan juga berusaha supaya
force majeure relatif merupakan kondisi usahanya bisa selalu berjalan sebab lembaga
debitur masih dapat memenuhi prestasi. pembiayaan non bank maupun maupun
Namun, realisasi pencapaian tersebut harus lembaga perbankan berkewajiban dalam
ditindaklanjuti dengan pengorbanan besar membayarkan upah untuk biaya operasional
dan tidak seimbang bahkan dengan dan untuk pekerjanya. Hal itu
kemungkinan menanggung resiko kerugian mengakibatkan banyaknya pelelangan
yang begitu besar18. Definisi force majeure jaminan yang dipergunakan publik yang
tidak hanya merincikan kejadian yang berperan sebagai nasabah/debitur terhadap
menyebabkan timbulnya force majeure, lembaga pembiayaan non bank maupun
yang dimaknai sebagai sebuah peristiwa lembaga perbankan berbentuk benda
yang terjadi di luar kehendak dan bergerak maupun benda tidak bergerak.20
kesanggupan masing-masing pihaknya Dalam hukum perjanjian dinamakan
untuk merugikan suatu pihak. asas sebagai kekuatan mengikat penjanjian
Perjanjian pada kondisi pandemi tersebut yaitu Pacta Sunt Servanda. Dalam
tentulah memengaruhi impelementasi KUHPerdata asas ini dicantumkan pada
perjanjian yang disepakati dan ditetapkan Pasal 1338 yang mengatur setiap perjanjian
masing-masing pihaknya, karena perjanjian yang di buat resmi dan diberlakukan sebagai
itu mengikat masing-masing pihaknya, UU untuk pihak yang membuat.21
dengan demikian masing-masing pihaknya Kesepakatan yang dibentuk masing-masing
patuh terhadap isi perjanjian. Akan tetapi, pihaknya pada asas ini ialah mengikat bagi
seperti yang sudah dipaparkan lebih dulu mereka selaku pembuat kesepakatan22.
bahwa force majeure merupakan sebuah Berdasarkan pemaparan asas pacta sunt
kondisi dimana debitur tidak bisa servanda tersebut, masing-masing pihaknya
melaksanakan prestasi atau kewajibannya hanya menjalankan perjanjian berdasarkan
pada kreditur sesudah dilaksanakan klausul perjanjian. Masing-masing pihaknya
perjanjian, dan demikian debitur tidak bisa dilarang menjalankan perjanjian diluar
disalahkan dan tidak perlu menerimma klausul perjanjian. Secara umum kebijakan
risiko dan tidak bisa menduga di saat force majeure dicantumkan pada klausul
perjanjiannya dijalankan dikarenakan perjanjian melalui penguraian kejadian apa
terdapatnya kejadian di luar kendali. saja yang tergolong force majeure.
Contohnya : kecelakaan, gempa bumi, dan Melalui diuraikannya kejadian yang
banjir.19 tergolong dalam force majeure pada klausul
Memburuknya keadaan perjanjian, masing-masing pihaknyya bisa
perekonomian dan pariwisata masyarakat membatalkan meupun menunda perjanjian.
karena Covid-19 tersebut juga memberi Sebagai contoh apabila masing-masing

32 FORCE MAJURE PADA PERJANJIAN KREDIT DI ERA COVID-19 DITINJAU DARI KUHPERDATA
DAN POJK NO.11.03/2020
Elvira Fitriyani Pakpahan 1) Erstendo Pasaribu 2) Cantika Debora Panjaitan 3) itry Silitonga 4)
pihaknya memuat Covid-19 sebagai force Biasanya yang banyak terkena virus ini
majeure pada klausul perjanjiannya, dengan yang sudah berumur, yang menyebabkan
demikian suatu pihaknya bisa membatalkan imunitasi badan mereka rendah.
maupun menunda perjanjian. Walaupun Jadi pandemi covid 19 ini merupakan
masing-masing pihak mencantumkan virus penyakit menular yang diakibatkan
kebijakan force majeure pada klausul virus corona yang menyerang melalui
perjanjian tapi apabila covid- 19 tidak saluran pernapasan dan menyebakan
tergolong force majeure, dengan demikian kematian, penyakit ini menyerang siapa pun
debitur yang wanprestasi tidak bisa terlebih para orang tua yang sudah berumur
membatalkan maupun menunda perjanjian mudah terserang penyakit ini dan saat ini
menggunakan alasan covid-19. sudah terjadi diseluruh dunia termasuk di
Tidak ada pihak yang mampu negara kita ini negara Indonesia, penyakit
memprediksi terjadinya peristiwa seperti ini berasal dari Wuhan Cina.
pandemi covid-19. Maka, saat seseorang 4.2.2 Dampak dari Pandemi Covid-19
beritikad baik untuk mengklaim force di Indonesia
majeure walau dalam perjanjiannya tidak Dampak dari pandemi covid sangat
menyebutkan covid-19 sebagai alasan berbahaya terhadap berbagai sektor
terbengkalainya dalam melakukan kehidupan. Untuk menghindari
kewajibannya. Oleh karena itu, pihak penyebaranya, aktivitas yang mungkin
tersebut harus dibebaskan atas dasar Pasal memgumpulkan orang banyak telah
1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata.23 dibatasi. Aktivitas yang diberi batasan
4.2 Pengaturan Hukum Tentang tersebut termasuk bekerja dari rumah,
Force Majure Pada Perjanjian Kredit belajar online.
di Era Pandemi Ditinjau dari POJK Suatu kekhawatiran masyarakat
4.2.1 Pengertian Pandemi ketika pemerintah menyatakan status
Pandemi adalah wabah penyakit darurat kesehatan yakni di bidang
yang cepat menyebar ke berbagai negara perekonomian, seperti yang dikatakan
dan sangat melanda banyak orang. Direktur Jenderal Pajak Kementerian
Sedangkan epidemi adalah istilah untuk Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo
mengambarkan meningkatnya jumlah menyampaikan ada 3 dampak besar Covid-
kasus penyakit yang secara mendadak pada 19 pada ekonomi Indonesia dengan
populasi suatu wilayah. Istilah pandemi ini demikian tergolong masa krisis. Suryo
digunakan untuk menunjukan tingkat Utomo menyatakan terdapat 3 dampak
penyebaran penyakit, bukan menunjukan Covid-19 untuk perekonomian Indonesia
tingkat penyakit yang tinggi. yakni:25
Covid 19 adalah penyakit menular 1. Membentuk daya beli atau
yang diakibatkan virus corona yang baru konsumsi rumah tangga yang dapat
ditemukan dan dinamakan SARS-Cov-2 menopang 60% pada
(sindrom pernafasan akut virus corona 2)24. perekonomian yang menurun. Hal
Jenis penyakit tersebut tidak pernah tersebut diindikasikan dari data
ditemui pada manusia sebelumya, virus ini BPS yang menyatakan konsumsi
dapat saling menularkan dari kontak rumah tangga menurun dari 5,02 %
langsung misalnya berjabat tangan, batuk. di kuartal I 2019 menjadi 2,84 %

JURNAL DARMA AGUNG Volume 30, Nomor 2, Agustus 2022 ;26–37 33


di kuartal 1 tahun ini. kredit.27
2. Secara berkesinambungan, dengan Kondisi pandemi Covid-19 yang bisa
demikian investasi turut menurun tergolong force majeure tentu saja
dan berdampak terhadap memunculkan keterlibatan hukum pada
berhentinya usaha. kontrak bisnis yang telah dibentuk masing-
3. Semua negara ekonominya masing pihaknya. Debitur juga tidak bisa
melemah, dengan demikian dikatakan lalai atau wanprestasi
mengakibatkan harga komoditas dikarenakan terhambatnya dalam
menurun dan ekspor Indonesia memenuhi kewajiban di luar kendali
pada sejumlah negara juga masing-masing pihaknya. Di samping hal
berhenti. tersebut, dampak hukum dikarenakan
Dampak berdasarkan pengaruh pandemi sebagai force majeure yang
covid-19 tersebut dalam bidang perbank sifatnya relatif ialah bahwa masing-masing
juga menerbitkan aturan tentang pihaknya tidak bisa menjadikan kondisi
penangguhan pembayaran kredit untuk pandemi untuk alasan dalam membatalkan
asabah/ debitur. Secara umum, untuk kontraknya. Force majeure sifatnya relatif
menjalankan transaksi bisnis dalam sektor hanya menangguhkan maupun menunda
erbankan yang di sini melaksanakan kredit, kewajiban kontraktual debitur secara
cukup mungkin terdapatnya asabah/debitur sementara, tidak sebagai pembatalan
yang wanprestasi atau tidak bisa terhadap kontraknya. Kontrak bisnis masih
menjalankan kewajibannya erlebih mengikat dan sah untuk masing-masing
terdapatnya pandemi covid-19. Dalam pihaknya. Timbulnya pandemi Covid-19
mengurangi terdapatnya kerugian ntar sifatnya hanya menangguhkan dalam
nasabah sebagai debitur dan pihak bank memenuhi kewajiban debitur terhadap
sebagai kreditur, OJK (Otoritas Jasa kreditur tanpa menghilangkan sama sekali
euangan) mengeluarkan POJK Nomor 11 kewajiban debitur terhadap kreditur.28
/POJK.03/2020 mengenai Stimulus Force majeure atau keadaan memaksa
rekonomian Nasional Sebagai Kebijakan pandemi Covid-19 mengakibatkan
Countercyclical Dampak Penyebaran timbulnya addendum maupun perubahan
26
Covid-19. perjanjian dalam melaksanakan kewajiban
4.2.3 Kedudukan Force Majure pada di lain waktu apabila disetujui masing-
Perjanjian Kredit di Era Pandemi masing pihaknya. Akan tetapi, harus
Kaitannya dengan POJK ditegaskan bahwa pada kondisi memaksa
Dengan adanya Keputusan Presiden yang harus didahulukan ialah kebijakan
Republik Indonesia dengan No 12 tahun masing-masing pihaknya untuk menghadapi
2020 mengenai Penetapan Bencana Non hal itu. para pihaknya perlu menyadari
Alam Penyebaran Corona Virus Disease dengan kebijakan bahwa terhadap hal
2019 menjadi bencana nasional, force lainnya yang bisa didahulukan, contohnya
majeure memanglah tidak dapat menjadi kerugian dengan cara kolektif terhadap
alasan utama untuk membatalkan kerugian yang terjadi pada suatu pihaknya.
perjanjian kredit namun dapat menjadi Lalu jika kondisi memaksa itu menjadikan
alasan dalam bernegoisasi untuk merubah suatu pihaknya terkendala melaksanakan
maupun membatalkan isi perjanjian kewajiban supaya pihak yang lain bisa

34 FORCE MAJURE PADA PERJANJIAN KREDIT DI ERA COVID-19 DITINJAU DARI KUHPERDATA
DAN POJK NO.11.03/2020
Elvira Fitriyani Pakpahan 1) Erstendo Pasaribu 2) Cantika Debora Panjaitan 3) itry Silitonga 4)
memberi kebijakan dalam bentuk Pemerintah telah melakukan bentuk
kompensasi dalam melaksanakan perlindungan hukum dengan menerbitkan
kewajiban di lain waktu berdasarkan POJK No. 11/PJOK.03/2020 sebagai sikap
kesepakatan.29 terhadap sejumlah keluhan dalam sulitnya
Force majeure tidak dapat menjadi mengakses dalam memberikan keringanan
alasan dalam membatalkan perjanjian yang kredit.32 Peraturan stimulus meliputi:
bergantung terhadap klausul kontrak evaluasi mutu kredit penyediaan dan
tersebut. Perlu diketahui lebih dulu isi pembiayaan dana lainnya hanya
klausul pada perjanjian apakah terdapat berlandaskan ketetapan pembayaran bunga
kesepakatan bahwa apabila mengalami maupun pokok kredit pembiayaan dan
sebuah kondisi memaksa dan perlu penyediaan dana lainnya menggunakan
dipahami enis force majeure yang plafom hingga Rp. 10 Miliar; dan
dicantumkan30. Kondisi sebagaimana meningkatkan kualitas kredit pembiayaan
sekarang ini dperlukan itikad baik menjadi lancar sesudah dilakukan
berdasarkan seluruh pihaknya dalam restrukturisasi sepanjang pemberlakuan
melaksanakan seluruh usaha yang Peraturan Jasa Otoritas Keuangan.
memberikan win-win solution. Kebenaran Kebijakan tersebut bisa dipergunakan pihak
itikad baik tersebut kemudian diadili pada perbankan dengan tidak melihat batas-batas
peradilan dikarenakan terdapat debitur plafon jenis debitur atau kredit
32
yang memang tidak bisa memenuhi pembiayaan
prestasinya. Pokok berdasarkan force Pemerintah sudah melaksanakan
majeure yakni tidak dapat memenuhi sejumlah usaha untuk menghadapi Corona
prestasi dikarenakan terhadap sebuah Virus Desease (Covid-19) salah satunya
kondisi memaksa. Doktrin force majeure dalam sektor perekonomian, terutama
dipergunakan ketika prestasinya memang dalam melaksanakan perjanjian kredit yakni
tidak dapat terpenuhi.31 terhadap lembaga pembiayaan maupun
Melalui keadaan Indonesia yang lembaga perbankan. Begitupun OJK
tengah berada di masa Covid-19 (Corona (Otoritas Jasa Keuangan) melalui
Virus Disease 2019) ditanggapi oleh pemberlakukan POJK No 11
Presiden RI Bapak Joko Widodo sudah /POJK.03/2020 (Peraturan Otoritas Jasa
memberlakukan Kepres Tahun 2020 No 12 Keuangan 11/2020). Peratruan tersebut
mengenai Penetapan Bencana Non-Alam diberlakukan sebagai sikap terhadap
Penyebaran Covid-19 sebagai bencana sejumlah keluhan dalam sulitnya
Nasional, Corona Virus Disease 2019 mengakses guna memberikan pembiayaan
dapat dinyatakan sebagai landasan force maupun keringanan kredit terhadap pekerja
majeure. Seperti poin kesatu dalam korban PHK, pekerja tidak tetap, ojek
Keputusan tersebut menyatakan bencana online, pengusaha UMKM, dan sopir taksi
non-alam yang disebabkan tersebarnya dari relaksasi kredit.33
Corona Virus Disease 2019 sebagai Debitur tentunya bisa menggunakan
bencana nsional. Akan tetapi melalui layanan restukturisasi dan relaksasi dari
terdapatnya Keputusan Presiden itu tidak pemerintah yang lalu dirumuskan debitur
serta debitur bisa membatalkan maupun dari proposal restrukturisasi yang ditujukan
menunda perjanjian. terhadap krediturnya sesuai dengan

JURNAL DARMA AGUNG Volume 30, Nomor 2, Agustus 2022 ;26–37 35


Peraturan OJK Tahun 2020 No. 11. Akan saja memunculkan keterlibatan hukum pada
tetapi, jika bentuk pola restrukturisasi yang kontrak bisnis yang telah dibentuk masing-
disampaikan kreditur dinilai tidak memadai masing pihaknya. Force majeure atau
oleh debitur, dengan demikian debitur bisa keadaan memaksa pandemi Covid-19
membuat pola restrukturisasi sesuai dengan mengakibatkan timbulnya addendum atau
perjanjian maupun untuk relaksasi yang perubahan perjanjian dalam melaksanakan
cenderung rumit, dengan demikian PKPU kewajiban di lain waktu apabila disetujui
dan UUK bisa dipergunakan supaya masing-masing pihaknya. Akan tetapi,
restrukturisasi menjadi menyeluruh dan harus ditegaskan bahwa pada kondisi
seimbang.34 memaksa yang harus didahulukan ialah
kebijakan masing- masing pihaknya untuk
5. SIMPULAN DAN SARAN menghadapi hal itu, Pemerintah telah
Simpulan melakukan bentuk perlindungan hukum
Force majeure telah dicantumkan dengan menerbitkan POJK Nomor
pada Pasal 1244 dan Pasal 1245 Kitab 11/PJOK.03/2020.
Undang-Undang Hukum Perdata, tapi tidak Saran
memberi definisi force majeure tersebut. Perlu adanya klausul mengenai force
Meskipun KUHPerdata tidak memberikan majeure pada tiap-tiap perjanjian yang
pengertian force majeure namun, dapat dibentuk dikarenakan eksistensi klausul
diartikan bahwa force majeure merupakan tersebut bermanfaat untuk
sebuah kondisi yang memaksa dan mengantisipasikan sesuatu yang
menjadikan debitur tidak bisa menjalankan kemungkinan terjadi pada waktu mendatang
kewajiban maupun prestasinya pada dan berpeluang mengakibatkan konflik
kreditur dikarenakan terjadinya yang diluar antara pihak terkait. Sehingga jika sesuatu
pengetahuan dan kehendaknya. kejadian terjadi diluar kuasa pihak yang
Memburuknya keadaan perekonomian dan membuat perjanjian akan ditemukan solusi
pariwisata masyarakat karena pandemi dan cara penanganan yang cepat.
tersebut juga berdampak terhadap bank.
Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998
6. DAFTAR PUSTAKA
Pasal 1 angka 1 mengenai Perubahan
BUKU
terhadap UU Tahun 1992 No. 7 mengenai
Perbankan (berikutnya dinamakan Undang- Agus Yudha Hernoko. 2014. “Hukum
Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam
Undang Perbankan) disebutkan Perbankan
Kontrak Komersil”. Jakarta: Kencana
merupakan keseluruhan hal yang berkaitan Prenada Media Group.
mengenai bank, yakni meliputi proses, Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim.
serta, kegiatan usaha, dan kelembagaan 2018. “Metode Penelitian Hukum Normatif
untuk menjalankan operasional usahanya. Dan Empiris”. Jakarta: Kencana.
Lexy J. Moleong. 2012. “Metodologi
Dampak berdasarkan pengaruh
Penelitian Kualitatif”. Bandung: Remaja
covid-19 tersebut dalam bidang perbankan Rosdakarya.
juga menerbitkan aturan tentang Ridwan Khairandy. 2014. “Hukum
penangguhan pembayaran kredit untuk Kontrak Indonesia Dalam Persfektif
nasabah/ debitur.Kondisi pandemi Covid- Perbandingan (Bagian Pertama)”.
Yogyakarta: FH UI Press.
19 yang bisa tergolong force majeure tentu

36 FORCE MAJURE PADA PERJANJIAN KREDIT DI ERA COVID-19 DITINJAU DARI KUHPERDATA
DAN POJK NO.11.03/2020
Elvira Fitriyani Pakpahan 1) Erstendo Pasaribu 2) Cantika Debora Panjaitan 3) itry Silitonga 4)
Salim H.S. 2019. “Hukum Kontrak
Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak”.
Jakarta: Sinar Grafika.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji.
2011. “Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat”. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Qamar, N. Dkk. 2017. “Metode
Penelitian Hukum (legal research
methods)”. Makassar: CV. Social Politic
Genius (SIGn).

JURNAL
Arie Exchell Prayoga Dewangker,
(2020), “Penggunaan Klausula Force
Majeure Dalam Kondisi Pandemi”, Jurnal
Education and Development, Vol VIII (3),
hlm. 310
Bambang EM, Dhevi NS, (2020),
“Keabsahan Force Majeure DalaM
Perjanjian Di Masa Era Pandemi Covid-
19”, Jurnal Humaniora, Vol IX (2), hlm.
258
Bondan SA, dkk, (2021),“Penerapan
Klausula Force Majeure dalam
Perjanjian Kredit Di Masa Pandemi Covid-
19”, Jurnal Akbar Juara, Vol XI (1), hlm.
6
Daryl JR, (2016), “Kajian Hukum
Keadaan Memaksa (Force
MajeureMenurut Pasal 1244-1245 KUH
Perdata”, Lex Privatum, Vol 1 (2), hlm.
176

JURNAL DARMA AGUNG Volume 30, Nomor 2, Agustus 2022 ;26–37 37

You might also like