You are on page 1of 14

ANALISIS YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI KREDITOR

SETELAH PENAMBAHAN JAMINAN DALAM


PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN (STUDI
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 1932.K/PDT/2016)

JURNAL

Oleh

BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP


157011275/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 1

ANALISIS YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI KREDITOR


SETELAH PENAMBAHAN JAMINAN DALAM PERJANJIAN
KREDIT PERBANKAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG NOMOR 1932.K/PDT/2016)

ABSTRACT

A credit contract is a consensus agreement between a debtor and a


creditor ( Bank) leading to payable accounts, in which the debtor is required
to return the credit provided by the creditor, under terms and conditions
approved by both parties. The research problems are how about the criteria of
creditor’s default as stated in the debtor’s lawsuit concerning the
implementation of the banking credit contract with addition of collateral to the
total amount of the credit facility, how about the legal force of the lawsuit on
default filed by the debtor against Bank Sumut as the creditor concerning the
implementation of the credit contract which has been effective in line with
PMK (Approval to Make Credit) No.32/KC-15/KCP-070/KAL/2011 on
November 6, 2011; and how about the analysis on the ground of the Supreme
Court Judges’ consideration in the Ruling No. 1932.K/Pdt/2016 in debtor’s
lawsuit against creditor’s default.
This is a normative juridical research which studies the prevailing
laws and regulations, in this case, Law No.7/1992 in conjunction with Law
No.10/1998 on Banking, Law No. 42/1999 on Fiduciary Collateral, Law No.
4/1996 on Mortgage, and the third book of the Civil Code on Contract. This is
analytical descriptive which describes, explains and analyzes the problems,
and finds the right answer to the problems.
The research showed that one of the parties did not fully comply
with the agreement in implementing the credit contract, did not completely
fulfill their obligations or they did not fulfill their obligation punctually. The
claim filed by debtor, RE, does not meet the elements of default since it is
proved in the Court’s hearing that Bank Sumut has defaulted and the claim is
considered error in personal toward the defendant. The Supreme Court
Ruling has been in line with the prevailing legal provisions in a credit
contract since there is no written evidence in the credit contract that requires
Bank Sumut as the creditor to add the number of credit facilities when the
collateral is added by the debtor.

Keywords: Creditor, Debtor, Default, Credit Contract

I. Pendahuluan
Kata Kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang artinya adalah
kepercayaan. Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, merumuskan, bahwa kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 2

mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu


tertentu dengan pemberian bunga”.1
Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitor
dengan kreditor (dalam hal ini Bank) yang melahirkan hubungan hutang
piutang, dimana debitor berkewajiban membayar kembali pinjaman yang
diberikan oleh kreditor, dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah
disepakati oleh para pihak.
Dalam Buku III KUH Perdata tidak terdapat ketentuan yang khusus
mengatur perihal Perjanjian Kredit. Namun dengan berdasarkan asas
kebebasan berkontrak, para pihak bebas untuk menentukan isi dari perjanjian
kredit sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum,
kesusilaan, dan kepatutan. Dengan disepakati dan ditandatanganinya
perjanjian kredit tersebut oleh para pihak, maka sejak detik itu perjanjian lahir
dan mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang.
Di dalam suatu perjanjian kredit pada bank dengan jaminan baik
fidusia maupun hak tanggungan, maka pihak bank akan terlebih dahulu
membuat suatu perjanjian hutang piutang secara tertulis baik dengan akta
otentik notaris maupun akta di bawah tangan, dan kemudian diikuti dengan
perjanjian kredit juga secara tertulis dengan ketentuan hak dan kewajiban yang
termuat dalam perjanjian kredit tersebut, serta diikuti dengan pengikatan
jaminan baik jaminan fidusia maupun jaminan hak tanggungan yang dibuat
dengan menggunakan akta otentik notaris. 2
Apabila bank selaku kreditor memandang jaminan yang diberikan
debitor masih kurang dan belum sesuai dengan nilai fasilitas kredit yang
dimohonkan debitor, maka bank selaku kreditor dapat meminta debitor untuk
menambah jaminannya sebelum fasilitas kredit dicairkan oleh bank selaku
kreditor.3 Apabila dalam masa kredit debitor memohon kepada bank selaku
kreditor untuk menambah fasilitas kreditnya, maka bank dapat pula meminta
debitor untuk menambah nilai ekonomi jaminannya, dan melakukan adendum
terhadap perjanjian kredit yang telah ditandatangani oleh bank selaku kreditor
dan debitor, dan menambahkan klausul baru yaitu penambahan fasilitas kredit
dengan adanya penambahan jaminan yang diberikan debitor kepada bank
selaku kreditor.4
Di dalam penelitian ini bank selaku kreditor untuk lebih mengamankan
asetnya yang telah digunakan oleh debitor, meminta kepada debitor untuk
menambah jaminan, dalam pelaksanaan pemberian kredit tersebut.
Penambahan jaminan yang diminta oleh bank disetujui oleh debitor dengan
catatan bank juga harus menambah jumlah fasilitas kredit kepada debitor.
Kesepakatan ini tercapai dan debitor menyerahkan jaminan tambahan kepada
1
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : Alumni, 2008), hlm.
21
2
Johan Rasmanto, Perjanjian Baku dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Rajawali Press,
2009), hlm. 35
3
Subandio Muchtar, Perjanjian Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, (Bandung :
Eresco, 2009), hlm. 18
4
Rachmadi Usman, Aspek- aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2001), hlm. 55
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 3

bank selaku kreditor. Namun demikian pelaksanaan penambahan jumlah


fasilitas kredit tidak dilakukan oleh bank, karena debitor telah wanprestasi
terlebih dahulu dalam pelaksanaan pembayaran hutangnya kepada bank selaku
kreditor. Debitor hanya melaksanakan pembayaran hutangnya selama 11
(sebelas) bulan dari jangka waktu yang telah ditetapkan selama 4 (empat)
tahun, sehingga telah terjadi tunggakan (kredit macet) yang dilakukan oleh
debitor terhadap bank selaku kreditor. Akibat tidak dipenuhinya kesepakatan
oleh bank selaku kreditor dalam pelaksanaan penambahan jumlah fasilitas
kredit tersebut, maka debitor mengajukan gugatan ke pengadilan dan
menyatakan bahwa bank telah melakukan wanprestasi terhadap janji yang
telah disepakati yaitu pelaksanaan penambahan jumlah fasilitas kredit
tersebut.5
Kasus gugatan wanprestasi oleh debitor kepada kreditor telah
memperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap hingga tingkat
Mahkamah Agung sebagaimana termuat di dalam Putusan Mahkamah Agung
No. 1932.K/Pdt/2016 tentang wanprestasi tersebut diawali dengan gugatan
wanprestasi yang diajukan oleh debitor RE selaku penggugat terhadap Bank
Sumut selaku kreditor sebagai penggugat diawali dengan terjadinya
kesepakatan persetujuan membuka kredit No. Nomor 32/KC15-
KCP070/KAL/2011, Nomor Rekening/AC: 06.66.000046-1, tanggal 6
November 2011, dengan fasilitas kredit, Jenis Kredit : Kredit Angsuran;
Jumlah Kredit : Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), Jangka Waktu : 48
(empat puluh delapan) bulan sejak tanggal 16 November 2011 s/d tanggal 16
November 2015, Bunga : 1.33 % perbulan. Denda Keterlambatan : 3%
perbulan yang dihitung dari angsuran pokok dan bunga.
Tergugat Bank Sumut tidak juga mencairkan penambahan nilai kredit
kepada debitor RE sebanyak Penggugat, maka akibatnya Penggugat
kekurangan modal usaha dan sangat dirugikan karena perbuatan wanprestasi
dari Tergugat Bank Sumut yang tidak memenuhi kesepakatan untuk
menambah jumlah dana fasilitas kredit dari Rp 200.000.000 (dua ratus juta
rupiah) menjadi Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) Oleh karena itu
debitor RE selaku Penggugat menggugat Bank Sumut selaku kreditor dengan
dasar gugatan bahwa Bank Sumut selaku kreditor telah melakukan perbuatan
wanprestasi yang mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap RE selaku
debitor.
Pinjaman debitor RE selaku penggugat kepada Bank Sumut selaku
tergugat seluruhnya adalah Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan dibayar
sebanyak 13 (tiga belas) kali dalam kurun waktu 13 bulan dengan angsuran
sebesar Rp 5.668.056,63 (lima juta enam ratus enam puluh delapan ribu lima
puluh enam ribu enam puluh tiga rupiah), dan oleh karena itu sejak angsuran
ke 14 (empat belas) debitor RE selaku penggugat telah menunggak karena
kesulitan keuangan akibat kekurangan modal usaha yang dilaksanakannya
tersebut. Total hutang penggugat (debitor RE) seluruhnya kepada Bank Sumut
selaku kreditor sebagai tergugat dalam pekara ini adalah sebesar
5
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Gramedia :
Jakarta 2002), hlm. 74-78.
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 4

Rp154.137.322,63 (seratus lima puluh empat juta seratus tiga puluh ribu tiga
ratus dua puluh dua koma enam puluh tiga rupiah), selama jangka waktu
tersisa yaitu 2 (dua) tahun 11 (sebelas) bulan.
Pengadilan Negeri Medan telah memberikan Putusan Nomor
192/Pdt.G/2013/PN.Mdn tanggal 25 September 2013 dengan amar sebagai
berikut menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima, menghukum
Tergugat membayar biaya yang timbul dari perkara ini sebesar Rp 536.000,00
(lima ratus tiga puluh enam ribu rupiah). Dalam tingkat banding atas
permohonan Penggugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan
oleh Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dengan Putusan Nomor
365/PDT/2013/PT.MDN tanggal 10 Maret 2014. Atas putusan Pengadilan
Tinggi Sumatera Utara tersebut penggugat mengajukan gugatan kasasi ke
Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung dalam putusannya No. 1932.K/Pdt/2016
memutuskan sebagai berikut, menolak permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi RE tersebut, menghukum Pemohon Kasasi/Penggugat/Pembanding
untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Penolakan permohonan kasasi yang diajukan oleh debitor RE sebagai
pemohon kasasi oleh Mahkamah Agung disebabkan karena Mahkamah Agung
memandang bahwa putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dengan
Putusan Nomor 365/PDT/2013/PT.MDN tanggal 10 Maret 2014 telah tepat
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, karena debitor RE selaku
pemohon kasasi telah melakukan wanprestasi terlebih dahulu dalam
pelaksanaan kewajiban pembayaran hutangnya kepada Bank Sumut selaku
kreditor. Oleh karena itu Bank Sumut selaku tergugat menolak untuk
menambah jumlah fasilitas kredit kepada debitor RE selaku pemohon kasasi,
karena dikhawatirkan penambahan jumlah fasilitas kredit tersebut akan
menambah berat beban hutang debitor RE selaku pemohon kasasi sehingga
semakin tidak mampu melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutang-
hutangnya kepada Bank Sumut selaku kreditor.
Perumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kriteria wanprestasi kreditor yang dimaksud di dalam gugatan
debitor berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian kredit perbankan dengan
penambahan jaminan yang diikuti dengan penambahan jumlah fasilitas
kredit?
2. Bagaimana kekuatan hukum gugatan wanprestasi yang diajukan oleh
debitor kepada Bank Sumut selaku kreditor terhadap pelaksanaan
perjanjian kredit yang telah berjalan sesuai persetujuan membuka kredit
(PMK) No.32/KC-15/KCP-070/KAL/2011 tanggal 6 November 2011?
3. Bagaimana analisis dasar pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah
Agung pada Putusan Mahkamah Agung No. 1932.K/Pdt/2016 dalam
perkara gugatan debitor atas perbuatan wanprestasi kreditor?
Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan
penelitian ini ialah :
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 5

1. Untuk menganalisis kriteria wanprestasi kreditor yang dimaksud di


dalam gugatan debitor berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian kredit
perbankan dengan penambahan jaminan yang diikuti dengan
penambahan jumlah fasilitas kredit.
2. Untuk menganalisis kekuatan hukum gugatan wanprestasi yang
diajukan oleh debitor kepada Bank Sumut selaku kreditor terhadap
pelaksanaan perjanjian kredit yang telah berjalan sesuai persetujuan
membuka kredit (PMK) No.32/KC-15/KCP-070/KAL/2011 tanggal 6
November 2011.
3. Untuk menganalisis dasar pertimbangan hukum majelis hakim
Mahkamah Agung pada Putusan Mahkamah Agung No.
1932.K/Pdt/2016 dalam perkara gugatan debitor atas perbuatan
wanprestasi kreditor.
Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana terhadap
permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam bidang hukum perjanjian kredit dengan
jaminan, yang termuat di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, serta undang-undang jaminan sebagaimana termuat di dalam
UUHT No. 4 Tahun 1996 dan UUJF No. 42 Tahun 1999, serta pelaksanaan
perjanjian suatu kredit bank dengan jaminan dimana salah satu pihak
melakukan wanprestasi (ingkar janji) dimana ketentuan tersebut termuat di
dalam KUH Perdata.6
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari
penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis
tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan
gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat, bagaimana
menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban
dari permasalahan tersebut.
2. Sumber Data
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder,7 yang meliputi :
a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan. Dalam penelitian ini bahan
hukum primer adalah Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, serta undang-undang jaminan sebagaimana termuat di dalam
UUHT No. 4 Tahun 1996 dan UUJF No. 42 Tahun 1999 dan KUH Perdata
serta Putusan Mahkamah Agung No. 1932.K/Pdt/2016.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian

6
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,
hal 106.
7
Penelitian Normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bambang Waluyo,
Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal. 14.
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 6

dan atau karya ilmiah tentang hukum perjanjian pada umumnya dan
hukum perjanjian kredit bank dengan jaminan pada khususnya
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus
umum, kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya.
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian
kepustakaan yang dimaksud adalah melakukan penelitian dan pengkajian
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum
perbankan dan di bidang hukum perjanjian sebagaimana termuat di dalam
Buku Ketiga KUH Perdata tentang hukum perjanjian dan juga di dalam
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan termasuk pula tentang
hukum jaminan dalam suatu perjanjian kredit perbankan sebagaimana termuat
di dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan
juga Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Disamping itu penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan
(field reseach) melakukan wawancara terhadap 3 (tiga) debitor sebagai
nasabah peminjam pada Bank Sumut, dan pejabat terkait yaitu Kepala Bagian
Penyaluran Kredit Bank Sumut yang berkedudukan di Medan, yang dalam
penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber.
4. Analisis Data
Metode analisis data yaitu metode analisis data kualitatif merupakan
metode penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan,
menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari suatu
penelitian, yang dilakukan dengan cara menjelaskan dengan kalimat sendiri
dari data yang ada, baik primer, sekunder maupun tertier, sehingga
menghasilkan kualifikasi yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini8, untuk memperoleh jawaban yang benar mengenai
permasalahan pelaksanaan perjanjian kredit bank dimana pihak bank selaku
kreditor tidak memenuhi janjinya untuk menambah nilai fasilitas kredit kepada
debitor meskipun debitor telah memenuhi janjinya untuk menambah jumlah
agunan yang diberikan kepada bank selaku kreditor, sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan yang tepat dengan metode deduktif, yaitu melakukan
penarikan kesimpulan, diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, sebagai jawaban yang
benar dalam pembahasan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.9
II. Hasil dan Pembahasan
Di dalam kasus gugatan wanprestasi yang dilakukan oleh debitor RE
yang menggugat Bank Sumut selaku kreditor, debitor RE ternyata lalai dalam
menuntut haknya saat penyerahan jaminan tambahan kepada Bank Sumut.
Debitor RE tidak meminta perubahan (adenddum) terhadap perjanjian kredit
yang telah dibuat sebelumnya dengan dilaksanakannya penambahan jaminan.
8
Ibid, hal. 17
9
Jainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 75
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 7

Hal ini mengakibatkan tidak ada bukti tertulis yang membuktikan bahwa bank
Sumut selaku kreditor melakukan perbuatan wanprestasi. Pada dasarnya
debitor RE harus meminta dilakukan perbuahan (addendum) dengan adendum
perjanjian kredit dengan adanya perjanjian jaminan yang dilakukan oleh
debitor RE maka bank Sumut selaku kreditor untuk menambah jumlah
fasilitas kredit kepada debitor RE.
Meskipun penyerahan jaminan tambahan yang dilakukan oleh debitor
RE kepada bank Sumut selaku kreditor memiliki tanda terima tanda bukti
terjadinya penambahan jaminan dari debitor kepada kreditor dalam perjanjian
kredit tersebut, namun tidak diikuti dengan terjadinya perubahan (addendum)
perjanjian kredit yang seharusnya memuat klausul, “dengan adanya
penambahan jaminan dari debitor maka Bank Sumut selaku kreditor wajib
menambah jumlah fasilitas kredit kepada debitor”. Namun perubahan /
addendum yang memuat klausul sebagaimana tersebut di atas tidak
dilaksanakan oleh debitor RE dan Bank Sumut selaku kreditor, sehingga
dipengadilan tidak dapat dibuktikan secara autentik Bank Sumut telah
melakukan perbuatan wanprestasi karena tidak adanya bukti tertulis setelah
dilakukan pemeriksaan di persidangan pengadilan oleh majelis hakim. Oleh
karena itu Putusan Pengadilan menolak gugatan debitor RE dan menyatakan
bahwa Bank Sumut selaku kreditor tidak melakukan wanprestasi.10
Di dalam kasus gugatan wanprestasi yang dilakukan oleh RE selaku
debitor Bank Sumut selaku kreditor, bahwa debitor telah memperoleh fasilitas
kredit dari Bank Sumut berdasarkan PMK No. 32/KC/15/KCP/070/KAL/2011
tanggal 6 November 2011 yaitu dengan limit kredit sebesar Rp 200.000.000
(dua ratus juta rupiah) jangka waktu dari mulai 6 Januari 2011 sampai dengan
6 Januari 2015. Jaminan yang diserahkan adalah berupa tanah seluas + 1659
m² atau 4,15 rante yang terletak di Desa Sekip, Kecamatan Lubuk Pakam,
Kabupaten Deli Serdang, dengan alas hak Sertipikat Nomor 1817, tanggal 2
November 2011 atas nama: Hariyani (istri Penggugat).
Pada prinsipnya apabila debitor akan mengajukan penambahan jumlah
fasilitas kredit setelah pemberian kredit berlangsung dengan menambah
jaminan kredit di Bank Sumut, maka prosedurnya adalah bahwa debitor RE
harus mengajukan permohonan baru kepada Bank Sumut dengan memuat
permohonan untuk menambah jumlah fasilitas kredit dengan cara menambah
jaminan kredit. Permohonan pengajuan penambahan jumlah fasilitas kredit
dengan menambah jumlah jaminan kredit tidak dapat dilakukan dengan
pengajuan lisan atau dengan kesepakatan lisan antara debitor RE dengan
petugas bank yang merupakan staf marketing di Bank Sumut tersebut.11
Bank Sumut tidak pernah melakukan kesepakatan dalam pelaksanaan
penambahan jumlah fasilitas kredit dengan cara penambah jaminan dari
debitor melalui suatu kesepakatan lisan, apalagi terhadap petugas Bank Sumut

10
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 19
11
Wawancara dengan Arifin Pasaribu, Kepala Bagian Kredit PT Bank Sumut Kantor
Cabang Pembantu Beringin, pada hari Kamis tanggal 4 Januari 2018 di Ruang kerjanya pukul
15.00 Wib.1
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 8

yang merupakan staf marketing yang tidak berwenang dalam melaksanakan


kesepakatan tersebut. Oleh karena itu gugatan wanprestasi dari penggugat RE
tidak mengandung kekuatan hukum, karena pihak manajemen Bank Sumut
yang berwenang tidak pernah menjanjikan adanya penambahan jumlah
fasilitas kredit dengan dilakukannya penambahan jaminan oleh debitor RE.
Setiap pelaksanaan penambahan jumlah fasilitas kredit oleh Bank Sumut
kepada debitor dengan menambah jaminan dilakukan secara tertulis melalui
adendum yang telah disepakati oleh bank selaku kreditor dan debitor.
Apabila pelaksanaan penambahan jumlah fasilitas kredit tidak disetujui
oleh manajer kredit, Bank Sumut Kantor Pusat Medan, maka pelaksanaan
penambahan jumlah fasilitas kredit tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh
Kantor Cabang Pembantu Beringin. Di dalam Persetujuan Membuka Kredit
(PMK) No. 32/KC/15/KCP/070/KAL/2011 tanggal 6 November 2011 tidak
terdapat adendum yang menyatakan adanya penambahan jaminan kredit untuk
memperoleh penambahan jumlah fasilitas kredit dari Bank Sumut. Oleh
karena itu Bank Sumut tidak melakukan wanprestasi dalam pelaksanaan
perjanjian kredit melalui PMK No. 32/KC/15/KCP/070/KAL/2011 tanggal 6
November 2011 tersebut.12 Apabila kesepakatan pelaksanaan penambahan
jumlah fasilitas kredit di setujui oleh manajer kredit Kantor Pusat Bank Sumut
di Medan, maka akan ada surat persetujuan yang dikirim kepada Kantor
Cabang Pembantu Bank Sumut Beringin, dan berdasarkan surat persetujuan
tersebut Kepala Cabang Bank Sumut Kantor Cabang Pembantu Beringin dapat
melaksanakan adendum terhadap PMK No. 32/KC/15/KCP /070/KAL/2011
tanggal 6 November 2011 yang memuat perubahan pelaksanaan perjanjian
kredit dengan adanya penambahan jaminan kredit dan juga penambahan
jumlah fasilitas kredit kepada kreditor.
Di dalam petitum gugatan debitor disebutkan bahwa Bank Sumut
sebagai kreditor telah melakukan perbuatan wsnprestasi terhadap PMK No.
32/KC15/070/KAL/2011 tanggal 6 November 2011, dimana bentuk
wanprestasi dari Bank Sumut tersebut adalah tidak memenuhi perjanjian
tersebut sama sekali yaitu tidak memberikan penambahan jumlah fasilitas
kredit dari plafon Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) sebelumnya,
menjadi Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). Hal ini disebabkan karena
debitor telah memenuhi kewajibannya dalam hal penambahan jaminan berupa
SKT atas nama debitor yang dikekuarkan oleh Camat sebagaimana ysng
diminta oleh Bank Sumut selaku kreditor.
Akibat hukum gugatan debitor terhadap Bank Sumut sebagai kreditor
adalah bahwa Bank Sumut sebagai kreditor wajib mengembalikan jaminan
tambahan berupa SKT atas nama debitor yang diberikan oleh debitor kepada
Bank Sumut sebagai kreditjr, karena telah melakukan perbuatan melawan
hukum yaitu melakukan penahan SKT tersebut sebagai jaminan kredit
tambahan, tapi tidak diikuti dengan pemberian penambahan jumlah fasikitas
kredit dari Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) pada perjanjian kredit awal

12
Wawancara dengan Ahmad Yani Legal Officer PT Bank Sumut Kantor Pusat Medan
pada pada hari Jumat tanggal 5 Januari 2018 di Ruang kerjanya pukul 14.30 Wib
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 9

menjadi Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) setelah dilakukannya


oenambahan jaminan kredit oleh debitor tersebut.
Gugatan wanprestasi yang diajukan debitor terhadap Bank Sumut
sebagai kreditor tersebut ternyata setelah melalui proses pemeriksaan dan
pembuktian oleh majelis hakim pengadilan ternyata tidak cukup membuktikan
bahwa Bank Sumut telah melakukan wanprestasi dalam pelaksanaan
kewajibannya melakukan penambahan jumlah fasilitas kredit kepada debitor.13
Hal ini disebabkan karena dalam PMK
No.32/KC15/KCP/070/KAL/2011 tanggal 6 November 2011, sebagai dasar
pelaksanaan pemberian kredit tersebut, tidak termuat tentang klausul yang
mewajibkan Bank Sumut menambah jumlah fasilitas kredit dengan adanya
penambahan jaminan oleh debitor. Oleh sebab itu gugatan wanprestasi debitor
tidak memiliki bukti yang autentik dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat
untuk dikabulkan oleh pengadilan. Disamping itu debitor telah salah dalam
menempatkan pihak sebagai tergugat dalam surat permohonan gugatannya ke
pengadilan. Dalam surat gugatan debitor tersebut, debitor menempatkan
Kepala Cabang Bank Sumut Medan sebagai tergugat, sedangkan debitor
melaksanakan perjanjian kredit tersebut di kantor cabang pembantu Beringin.
Oleh karena itu dalam surat gugatan tersebut pihak debitor seharusnya
menempatkan kepala cabang pembantu Bank Sumut Beringin sebagai
tergugat, bukan kepala Cabang Bank Sumut Medan sebagai tergugat. 14
Akibat hukum dari kesalahan penempatan pihak yang dijadikan
tergugat dalam surat gugatan yang diajukan oleh debitor tersebut adalah
bahwa pengadilan menyatakan gugatan wanprestasi tersebut salah alamat dan
ditolak oleh pengadilan. Dengan penolakan gugatan wanprestasi yang
diajukan oleh debitor tersebut di tingkat pengadilan negeri, dan dikuatkan oleh
putusan pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung, maka Bank Sumut
sebagai kreditor dinyatakan tidak terbukti melakukan perbuatan wanprestasi,
karena tidak ada klausul yang menyatakan bahwa penambahan jaminan kredit
oleh debitor mewajibkan Bank Sumut untuk melakukan penambahan jumlah
fasilitas kredit terhadap debitor.15
Di dalam surat Persetujuan Membuka Kredit (PMK) 32/KC/15/KCP/
070/KAL/2011 tanggal 6 November 2011 tidak disebutkan adanya ketentuan
tentang penambahan jumlah dana fasilitas kredit (plafon) bagi debitor RE
apabila debitor tersebut menambah jaminan kepada kreditor Bank Sumut.
Oleh karena itu pertimbangan hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung yang
memandang bahwa Bank Sumut selaku kreditor telah melakukan perbuatan
wanprestasi tidak dapat diterima karena tidak memiliki bukti-bukti atau fakta-
fakta persidangan yang mendukung, adalah sudah tepat karena didasarkan
kepada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian. Dalam hal pelaksanaan perjanjian kredit yang dilakukan antara
Sumut Cabang Pembantu Beringin, maka pihak yang bertindak mewakili

13
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Bina Cipta, 2011), hlm. 53
14
Ibid, hlm. 54
15
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : Citra Aditiya Bakti,
2008), hlm.68
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 10

Bank Sumut dalam pelaksanaan perjanjian kredit tersebut adalah pimpinan


Bank Sumut Cabang Pembantu Beringin, bukan pimpinan cabang Medan. 16
Gugatan debitor RE yang menggugat pimpinan cabang Bank Sumut
adalah suatu gugatan yang salah alamat menurut pertimbangan hukum Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Medan yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi
Sumatera Utara serta dikuatkan juga oleh Mahkamah Agung adalah sudah
tepat karena pelaksanaan perjanjian tersebut dilakukan antara Pimpinan Bank
Sumut Cabang Pembantu Beringin dengan debitor RE. Seharusnya debitor RE
menggugat Pimpinan Bank Sumut Cabang Pembantu Beringin bukan
menggugat Pimpinan Bank Sumut Cabang Medan. Karena gugatan yang salah
alamat diajukan oleh debitor RE tersebut mengakibatkan gugatan tersebut di
tolak baik oleh Pengadilan Negeri yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi dan
dikuatkan oleh Mahkamah Agung.
Penambahan jaminan yang dilakukan oleh debitor RE terhadap Bank
Sumut selaku kreditor oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung dinyatakan
wajib dikembalikan oleh Bank Sumut kepada debitor RE, karena dengan tidak
di penuhinya penambahan jumlah fasilitas kredit dari Rp 200.000.000 (dua
ratus juta rupiah) menjadi Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) oleh Bank
Sumut selaku kreditor, maka jaminan berupa Surat Keterangan Tanah (SKT)
Nomor 592.2/41/PL/IV/2009, tanggal 14 April 2009 atas nama Penggugat
yang diterbitkan oleh Camat Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang
wajib dikembalikan kepada debitor RE karena Bank Sumut selaku kreditor
telah menahan SKT tersebut dengan melawan hak (melawan hukum).17
Namun demikian gugatan wanprestasi yang dilakukan oleh debitor RE
terhadap Bank Sumut selaku kreditor tidak dapat dibuktikan secara hukum di
pengadilan, karena kesepakatan perjanjian penambahan jumlah dana fasilitas
kredit dengan penambahan jaminan SKT tersebut tidak dilakukan secara
tertulis melainkan hanya dilakukan secara lisan antara debitor dengan pihak
marketing Bank Sumut yang tidak memiliki kewenangan bertindak dalam
memberikan tambahan jumlah dana fasilitas kredit dari Bank Sumut tersebut.
Oleh karena itu gugatan wanprestasi yang diajukan oleh debitor RE tidak
memiliki dasar hukum dan oleh karena itu ditolak oleh pengadilan. 18
Putusan Pengadilan Mahkamah Agung No. 1932.K/PDT/2016 yang
menolak permohonan kasasi dari debitor RE karena terbukti dipersidangan
bahwa tidak ada klausul yang mewajibkan Bank Sumut menambah jumlah
fasilitas kredit dengan adanya penambahan jaminan dari debitor RE. Di
samping itu debitor RE juga salah dalam mengajukan gugatan terhadap pihak
tergugat (error in personal). Sehingga gugatan tersebut dinyatakan salah
alamat oleh Mahkamah Agung. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan
perjanjian kredit antara debitor RE dan Bank Sumut dilakukan pada Kantor
Cabang Pembantu Bank Sumut Beringin bukan di kantor pusat Bank Sumut

16
Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : Gramedia Pustama Utama,
2008), hlm. 47.
17
Ibid, hlm. 48
18
Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia,
Simpanan, Jasa dan Kredit, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 42
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 11

oleh karena itu gugatan dinyatakan salah alamat oleh Mahkamah Agung
karena debitor RE menggugat direktur utama Bank Sumut, bukan menggugat
pimpinan Kantor Cabang Pembantu Bank Sumut Beringin. Seharusnya
gugatan debitor RE menjadikan pimpinan Kantor Cabang Pembantu Bank
Sumut Beringin sebagai tergugat bukan direktur utama Bank Sumut. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa gugatan debitor RE terhadap Bank Sumut
selaku kreditor mengandung dua unsur kelemahan yaitu
1. Gugatan debitor RE tersebut tidak terbukti dipersidangan yang
menyatakan bahwa Bank Sumut selaku kreditor melakukan wanprestasi
karena telah tidak melaksanakan kewajibannya untuk menambah
jumlah fasilitas kredit, karena tidak ada satu bukti tertulis pun dalam
perjanjian kredit tersebut yang mewajibkan penambahan fasilitas kredit
oleh Bank Sumut dengan terjadinya penambahan jaminan oleh debitor
RE.
2. Gugatan debitor RE tersebut error in personal atau salah orang / salah
alamat karena yang seharusnya yang digugat RE adalah pimpinan
Kantor Cabang Pembantu Bank Sumut Beringin bukan direktur utama
Bank Sumut.
Putusan Mahkamah Agung No.193.K/Pdt/2016 yang dalam
putusannya menolak permohonan kasasi dari debitur RE adalah sudah tepat
melihat fakta persidangan yang tidak terdapat bukti-bukti tertulis yang
diwajibkan Bank Sumut selaku kreditor untuk menambah jumlah fasilitas
kredit dengan adanya penambahan agunan yang diberikan oleh debitor RE.
Selain itu gugatan debitor RE yang dinyatakan oleh Mahkamah Agung salah
alamat juga secara hukum sudah tepat karena gugatan debitor RE seharusnya
menggugat kepala Cabang Pembantu Beringin tempat dimana debitor RE
melakukan kesepakatan perjanjian kredit, bukan sebaliknya menggugat
Direktur Utama Bank Sumut yang berkedudukan di Medan. Dalam hal ini
berlaku asas tempat kejadian peristiwa dimana pihak yang seharusnya ditarik
sebagai tergugat oleh debitur RE adalah Kepala Cabang Pembantu Bank
Sumut Beringin. Oleh karena itu secara hukum Putusan Mahkamah Agung
No.193.K/Pdt/2016 dinilai sudah tepat, sehingga mengakibatkan Mahkamah
Agung menolak permohonan kasasi dari debitor RE.
Kesimpulan Dan Saran
A. Kesimpulan
1. Kriteria wanprestasi kreditor yang dimaksud di dalam gugatan debitor
berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian kredit perbankan dengan
penambahan jaminan yang diikuti dengan penambahan jumlah fasilitas
kredit adalah bahwa debitor menggugat bank Sumut selaku kreditor
dengan tidak dipenuhinya penambahan jumlah dana sebagai fasilitas
kredit dengan adanya penambahan jaminan kredit oleh debitor. Namun
demikian dasar hukum pengajuan gugatan wanprestasi debitor tersebut
cukup lemah secara hukum, karena tidak ada alat bukti tertulis yang
termuat dalam perjanjian kredit tersebut atau dalam persetujuan membuka
kredit antara bank selaku kreditor dan nasabah peminjam selaku debitor
yang menyatakan bahwa dengan adanya penambahan jaminan kredit dari
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 12

debitor maka bank selaku kreditor wajib pula melaksanakan prestasinya


dalam menambah jumlah dana sebagai fasilitas kredit tersebut. Oleh
karena tidak ada alat bukti tertulis dalam perjanjian kredit atau persetujuan
membuka kredit tersebut yang memuat kesepakatan tentang penambahan
jumlah dana sebagai fasilitas kredit dengan adanya penambahan jaminan
kredit dari debitor, maka tidak dapat dibuktikan bahwa bank selaku
kreditor telah melakukan perbuatan wanprestaai terhadap debitor.
2. Kekuatan hukum gugatan wanprestasi yang diajukan oleh debitor kepada
Bank Sumut selaku kreditor terhadap pelaksanaan perjanjian kredit yang
telah berjalan sesuai persetujuan membuka kredit (PMK) No.32/KC-
15/KCP-070/KAL/2011 tanggal 6 November 2011 adalah gugatan
wanprestasi yang diajukan debitor terhadap Bank Sumut sebagai kreditor
tersebut ternyata setelah melalui proses pemeriksaan dan pembuktian oleh
majelis hakim pengadilan ternyata tidak cukup membuktikan bahwa Bank
Sumut telah melakukan wanprestasi dalam pelaksanaan kewajibannya
melakukan penambahan jumlah fasilitas kredit kepada debitor. Hal ini
disebabkan karena dalam PMK No.32/KC15/KCP/070/KAL/2011 tanggal
6 November 2011, sebagai dasar pelaksanaan pemberian kredit tersebut,
tidak termuat tentang klausul yang mewajibkan Bank Sumut menambah
jumlah fasilitas kredit dengan adanya penambahan jaminan oleh debitor.
Oleh sebab itu gugatan wanprestasi debitor tidak memiliki bukti yang
autentik dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk dikabulkan oleh
pengadilan. Disamping itu debitor telah salah dalam menempatkan pihak
sebagai tergugat dalam surat permohonan gugatannya ke pengadilan.
Dalam surat gugatan debitor tersebut, debitor menempatkan Kepala
Cabang Bank Sumut Medan sebagai tergugat, sedangkan debitor
melaksanakan perjanjian kredit tersebut di kantor cabang pembantu
Beringin. Oleh karena itu dalam surat gugatan tersebut pihak debitor
seharusnya menempatkan kepala cabang pembantu Bank Sumut Beringin
sebagai tergugat, bukan kepala Cabang Bank Sumut Medan sebagai
tergugat.
3. Analisis dasar pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung
pada Putusan Mahkamah Agung No. 1932.K/Pdt/2016 dalam perkara
gugatan debitor atas perbuatan wanprestasi kreditor adalah bahwa menurut
pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung tidak ada klausul yang
mewajibkan Bank Sumut menambah jumlah fasilitas kredit dengan adanya
penambahan jaminan dari debitor RE. Di samping itu debitor RE juga
salah dalam mengajukan gugatan terhadap pihak tergugat (error in
personal). Sehingga gugatan tersebut dinyatakan salah alamat oleh
Mahkamah Agung. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan perjanjian
kredit antara debitor RE dan Bank Sumut dilakukan pada Kantor Cabang
Pembantu Bank Sumut Beringin bukan di kantor pusat Bank Sumut oleh
karena itu gugatan dinyatakan salah alamat oleh Mahkamah Agung karena
debitor RE menggugat direktur utama Bank Sumut, bukan menggugat
pimpinan Kantor Cabang Pembantu Bank Sumut Beringin. Seharusnya
BAGINDA RACHMADSYAH HARAHAP| 13

gugatan debitor RE menjadikan pimpinan Kantor Cabang Pembantu Bank


Sumut Beringin sebagai tergugat bukan direktur utama Bank Sumut.
B. Saran
1. Hendaknya dalam melakukan kesepakatan penambahan dana jumlah
fasilitas kredit dengan adanya penambahan jumlah agunan harus dilakukan
secara tertulis baik dengan menggunakan akta otentik maupun dengan akta
di bawah tangan agar dapat dijadikan bukti apabila terjadi sengketa antara
debitor dengan bank selaku kreditor dikemudian hari.
2. Hendaknya gugatan wanprestasi yang diajukan oleh debitor harus
menempatkan pimpinan bank tempat dimana debitor tersebut
menandangani perjanjian kredit tersebut sebagai tergugat, bukan
menempatkan pimpinan bank cabang lain sebagai tergugat sehingga
gugatan wanprestasi tersebut tidak ditolak oleh pengadilan karena salah
alamat.
3. Hendaknya dalam melaksanakan perjanjian kredit antara debitor dan bank
sebagai kreditor harus benar-benar memahami secara seksama hak dan
kewajiban masing-masing agar tidak terjadi permasalahan hukum di
kemudian hari dalam pelaksanaan perjanjian kredit tersebut. Setiap
kelalaian yang diperbuat baik debitor bank selaku kreditor dapat
mengakibatkan terjadinya kerugian bagi pihak yang lalai dalam
melaksanakan perjanjian kredit tersebut.
III. Daftar Pustaka
Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Bandung :
Alumni, 2008
Bahsan, M., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan
Indonesia, Gramedia : Jakarta 2002
Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta :
Citra Aditiya Bakti, 2008
Muchtar, Subandio, Perjanjian Kredit Perbankan Suatu Tinjauan
Yuridis, Bandung : Eresco, 2009
Rasmanto, Johan, Perjanjian Baku dalam Teori dan Praktek, Jakarta :
Rajawali Press, 2009
Setiawan, R., Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung : Bina Cipta,
2011
Suyatno, Thomas, Dasar-Dasar Perkreditan, Jakarta : Gramedia
Pustama Utama, 2008
Usman, Rachmadi, Aspek- aspek Hukum Perbankan Di Indonesia,
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001
Widiyono, Try, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk
Perbankan di Indonesia, Simpanan, Jasa dan Kredit, Jakarta : Ghalia
Indonesia, 2008

You might also like