You are on page 1of 5

Response Paper BAB 13 Teori Media Multipleksitas

Oleh Ageng Wuri Rezeki Afandiah, S.Hum.


Dosen Putut Widjanarko, Ph.D.

Tugas response paper dalam buku berjudul A First Look at Communication Theory atau
pandangan pertama mengenai teori komunikasi saya mengambil Bab 13 yang membahas soal
Teori Media Multipleksitas atau Media Multiplexity Theory.
Teori Media Multipleksitas ditemukan oleh Profesor Caroline Haythornthwaite dari hasil
penelitiannya di Syracuse University. Profesor Caroline disebut menjadi chief teori dibalik
kemunculan media multiplexity theory yang secara orisinal hadir melalui pendekatan tradisi
sibernatik yang menyebutkan adanya sistem kompleks yang di dalamnya banyak orang saling
berinteraksi satu sama lain sehingga mempengaruhi satu sama lainnya.
Media Multiplexity Theory menyebutkan sosial network atau jaringan sosial kita
dipengaruhi oleh media komunikasi yang kita gunakan. Selain itu juga dalam teori ini social
network yang kita miliki bisa dipetakan.
Untuk memudahkannya, teori ini membagi ada tiga hal elemen penting untuk
mengidentifikasi social network yakni melalui kekuatan ikatan yang terdiri dari ikatan kuat dan
lemah.
Menariknya jauh sebelum adanya media sosial seperti Friendster, Facebook, Instagram,
Twitter, para ahli telah membuat jaringan sosial dari koneksi hubungan interpersonal antar
komunitas atau grup dari masing-masing orang.
Keberadaan media sosial tersebut pun semakin membuatnya lebih tertata dan mudah
diakses setiap orang. Bahkan untuk mengetahui pertemanan yang satu circle saja kini sangat
mudah hanya dengan melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram.
Dalam pernyataan Griffin mengatakan para ahli teori ini juga meyakini fakta sederhana
yang menyebutkan semakin kuatnya relasi seseorang dengan orang lain maka semakin banyak
media komunikasi mereka gunakan.
Ungkapan ini pun dikatakan Griffin menjadi teori yang sangat relevan pada era Griffin
membuat buku ini di tahun 2009 yang mana Facebook sendiri memang diciptakan pada awal
tahun 2004 yang sebelumnya ada Friendster.
Mengenai fakta sederhana tersebut menurut pendapat saya ada benarnya dan tidak jika
dilihat dari konteks penggunanya tentunya. Bagi pengguna aktif media sosial yang memiliki
profesi sebagai pembuat konten, ingin tidak ketinggalan tren, keperluan profesional lainnya
tentunya memang media komunikasi penting digunakan.
Sebelum jauh pandemi ada misalnya mungkin pengguna media atau platform komunikasi
secara digital tidak sebegitu banyak sebelum pandemi. Ada orang-orang yang misalnya
mementingkan privasi sebelumnya.
Buat mereka menggunakan chat seperti sebelumnya BBM atau WhatsApp maupun
panggilan telepon dan video saja sudah cukup. Atau bahkan pertemuan adalah hal utama yang
harus dilakukan bagi golongan yang memiliki ikatan yang kuat.
Semenjak pandemi pun hal ini bergeser karena isolasi secara massal yang membuat orang
tidak bisa bertatap muka di mana mereka hanya mengandalkan alat komunikasi platform digital
sehingga kini pun rasanya jumlah pengguna platform semakin banyak dan juga diiringi hadirnya
aplikasi messenger baru seperti Telegram dan LINE.
Yang saya rasakan Media Multiplexity Theory ini sangat relevan setelah pandemi
terutama belakangan ini. Bila dulu saja tahun !990-an penggunaan ponsel itu sangat langka
bahkan orang isi pulsa maupun membeli nomor cantik itu perlu merogoh uang yang sangat
mahal.
Tapi sekarang membeli perangkat handphone sudah menjadi hal lumrah. Berbagai
vendor pun berlomba-lomba menyediakan beragam model handphone. Begitu pula developer
membuat platform komunikasi pesan hingga video telekonferensi seperti Zoom, Microsoft
Teams, dan Google Meet sehingga membuat banyak pilihan media komunikasi.
Namun pernyataan Prosesor Caroline yang mengatakan semakin kuatnya ikatan maka
semakin banyaknya media yang digunakan saya sendiri tidak sepakat. Justru menurut saya tidak
demikian.
Saya hanya mempunyai teman dekat kuliah hingga kini dan sekarang selalu ada waktu
bertemu maupun chat via WhatsApp. Tapi kami memiliki ikatan emosional dan sebelumnya
banyak investasi waktu yang dihabiskan bersama tapi tidak membuat kami satu sama lain
memiliki channel komunikasi melalui digital yang selalu sama.
Saya dibandingkan teman dekat saya yang justru memiliki banyak channel media
komunikasi seperti Facebook, Instagram, Gmail, X (Twitter), Threads, Discords, WhatsApp,
Telegram, LINE, dan lainya.
Tetapi saya sendiri hanya menghubungi dia dengan WhatsApp dan chat Google Hangout
atau email dari dulu hingga sekarang. Sementara pertemuanlah yang menjadi cara utama kami
berkomunikasi.
Sementara di dalam keluarga sendiri justru juga saya dengan adik hanya dua platform
yang saling berinteraksi yakni WhatsApp dan Instagram saja. Nah justru seperti yang disebut
Media Multiplexity Theory bahwa orang dengan hubungan ikatan lemah tidak memiliki banyak
media komunikasi.
Nah dari pernyataan di atas saya kurang setuju karena di ruang lingkup tataran umum
seperti teman kuliah S2 dan lingkungan kerja maupun profesional lainnya lah yang memiliki
ikatan lemah karena pasti diantara rekan hanya satu dua orang saja yang dekat tetapi saya bisa saja
terkoneksi dengan seluruh peserta S2 Paramadina melalui grup komunitas yang dibuat.
Sementara lingkungan kerja seperti profesi saya menjadi jurnalis dan consultant property
maupun tarot reader memungkinkan saya membangun relasi lebih luas yang ini berawal dari
ikatan lemah tentunya.
Saya bisa terkoneksi lewat media sosial walaupun tidak kenal. Bahkan sering saya
direkomendasikan teman jurnalis atau agensi lain dan teman lainnya itu mengikuti Instagram saya
atau menghubungi saya lewat WhatsApp.
Di sisi lain tiga klaim yang ditemukan Profesor Caroline saya sendiri memiliki pandangan
yang sama dengan beliau. Klaim pertama menyebutkan bahwa komunikasi antar interpersonal itu
tergantung dari konten yang dibahas bukan dari media atau platform yang digunakan.
Pada akhirnya memang konten atau tema yang dibahas yang akan mengerucutkan
komunikasi interpersonal kita melalui media mana pun. Konten disini bisa dibilang adalah
urusan, bisinis, kepentingan, dan lain sebagainya.
Dengan orang yang dekat saja meskipun itu rasa sayang itu termasuk urusan atau
hubungan yang dijaga untuk meningkatkan kualitas hubungan maupun komitmen. Begitu pula
dengan urusan profesional seperti profesi jurnalis saya dan untuk bisa terus bermanfaat
memberitakan isu teknologi maka saya harus menjaga integritas saya melalui tulisan, loyalitas
sebagai karyawan, dan kepercayaan hingga menjaga hubungan baik dengan klien maupun pihak
yang bekerjasa sama.
Kemudian juga urusan properti saya juga akan mendekati orang yang menurut saya
berpengaruh untuk urusan penjualan seperti mencari manager yang kompeten dan mempunyai
leader skill yang baik. Untuk meningkatkan penjualan pun saya akan banyak mendekati leader
yang paham dengan kawasan suatu project.
Dengan begitu sama apapun hubungan pada dasarnya akan memiliki ikatan kuat selama
ada itensitas pertemuan, waktu yang dihabiskan bersama, hingga emosional yang dibangun.
Demikian juga klaim 2 yang menyebutkan hierarki bergantung pada grup dan itu saya rasakan
sebagai contoh saya memiliki beberapa komunitas.
Mulai dari komunitas sepeda misalnya yang di dalamnya ada Ketua, Sekretaris, dan
Bendahara. Di sana ada hierarki baik dari struktur organisasi maupun dari umur yang di
dalamnya terdiri dari berbagai usia khususnya paling banyak usia muda.
Klaim ketiga menyebutkan menambah atau mengurangi akses media yang digunakan
akan berpengaruh pada orang-orang yang memiliki ikatan yang lemah. Hal ini dicontohkan
berlaku untuk orang yang hanya mengandalkan Facebook atau media sosial saja untuk
berinteraksi.
Sehingga ketika Facebook ditutup maka akan hilang semua koneksinya. Tapi tidak
berlaku bagi orang yang sudah berinvestasi secara waktu dan pertemuan dengan beberapa orang
yang dipilih maka hal ini akan cenderung memiliki waktu yang panjang hubungannya selama
mereka masih menyimpan nomor handphone, email, dan pilihan salah satu media lainnya untuk
terkoneksi.
Temuan teori ini memang sudah teruji melalui serangkaian tes dan penelitian
menggunakan metode kuantitatif yang mengandalkan banyak responden sehingga meskipun
data-data akurat namun masih memiliki celah karena suatu hubungan itu fluid atau cair.
Latihan Fokus Pemahaman Teori
1. Sebagai seorang jurnalis saya memiliki keuntungan karena merupakan jebolan
Majalah Gatra. Di kampus saya juga berorganisasi dan banyak senior yang dekat
dengan saya. Hal ini membuat saya memiliki karakter yang justru banyak diajak
diskusi dengan senior atau orang yang lebih tua.
Di dunia jurnalis juga demikian saya memiliki pertemanan di usia tua dan yang muda.
Jadi ketika ada orang yang memiliki hubungan yang lemah dengan saya biasanya saya
mendapatkan channel melalui salah satu teman seperti dikenalin atau
direkomendasikan.
Namun ada juga saya memiliki hubungan yang kurang kuat dibandingkan teman saya
yang memiliki jaringan sebagai influencer ke vendor yang lebih dekat. Disini mungkin
teman saya ini akan merekomendasikan saya kepada vendor tersebut untuk
kepentingan pemberitaan.
Atau bahkan saya dengan orang- orang yang memiliki kedekatan atau hubungan yang
kuat, mereka mengetahui saya seorang jurnalis, pembaca tarot hingga mungkin
seorang consultant properti sehingga mereka dalam satu waktu merekomendasikan
kepada teman lainnya.
2. Saya memiliki dua orang sahabat dekat sebut saja R dan K.
R saya bisa berkomunikasi dengan dia melalui WhatsApp biasa, WhatsApp bisnis,
Telegram, email properti, email pribadi, TikTok, Facebook, Instagram, X Twitter,
Grup WhatsApp, Linked In, YouTube, SMS, dan panggilan lewat operator seluler.

Lalu K saya hanya berkomunikasi dengan WhatsApp biasa, WhatsApp bisnis, google
hangout, dan email. Sementara koneksi lemah saya dengan bos properti saya baik
owener maupun Principle/ Leader karena saya hanya menggunakan WhatsApp
personal dan grup untuk bisa berkomunikasi dengan mereka Now do the same for
two or three weak ties.

Saya memiliki beberapa komunitas atau grup secara mudah dikatakan ada di
WhatsApp. Ekspektasi yang besar diantara grup yang saya hadir ialah ketika berada di
komunitas sepeda dan RW karena menyangkut di lingkungan rumah di mana di
sanalah saya berinteraksi di lingkungan tinggal. Ada harapan untuk menuangkan hobi,
keorganisasian, kegiatan untuk warga di rumah dan lainnya.

Ekspektasi kedua dalam grup ada di kantor utama yang di sana eksistensi saya sebagai
jurnalis hadir. Di sana saya mencurahkan kreativitas dan pikiran saya untuk
mengedukasi pembaca.

Kemudian saya juga mengasah diri di dunia properti. Di komunitas saya belajar
dengan tim di dalam dan leader yang ada. Kemudian di lapangan saya bertemu
konsumen menghandle kebutuhan pencarian rumah mereka sampai proses pembelian
selesai.
3. Handphone adalah alat utama saya kerja sebagai profesi jurnalis dan consultant
properti. Saya juga membuat konten di YouTube untuk properti sehingga handphone
menjadi alat perang utama. Tanpa handphone akan berdampak sangat tidak baik.
Karena komunikasi kantor utama saya dari sana. Kantor utama di media teknologi
sudah tidak mewajibkan saya ke kantor. Saya bisa kerja di mana saja sehingga online
dari handphone itu sebuah keharusan jam berapa pun ketika dibutuhkan saya siap.

Demikian pula dengan profesi saya sebagai consultant properti saya selalu
mendapatkan database konsumen yang tertarik dengan project yang diiklankan
kantor.

Mulai dari menjelaskan dengan detail produk rumah hingga janjian bertemu semua
menggunakan handphone sehingga saya selalu mengisi pulsa dan mengisi paket kuota
yang cukup jangan sampai kehabisan dan saya lost contact dengan klien.

4. Alat komunikasi yang menurut saya nyaman saya gunakan ialah WhatsApp karena
semua orang menggunakan platform ini untuk chat maupun panggilan telepon.
Dengan voices notes juga kita bisa mengirim pesan suara tanpa harus mengganggu
dia menelepon. Kapanpun mereka bisa buka ketika sempat memegang handphone.

Selain WhatsApp saya suka melakukan panggilan dengan operator seluler karena pasti
akan diangkat oleh orang yang ditujua. Sementara yang saya tidak sukai menggunakan
media sosial untuk melakukan panggilan.

Sebenarnya saya juga tidak menyukai panggilan video WhatsApp jika bukan orang
terdekat. Karena terkadang ada orang yang apa-apa langsung panggilan video tanpa
meminta izin.

You might also like