You are on page 1of 9

Jurnal Anestesiologi Indonesia

LAPORAN KASUS

Lesionektomi dengan Elektrokortikografi pada Epilepsi


Refrakter: Manajemen Perioperatif
Perioperative Management in Electrocorticograph (ECoG) – guided
Lesionectomy on Adult with Refractory Epilepsy
Hari Hendriarto Satoto, Bondan Irtani Cahyadi
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/
RSUP Dr. Kariadi, Semarang, Indonesia

Korespondesi: hari-satoto@yahoo.com

ABSTRACT
Background: Refractory epilepsy is a form of epilepsy that does not respond to adequate
antiepileptic medication. Refractory epilepsy occurs in 30-40% patients with epilepsy.
Epilepsy surgery is a treatment for refractory epilepsy, and the usage of
electrocorticograph (ECoG) may be useful for locating the surgical zone. The anesthetic
agents used in surgery may have impact to the ECoG waves, therefore a special anesthetic
approach is needed. In this case report, the anesthetic perioperative management for
ECoG assisted lesionectomy in refractory epilepsy surgery will be disscussed.
Case: A 24 year old man with refractory epilepsy, post craniotomy for intracranial
electroencephalography (EEG) placement, post craniotomy for extra dural haemorraghe
(EDH) evacuation, bronchitis on medication, was scheduled to undergo a lesionectomy
surgery using ECoG. The patient had a history of epilepsy and routinly consumed
valproic acid as an antiepileptic medication, but the seizures were reimained. The form
of the seizures were shaking of both arms, especially the left side. The duration was about
10 minutes, with the frequencies were about 2-10 times per day. Before the episodes, the
patient usually felt a tingling sensation on both arms, and after the episodes he felt
drowsy. During surgery the patient was given maintenance doses of propofol and
rocuronium. While recording ECoG, the propofol infusion was stopped, while
rocuronium was continued. After recording the ECOG, resection and maintenance dose
of propofol was again administered until the operation was completed.
Discussion: Lesionectomy or resection surgery is a surgical procedure in which the
epileptogenic zone is resected without causing a permanent neurological deficit. The
usage of intraoperative or extraoperative subdural EcoG is useful to locate the
epileptogenic zone accurately. When the ECoG is used, general anesthesia needs to be
adjusted so the ECoG waves could be maintained.
Conclusion: Low dose Anesthetic agents such fentanyl, alfentanyl, ramifentanyl,
sufentanyl and propofol can be used for epileptic surgery with no effect on background
ECoG, a special anesthetic approach is needed.

Keywords: anesthesia; electrocorticograph; epilepsy surgery; lesionectomy; refractory


epilepsy

Volume 14, Nomor 2, Tahun 2022 109


Jurnal Anestesiologi Indonesia

ABSTRAK
Latar belakang: Epilepsi refrakter merupakan epilepsi yang tidak membaik dengan
pemberian obat anti epilepsi yang adekuat. Epilepsi refrakter terjadi pada 30-40% pasien
dengan epilepsi. Bedah epilepsi merupakan salah satu tatalaksana dalam epilepsi
refrakter, dan penggunaan elektrokortikografi dapat membantu menentukan daerah yang
dioperasi. Penggunaan obat-obatan anestesi memiliki pengaruh terhadap gelombang
electrocorticography (ECoG), sehingga diperlukan pendekatan anestesi khusus. Pada
laporan kasus ini akan dibahas manajemen perioperatif anestesi untuk operasi
lesionektomi dengan bantuan ECoG pada pasien epilepsi refrakter.
Kasus: Seorang laki-laki 24 tahun dengan epilepsi refrakter, post kraniotomi pemasangan
EEG intrakranial, post kraniotomi evakuasi extra dural haemorraghe (EDH), bronchitis
dalam pengobatan direncanakan untuk dilakukan tindakan lesionektomi dengan
elektrokortikografi. Pasien memiliki riwayat epilepsi dengan pengobatan rutin berupa
asam valproat, namun kejang masih terus terjadi. Kejang berupa kelojotan pada kedua
lengan terutama sisi kiri. Kejang berdurasi 10 menit dengan frekuensi kejang 2-10 kali
per hari. Sebelum kejang pasien seringkali merasakan adanya kesemutan pada kedua
lengan, dan setelah kejang pasien merasa mengantuk. Durante operasi pasien diberikan
dosis maintainace dari propofol dan rocuronium. Saat perekaman ECoG, infus propofol
dihentikan, sementara rocuronium tetap diberikan. Setelah perekaman ECoG, dilakukan
reseksi dan dosis maintainance propofol kembali diberikan sampai operasi selesai.
Pembahasan: Bedah reseksi atau lesionektomi merupakan bedah pengangkatan daerah
epileptogenik tanpa menyebabkan defisit neurologi permanen. Penggunaan subdural
ECoG intraoperatif atau ekstraoperatif dapat membantu untuk menentukan zona
epileptogenik akurat. Apabila ECoG dilakukan, anestesi umum perlu disesuaikan agar
gelombang ECoG dapat dipertahankan.
Kesimpulan: Agen anestesi dosis rendah seperti fentanil, alfentanil, remifentanil,
sufentanil dan propofol dapat digunakan untuk operasi epilepsi tanpa mempengaruhi
ECoG.

Kata Kunci: anestesi; bedah epilepsi; elektrokortikografi; epilepsi refrakter;


lesionektomi

PENDAHULUAN penelitian Kelompok Studi Epilepsi


Epilepsi merupakan gangguan kronis Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
pada otak yang ditandai dengan adanya 2 Indonesia (POKDI PERDOSSI) selama
bangkitan tanpa provokasi dengan 6 bulan tahun 2013, didapatkan 2.288
interval antar bangkitan lebih dari 24 pasien dari 18 rumah sakit, dimana rerata
jam.1 Epilepsi memiliki angka kejadian usia kasus baru adalah 25,06 ± 16,9
yang tinggi, khususnya di negara tahun dan kasus lama 29,2 ± 16,5 tahun.
berkembang dengan insidensi 61- Sebanyak 77,9% berobat pertama kali ke
124/100.000 anak per tahun. Insidensi dokter spesialis saraf dan 6,8% berobat
epilepsi di Indonesia sendiri belum ke dokter umum, sedangkan sisanya
diketahui secara pasti karena tidak semua berobat ke dukun dan tidak berobat.3
pasien dengan epilepsi terjangkau oleh Penyakit epilepsi dapat mengganggu
fasilitas kesehatan.2 Berdasarkan kualitas hidup baik karena komorbiditas,

Volume 14, Nomor 2, Tahun 2022 110


Jurnal Anestesiologi Indonesia

efek jangka panjang dari pengobatan, namun selama pengobatan masih sering
keterbatasan sosial dan aktivitas harian timbul kejang yang berupa gerakan
penderita, serta membutuhkan biaya kelojotan pada kedua lengan terutama
cukup banyak.2 lengan kiri. Kejang berdurasi 10 menit
dengan frekuensi kejang beragam 2-10
Epilepsi refrakter merupakan epilepsi kali per hari. Sebelum kejang pasien
memiliki kejang yang tidak dapat seringkali merasakan adanya kesemutan
dikontrol dengan pengobatan anti pada kedua lengan, dan setelah kejang
epilepsi yang adekuat, hal ini terjadi pada pasien merasa mengantuk. Pasien juga
30-40% pasien dengan epilepsi.4 mengeluhkan adanya batuk 2 hari
sebulum masuk rumah sakit dan
Bedah epilepsi merupakan salah satu dikonsulkan ke dokter paru.
pendekatan epilepsi refrakter dengan
tujuan untuk agar pasien epilepsi bebas AMPLE
bangkitan atau menurunkan frekuensi Allergy: Alergi disangkal
dengan efek samping minimal.5 Medication: Parasetamol, omeprazole,
Penggunaan subdural ECoG fenitoin, depakote, diazepam, nebulizer
intraoperatif atau ekstraoperatif dapat ventolin + flixotide, N-Asetilsistein,
membantu untuk menentukan lokasi vitamin A, vitamin B Kompleks, vitamin
yang lebih akurat, yaitu zona C, zinc .
epileptogenik yang akan diangkat atau Past illness: epilepsi refrakter, riwayat
diputuskan koneksinya saat operasi kraniotomi pemasangan EEG
pembedahan.6 Penggunaan obat anestesi Intrakranial dengan GA 2 hari
dalam pembedahan dapat mengganggu sebelumnya, operasi kraniotomi
gelombang epileptiform saat ECoG, evakuasi EDH dengan GA 1 hari
sehingga diperlukan pendekatan anestesi sebelumnya. Bronkitis dalam
tersendiri.6,7 Pada laporan kasus ini pengobatan. Riwayat sakit tiroid maupun
dilakukan pembahasan mengenai asma disangkal.
manajemen anestesi perioperatif untuk Last meal: 6 jam preoperasi
tindakan lesionektomi dengan Event/Environmental: Batuk berdahak,
ekokortikografi. kejang 4 kali sejak 1 hari sebelum
operasi selama 1 menit
KASUS
Pasien Pemeriksaan Fisik
Seorang laki-laki 24 tahun dengan Pasien tampak sakit sedang dengan
epilepsi refrakter, post kraniotomi kesadaran compos mentis glasgow coma
pemasangan EEG intrakranial, post scale (GCS) E4M6V5. BB= 46 kg, TB =
kraniotomi evakuasi EDH, bronkitis 163 cm.
dalam pengobatan direncanakan untuk
dilakukan tindakan lesionektomi dengan Vital sign: TD = 135/99 mmHg, HR = 84
elektrokortikografi. x/menit, RR = 18 x/menit, T = 36,9ºC,
SpO2 = 98% dengan NK 3 lpm.
Anamnesa Kepala = Tampak luka bekas operasi
Pasien dikonsulkan ke bagian anestesi tertutup kassa dengan kabel EEG intra
dengan keluhan kejang berulang sejak 2 kranial frontal, posterior, dan koronal.
tahun yang lalu, dikatakan epilepsi dan Mata = anemis (-), ikterik (-), pupil
berobat rutin dengan spesialis saraf. Obat isokor. Mulut = Mallampati II, buka
yang diminum rutin yaitu asam valproat, mulut 3 jari. Leher = massa (-), deviasi

Volume 14, Nomor 2, Tahun 2022 111


Jurnal Anestesiologi Indonesia

trakea (-), kaku kuduk (-). Terpasang tak tampak infark, perdarahan maupun
CVC di regio subklavia kiri, drainase tanda peningkatan tekanan intra kranial
lancar. Thoraks = paru-paru = dada (TIK). Pelebaran sisterna magna.
simetris, gerakan normal, perkusi dan Hipertrofi konka nasal inferior kiri.
palpasi = dalam batas normal, auskultasi
= suara dasar vesikuler, wheezing (-), Rencana tindakan: lesionektomi dengan
rhonchi (-). Jantung = bunyi jantung 1-2 elektrokortikografi pada pasien epilepsi
regular, murmur (-), gallop (-). Abdomen refrakter.
= supel, BU (+) normal. Ekstremitas =
edema (-), motorik dan sensorik dalam Persiapan Operasi
batas normal. Kamar operasi diinformasikan untuk
persiapan operasi dan ICU dipersiapkan
Pemeriksaan Laboratorium untuk pemindahan pascaoperasi. Pasien
Hb = 12,4 g/dL. Ht = 36,8%. Leukosit diberikan edukasi mengenai operasi dan
15.800 /uL. Trombosit 572.000 /uL. Na dilakukan screening anestesi dan
= 137. K = 3,9. Cl = 103 mmol/L. Mg = penentuan status ASA.
0,7. Ca = 2,3. GDS = 135 mg/dL. Ureum
= 14 mg/dL. Kreatinin = 0,89 mg/dL. Persiapan Anestesi
Asam Laktat = 13,0. Albumin = 2,9. PPT Pasien dipuasakan selama 6 jam dan
18,3/15,3 detik. PTTK 25,5/30,3 detik. pasien sudah dipasangkan infus dan
D-Dimer 2550. Fibrinogen = 116. selang kateter. Obat antiepilepsi ditunda.
Loading cairan dengan kristaloid.
Pemeriksaan Penunjang Lain Premedikasi dengan ondansetron,
Foto thoraks = CVC terpasang dari arah deksametason, dan ketorolak. Pasien
subklavia kiri dengan ujung distal pada dipasangkan alat monitor dan terpantau
paravertebrata kanan setinggi korpus TD = 122/78 mmHg, HR = 89 kali/menit,
vertebra Th 6 – 7, cor dan pulmo tak RR 19 kali/menit, SpO2 = 99 % room
tampak kelainan. air, EKG normo sinus rhythm. Pasien
diinduksi dengan propofol, fentanyl dan
EEG = kejang kali (tidur 3 kali, bangun atracurium. Setelah induksi terpantau TD
2 kali), semiologi: lengan kiri tonik fleksi = 118/66 mmHg, HR = 77 kali/menit, RR
ke atas, lengan kanan terangkat berusaha = 18 kali/menit, SpO2 = 98 %, EKG
memegang tangan kiri, pernah disertai normo sinus rhythm. Pasien diintubasi
klonik halus kedua lengan terutama kiri, dan dipasangkan endotracheal tube
pasca kejang, pasien bengong sebentar. (ETT) non kinking. Dilakukan blok scalp
Di luar perekaman pasien mengaku dengan bupivakain.
sebelum kejang ada rasa kesemutan di
wajah dan lengan kiri. Bangkitan epilepsi Durante Operasi
yang secara semiologi berasal dari lobus Pasien diberikan dosis maintainace dari
frontal/parietal sisi kanan dengan propofol dan rocuronium. Saat
gambaran EEG general kadang dominan perekaman ECoG, infus propofol
centroparietal kanan, didapatkan dihentikan, sementara rocuronium tetap
gelombang epileptik interiktal pada regio diberikan. Setelah perekaman ECoG,
central kanan. dilakukan reseksi dan dosis
maintainance propofol kembali
Magnetig resonance imaging (MRI) = diberikan sampai operasi selesai. Selama
Tidak tampak gambaran atrofi maupun operasi tidak didapatkan adanya episode
sklerosis pada hipokampus kanan kiri, kejang fokal dan tanda-tanda vital stabil.

Volume 14, Nomor 2, Tahun 2022 112


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Pascaoperasi kejang yang terjadi. Diagnosis refrakter


Pasien diobservasi di PACU dengan TD terjadi apabila obat yang digunakan
= 119/75 mmHg, HR = 69 kali/menit, RR paling sedikit 2 macam obat dengan
= 20 kali/menit, SpO2 = 99%, EKG dosis yang dapat ditolerir. Diagnosis
normo sinus rhytm. Pasien kemudian refrakter biasanya dipertimbangkan jika
dipindahkan ke ICU untuk observasi sudah 1 - 2 tahun dari kejadian epilepsi
lebih lanjut dengan terapi anti kejang dari yang tidak terkontrol.5 Mesial temporal
spesialis bedah saraf. lobe epilepsy (MTLE) merupakan tipe
epilepsi tersering pada remaja dan
PEMBAHASAN dewasa yang biasanya refrakter dan
Epilepsi didefinisikan sebagai sebuah dapat diatasi dengan pembedahan. Lesi
gangguan kronis di otak yang ditandai yang terdapat pada MTLE adalah
dengan minimal 2 episode bangkitan sklerosis pada hipokampus.4
tanpa provokasi yang terjadi dengan
interval lebih dari 24 jam, atau satu Bedah epilepsi merupakan salah satu
episode bangkitan tanpa provokasi pendekatan tatalaksana untuk epilepsi
dengan kemungkinan berulangnya yang sudah mengalami resisten terhadap
kejang dalam 10 tahun sama dengan 2 obat. Tujuan dari tindakan ini adalah
episode kejang, atau kondisi yang sudah untuk tercapainya bebas bangkitan atau
didiagnosis sindrom epilepsi sebelumnya menurunkan frekuensi dengan efek
oleh dokter yang kompeten.1 Etiologi samping minimal. Tindakan ini
dari epilepsi dapat disebabkan oleh diindikasikan untuk kasus epilepsi yang
etiologi struktural, genetik, infeksi, berpotensi akan membaik seperti adanya
metabolik, imun, maupun belum sklerosis hipokampus, ganglioglioma,
diketahui (diagnosis berdasarkan usia, dysembrioplastic neuroepithelial tumor
semiologi bangkitan, dan pemeriksaan (DNET), cavernous angioma, displasia
EEG.3 korteks, ensefalitis rasmussen,
hemimegalensegali, stuge weber, dan
Tujuan pengobatan dari epilepsi adalah sindroma lenox gestaut.3,10 Terdapat
tidak adanya bangkitan dan tidak ada beberapa jenis terapi pembedahan untuk
efek samping secepat mungkin. Oleh epilepsi. Bedah reseksi atau lesionektomi
karena itu intervensi dini yang tepat merupakan bedah pengangkatan daerah
berpengaruh untuk mencegah terjadinya epileptogenik tanpa menyebabkan defisit
kejang rekuren dan defisit progesif neurologi permanen. Daerah
lainnya.8 30-40% pasien epilepsi epileptogenik ini ditentukan berdasarkan
memiliki kejang yang tidak dapat semiologi, temuan interictal dan ictal
dikontrol dengan pengobatan anti pada EEG, dan temuan lesi pada FDG-
epilepsi yang adekuat, hal ini disebut PET, SPECT, atau MRI.11 Pada epilepsi
dengan epilepsi refrakter.4 fokal tanpa adanya lesi, dibutuhkan
monitoring yang invasif. Sebagian besar
Diagnosis dari epilepsi refrakter dapat pembedahan epilepsi merupakan reseksi
ditegakkan dengan menyingkirkan pada bagian lobus anterotemporal.5
refrakter palsu yang berhubungan
dengan kejang nonepileptik, pengobatan Penentuan zona epileptogenik sangatlah
obat anti epilepsi yang tidak adekuat, penting sebelum dilakukan pembedahan.
atau adanya faktor-faktor pencetus Penggunaan MRI untuk menentukan
kejang lainnya.9 Monitoring EEG kelainan struktural tidak selalu
dibutuhkan untuk menentukan jenis menunjukan penyebab epilepsi sehingga

Volume 14, Nomor 2, Tahun 2022 113


Jurnal Anestesiologi Indonesia

dibutuhkan pemeriksaan EEG tambahan pasien harus dimotivasi secara


yang dicocokkan dengan gejala klinis psikologis terutama jika kraniotomi
pasien.12 Penggunaan EEG scalp dapat sadar dilakukan. Pada premedikasi,
membantu namun kurang presisi untuk penggunaan obat-obatan benzodiazepin
menentukan lokasi. Penggunaan perlu dihindari, dan pemberian obat
subdural ECoG intraoperatif atau antikejang dapat diberikan setelah
ekstraoperatif dapat membantu untuk dikonsultasikan dengan ahli saraf atau
menentukan lokasi yang lebih akurat. bedah saraf. Terdapat beberapa pilihan
Penemuan daerah interiktal yang teknik anestesi untuk operasi epilepsi,
melonjak atau zona iritatif yang melebar yaitu dengan anestesi umum atau
daripada saat ictal merupakan gold kraniotomi sadar, yang dapat meliputi
standard dalam melokalisasi zona teknik perawatan anestesi termonitor,
epileptogenik. Penggunaan ECoG atau teknik operasi asleep-awake-asleep
intraoperatif biasanya hanya dilakukan (AAA).14 Pada anestesi umum, zona
dalam waktu yang singkat sehingga epileptogenik harus sudah ditentukan
terkadang tidak menangkap gelombang sebelumnya karena penggunaan obat-
yang diinginkan sehingga pemantauan obatan ini akan mengurangi aktivitas
sebelum operasi sangat dibutuhkan.6,13 ECoG. Penggunaan teknik anestesi ini
biasa dilakukan pada reseksi lobus tanpa
Manajemen anestesi perioperatif ECoG. Apabila ECoG dilakukan maka
meliputi persiapan preoperatif, kedalaman anestesi harus dikurangi.
premedikasi, intraoperatif, dan post Induksi dapat dilakukan dengan agen
operatif. Selama persiapan preoperatif, intravena seperti propofol dan fentanil.

Gambar 1. Efek Obat Anestesi terhadap Elektrokortikografi 3

Volume 14, Nomor 2, Tahun 2022 114


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Penggunaan obat inhalasi seperti yang dapat memanipulasi aktivitas


isofluran dan desfluran juga dapat epileptiform. Penggunaan anestesi
diberikan. Kraniotomi sadar atau awake umum dapat menyebabkan penggunaan
craniotomy lebih diunggulkan karena ECoG kurang menunjukkan gelombang
dapat melokalisasi dengan lebih baik pada daerah yang dieksplorasi. Akan
zona yang akan diangkat.15,16 Pada teknik tetapi, penggunaan anestesi lokal yang
monitored anesthesia care, blok saraf di memiliki kelebihan untuk memetakan
scalp dilakukan dengan sedasi ringan. lokasi epileptiform sulit dilakukan
Setelah duramater dibuka, pemberian terutama pada anak-anak dan dewasa
infus ramifentanil atau dexmedetomidine yang kurang operatif. Penggunaan obat
dapat tergus digunakan. Pemberian anestesi halogen seperti halotan, nitrous
propofol dapat dihentikan 15 menit oxide, desfluran, enfluran, isofluran,
sebelum dilakukan pemetaan kortikal.17 sevofluran dapat memproduksi reduksi
Pada teknik anestesi AAA, diberikan dari amplitudo dan frekuensi EEG
anestesi umum sebelum dan setelah setelah aktivasi inisial tergantung dari
pemetaan. Pada anestesi ini patensi jalan dosis yang digunakan. Apabila
napas harus diperhatikan dimana, pada penggunaannya sangat dibutuhkan pada
saat pasien tidak sadar harus digunakan, pasien yang tidak koperatif, barbiturat
namun dilepas saat pasien akan bangun. yang memiliki kerja cepat dapat
Patensi ini dapat menggunakan digunakan. Menghentikan obat anestesi
laryngeal mask airway (LMA) maupun kerja cepat 10-15 menit sebelum
ETT. Penggunaan LMA lebih sering perekaman ECoG biasanya dapat
digunakan karena lebih mudah untuk menghasilkan pembacaan ECoG yang
memasukkan, dikeluarkan, dan baik.
dipasangkan kembali tanpa merubah
posisi pasien. Pada teknik ini, blok scalp Penggunaan obat narkotik kecuali pada
dilakukan setelah induksi anestesi.7 alfentanil, memiliki efek yang minimal
Apabila dalam operasi terjadi kejang terhadap aktivitas gelombang pada
fokal, penanganan pertama yang dapat ECoG. Penggunaan obat opioid dosis
digunakan adalah dengan mengirigasi tinggi dapat menyebabkan peningkatan
zona operasi dengan cairan saline dingin. gelombang epileptiform, oleh karena itu
Apabila manuver gagal maka dapat hal ini dapat membantu proses
diberikan propofol bolus 10 - 30 mg. Jika melokalisasi area epileptogenik.
kejang belum berhenti maka pemberian
tambahan benzodiazepin seperti Penggunaan obat sedatif hipnotik
midazolam atau tiopental dapat intravena seperti barbiturat, droperiodl,
diberikan. Pada perawatan pascaoperasi, benzodiazepin, propofol, dan etomidat
penggunaan obat antikejang biasanya juga dapat menyebabkan depresi dari
ditunda untuk melihat perbaikan gelombang EEG setelah pemberian dosis
pascaoperasi.18 Terjadinya kejang inisial, sedangkan obat-obatan yang
postictal dapat menutupi kewaspadaan melemahkan otot hanya memberikan
kejang akibat perdarahan intrakranial, efek yang minimal.19,20 Penggunaan
oleh karena itu dibutuhkan observasi propofol dapat menginduksi aktivitas
yang lebih ketat. Apabila terdapat kejang interiktal sehingga dapat dibaca pada
tonik klonik generalisata, obat lini EEG namun pada dosis tinggi dapat
pertama yang dapat diberikan adalah menyebabkan penghambatan aktivitas
benzodiazepin.7 Penggunaan obat-obatan elektrik. Penggunaan propofol ini cukup
anestesi dipertimbangkan sebagai faktor popular dalam sedasi sadar dalam

Volume 14, Nomor 2, Tahun 2022 115


Jurnal Anestesiologi Indonesia

operasi epilepsi agar dapat Refractory Epilepsy. Annals of


mengidentifikasi zona epileptogenik. Indian Academy of Neurology.
Metabolisme propofol yang singkat 2014.
dapat menginduksi tidur pada pasien 5. Beleza, Pedro. Refractory Epilepsy:
dengan cepat untuk proses kraniotomi A Clinically Oriented Review.
dan eliminasinya yang cepat dapat European Neurology. 2009. DOI:
membuat pasien mudah dibangunkan 10.1159/000222775.
dan ECoG dibaca.6 6. Kuruvilla, Abraham. Flink, Roland.
Intraoperative Electricorticography
Pada pasien dengan MLTE karena in Epilepsy Surgery: Useful or Not?.
sklerosis hipokampus, reseksi temporal Elsevier. 2003.
dilakukan pada 60% kasus. 60 -70% 7. Shetty, Anita, et al. Anesthesia
pasien pasca pembedahan ini bebas Considerations in Epilepsy Surgery.
kejang dalam follow up 1 - 2 tahun, International Journal of Surgery.
namun hanya 58% dalam follow up 10 Elsevier. 2015.
tahun. Penelitian yang diakukan oleh 8. Maros H, Juniar S. Persepsi Dokter
menunjukkan bahwa 66,9% pasien Terhadap Kolaborasi dengan
terbebas dari kejang klasifikasi Engel 1.9 Apoteker pada Pengobatan Pasien
Hasil akhir dari pembedahan ini sangat Anak Epilepsi di Klinik Saraf
bergantung pada penyebab epilepsi dan Rumah Sakit X.
keakuratan dari lokalisasi daerah yang 2016;(1102059101):1–23.
direseksi.5,21 9. Mahendrakrisna D, Taslim Pinzon
R. Tatalaksana Epilepsi Refrakter.
KESIMPULAN Cermin Dunia Kedokt.
Intervensi pembedahan epilepsi 2020;47(9):505.
merupakan opsi dalan penatalaksanaan 10. Munakomi S, M Das J. Epilepsy
epilepsi refrakter. Penggunaan ECoG Surgery. [Updated 2022 Feb 9]. In:
dapat membantu menentukan lokasi StatPearls [Internet]. Treasure
yang akan dilakukan pembedahan. Island (FL): StatPearls Publishing;
Penggunaan agen anestetik memiliki 2022 Jan-. Available from:
efek pada gelombang epileptiform yang https://www.ncbi.nlm.nih.gov/book
dibutuhkan dalam ECoG, sehingga s/NBK562151/.
diperlukan teknik anestesi khusus dalam 11. Von Lehe M, Wellmer J, Urbach H,
pembedahan epilepsi. Schramm J, Elger CE, Clusmann H.
Insular lesionectomy for refractory
DAFTAR PUSTAKA epilepsy: Management and
1. Fisher, Robert S., et al. A Practical outcome. Brain. 2009;132(4):1048–
Definition of Epilepsy. ILAE 56.
Official Report. International 12. Usman SM, Khalid S, Akhtar R,
League Against Epilepsy. 2014. doi: Bortolotto Z, Bashir Z, Qiu H. Using
10.1111/epi.12550. scalp EEG and intracranial EEG
2. Pedoman Nasional Pelayanan signals for predicting epileptic
Kedokteran Tatalaksana Epilepsi seizures: Review of available
pada Anak. Kemenkes. 2017. methodologies. Seizure [Internet].
3. Pedoman Tata Laksana Epilepsi: 2019;71(March):258–69. Available
Kelompok Studi Epilepsi from:
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf https://doi.org/10.1016/j.seizure.20
Indonesia (PERDOSSI). 2019. 19.08.006
4. Engel, Jerome. Approches to
Volume 14, Nomor 2, Tahun 2022 116
Jurnal Anestesiologi Indonesia

13. Yang T, Hakimian S, Schwartz TH. 2015;31(1):27–9.


Intraoperative electroCorticoGraphy 18. Abood W, Bandyopadhyay S.
(ECog): Indications, techniques, and Postictal Seizure State. [Updated
utility in epilepsy surgery. Epileptic 2022 Jul 12]. In: StatPearls
Disord. 2014;16(3):271–9. [Internet]. Treasure Island (FL):
14. Wang X, Wang T, Tian Z, Brogan StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
D, Li J, Ma Y. Asleep-awake-asleep Available from:
regimen for epilepsy surgery: A https://www.ncbi.nlm.nih.gov/book
prospective study of target- s/NBK526004/.
controlled infusion versus manually 19. Wehrmann T, Grotkamp J ]rg,
controlled infusion technique. J Clin Stergiou N, Riphaus A, Kluge A,
Anesth [Internet]. 2016;32:92–100. Lembcke B, et al.
Available from: Electroencephalogram monitoring
http://dx.doi.org/10.1016/j.jclinane. facilitates sedation with propofol for
2015.11.014 routine ERCP: A randomized,
15. Sahjpaul R. L. (2000). Awake controlled trial. Gastrointest Endosc.
craniotomy: controversies, 2002;56(6):817–24.
indications and techniques in the 20. Baoguo W, Al. E. Effect of Sedative
surgical treatment of temporal lobe and Hypnotic Doses of Propofol on
epilepsy. The Canadian journal of the EEG Activity of Patients With or
neurological sciences. Le journal Without a History of Seizure
canadien des sciences Disorders. J Neurosurg Anesthesiol.
neurologiques, 27 Suppl 1, S55– 9(4):335–40.
S96. htt. 21. Ravat, Sangeeta, et al. Surgical
16. Skucas AP, Artru AA. Anesthetic Outcomes in Patients with
complications of awake Intraoperative Electrocorticography
craniotomies for epilepsy surgery. (EcoG) guided Epilepsy Surgery-
Anesth Analg. 2006;102(3):882–7. Experiences of a Tertiary Care
17. Das S, Ghosh S. Monitored Centre in India. International
anesthesia care: An overview. J Journal of Surgery. 2016.
Anaesthesiol Clin Pharmacol.

Volume 14, Nomor 2, Tahun 2022 117

You might also like