Professional Documents
Culture Documents
Siapa dia?
Ia Bernama lengkap Idris bin Abdullah bin Hasan bin Ali, juga dikenal sebagai “Idris
yang tua” (Arab: Idris Al-Akbar)[1]. Garis keturunannya menyambung sampai Hasan bin Ali,
yang merupakan putra dari Fatimah dan cucu dari Nabi Muhammad SAW. Ia merupakan
pewaris Bani Abbasiyah dan dianggap sebagai pendiri Dinasti Idrissiyah yang nantinya akan
menjadi tonggak awal berdirinya Kerajaan Maroko, seperti yang kita ketahui saat ini.
Penyebutan “Moulay” di depan namanya, merupakan istilah yang digunakan orang-orang
Maghribul Aqsha (wilayah Maroko) untuk memuliakan keturunan Nabi SAW. Hal ini berbeda
dengan daerah lain, yang menisbatkan gelar Syarif atau Sayyid untuk anak keturunan Ali dan
Fatimah dari anak cucu Hassan dan Hussein. Kadang, keturunan Hussain disebut dengan
“Sayyid” dan keturunan Hassan disebut dengan “Syarif”. Unsur yang suci ini dibarengi
penyebutannya dengan shalawat kepada Nabi SAW. Sebagaimana shalawat adalah
kebanggaan abadi umat Islam, yakni penghormatan yang berkaitan dengan syafaat yang
diharapkan dari kakek mereka, Nabi terpilih Muhammad SAW[2].
Perang Fakh
Keadaan damai berubah menjadi keadaan perang dengan kaum Syi’ah dan Alawiyyun,
ketika Musa Al-Hadi menduduki kekhalifahan pada tahun 785 M. Dimana Al-Hadi menganut
paham politik yang berseberangan dengan ayahnya Al-Mahdi. Dia menganiaya kaum
Alawiyyun, memberlakukan mereka seperti tahanan kerajaan dan menuduh mereka dengan
tuduhan-tuduhan palsu. Salah satunya, menuduh mereka melanggar ajaran Islam dengan
melakukan hal-hal yang diharamkan. Dia menjatuhkan hukuman pada mereka. Kemudian
mengalungkan tali dileher mereka dan memerintahkan mereka diarak keliling kota dengan
punggung terbuka untuk mempermalukan mereka. Dia menuntut agar mereka di arak setiap
hari, sehingga menjauhkan mereka dari umat Islam
Tindakan ini membuat kaum Syi’ah dan Alawiyyun marah, sehingga pemuka mereka
bernama Husein bin Ali, keturunan Hasan bin Ali, Bersama dengan kerabatnya Yahya bin
Abdullah dan Idris bin Abdullah (Moulay Idris) berencana melakukan pemberontakan di
Makkah selama ibadah haji tahunan. Maka pada tanggal 11 juni 786 M, Husein bin Ali
Bersama dengan pengikutnya yang berjumlah 300 orang berangkat menuju Makkah.
Mengetahui kejadian ini, khalifah Abbasiyah Musa Al-Hadi menunjuk pamannya untuk
menangani para pemberontak. Dengan pasukan Abbasiyah yang lebih unggul jumlah dan
perlengkapan, dibanding dengan kaum Alawiyyun, maka yang terjadi bukanlah pertempuran
melainkan pembantaian. Kedua kubu bertemu di wadi Fakh (sekitar 4 kilometer barat laut
Makkah). Pertempuran dimulai saat fajar, dimana pasukan Abbasiyah pun memenangkan
perperangan dengan telak. Lebih dari seratus pengikut husein tewas, dan kepala mereka
dibawa pasukan Abbasiyah untuk dilaporkan pada Al-Hadi, sedangkan yang lain
memanfaatkan aman untuk menyerah. Para jenazah yang tewas tidak terkubur di medan
perang selama tiga hari; Bani Abbasiyah tidak mengizinkan penguburan mereka sampai
binatang dan burung memakannya. Para ahli Sejarah menyebutkan bahwa, pertempuran ini
begitu hebatnya sampai sebelum dan sesudah Karbala, tidak ada bencana yang lebih parah
dan mengerikan daripada perang Fakh. Banyak puisi Syi’ah meratapi kematian mereka dan
sebagainya[6].
Idrissiyah sepeninggalnya
Setelah ayahnya terbunuh, Idris II dibesarkan oleh suku ibunya, Awraba. Mereka
meninggalkan Walila, Volubillis, menuju Fes. Disana Idris II mendapat Pendidikan terbaik.
Kecerdasannya mengingatkan kita pada Ibnu Sina, seorang ilmuwan muslim yang hampir
menguasai semua bidang ilmu pengetahuan. Ia mengerti dan menghafal isi Al-Quran pada
umur 8 tahun.
Dua puluh tahun setelahnya, Idris II membangun Kembali kota Fes. Dari sana ia
mengajarkan islam dan mendirikan kembali Dinasti Idrissiyah dibawah konsep ketauhidan
Islam. Meskipun Idris mempunyai simpati Syi’ah, negara yang didirikan putranya, Idris II
adalah Sunni dalam hal doktrin agama. Referensi yang ditemukan belakangan mengungkap
bahwa, Idris II adalah pendakwah di negeri Maroko sejak tidak kurang dari seperempat abad.
Oleh karena itu, ia tahu tentang medan dakwah nya dan kecenderungan-kecenderungannya
untuk menerima pemimpin dari kalangan Ahlul Bait (keluarga rasul). Ketika beliau kembali
untuk membangun rezim Idrissiyah, rakyat Maroko menemukan bahwa para syarif adalah
jalan keluar politik yang paling ideal bagi krisis keagamaan-sosial mereka. Dengan membaiat
Idris II, mereka mengembalikan ikatan dengan pokok kekhalifahan. Namun, kali ini ikatan
tersebut dengan pilihan mereka, karena Idris II bukanlah penakluk dan agresor. Pilihan di
seputar cabang keturunan nabi ini memberikan mereka kesempatan untuk menanamkan benih
spiritualitas yang berkembang pada fenomena sufi di kemudian hari[2].
Idris II sukses menjadikan Maroko sebagai salah satu pusat Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan Islam. Pada masa kekuasaan Idris II inilah Dinasti Idrissiyah melepaskan diri
dari Dinasti Abbasiyah. Idris II meninggal dunia pada usia 35 tahun pada tahun 828 M.
Dinasti ini berakhir pada 974 M. Pasca wafatnya Idris II, para penerusnya kebanyakan
melemah, kecuali Yahya bin Muhammad dan Yahya IV.
Referensi
1.^ DPpedia. (2001). Idris I of Morocco. 1(1).
2.^ Dedi Wahyudin. (2023). Panorama Pemikiran Islam Ulama Maroko. Lombok Barat. Alfa Press
Creative.
3.^ Purbiah Permatasari. (2015, 17 Maret). Moulay Idris, Kota Kelahiran Maroko. Diakses pada 9
maret 2024. Dari https://seberanglosari.wordpress.com/2015/03/17/moulay-idris-kota-kelahiran-
maroko/2/.
4.^ )39(12.)39(10 . المختصرفي تاريخ المغرب.)2020( . يوسف بوستي.
5.^ Noah Tesch. (2016). Dynasty Idrisyd : history of North Africa. Britannica.
6.^)2(,)1( ف. دار النهضة العربية للطباعة والنشر. بيروت. دولة األوارسة في المغرب.)1987( . الدكتور سعدون عباس نصرهللا.