You are on page 1of 5

https://kumparan.

com/anggit-pragusto-sumarsono/sejarah-arab-saudi-wahabi-serta-afiliasi-dengan-
inggris-melawan-utsmani-1tCJgPChFzt/2

Akhirnya Dinasti Saudi bekerjasama dengan Inggris untuk melawan Kekhalifahan Turki Utsmani.
Pilihan itu diambil dengan beberapa alasan salah satunya : Klan Ibnu Ar-Rasyid telah menguasai
sebagian besar wilayah kekuasaan Dinasti Saudi di Najd serta berafiliasi dengan Turki Utsmani.
Sedangkan Klan Ash Shabah di Kuwait tempat Dinasti Saudi meminta suaka berafiliasi dengan Inggris.
Peta Wilayah Hijaz dan Najd Beserta Sejarah Ekspansi Teritorial
Kerajaan Arab Saudi. (Foto: indrasr.blogspot.com)

Dinasti Saudi I
Dinasti Saudi berasal dari Saud Muhammad ibn Muqrin. Kakek Saud bernama Muqrin
tinggal di kawasan Hanifah, Najd, Jazirah Arab. Mereka berasal dari Dariya di kawasan Teluk
Arab. Karena itu mereka menyebut daerah yang ditempati di lembah Hanifah sebagai Dariya,
yang kemudian dikenal dengan Diriyah. Saud memperluas wilayahnya di sekitar Diriyah.
Kiprah Saud dilanjutkan anaknya bernama Muhammad Ibn Saud yang dianggap sebagai
pendiri Dinasti Saudi. Di saat ini muncul tokoh bernama Syeikh Muhammad ibn Abdul
Wahab. Muhammad ibn Abd al-Wahhāb memiliki nama lengkap Muhammad ibn Abd al-
Wahhāb ibn Sulaiman ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Rasyid ibn Barid ibn
Muhammad ibn al-Masyarif al-Tamimi al-Hambali al-Najdi.
Syeikh Muhammad ibn Abd al-Wahhab dilahirkan pada tahun 1115 H (1703 M) di kampung
Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Ia
tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya seorang tokoh agama di
lingkungannya. Sedangkan abangnya seorang qadhi (mufti besar), tempat masyarakat Najd
menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan agama.
Pemikiran yang dicetuskan Muhammad Abd al-Wahhab awal tujuannya adalah untuk
memperbaiki kedudukan umat Islam, gerakan ini bukan timbul sebagai reaksi terhadap
suasana politik seperti yang terdapat di Kekhalifahan Turki Utsmani, tetapi sebagai reaksi
terhadap paham tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam di waktu itu yang telah
dipengaruhi ajaran-ajaran tarekat yang semenjak abad ke-13 tersebar luas di dunia Islam.
Muhammad Bin Saud dari Dinasti Saudi menyambut prinsip-prinsip Islam yang diserukan
Syeikh Muhamamd ibn Abdul Wahab. Berawal dari sini, akhirnya gerakan Wahabi
bersentuhan kekuasaan. Oleh Dinasti Saudi, pemikiran Muhammad Abd. al-Wahhab menjadi
penyokong dan sumber inspirasi utama dalam membangun Dinasti Saudi, karena itu Dinasti
Saudi membawa dua misi : politik dan agama. Dinasti Saudi akhirnya dapat menganeksasi
banyak wilayah di Jazirah Arab.
Estafet kepemimpinan Dinasti Saudi dilanjutkan Abdul Azis ibn Muhammad ibn Su’ud.
Pembaruan Islam yang dilakukan secara politik dan agama yang merupakan kolaborasi
antara Dinasti Saudi dengan Gerakan Wahabi (Penyebutan untuk pengikut Muhammad ibn
Abdul Wahab) terus dilakukan. Sifat gerakan yang revolusioner tersebut ditolak Kekhalifahan
Turki Utsmani. Apalagi gerakan ini berhasil menduduki Kota Mekah dan Madinah yang
merupakan wilayah di bawah Kekhalifahan Turki Utsmani.
Kekhalifahan Turki Utsmani kemudian memerintahkan Mesir untuk merebut dua kota suci
Mekah dan Madinah. Muhammad Ali (penguasa Mesir) dapat merebut kembali Kota
Madinah pada tahun 1812M, dan kemudian juga Jedah dan Madinah. Abdullah Ibn Saud yang
saat itu menjadi penerus pemimpin Dinasti Saudi menyerah dan mengakui kekuasaan
Kekhalifahan Turki Utsmani.
Akan tetapi Abdullah Ibn Saud secara rahasia dan diam-diam memulai kembali aksi
militernya. Ibrahim Pasha putra dari Muhammad Ali dari Mesir kemudian bertindak untuk
menghentikan aksinya. Orang-orang Dinasti Saudi kemudian diserangnya dan para
pemimpinnya termasuk Abdullah Ibn Saud dikirim ke Istambul Turki. Abdullah Ibn Saud di
hukum pancung, di tanah lapang di muka Masjid Aya Sophia pada tahun 1818M. Dengan
demikian, tamatlah riwayat Dinasti Saudi periode pertama.
Dinasti Saudi II
Eksistensi Mesir mulai menurun di Jazirah Arab, mereka harus puas dengan hanya di Hijaz
saja. Mereka telah mundur dari Najd pada tahun 1821M. Pada tahun 1841M, pasukan Mesir
terpaksa mundur juga dari Hijaz.
Setelah kemunduran Mesir, akhirnya Najd dikuasai oleh amir dari Dinasti Saudi, sedangkan
wilayah Hijaz beralih kepada para bangsawan yang masih berafiliasi dengan Kekhalifahan
Turki Utsmani. Dengan demikian para periode kedua ini Dinasti Saudi berhasil menguasai
sebagian jazirah Arab yaitu wilayah Najd.
Konflik dan pertikaian lantas meningkat antar para amir Dinasti Saudi. Momentum ini pun
dimanfaatkan Klan Ibnu Ar Rasyid untuk menguasai wilayah-wilayah Dinasti Saudi di Najd.
Maka sisa-sisa Dinasti Saudi meminta suaka kepada Klan Ash Shabah di Kuwait. Dengan
demikian, berakhirlah kekuasaan Dinasti Saudi periode II.
Dinasti Saudi III
Abdul Aziz ibn Abdul Rahman Al Saud (Abdul Aziz II) sebagai salah satu Amir Dinasti Saudi
mencoba menguasai kembali Jazirah Arab. Pada masa ini juga Gerakan Wahabi mendapat
kesempatan lagi untuk membersihkan agama dan adat istiadat yang menurut mereka salah di
tanah Arab. Para penganjur kaum-kaum itu melanjutkan tugas pembersihan itu di dalam
kalangan mereka sendiri. Abdul Aziz II pun menjadi murid mereka.
Pada masa Abdul Aziz II ini, penguasa Jazirah Arab terbagi menjadi dua yaitu wilayah
kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmani dan wilayah kekuasaan Kerajaan Inggris. Inggris
berkuasa atas kawasan Kuwait, Bahrain, dan pesisir Teluk Arab. Sedangkan Turki Utsmani
menguasai wilayah Yaman, Hijaz dan Najd. Hijaz adalah sebutan untuk wilayah yang meliputi
Jeddah, Mekah dan Madinah, sedangkan Najd adalah sebutan untuk wilayah yang meliputi
Riyadh, Ha’il. Qasim dan Syarqiyah.
Akhirnya Dinasti Saudi bekerjasama dengan Inggris untuk melawan Turki Utsmani. Pilihan
itu diambil dengan beberapa alasan salah satunya : Klan Ibnu Ar-Rasyid telah menguasai
sebagian besar wilayah kekuasaan Dinasti Saudi di Najd serta berafiliasi dengan Turki
Utsmani. Sedangkan Klan Ash Shabah di Kuwait tempat Dinasti Saudi meminta suaka
berafiliasi dengan Inggris. Alasan lainnya juga mungkin karena faktor masa lalu pertikaian
antara Dinasti Saudi dengan Turki Utsmani seperti yang dijelaskan di periode sebelumnya di
atas.
Mulailah Abdul Aziz II yang disokong oleh Inggris menyerang Riyadh dan Ha’il dan dapat
merebutnya dari Klan Ibnu Ar-Rasyid yang disokong oleh Turki Utsmani. Sewaktu Perang
Dunia I berkecamuk, Turki Utsmani menarik mundur angkatan bersenjatanya dari negeri
Arab. Hal ini semakin mempermudah Dinasti Saudi untuk merebut wilayah-wilayah yang ada
di Jazirah Arab.
Lantas tejadilah pertikaian sengit antara Dinasti Saudi dengan para Penguasa Hijaz (Syarif).
Aplagi setelah penguasa Hijaz yang benama Syarif Husain mengikrarkan diri sebagai Khalifah
kaum Muslimin setelah dihapuskannya Kekhalifahan di Turki Utsmani. Pada mulanya Syarif
Husain ini menjalin hubungan dengan Inggris, namun tidak lama kemudian terjadi konflik
antara Syarif Husain dengan Inggris. Akhirnya terjadi perang antara Dinasti Saudi yang
disokong oleh Inggris dengan Syarif Husain dengan dimenangkan oleh Dinasti Saudi. Dengan
telah dikuasainya wilayah-wilayah jazirah Arab di Najd dan Hijaz oleh Dinasti Saudi maka
pada tahun 1932M/1351H Abdul Aziz II mengumumkan berdirinya Kerajaan Arab Saudi yang
berdiri sampai sekarang.
Dari sejarah yang telah diuraikan di atas, ada beberapa hal yang bisa kita analisa terkait
sejarah berdirinya Kerajaan Arab Saudi:
Pertama, gerakan Wahabi pada awalnya hanyalah gerakan keagamaan saja dengan Mazhab
Hambali yang merupakan salah satu Mazhab dari 4 imam Mazhab. Perbedaan antara ajaran
wahabi dengan ajaran Mazhab sunni yang lainnya menurut para ulama, hanya masalah furu
yang sebenarnya sudah selesai pembahasannya oleh 4 Imam Mazhab. Pergesekan ajaran
Wahabi dengan Sunni yang lainnya akhirnya terjadi karena ajaran wahabi dianut oleh Dinasti
Saudi yang masuk perebutan kekuasaan di wilayah Hijaz dan Najd.
Kedua, pengaruh Inggris sebagai Kerajaan saingan Kekhalifahan Turki Utsmani di Jazirah
Arab kemudian dimanfaatkan oleh Dinasti Saudi untuk merebut kekuasaan di Hijaz dan
Najd. Tindakan ini sebenarnya sangat disayangkan karena dengan adanya campur tangan
Inggris ini akhirnya jazirah Arab terpecah menjadi banyak negara yang terus berkonflik
sampai sekarang.
Ketiga, kita harus bisa memisahkan antara ajaran Wahabi dengan kepentingan politik Dinasti
Saudi. Kalau kedua hal tersebut bisa dipisahkan, maka tidak ada alasan lagi antara kelompok
Wahabi yang kadang disebut juga dengan Salafi, dengan kelompok dari Mazhab Suni lainnya
untuk saling bermusuhan. Karena perbedaan di antaranya hanyalah masalah furu’ saja yang
sebenarnya bisa untuk saling bertoleransi seperti halnya yang telah dilakukan pada zaman
imam Mazhab.
Anggit Pragusto Sumarsono, Mahasiswa Pascasarjana Konsentrasi Ekonomi dan
Keuangan Syariah, Kajian Timur Tengah dan Islam, Sekolah Kajian Stratejik dan Global,
Universitas Indonesia
*Diambil dari Ensiklopedi Sejarah Islam Tim Riset dan Studi Islam Mesir serta beberapa
sumber lainnya

Kerajaan Inggris
Makkah

Madinah

Haji

Arab Saudi

Turki

You might also like