You are on page 1of 18

Jurnal Manthiq: Vol VII Edisi I 2022

Memahami Teks Keagamaan


M. Samsul Ma‟arif
UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu
Samsul.m@iainbengkulu.ac.id

……………………………………………………………………………………………………………

Abstract: Humans are always in dialogue with symbols and signs. The presence of a symbol and a sign always assumes
the existence of the object being marked. Verses or signs must have meanings that are sometimes much more complex,
therefore capturing the meaning of a sign is not enough just to know it but to be aware and understand. The problem of
understanding becomes important, misunderstanding is fatal because it will result in wrong attitude, wrong life, and
wrong way of presenting one's existence. This understanding awareness needs to be brought to realize and understand
various symbols and signs, including texts and symbols related to religion. The fundamental question that needs attention
in this regard is how generations living in different times and places are able to capture ideas correctly and completely
from previous generations whose encounters are only represented by symbols and texts. If the effort to find the idea is only
by reading the text, it is feared that the expression of meaning will not succeed completely because aspects of space and
time are neglected. Religious texts and symbols cannot speak for themselves, so they need correct and correct reading,
interpretation and understanding. Religious people need to become intelligent readers who are able to comprehensively
understand contextualist religious teachings without neglecting any aspects, without being trapped in partial, fragmented
or even a-historical, extremist understandings, and losing their essence context. Therefore, interaction with religious texts
is not enough with the ability to read and know the text, but must understand and capture the context and the message as
a whole, so that interpretation and understanding of religion is able to display religious behavior that is reflective, intact,
wise and beautiful.

Keywords; Religion, Understanding, Text

Abstrak: Manusia senantiasa berdialog dengan simbol dan tanda. Kehadiran sebuah simbol dan tanda selalu
mengasumsikan adanya objek yang ditandai. Ayat atau tanda pasti menyimpan makna yang terkadang jauh
lebih kompleks, oleh karena itu menangkap makna sebuah tanda tidak cukup hanya dengan mengetahuinya
melainkan harus dengan menyadari dan memahami. Problem memahami menjadi penting, salah memahami
berakibat fatal karena akan berakibat salah bersikap, salah menjalani hidup, dan salah bagaimana
menampilkan eksistensi diri. Kesadaran memahami ini perlu dibawa untuk menyadari dan memahami
berbagai simbol dan tanda, termasuk teks dan simbol yang terkait dengan agama. Pertanyaan mendasar yang
perlu diperhatikan terkait hal ini adalah bagaimana generasi yang hidup di zaman dan tempat yang berbeda
mampu menangkap gagasan secara benar dan utuh dari generasi terdahulu yang perjumpaannya hanya
diwakili oleh simbol dan teks. Jika upaya menemukan gagasan itu hanya dengan membaca teks saja,
dikhawatirkan pengungkapan makna tidak akan berhasil utuh karena aspek-aspek ruang dan waktu yang
terabaikan. Teks dan simbol agama tidak mungkin berbicara sendiri, maka ia perlu pembacaan, penafsiran
dan pemahaman yang benar dan tepat. Umat beragama perlu menjadi pembaca cerdas yang mampu
memahami secara komprehensif kontekstualis ajaran-ajaran agama tanpa ada aspek yang terabaikan, tanpa
terjebak dalam pemahaman yang parsial, terkotak-terkotak atau bahkan a-historis, ekstrimis, dan kehilangan
konteks esensinya. Oleh karena itu interaksi dengan teks keagamaan tidaklah cukup dengan kecakapan
membaca dan mengetahui teks saja melainkan harus dengan memahami dan menangkap konteks serta
pesannya secara utuh, sehingga penafsiran dan pemahaman agama mampu menampilkan perilaku beragama
yang reflektif, utuh, bijak dan indah.

Kata Kunci; Agama, Memahami, Teks

1|Jurnal Manthiq
M. Samsul Ma’arif: Memahami Teks Keagamaan

Pendahuluan komprehenshif dari sekedar mengetahui,


Manusia menjalani peran masing- dan ini dapat penguatan dalam
masing dalam kehidupan ini senantiasa ungkapan-ungkapan keseharian; “kita
terlibat dan berdialog dengan simbol dan hanya mengetahui kulitnya tapi tidak
teks. Di manapun berada selalu saja memahami isinya”, “mengetahui sebagian
dikelilingi oleh simbol-simbol dan teks tetapi tidak memahami seutuhnya”, “ia
yang menyimpan pesan; papan iklan, hanya mengetahui dengan kepalanya
tanda petunjuk jalan atau sekedar lampu tanpa mampu memahami dengan pikiran,
lalu lintas yang berwarna warni. hati dan jiwanya”, “mereka hanya saling
Kehadiran sebuah simbol dan tahu, kenal tetapi tidak saling
tanda selalu mengasumsikan adanya memahami”.
objek yang ditandai. Mendung, memiliki Kesadaran memahami ini perlu
hubungan dengan air hujan yang dibawa untuk menyadari dan memahami
diperkirakan akan turun atau gumpalan berbagai simbol dan teks dalam
uap air di udara yang merupakan kehidupan ini, termasuk simbol dan teks
penguapan air laut, mendung juga yang berkaitan dengan agama atau
terhubung dengan angin, lautan, cahaya kehidupan beragama. Memahami niscaya
matahari, penguapan air dan seterusnya. lebih kompleks, mendalam dan utuh
Dengan demikian kehadiran “mendung” dalam menyadari makna suatu simbol
bisa dijadikan sebagai tanda, simbol dan teks. oleh karena itu dengan
maupun teks untuk memahami serta memahami simbol dan teks agama
menelusuri teks-teks lain yang saling dengan baik, manusia akan memiliki
terjalin terhubung, karena teks yang satu kedewasaan, kematangan, dan
nyatanya bisa menjelaskan dan kebijaksanaan dalam bersikap maupun
menyebabkan kehadiran teks yang lain. dalam menampilkan makna yang
sebagaimana fenomena mendung dipahaminya tentang agama.
merupakan tanda yang menyuguhkan Peradaban manusia, tidak lain juga
runtutan objek yang ditandai secara merupakan dunia makna; tentang kaidah-
kompleks. kaidah moral dan pengetahuan di mana
Teks atau simbol dalam dunia makna ini kemudian diawetkan
pengertian ini hampir identik dengan kata dalam wadah berupa tradisi yang
ayat dalam bahasa Arab yang berarti kemudian dikomunikasikan secara turun-
tanda. Ayat atau tanda pasti menyimpan temurun melalui bahasa simbol dan teks
makna, yang terkadang jauh lebih baik lisan maupun tulisan. Begitu juga
kompleks dari yang nampak sekilas saja, yang berkaitan dengan tradisi keagamaan.
oleh karena itu untuk menangkap makna Pertanyaan mendasar yang perlu
suatu tanda tidak cukup hanya melihat mendapat perhatian terkait hal ini adalah
dan mengetahui saja tetapi juga harus bagaimana sebuah generasi yang hidup di
menyadari dan memahami. Problem zaman dan tempat yang berbeda bisa
memahami menjadi penting, karena menangkap gagasan secara benar dari
memahami juga merupakan cara generasi terdahulu yang perjumpaannya
bagaimana manusia menunjukkan diwakili oleh simbol dan teks. Benarkah
keberadaannya. Salah memahami pemahaman seorang pemeluk agama
berakibat fatal karena akan islam tentang isi ajaran Alqur‟an, hadis,
mengakibatkan salah bersikap, salah dan teks keagamaan yang lain sudah
menjalani hidup, dan salah bagaimana sesuai dengan makna dan tujuan yang
menampilkan keberadaan diri. Dengan dikendaki Allah, Nabi Muhammad SAW
memahami akan didapatkan kecakapan dan para penulis teks-teks keagamaan
menyadari yang lebih dalam dari sekedar yang telah lalu. Hal ini perlu kita
mengetahui. Memahami memiliki perhatikan karena pada kenyataannya
implikasi yang lebih dalam dan Alqur‟an juga menggunakan media

2|Jurnal Manthiq
Jurnal Manthiq: Vol VII Edisi I 2022

bahasa arab dan dewasa ini kita temukan memiliki fokus intens terhadap problem
dalam bentuk teks yang bisa kita baca dan memahami ini diantaranya adalah
pelajari, demikian juga dengan hadis dan hermeneutika.
teks-teks lain.
Alqur‟an turun kurang lebih 15 Hermeneutika dan Teks
abad yang lalu, dijaga diabadikan serta Hermeneutika berasal dari bahasa
ditulis dalam bahasa Arab, begitu juga Yunani “hermeneuin” yang berarti
hadis dan teks-teks yang ditulis oleh para menafsirkan. Kata ini erat kaitannya
ulama dalam rangka mengungkap makna dengan nama salah seorang dewa Yunani,
ayat-ayat Alqur‟an dan upaya memahami
Hermes. Hermes dianggap sebagai utusan
hadis berikut sebagai upaya menemukan
para dewa di langit untuk menyampaikan
ajaran-ajaran agama. Ketika teks klasik
pesan kepada manusia di dunia.
dibaca dan dipelajari oleh generasi
Hermeneutika menurut sejarahnya1 telah
berikutnya yang hidup berselang tempat
digunakan di dalam penelitian teks-teks
dan waktu, maka jika upaya menemukan
kuno yang otoritatif, misalnya kitab suci,
makna itu hanya dengan membaca kemudian diterapkan di dalam teologi
teksnya saja, dikhawatirkan dan direfleksikan secara filosofis, sampai
pengungkapan makna tidak akan berhasil akhirnya menjadi metode dalam ilmu-
utuh karena aspek-aspek ruang dan ilmu sosial. Kemudian sejauh
waktu yang terabaikan. Terabaikannya hermeneutika merupakan penafsiran
aspek ruang dan waktu serta makna yang teks, ia juga digunakan di dalam berbagai
tidak utuh tentu sangat disayangkan, bidang lain, seperti ilmu sejarah, hukum,
karena justru akan menampilkan wajah sastra dan sebagainya.2 Kemudian
agama dengan “bermasalah”, tidak utuh Terminologi hermeneutika bisa
dan kering. diterjemahkan ke dalam tiga pengertian3;
Teks dan simbol agama tidak
mungkin berbicara sendiri, maka ia perlu
pembacaan, penafsiran dan pemahaman 1
yang benar oleh pembaca. Selain itu jarak Secara periodik hermeneutika dapat
dibedakan dalam tiga fase: klasik, pertengahan dan
antara masa kelahiran teks dan masa modern. hemeneutika sebagai aktifitas penafsiran
penafsiran amatlah panjang, untuk itu (memaknai sesuatu) telah ada sejak zaman yunani
diperlukan cara yang tepat untuk kuno yang diambil dari kata Hermes yang
memahaminya. Upaya memahami dipercaya sebagai utusan para dewa untuk
tersebut diharapkan bisa mendidik umat menjelaskan pesan-pesan langit. Hermeneutika
Islam menjadi pembaca cerdas yang pertengahan dimulai sejak hermeneutika digunakan
sebagai penafsiran terhadap Bible yang
mampu memahami secara komprehensif menggunakan empat level pemaknaan baik secara
kontekstualis ajaran-ajaran agama tanpa literal, alegoris, moral dan eskatologis anagogis
ada aspek yang terabaikan. (spiritual), pada masa inilah hermeneutika
mengalami peralihan dari mitologi ke teologi. Dan
Pembahasan hermeneutika modern merupakan peralihan dari
teologi ke filsafat, dan pada fase inilah
Upaya memahami sebuah makna
hermeneutika menjadi satu disiplin ilmu. Peran
merupakan diskursus penting dalam Schleiermacher pada fase ini ditempatkan sebagai
perkembangan intelektualitas manusia, tokoh sentral yang dianggap sangat menentukan
karena tanpa memahami manusia akan dan menjadi pengantar bagi pemikir setelahnya.
cenderung gagal menangkap pesan dan Nina Nurrohmah, Hermeneutika Schleiermacher
makna yang mendalam serta kompleks dan signifikansinya dalam penafsiran al-Qur’an,
http : // www . pkscirebon . com /2012 /04 /untuk-
dari sebuah simbol dan tanda, begitupun
kolom- qiyadah. html
simbol dan tanda terkait agama. 2
Moh. Dahlan, Abdullah Ahmad an-Na’im
Memahami simbol, tanda dan teks telah Epistemologi Hukum Islam (Yogyakarta: Pustaka
dikonsepsikan berbeda-beda oleh para Pelajar,2009),hlm. 20
tokoh ahli, dan disipilin kajian yang
3
F. Budi Hardiman, Hermeneutik ; Apa
itu? dalam basis, XL, no 3, 1990, dikutip

3|Jurnal Manthiq
M. Samsul Ma’arif: Memahami Teks Keagamaan

1). Pengungkapan pikiran dalam kata- sistematics dan politics lalu dikatakan
kata, penerjemahan dan tindakan sebagai sistematika laporan dan trias politika.4
penafsir, 2). Usaha mengalihkan dari Hermeneutika pada awalnya
suatu bahasa asing yang maknanya gelap merujuk pada teori dan praktik
tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang penafsiran, dan merupakan sebuah
bisa dimengerti oleh si pembaca. Dan 3). kecakapan yang diperoleh seseorang
Pemindahan ungkapan pikiran yang dengan belajar bagaimana menggunakan
kurang jelas, diubah menjadi bentuk instrumen sejarah, filologi,
ungkapan yang lebih jelas. manuskriptologi dan sebagainya.
Nasaruddin Baidan dengan Kecakapan dan kemahiran ini secara
mengutip pendapat Webster tipikal dikembangkan untuk memahami
menyampaikan bahwa penggunaan istilah teks-teks yang tidak lepas dari persoalan
hermeneutik dan hermenutika terdapat karena pengaruh waktu, perbedaan
perbedaan yang perlu diperhatikan. Kosa kultural atau karena kebetulan-kebetulan
kata hermeneutic (tanpa huruf „S‟)
sejarah.5 Sedangkan ruang garapan
dengan hermeneutics (dengan huruf „S‟)
hermeneutika bisa dikatakan bergerak
memiliki perbedaan, term yang pertama
dalam tiga horizon, yaitu; pengarang,
(hermeneutic) berkonotasi sifat (adjective) teks, serta pembaca. dan secara
yang dalam bahasa Indonesia dapat prosedural langkah kerja hermeneutika
diartikan dengan “ketafsiran” dan itu menggarap wilayah teks, konteks dan
“ketakwilan” yakni menunjuk pada kontekstualisasi. Pemahaman dengan
keadaan atau sifat yang terdapat dalam mempertimbangkan konteks dan
sebuah penafsiran. Sedangkan term yang
pelacakan terhadap apa saja yang
kedua (hermeneutics) adalah kata benda mempengaruhi sebuah pemaknaan dan
(noun) yang mengandung tiga konotasi ; pemahaman sehingga menghasilkan
1) ilmu penafsiran, 2) ilmu untuk keragaman penafsiran adalah fokus
mengetahui maksud yang terkandung hermeneutika.
dalam kata-kata atau ungkapan penulis, Kesadaran tentang pluralitas
dan 3) penafsiran, khususnya menunjuk pemahaman yang disebabkan keragaman
kepada penafsiran kitab suci. Dari konteks telah muncul sejak lama dalam
penjelasan tersebut terdapat istilah yang tradisi intelektual-filosofis. Dan ketika
bermiripan akan tetapi memiliki seseorang berinteraksi dengan sesuatu
perbedaan yaitu hermeneutic dan kemudian menghasilkan suatu
hermeneutics, dengan perbedaan pemahaman tentangnya, sebenarnya dia
konotasi yang cukup besar perlu kiranya tidak akan pernah mendapatkan
untuk memperhatikan dan pengetahuan yang otentik apa adanya
memahami perbedaan itu. tentang sesuatu itu, melainkan yang dia
Hermeneutics untuk menunjuk “Ilmu dapat adalah pemahaman atau
Tafsir dan seterusnya sedangkan pengetahuan “menurut atau sebagaimana
hermeneutic untuk menunjuk yang dia tangkap”. Sesuatu yang sama
“keterangan sifat”. Dengan demikian dipahami oleh orang yang berbeda
transliterasi kata itu dalam bahasa mungkin akan menghasilkan pemahaman
Indonesia menjadi hermeneutiks dan yang berbeda juga, bahkan peristiwa yang
hermeneutik, namun bila dihubungkan sama ketika dihayati lagi oleh orang yang
dengan kata lain, maka lazim huruf „s‟ itu sama tetapi dalam waktu yang berbeda
diganti menjadi „a‟ sehingga menjadi
hermeneutika, semisal hermeneutika
Alqur‟an. Sama halnya dengan term 4
Nasaruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu
sistematika, politika yang berasal dari Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005). hlm 74
5
Howard, Hermeneutika, Wacana Analitik,
Psikososial, dan Ontologis (Bandung: Yayasan
Fahruddin Faiz, Hermeneutika Alqur’an; Tema- Nuansa Cendekia,2000), hlm.14
tema Kontroversial,... hlm. 5
4|Jurnal Manthiq
Jurnal Manthiq: Vol VII Edisi I 2022

hasilnya pun dimungkinkan akan sumber normatif Islam yang terdapat


berbeda. Peristiwa itu sendiri tidaklah dalam Alqur‟an dan Sunnah. Pada saat
terjangkau, karena selalu saja jika yang sama, metode penafsiran tersebut
disentuh dan dipahami orang, maka diharapkan merumuskan nilai-nilai
peristiwa tersebut menjadi “peristiwa umum dari Alqur‟an yang dapat menjadi
menurut orang yang menyentuh atau panduan bagi umat Islam dalam
memahaminya”.6 merespon modernitas.8 Muhammad
Ketika teks Alqur‟an dipahami Arkoun menolak sikap pengagungan
secara terpisah dari konteks sosial- yang berlebihan terhadap tradisi. Dan ia
historisnya, banyak aspek dari wacana berupaya mempertanyakan cara yang
sosial-psikologisnya yang hilang. Ketika dilakukan selama ini dalam membaca
Alqur‟an diabadikan dalam bentuk tradisi sembari mengajukan cara baca
tulisan yang baku, maka banyak nuansa baru dan membacanya kembali dengan
dan variabelnya yang hilang. Namun, kritis. Bahkan Arkoun berpendapat tidak
keuntungannya, Alqur‟an lebih mudah cukup mendialektikakan teks Alqur‟an
untuk menjumpai pembacanya yang dengan konteks historis semata, harus
hidup di zaman dan tempat berbeda. ada pengujian dengan beragam bentuk
Perlu disadari, ketika sebuah wacana kritik kesejarahan, perbandingan, analisis
yang begitu kompleks dituliskan, kebahasaan yang dekonstruktif, renungan
penyempitan dan pengeringan makna dan filsafat mengenai penghasilan,
nuansa tidak bisa dihindari. Oleh pembesaran, dan metamorfosis.9
karenanya, disinilah urgensi Teks-teks keagamaan yang lahir
hermeneutika sebagai metodologi dari sekian abad yang lalu di dunia Timur
penafsiran yang dihadirkan dalam Tengah, ketika hadir di masyarakat
mendekati Alqur‟an. Tidak berarti kita Indonesia kini tentu saja merupakan
mencari kelemahan dan kemudian sesuatu yang asing. Persoalan
membuktikannya, sehingga kitab suci itu keterasingan ini merupakan persoalan
gugur dan lemah, melainkan justru untuk hermeneutika, di mana bisa dikatakan
menguji kesahihan dan muatan dan bahwa tugas pokoknya adalah bagaimana
transmisi makna dari zaman ke zaman.7 menafsirkan sebuah teks klasik atau teks
Melakukan pembacaan kembali yang asing sama sekali menjadi milik kita
terhadap Alqur‟an dan teks keagamaan yang hidup di zaman dan tempat serta
dalam semangat zaman yang terus suasana kultural yang berbeda.10
mengalami perubahan tentu bukan Demikianlah, sejak awal hermeneutika
persoalan mudah. Terlebih mengingat berurusan dengan tugas menerangkan
seringkali penafsiran dan pemahaman kata-kata dan teks yang dirasakan asing
terjebak dalam pembacaan yang parsial, oleh masyarakat. Persoalan menjadi lebih
ahistoris dan kehilangan konteks rumit ketika keterasingan itu didasari oleh
esensinya.
Fazlur Rahman, mengemukakan
pentingnya menentukan terlebih dahulu 8
Ilham B. Saenong, Hermeneutika
sebuah kriterium penilai yang dapat Pembebasan, (Bandung: Teraju, 2002), hlm.3
membedakan secara jelas antara islam 9
Ilham B. Saenong, Hermeneutika
normatif dan islam historis. Sementara Pembebasan,, hlm. 6
10
kriteria itu hanya sah sepanjang berpijak Komaruddin hidayat, Memahami Bahasa
Agama, sebuah kajian Hermeneutik., hlm 17.
pada sebuah metodologi yang berasal dari Demikian juga disampaikan Aksin Wijaya bahwa
tugas utama hermenutika adalah mencari dinamika
6
internal yang mengatur struktur kerja suatu teks
Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al- untuk memproyeksikan diri keluar dan
Qur’an.............hlm. 6 memungkinkan makna itu muncul. Lihat Aksin
7
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Wijaya, Teori Interpretasi Alqur’an Ibnu Rusyd;
Agama Sebuah Kajian Hermeneutika, (Bandung: Kritik ideologis –hermeneutis, (Yogyakarta: PT
Mizan, 2011), hlm. 91 LkiS, 2009), hlm. 24.
5|Jurnal Manthiq
M. Samsul Ma’arif: Memahami Teks Keagamaan

perbedaan jarak waktu, tempat, Alqur‟an merupakan sisi penting


kebudayaaan antara pembaca, pengarang untuk dipahami. Ada 3 hal yang
dan teks demikian jauh. Dan problem menunjukkan watak tekstual
memahami teks keagamaan menjadi Alqur‟an:
semakin fenomenal dengan hadirnya 1. Alqur‟an merupakan risalah
masyarakat global yang ditandai dengan wahyu di mana
pluralitas agama, kebudayaan dan bahasa. pewahyuannya merupakan
proses komunikasi yang
Memahami Teks Keagamaan melibatkan pengirim (Allah),
Teks keagamaan tentunya bisa penerima (Muhammad),
berarti luas, mencakup teks-teks yang perantara (Jibril) dan kode
bisa dijadikan sumber atau rujukan dalam komunikasi (bahasa arab).
perilaku keagamaan, meliputi teks- teks 2. Antara surat serta ayatnya
kitab suci dalam agama atau teks-teks yang berbeda dengan
yang lain. Dan dalam konteks Islam teks- kronologis turunnya wahyu
teks keagamaan yang dapat ditemukan Alqur‟an.
juga beragam; Alqur‟an, hadis serta teks- 3. Alqur‟an terdapat ayat-ayat
teks kitab klasik dan lain-lain, bahkan muhkamat dan mutasyabihat,
akan lebih luas lagi jika berkaitan dengan menjadikan teks lebih
hermeneutika di mana bahasa agama dan dinamis.12
juga simbol-simbol non verbal pun akan Alqur‟an adalah kitab suci
mungkin dijadikan objek pendekatannya. yang menjadi pokok pilar ajaran
a. Al-Qur’an Islam, petunjuknya berlaku
Memposisikan kitab suci universal dan bersifat S.alihun likulli
Alqur‟an sebagai sebuah teks
al-Zaman wa al-Makan (selalu
memang tidak menyalahi kaidah-
relevan disetiap waktu dan
kaidah bahasa, karena memang tempat) maka Alqur‟an harus
Alqur‟an ada wujud tulisannya dijadikan sebagai landasan moral
dalam mushaf dan mushaf itu teologis dalam rangka menjawab
sendiri diproses dalam rentang problem-problem sosial
waktu dan menempati wilayah keagamaan era modern-
tertentu. Oleh karena itu Alqur‟an kontemporer.13
bukanlah sesuatu yang a-histoirs. Teks Alqur‟an tidak akan
Mengasumsikan mushaf sebagai berubah dan bertambah, tetapi
teks adalah karena mushaf penafsiran terhadap teks, akan
disusun berdasarkan kaidah selalu berkembang sesuai dengan
bahasa dan apa yang disusun konteks ruang dan waktu manusia
tersebut adalah rekaman yang senantiasa berkembang.
komunikasi, yaitu komunikasi Karenanya, Alqur‟an selalu
Allah dengan membuka diri untuk dianalisis,
hambanya.11 dipersepsi, dan ditafsirkan dengan
Nashr Hamid Abu Zayd berbagai alat, metode, dan
sebagaimana dikutip Sahiron pendekatan. Hal ini merupakan
Syamsudin, menyatakan bahwa suatu keniscayaan untuk
Alqur‟an dari segi linguistik mengungkap kandungan isinya,
merupakan teks bahasa yang
secara historis terbentuk dalam 12
Sahiron Syamsudin, Hermeneutika
ruang waktu. Watak tekstual Alqur’an Mazhab Yogya, (Yogyakarta: Islamika,
2003), hlm 108
13
Abdul Mustaqim, Pergeseran
11
Rohimin, Aspek Keilahian dan Epistemologi Tafsir, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar,
Kesejarahan Al-Qur’an, (Program Pasca Sarjana 2008), hlm.5.
STAIN Bengkulu; Nuansa, juni 2012), hlm. 27
6|Jurnal Manthiq
Jurnal Manthiq: Vol VII Edisi I 2022

karena dengan demikianlah rentan diputarbalikkan dan sangat


Alqur‟an bisa didialogkan dengan
fenomena kekinian dan mampu
memberikan jawaban atas
permasalahan umat yang semakin
kompleks. Dengan demikian
diperlukan metode
dan pendekatan yang tepat dalam
memahaminya untuk bisa
mencapai cita-cita itu. Akan tetapi
cita-cita mulya itu seringkali harus
terkaburkan dan terhalang oleh
sempitnya cara berpikir,
minimnya pengetahuan,
pencemaran
berbagai kepentingan
dan ketidakcakapan dalam
memahami pesan, bahkan
problem ektrimis, teroris juga
banyak nyatanya yang didasarkan
pada pemahaman ayat Alqur‟an.
Subjektifitas, justifikasi
merupakan faktor yang tekadang
sangat mengaburkan pesan agama.
Dalam konteks ini, sering kali
kebenaran ayat Alqur‟an dipahami
dengan keliru, kalimat yang benar
tetapi dibaliknya dimaksudkan
untuk tujuan dan kepentingan
yang salah; Kalimatu haqqin urida
bihal batil. Ungkapan ini
diriwayatkan sebagai respon
sayidina Ali bin Abi Thalib ketika
menanggapi orang-orang Khawarij
yang berkata; tidak ada hukum
kecuali hukum Allah; La hukma Illa
lillah.
Aksi kekerasan atas nama
agama bahkan terorisme yang
banyak muncul, ternyata
diinternalisasi oleh kaum
Fundamentalis bahwa hal tersebut
merupakan bagian dari perintah
atau doktrin agama. Doktrin
demikian kemudian direalisasikan
dalam sikap perilaku yang
dikonsepsikan sebagai Jihad fi
sabilillah; berjuang dijalan Allah.
Beberapa ayat yang berpotensi
digunakan sebagai legitimasi
doktrin mereka, merupakan ayat-
ayat yang multi interpretasi serta
7|Jurnal Manthiq
M. Samsul Ma’arif: Memahami Teks Keagamaan

rawan untuk ditafsirkan tafsir sebagai product


secara radikal. Ayat-ayat (interpretation as product) dan
tersebut diantaranya tafsir sebagai proses (interpretation
adalah QS. Al-Anfāl
as process). Tafsir sebagai produk
[8] : 60, QS. Muḥammad
merupakan hasil dialektika
[47] : 4,
seorang mufassir dengan teks dan
QS. An-Nisā ‟ [4] : 89, QS. Al- konteks yang dihadapinya, yang
Anfāl kemudian dituliskan dalam karya
[8] : 39, dan juga surat Al- tafsirnya.
Baqarah Sedangkan tafsir sebagai proses
[2] : ayat 190 sampai merupakan aktifitas berfikir secara
ayat 193, dan masih
banyak lagi ayat-ayat 14
Muhammad Labib Syauqi,
yang penafsirannya di
Kontekstualisasi Penafsiran Ayat-Ayat Teror dalam
jadikan justifikasi atas Al-Qur’an, MAGHZA: Jurnal Ilmu Alqur’andan
ideologi serta doktrin Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora,
sektarian tertentu.14 IAIN Purwokerto Edisi: Januari-Juni, Vol. 5, No. 1,
Untuk 2020,hlm. 123
15
memahami produk Muhammad Labib Syauqi,
Kontekstualisasi Penafsiran Ayat-Ayat Teror dalam
penafsiran para
Al-Qur’an, hlm. 123
mufassir tentang ayat-
ayat tertentu yang
berpotensi
ditafsirkan secara
radikal dan sektarian,
perlu untuk mengetahui
bagaimana proses
perkembangan
penafsiran dan
bagaimana pergeseran
penafsiran yang terjadi
mulai dari para mufassir
klasik hingga sampai
pada para mufassir
kontemporer sekarang,
di mana setiap
periode
tersebut
mempunyai
karakteristik
penafsiran masing-
masing dan tentunya
dianggap sesuai dengan
zamannya karna
merespon
perkembangan waktu
itu. 15

Abdulmustaqim
memberikan penjelasan
bahwa tafsir dapat
dikategorikan menjadi
dua pengertian, yakni

8|Jurnal Manthiq
Jurnal Manthiq: Vol VII Edisi I 2022

terus-menerus yang dilakukan berbasis pada nalar ideologis ini,


untuk melakukan kontekstualisasi mengakibatkan muncul fanatisme
atau mendialogkan teks dengan madzhab secara berlebihan
realitas yang terus berkembang terhadap kelompok, kemudian
secara dinamis.16
mengarah pada sikap taqlid buta
Dialog komunikatif yang
sehingga mereka nyaris tidak
dilakukan oleh mufassir antara
memiliki sikap toleransi terhadap
teks yang terbatas dengan konteks
kelompok lain dan kurang kritis
yang senantiasa berkembang dan
terhadap kelompoknya sendiri.
berubah tanpa batas ini,
Akibatnya, bagi generasi ini,
meniscayakan bahwa tafsir akan
pendapat imam dan tokoh mereka
selalu berkembang dinamis
seringkali menjadi pijakan dalam
beriringan dengan perkembangan
menafsirkan teks Alqur‟an yang
zaman. Artinya, tafsir dalam
seolah-olah tidak pernah salah,
definisi ini bersifat dinamis karena
bahkan diposisikan setara dengan
memang dimaksudkan untuk
teks itu sendiri.18
menghidupkan teks dalam konteks
Sektarianisme ini begitu
yang terus berubah. Maka baik
kental mewarnai produk-produk
tafsir sebagai produk atau tafsir
tafsir di era ini. Kegiatan
sebagai proses akan terus
penafsiran Alqur‟an seolah tidak
bermunculan yang dilakukan oleh
dilandasi dengan tujuan
para pengkaji Alqur‟an, baik dari
bagaimana menjadikan Alqur‟an
kalangan muslim ataupun dari
sebagai hidayah bagi manusia,
kalangan non muslim.17
melainkan sekedar sebagai alat
Tafsir memasuki era
legitimasi bagi disiplin ilmu
afirmatif berbasis pada nalar
tertentu yang dikuasai
ideologis, terjadi pada abad
mufassirnya, atau untuk
pertengahan ketika tradisi
mendukung kekuasaan serta
penafsiran Alqur‟an lebih
madzhab tertentu. Sebagai
didominasi oleh kepentingan-
implikasinya, maka tolok ukur
kepentingan politik, madzhab atau
kebenaran penafsiran adalah
ideologi keilmuan tertentu,
tergantung pada siapa
sehingga Alqur‟an sering
penguasanya. Sikap sektarianisme
diperlakukan sebagai legitimasi
inilah yang kemudian mendorong
dari kepentingan-kepentingan
lahirnya kritik dari para pemikir
tersebut. Para mufassir pada era
dan mufassir modern. Mereka
ini umumnya sudah sangat
berupaya mendekonstruksi dan
terpengaruh dengan ideologi
merekonstruksi model penafsiran
tertentu sebelum mereka
yang dinilai telah terlalu jauh
menafsirkan Alqur‟an. Akibatnya
menyimpang dari tujuan Alqur‟an.
Alqur‟an cenderung ditafsirkan
Oleh karena itu, tradisi penafsiran
sesuai dengan keinginan serta
di era afirmatif atau era
madzhab mereka, menjadi
pertengahan boleh dikatakan telah
kepentingan sesaat untuk membela
terkontaminasi oleh fanatisme
kepentingan penafsir atau
madzhab dan kepentingan politik
penguasa. Pada era afirmatif yang
tertentu sehingga tampak sangat

16
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir
Kontemporer, hlm. 32 18
al-Zahabī, M. H. Al-Tafsīr wa al-
17
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Mufassirūn (Dār al-Kutub
Kontemporer, hlm. 32 alHādiṡah,1962), Vol.2, hlm. 434

9|Jurnal Manthiq
M. Samsul Ma’arif: Memahami Teks Keagamaan

ideologis, subjektif dan harus dipahami umat beragama,


tendensius.19 karena pada kenyataannya ketika
Pada era ini, penafsiran seseorang berinteraksi dengan
akan bisa bertahan lama jika sesuatu kemudian menghasilkan
didukung oleh penguasa. pemahaman tentangnya,
Sebaliknya, ia akan tergusur atau sebenarnya dia tidak pernah
kurang mendapat dukungaan mendapatkan pengetahuan yang
masyarakat jika tidak mendapat otentik apa adanya tentang
dukungan dari pemerintah. Di era sesuatu itu, melainkan
afirmatif ini, kecenderungan truth pemahaman atau pengetahuan
claim sangat menonjol sehingga “menurut atau sebagaimana yang
siapapun yang berbeda dengan dia tangkap”. Sesuatu yang sama
mainstream penafsiran umat dipahami oleh orang yang berbeda
Islam, maka akan dianggap mungkin akan menghasilkan
sebagai tafsir yang tercela. Tidak pemahaman yang berbeda juga,
hanya itu, muncul pula tradisi bahkan peristiwa yang sama
pengkafiran terhadap penafsiran ketika dihayati lagi oleh orang
yang berbeda. Konflik yang terjadi yang sama tetapi dalam waktu
pada era ini, menurut Hassan yang berbeda hasilnya pun
Hanafi sebenarnya merupakan dimungkinkan akan berbeda.
akibat dari konflik sosial-politik. Demikian juga yang terjadi dengan
Jika ada teori-teori penafsiran teks keagamaan, dan juga
maka hal tersebut sebenarnya Alqur‟an. Ketika teks Alqur‟an
hanya sebagai bingkai dipahami secara terpisah dari
epistemologis saja.20 konteks sosial-historisnya, banyak
Hal demikian tentunya aspek dari wacana sosial-
sangat merugikan umat islam psikologisnya yang hilang.
sendiri, karena dengan seperti itu Penting untuk
pesan Alqur‟an dan ajaran agama mendapatkan gambaran
tidak akan bisa ditampilkan pemahaman yang jernih dan utuh
dengan baik dan indah melainkan dalam memahami teks-teks yang
dengan wajah kering, kerdil tidak lepas dari persoalan ruang
bahkan timpang, dan oleh karena dan waktu, perbedaan-perbedaan
itu masyhur ungkapan al Islam kultural serta kebetulan-kebetulan
Mahjubun bil Muslimin ; Islam sejarah. Pemahaman yang baik,
tertutupi oleh perilaku orang- jernih dan komprehensif harus
orang islam itu sendiri. Dan ini melibatkan wilayah pembacaan
tentunya bisa diminimalkan teks, serta pemahaman konteks
bahkan dihindari dengan upaya dengan baik. Pemahaman dengan
memahami, kesanggupan berpikir menimbang konteks yang
lebih luas dan terbuka dengan dipahami dan pelacakan terhadap
kesadaran yang komlpleks terkait apa saja yang mempengaruhi
ruang dan waktu. sebuah pemahaman sehingga
Kesadaran tentang menghasilkan keragaman menjadi
pluralitas pemahaman yang sangat penting untuk diupayakan
disebabkan keragaman konteks dalam memahami teks-teks
keagamaan, sehingga dengan
19
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir demikian diharapkan ajaran-ajaran
Kontemporer,. hlm. 50 agama itu dapat terpancarkan
20
H. Hanafi, Method of Thematic dengan baik, utuh tanpa harus
Interpretation of the Qur’an, (1996)., hlm. 203 tertutupi oleh perilaku orang-
orang yang beragama itu sendiri.
10 | J u r n a l M a n t h i q
Jurnal Manthiq: Vol VII Edisi I 2022

Dar al-Fikr, 1975), hlm. 27


b. Hadis
Salah satu pedoman ajaran
Islam yang sangat penting setelah
Alqur‟an adalah Hadis. Hadis
dalam pengertian istilahnya
adalah apa yang diriwayatkan
berasal dari Nabi Muhammad
SAW, baik berupa sabda
(Qauliyah),
perbuatan (Fi’liyah) maupun
berupa perstujuan (Taqririyah).21
Hadis memiliki fungsi yang sangat
mendasar, antara lain adalah
sebagai penjelas tentang apa yang
terkandung dalam Alqur‟an yang
masih global, memberikan
rincianya, mentakhsis;
mengkhususkan yang umum dan
sebagainya.
Hadis sebagai sumber
kedua setelah Alqur‟an
merupakan penjelas berbagai
masalah baik yang bersifat lokal,
partikular maupun universal. Dan
hadis Nabi dalam rekaman sejarah
juga mengalami kodifikasi
sehingga kita menemukannya
dan
mengkajinya dewasa ini dalam
bentuk teks. Dengan demikian
masalahnya masih sama, yaitu
bagaimana kita generasi umat
islam zaman sekarang mampu
memahami dengan baik dan benar
teks hadis yang berasal dari Nabi
ratusan abad yang lalu. Oleh
karena itu untuk mendapatkan
pemahaman yang baik dan
komprehensif diperlukan juga
seperangkat pendekatan
pemahaman yang tidak
mengabaikan konteks historis
hadis.
Teks-teks hadis
memunginkan pemahaman yang
beragam, pemahaman tekstual
maupun kontekstual. Tekstual
dalam arti mengiyakan begitu saja
apa yang tersurat dalam teks,

21
‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis (Beirut:
11 | J u r n a l M a n t h i q
M. Samsul Ma’arif: Memahami Teks Keagamaan

sedangkan kontekstual begerak


“melampaui atau mengatasi” teks
untuk masuk wilayah konteks dengan
memperhatikan makna atau motivasi
dari sebuah hadis. Nyatanya tidak
sedikit teks hadis yang jika dipahami
hanya secara tekstual akan
menyisakan “masalah”
terkait pemahaman dan implikasinya.
Dan cara memahami secara tekstual
saja akan lebih ironis bagi seseorang
jika kemudian diikuti sifat ekstrim,
eksklusif, atau trut claim hanya
pendapatnya yang benar. Ketika itu
terjadi, lagi-lagi agama tidak berhasil
ditampilkan dengan indah tetapi
justru sangat mungkin dengan wajah
yang jelek, beringas dan tidak
seimbang.
Seperti contoh tentang
larangan baju atau celana dibawah
mata kaki, atau yang diistilahkan
dengan isbal. Isbal adalah
memanjangkan kain sampai ke bawah
mata kaki. Hadis Isbal termasuk hadis
yang terdapat kontroversi dalam
memahami pesannya. Sebagian
memahami secara sepotong-sepotong
tanpa melihat matan hadis lain yang
mempunyai latar belakang yang
berbeda. Sejumlah umat Islam
menolak keras mereka yang tidak
memendekkan pakaian di atas mata
kaki. Bahkan, beranggapan bahwa
memendekkan pakaian diatas mata
kaki sebagai syiar Islam dan
kewajiban. Sehingga, ketika mereka
melihat orang yang tidak berpakaian
sebagaimana yang mereka lakukan,
maka menjadi sasaran ejekan dan
terkadang menuduh secara terang
terangan sebagai orang yang kurang
memahami dan
mengamalkan ajaran agama.
Pemahaman ini di dasarkan
pada hadis Nabi yang diriwayatkan
dari Abi Hurairah bahwa Nabi
Muhammad SAW

12 | J u r n a l M a n t h i q
Jurnal Manthiq: Vol VII Edisi I 2022

bersabda; Apa yang berada maka Allah tidak akan melihatnya


dibawah mata kaki dari pakaian di hari kiamat. Maka Abu Bakar
maka tempatnya adalah neraka berkata; Sesungguhnya salah satu
(HR. Bukhori).22 sisi pakaianku selalu turun kecuali
Hadis ini jika dibaca jika aku terus menjaganya. Maka
sepintas tekstualis, maka sangat Rasulullah SAW. bersabda;
mungkin yang didapat adalah sesungguhnya engkau tidak
kesimpulan bahwa pakaian harus termasuk yang melakukannya
diatas mata kaki, apapun yang dengan kesombongan.24
terjadi, dan orang yang tidak Imam al-Nawawi, ketika
memendekkan pakaian atau menjelaskan hadis “orang yang
celananya diatas mata kaki maka memanjangkan pakaiannya”, ia
dinilai tidak mengamalkan ajaran berkata: “Adapun yang dimaksud
Nabi dan tidak syar‟i. Namun jika oleh sabda Nabi SAW.; “orang
dikaji lebih dalam, dengan melihat yang memanjangkan pakaiannya”
hadis-hadis lain yang berbicara adalah orang yang menjulurkan
tentang masalah yang sama, serta pakaian dan menyeret ujungnya
memperhatikan pemahaman- dengan kesombongan,
pemahaman yang dikemukakan sebagaimana dijelaskan dalam
oleh para ulama, maka niscaya hadis lain; “Allah tidak akan
akan memperoleh pemahaman melihat kepada orang yang
yang lebih utuh, komprehensif menarik pakaiannya karena
dari hadis-hadis tersebut dan tidak kesombongan”. Kalimat “menarik
akan memiliki sikap ekstrim pakaiannya karena kesombongan”
terhadap orang lain yang memiliki membatasi keumuman kalimat
pandangan berbeda. “orang yang memanjangkan
Pemahaman yang pakaiannya” sehingga hanya
komprehensif tersebut, dapat merekalah yang mendapat
diperoleh dengan membaca dan ancaman. Buktinya, Nabi SAW.
memahami heberapa hadis lain telah memberikan jawaban kepada
dalam masalah ini. Ibn Hajar Abu Bakar; “Engkau tidak
memberikan penjelasan bahwa termasuk mereka yang
kemutlakan dalam hadis larangan
melakukannya karena
isbal tersebut ternyata harus kesombongan."25 Dalam suatu
dipahami dalam konteks riwayat Ibnu „Abbas berkata:
“kesombongan”. Isbal dalam "Makanlah sekehendakmu dan
konteks sombong Inilah yang berpakaianlah sekehendakmu,
diancam dengan sanksi yang selama kau menghindari dua
keras.23 Dan yang demikian hal, yaitu berlebihan dan
sebetulnya dapat dipahami dari kesombongan". Dengan demikian
apa yang dialami oleh sayidina berlebihan dan kesombongan
Abu Bakar yang terekam dalam menjadi alasan yang cukup untuk
hadis berikut; menjadikan perilaku seseorang
Rasulullah SAW. bersabda: terkena hukum haram, bukan
Siapa yang memanjangkan hanya berpakaian tetapi juga
pakaiannya dengan sombong, terkait dengan makanan. Oleh
karena itu, jika yang menjadi
22
Al-Bukhari, Sahih al Bukhari, Hadis
Nomor . 5341 24
Abu Daud Sulaiman al Sijistani, Sunan
23
Ibn Hajar, Fath al-Bari, (Dar al-Fikr, Abi Daud, Hadis Nomor 3563.
vol. X), hlm. 257 25
Sahih Muslim, vol. I, h. 305

13 | J u r n a l M a n t h i q
M. Samsul Ma’arif: Memahami Teks Keagamaan

motivasi penetapan hukum adalah dan memiliki kesiapan dan


kesombongan, maka ketika kesanggupan ketika harus
kesombongan itu ada, apapun berinteraksi dengan kawan-kawan
aktifitas dan perilaku seseorang lama yang tidak sepemahaman.
juga akan terkena hukum haram, Kondisi ini banyak dialami dan
termasuknya jika seseorang nyatanya butuh tendensi yang
ternyata memendekkan pakaian dapat dirujukkan dalam ajaran
diatas mata kaki dengan agama. Kebutuhan ini mendapat
kesombongan. momennya ketika dikaitkan
Contoh lain yang perlu kita dengan hadis tentang asingnya
perhatikan sebagai pemahaman islam. Untuk membesarkan hati
yang “bermasalah” tentang teks seolah ada pemahaman bahwa
hadis, adalah ketika seorang Islam yang benar adalah Islam
terduga atau terdakwa teroris di yang terasingkan; tidak apa-apa
wawancarai mengapa melakukan jika harus berbeda dengan orang
tindakan teror, dan menjadi banyak, karena islam yang sejati
ekstrimis, kemudian menjawab itu tidak banyak yang sanggup
bahwa apa yang mereka lakukan menjalankan, islam yang sejati itu
itulah yang benar, meraka yakin asing, bukan yang dilakukan
sebagai orang-orang yang asing; banyak orang.
melawan arus, berbeda dengan Pemahaman demikian
mayoritas, karena begitulah agama sebenarnya sah-sah saja, akan
Islam yang benar. Islam yang tetapi menjadi berbahaya ketika
benar tidak banyak yang hadis tersebut digunakan oleh
mengikutinya. Pemahaman seperti pendukung radikalisme dan
ini mereka dasarkan kepada hadis terorisme, seolah menjadi
yang diriwayatkan oleh Abi pembenar bahwa meski aksi
Hurairah bahwa Rasulullah SAW. teroris dikutuk mayoritas umat
bersabda; “Islam muncul dalam beragama, ia tetaplah aksi yang
keadaan asing dan akan kembali heroik, merupakan jihad dan
dalam keadaan asing, maka merupakan pengamalan dari
beruntunglah bagi orang-orang ajaran Islam yang benar, oleh
yang asing” (HR. Muslim) karena itu tidak perlu merisaukan
Tekstual redaksi hadis ini anggapan aneh dan “asing”
mengesankan bahwa yang asing karena agama islam yang
dan tidak familiar, itulah Islam sebenarnya pun merupakan
yang sejati. Seseorang yang pindah agama yang asing. Jika pemaknaan
(hijrah) dari sifat dan laku yang asing ini sampai pada pemaknaan
dianggap non-Islami menuju jalan membabi buta tidak mendasar dan
hidup yang dianggapnya lebih menimbulkan kerusakan seperti
islami, serigkali dihampiri dan pemahaman; “tidak perduli
diliputi keresahan dan kegalauan. dengan mayoritas umat islam,
Semisal orang yang baru saja karena islam yang benar adalah
memutuskan untuk meninggalkan yang asing, semakin asing maka
suatu rutinitas keseharian entah semakin islami, sekalipun
cara berpakaian atau pekerjaan berperilaku ekstrim” maka
dan menjalani suatu pilihan yang pemaknaan dan pemahaman
dianggap “religius” dalam seperti ini sangat berbahaya dan
hidupnya, bahkan keluar dari harus diluruskan.
suatu pekerjaan yang dianggap Pemahaman ini merupakan
tidak islami, ia harus menata diri, contoh yang terjadi ketika hanya

14 | J u r n a l M a n t h i q
Jurnal Manthiq: Vol VII Edisi I 2022

sepotong dalam memahami teks, Menenangkan Islam atas


serta merupakan pemahaman segala agama, merupakan janji
yang dangkal, sama sekali tidak Allah. “Menang” tentu masih
utuh. Pemahaman ini tidak akan butuh banyak penafsiran. Akan
terjadi jika berkenan mencerna tetapi tetap saja, menang dan asing
dan memahami lebih dalam, adalah dua hal yang bertolak
dengan mendialogkannya dengan belakang. Pemenang biasanya
redaksi- redaksi teks lain serta akan dikenal. Bagaimana Islam
konteks yang lebih luas. Tidak dalam keadaan asing, tapi menjadi
akan ada pembenaran sama sekali pemenang, atau bagaimana
terhadap perilaku merusak, mungkin Islam menang dalam
radikal, dan teror. Karena tolak keadaan terasing. Dalam kerangka
ukur asing yang dimaskud dari ini, maka perlu dipahami bahwa
“islam agama yang asing” tidak dengan serta merta
sebagaimana jawaban Nabi SAW. keterasingan dapat dimaknai
adalah orang-orang yang asing sebagai sesuatu yang Islami. Salah
karena melakukan perbaikan di besar dan berbahaya jika ada
tengah manusia mayoritas yang anggapan semakin asing
berbuat kerusakan. Nabi SAW. seseorang, sudah pasti semakin ia
ketika ditanya, “siapakah mereka dekat dengan Islam yang sejati.
yang asing itu?” Beliau menjawab, Perlu disadari, bahwa
“orang-orang yang mengadakan ketika sebuah wacana yang begitu
perbaikan di tengah manusia yang kompleks dituliskan, penyempitan
berbuat kerusakan”. dan pengeringan makna tidak bisa
Berdasarkan pemahaman dihindari. Oleh karenanya,
makna ini, bisa sangat dipahami interaksi dengan teks keagamaan,
bahwa orang asing adalah orang Alqur‟an dan Hadis tidaklah
yang dianggap asing karena cukup hanya dengan kecakapan
melakukan perbaikan ditengah membaca teks nya saja melainkan
kaum mayoritas yang melakukan harus dengan memahami dan
berbagai kerusakan. Dan jelas aksi menangkap konteks dan pesannya
teror bukanlah perbaikan secara kompleks dan utuh,
melainkan aksi kerusakan itu sehingga penafsiran dan
sendiri. Dalam kesempatan yang pemahaman tidak terjebak dalam
lain Nabi SAW. ketika ditanya pembacaan yang parsial, ahistoris
tentang orang asing yang dan kehilangan konteks esensinya.
beruntung tersebut, Beliau
menjawab, “mereka adalah orang- Kesimpulan
orang minoritas yang salih di
tengah-tengah mayoritas Teks, tanda dan simbol pasti
masyarakat yang buruk”. menyimpan makna yang terkadang jauh
Di sisi lain, jika hadis lebih kompleks, oleh karena itu
asingnya agama islam ini menangkap makna sebuah teks atau
didialogkkan dengan Alqur‟an, at- tanda tidak cukup hanya dengan
Taubah ayat 33; Dialah yang telah mengetahui melainkan harus dengan
mengutus Rasul-Nya dengan menyadari dan memahami. Problem
petunjuk (Alqur'an) dan agama memahami menjadi penting, salah
yang benar untuk memahami berakibat fatal karena akan
memenangkannya atas segala berakibat salah bersikap, salah menjalani
agama, walaupun orang-orang hidup, dan salah bagaimana menampilkan
musyrik tidak menyukai. eksistensi diri. Kesadaran memahami ini
perlu dibawa
15 | J u r n a l M a n t h i q
M. Samsul Ma’arif: Memahami Teks Keagamaan

untuk menyadari dan memahami (Bandung: Yayasan Nuansa


berbagai simbol dan tanda, termasuk teks Cendekia,2000
dan simbol yang terkait dengan agama. Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa
Teks dan simbol agama tidak mungkin Agama Sebuah Kajian
berbicara sendiri, maka ia perlu Hermeneutika, (Bandung: Mizan,
pembacaan, penafsiran dan pemahaman 2011),
yang benar dan tepat. Umat beragama Hanafi, H. (1996). Method of Thematic
harus menjadi pembaca cerdas yang Interpretation of the Qur’an.
mampu memahami secara komprehensif Muhammad
kontekstualis ajaran-ajaran agama tanpa Mustaqim, Abdul Pergeseran Epistemologi
ada aspek yang terabaikan, tanpa terjebak Tafsir (Yogjakarta: Pustaka
dalam pemahaman yang parsial, terkotak- Pelajar, 2008)
terkotak atau bahkan a-historis, Mustaqim, A. (2010). Epistemologi Tafsir
ekstrimis, dan kehilangan konteks Kontemporer. (LKiS. Qudā mah, I,
esensinya. Perlu disadari, ketika sebuah 1981)
wacana yang begitu kompleks dituliskan, Nurrohmah, Nina, Hermeneutika
penyempitan dan pengeringan makna Schleiermacher dan signifikansinya
tidak bisa dihindari. Oleh karena itu dalam penafsiran al-Qur’an, http :
interaksi dengan teks keagamaan tidaklah // www . pkscirebon . com
cukup dengan kecakapan membaca dan
/2012 /04 /untuk- kolom-
mengetahui teks saja melainkan harus
qiyadah. html
dengan memahami dan menangkap
Rohimin,Aspek Keilahian dan Kesejarahan
konteks serta pesannya secara utuh,
Al-Qur’an, (Program Pasca
sehingga penafsiran dan pemahaman
Sarjana STAIN Bengkulu;
agama mampu menampilkan perilaku
Nuansa, juni 2012),
beragama yang reflektif, utuh, bijak dan
Saenong, Ilham B. Hermeneutika
indah.
Pembebasan, (Bandung: Teraju, 2002)
Syamsudin, Sahiron, Hermeneutika
Alqur’anMazhab Yogya,
(Yogyakarta: Islamika, 2003)
Daftar Pustaka
Syauqi, Labib, Kontekstualisasi Penafsiran
Al-Khatib, Ajjaj, Ushul al-Hadis (Beirut: Ayat-Ayat Teror dalam Al-
Dar al-Fikr, 1975) Qur’an, MAGHZA: Jurnal Ilmu
al-Zahabī, M. H. (1962). Al-Tafsīr wa al- Alqur‟andan Tafsir Fakultas
Mufassirūn (Vol. 1–4). Dā r al- Ushuluddin Adab dan
Kutub alHā diṡah. Humaniora, IAIN Purwokerto
Baidan, Nasaruddin, Wawasan Baru Ilmu Edisi: Januari-Juni, Vol. 5, No. 1,
Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka 2020
Pelajar, 2005) Wijaya, Aksin Teori Interpretasi
Dahlan, Moh. Abdullah Ahmad an-Na’im Alqur’anIbnu Rusyd; Kritik
ideologis –hermeneutis
Epistemologi Hukum Islam
(Yogyakarta: PT LkiS, 2009)
(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2009)
Faiz, Fahruddin, Hermeneutika al-Qur’an;
Tema-tema Kontroversial
(Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005)
F. Budi Hardiman, Hermeneutik ; Apa itu?
dalam basis, XL, no 3, 1990
Howard, Hermeneutika, Wacana Analitik,
Psikososial, dan Ontologis

16 | J u r n a l M a n t h i q
Jurnal Manthiq: Vol VII Edisi I 2022

REVIEW FORM
Article Number Filsafat Pendidikan Islam – Memahami Teks Keagamaan
Title Fatima Madjid
Criteria
Criteria Excellent Good Poor Comments
Title √ Judulnya sangat bagus
sekali
Abstract √ Ditambah lagi uraian
abstraknya
Keywords √ Kurang menambahkan
kewords dengan kata
“Bahasa Arabnya”
Introduction √ Penting menambahkan
gambaran saat mengajar
dan membuat format
penilaian
Literature Review √ Bisa manambahkan gambar
bacaan huruf hijaiyah
Methods √ Sangat bagus sekali

Discussion √ Harap selalu memahami isi


dalam kandungan suratnya
Conclusion √ Simpulan baiknya
menjawab rumusan dengan
baik supaya dapat dipahami
Topic and level of formality √ Topik sangat bagus karna
appropriate for audience karna supaya masyarakat
juga bisa mempelajarinya
References √ Bisa menambahkan refrensi
huruf arab sesuai dengan
penafsirannya
Supporting data and material √ Tetap dukung

Contribution √ Penelitian ini memberikan


masukan kepa guru guru
yang mengajar anak anak
supaya di mempraktekan.
Sentences and words varied √ Sangat Tersusun rapi

Grammar √ Baik sekali

Spelling √ Baik

Recommended Changes

Please to follow the structure of the journal:


Tetap Semangat dan Berkarya
Abstract
Introduction
Literature Review

17 | J u r n a l M a n t h i q
M. Samsul Ma’arif: Memahami Teks Keagamaan

Method
Result and Discussion
Conclusion References
Decision

Reviewer Comments

Journal sudah sangat bagus dan siap di publis setelah merevisi beberapa catatan reviewer
di atas

Jayapura, 25 Januari 2024


Dosen Pengampu,

Dr. Muhammad Anang Firdaus, S.Ag., M.Fil.I

18 | J u r n a l M a n t h i q

You might also like