You are on page 1of 11

Motivasi Ibu dengan Anak Berkebutuhan Khusus dalam Mengelola

Sanggar Inklusi dan Dukungan Sosialnya


Davina Luthfiah Adiatma1, Felicia Sofia2, Farid Khalis Billah3.
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta.
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah.
e-mail : davina.luthfiah10@gmail.com1 , felicias2504@gmail.com2,
faridkhalisbillah@gmail.com3.

Abstract
Keywords:
Motivation, Social This study aims to determine the effect of social support on the resilience of
Support, parents who have children with special needs (ABK). This research used a
Resilience. qualitative approach with a case study method at the Inclusion Studio in
Sukoharjo Regency. The research subjects were mothers of children with
special needs who are the managers of the Inclusion Studio and Other
Studio. The research data were collected through in-depth interviews,
participatory observation and documentation. The data were analyzed using
thematic analysis techniques. The results showed that parents of children
with special needs were motivated to build and manage the Inclusion Studio
due to several factors, namely because they wanted to give more rights to
children with special needs and because of economic factors. Social support
obtained from various parties, such as the government, the community, and
organizations, can help parents of children with disabilities in managing this
Inclusive Studio. This study also revealed that the inclusive centers
established by mothers of children with special needs received support from
various parties, such as construction costs, therapist assistance, and awards.

Abstrak
Kata kunci:
Motivasi, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial
terhadap resiliensi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus
Dukungan Sosial,
(ABK). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
Resiliensi studi kasus pada Sanggar Inklusi di Kabupaten Sukoharjo. Subjek penelitian
adalah ibu dari ABK yang merupakan pengelola Sanggar Inklusi dan
Sanggar Lainnya. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara
mendalam, observasi partisipatif, dan dokumentasi. Data penelitian
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis tematik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa orang tua ABK termotivasi untuk membangun dan
mengelola Sanggar Inklusi karena beberapa faktor, yaitu karena ingin
memberikan hak lebih kepada para anak berkebutuhan khusus serta
karena faktor ekonomi. Dukungan sosial yang diperoleh dari berbagai
pihak, seperti pemerintah, masyarakat, hingga organisasi, dapat
membantu orang tua ABK dalam mengelola Sanggar Inklusi ini. Penelitian
ini juga mengungkapkan bahwa Sanggar Inklusi yang didirikan oleh ibu dari
ABK mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, seperti biaya
pembangunan, bantuan terapis, hingga penghargaan.
Alamat Korespondensi :
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta: Jl. Pandawa, Dusun IV, Puncangan, Kec. Kartasura,
Kabupaten Sukoharjo, telp. (0271) 781516.
e-mail: 1davina.luthfiah10@gmail.com, 2felicias2504@gmail.com, 3faridkhalisbillah@gmail.com
PENDAHULUAN

Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus tentunya memiliki tantangan
tersendiri dalam mengasuh dan mendidik anak mereka. Tantangan tersebut berasal dari
dalam diri dan luar diri orang tua yang dapat menimbulkan emosi negatif dan stres. Beberapa
tantangan yang sering dihadapi oleh orang tua ABK antara lain adalah menyesuaikan diri
dengan kondisi anak, mencari informasi dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anak,
menghadapi stigma dan diskriminasi dari masyarakat, mengelola waktu dan keuangan
keluarga, menjaga keseimbangan antara peran sebagai orang tua dan peran lainnya, serta
menjaga kesehatan fisik dan mental diri sendiri. Tantangan-tantangan ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan psikologis orang tua ABK.

Menurut Frieda Mangunsong (2009) ABK adalah anak yang menyimpang dari rata-
rata anak normal dalam hal; ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan
neuromuskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun
kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas; sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas-
tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk
pengembangan potensi atau kapasitasnya secara maksimal, sehingga membutuhkan
pelayanan khusus untuk membantu perkembangan dan pembelajaran mereka. Menurut data
dari Biro Pusat Statistik, pada tahun 2017 siswa berkebutuhan khusus di Indonesia berjumlah
1,6 juta jiwa. Dan menurut data BPS tahun 2018, terdapat sekitar 1,5 juta ABK di Indonesia,
dengan persentase tertinggi di Provinsi Jawa Barat (14,9%), Jawa Timur (13,4%), dan Jawa
Tengah (12,2%). ABK memiliki keragaman dalam jenis, tingkat, dan kebutuhan khususnya,
seperti tunarungu, tunanetra, tunagrahita, tunadaksa, autis, down syndrome, hiperaktif,
disleksia, dan lain-lain. Anak berkebutuhan khusu membutuhkan dukungan dari berbagai
pihak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, termasuk dari orang tua mereka.

Salah satu faktor yang dapat membantu orang tua ABK dalam menghadapi tantangan
tersebut adalah dukungan sosial. Dukungan sosial adalah bantuan yang diberikan oleh orang
lain atau kelompok kepada seseorang yang sedang mengalami kesulitan atau tekanan dalam
hidup. Dukungan sosial dapat berupa dukungan emosional (misalnya kasih sayang,
perhatian, penghargaan), dukungan instrumental (misalnya bantuan finansial, materiil, atau
praktis), dukungan informasional (misalnya saran, pengetahuan, atau umpan balik), atau
dukungan afiliasi (misalnya kesempatan untuk berinteraksi sosial dengan orang lain).
Sumber dukungan sosial dapat berasal dari keluarga inti atau besar, teman sebaya atau

2
sahabat, tetangga atau masyarakat sekitar, profesional kesehatan atau pendidikan, organisasi
sosial atau keagamaan, atau media massa atau online.
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana pengalaman pribadi
seorang ibu dari anak berkebutuhan khusus mempengaruhi keputusan untuk mendirikan
rumah singgah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Fenomenologi adalah suatu cara untuk memahami makna dari pengalaman
hidup seseorang. Penelitian ini mengambil subjek penelitian dari ibu-ibu yang memiliki anak
berkebutuhan khusus dan juga merupakan pemilik rumah singgah.
Dukungan sosial memiliki banyak manfaat bagi orang tua anak berkebutuhan khusus.
Beberapa manfaat tersebut antara lain adalah: meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri
orang tua anak berkebutuhan khusus, mengurangi rasa kesepian dan isolasi sosial orang tua
anak berkebutuhan khusus, memberikan informasi dan sumber daya yang berguna bagi
perkembangan anak, membantu orang tua anak berkebutuhan khusus dalam mengambil
keputusan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi, memberikan motivasi dan dorongan
bagi orang tua anak berkebutuhan khusus untuk terus berusaha dan berprestasi, serta
menurunkan tingkat stres dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental orang tua anak
berkebutuhan khusus.
Salah satu indikator dari manfaat dukungan sosial bagi orang tua anak berkebutuhan
khusus adalah resiliensi. Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bangkit dari
penderitaan atau kesulitan hidup dengan menjadi lebih kuat dan lebih memiliki sumber daya.
Resiliensi merupakan hasil dari interaksi antara faktor internal (misalnya kepribadian,
keyakinan, sikap) dan faktor eksternal (misalnya lingkungan, budaya) yang mempengaruhi
cara seseorang menghadapi tantangan hidup. Resiliensi dapat ditingkatkan melalui proses
pembelajaran dan pengalaman hidup. Resiliensi merupakan salah satu faktor penentu dari
kesejahteraan psikologis orang tua anak berkebutuhan khusus.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk mengeksplorasi
bagaimana pengalaman pribadi sebagai ibu dari anak berkebutuhan khusus mempengaruhi
keputusan untuk mendirikan Sanggar Inklusi. Sanggar adalah fasilitas yang disediakan oleh
pemerintah atau lembaga non pemerintah untuk orang-orang yang kurang mampu yang
membutuhkan tempat tinggal sementara, misalnya karena sedang berobat, bekerja, atau
belajar di luar kota. Peneliti ingin mengetahui apa saja motivasi dan dukungan sosial yang
Ibu pengelola Sanggar Inklusi ini dapatkan dari berbagai pihak.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.


Pendekatan kualitatif dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk memahami makna dan

3
fenomena yang dialami oleh subjek penelitian secara mendalam dan holistik. Metode studi
kasus dipilih karena penelitian ini berfokus pada satu kasus spesifik yaitu Sanggar Inklusi
yang didirikan oleh ibu anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Sukoharjo. Subjek
penelitian adalah ibu dari anak berkebutuhan khusus yang merupakan pengelola Sanggar
Inklusi tersebut, serta pengelola Sanggar Lainnya lainnya yang juga merupakan ibu dari anak
berkebutuhan khusus. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara mendalam,
observasi partisipatif, dan dokumentasi. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan
teknik analisis tematik.

Motivasi
Dalam penelitian ini kami menggunakan teori dari Abraham Maslow (1950) yakni
teori motivasi, menurutnya kebutuhan manusia dapat dilihat dari 5 hierarki kebutuhan
manusia, antara lain, pertama kebutuhan fisiologis (physiological needs) kebutuhan manusia
sangat beragam dan bertingkat. Ada kebutuhan dasar seperti makan, minum, dan tempat
tinggal. Tanpa terpenuhinya kebutuhan ini, sulit bagi kita untuk berfungsi dan bertahan
hidup. Kedua, kebutuhan keamanan (safety needs) setelah kebutuhan fisik terpenuhi, muncul
kebutuhan akan rasa aman. Kita membutuhkan ketenangan jiwa dan kepastian bahwa
kehidupan kita terlindungi. Ketiga, kebutuhan social (social and belongingness needs)
kemudian muncul kebutuhan untuk berelasi.
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan hubungan dengan
orang lain. Rasanya sepi dan hampa bila kita kekurangan kasih sayang atau persahabatan.
Rasa cinta, kasih sayang dan rasa memiliki lahir dari pemenuhan kebutuhan sosial ini
melahirkan. Misalnya keinginan untuk memiliki teman hidup atau pasangan, keinginan
memiliki keturunan, bahkan juga ingin dekat dengan keluarga. Keempat adalah kebutuhan
harga diri (self esteem needs) saat kebutuhan sosial terpenuhi, biasanya muncul keinginan
untuk dihargai dan diakui keberadaannya. Kita ingin merasa berguna, kompeten, dan
dibanggakan. Ini adalah kebutuhan untuk merasa dihormati, diakui, dan berhasil, baik dari
diri sendiri maupun dari orang lain. Ini juga meliputi kebutuhan akan rasa percaya diri,
kekuatan, kemandirian, dan kebebasan. Dan kelima, aktualisasi diri (self actualization needs)
puncak dari hierarki kebutuhan manusia adalah aktualisasi diri. Ini adalah dorongan kuat
untuk menyelesaikan masalah, dan menghadapi tantangan juga mengoptimalkan dan
mengekspresikan potensi diri, kreativitas, kesadaran diri, serta bakat kita agar hidup ini
bermakna dan memberi manfaat bagi orang lain.

4
Dukungan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Dukungan sosial
adalah informasi dan umpan balik dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang
dicintai, diperhatikan, dihargai, dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan
kewajiban yang timbal balik. Menurut Taylor (dalam King, 2014) dukungan sosial adalah
informasi dan umpan balik dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan
diperhatikan, dihargai, dan dihormati dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan
kewajiban yang timbal balik. Maksud dari teori ini adalah dukungan sosial ialah sesuatu yang
membuat kita merasa baik dan bahagia ketika kita berhubungan dengan orang lain.
Dukungan sosial seperti berupa kata-kata, tindakan, atau perasaan menunjukan bahwa orang
lain peduli, menghargai dan menghormati kita. Menurut Hornstein & Eisenberger (2017)
pemberian dukungan sosial merupakan investasi jangka panjang dalam suatu hubungan.
Semakin banyak investasi dukungan yang diberikan, semakin besar kemungkinan untuk
mendapatkan dukungan di masa depan. Teori ini memandang dukungan sosial sebagai
investasi bagi hubungan interpersonal di masa mendatang. Artinya memberi dukungan saat
ini dipandang sebagai cara untuk memastikan ketersediaan dukungan saat dibutuhkan
di kemudian hari.
Memberi dukungan sosial itu seperti berbagi sesuatu yang baik dengan orang lain.
Semakin banyak kita berbagi, semakin banyak orang yang akan berterima kasih dan
bersimpati kepada kita. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan mendalam
tentang bagaimana motivasi, tantangan, dan dampak keputusan ibu-ibu yang memiliki anak
berkebutuhan khusus dalam mengelola Sanggar Inklusi. Dukungan sosial memainkan peran
sentral dalam membantu mereka mengatasi tantangan dan mencapai tujuan mereka untuk
meningkatkan kualitas hidup anak-anak berkebutuhan khusus.

METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menganalisis
bagaimana hubungan atau keterkaitan antar fenomena yang diamati dengan penggunaan
simpulan induktif. Penelitian ini akan menghasilkan data deskripsi atau dari objek penelitian
yang diamati. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan memahami bagaimana
fenomena sosial dalam kehidupan manusia. Fenomena ini dapat dipahami melalui ungkapan
pendapat dari subjek penelitian. Tujuan dari penelitian kualitatif yaitu untuk memahami dan
menjelaskan secara mendalam tentang suatu fenomena.

5
Pendekatan fenomenologi adalah metode yang digunakan untuk menganalisis
fenomena dengan mengkolaborasikan hasil temuan di lapangan dengan kajian teori.
Pendekatan ini berusaha untuk menggali makna dalam setiap fenomena yang dialami oleh
individu atau kelompok. Pendekatan fenomenologi bertujuan untuk mendeskripsikan dan
mengklasifikasikan sebuah fenomena yang terjadi. Tujuan menggunakan pendekatan
fenomenologi adalah untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang fenomena
yang terjadi pada subjek penelitian. Penelitian yang menggunakan pendekatan fenomenologi
tidak hanya memahami suatu kejadian dari satu dimensi, tetapi juga melakukan penghayatan
dengan sistem dan makna dari esensi subjek penelitian.

Partisipan Penelitian
Total subyek yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 2 orang, yaitu 1 orang adalah
Ibu SR dan memiliki anak berkebutuhan khusus, Ibu SR sebagai ketua dari pengelolaan
Sanggar Inklusi ini, kemudian 1 orang lainnya sebagai volunteer dari Sanggar Inklusi ini yaitu
Ibu yang berinisial AY memiliki anak berkebutuhan khusus. Proses pemilihan sampel dalam
penelitian ini sudah ditentukan agar mencapai tujuan penelitian. Kriteria subjek yaitu: (1) Ikut
Berpartisipasi dalam pengelolaan Sanggar Inklusi (2) Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus.

HASIL
Berdasarkan hasil data yang sudah dikumpulkan, diperoleh temuan mengenai
bagaimana motivasi ibu dengan anak berkebutuhan khusus dalam mengelola Sanggar Inklusi
dan bagaimana peran dukungan sosial yg diperoleh.

Motivasi untuk mengelola Sanggar Inklusi


Motivasi adalah sebuah dorongan bagi seseorang untuk berperilaku atau bertindak.
Motivasi terjadi karena adanya faktor-faktor tertentu yang membuat seseorang melakukan
tindakan tersebut. Adanya motivasi pada seseorang berarti keadaan kejiwaan dan mental
seseorang terdapat energi, sehingga mendorong seseorang dan mengarahkan seseorang
untuk mencapai apa yang dia inginkan (Sinungan, 2016). Berdasarkan definisi motivasi
sendiri, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang membuat Ibu SR selaku ketua
pengelolaan Sanggar Inklusi serta Ibu AY yang juga merupakan salah satu volunteer dalam
pengelolaan Sanggar Inklusi ini akhirnya dapat mewujudkan mimpinya untuk membangun
Sanggar Inklusi ini.

6
“Alasan saya untuk mengelola Sanggar ini adalah karena saat itu belum ada
gerakan dari pemerintah yang belum terlalu peduli dengan kalangan disabilitas,
kemudian saya dan teman-teman yang memiliki disabilitas bersuara bahwa di
kabupaten Sukoharjo ada disabilitas yang perlu kita penuhi hak-haknya, dan hak-
haknya tidak hanya butuh uang, namun juga KIS atau Perobatan gratis dan terapi
gratis” (Ibu SR, Ketua Sanggar).

Berdasarkan pernyataan Ibu SR, ia mencetuskan ide untuk mengelola Sanggar Inklusi
ini yaitu karena merasa dari pemerintah Sukoharjo sendiri belum ada fasilitas yang memadai
bagi disabilitas, terutama bagi masyarakat yang kurang mampu dan memiliki anak
berkebutuhan khusus. Sehingga dari permasalahan tersebut Ibu SR beserta teman-temannya
termotivasi untuk membangun dan mengelola sebuah Sanggar Inklusi yang di dalamnya
terdapat anak-anak berkebutuhan khusus dan mendapatkan terapi gratis dari pemerintah
dan juga biaya kebutuhan lainnya guna untuk mengembangkan potensi-potensi yang mereka
miliki yang dinamai “kelas perkembangan.”
“Sebelum saya bergabung ke Sanggar ini, saya selalu terapi anak saya di
terapis dan biayanya mahal, kemudian Ibu Ketua (Ibu SR) mengajak saya ke Sanggar
dan saya rasa itu juga perlu karena saya juga memiliki anak berkebutuhan khusus jadi
saya ikut walaupun sebelumnya saya tidak kepikiran untuk ikut mengelola di
Sanggar ini” (Ibu AY, Relawan Sanggar).

Berbeda halnya dengan Ibu SR, Ibu AY pada awalnya tidak terpikir untuk mengelola
sebuah Sanggar Inklusi, namun karena Ibu SR mengajak Ibu AY untuk ikut serta dalam
pengelolaan Sanggar Inklusi tersebut, kemudian Ibu AY menyetujuinya. Disisi lain, Ibu AY
memiliki permasalahan pada ekonominya, sehingga ia merasa bahwa dengan adanya
Sanggar Inklusi maka anaknya akan mendapatkan terapi gratis dan juga mendapatkan hal-
hal baik lainnya, seperti teman dan kelas tambahan yang dapat meningkatkan potensinya.

Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang dapat memberikan manfaat bagi orang
lain, dan dari keadaan tersebut membuat seseorang merasa dihargai, diperhatikan, dan
dipercaya. Dukungan sosial meliputi beberapa faktor, seperti bantuan yang diberikan,
kemudian kenyamanan yang dirasakan, lalu kepedulian dari masyarakat sekitar , dan
penghargaan yang diberikan dari perorangan atau sebuah kelompok (Uchino, 2012).
Berdasarkan definisi dukungan sosial sendiri, peneliti ingin mengetahui dukungan sosial apa
saja yang dirasakan dan didapatkan oleh Ibu SR dan Ibu AY selaku pengelola Sanggar Inklusi.
“Kami mendapatkan banyak bantuan, seperti tanah sanggar milik
pemerintah, lalu dibuat bangunan sanggar dengan dana yang diberikan oleh Bupati
Sukoharjo, kemudian bantuan dari Kementrian Kesehatan yang memberikan layanan

7
terapi gratis bagi anak ABK dan langsung dari trapis, setiap hari Jum’at. Kemudian
bantuan dari Kemensos yang memberikan dana untuk penyaluran makanan bagi
Lansia, dan juga dari komunitas Gapai Indonesia yang membantu anak ABK untuk
keterampilannya di kelas perkembangan, seperti menggambar, mewarnai, dan
lainnya.” (Ibu SR, Ketua Sanggar).

Berdasarkan apa yang Ibu SR katakan bahwa Sanggar Inklusi yang dikelolanya dan
relawan lainnya mendapatkan banyak dukungan sosial, berawal dari pemerintah yang
memberikan tanah serta bantuan dana pembangunan kepada Sanggar Inklusi tersebut.
Setelah itu, Sanggar ini mendapat bantuan dari Kementerian Kesehatan berupa layanan terapi
gratis bagi anak berkebutuhan khusus. Kemudian terdapat dukungan dari salah satu
komunitas yang peduli terhadap disabilitas berupa beberapa relawan pengajar untuk
membantu mengajar dan melatih perkembangannya.

“Alhamdulillah sanggar ini mendapat banyak dukungan dari kalangan


masyarakat sekitar, seperti RT lalu Lurah dan Desa juga mendukung adanya Sanggar
ini, jadi kita merasa aman dan merasa didukung oleh adanya sanggar ini.” (Ibu AY,
Relawan Sanggar).

Sama seperti apa yang Ibu SR katakan, Ibu AY juga menyatakan bahwa Sanggar
Inklusi ini mendapat banyak dukungan sosial, selain itu Ibu AY dan para pengelola Sanggar
juga merasa aman dan tidak mendapatkan respon ataupun penolakan oleh masyarakat
sekitar.

“Alhamdulillah banyak dukungan dari pihak masyarakat dan pemerintah,


dan organisasi yang peduli terhadap disabilitas, peran kami sebagai relawan disini
selain sebagai ibu dari anak berkebutuhan khusus, kami juga mengelola sanggar ini
seperti memasak kepada orangtua lainnya, kemudian memastikan Sanggar aman,
membeli kebutuhan yang perlu untuk terapi, seperti baby oil, matras, dan dananya
dengan mengumpulkan bersama orangtua dari anak berkebutuhan khusus juga
sebesar 10 ribu dan jika ada penyaluran bantuan pangan dari kemensos untuk lansia,
kami para relawan sanggar yang berjumlah 9 orang akan memasak bersama”. (Ibu SR,
Ketua Sanggar).

Kemudian Ibu SR mengaku bahwa selain mendapatkan dukungan yang cukup


banyak dari berbagai kalangan, para pengelola Sanggar dan para orangtua dari anak
berkebutuhan khusus juga mengeluarkan uang sebesar Rp 10.000 tiap bulannya untuk
keperluan kas yang dipakai untuk membeli beberapa kebutuhan terapis orang-orang yang
ada disana. Selain itu, para pengelola Sanggar juga mendapatkan dana dari Kementrian Sosial
untuk penyaluran bantuan pangan kepada para lansia. Itu artinya selain dukungan sosial
untuk anak berkebutuhan khusus, Sanggar ini juga mendapat bantuan dana untuk para
lansia.

8
“Sanggar ini mendapatkan penghargaan seperti sertifikat dan pengakuan dari
banyak kalangan, seperti RT, Lurah, Desa, Bupati, kementerian Kesehatan, dan
Kemensos.” (Ibu AY, Relawan Sanggar).

Berdasarkan apa yang Ibu AY katakan bahwa Sanggar juga mendapatkan banyak
pengakuan dari berbagai pihak, seperti masyarakat sekitar yang meliputi RT dan Lurah,
kemudian dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, serta dukungan dari komunitas.
Bupati juga memberi banyak support dukungan berupa tanah untuk pembangunan sanggar
aulia yang cukup menampung anak berkebutuhan khusus beserta para relawan. Salah satu
bentuk pengakuan yang diberikan selain dana, bangunan, terapis adalah sertifikat.

PEMBAHASAN
Seorang Ibu yang mendirikan Sanggar Inklusi serta memiliki anak berkebutuhan
khusus tentunya memiliki alasan dan tantangan tersendiri untuk membangun rumah sanggar
tersebut. Hadirnya anak berkebutuhan khusus pada orang tua pastinya akan mendapatkan
tanggung jawab yang mungkin akan lebih kompleks. Ibu AY selaku ketua pengelola Sanggar
Inklusi memiliki tekad yang kuat untuk membangun Sanggar Inklusi Ini. Ia merasa bahwa
dengan adanya sanggar ini, maka anak-anak berkebutuhan khusus akan mendapatkan
fasilitas yang lebih baik dan mendapatkan hak-haknya seperti masyarakat pada umumnya.
Berdasarkan hasil temuan yang sudah peneliti lakukan, dapat dinyatakan bahwa
terdapat beberapa faktor yang membuat Ibu SR dan Ibu AY mengelola Sanggar Inklusi ini.
Ibu SR sendiri karena merasa belum ada fasilitas gratis seperti sebuah Sanggar di
lingkungannya yang dapat mewadahi anak berkebutuhan khusus untuk melakukan terapi
beserta kelas tambahan untuk mengasah potensi yang mereka miliki. Dan untuk motivasi Ibu
AY sendiri, karena adanya ajakan oleh ibu SR dan disisi lain, karena biaya terapi yang mahal.
Berdasarkan teori motivasi yang dicetuskan oleh Maslow, terdapat lima kategori
yang mempengaruhi motivasi, yaitu fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga
diri dan kebutuhan aktualisasi diri (Wallace, dkk. 2007). Dari kelima kategori ini dapat
dikaitkan dengan hasil data yang telah dilakukan. Dari fisiologis sendiri, yaitu kebutuhan
dasar seseorang berupa makanan, air, dan tempat perlindungan. Ibu SR dan pengelola
Sanggar Inklusi telah mendapatkan kebutuhan fisiologis yang dibutuhkan, seperti bangunan
Sanggar tersebut. Kemudian untuk kebutuhan rasa aman, yaitu perilaku masyarakat yang
tidak membuat seseorang merasa takut dan bahaya, Ibu SR dan pengelola lainnya
mengatakan bahwa mereka merasa aman berada di lingkungan ini dan belum pernah ada
perilaku yang kurang baik dari masyarakat sekitar.

9
Selanjutnya untuk kategori kebutuhan sosial sendiri, Ibu SR dan Ibu AY menyatakan
bahwa terdapat banyak bantuan yang didapatkan oleh Sanggar Inklusi yang dikelola, seperti
bantuan dari pemerintahan, yaitu Bupati, Kementrian Kesehatan, warga sekitar, dan
beberapa komunitas yang berfokus kepada seseorang yang memiliki kebutuhan khusus.
Sanggar ini mendapat dukungan seperti biaya pembangunan rumah yang sekarang
digunakan sebagai sanggar, kemudian bantuan terapis dari Kementrian Kesehatan untuk
Anak berkebutuhan Khusus yang membutuhkan terapi, serta bantuan lainnya dari berbagai
pihak.

Kebutuhan harga diri yang dicetuskan Maslow berarti suatu kebutuhan akan prestasi,
kekuasaan, kecukupan, dan kebebasan. Kebutuhan harga diri ini berkaitan dengan
kebutuhan untuk merasa dihargai dan diakui atas usahanya. Dan Ibu SR dan Ibu AY
mengaku mendapatkan penghargaan seperti sertifikat dari beberapa pihak, salah satunya
adalah dari sebuah komunitas yang mendukung potensi disabilitas. Terakhir adalah kategori
kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kesadaran akan kelanjutan perkembangan diri seseorang.
Berdasarkan pernyataan yang Ibu SR dan AY katakana bahwa para pengelola Sanggar Inklusi
ini akan terus berusaha untuk melakukan yang terbaik agar anak-anak berkebutuhan khusus
yang ada pada Sanggar tersebut merasa memiliki hak yang sama dengan anak-anak normal
lainnya.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus tentunya mengalami tantangan
tersendiri untuk mengasuh anaknya, terlebih kepada Ibu yang mencetuskan untuk mengelola
Sanggar Inklusi bagi para anak berkebutuhan khusus, hasil penelitian ini menyoroti
bagaimana motivasi ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus dalam mengelola Sanggar
Inklusi serta bagaimana peran dukungan sosialnya. Seperti apa yang Ibu SR, selaku ketua
pengelola Sanggar Inklusi katakan bahwa ia termotivasi untuk membuat Sanggar Inklusi ini
karena merasa bahwa anak berkebutuhan khusus juga perlu untuk di fasilitasi berupa biaya
gratis untuk pengobatan maupun terapi, terlebih kepada masyarakat yang kurang mampu.
Kemudian untuk dukungan sosial sendiri, Sanggar ini mendapat banyak dukungan dari
berbagai pihak baik dari pemerintah maupun masyarakat, dan tidak pernah merasa terancam
oleh masyarakat sekitar.

10
Saran
Tulisan ini mengakui terdapat sejumlah kekurangan, terkait dengan pembahasan
yang kurang mendalam. Kekurangan dari penulisan ini dapat dijadikan sebagai ide untuk
penelitian selanjutnya. Disarankan agar dapat mengkaji pembahasan lebih dalam dan
terperinci. Kemudian disarankan bagi para pembaca untuk selalu memberikan dukungan
terhadap Sanggar-sanggar Inklusi maupun fasilitas yang menaungi para anak berkebutuhan
khusus guna memberikan mereka wadah untuk mengembangkan potensinya dan
pengobatan gratis.

Daftar Pustaka

Andjarwati, T. (2015). Motivasi dari Sudut Pandang Teori Hirarki Kebutuhan Maslow, Teori
Dua Faktor Herzberg, Teori X Y Mc Gregor, dan Teori Motivasi. JMM17 Jurnal Ilmu
Ekonomi & Manajemen, 1, 45-54.

Hornstein E A, E. N. (2017). Unpacking relational obligation: Gratitude and indebtedness


within an interpersonal relationship. Cognition and Emotion, 31(4), 740-749.

Khasanah, N. (2018). Peran Dukungan Sosial Terhadap Resiliensi Pada Orangtua Dengan
Anak Berkebutuhan Khusus. Forum Ilmiah, 261.

Nirmala, A. P. (2013). Tingkat Kebermaknaan Hidup dan Optimisme pada Ibu yang
Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus. Developmental and Clinical Psychology, 2, 6-12.

Psikologi, U. (2020, Januari). Teori Resiliensi (Resilience) Menurut Para Ahli. Retrieved from
UniversitasPsikologi.com: https://www.universitaspsikologi.com/2020/01/teori-
resiliensi-dan-pengertian-resilience.html

Rahmania, F. A. (2022). Social Support and Burden of Care among Parents of Children with
Special Needs. INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental.

Salsabila, U. H. (2018). Teori Ekologi Bronfenbrenner Sebagai Sebuah Pendekatan dalam


Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam.

Siahaan, F. M. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Lembaga


Pengembangan sarana Pengukuran Dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia (FPUI).

Syaputri, E. (2022). Peran Orang Tua Dalam Tumbuh Kembang Anak Berkebutuhan Khusus
(Autisme). Jurnal Pendidikan, 1, 559-564.

Taylor S E, P. L. (2014). The Social Being in Social Psychology. New York: Routled

11

You might also like