You are on page 1of 10

PENGASUHAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Aulia Arda Sabila1, Citra Mamikat2, Maya Widiyanti3, Nia Wulan Septiana4 , Edo Dwi
Cahyo5

Institut Agama Islam Negeri Metro1, Institut Agama Islam Negeri Metro2, Institut
Agama Islam Negeri Metro3, Institut Agama Islam Negeri Metro4, Institut Agama Islam
Negeri Metro5

auliaardasabila03@gmail.com1,citramamikat21@gmail.com2,
mayawidiyanti02@gmail.com3, niawulanseptiana@gmail.com4,

Abstract: Parenting is a form of parenting to instill discipline in a child which will


ultimately shape the personality and behavior of the child. In educating and dealing with
children with special needs, patience and special knowledge are needed to be able to
direct children appropriately. to find out how the pattern of parenting children with
special needs. The purpose of this study was to determine the importance of parenting
for children with special needs. The method used in this paper is a literature review.
With library sources, namely journal articles published in the 2020-2021 period which
are full text. Search for journal articles using the Google Schoolar database and Garuda
Portal with keywords parenting, children with special needs. The results of this study
found 20 journal articles which the researchers then took according to the criteria
obtained regarding the parenting pattern of children with special needs. Conclusion This
literature review found that the experience of parents in caring for children with special
needs is divided into two where there are parents who can accept their child's condition
sincerely, and parents who experience psychosocial problems in caring for children with
special needs such as stress, inferiority, shock, rejection, etc. How parents respond to
their children with special needs is influenced by many factors such as age,
environment, knowledge, et.

Keywords: Pola Asuh1, Anak Berkebutuhan Khusus2

Abstrak: Pola asuh merupakan bentuk pola asuh untuk menanamkan kedisiplinan pada
diri seorang anak yang pada akhirnya akan membentuk kepribadian dan perilaku anak
tersebut. Dalam mendidik dan menangani anak berkebutuhan khusus diperlukan
kesabaran dan pengetahuan khusus untuk dapat mengarahkan anak dengan tepat. untuk
mengetahui bagaimana pola pengasuhan anak berkebutuhan khusus. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pentingnya pola asuh bagi anak berkebutuhan
khusus. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah literature review. Dengan
sumber pustaka yaitu artikel jurnal terbitan periode 2020-2021 yang full text. Pencarian
artikel jurnal menggunakan database Google Schoolar dan Garuda Portal dengan kata
kunci parenting, anak berkebutuhan khusus. Hasil penelitian ini menemukan 20 artikel
jurnal yang kemudian peneliti ambil sesuai dengan kriteria yang diperoleh mengenai
pola asuh anak berkebutuhan khusus. Kesimpulan Tinjauan pustaka ini menemukan
bahwa pengalaman orang tua dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus terbagi
menjadi dua dimana ada orang tua yang bisa menerima kondisi anaknya dengan ikhlas,
dan orang tua yang mengalami masalah psikososial dalam mengasuh anak berkebutuhan
khusus seperti stres, rendah diri, shock, penolakan, dll. Bagaimana orang tua
menanggapi anak berkebutuhan khusus dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia,
lingkungan, pengetahuan, dll.

Kata kunci: Pola Asuh1, Anak Berkebutuhan Khusus2

A. PENDAHULUAN

Kelahiran seorang anak merupakan saat-saat yang dinantikan oleh


pasangan suami-istri. Setiap orang tua memiliki harapan bahwa kelak anak yang lahir
adalah anak yang sempurna, baik secara fisik maupun mental. Kegembiraan dan
harapan akan masa depan yang cerah juga menyertai kelahiran seorang bayi.
Namun, ketikabayi yang lahir dan mereka rawat ternyata didiagnosa menderita
gangguan perkembangan, orang tua harus mau menerima kenyataan bahwa anak
mereka memiliki kekurangan (Ignatia Dimarda Pamintaningtiyas1 2020). Orang tua
adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap pengasuhan, perawatan
dan penanganan anak khususnya bagi orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus sehingga orang tua memiliki peran yang sentral dalam
membantu perkembangan anak. Kewajiban itu menjadi tanggung jawab bersama
antara ayah dan ibu sehingga bisa berbagi peran dalam upaya merawat anak
dengan baik namun ibu memiliki tugas pokok yang lebih banyak dalam
pengasuhan dan perawatan anak (Sujito 2017).
Adanya seorang anak juga sebagai asset masa depan orang tuanya, diibaratkan
anak itu bagaikan harapan, impian masa depan, penerus generasi, dan penyambung
keturunan, bagi orang tua, selain itu anak juga memiliki nilai secara ekonomi bagi
kedua orang tuanya (Fariza, 2017) Namun pada kenyataanya tidak semua pasangan
dapat memiliki anak dan memiliki kehidupan bagaikan scenario difilm-film yang selalu
sempurna. Karna tak sedikit pula pasangan yang walau sudah mencoba banyak cara
untuk memiliki keturunan atau seorang anak mereka tetap kesulitan untuk
mendapatkannya dan tak sedikit pula orang tua yang berhasil untuk mendapatkan anak
tetapi anakanak yang terlahir memiliki kondisi fisik dan juga tumbuh kembang yang
berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya, atau yang biasa kita kenal dengan
sebutan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami penyimpangan,


kelainan atau ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi dan sosial atau dari gabungan
dari semua hal-hal tersebut dan ada yang terjadi mulai dari bawaan lahir dan ada yang
terjadi akibat kecelakaan. Anak berkebutuhan khusus itu merupakan anak-anak yang
memiliki ciri khas atau karakteristik tertentu yang khusus yang tentunya membedakan ia
dengan anak pada umumnya (Aqila, 2010).1

Menjadi orang tua bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah. Orangtua
memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan
pola tersebut tentuakan berbedaan tara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya.
Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua akan memberikan perhatian,
peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya.
Sikap, perilaku, dankebiasaanorangtuaselaludilihat,dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang
kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi
kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan
anak (Ismira, 2008). Ada keluarga yang memiliki anak yang lahir secara normal dan
dapat berkembang sesuai dengan kemampuan dan tugas perkembangannya dengan baik.
Namun ada juga keluarga yang memiliki anak dengan berbagai hambatan yang dapat
mengganggu proses perkembangan dari anak tersebut.

Dimensi lain dari pola asuh yaitu demandingness atau tuntutan untuk
mengarahkan perkembangan sosial anak secara positif, kasih sayang dari orangtua
belumlah cukup. Kontrol dari orangtua dibutuhkan untuk mengembangkan anak agar
anak menjadi individu yang kompeten baik secara intelektual maupun sosial.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research)


dengan menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu dengan jalan mengumpulkan
data, menyusun atau mengkalsifikasi, menyusun dan menginterprestasinya (Aqila,
2010) dan Menurut Yuwono dan Utomo (2016: 55).
1
Thayibah Hayatun dkk., “PARENTING FOR CHILDREN WITH DISABILITY,” 2020, 7.
Penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang dilaksanakan dengan
menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, artikel, maupun
laporan hasil penelitian terdahulu.

C. PEMBAHASAN

Pola Asuh Anak Berkebutuhan Khusus

Kehadiran ABK sangat potensial menjadi sumber stres atau stresor, yang
dipengaruhi oleh persepsi orangtua. Kehadiran ABK yang dianggap sebagai beban
hidup tentu akan menimbulkan reaksi stres yang lebih kuat daripada orangtua yang
menganggap bahwa kehadiran ABK semata-mata adalah ujian dari Allah untuk
meningkatkan keimanannya.

Ada beberapa tahapan yang dilalui oleh orangtua sebelum dapat menerima
keadaan anak yaitu:

a) Tahap Denial (penolakan) yaitu muncul rasa tidak percaya saat menerima
diagnosis dari ahli, yang selanjutnya dapat me nimbulkan kebingungan tentang
diagnosis dan penyebab anaknya mengalami gangguan tersebut shock dan
penyangkalan (denial) adalah reaksi perlindungan diri yang wajar terjadi,
sebagai pernyataan emosional (emotional state) yang membuat orangtua tidak
dapat berpikir secara jernih.
b) Tahap Anger (marah) yaitu tahapan yang ditandai dengan adanya reaksi emosi
negatif terutama marah, mudah peka atau sensitif terhadap masalah-masalah
kecil.
c) Tahap Bargaining (tawar-menawar) yaitu tahapan orangtua untuk berusaha
menghibur diri dan berpikir tentang upaya yang akan dilakukan untuk
membantu proses penyembuhan anak.
d) Tahap Depression (depresi) yaitu tahapan yang muncul dalam bentuk putus asa
dan kehilangan harapan, menyalahkan diri sendiri.
e) Tahap Acceptance (penerimaan) yaitu tahapan mulai menerima keadaan anak
sehingga cenderung mengharapkan yang terbaik sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan anak mereka (Santrock).2

Orangtua harus mendidik dirinya sendiri pertama-tama tentunya ibu dan ayah
harus tahu tentang pola perkembangan anak. Selanjutnya, dengan dibantu oleh guru dan
pegawai kesehatan, orangtua memantau perkembangan anak melalui DDTK (Deteksi
Dini Tumbuh Kembang) pada kartu KMS (Kartu Menuju Sehat) atau kartu DDTK.
Dengan begitu, ibu dan ayah akan tahu apakah perkembangan anaknya sudah sesuai
atau belum. Jika sudah diketahui bahwa anak didiagnosis dengan kebutuhan khusus

2
Hayatun dkk.
tertentu, maka perbanyak pengetahuan dan informasi tentang gangguan atau penyakit
yang diderita oleh anak. 3

Orangtua menerapkan peraturan tegas dengan sanksi-sanksi dan anak wajib


patuh. Dalam pola asuh ini anak sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk
memperoleh haknya. Orangtua mengedepankan amarah dan tuntutan pada anak
dibandingkan kasih sayang, orang tua mengendalikan seluruh aspek kehidupn anak dari
hal-hal kecil sampai hal-hal penting lainnya karena orang tua beranggapan bahwa
pengetahuan orangtualah yang terbaik untuk diikuti anak.4

Orangtua mendorong anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batasan-


batasan dan pengendalian atas tindakan yang mereka lakukan. Dengan adanya
musyawarah antar mereka yang melibatkan anak dapat memperlihatkan kehangatan atau
kasih sayang satu sama lain, mereka memberikan tuntutan yang logis, memberikan
batasan yang sesuai, dan mengharapkan kepatuhan dari anak pada saat itu juga mereka
tetap memberikan kehangatan pada orang tua, menerima pendapat yang diberikan oleh
anak, dan mendorong anak untuk berpartisipasi bersama untuk mencari pandangan serta
memberikan pertimbanga dalam pengambilan keputusan.

Dengan demikian ibu dan ayah bisa memperlakukan anak secara lebih tepat,
karena orangtua adalah orang yang paling mengetahui karakteristik dan kondisi anak.
Juga, perbanyak diskusi dengan ahlinya tentang pengetahuan dan informasi yang
didapatkan orangtua untuk kepentingan si anak secara proporsional (seimbang).

Ada beberapa model parenting yang digunakan orangtua dalam mengasuh,


mendidik, dan membesarkan anak mereka, antara lain :

1) Orang Tua Positif : Model paresing your menunjukkan model parenting


semacam pada awalnya yang memungkinkan pengembangan kemandirian
anak Oleh karena itu ketika orang tua berkomunikasi atau berinteraksi dengan
anak kata-kata dan tidakan selalu layak, mendorong konsten,
mengembangkan pedals mengasob, nicks, dan bertanggung jawab.5
2) Orangtua demokratis : Model demokrasi parenting adalah model kedua yang
dapat meningkatkan independensi anak. Karena orang tua berkomunikasi,
bertransaksi atau berinteraksi dengan anak, kata-kata dan tindakan selalu.
bersikap rasional, bertanggung jawab, terbuka, objektif, tegas, hangat,
realistis, fleksibel, sehingga bisa menumbuhkan kepercayaan diri dan harga
diri, anak mengambil keputusan. Hal ini dapat memberikan kesempatan anak
untuk membuat keputusan terkait kegiatan dan kebutuhan.
3
rahmitha, orang tua dan anak yang berkebutuhan khusus, t.t.
4
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, Cetakan Pertama (Yogyakarta: Psikosain,
2016).
5
Humairah Wahidah An-Nizzah, Sunardi, dan Abdul Salim, Mengenal Lebih Dekat Anak Berkebutuhan
Khusus Dan Pendidikan Inklusif (Surakarta: Magister Pendidkan Luar Biasa Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret, 2018).
3) Orangtua Permisif : Permissive parenting atau pengasuhan permisif. Sikap
orang tua dengan anak yang tidak menuntut tanggung jawab, melakukan
kelalaian, sangat lemah dalam menerapkan disiplin, dan kurang menentukan
dalam menerapkan peraturan. Perilaku orang tua tersebut membuat
kepribadian anak tidak berkembang baik, menghambat kemandirian anak.

Strategi Koping Orangtua Anak Berkebutuhan Khusus Menghadapi stresor


mengasuh ABK diperlukan koping yang efektif agar orangtua tetap sehat baik secara
fisik maupun psikologis. Koping didefinisikan sebagai usaha-usaha yang bersifat
kognitif dan perilaku untuk mengelola tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal yang
dinilai melampaui kapasitas individu, tanpa memedulikan luaran dari usaha tersebut
bersifat positif maupun negatif (Lazarus dan Folkman, dalam Suldo dkk., 2008).

Koping adalah respons yang ditujukan untuk mengurangi beban fisik, emosi,
dan psikologis yang dihubungkan dengan situasi penuh stres dan persoalan sehari-hari
(Cheavensa dan Dreerb, dalam Lopez, 2009). Menurut Lazarus (Lopez, 2009), proses
koping menawarkan hubungan individu-lingkungan baik dalam realita mau pun yang
bersifat pemaknaan, yang keduanya dapat mengubah status emosi sebelumnya. Akan
tetapi muncul sebuah pertanyaan, bagaimana caranya agar kita sebagai orang tua dapat
terlibat dalam pola asuh positif, demokratif, otoriter, negatif atau lainnya.6

Mengubah harapan tentang apa-apa yang bisa dicapai oleh anak berkebutuhan
khusus. Jangan pernah mencoba membanding-bandingkan dengan anak lain setiap anak
memiliki cara dan kecepatan untuk berkembang yang berbeda dan sangat khas. Apalagi
jika anak itu adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus. Lebih baik pusatkan
perhatian pada hal-hal yang bisa anak lakukan, cara ini akan mengurangi tingkat stres
ibu dan ayah dalam menghadapi anak. Ketika anak baru mampu mengaduk gula di
dalam segelas air teh, jangan memaksa ia untuk bisa membuat teh manis dengan takaran
yang pas secara mandiri. Jika anak berkebutuhan khusus kita memiliki keterbatasan
kemampuan intelektualnya, janganlah ibu dan ayah mempunyai harapan tinggi pada
anaknya untuk memiliki kemampuan di sekolah yang kurang lebih sama dengan anak
seusianya. Lebih baik ibu dan ayah mencoba mencari aspek-aspek lain dalam diri anak
yang mungkin masih bisa dikembangkan. Jika anak terlihat ada kemampuan di bidang
olahraga atau seni atau keterampilan lainnya, coba berikan wadah agar anak dapat
mengembangkan kemampuan itu.

Mengutip kisah dari sahabat penulis tentang anaknya yang berkebutuhan khusus
namun memiliki kecerdasan gerak yang menonjol, ia berikan kesempatan dan siapkan
pelatih renang yang baik. Hasilnya, saat ini anak tersebut sudah mampu melakukan
empat macam gerakan renang, suatu kemampuan yang mungkin tidak semua anak
normal bisa mencapainya. Banyak anak autisme memiliki kecerdasan gambar yang
tinggi, sehingga orangtua dapat mengarahkan dengan memasukkan anak ke sanggar

6
An-Nizzah dan Salim, 12.
lukis.7 Bersikap proaktif (lebih aktif) atas perlakuan yang diberikan kepada anak. Jika
ibu dan ayah memiliki pertanyaan atas pengobatan atau perlakuan yang diberikan
kepada anaknya, maka ibu dan ayah wajib mempertanyakannya, tidak perlu ragu karena
itu merupakan hak orangtua. Ibu dan ayah adalah orang yang paling mengenal anaknya,
sehingga jikal ada perlakuan yang kurang tepat, ibu dan ayah dapat menyampaikannya.
Menjadi proaktif adalah cara untuk memastikan bahwa anak kita memperoleh perlakuan
yang tepat dan sesuai bagi dirinya dan kita telah berbuat segala sesuatu yang mungkin
kita lakukan bagi anak kita.8

Dukungan yang positif dari lingkungan sekitar akan memberikan dampak yang
baik bagi orang tua dan anak penyandang berkebutuhan khusus tersebut Bentuk pola
asuh anak berkebutuhan khusus menurut Baumrind yang bisa dilakukan yakni permitif,
otoriter, dan demokratis tergantung jenis hambatan dan tingkat kesadaran yang ada pada
orang tua dalam mendidik anak. Orang tua memberikan pola asuh kepada anak yang
disesuaikan dengan kondisi anak Akan tetapi, orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus tahu akan batasan kemampuan yang dimiliki oleh anaknya
sehingga orang tua tidak akan menuntut lebih atas kemampuan anak.9

Pola pengasuhan bagi Santrock (2002) terdiri dari empat tipe ialah, pola asuh
permisif, pola asuh demokratis, pola asuh otoriter dan pola asuh penelantaran.

1) Pola asuh permisif, ialah pola asuh yang mempraktikkan kebebasan, dalam
pola asuh ini anak berhak memastikan yang hendak dia jalani serta orang tua
membagikan sarana cocok keinginan anak.
2) Pola asuh demokratis ialah pola asuh yang mempraktikkan nilai-nilai
demokrasi dalam keluarga, menghargai hak anak oleh orang tua, serta orang
tua mempraktikkan peraturan-peraturan yang dipatuhi anak sepanjang tidak
memberatkan anak.
3) Pola asuh otoriter ialah pola asuh yang menegaskan hendak kekuasaan
orangtua di dalam mendidik anak-anaknya. Orangtua mempraktikkan
peraturan tegas dengan sanksi-sanksi, serta anak harus patuh, dalam pola asuh
ini anak sama sekali tidak diberikan peluang buat mendapatkan haknya.
4) Pola asuh penelantaran adalah pola asuh dimana orang tua sangat tidak
terlibat dalam kehidupan anak, orangtua pada pola asuh ini mengembangkan
perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orangtua lebih penting dari pada
anak-anak. Dimana orangtua lebih cenderung membiarkan anak-anaknya
dibesarkan tanpa kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup.

7
An-Nizzah dan Salim, 18.
8
An-Nizzah dan Salim, 19.
9
An-Nizzah dan Salim, 34.
Pengasuhan positif tanpa syarat berarti bahwa ABK membutuhkan orang-orang
dalam kehidupan mereka yang mencintai dan menerima mereka sebagai anugerah
Allah. Penerimaan yang mereka terima tidak tergantung pada perilaku atau pencapaian
mereka dan tidak ditarik ketika mereka melakukan kesalahan. Menerima dan mencintai
anak apa adanya, berarti tidak menarik atau membatasi cinta dan penerimaan orangtua
ketika anak melakukan sesuatu yang tidak disetujui orangtua. Ketika orangtua
mengambil sikap positif tanpa syarat terhadap anak, orangtua membiarkannya bebas
untuk mencoba hal-hal baru, ber buat kesalahan, dan bersikap spontan. Penghargaan
tanpa syarat ini sangat di butuhkan anak, terlebih ABK. Keterbatasan yang dimiliki
mereka tentunya berpeluang besar memunculkan perilaku yang tidak di harapkan
orangtua.

Tugas pengasuhan ABK cukup berat karena orangtua atau pengasuh tidak
sekadar melayani melainkan juga melakukan penanganan Orangtua ABK diharapkan
menjalankan peran-peran berikut :

1) perencana pengasuhan, yang menetapkan tujuan pengasuhan terutama terkait


masa depan anak.
2) pendamping (garu) dalam membantu dan mengarahkan tercapainya tujuan
layanan penanganan anak yang maria realita dan menyesuaikan diri dengan
kehadiran anas sumber data yang lengkap mengenal diri anak dan kebutuhan
kebutuhan anak dalam usaha intervensi perilaku anak, dan
3) sebagai pengambil keputusan terkait perlakuan (tritmen) yang akan diberikan
kepada anaknya Menjalankan tugas fugas sebagai pengasuh ARK sering
terkendala apabila orangtua menunjukkan sepumiah reaksi emanal, perti
penyangkalan dan menyalahkan diri sendiri terhadap kehadiran anaknya yang
tidak sesuai harapan (Triana dan Andryant dan Mangunsong, 2011). Minimnya
akses informasi yang tepat membuat orangtua juga kurang mampu melakukan
penanganan secara baik. Reakst lain dapat pula berupa pemberian perlindungan
secara berlebihan yang justru menimbulkan masalah emost dan perilaku lain
pada ABK (Kemis dan Rosnawati, 2013).10

E. KESIMPULAN

Jadi pola asuh merupakan bentuk pola asuh untuk menanamkan kedisiplinan pada diri
seorang anak yang pada akhirnya akan membentuk kepribadian dan perilaku anak
tersebut. Dalam mendidik dan menangani anak berkebutuhan khusus diperlukan
kesabaran dan pengetahuan khusus untuk dapat mengarahkan anak dengan tepat.
Dengan demikian ibu dan ayah bisa memperlakukan anak secara lebih tepat, karena
orangtua adalah orang yang paling mengetahui karakteristik dan kondisi anak.

10
Nurul Hidayah dkk., Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus, 1 ed. (D.I. Yogyakarta:
Samudra Biru, t.t.).
Dukungan yang positif dari lingkungan sekitar akan memberikan dampak yang baik
bagi orang tua dan anak penyandang berkebutuhan khusus tersebut.

Pola pengasuhan bagi Santrock (2002) terdiri dari empat tipe ialah, pola asuh permisif,
pola asuh demokratis, pola asuh otoriter dan pola asuh penelantaran. Pengasuhan positif
tanpa syarat berarti bahwa ABK membutuhkan orang-orang dalam kehidupan mereka
yang mencintai dan menerima mereka sebagai anugerah Allah. Penerimaan yang
mereka terima tidak tergantung pada perilaku atau pencapaian mereka dan tidak ditarik
ketika mereka melakukan kesalahan. Menerima dan mencintai anak apa adanya, berarti
tidak menarik atau membatasi cinta dan penerimaan orangtua ketika anak melakukan
sesuatu yang tidak disetujui orangtua.

DAFTAR PUSTAKA

An-Nizzah, Humairah Wahidah, Sunardi, dan Abdul Salim. Mengenal Lebih Dekat
Anak Berkebutuhan Khusus Dan Pendidikan Inklusif. Surakarta: Magister
Pendidkan Luar Biasa Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2018.
Desiningrum, Dinie Ratri. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Psikosain, 2016.
Hayatun, Thayibah, Irine Ayu Herawati, Isna Rahimah, dan Radina. “PARENTING
FOR CHILDREN WITH DISABILITY,” 2020, 7.
Hidayah, Nurul, Suyadi, Son Ali Akbar, Anton Yudana, Ismira Dewi, Intan Puspitasari,
Prima Suci Rohmadheny, Fuadah Fakhruddiana, Wahyudi, dan Dewi Eko Wati.
Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus. 1 ed. D.I. Yogyakarta:
Samudra Biru, t.t.
rahmitha. orang tua dan anak yang berkebutuhan khusus, t.t.
Aqila Smart, R. (2010). Anak Cacat Bukan Kiamat. Yogyakarta: Kata Hati.

Yuwono, Imam, Utomo.(2016).Pendidikan Inklusif Paradigma Pendidikan Ramah


Anak. Banjarmasin: Pustaka Banua

Santrock, John. 2002. Perkembangan Masa Hidup Edisi ke-5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Santrock, J. W. (2007). A topical approach to life-span development. New York:
McGraw-Hill.

Cherry, K. (2018). Unconditional positive regard. Very Well Mind: Psychotherapy.


Retrieved from https://www.verywellmind.com/ what-is-unconditional-positive-
regard-2796005.

Lopez, S. J. & Snyder, C. R. (2004). Positive psychological assessment: A handbook of


models and measures. Washington, DC, US: American Psychological
Association. Lopez, S. J. (2009). The encyclopedia of positive psychology.
London: Blackwell Publishing.

Supriyanto, A. (2012). Peran Pengasuhan Orangtua Anak Berkebutuhan Khusus dalam


Aktivitas Olahraga. FIK UNY Yogyakarta

Family Education department, Essential Parenting Tips, Singapore: Ministry of


Community Development and Sports. 2001

Efendhi F.(2014) Pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian dalam belajar
siswa. IlmiahPendidikanBimbingandanKonseling

Santrock,J,W.(2012).Life-SpanDevelopment(Jilid1).Erlangga:PT.GeloraAksaraPratama

Murtie, A. 2014. Ensiklopedi Anak Brkebutuhan Khusu. Maxima: Jogjakarta

Anisah, A, S. 2011. Pola Asuh Orang tua dan Implikasinya Terhadap Pembentukan
Karakter Anak. Garut : Jurnal Pendidikan Universitas Garut

Bailey, perkins & wilkins. (1995). Parenting Skillss Workshop Series, A. Manual for
Parent Educators. Journal. A. Cornell Cooperative Extension Publication.

You might also like