Professional Documents
Culture Documents
Aulia Arda Sabila1, Citra Mamikat2, Maya Widiyanti3, Nia Wulan Septiana4 , Edo Dwi
Cahyo5
Institut Agama Islam Negeri Metro1, Institut Agama Islam Negeri Metro2, Institut
Agama Islam Negeri Metro3, Institut Agama Islam Negeri Metro4, Institut Agama Islam
Negeri Metro5
auliaardasabila03@gmail.com1,citramamikat21@gmail.com2,
mayawidiyanti02@gmail.com3, niawulanseptiana@gmail.com4,
Abstrak: Pola asuh merupakan bentuk pola asuh untuk menanamkan kedisiplinan pada
diri seorang anak yang pada akhirnya akan membentuk kepribadian dan perilaku anak
tersebut. Dalam mendidik dan menangani anak berkebutuhan khusus diperlukan
kesabaran dan pengetahuan khusus untuk dapat mengarahkan anak dengan tepat. untuk
mengetahui bagaimana pola pengasuhan anak berkebutuhan khusus. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pentingnya pola asuh bagi anak berkebutuhan
khusus. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah literature review. Dengan
sumber pustaka yaitu artikel jurnal terbitan periode 2020-2021 yang full text. Pencarian
artikel jurnal menggunakan database Google Schoolar dan Garuda Portal dengan kata
kunci parenting, anak berkebutuhan khusus. Hasil penelitian ini menemukan 20 artikel
jurnal yang kemudian peneliti ambil sesuai dengan kriteria yang diperoleh mengenai
pola asuh anak berkebutuhan khusus. Kesimpulan Tinjauan pustaka ini menemukan
bahwa pengalaman orang tua dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus terbagi
menjadi dua dimana ada orang tua yang bisa menerima kondisi anaknya dengan ikhlas,
dan orang tua yang mengalami masalah psikososial dalam mengasuh anak berkebutuhan
khusus seperti stres, rendah diri, shock, penolakan, dll. Bagaimana orang tua
menanggapi anak berkebutuhan khusus dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia,
lingkungan, pengetahuan, dll.
A. PENDAHULUAN
Menjadi orang tua bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah. Orangtua
memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan
pola tersebut tentuakan berbedaan tara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya.
Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua akan memberikan perhatian,
peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya.
Sikap, perilaku, dankebiasaanorangtuaselaludilihat,dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang
kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi
kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan
anak (Ismira, 2008). Ada keluarga yang memiliki anak yang lahir secara normal dan
dapat berkembang sesuai dengan kemampuan dan tugas perkembangannya dengan baik.
Namun ada juga keluarga yang memiliki anak dengan berbagai hambatan yang dapat
mengganggu proses perkembangan dari anak tersebut.
Dimensi lain dari pola asuh yaitu demandingness atau tuntutan untuk
mengarahkan perkembangan sosial anak secara positif, kasih sayang dari orangtua
belumlah cukup. Kontrol dari orangtua dibutuhkan untuk mengembangkan anak agar
anak menjadi individu yang kompeten baik secara intelektual maupun sosial.
B. METODE PENELITIAN
C. PEMBAHASAN
Kehadiran ABK sangat potensial menjadi sumber stres atau stresor, yang
dipengaruhi oleh persepsi orangtua. Kehadiran ABK yang dianggap sebagai beban
hidup tentu akan menimbulkan reaksi stres yang lebih kuat daripada orangtua yang
menganggap bahwa kehadiran ABK semata-mata adalah ujian dari Allah untuk
meningkatkan keimanannya.
Ada beberapa tahapan yang dilalui oleh orangtua sebelum dapat menerima
keadaan anak yaitu:
a) Tahap Denial (penolakan) yaitu muncul rasa tidak percaya saat menerima
diagnosis dari ahli, yang selanjutnya dapat me nimbulkan kebingungan tentang
diagnosis dan penyebab anaknya mengalami gangguan tersebut shock dan
penyangkalan (denial) adalah reaksi perlindungan diri yang wajar terjadi,
sebagai pernyataan emosional (emotional state) yang membuat orangtua tidak
dapat berpikir secara jernih.
b) Tahap Anger (marah) yaitu tahapan yang ditandai dengan adanya reaksi emosi
negatif terutama marah, mudah peka atau sensitif terhadap masalah-masalah
kecil.
c) Tahap Bargaining (tawar-menawar) yaitu tahapan orangtua untuk berusaha
menghibur diri dan berpikir tentang upaya yang akan dilakukan untuk
membantu proses penyembuhan anak.
d) Tahap Depression (depresi) yaitu tahapan yang muncul dalam bentuk putus asa
dan kehilangan harapan, menyalahkan diri sendiri.
e) Tahap Acceptance (penerimaan) yaitu tahapan mulai menerima keadaan anak
sehingga cenderung mengharapkan yang terbaik sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan anak mereka (Santrock).2
Orangtua harus mendidik dirinya sendiri pertama-tama tentunya ibu dan ayah
harus tahu tentang pola perkembangan anak. Selanjutnya, dengan dibantu oleh guru dan
pegawai kesehatan, orangtua memantau perkembangan anak melalui DDTK (Deteksi
Dini Tumbuh Kembang) pada kartu KMS (Kartu Menuju Sehat) atau kartu DDTK.
Dengan begitu, ibu dan ayah akan tahu apakah perkembangan anaknya sudah sesuai
atau belum. Jika sudah diketahui bahwa anak didiagnosis dengan kebutuhan khusus
2
Hayatun dkk.
tertentu, maka perbanyak pengetahuan dan informasi tentang gangguan atau penyakit
yang diderita oleh anak. 3
Dengan demikian ibu dan ayah bisa memperlakukan anak secara lebih tepat,
karena orangtua adalah orang yang paling mengetahui karakteristik dan kondisi anak.
Juga, perbanyak diskusi dengan ahlinya tentang pengetahuan dan informasi yang
didapatkan orangtua untuk kepentingan si anak secara proporsional (seimbang).
Koping adalah respons yang ditujukan untuk mengurangi beban fisik, emosi,
dan psikologis yang dihubungkan dengan situasi penuh stres dan persoalan sehari-hari
(Cheavensa dan Dreerb, dalam Lopez, 2009). Menurut Lazarus (Lopez, 2009), proses
koping menawarkan hubungan individu-lingkungan baik dalam realita mau pun yang
bersifat pemaknaan, yang keduanya dapat mengubah status emosi sebelumnya. Akan
tetapi muncul sebuah pertanyaan, bagaimana caranya agar kita sebagai orang tua dapat
terlibat dalam pola asuh positif, demokratif, otoriter, negatif atau lainnya.6
Mengubah harapan tentang apa-apa yang bisa dicapai oleh anak berkebutuhan
khusus. Jangan pernah mencoba membanding-bandingkan dengan anak lain setiap anak
memiliki cara dan kecepatan untuk berkembang yang berbeda dan sangat khas. Apalagi
jika anak itu adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus. Lebih baik pusatkan
perhatian pada hal-hal yang bisa anak lakukan, cara ini akan mengurangi tingkat stres
ibu dan ayah dalam menghadapi anak. Ketika anak baru mampu mengaduk gula di
dalam segelas air teh, jangan memaksa ia untuk bisa membuat teh manis dengan takaran
yang pas secara mandiri. Jika anak berkebutuhan khusus kita memiliki keterbatasan
kemampuan intelektualnya, janganlah ibu dan ayah mempunyai harapan tinggi pada
anaknya untuk memiliki kemampuan di sekolah yang kurang lebih sama dengan anak
seusianya. Lebih baik ibu dan ayah mencoba mencari aspek-aspek lain dalam diri anak
yang mungkin masih bisa dikembangkan. Jika anak terlihat ada kemampuan di bidang
olahraga atau seni atau keterampilan lainnya, coba berikan wadah agar anak dapat
mengembangkan kemampuan itu.
Mengutip kisah dari sahabat penulis tentang anaknya yang berkebutuhan khusus
namun memiliki kecerdasan gerak yang menonjol, ia berikan kesempatan dan siapkan
pelatih renang yang baik. Hasilnya, saat ini anak tersebut sudah mampu melakukan
empat macam gerakan renang, suatu kemampuan yang mungkin tidak semua anak
normal bisa mencapainya. Banyak anak autisme memiliki kecerdasan gambar yang
tinggi, sehingga orangtua dapat mengarahkan dengan memasukkan anak ke sanggar
6
An-Nizzah dan Salim, 12.
lukis.7 Bersikap proaktif (lebih aktif) atas perlakuan yang diberikan kepada anak. Jika
ibu dan ayah memiliki pertanyaan atas pengobatan atau perlakuan yang diberikan
kepada anaknya, maka ibu dan ayah wajib mempertanyakannya, tidak perlu ragu karena
itu merupakan hak orangtua. Ibu dan ayah adalah orang yang paling mengenal anaknya,
sehingga jikal ada perlakuan yang kurang tepat, ibu dan ayah dapat menyampaikannya.
Menjadi proaktif adalah cara untuk memastikan bahwa anak kita memperoleh perlakuan
yang tepat dan sesuai bagi dirinya dan kita telah berbuat segala sesuatu yang mungkin
kita lakukan bagi anak kita.8
Dukungan yang positif dari lingkungan sekitar akan memberikan dampak yang
baik bagi orang tua dan anak penyandang berkebutuhan khusus tersebut Bentuk pola
asuh anak berkebutuhan khusus menurut Baumrind yang bisa dilakukan yakni permitif,
otoriter, dan demokratis tergantung jenis hambatan dan tingkat kesadaran yang ada pada
orang tua dalam mendidik anak. Orang tua memberikan pola asuh kepada anak yang
disesuaikan dengan kondisi anak Akan tetapi, orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus tahu akan batasan kemampuan yang dimiliki oleh anaknya
sehingga orang tua tidak akan menuntut lebih atas kemampuan anak.9
Pola pengasuhan bagi Santrock (2002) terdiri dari empat tipe ialah, pola asuh
permisif, pola asuh demokratis, pola asuh otoriter dan pola asuh penelantaran.
1) Pola asuh permisif, ialah pola asuh yang mempraktikkan kebebasan, dalam
pola asuh ini anak berhak memastikan yang hendak dia jalani serta orang tua
membagikan sarana cocok keinginan anak.
2) Pola asuh demokratis ialah pola asuh yang mempraktikkan nilai-nilai
demokrasi dalam keluarga, menghargai hak anak oleh orang tua, serta orang
tua mempraktikkan peraturan-peraturan yang dipatuhi anak sepanjang tidak
memberatkan anak.
3) Pola asuh otoriter ialah pola asuh yang menegaskan hendak kekuasaan
orangtua di dalam mendidik anak-anaknya. Orangtua mempraktikkan
peraturan tegas dengan sanksi-sanksi, serta anak harus patuh, dalam pola asuh
ini anak sama sekali tidak diberikan peluang buat mendapatkan haknya.
4) Pola asuh penelantaran adalah pola asuh dimana orang tua sangat tidak
terlibat dalam kehidupan anak, orangtua pada pola asuh ini mengembangkan
perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orangtua lebih penting dari pada
anak-anak. Dimana orangtua lebih cenderung membiarkan anak-anaknya
dibesarkan tanpa kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup.
7
An-Nizzah dan Salim, 18.
8
An-Nizzah dan Salim, 19.
9
An-Nizzah dan Salim, 34.
Pengasuhan positif tanpa syarat berarti bahwa ABK membutuhkan orang-orang
dalam kehidupan mereka yang mencintai dan menerima mereka sebagai anugerah
Allah. Penerimaan yang mereka terima tidak tergantung pada perilaku atau pencapaian
mereka dan tidak ditarik ketika mereka melakukan kesalahan. Menerima dan mencintai
anak apa adanya, berarti tidak menarik atau membatasi cinta dan penerimaan orangtua
ketika anak melakukan sesuatu yang tidak disetujui orangtua. Ketika orangtua
mengambil sikap positif tanpa syarat terhadap anak, orangtua membiarkannya bebas
untuk mencoba hal-hal baru, ber buat kesalahan, dan bersikap spontan. Penghargaan
tanpa syarat ini sangat di butuhkan anak, terlebih ABK. Keterbatasan yang dimiliki
mereka tentunya berpeluang besar memunculkan perilaku yang tidak di harapkan
orangtua.
Tugas pengasuhan ABK cukup berat karena orangtua atau pengasuh tidak
sekadar melayani melainkan juga melakukan penanganan Orangtua ABK diharapkan
menjalankan peran-peran berikut :
E. KESIMPULAN
Jadi pola asuh merupakan bentuk pola asuh untuk menanamkan kedisiplinan pada diri
seorang anak yang pada akhirnya akan membentuk kepribadian dan perilaku anak
tersebut. Dalam mendidik dan menangani anak berkebutuhan khusus diperlukan
kesabaran dan pengetahuan khusus untuk dapat mengarahkan anak dengan tepat.
Dengan demikian ibu dan ayah bisa memperlakukan anak secara lebih tepat, karena
orangtua adalah orang yang paling mengetahui karakteristik dan kondisi anak.
10
Nurul Hidayah dkk., Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus, 1 ed. (D.I. Yogyakarta:
Samudra Biru, t.t.).
Dukungan yang positif dari lingkungan sekitar akan memberikan dampak yang baik
bagi orang tua dan anak penyandang berkebutuhan khusus tersebut.
Pola pengasuhan bagi Santrock (2002) terdiri dari empat tipe ialah, pola asuh permisif,
pola asuh demokratis, pola asuh otoriter dan pola asuh penelantaran. Pengasuhan positif
tanpa syarat berarti bahwa ABK membutuhkan orang-orang dalam kehidupan mereka
yang mencintai dan menerima mereka sebagai anugerah Allah. Penerimaan yang
mereka terima tidak tergantung pada perilaku atau pencapaian mereka dan tidak ditarik
ketika mereka melakukan kesalahan. Menerima dan mencintai anak apa adanya, berarti
tidak menarik atau membatasi cinta dan penerimaan orangtua ketika anak melakukan
sesuatu yang tidak disetujui orangtua.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nizzah, Humairah Wahidah, Sunardi, dan Abdul Salim. Mengenal Lebih Dekat
Anak Berkebutuhan Khusus Dan Pendidikan Inklusif. Surakarta: Magister
Pendidkan Luar Biasa Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2018.
Desiningrum, Dinie Ratri. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Psikosain, 2016.
Hayatun, Thayibah, Irine Ayu Herawati, Isna Rahimah, dan Radina. “PARENTING
FOR CHILDREN WITH DISABILITY,” 2020, 7.
Hidayah, Nurul, Suyadi, Son Ali Akbar, Anton Yudana, Ismira Dewi, Intan Puspitasari,
Prima Suci Rohmadheny, Fuadah Fakhruddiana, Wahyudi, dan Dewi Eko Wati.
Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus. 1 ed. D.I. Yogyakarta:
Samudra Biru, t.t.
rahmitha. orang tua dan anak yang berkebutuhan khusus, t.t.
Aqila Smart, R. (2010). Anak Cacat Bukan Kiamat. Yogyakarta: Kata Hati.
Santrock, John. 2002. Perkembangan Masa Hidup Edisi ke-5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Santrock, J. W. (2007). A topical approach to life-span development. New York:
McGraw-Hill.
Efendhi F.(2014) Pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian dalam belajar
siswa. IlmiahPendidikanBimbingandanKonseling
Santrock,J,W.(2012).Life-SpanDevelopment(Jilid1).Erlangga:PT.GeloraAksaraPratama
Anisah, A, S. 2011. Pola Asuh Orang tua dan Implikasinya Terhadap Pembentukan
Karakter Anak. Garut : Jurnal Pendidikan Universitas Garut
Bailey, perkins & wilkins. (1995). Parenting Skillss Workshop Series, A. Manual for
Parent Educators. Journal. A. Cornell Cooperative Extension Publication.