You are on page 1of 10

BRANDING PRODUK MEMASUKI MASA NEW NORMAL

Dais Sepri1, Dasrun Hidayat2


Fakultas Komunikasi dan Desain, Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya
(ARS University)
daissepri@yahoo.com
dasrun@ars.ac.id

Abstract
This article focuses on discussing the branding of Chikoisme Apparel products in entering a
new normal period. The purpose of this study is to understand the branding strategy of PT
Chikoisme Production Project due to the introduction the Chikoisme brand bag. This
research uses qualitative approach with study descriptive. Studies that describes the object
of research which is based on the facts that appear or as what is available at the field. The
purpose of this study is to determine the strategies used by the company in the effort of
anticipating branding product activities in the new normal period. This condition is
important to study because product branding in new normal period requires special
approaches such as the use of digital media. This situation is reinforced by the current
behavior patterns of people who prefer information online. the collection of interview data
technique was used To answer these objectives. This technique was carried out with the PT
Chikoisme Production Project marketing team. The results of this study are expected to
explain the approach used in managing the Chikoisme brand product such as bag
production that emphasizes product quality. The obtained results of the research are
expected to be able in the contribution of the branding activity map that can be used by each
company when entering the new normal period.

Keywords: Branding Product; Chikoisme; Digital Branding; New Normal

Abstrak
Artikel ini fokus membahas tentang branding produk apparel Chikoisme ketika menghadapi
masa new normal. Tujuan dari studi ini adalah untuk memahami strategi branding PT
Chikoisme Projek Produksi dalam memperkenalkan merek tas Chikoisme. Penelitian ini
merupakan pendekatan kualitatif dengan studi deskriptif. Studi yang berusaha
mendeskripsikan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya di lapangan. Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui strategi yang digunakan
perusahaan dalam mensiasiati kegitan branding produk di masa new normal. Kondisi ini
penting dikaji karena branding produk di masa new normal membutuhkan pendekatan
khusus seperti pemanfaatan media digital. Situasi ini diperkuat oleh pola perilaku
masyarakat saat ini yang lebih memilih informasi secara online. Untuk menjawab tujuan
tersebut digunakan teknik pengumpulan data wawancara. Teknik ini dilakukan bersama tim
marketing PT Chikoisme Projek Produksi. Hasil penelitian diharapkan dapat menejelaskan
tentang pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan brand produk Chikoisme sebagai
produk tas yang mengedepankan kualitas produk. Hasil penelitian yang akan diperoleh
diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap peta kegiatan branding yang dapat
digunakan tiap perusahaan ketika memasuki masa new normal.

Kata-Kunci: Branding Produk, New Normal, Digital Branding, Chikoisme,


A. PENDAHULUAN
Ketika memasuki masa new normal banyak perusahaan yang melakukan inovasi.
Kegiatan ini bertujuan untuk mempertahankan keberadaan perusahaan. Diantara bentuk
inovasi yang dilakukan adalah strategi branding produk melalui media digital atau digital
branding. Branding produk secara online memang membutuhkan adaptasi yang secara
relatif tidak sebentar untuk bisa beroperasi sesuai prospek. Hal ini memicu berbagai inovasi
dan kreasi bahkan menjadi sebuah tantangan untuk sejumlah perusahaan. Salah satunya
adalah perusahaan produk tas yaitu PT. Chikoisme Projek Produksi. Kualitas Branding
produk menjadi tolak ukur dalam memasarkan produk tas tersebut.
Branding merupakan usaha memperkenalkan produk kepada masyarakat (Dasrun
Hidayat, Hafiar, & Anisti, 2019). Branding dapat diartikan pula sebagai upaya identifikasi
sebuah produk yang bertujuan untuk mempengaruhi konsumen agar memilih produk
tersebut dibandingkan produk pesaing lainnya. Branding adalah strategi untuk membangun
suatu pernyataan rasional, emosional dan atau kultural dari suatu merek. Tujuan branding
adalah untuk membangun persepsi terhadap suatu merek di dalam pemikiran dan perasaan
konsumen.
Sebagai alternatif branding produk yang sering digunakan yaitu membuat strategi
branding digital. Strategi tersebut memanfaatkan media digital untuk merepresentasikan
baik melalui audiovisual interaktif maupun visualisasi menarik yang disesuaikan pada
targertnya. Menjalankan branding produk merupakan salah satu upaya mengelola dan
menjaga nama baik produk terlebih di masa pandemi COVID-19. Ditambah lagi dengan
kebiasaan masyarakat saat ini yang lebih memilih menggunakan internet dalam mengakses
berbagai informasi.
Branding produk secara digital akan merancang konsep pemecahan masalah,
membantu untuk menghubungkan antara kebutuhan, keinginan, tujuan bisnis dan audience.
Dalam konteks peneitian ini, branding produk PT. Chikoisme Projek Produksi sebagai
produk tas berkualitas. Untuk memudahkan konsumen mengidentifikasi produk tas tersebut,
Chikoisme memperkenalkan brand produk melalui nama, simbol, istilah, rancangan atau
kombinasi diantara ketiganya.
Keberhasilan suatu produk di pasar bisa ditentukan oleh branding. Branding yang
dimaksud adalah branding yang mampu memberikan nilai-nilai seperti manfaat, ekonomi,
keunggulan teknologi, inovasi dan ketersediaan di pasar. Saat ini branding dianggap sangat
penting atau menentukan keberhasilan pemasaran suatu merek. Faktornya adalah
perkembangan yang relatif besar pada variasi produk yang ditawarkan. Produk tersebut
memiliki kesetaraan keistimewaan dan juga produk dapat membuat konsumen bingung
untuk memilih (Shehzad, Ahmad, Iqbal, Nawaz, & Usman, 2014). Dalam rangka
menanamkan merek ke benak konsumen maka diperlukan kegiatan branding.
Urgensi branding produk dalam pemasaran dikonstruksi dengan cara merubah pola
pikir (mindset) dikalangan internal bahwa brand adalah aset. Brand juga dinilai sangat
berharga sebagai sebuah aset perusahaan yang harus dijaga. Brand harus dipertahankan
nilai-nilainya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan konsumen. Selain itu,
brand harus dikelola dengan terencana, strategis, dan mampu menjawab tantangan
ekspektasi konsumen.
Urgensi branding ketika memasuki new normal adalah momen yang tepat untuk
memperkuat nilai dari branding. Apabila branding produk dapat diimplementasikan secara
tepat sasaran yang sesuai dengan kebutuhan di masa new normal, dengan sendirinya
masyarakat akan datang sendiri untuk melihat branding produk yang sudah di lakukan.
Strategi branding produk secara digital dilakukan karena masyarakat lebih banyak
menghabiskan waktu dan beraktivitas di rumah. Waktu untuk melihat smartphone atau
melihat TV akan lebih banyak dihabiskan dibandingkan hari-hari biasanya. Misalnya,
seperti membut promosi “buy-now” promotion, atau push notification di smartphone
pelanggan dengan tulisan “sending a great promotion to you.” atau dapat mengirim
penawaran menarik ke email mereka (Yunus & Rezki, 2020).
Masa new normal telah berpengaruh signifikan pada sejumlah perusahaan dalam
menjalankan operasi brandingnya. Oleh karena itu, perusahaan berupaya agar dapat
melakukan cara alternatif branding dari cara konvensional ke cara digital untuk memasuki
masa new normal. Itu juga merupakan cara perusahaan untuk tetap menarik minat
konsumen mengingat digital branding juga memiliki dampak signifikan. Dengan demikian,
perusahaan akan memiliki kapabilitas branding produk. Dari sekian industri diantaranya
yang menggunakan digital branding yaitu PT. Chikoisme Projek Produksi. Mengapa PT.
Chikoisme Projek Produksi melakukan hal ini di masa new normal karena membangun
branding bagi bisnis online adalah salah satu hal yang sangat penting untuk tetap berjalan
dan terus berkembang. Seiring berjalannya waktu, kini muncul metode baru dalam branding
yakni digital branding. Pada dasarnya cara ini sama dengan branding dengan cara lama,
namun dilihat dari segi platform ini merupakan cara yang lebih efektif. Salah satu alasan
mengapa digital branding menjadi penting saat ini yaitu sebagai sarana informasi. Jika
sebelumnya branding dilakukan secara konvensional seperti menggunakan billboard, brosur
hingga memasang iklan di sebuah surat kabar, maka cara digital secara signifikan cukup
efektif untuk mengenalkan produk dan atau brand kepada publik secara luas mengingat
perkembangan internet secara massif seperti saat ini telah menggeser cara lama tersebut. Di
sisi lain, Internet menjadi lahan baru untuk digital branding bisnis dalam ranah online.
Tercatat pengguna internet di Indonesia dalam hampir dua puluh tahun terakhir meningkat
cukup drastis. Inilah yang menjadi peluang promosi yang sangat efisien bagi branding
produk sebuah perusahaan bila dibandingkan menggunakan cara konvensional.
Keunggulannya secara signifikan mampu menekan pengeluaran perusahaan.
Urgensi dari digital branding PT. Chikoisme Projek Produksi adalah sebuah alasan
untuk lebih mudah menjaring konsumen. Mayoritas calon konsumen ini akan mencari tahu
produk atau brand yang mereka cari di internet sebelum membelinya. Alasannya, mereka
tidak ingin mengambil risiko membeli produk yang tidak berkualitas dan memiliki testimoni
buruk. Di sinilah perusahaan bisa mengambil kesempatan untuk mejaring calon konsumen
baru tersebut. Maka dari itu Branding produk secara digital yang dilakukan dapat menjadi
semakin menarik dengan menjelaskan kelebihan yang dimiliki brand kepada khalayak.
Semakin unik, mudah dan menarik pelayanan yang ditawarkan, besar kemungkinan calon
konsumen akan mencoba produk tersebut (Telaumbanua, 2020). Bila mampu, perusahaan
bisa melakukannya dengan menggunakan influencer di media sosial atau dengan
memanfaatkan akun media sosial dengan konten yang unik.
Secara teoritis pentingnya penelitian pada branding produktas Chikoisme ini adalah
sebagai bentuk eksplorasi metode branding sebuah produk dalam pemasaran digital. Secara
praktis dapat menambah referensi studi dan sumbangan pemikiran tentang mengembangkan
branding suatu produk dengan cara digital. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui strategi branding produk secara digital ketika memasuki masa new normal.

B. TINJAUAN TEORITIS
Keberhasilan sebuah produk ditentukan juga oleh bagaimana implikasi brandingnya.
Itu berarti apabila suatu produk sudah memiliki manfaat, inovasi, keunggulan teknologi dan
nilai ekonomis serta ketersediaan di pasar. Masih ada satu masalah yang cukup signifikan.
Salah satu definisi dari branding adalah strategi untuk membangun suatu pernyataan
rasional, emosional dan atau kultural dari sebuah merek. Tujuan branding yaitu membangun
persepsi suatu merek di dalam pemikiran dan perasaan konsumen nya (RIzan, Saidani, &
Sari, 2012). Landor menyimpulkan secara singkat: “Products are made in the factory, but
brands are created in the mind”. Keberhasilan suatu produk di pasar ditentukan juga oleh
bagaimana strategi pemasarannya (Farid, 2017).
Brand dibangun oleh tiga aspek di antaranya identitas visual (brand identity: logo
dengan seluruh sistem penerapannya) – kumpulan karakter khusus dari suatu brand (hal-hal
yang tidak kasat mata dari suatu produk / jasa: daya guna, kemampuan, nilai, gaya
pemasaran, hingga ke budaya perusahaan) – dan yang sama penting adalah bahwa brand
ditentukan juga oleh audience perception (tafsiran atau anggapan pemirsa). Branding produk
dapat diproyeksikan melalui semua aspek yang berasal dari organisasi. Berdasarkan logo,
lokasi, tata letak toko, kualitas produk, kualitas layanan dan proyeksi dari cara dan sikap
pihak karyawan perusahaan terhadap pelanggan mereka itulah yang dinamakan branding
produk. Seperti yang dikatakan Miles dan Mangold bahwa branding karyawan adalah proses
yang dengannya karyawan menginternalisasi citra merek yang diinginkan dan termotivasi
untuk memproyeksikan citra tersebut kepada pelanggan dan konstituen organisasi lainnya
(Rosilawati, 2008).
Citra atau brand yang baik berarti masyarakat mempunyai kesan positif terhadap
suatu branding produk, sedangkan citra yang kurang baik berarti masyarakat mempunyai
kesan yang negative (Rosilawati, 2008). Brand yang dapat diterima adalah brand yang
dinilai positif oleh konsumen (D Hidayat, Suhartini, Sandini, & Fatimah, 2018). Webster
dalam Sutisna (2002 : 331) mendefinisikan citra sebagai gambaran mental atau konsep
tentang sesuatu.
Menurut Kotler brand adalah sebuah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan atau
kombinasi semua unsur yang digunakan untuk mengenali produk atau jasa dari seseorang
atau sebuah kelompok penjual dari pesaingnya. Brand berfungsi sebagai satu ikatan yang
kuat secara emosional antara pelanggan dan konsumen, tataran bagi opsi-opsi strategis dan
kekuatan yang mempengaruhi financial (Soraya, 2017).
Kekuatan brand atau brand telah mengikat loyalitas pelanggan sehingga
menghantarkan keberhasilan bisnis, ketangguhan dan produk yang bersaing. Brand dengan
segala kekuatannya memiliki makna yang berbeda-beda dengan tujuan yang berbeda pula
(Nastain, 2017). MarkPlus Institute of Marketing mengidentifikasi 6 (enam) tingkatan
brand, yaitu:
a. Sebuah brand yang diharapkan mampu mengingatkan suatu atribut atau sifat tertentu.
b. Manfaat yakni sebuah brand yang lebih dari seperangkat atribut.pelanggan tidak membeli
atribut melainkan membeli manfaat baik yang fungsional (tahan lama) maupun
emosional. Sebuah brand yang bagus tidak hanya memiliki kekuatan menjelaskan produk
kepada pelanggan tetapi juga dibangun dengan konsistensi keunggulan produk.
Pelanggan membeli sebuah produk tidak hanya berharap dari brandnya saja melainkan
juga fungsi dari produk tersebut omotif.
c. Nilai yakni suatu brand menciptakan nilai bagi produsen. Nilai yang melekat pada produk
biasanya dimaknai dengan cara yang sederhana tetapi mewakili keseluruhan sebuah
produk. Pelanggan yang memakai gadget terbaru hendak menunjukkan dirinya sebagai
sosok yang peduli teknologi, update dengan teknologi terbaru dan berusaha menaikkan
prestisinya dengan produk yang dipakai.
d. Budaya, yakni suatu brand mewakili budaya tertentu. Misalkan Mercedes mewakili
budaya Jerman yang efsisen dan berkualitas tinggi. Honda mewakili budaya Jepang yang
sarat degan teknologi dan impian masa depan. Produk yang diproduksi dinegara dengan
budaya tinggi dan tingkat kedisiplinan tinggi dan kualitas yang terjamin akan lebih
meyakinkan daripada yang diproduksi di negara yang secara budaya, kualitas lebih
rendah.
e. Kepribadian, yakni suatu brand juga mampu merancang kepribadian tertentu.
f. Pemakai, yakni suatu brand akan memberi kesan kepada pengguna brand tersebut. Kesan
tersebut lahir dari pengalaman menggunakan produk. Kualitas produk yang tinggi akan
memberikan kesan dan pengalaman yang positif bagi pemakai dan akan melahirkan
loyalitas terhadap produk tersebut.
Menurut Shimp (2003: 592), ada tiga bagian yang terdapat dalam pengukuran citra
merek. Bagian pertama adalah atribut. Atribut adalah ciri-ciri atau berbagai aspek dari
merek yang diiklankan (Sari & Djatikusuma, 2013). Atribut juga dibagi menjadi dua bagian
yaitu hal- hal yang tidak berhubungan dengan produk (contoh: harga, kemasan, pemakai,
dan citra penggunaan), dan hal-hal yang berhubungan dengan produk (contoh: warna,
ukuran, desain). Kemudian bagian kedua pengukuran citra merek menurut Shimp adalah
manfaat. Manfaat dibagi menjadi tiga bagian yaitu fungsional, simbolis, dan pengalaman
(RIzan et al., 2012).
1. Fungsional, yaitu manfaat yang berusaha menyediakan solusi bagi masalah- masalah
konsumsi atau potensi permasalahan yang dapat dialami oleh konsumen, dengan
mengasumsikan bahwa suatu merek memiliki manfaat spesifik yang dapat memecahkan
masalah tersebut.
2. Simbolis, yaitu diarahkan pada keinginan konsumen dalam upaya memperbaiki diri,
dihargai sebagai anggota suatu kelompok, afiliasi, dan rasa memiliki.
3. Pengalaman, yaitu konsumen merupakan representasi dari keinginan mereka akan produk
yang dapat memberikan rasa senang, keanekaragaman, dan stimulasi kognitif. Terakhir,
bagian ketiga dari pengukuran citra merek menurut Shimp adalah evaluasi keseluruhan,
yaitu nilai atau kepentingan subjektif dimana pelanggan menambahkannya pada hasil
konsumsi.
Brand image menurut Henslowe (2008), kesan yang didapat menurut tingkatan dari
pengetahuan dan pengertian akan fakta mengenai orang, produk, situasi. Brand image
adalah gambaran mental atau konsep tentang sesuatu (Kotler dan Keller, 2009). Objek yang
dimaksud berupa orang, organisasi, kelompok orang atau lainnya yang tidak diketahui.
Image merupakan pandangan atau persepsi serta terjadinya proses akumulasi dari amanat
kepercayaan yang diberikan oleh individuindividu, akan mengalami suatu proses cepat atau
lambat membentuk suatu opini publik yang lebih luas dan abstrak. Sesuai dengan apa yang
dinyatakan oleh David A Aaker dalam Rangkuti (2009) yaitu “Brand adalah nama dan
simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud
mendefinisikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual
tertentu” (Farid, 2017). Hal ini sejalan dengan Peter Montoya dalam Rampersad (2008)
yang menyatakan bahwa branding adalah sebuah proses menciptakan identitas yang
dikaitkan dengan persepsi, emosi dan perasaan tertentu terhadap identitas tersebut. Branding
terjadi sebelum pemasaran dan penjualan. Tanpa sebuah merek yang kuat pemasaran
tidaklah efektif.
Menurut Haroen (2014) branding adalah aktivitas yang kita lakukan untuk
membangun persepsi orang lain terhadap kita mengenai siapa kita (Soraya, 2017). Dengan
kata lain branding adalah kebutuhan dari semua orang yang punya kepentingan untuk
mendapatkan sesuatu dari seseorang lain melalui proses-proses komunikasi. Branding
sebagai upaya memperkenalkan produk hingga produk itu dikenal, diakui, dan digunakan
oleh khalayak. Branding dilakukan dengan maksud untuk menciptakan pencitraan yang
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemilik produk. Sebagaimana halnya menurut
Kartajaya dkk (2005) bahwa brand bukanlah hanya produk saja, tetapi orangpun juga
membuat dirinya menjadi sebuah brand, sehingga peneliti akan menjelaskan personal brand.
Personal Brand menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibahas, karena makin
banyaknya seseorang yang sadar akan pentingnya merek diri yang dimiliki agar
mendapatkan posisi yang diinginkan.
Kepercayaan merek adalah persepsi akan kehandalan dari sudut pandang konsumen
didasarkan pada pengalaan, atau lebih pada urutan-urutan transaksi atau interaksi yang
dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan (Riset Costabile
dalam Ferinnadewi, 2008). Delgado (2003),mendefinisikankepercayaan merek (Brand
Trust): sebagai suatu perasaan aman yang dimiliki konsumen akibat dari interaksinya
dengan sebuah merek, yang berdasarkan persepsi bahwa merek tersebut dapat diandalkan
dan bertanggung jawab atas kepentingan dan keselamatan dari konsumen.
Kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung
pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat (Kotler dan
Keller,2009). (Restiani Widjaja & Nurdiyana, 2019) mendefinisikan kualitas adalah
keunggulan yang dimiliki oleh produk tersebut. Kualitas dalam pandangan konsumen adalah
hal yang mempunyai ruang lingkup tersendiri yang berbeda dengan kualitas dalam
pandangan produsen saat mengeluarkan suatu produk yang biasa dikenal kualitas
sebenarnya. Kualitas mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan
manfaat (benefits) bagi pelanggan.

C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan jenis pendekatan
deskriptif. Metode kualitatif digunakan karena penelitian ini hanya memaparkan situasi atau
peristiwa dan tidak menggail atau menjelaskan suatu korelasi serta tidak juga menguji
hipotesis. Deskriptif kualitatif juga menekankan penelitian pada suatu hal yang spesifik
dari sebuah fenomena. Oleh karena itu, deskriptif kualitatif memungkinkan penelitian
dapat dilakukan secara mendalam dan serta kedalaman kumpulan data yang menjadi
pertimbangan dalam peneletian ini. Penggunaan metode deskriptif kualitatif dalam
penelitian ini dengan mempertimbangkan tujuan penelitian yaitu adalah mengetahui bentuk
branding produk.
Adapun subyek penelitian adalah Chikoisme sebagai produsen apparel. Sedangkan
obyek penelitian yakni strategi branding digital di masa new normal. Teknik pengumpulan
data menggunakan wawancara online. Cara ini dilakukan mengingat situasi pandemi
COVID-19. Teknik analisis data yaitu melalui tiga tahapan meliputi reduksi, display, dan
penarikan kesimpulan. Reduksi peneliti menyeleksi hasil wawancara dengan membuat
transkrip wawancara. Display, peneliti membuat klasifikasi data berdasarkan pertanyaan
penelitian untuk menjawab tiap aspek penelitian. Tahapan penarikan kesimpulan yaitu
tahapan akhir dengan membuat analisis data penelitian berdasarkan teori relevan.

DAFTAR PUSTAKA
Farid, R. (2017). Kajian Strategi Branding Clothing UNKL347. Komunikasi Visual &
Multimedia, 8(1), 59–81.
Hidayat, D., Hafiar, H., & Anisti. (2019). Tofu Product Branding for Culinary Tourism of
Sumedang, Indonesia. Komunikator, 11(2).
Hidayat, D., Suhartini, T., Sandini, D., & Fatimah, F. (2018). The City Branding
Component of Lampung Province Indonesia : Nemui-Nyimah and Banana Chips (pp.
323–331).
Nastain, M. (2017). Branding Dan Eksistensi Produk (Kajian Teoritik Konsep Branding Dan
Tantangan Eksistensi Produk). CHANNEL: Jurnal Komunikasi, 5(1), 14–26.
http://doi.org/10.12928/channel.v5i1.6351
Restiani Widjaja, Y., & Nurdiyana, G. (2019). Kualitas Produk Dan Dampaknya Terhadap
Keputusan Pembelian Gitar Aristone Pada Cv. Arista Bandung. Coopetition : Jurnal
Ilmiah Manajemen, 9(2), 143–148. http://doi.org/10.32670/coopetition.v9i2.23
RIzan, M., Saidani, B., & Sari, Y. (2012). Pengaruh Brand Image Dan Brand Trust
Terhadap Brand Loyalty Telkomsel. Jurnal Riset Manajemen Sain Indonesia, 3(1), 1–
7.
Rosilawati, Y. (2008). Employee Branding Sebagai Strategi Komunikasi. Jurnal Ilmu
Komunikasi, 6(3), 153–161.
Sari, D. P., & Djatikusuma, E. S. (2013). Pengaruh Celebrity Endorser Ayu Ting Ting
Brand Image Produk Mie Sarimi. E-Jurnal Manajemen STIE MDP, 1–9.
Shehzad, U., Ahmad, S., Iqbal, K., Nawaz, M., & Usman, S. (2014). Influence of Brand
Name on Consumer Choice & Decision. IOSR Journal of Business and Management,
16(6), 72–76. http://doi.org/10.9790/487x-16637276
Soraya, I. (2017). Personal Branding Laudya Cynthia Bella Melalui Instagram (Studi
Deskriptif Kualitatif Pada Akun Instagram @Bandungmakuta). Jurnal Komunikasi,
8(2), 30–38. http://doi.org/10.31294/JKOM.V8I2.2654
Telaumbanua, D. (2020). Urgensi Pembentukan Aturan Terkait Pencegahan Covid-19 di
Indonesia. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Agama, 12(01), 59–70.
http://doi.org/10.37680/qalamuna.v12i01.290
Yunus, N. R., & Rezki, A. (2020). Kebijakan Pemberlakuan Lock Down Sebagai Antisipasi
Penyebaran Corona Virus Covid-19. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(3).
http://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i3.15083

You might also like