You are on page 1of 7

BIOEDUKASI ISSN: 1693-2654

Volume 7, Nomor 2 Agustus 2014


Halaman 32-38

Pengembangan Modul Pencemaran Lingkungan Berbasis Problem Posing


Disertai Spider Concept Map untuk Memberdayakan Keterampilan Proses
Sains dan Kemampuan Menganalisis Siswa SMAN 1 Sumberlawang

The Module Development of Environmental Pollution based on Problem


Posing with Spider Concept Map to Empower Student’s Science Process Skills
and Student’s Analyze Abilities of Sumberlawang 1 Senior High School

WAHYONO, SUCIATI, SUTARNO


SD Aisyah Gemolong Sragen
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta
*email: lpdi_ic@yahoo.com

Manuscript received: 16 Mei 2013 Revision accepted: 19 Juli 2014

ABSTRACT

The research and the development of the modules aims to know: 1) The characteristic of environmental pollution module
based on problem posing with spider concept map; 2) The procedure of developing environmental pollution module
based on problem posing with spider concept map; 3) The feasibility of environmental pollution module based on
problem posing with spider concept map to empower students’ science process skills and students’ analyze abilities; and
4) Effectiveness of environmental pollution module based on problem posing with spider concept map to to empower
students’ science process skills and students’ analyze abilities. The method used in the research is Research and
Development (R&D) modification of Borg & Gall (Tim Puslitjaknov, 2008: 10-11). The subject used in preliminary field
test consisting of 10 students’, the main field subject consisting of 10 students’ and opeational field subject consisting of
32 students’ SMAN 1 Sumberlawang. The instruments used in the research, mainly: questionaire, observation, interview
and test. The operational field was conducted using one group pretest-postest design. Students’ science process skills and
students’ analyze abilities were tested by paired sample t-test and counted by normalized gain score. The results of the
research can be concluded that: 1) The characteristic of vironmental pollution module based on problem posing with
spider concept map, mainly: aspect of students’ science process skills and students’ analyze abilities, science literate
abilities (be able to understand, read, write and think in terms of science); 2) The development of environmental pollution
module based on problem posing with spider concept map used modification Borg & Gall, mainly: preliminary research,
planning, developing the initial products, preliminary field test, major product revision, main field test, the operational
product revision, operational field, revision of the final product, the dissemination and the implementation of the product;
3) The feasibility of environmental pollution module based on problem posing with spider concept map average obtained
is 3,51 that’s “very good” categories; and 4) The environmental pollution module based on problem posing with spider
concept map is effective to empowering students’ science process skills with 0,60 N-gain score that’s “middle” categories
and empowering students’ analyze abilities with 0,57 N-gain score that’s “middle” categories.

Keywords: environmental pollution, problem posing, spider concept map, students’ science process skills and students’
analyze abilities

LATAR BELAKANG dan keterampilan berkomunikasi yang men-dukung


optimalisasi pada proses pencapaian pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk Pendidikan sains diharapkan dapat menjawab
mengembangkan dan meningkatkan sumber daya manusia tantangan perkemba-ngan abad 21 karena memiliki
yang berkualitas. Menurut Putranto (2010), salah satu karakteristik pembelajaran yang mengacu pada hakikat
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber sains. hakikat pembelajaan biologi sebagai salah satu dari
daya manusia adalah meningkatkan kualitas pendidikan ilmu sains meliputi: proses, produk, sikap dan teknologi
yang berfokus pada pengembangan kemampuan berfikir (Carin & Evans dalam Suciati, 2011). Hakikat sains
siswa dalam menyongsong abad 21. Pendidikan yang sebagai proses keterampilan dalam pembelajaran diarah-
sesuai dengan perkembangan abad 21 lebih mengandal- kan pada pembentukan keterampilan proses sains yang
kan pada pengembangan keterampilan yang meliputi, merupakan kete-rampilan kinerja siswa dalam mengamati,
keterampilan berpikir, keterampilan memecahkan masalah mengumpulkan data, mengolah data, menginterpretasikan
data, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sains
Wahyono, Pengembangan Modul Pencemaran Lingkungan Berbasis Problem Posing 33

sebagai produk, berarti dalam Biologi terdapat produk pada rendahnya keterampilan proses sains siswa. Hal ini
yang berupa konsep, dalil, hukum, teori, dan prinsip yang ditunjukkan lemahnya kemampuan siswa dalam:
sudah diterima kebenaranya (Carin & Evans dalam merumuskan masalah (56,25%), membuat hipotesis
Suciati, 2011). Sains sebagai sikap berarti dalam Biologi (62,50%) dan mengkomunikasikan hasil percobaan
terkandung pengembangan sikap ilmiah diantaranya: (68,75%).
terbuka, obyektif, berorientasi pada kenyataan, Ditinjau dari aspek bahan ajar, pembelajaran kurang
bertanggungjawab dan beker-ja sama. Adapun, sains didukung oleh bahan ajar yang memadai. Hasil analisis
sebagai teknologi berarti biologi berkaitan erat dan profil buku ajar di SMAN 1 Sumberlawang berupa buku
digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk paket yang umumnya ada di pasaran. Buku ajar tersebut
memecahkan berbagai permasa-lahan yang muncul. memiliki cakupan materi yang sangat luas, kegiatan
Karakteristik pendidikan sains tersebut diharapkan praktikum siswa kurang melibatkan keterampilan proses
dapat mendorong siswa untuk membangun sains karena sudah ditentukan alat, bahan dan cara kerja.
pengetahuannya sendiri untuk memecahkan permasalahan Materi Pencemaran Lingkungan merupakan salah satu
dalam kehidupan sehari-hari yang me- nuntut berpikir materi yang masuk dalam kisi-kisi ujian nasional.
kritis terutama ke-mampuan menganalisis. Kemampuan Berdasarkan analisis kesulitan belajar siswa menunjukkan
menganalisis adalah untuk merinci atau menguraikan bahwa hasil UN pada materi Pencemaran Lingkungan di
suatu masalah (soal) menjadi bagian-bagian yang lebih SMAN 1 Sumberlawang rata-rata ketuntasan rendah, yaitu
kecil (komponen) serta mampu untuk memahami sebesar 62,50% (Balitbang, 2013). Sementara materi
hubungan diantara bagian-bagian tersebut (Suherman dan Pencemaran Lingkungan merupakan materi yang
Sukjaya, 1990: 49). Pendidikan sains yang diharapkan berhubungan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari
dapat melatih siswa untuk menjawab tantangan siswa, sehingga penting bagi siswa untuk dipelajari.
permasalahan abad 21 perlu dibekali dengan keterampilan Adanya kesenjangan tersebut perlu adanya solusi
proses sains dan kemampuan berpikir kritis terutama yaitu berupa modul Pencemaran Lingkungan yang
kemampuan menganalisis. diharapkan mampu memberdayakan kemampuan siswa
Pada kenyataannya, kemampuan siswa dibidang sains dalam hal menguasai produk sains, seperti konsep-konsep,
masih kurang. Berdasarkan data PISA sejak tahun 2000 – menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah,
2009 menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa memiliki nilai yang berkaitan dengan masalah sikap
indonesia rendah. Literasi sains berkaitan dengan setelah terbiasa mempelajari dan menguasai produk dan
keterampilan proses sains, karena dalam literasi sains proses sains.
terdapat aktifitas mengidentifikasi, menyimpulkan dan Problem posing adalah model pembelajaran yang
mengkomunikasikan (Toharudin, et al., 2011). Tahun dapat melatih siswa memecahkan masalah yang dapat
2000 siswa Indonesia berada pada peringkat ke-38 dari 41 mendorong siswa dalam mempelajari materi secara lebih
negara peserta, tahun 2003 pada peringkat ke-38 dari 40 terorganisir dan terkoordinir serta mengarahkan siswa
negara peserta, tahun 2006 peringkat ke-50 dari 57 negara lebih aktif mencari sumberbelajar dari berbagai literatur
peserta dan tahun 2009 peringkat ke-60 dari 65 negara guna membantu pada saat memecahkan masalah hingga
peserta (Balitbang Kemendikbud, 2014). Sedangkan mencari solusi dari suatu permasalahan melalui langkah-
Berdasarkan data PISA (2013), menunjukkan bahwa siswa langkah pembelajaran untuk mengkonstruksi
Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara pengetahuannya sendiri. Sintaks dalam problem posing
peserta. diharapkanmemfasilitasi siswa dalam rangka membangun
Hasil observasi di SMAN 1 Sumberlawang pengetahuannya, meliputi: mengidentifikasi masalah,
menunjukkan bahwa siswa kesulitan dalam bepikir menampilkan masalah, membahas alternatif pemecahan
analisis. Hal tersebut ditunjukkan dengan rendahnya hasil masalah, mendiskusikan masalah, menerapkan konsep
belajar siswa terutama ketika dituntut menyelesaikan soal- pada situasi baru dan mempresentasikan hasil kerja
soal yang membutuhkan analisis yang meliputi kelompok (Silver dalam Wahyuni, 2012).
kemampuan menguji ide, mengenali argumen dan Proses menganalisis suatu masalah membutuhkan
mengenali alasan dan pernyataan (Facione, 2001). Hasil kemampuan memahami keterkaitan antar konsep,
analisis menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan sehingga dalam rangka memudahkan siswa dalam belajar
dalam menguji ide sebesar (53,12%), kemampuan diperlukan teknik-teknik pemetaan untuk menguasai
mengenali argumen (62,50%) dan kemampuan mengenali konsep-konsep yang hendak dicapai. Menurut Martin
alasan dan pernyataan (68,75%). (dalam Trianto, 2007: 157), pemetaan konsep merupakan
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan inovasi baru yang penting untuk membantu siswa
adalah lemahnya proses pembelajaran (Adi, 2009). Hasil menghasilkan pembelajaran bermakna dalam kelas.
studi pustaka di SMAN 1 Sumberlawang melalui Standar Pemetaan konsep dapat disajikan dalam berbagai tipe.
Nasional Pendidikan, menunjukkan bahwa standar proses Menurut Nur (dalam Trianto, 2007:161), pemetaan konsep
memiliki capaian terendah yaitu sebesar 86,67% ada empat macam, yaitu pohon jaringan, rantai kejadian,
(Kemendikbud, 2013). Rendahnya standar proses peta konsep siklus, dan peta konsep laba-laba (spider
dipengaruhi oleh kurang optimalnya proses pembelajaran concept map). Spider concept map merupakan salah satu
Kurang optimalnya proses pembelajaran juga berdampak teknik pemetaan yang membantu siswa dalam memahami
34 BIOEDUKASI 7(2): 32-38, Agustus 2014

macam-macam konsep yang ditanamkan dari konsep Gambar 2. Grafik Keterlaksanaan Sintaks
utama menuju anak konsep lainnya yang diajarkan.
Setelah proses pembelajaran selesai siswa di tes untuk
METODE mengetahui hasil belajar di akhir kompetensi dasar.
Hasilnya sebagaimana pada gambar di bawah.
Penelitian dan pengembangan (Research & Development)
menggunakan modifikasi Borg and Gall (Tim
Puslitjaknov, 2008:10-11). Instrumen yang digunakan
meliputi angket, observasi, wawancara dan tes. Uji
lapangan operasional menggunakan one group pretest-
postest design. Data keterampilan proses sains dan
kemam-puan menganalisis diuji dengan paired sample t-
Test dan dihitung menggunakan gain skor ternormalisasi
dengan kriteria sebagaimana Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Gain Ternormalisasi

Nilai <g> Kriteria


<g> ≥ 0,7 Tinggi
0,7 ><g> ≥ 0,3 Sedang
<g>< 0,3 Rendah
Sumber: (Hake, 1998: 1)
Gambar 3. Histogram Hasil Belajar Aspek Sikap
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengembangan modul berbasis problem posing


disertai spider concept map terlihat dari beberapa validasi
sebagaimana pada Gambar 1.

Gambar 4. Histogram Hasil Belajar Aspek Keterampilan


Gambar 1. Grafik Hasil Keseluruhan Validasi Modul

Ciri khas modul pencemaran lingkungan berbasis


problem posing disertai spider concept map adalah pada
aspek perangkat pembelajarannya dan aspek bahasa yang
menunjukkan skor di atas 90,00% dan paling rendah pada
aspek materi sebesar 79,4%.
Aspek keterlaksanaan sintaks pembelajaran berbasis
problem posing pada saat proses pembelajaran berlang-
sung ditunjukkan sebagaimana Gambar 2.

Gambar 5. Grafik Perbandingan Hasil Belajar

1. Karakteristik Modul
Karakteristik modul
Wahyono, Pengembangan Modul Pencemaran Lingkungan Berbasis Problem Posing 35

Pertama, memberi peluang siswa dalam keterampilan Efektifitas modul pencemaran lingkungan berbasis
proses. Keterampilan proses yang dimaksud dalam modul problem posing didasarkan pada ada tidaknya kenaikan
berbasis problem posing adalah keterampilan proses sains. hasil belajar, keterampilan proses sain dan kemampuan
KPS menurut Dimyati dan Mudjiono (2009), meliputi: menganalisis.
mengamati, mengelompokkan/ klasifikasi, menafsirkan, 4. Hasil Belajar Siswa
meramalkan, mengajukan pertanyaan, merumusakan Hasil belajar siswa sebagai salah satu indikator
hipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat keberhasilan proses pembelajaran meliputi 3 aspek, yaitu:
dan bahan, menerapkan konsep dan mengkomunikasikan. aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek keterampilan.
Kedua, kemampuan berpikir siswa. Siswa dituntut untuk Pertama, berdasarkan hasil analisis aspek pengetahuan
melakukan proses berpikir ilmiah melalui berpikir kritis dapat disimpulkan bahwa pemberian modul pencemaran
terutama kemampuan menganalisis, yang meliputi: lingkungan berbasis problem posing dapat meningkatkan
hasil belajar pengetahuan siswa. Wenno (2010: 186),
kemampuan menguji ide, mengenali argumen dan
mengemukakan bahwa melakukan pem-belajaran dengan
mengenali alasan dan pernyataan (Facione, 2001). Proses
modul membuat siswa lebih mudah memahami
berpikir tersebut dilalui siswa agar membekali dalam konsep/materi sehingga hasil belajar siswa dapat
kehidupannya kelak di masyarakat. Ketiga, kemampuan meningkat. Pembelajaran yang baik dan menyenangkan
literasi sains yang meliputi empat aspek, yaitu: memahami adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan
istilah sains, membaca dalam sains, menulis tentag sains kepada siswa tentang ide/gagasan yang dimiliki. Proses
dan berbicara dalam sains (Toharudin, et al., 2011). pembelajaran tersebut akan mendorong siswa untuk
2. Prosedur Pengembangan Modul terlibat secara aktif dan membangun pengetahuan, sikap,
Penelitian dan pengembangan menggunakan modifikasi serta perilaku. Pembelajaran dengan menggunakan modul
Borg and Gall (Tim Puslitjaknov, 2008:10-11) terdiri 10 berbasis problem posing mendorong siswa untuk lebih
tahapan, meliputi: penelitian pendahu-luan, perencanaan, aktif dalam melakukan eksperimen, membuktikan
Pengembangan ben-tuk produk awal, uji coba lapangan rumusan masalah, berdiskusi, dan komunikatif dalam
tahap awal, revisi produk utama, uji lapangan utama, menjelaskan hasil eksperimen, sehingga hal tersebut
revisi produk operasional, uji lapangan operasional, revisi mendorong peningkatan hasil belajar siswa.
produk akhir, diseminasi dan implementasi produk. Kedua, hasil belajar aspek sikap. Berdasarkan hasil
3. Kelayakan Modul Pencemaran Lingkungan analisis, nilai aspek sikap siswa mengalami peningkatan.
Berbasis Problem Posing Hal tersebut terjadi karena siswa mulai terbiasa dengan
Kelayakan modul ditentukan oleh beberapa validator, modul yang dikembangkan. Siswa juga lebih aktif bekerja
praktisi dan pengguna modul dalam hal ini adalah ahli, sama dengan teman saat praktikum dan diskusi.
guru dan siswa. Ciri-ciri modul yang dianggap layak Depdiknas (2003: 6), mengemukakan bahwa diskusi
menurut Santyasa (2009), antara lain: 1) Didahului oleh merupakan salah satu kondisi belajar yang sesuia dengan
pernyataan sasaran belajar; 2) Pengetahuan disusun filosofi konstruktivisme karena dalam diskusi siswa dapat
sedemikian rupa, sehingga dapat menggiring partisipasi
mengungkapkan gagasan, melakukan penelitian secara
siswa secara aktif; 3) Memuat sistem penilaian
sederhana, demonstrasi, juga kegiatan lain yang
berdasarkan penguasaan; 4) Memuat semua unsur bahan
pelajaran dan semua tugas pelajaran; 5) Memberi peluang memberikan ruang kepada siswa untuk dapat
bagi perbedaan antar individu siswa; dan 6) Mengarah mempertanyakan, memodifikasi, atau mempertajam gaga-
pada suatu tujuan belajar tuntas. Kelayakan sebuah modul sannya. Selain diskusi siswa juga sebaiknya diberikan
dapat dilihat dari berbagai aspek. Pertama, berdasarkan kesempatan berinteraksi dengan anggota kelompoknya.
aspek penyajian modul. Pada aspek ini didapatkan hasil Gulo (2004: 130), mengemukakan di dalam kelompok,
bahwa modul sudah memenuhi kriteria sebagai modul sesorang berbicara, yang lain mendengar, ada juga yang
yang baik untuk digunakan oleh siswa dan guru. Kedua, bertanya, dan ada yang menjawab. Diskusi kelompok
berdasarkan materi/isi modul. Uraian isi pembelajaran berjalan dengan lancer jika ditunjang dengan sumber
menyangkut masalah strategi pengor-ganisasian isi informasi seperti buku, atau narasumber. Johnson (2009:
pembe-lajaran menurut Mehrens & Lehman (1984), 166), ber-pendapat bahwa setiap pengetahuan yang
strategi diartikan sebagai strategi yang mengacu ke-pada dimiliki seseorang dalam kelompok akan men-jadi output
cara untuk membuat urutan (squencing) dan mensintesis bagi anggota kelompok lain, dan output ini akan menjadi
(synthesi-zing) fakta, konsep, prosedur, dan prinsip- input bagi yang lain. Jika setiap individu yang berbeda
prinsip yang berkaitan. Ketiga, berdasarkan aspek mam-bangun hubungan dengan cara tersebut, maka akan
kebahasaan sebagai gaya komunikasi modul kepada siswa terbentuk suatu sistem yang baik di dalam kelompok.
dan guru. Bahasa menjadi bahasa simbolik yang penting Ketiga, hasil belajar aspek keterampilan. Hasil belajar
sebagai sarana mengko-munikasikan maksud yang hendak aspek keterampilan juga mengalami kenaikan pada tiap
dicapai dari modul yang dikembangkan. Modul pencemar- pertemuan karena siswa telah terbiasa dengan metode
an lingkungan berbasis problem posing memi-liki praktikum, maka keterampilan siswa dalam penggunaan
karakteristik kebahasaan yang paling tinggi dibanding alat juga semakin baik. Depdiknas (2003: 7),
lainnya dan hal ini menjadi ciri khusus modul pencemaran
mengemukakan bahwa pelajaran sains memfokuskan
lingkungan berbasis problem posing.
kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi
4. Efektivitas Modul
melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan
pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan
36 BIOEDUKASI 7(2): 32-38, Agustus 2014

sebagainya. Hal senada juga dikemukakan oleh Rahayu, et yang melibatkan aktivitas problem posing dapat
al. (2013: 133), menyatakan bahwa nilai rata-rata aspek menimbulkan ketertari-kan siswa terhadap pelajaran,
keterampilan mengalami peningkatan karena siswa terlibat mening-katkan kemampuan mereka dalam mengajukan
aktif dan lebih terarah saat praktikum. masalah dan meningkatkan kemampuan belajar dengan
5. Keterampilan Proses Sains baik. Hasil ini juga sesuai dengan apa yang dinyatakan
Hasil belajar untuk keterampilan proses sains oleh Cai (2003), menyatakan bahwa problem posing dapat
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan sebelum meningkatkan penalaran dan refleksi untuk pemahaman
pembelajaran dilakukan. Modul pencemaran lingkungan yang lebih dalam. Sintak problem posing membiasakan
yang dikemas dengan teknik praktikum membuat siswa siswa untuk melatih kemampuan siswa dalam
menjadi lebih termotivasi dan mengasah keterampilan menganalisis berbagai permasalahan hingga menemukan
proses sains. Menurut Deden (2013), menyatakan bahwa solusi dari permasalahan tersebut. Menurut Cankoy et al.,
melalui kegiatan praktikum keterampilan proses sains (2010:12), dengan diberikan pembelajaran problem posing
siswa dapat ditingkatkan. Keterampilan proses sains lebih baik dari pada siswa yang tidak diberikan
terdiri atas beberapa bagian menurut Ango (2002), terdiri pembelajaran dengan problem posing dalam
dari sebelas keterampilan yaitu, observing (observasi), menyelesaikan tes pemahaman masalah. Hal senada juga
classifying (klasifikasi), iffering (menafsirkan), predicting disampaikan Lee (2010:12), bahwa kemampuan siswa
(prediksi), commumicating (komunikasi), interpreting dalam memecahkan masalah meningkat sete-lah diberikan
data (interpretasi data), making operational definitions pembelajaran problem posing.
(menerapkan konsep), posingquestions (mengajukan Hubungan diantara pengajuan masalah dengan
pertanyaan), hyphothesing (hipotesis), experimenting (ber- kemampuan menganali-sis terletak pada menguji ide
eksperimen) and formulating (membuat eksperimen). dalam pengajuan masalah mengacu kepada kemampuan
Keterampilan proses sains merupakan kemampuan siswa membuat masalah sekaligus penyelesainya dengan
prosedural yang diperlukan untuk melalukan kegiatan beragam dan benar, mengenali argumen dalam pengajuan
seperti praktikum atau pengetahuan tentang cara” masalah mengacu pada kemam-puan siswa memiliki cara
melakukan sesuatu. Pengetahuan ini mencakup penyelesaian berbeda-beda terhadap masalah yang
pengetahuan tentang keterampilan, algoritma, teknik, dan diajukannya namun masalah yang diajukan masih
metode (Dochy, 1995). Pengetahuan prose-dural ini memiliki keterkaitan dan mengenali alasan atau per-
terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: 1) Pengetahuan nyataan dalam pengajuan masalah mengacu pada
tentang keterampilan dalam bidang tertentu dan algoritma; kemampuan siswa dalam me-ngajukan masalah yang
2) Pengetahuan tentang teknik dan metode dalam bidang berbeda dari masalah yang diajukan sebelumnya dan
tertentu; dan 3) Pengetahuan tentang kriteria untuk siswa tahu mengapa mengajukan masalah tersebut.
menentukan kapan harus menggunakan prosedur yang Keterkaitan Problem posing Disertai Spider Concept
tepat. Map Terhadap Hasil Belajar
Kemampuan Menganalisis Hal terpenting dari sintaks problem posing yang dapat
Kemampuan menganalisis meru-pakan kemampuan siswa memberda-yakan kemampuannya adalah kemam-puan
untuk mengu-raikan atau memisahkan suatu hal ke dalam mengajukan masalah, keterkaitan pembuatan soal dan
bagian-bagiannya dan dapat mencari keterkaitan antara pemecahan masalah diungkapkan. English (1997),
bagian-bagian tersebut. Tuntutan dalam kemampuan menyata-kan bahwa membuat soal/ masalah berarti tahap
analisis adalah memisahkan materi (informasi) ke dalam awal dalam meme-cahkan masalah, yaitu memahami soal
bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan telah terlewati, sehingga untuk menyelesaikan soal dengan
antarabagian-bagiannya, mampu melihat (mengenal) kom- tahap berikutnya akan terbuka. Semen-tara itu Silver dan
ponen-komponennya, bagaimana komponen itu Cai (1996), menyatakan bahwa kemampuan pembuatan
berhubungan dan terorganisasikan, mem-bedakan fakta soal ber-korelasi positif dengan kemampuan pemecahan
dari hayalan. Kemampuan analisis didalamnya juga masalah. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat bahwa
termasuk kemam-puan menyelesaikan soal-soal yang Ahmad dan Zanzali (2006: 7), bahwa siswa seharusnya di
tidak rutin, menemukan hubungan, membuktikan dan dalam proses belajar mengajar digunakan pendekatan
mengomentari bukti, dan merumuskan serta menunjukkan alternatif yang membuat siswa berkesem-patan untuk
benarnya suatu generali-sasi, tetapi baru dalam tahap mengajukan masalah. Dalam mengajukan masalah, ke-
analisis belum dapat menyusun. Pendapat lain menurut mampuan siswa dalam mengexplore pengetahuannya
Suherman dan Sukjaya (1990: 49), menyatakan bahwa tidak terbatas, sehingga terkadang hal ini di luar dari
kemampuan analisis adalah kemampuan untuk merinci pemahaman guru. Melalui aktivitas ini dimungkinkan
atau menguraikan suatu masalah (soal) menjadi bagian- pengetahuan siswa melampaui apa yang kita harapkan
bagian yang lebih kecil (kom-ponen) serta mampu untuk karena peserta diberikan keleluasaan untuk mengeluarkan
memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut. Hal berbagai idenya. Problem posing pada intinya adalah
ini juga diperkuat oleh Bloom yang me-nyatakan bahwa meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah yang
kemampuan berpikir analitis menekankan pada diajukan dapat berdasar pada topik luas, soal yang sudah
pemecahan materi ke dalam bagian-bagian yang lebih dikerjakan atau informasi tertentu yang diberikan oleh
khusus atau kecil dan mendeteksi hubungan-hubungan guru (Ketut, 2004).
dan bagian-bagian tersebut dan bagian-bagian itu Dalam pengajuan masalah atau soal oleh siswa
diorganisir. Menurut Xia et al. (2008: 154), pembelajaran hendaknya didasarkan pada situasi yang diberikan oleh
Wahyono, Pengembangan Modul Pencemaran Lingkungan Berbasis Problem Posing 37

guru. Situasi dalam hal ini bisa berupa infor-masi Penelitian dan pengembangan menggunakan
(pernyataan), per-tanyaan dan seba-gainya. Pengajuan soal modifikasi Borg dan Gall (Tim Puslitjaknov, 2008:10-11)
juga merupakan kegiatan yang mengarah pada pemben- terdiri 10 tahapan, meliputi: penelitian pendahu-luan,
tukan sikap kritis dan kreatif, karena dalam pengajuan soal perencanaan, mengembangkan bentuk produk awal, uji
siswa diminta membuat pertanyaan dari informasi yang coba lapangan tahap awal, revisi produk utama, uji
diberikan guru (Dinawati, 2001). lapangan utama, revisi produk operasional, uji lapangan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa operasional, revisi produk akhir, diseminasi dan
kekuatan model problem posing terletak pada kemampuan implementasi produk.
siswa dalam membuat/ mengajukan masalah. Adapun Kelayakan modul Pencemaran Lingkungan berbasis
kelemahan utama menurut silver dalam Ika (2011), problem posing disertai spider concept map ditunjukkan
terletak juga terletak pada penguasaan bahasa dimana melalui hasil validasi aspek penyajian, aspek kebahasaan,
siswa mengalami kesulitan dalam membuat kalimat tanya. aspek materi dan perangkat pembelajaran yang mendapat-
Kelemahan ini apabila dapat dilampaui siswa, maka akan kan skor rata-rata 3,51 dengan berkategori “sangat baik”.
mampu melewati tahapan-tahapan berikutnya, karena Modul Pencemaran Lingkungan berbasis problem
dengan membuat soal/masalah berarti tahap awal dalam posing disertai spider concept map efektif
meme-cahkan masalah, yaitu memahami masalah telah memberdayakan KPS dengan N-gain score sebesar 0,60
terlewati, sehingga untuk menyelesaikan soal dengan dengan kategori “sedang” dan kemam-puan menganalisis
tahap berikutnya akan lebih terbuka. Sehingga diharapkan dengan N-gain score sebesar 0,57 dengan kategori
pada proses pembelajan siswa akan mampu menemukan “sedang”.
solusi dari permasalahan. Siswa yang telah menemukan Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah
solusi akan mampu menerapkan pengetahuannya pada modul pencemaran lingkungan berbasis problem posing
situasi baru dengan catatan memiliki kemiripan ini dapat diterapkan pada meteri pencemaran dan
permasalahan, dengan demikian tentu akan berkorelasi dijadikan salah satu contoh pengembangan bahan ajar oleh
positif dengan hasil be-lajarnya. guru. Kelemahan modul berbasis problem posing terletak
Siswa yang telah menggunakan pemetaan menemukan pada sintaks pengajuan masalah, karena siswa kesulitan
bahwa peta konsep memberi mereka basis logis untuk dalam bahasa ketika akan membuat kalimat tanya, modul
memutuskan ide utama apa yang akan dimasukkan atau pencemaran lingkungan berbasis problem posing mungkin
dihapus dan rencana-rencana dan penga-jaran sains dapat dikembangkan untuk materi lain yang sesuai.
mereka. Konsep utama akan mem-bantu dalam
merumuskan konsep-konsep lainnya dengan baik. Jenis
pemetaan yang memungkinkan diterapkan antara lain DAFTAR PUSTAKA
teknik spider concept map.
Adi, M. 2009. Upaya Peningkatan Aktivitas Belajar dan
Spider concept map lebih mem-bantu untuk Kemampuan Kognitif C1-C3 Melalui Pendekatan Problem
memperbesar struktur pengetahuan. Dari hasil penelitian, Posing Pada Pembelajaran Biologi Materi Klasifikasi
menunjukkan siswa merasa lebih baik pada spider concept Makhluk Hidup untuk Siswa Kelas VII b MTSN Bantul
map. Proses berpikir siswa dengan menggunakan spider TA 2008/2009. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
concept map menggunakan pola tidak hierarkis, membawa
Ahmad, S. dan Zanzali, N. 2006. Problem Posing Abilities in
kemudahan dan keluasan dalam menemukan konsep- Mathematics of Malaysian Primary year 5 Children: An
konsep tidak terbatas. Konsep yang didapatkan berasal Exploratory Study. Jurnal Pendidikan Universitas teknologi
dari proses berpikir siswa dalam mene-mukan Malaysia, 1-9
pengetahuan mereka (pembelajaran bermakna) dengan
Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Hasil
pola pikir yang umum dan luas memung-kinkan siswa
Ujian Nasional SMA/SMK se-Indonesia. Jakarta:
untuk membuat konsep yang utama hingga konsep-konsep Kemendikbud
lainnya yang saling berhubungan satu sama lainnya.
Selain konsep, siswa juga dapat merumuskan contoh- Cai, J. 2003. Singaporean Students' Mathematical Thinking in
contoh dalam cabang konsep yang merupakan penja-baran Problem Solving and Problem Posing: an Exploratory
dari kekhususan konsep, sehingga mudah dipamahi. Study. International Journal of Mathematics Education in
Science and Technology, 34 (5): 719 - 737
Pemetaan menurut Goodman (1984), Mason (1992) dan
Minstrell (1989), bahwa pemetaan konsep membantu Cankoy, O. and Darbaz, S. 2010. Effect or Problem posing
dalam ilmu pembe-lajaran dan secara langsung menem- Instruction on undertsanding Problem. H. U. Journal of
patkan dampak pada prestasi. Education. 38: 11-24
Deden. 2013. Peningkatan Keterampilan Proses Sains
KESIMPULAN Menggunakan Metode Eksperimen Dalam Pembelajaran
IPA Kelas VI Sdn 47 Rambin Sanggau. Pontianak:
Karakteristik modul berbasis problem posing, diantaranya: Universitas Tanjungpura
memberi peluang kepada siswa untuk mengemban-gkan Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Sains. Jakarta:
keterampilan proses sains, kemampuan berpikir dan Pengembangan Sistem dan Pengendalian program
kemampuan literasi sains.
38 BIOEDUKASI 7(2): 32-38, Agustus 2014

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Santyasa. 2009. Metode Penelitian Pengembangan dan Teori
Rineka Cipta Pengembangan Modul. Bali: Undiksha
Dinawati, T. 2001. Pengajuan Soal (Problem posing) sebagai Silver, E. and Cai, J. 1996. An Analysis of Aritmatic Problem
Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa dalam Belajar Posing by MiddlenSchool Students. Journal for Research in
Matematika di Sekolah. Jurnal Teknobel, Maret 2001, Vol. Mathematis Education, Vol.2(5). November 1996: 521 -
2(1): 64-65 539
Dochy, F., dan Alexander, P. 1995. Mapping Prior Knowledge: Suciati. 2011. Membangun Karakter Peserta Didik Melalui
A Framework of Discution among Researcher. European Pembelajaran Biologi Berbasis Keterampilan Proses.
Journal of Psychology in Education, 10: 224 - 242 Prosiding. Seminar Nasional VII Pendidikan Biologi FKIP
UNS
English, L. D. 1997. Promoting a Problem Posing Classroom.
Teaching Children Mathematics Journal. November 1997: Suherman, E. dan Sukjaya, Y. 1990. Petunjuk Praktis untuk
172 - 179 Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung:
Wijayakusumah 157
Facione, P.F. 2001. California CT skill test. Millbrae, CA:
California Academic Press Toharudin, U., Hendrawati, S., Rustaman, A. 2011. Membangun
Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora
Goodman, J. 1984. Relation and teacher education: A case study
and theoretical analysis. Interchange, 15(3): 9-26 Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
Gulo, W. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo
Wenno, I. H. 2008. Strategi Belajar Mengajar Sains Berbasis
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. 8 Standar Kontekstual. Yogyakarta: Inti Media
Nasional Pendidikan. Jakarta: Kemendikbud
Xia, X., Lü, C., Wang, B. 2008. Research on Mathematics
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Dokumen Instruction Experi-ment Based Problem Posing. Journal of
Kurikulum 2013. Jakarta: Kemenndikbud Mathematics Education, Vol. 1(1):153-16
Ketut, S. 2004. Pembelajaran dengan Pendekatan Problem
Solving dan Problem Posing Untuk Meningkatkan
Aktivitas Siswa. Jurnal Kependidikan, Mei 2004, Vol. (1):
52
Lee, S. 2010. The Effect of Alternative Solutions on Problem
posing. Taipei Municipal University of Education Vol.
1(1): 1-17
Mason, C.L. 1992. Concept mapping: A tool to develop
reflective science instruction. Science education, 76(1): 51-
63
Mehrens, W. A. and Lehmann, I. J. 1984. Measurement and
evaluation in education. Newyork, ELC
Minstrell, J.A. 1989. Teaching science for understanding. In L.B.
resnick & L.E klopfer (Eds) towards the thinking
curriculum: cognitive research 1989. ASCD Year book
PISA. 2013. Results in Focus: Programme for International
Student Assessment Volume VI, Students and Money:
Financial Literacy Skills for the 21st Century (forthcoming,
2014), examines students experience with and knowledge
about money. psychology, Third edition. New York: Holt,
Rinehart and Winston
Puslitjaknov. 2008. Penelitian dan Pengembangan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Putranto, P.E. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Circ Berbantuan Modul Untuk Meningkatkan
Keaktivan Dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIIIA MTs N 1
Gemolong Tahun Ajaran 2009/2010. (Jurnal Skripsi Tidak
Dipublikasikan: Surakarta: FKIP UNS)
Rahayu, S., Widodo, A.T, dan Sudarmin. 2013. Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Model Berbantuan Media "I Am A
Scientist". (Jurnal Tesis Tidak Dipublikasikan: Prodi
Pendidikan IPA, Program Pascasarjana, Universitas Negeri
Semarang)

You might also like