You are on page 1of 28
PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA NOMOR TAHUN 2022 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU UTARA, Menimbang : a. bahwa Cagar Budaya merupakan peninggalan yang bermanfaat bagi pengembangan _pendidikan, —ilmu pengetahuan dan wisata baik berupa benda, bangunan, struktur, situs, maupun kawasan sehingga perlu dijaga kelestariannya secara terencana, terpadu dan sistematis; b. Bahwa dalam rangka menjaga kelestarian Cagar Budaya sebagai salah satu daya tarik wisata, serta dapat dimanfaatkan keberadaanya oleh masyarakat untuk pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan, maka perlu dilakukan pengaturan terhadap pelestarian dan pengelolaan Cagar Budaya melalui upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan Cagar Budaya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruf a, dan b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 174, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3895); 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5168); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, ‘Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan _Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398); Menetapkan : 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018, Nomor 157); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA dan GUBERNUR MALUKU UTARA MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang di maksud dengan: 1. Daerah Provinsi adalah Daerah Provinsi Maluku Utara; 2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Otonom; 10. lL. 12. 13. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Maluku Utara. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku Utara; Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; Dinas adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah’perkembangan manusia. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. 14, 15. 16. 17. 18. a 20. 21. 22. 23. 24. 25. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang Khas. Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya. Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah Daerah atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya. Pengalihan adalah proses pemindahan hak Kepemilikan dan/atau Penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang kepada setiap orang lain atau kepada Pemerintah Daerah. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah Daerah. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat non dana untuk mendorong pelestarian dan pengelolaan Cagar Budaya dari Pemerintah Daerah. Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah Provinsi dan selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar Budaya. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar- besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. ‘Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli Cagar Budaya dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya. Tenaga Abli Pelestarian adalah orang yang karena kompetensi keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang Pelindungan, Pengembangan, atau Pemanfaatan Cagar Budaya. Setiap Orang adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan usaha berbadan hukum, dan/atau badan usaha bukan berbadan hokum. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat. Pasal 2 Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya berdasarkan : FRo-e pe gp Keragaman; Keadilan; ketertiban dan Kepastian Hukum; kemanfaatan; keberlanjutan; partisipasi, transparansi; dan Akuntabilitas. Pasal 3 Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya bertujuan untuk : a. b. Melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia; Meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya; Memperkuat kepribadian bangsa; Meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan Mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional; Pasal 4 Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya dimaksudkan untuk : a. b. Menjaga kelestarian Cagar Budaya sebagai salah satu daya tarik wisata; dan Memberikan _perlindungan, — pengembangan dan pemanfaatan Cagar Budaya sehingga dapat dimanfaatkan keberadaannya oleh masyarakat untuk pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan; PasalS Ruang lingkup Peraturan Daerah ini adalah : BROT SO rR op ae oD Kriteria Cagar Budaya; Pemilikan dan penguasaan Cagar Budaya; Penemuan dan pencarian Cagar Budaya; Pengkajian Cagar Budaya; Pencatatan dan pemeringkatan Caga Budaya; Pelestarian Cagar Budaya; Penyimpanan dan perawatan Cagar Budaya; Tugas dan wewenang Pemerintah Daerah; Peran serta masyarakat; Pendanaan; Pembinaan dan pengawasan; Sanksi administratif; Ketentuan penyelidikan; dan Sanksi pidana. BAB II KRITERIA CAGAR BUDAYA Bagian Kesatu Benda, Bangunan, dan Struktur Pasal 6 Struktur Cagar Budaya dapat: a. berunsur tunggal atau banyak; dan/atau b. sebagian atau seluruhnya menyatu dengan formasi alam. Pasal 7 Lokasi dapat ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya, apabila: a. mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya; dan b. _menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu. Pasal 8 Satuan ruang geografis dapat ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya apabila : a. mengandung 2 (dua) Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan; b. berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun; c. memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun; d. memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses Pemanfaatan ruang berskala luas; . memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya; dan f, memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil. Pasal 9 Benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang atas dasar penelitian memiliki arti khusus bagi masyarakat atau Bangsa Indonesia, dan memenuhi kriteria Cagar Budaya sebagaimana di maksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 8, maka dapat diusulkan sebagai Cagar Budaya () (2) (3) (4) Bagian Kedua Situs dan Kawasan Pasal 10 Setiap Orang dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Setiap Orang dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya apabila jumlah dan jenis Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar tersebut telah memenuhi kebutuhan negara, Kepemilikan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar- menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Negara. Pemilik benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya yang tidak ada ahli warisnya atau tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah, atau hadiah setelah pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 11 Kawasan Cagar Budaya hanya dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh Negara, kecuali yang secara turun-temurun dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Pasal 12 Benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruangg geografis yang atas dasar penelitian memiliki arti khusus bagi masyarakat atau Bangsa Indoensia dan memenuhi kriteria Cagar Budaya sebagimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai Pasal 11, maka dapat diusulkan sebagai Cagar Budaya (1) (2) 3) (4) ay (2) () (2) BAB Ill PEMILIKAN DAN PENGUASAAN Pasal 13 Setiap orang dapat memiliki dan/atau mengasai benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya; Setiap orang dapat memiliki dan/atau mengasai Cagar Budaya apabila jumlah dan jenis Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya; Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan pengadilan; Pemilik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang tidak ada ahli warisnya atau tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah, atau hadiah setelah pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh Negara sesuai dengan ketentuann peraturan perundang-undangan. Pasal 14 Setiap orang dilarang mengalihkan Kepemilikan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Gubernur; Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Gubernur. Pasal 15 Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya berhak memperoleh Kompensasi apabila telah melakukan kewajibannya melindungi Cagar Budaya. Setiap orang yang tidak melapor rusaknya Cagar Budaya yang dimilik dan/atau dikuasainya kepada instansi yang berwedang dibidang Kebudayaan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya tersebut rusak dapat diambil alih pengelolaannya oleh Pemerintah Daerah; q) (2) (3) q (2) (3) (1) (2) Pasal 16 Setiap orang yang menemukan benda yang diduga Benda Cagar Budaya, bangunan yang diduga Bangunan Cagar Budaya, struktur yang diduga Struktur Cagar Budaya dan/atau lokasi yang diduga situs Cagar Budaya wajib melaporkannya kepada Perangkat Daerah yang berwenang di bidang kebudayaan, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan /atau instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditemukannya. Temuan sebagaimana di maksud pada ayat (1) yang tidak dilaporkan oleh penemunya dapat diambil alih oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Berdasarkan laporan sebagaimana di maksud pada ayat (1), Perangkat Daerah Provinsi yang membidangi urusan kebudayaan melakukan pengkajian terhadap temuan. BAB V PENEMUAN DAN PENCARIAN Bagian Kesatu Penemuan Pasal 17 Pemerintah Daerah Provinsi berkewajiban melakukan pencarian benda, bangunan, struktur dan/atau lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya; Temuan sebagimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dilaporkan oleh penemu Cafar Budaya dapat diambil alih oleh Pemerintah Daerah; Temuan benda yang diduga Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pengkajian oleh Perangkat Daerah yang membidangan urusan Kebudayaan; Bagian Kedua Pencarian Pasal 18 Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pencarian benda, bangunan, strukur dan/atau lokasi yang diduga Cagar Budaya; Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya meskipun tidak memiliki atau menguasainya. (3) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan pendaftaran Cagar Budaya yang dikuasai oleh Negara atau yang tidak diketahui pemiliknya sesuai kewenangannya. (4) Hasil pendaftaran sebagaimana di maksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilengkapi dengan deskripsi dan dokumentasinya. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Gubernur; BAB V PENGKAJIAN CAGAR BUDAYA Pasal 19 (1) ‘Tim Ahli Cagar Budaya melakukan pengkajian untuk identifikasi dan Kiasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruangan geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya; (2) Dalam melakukan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Ahli Cagar Budaya dapat bekerja sama dengan Perangkat Daerah yang membidangi urusan Cagar Budaya atau sebutan lainnya; (3) Selama proses pengkajian benda, bangunan, struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan sebagimana dimaksud pada ayat (2), dilindungi dan diperlakuukan sebagai Cagar Budaya; (4) ‘Tim Ahli Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur; Pasal 20 Pengkajian terhadap koleksi museum yang didaftarkan, dilakukan oleh Kurator dan selanjutnya diserahkan kepada Tim Ahli Cagar Budaya. BAB VI Bagian Kesatu Pencatatan Pasal 21 (1) Gubernur mengeluarkan penetapan status Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah rekomendasi diterima dari Tim Ahli Cagar Budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak ditetapkan sebagai Cagar Budaya. (2) Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya, pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa: a. Surat keterangan status Cagar Budaya; dan b. Surat keterangan kepemilikan berdasarkan bukti yang sah. (3) Penemu benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Benda Cagar _ Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya dapat diberikan kompensasi__sesuai ketentuan _ peraturan perundang-undangan. Pasal 22 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan pemeringkatan Cagar Budaya; (2) Pemeringkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya; Pasal 23 Peringkat Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dapat dicabut apabila Cagar Budaya : a. Musnah; b. Kehilangan wujud dan bentuk aslinya; c. Kehilangan sebagian besar unsurnya; dan d. Tidak lagi memenuhi persyaratan Cagar Budaya; BAB VIL PELESTARIAN Bagian Kesatu Umum Pasal 24 (1) Pemerintah Daerah Provinsi_ dapat ~—smelakukan pemeringkatan Cagar Budaya peringkat Daerah Kabupaten/Kota sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Pemeringkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya. Pasal 25 Peringkat Cagar Budaya sebagaimana di maksud dalam Pasal 24 dapat dicabut apabila Cagar Budaya : a. b. c. d. (1) (2) (3) (4) (ay. (2). musnah; kehilangan wujud dan bentuk aslinya; kehilangan sebagian besar unsurnya; atau tidak lagi memenuhi persyaratan Cagar Budaya. Pasal 26 Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif. Kegiatan pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli Pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian. Tata cara pelestarian Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian pada kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian. Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya. Bagian Kedua Perlindungan Paragraf 1 Umum Pasal 27 Setiap orang dapat berperan serta melakukan perlindungan Cagar Budaya; Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui : a. Penyelamatan; Pengamanan; Zonasi; Pemeliharaan; atau Pemugaran; eae Paragraf Penyelamatan Pasal 28 Setiap orang berhak melalukan penyelamatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasat 27 Huruf a, yang dimiliki atau yang dikuasainya dalam keadaan darurat atau keadaan memaksa untuk dilakukan tindakan penyelamatan (). (2). (q. (2). (3). (1) (2) Pasal 29 Penyelamatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilakukan untuk mencegah : a. Penyelamatan; b. Pengamanan; Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dalam keadaan darurat dan keadaan biasa Pasal 30 Pemerintah Daerah dan/atau setiap orang wajib melakukan Penyelamatan Cagar Budaya yang terancam rusak, hancur, atau musnah dapat dipindahkan ketempat lain yang aman; Pemindahan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tata cara yang menjamin keutuhan dan keselamatannya dibawah koordinasi Tenaga Ahli Pelestarian; Penyelamatan sebagimana dimaksud pada ayat (1), wajib menjaga dan merawat Cagar Budaya dari pencurian, pelapukan, atau kerusakan baru; Paragraf 3 Pengamanan Pasal 31 Pengamanan Cagar Budaya sebagimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b, dilakukan untuk menjaga dan mencegah agar Cagar Budaya tidak hilang, rusak, hancur, atau musnah; Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) merupakan kewajiban pemilik dan/atau yang menguasainya. Pasal 32 Pengamanan Cagar Budaya sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 31 dapat dilakukan oleh juru pelihara dan/atau polisi khusus. () (2) q) (2) (1) (2) (2) (3) Pasal 33 Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana di maksud dalam Pasal 33 ayat (1) harus memperhatikan pemanfaatannya bagi kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, agama, kebudayaan, dan/atau pariwisata. Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan memberi pelindung, menyimpan, dan/atau menempatkannya pada tempat yang terhindar dari gangguan alam dan manusia. Pasal 34 Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal Setiap orang dilarang mencuri Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal. Pasal 35 Setiap Orang dilarang memindahkan dan/atau memisahkan Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Gubernur, Ketentuan mengenai pemberian izin sebagaimana di maksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 36 Cagar Budaya, baik seluruh maupun beberapa bagian, hanya dapat dibawa ke luar Daerah Provinsi Maluku Utara untuk kepentingan penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran. Setiap Orang dilarang membawa Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (1), kecuali dengan izin Gubernur. Ketentuan lebih lanjut mengenai_ pemberian _ izin sebagaimana di maksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Gubernur, (1) (2) (3) a). (2). @). (4). Paragraf 4 Zonasi Pasal 37 Pelindungan Cagar Budaya dilakukan dengan menetapkan batas-batas keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem zonasi sebagaimana di maksud dalam Pasal 27 berdasarkan hasil kajian Sistem zonasi sebagaimana di maksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur sesuai dengan keluasan situs Cagar Budaya atau kawasan Cagar Budaya Pemanfaatan zona pada Cagar Budaya dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif, edukatif, apresiatif, dan/atau religi. Pasal 38 Sistem zonasi sebagaimana di maksud dalam Pasal 39 ayat (1) mengatur fungsi ruang pada Cagar Budaya, baik vertikal maupun horizontal. Pengaturan zonasi secara vertikal sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap lingkungan alam di atas Cagar Budaya di darat dan/atau di air. Sistem zonasi sebagaimana di maksud pad ayat (1) dapat terdiri atas: a. zona inti; b. zona penyangga; c. zona pengembangan; dan/atau d. zona penunjang. Penetapan luas, tata letak dan fungsi zona ditentukan berdasarkan hasil kajian dengan mengutamakan peluang peningkatan kesejahteraan rakyat. Pasal 39 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan sistem zonasi sebagaimana di maksud dalam Pasal 38 diatur dalam Peraturan Gubernur. (1. Paragraf 5 Pemeliharaan Pasal 40 Setiap orang wajib memelihara Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya; (2). (3). (4). (5). (6). (7). (. (2). (3). Pemeliharaan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara merawat Cagar Budaya untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan akibat pengaruh alam dan/atau perbuatan manusia. Pemeliharaan Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (2) dapat dilakukan di lokasi asli atau di tempat lain, setelah terlebih dahulu didokumentasikan secara lengkap. Perawatan sebagaimana di maksud pada ayat (2) dilakukan dengan pembersihan, pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan, dan/atau teknologi Cagar Budaya. Perawatan Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (4) yang berasal dari air harus dilakukan sejak proses pengangkatan sampai ke tempat penyimpanan dengan tata cara khusus. Dalam hal perawatan Cagar Budaya sebagimana dimaksud pada ayat (5), Gubernur dapat mengangkat atau menempatkan juru pelihara untuk melakukan perawat Cagar Budaya; Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Paragraf 6 Pemugaran Pasal 41 Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya sebagaimana di maksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf e yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi. Pemeliharaan Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat dilakukan di lokasi asli atau di tempat lain, setelah terlebih dahulu didokumentasikan secara lengkap. Perawatan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilakukan dengan pembersihan, pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan, dan/atau teknologi Cagar Budaya. (4). Pemerintah Daerah Provinsi dapat mengangkat atau menempatkan juru pelihara untuk melakukan perawatan Cagar Budaya. (5). Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya wajib memperoleh izin dari Gubernur; (6). Tata cara pemberian izin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur; Bagian Ketiga Pengembangan Umum Pasal 42 (1). Pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip_-kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai yang melekat padanya. (2). Setiap orang dapat melakukan Pengembangan Cagar Budaya setelah memperoleh: Pemerintah Daerah; dan b. izin pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya. (3). Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk Pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. (4). Kegiatan Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) harus disertai dengan pendokumentasian. Pasal 43, Pengembangan sebagaimana di maksud dalam Pasal 44 dapat dilakukan, diantaranya melalui: a. penelitian; b. revitalisasi; dan/atau c. adaptasi. Paragraf 2 Penelitian Pasal 44 (1). Penelitian dilakukan pada setiap rencana pengembangan Cagar Budaya untuk menghimpun informasi, serta mengungkap, memperdalam dan menjelaskan nilai-nilai budaya; (2). (3). (4). (5). (). (2). Penelitian sebagaimana di maksud pada ayat (I) dilakukan terhadap Cagar Budaya melalui : a, penelitian dasar untuk pengembangan _ilmu pengetahuan; dan b. Penelitian terapan untuk pengembangan teknologi atau tujuan praktis yang bersifat aplikatif. Penelitian sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebagai bagian dari analisis mengenai dampak lingkungan atau berdiri sendi Proses dan hasil penelitian Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (2) dilakukan untuk kepentingan meningkatkan informasi dan promosi Cagar Budaya. Pemerintah Daerah atau penyelenggara _penelitian menginformasikan dan mempublikasikan hasil penelitian kepada masyarakat. Paragraf 3 Revitalisasi Pasal 45 Revitalisasi sebagaimana di maksud dalam Pasal 43 huruf (b) potensi Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian. Revitalisasi sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan informasi tentang Cagar Budaya. Pasal 46 Revitalisasi Cagar Budaya sebagaimana di maksud dalam Pasal 47 harus memberi manfaat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mempertahankan ciri budaya lokal. (1). (2). Pasal 47 Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Gubernur. Ketentuan lebih lanjut = mengenai_pemberian _izin sebagaimana di maksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur. Q (2) (y. (2). 3). (4). Paragraf 4 Adaptasi Pasal 48 Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf c, dapat dilakukan adaptasi untuk memenuhi kebutuhan masa kini dengan tetap mempertahankan: a. Ciri asli dan/atau muka bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya; dan/atau b. Ciri asli lanskap budaya dan/atau permukaan tanah Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya. Adaptasi sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. Mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya; b. Menambah fasilitas sesuai kebutuhan; c. Mengubah susunan ruang secara terbatas; dan/atau d. Mempertahankan gaya arsitektur, konstruksi asli dan keharmonisasian estetika lingkungan di sekitarnya. Bagian Keempat Pemanfaatan Pasal 49 Pemerintah Daerah dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata; Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan Cagar Budaya yang dilakukan oleh setiap orang; Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berupa izin pemanfaatan, dukungan Tenaga Ali Pelestarian, dukungan dana, dan/atau pelatihan; Promosi sebagimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan untuk memperkuat identitas budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan masyarakat; Pasal SO Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan wajib didahului dengan kajian, penelitian, dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan. Pasal 51 (1), Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak berfungsi seperti semula dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. (2). Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan izin Gubernur dan/atau masyarakat hukum adat yang memiliki dan/atau menguasainya. Pasal 52 (1). Pemanfaatan lokasi temuan yang telah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya wajib memperhatikan fungsi ruang dan pelindungannya. (2). Pemerintah Daerah dapat menghentikan pemanfaatan atau membatalkan izin pemanfaatan Cagar Budaya apabila pemilik dan/atau yang menguasainya terbukti melakukan perusakan atau menyebabkan rusaknya Cagar Budaya. (3). Cagar Budaya yang tidak lagi dimanfaatkan harus dikembalikan seperti semula sebelum dimanfaatkan. (4). Biaya pengembalian seperti keadaan semula dibebankan kepada yang memanfaatkan Cagar Budaya. Pasal 53 (1). Pemanfatan dengan cara memperbanyak Benda Cagar Budaya yang tercatat sebagai peringkat Provinsi hanya dapat dilakukan atas izin Gubernur (2). Pemanfaatan dengan cara memperbanyak Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai setiap orang atau dikuasai Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 54 Pemanfaatan koleksi berupa Cagar Budaya di museum dilakukan untuk sebesar__besarnya pengembangan pendidikan, ilmu —_pengetahuan, —kebudayaan, _sosial dan/atau pariwisata. Pasal 55, Setiap orang dilarang mendokumentasikan cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya untuk _kepentingan komersial tanpa seizin pemilik dan/atau yang menguasainya. (1). (2). Pasal 56 Setiap orang dilarang memanfaatkan Cagar Budaya baik seluruh maupun — bagian-bagiannya dengan _—_cara memperbanyak kecuali atas izin Gubernur; ‘Tata cara pemberian izin sebagimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernut BAB VIII PENYIMPANAN DAN PERAWATAN CAGAR BUDAYA. (a). (2) (4). (). (2). Pasal 57 Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau setiap orang dapat disimpan dan/atau dirawat di museum. Museum atau gedung sebagaimana di maksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang —_berfungsi_melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat. . Pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya di museum atau gedung sebagaimana di maksud pada ayat (2) berada di bawah tanggung jawab pengelola museum. Dalam pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana di maksud pada ayat (3), pengelola Museum mengangkat Kurator. Pasal 58 Perawatan Cagar Budaya pada museum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan yang disebabkan faktor alam dan/atau ulah manusia. Perawatan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilaksanakan di dalam ruang perawatan dengan cara dan teknik tertentu sesuai ketentuan perundang-undangan; BAB IX TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH Pasal 59 (1). Pemerintah © Daerah mempunyai tugas melakukan Perlindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan Cagar Budaya; (2). Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain : a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan Cagar Budaya; b. mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang dapat menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya Cagar Budaya; c. _menyelenggarakan penelitian dan pengembangan Cagar Budaya; d. menyediakan informasi Cagar Budaya untuk masyarakat; ._ menyelenggarakan promosi Cagar Budaya; f. memfasilitasi setiap orang dalam melaksanakan pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya; g menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat untuk benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah dinyatakan sebagai Cagar Budaya serta memberikan dukungan terhadap daerah yang mengalami bencana; h, melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pelestarian warisan budaya; dan i, mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian Cagar Budaya. Pasal 60 Pemerintah Daerah mempunyai wewenang dalam : a. _menetapkan etika pelestarian Cagar Budaya; b. mengkoordinasikan pelestarian Cagar Budaya secara lintas sektor dan wilayah; menghimpun data Cagar Budaya; menetapkan peringkat Cagar Budaya; menetapkan dan mencabut status Cagar Budaya; membuat peraturan pengelolaan Cagar Budaya; menyelenggarakan kerjasama pelestarian Cagar Budaya; melakukan penyidikan kasus pelanggaran hukum; mengelola Kawasan Cagar Budaya; rpm m9 a9 (. (2). @). (4). (5). (1). (2). mendirikan dan membubarkan unit pelaksana teknis bidang pelestarian, penelitian dan museum; mengembangkan kebijakan sumber daya manusia di bidang kepurbakalaan; memberikan penghargaan kepada setiap orang yang telah melakukan Pelestarian Cagar Budaya; memindahkan dan/atau menyimpan Cagar Budaya untuk kepentingan pengamanan; melakukan pengelompokan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat Kabupaten; menetapkan batas situs dan kawasan; dan menghentikan proses pemanfaatan ruang atau proses pembangunan yang dapat menyebabkan rusak, hilang, atau musnahnya Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian- bagiannya. Pasal 61 Pemerintah Daerah memfasilitasi pengelolaan kawasan Cagar Budaya. Pengelolaan kawasan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilakukan tidak bertentangan dengan _kepentingan masyarakat terhadap Cagar Budaya dan kehidupan sosial. Pengelolaan kawasan Cagar Budaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi, dan/atau masyarakat hukum adat. Badan Pengelola sebagaimana di maksud pada ayat (3) dapat terdiri atas unsur Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Pengelola diatur dengan peraturan gubernur. BAB X PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 62 Masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan Cagar Budaya. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan Cagar Budaya — sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara: (3). (1). (2). (y. (2). a. (2). a, menyampaikan informasi yang berkaitan dengan pengelolaan Cagar Budaya; . menjaga kelestarian Cagar Budaya; c. mencegah dan menanggulangi kerusakan Cagar Budaya. Tata cara peran serta masyarakat sebagaimana di maksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Gubernur. BAB XII PENDANAAN Pasal 63 Pendanaan pelestarian Cagar Budaya menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah dan masyarakat. Pendanaan sebagaimana di maksud pada ayat (1) berasal dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; b. _hasil Pemanfaatan Cagar Budaya; dan/atau c. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat; BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 64 Gubernur melalui Perangkat Daerah yang membidangi Urusan Kebudayaan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Pengelolaan Cagar Budaya. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana di maksud pada ayat (1), Gubernur dapat membentuk Tim Pembinaan dan Pengawas Cagar Budaya. BAB XIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 65 Setiap orang atau badan usaha yang melanggar ketentuan dalam pasal 15 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), dan Pasal 55 dikenakan sanksi administratif berupa : a. Teguran tertulis; b. Denda administratif, cc. Pembekuan izin; dan d. Pencabutan izin; Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan perundang- undangan; (). (2). BAB XIV KETENTUAN PENYIDIKAN, Pasal 66 PPNS tertentu pada Perangkat Daerah terkait dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana; Wewenang penyidik sebagimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini; Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini; Memeriksa buku, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini; Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini; Menyuruh seseorang berhenti atau meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksan identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagimana dimaksud pada huruf e; Memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini; Memanggil orang untuk di dengar keteranganna dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; (3). (4). (). (2). j. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjut dari penyidik Polri bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; dan k. melakukan tindakan laun yang diperlukan untuk kelancaran penyidik tindak pidana sebagiman dimaksud dalam Peraturan Gubernur ini menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan; Dalam melaksanakan tugasnya PPNS sebagimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia; Penyidik sebagimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya _—penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polri sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; BAB XV KETENTUAN PIDANA. Pasal 67 Setiap orang atau badan usaha yang melanggar ketentuan dalam Pasal 14, Pasal 26, Pasal 34, Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (2), Pasal 47 ayat (1), dan Pasal 56 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bilan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) ‘Tindak pidana sebagimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 68 Peraturan Gubernur sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan daerah ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 69 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang —mengetahuinya, —_ memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Maluku Utara. Ditetapkan di Sofifi pada tanggal 2022 GUBERNUR MALUKU UTARA, dn Diundangkan di Sofifi pada tanggal 2020 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA, SYAMSUDIN ABDUL KADIR LEMBARAN DAERAH DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2022 NOMOR. NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA: (5-130/2022)

You might also like