You are on page 1of 24

INKONTINENSIA

URIN
SISTEM PERKEMIHAN
RENAL CIRCULATION
PENGERTIAN
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin
tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi
yang cukup sehingga mengakibatkan
masalah gangguan kesehatan atau sosial
(Kane dkk. 1989).
ETIOLOGI
Inkotinensia urin dapat terjadi karena adanya
faktor-faktor pencetus yang mengurangi
perubahan-perubahan pada organ berkemih akibat
proses menua/lansia meliputi : (Whitehead,
Fonda)
– Kelainan Urologis : misalnya ISK, tumor, divertikel
– Kelainan neurologik : misalnya stroke, trauma pada
medulla spinalis, dimensia, delirium.
– Lain-lain, misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat
berkemih yang tidak memadai /jauh dan sebagainya.
Penyebab inkontinensia urin pada usia lanjut dapat
dibedakan menjadi penyebab akut dan penyebab
kronik.
1. Inkotinensia akut
Untuk memudahkan mengingat macam
inkontinensia yang akut dan biasanya reversibel,
antara lain dapan memanfaatkan akronim “DRIP”,
yang merupakan kependekan dari: (Kane dkk.)
– D : Delirium
– R : Restriksi mobilitas, retensi
– I : Infeksi, inflamasi, impaksi feces.
– P : Pharmasi (obat-obatan), poliuri
2. Inkotinensia kronik/persisten
Urinary incontinence is generally divided into four
groups, according to the problem involved:
a. Stress Incontinence
Description:  Involuntary leakage of urine when intra-
abdominal pressure increases.  Delay not more than 3
seconds.
Mechanism:  Can be thought of conceptually as a
sphincter problem.
Causes:  Pelvic floor musculative relaxation,
sphincter/bladder outlet incompetence (prior
instrumentation, prostate surgery)
cough/laugh/sneeze/sudden movement.
b. Functional Incontinence
Definition: Urinary incontinence from extrinsic
causes in patients with normal bladder function.
Mechanism:  The bladder itself functions
properly, however, the patient is unable to
recognize the urge to void or is physically unable
to get to the toilet in time.
Causes:  Orthopedic limitations/immobility,
psychological (dementia, depression, delirium
and anger/hostility), and environmental barriers.
c. Overflow Incontinence
Definition:  Frequent or continuous leakage (usually small
amounts) from mechanical forces on a overdistended/full
bladder or from other effects of urinary retention on
bladder and sphincter function.
Mechanism:  The bladder does not contract properly.  As
a result it stretches to hold a large capacity of urine,
small amounts of which leak frequently or continuously
once the bladder is filled
Causes:
–– Obstruction
Obstruction -- prostate,
prostate, urethral
urethral stricture,
stricture, cystocele, pelvic mass
–– Flaccid
Flaccid Bladder
Bladder - peripheral neuropathy (diabetes), cord injury
(cauda
(cauda equina, 
equina,  conus
conus meduallaris), medication
–– Neurogenic
Neurogenic - Detrusor
Detrusor -- Sphincter
Sphincter Dyssynergy,
Dyssynergy, bladder
bladder
decompensation
decompensation (multiple sclerosis
sclerosis and
and other
other suprasacral
suprasacral spinal
spinal
cord
cord lesions)
lesions)
d. Urge Incontinence
Description:  Leakage (usually larger amounts) as
inability to delay voiding after sensation of bladder
fullness.  Occurs as uninhibited bladder contractions with
a sudden urge to void.  Patients perceive the "urge" to
urinate, however, cannot hold it long enough to get to
the toilet in time.
Mechanism:  Detrussor overactivity.
Symptoms:  Urinary frequency and other "irritative"
voiding symptoms.  The volume of urine lost may be small
or quite large.
Causes:
– Idiopathic
– Local irritation - inflammation, hyperosmolar states, drugs,
infection, stones,
stones, tumors,
tumors, diverticuli,
diverticuli, obstruction
obstruction (prostate
(prostate
enlargement), 
– CNS - dementia,
dementia, Parkinson's,
Parkinson's, CVA,
CVA, cord
cord injury
injury or disease
– DHIC - Detrusor
Detrusor Hyperreflexia
Hyperreflexia with Impaired
Impaired Contractility
Contractility -
described in institutionalized patients
Figure 1:  Diagram showing innervation of urinary
bladder
GAMBARAN KLINIS
• Inkontinensia stres: keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan
sebagainya. Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia
stres.
• Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin
dengan gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.
• Enuresis nokturnal: 10% anak usia 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun
mengompol selama tidur. Mengompol pada anak yang lebih tua
merupakan sesuatu yan abnormal dan menunjukkan adanya kandung
kemih yang tidak stabil.
• Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi (pancara
lemah, menetes), trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi
abdominoperineal), fistula (menetes terus-menerus), penyakit
neurologis (disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik
(misalnya diabetes) dapat menunjukkan penyakit yang mendasari.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Kultur urin: untuk menyingkirkan infeksi.
• IVU: untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau
fistula.
• Urodinamik:
– Uroflowmetri: mengukur kecepatan aliran.
– Sistrometri: menggambarkan kontraksi detrusor.
– Sistometri video: menunjukkan kebocoran urin saat
mengedan pada pasien dengan inkontinensia stres.
– Flowmetri tekanan udara: mengukur tekanan uretra dan
kandung kemih saat istirahatdan selama berkemih.
• Sitoskopi: jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma
kandung kemih.
• Pemeriksaan spekulum vagina ± sistogram jika dicurigai
terdapat vesikovagina.
PENATALAKSANAAN
• Inkontinensia stres
– Latihan otot-otot dasar panggul
– Latihan penyesuaian berkemih
– Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen
– Tindakan pembedahan memperkuat muara kandung kemih
• Inkontinensia urgensi
– Latihan mengenal sensasi berkemih dan penyesuaianya
– Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen
– Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan dan lain-
lain keadaan patologik yang menyebabkan iritasi pada
saluran kemih bagian bawah.
• Inkontensia overflow
– Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan
kalau tidak mungkin secara menetap
– Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab
sumbatan
• Inkontinensia tipe fungsional
– Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan
jadwal dan kebiasaan berkemih
– Pekaian dalam dan kain penyerap khusus lainnya
– Penyesuaian/modifikasi lingkungan tempat berkemih
– Kalau perlu digaunakan obat-obatan yang
merelaksasi kandung kemih
Devices

Kegelcones. Weighted vaginal


cones used to strengthen the
pelvic floor musculature.
Incontinence dish. (A) Incontinence dish pessary in place, (B)
incontinence dish, and (C) incontinence dish with support.
Injection of collagen in the periurethral tissue
for the treatment of stress incontinence.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Untuk mengidentifikasi masalah eliminasi
urine dan mengumpulkan data guna
menyusun suatu rencana keperawatan,
perawat melakukan pengkajian riwayat
keperawaan, melakukan pengkajian fisik,
mengkaji urine klien dan meninjau kembali
informasi yag telah diperoleh dari tes dan
pemeriksaan diagnostik.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan
ketidakmampuan atau kesulitan mencapai toilet
sekunder terhadap penurunan mobilitas atau motivasi.
2. Inkontinensia dorongan yang berhubungan dengan
gangguan hambatan impuls aferen sekunder terhadap
disfungsi otak atau spinal.
3. Resiko tinggi terhadap isolasi sosial yang berhubungan
dengan rasa malu tentang inkontinensia di depan orang
lain dan rasa takut bau urin.
4. Resiko tinggi inefektif penatalaksanaan regimen
terapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan
pengetahuan tentang etiologi inkontinensia,
penatalaksanaan, program pelatihan kandung kemih,
tanda dan gejala komplikasi dan sumber-sumber
komunitas.
Gracias…

You might also like