You are on page 1of 34

Laporan Belajar

Mandiri
Skenario II
Kapan Sembuhnya?
LEARNING OBJETIVE

1 2 3 4 5 6
Tatalaksana Shigellosis Cholera Leptospirosis Tetanus Diphtheria
Tifoid Karier
TATALAKSANA TIFOID KARIER
Learning Objective #1
TYPHOID CARRIER

• Convalescent Carrier
Sheds typhoid bacilli for 3 or more months after onset of acute illness.
• Chronic Carrier
Sheds typhoid bacilli for more than 12 months after onset of acute illness; or Has no history of
typhoid fever or had the disease more than 1 year previously, but has two feces or urine cultures
positive for S. typhi separated by 48 hours.
• Other Carrier
Typhoid bacilli have been isolated from surgically removed tissues, organs, or from draining
lesions
THERAPY
• Terapi untuk typhoid carrier tidak 100% effective
• Pertama dilakukan : Kurangi Penyebaran dari Carrier
• Pemeriksaan S.thypi berkala
• Jika hasil negative dalam beberapa kali pemeriksaan, maka pasien lepas
dari carrier dan pengobatan
SHIGELLOSIS
Learning Objective #2
PATHOGENESIS &
PATHOPHYSIOLOGY
Patogenesis & Patofisiologi
Resisten terhadap asam  Tahan asam
Etiologi lambung
Shigella dysenteriae, Shigella flexneri, Enterotoxin (ShET-1) and mucosal
Shigella inflammation tingkat jejenum maupun
boydii, danShigella sonnei (serogroups A, colon  sekresi aktif & reabsorbsi air
B, C, dan D). abnormal  Feses dengan darah &
Kontaminasi makanan atau air oleh feses. mucopurulent
Enterotoxin inhibit ribosomes epithelial
cells  apoptosis
MANIFESTASI KLINIS
PHASE

Watery
Incubation Dysentery Postinfectious
Diarrhea

Manisfesati : Demam, Malaise, Anorexia, Watery


Diarrhea
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dikarenakan perubahan WBC tidak


terlalu signifikan maka dapat dilakukan Pengisolasian bakteri Shigella dari
langsung pengisolasian dan rectal Swab atau Spesimen dari Feses
indentifikasi bakteri
TATALAKSANA
• Reduced-osmolarity oral rehydration solution  standard solution of 245 mOsm/L (sodium, 75
mmol/L; chloride, 65 mmol/L; glucose [anhydrous], 75 mmol/L; potassium, 20 mmol/L; citrate, 10
mmol/L)
Remedia Cardinale
Ciprofloxacin  Dewasa : 500 mg 2 d.d selama 3 hari
Anak : 15 mg/kg 2 d.d selama 3 hari
Pivmecillinam  Dewasa : 100 mg
Anak : 20 mg/kg
4 d.d selama 5 hari

• Remedia Adjuvantia
Antimotility agents  loperamide
CHOLERA
Learning Objective #3
PATHOGENESIS &
PATHOPHYSIOLOGY
Pathogenesis
Cholera toxins  enterotoxin dirilis di usus halus
Once established in the human small bowel, the
organism produces cholera toxin, which consists of a
monomeric enzymatic moiety (the A subunit) and a
Etiologi pentameric binding moiety (the B subunit).
V. cholerae serogroup O1 or O139 Subunit B membantu subunit A mencapai sitosol
target.
Subunit A aktif  akumulasi cAMP di CIS  inhibit
penyerapan sodium & increase sekresi klorida di usus
 akumulasi NaCl di lumen usus  Air osmosis
menurunkan kepekatan feses  watery diarrhea
MANISFESTASI KLINIS
• Asimptomatis atau diare ringan
• Megnalami diare Parah pada kolera gravis
• Pada kasus parah  kehilangan cairan hingga 250 mL/kg in the first 24 h
Sering muntah. Biasanya tanpa demam.
Karakteristik feses  cairan yang nonbilious, abu-abu, agak keruh
dengan bintik lendir, tidak ada darah, dan bau yang agak amis dan tidak
menyengat
Rice-water stool  seperti air cucian beras
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Yang paling tepat:


Isolasi organisme dari feses
Medium selektif  Pemeriksaan Darah dapat
taurocholate-tellurite-gelatin dilakukan untuk melihat efek
(TTG) agar atau thiosulfate– sampingnya
citrate–bile salts–sucrose
(TCBS) agar
TATALAKSANA

Antibiotik :
Erythromycin (adults, 250 mg
Rehidrasi yang tepat & cepat  orally four times a day for 3 days;
rehydration solution (ORS) children, 12.5 mg/kg per dose four
times a day for 3 days) or
Azithromycin (adults, a single 1-g
dose; children, a single 20-mg/kg
dose)
TETANUS
Learning Objective #5
PATHOGENESIS &
PATHOPHYSIOLOGY
• Eriology : Clostridium tetani
C. tetani tahan terhadap suhu tinggi
C. tetani spora dan bacilli bertahan dalam sistem usus banyak hewan, dan
fecal carriage biasa terjadi.
Spora atau bakteri memasuki tubuh melalui lecet, luka, atau (dalam kasus
neonatus) puntung umbilikal
PATHOGENESIS &
PATHOPHYSIOLOGY
• C. tetani tidak menyebabkan inflamasi, kecuali apabila terinfeksi
mikroorganisme lain.
Basil tetanus sekresi : tetanospasmin & tetanolisin
Tetanolisin  merusak jaringan hidup local hingga optimal untuk multiplikasi
Tetanospasmin  sindroma klinis tetanus
Toksin ini memiliki ujung karboksil & rantai berat untuk memudahkan masuknya
toksin ke dalam sel serta rantai ringan bekerja pada presipnatik  mencegah
pelepasan neurotransmitter.
Toksin beredar di darah dan berdifusi untuk berikatan pada ujung-ujung saraf
di seluruh tubuh.
PATHOGENESIS &
PATHOPHYSIOLOGY
MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal  kaku
Trias klinis: rigiditas,
kuduk, nyeri Spasme menyebar ke
spasme otot, (bila
tenggorokan, motoric wajah 
parah) disfungsi
kesulitan membuka risus sardonicus
otonomik
mulut.

Rigiditas tubuh 
Tidak bisa menelan Rigiditas otot leher  opistotonus &
 disfagia retraksi kepala gangguan respirasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1 2
Kultur C. tetani dari suatu luka Serum anti-tetanus immunoglobulin
memberikan memberikan bukti yang G diukur sebelum pemberian antitoksin
mendukung. atau immunoglobulin.
TATALAKSANA
• Luka masuk harus diidentifikasi, dibersihkan, dan “debrided” dari bahan nekrotik untuk
menghilangkan pusat infeksi anaerobik dan mencegah produksi toksin lebih lanjut.
• Metronidazole (400 mg rectally or 500 mg IV tiap 6 jam selama 7 hari) adalah antibiotic
pilihan.
• Alternatif  penicillin (100,000–200,000 IU/kg per day).
• Antitoxin
>Human tetanus immune globulin (TIG) 3000–5000 IU dosis tunggal
>IM Equine antitoxin 10,000–20,000 U dosis tunggal IM
LEPTOSPEROSIS
Learning Objective #4
PATHOGENESIS &
PATHOPHYSIOLOGY
Etiologi Patogenesis
Mikroorganisme spirochaeta, family Bakteri ini masuk melalui kulit/selaput
treponemataceae, dengan genus lendir aliran darah  berkembang
leptospira, spesies leptospira  menyebar luas jaringan tubuh
interogans semua serotipe. Respon imun (humoral maupun
Tersering menginfeksi  L. selular)  antibody  menekan
Icterohaemorrhagica (tikus), L. infeksi
canicola (anjing), dan L. Pomona Bakteri bertahan di daerah terisolasi
(sapi dan babi) seperti dalam ginjal
MANIFESTASI KLINIS
• Dua fase  fase leptosiraemia & fase imun
• Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia,
myalgia, conjungtival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, icterus,
hepatomegaly, ruam kulit,fotopobi
• Jarang : Pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema,
spleennomegali, artralgia, gagal ginjal, dst
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1 2 3
Darah rutin Urine Serologi
lekositosis, 50% leukositoria, air protein Polymerase Chain
mengalami uria, leukositoria. Reaction (PCR), silver
trombositopenia stain atau Fluroscent
antibody stain
TATALAKSANA

1 2
Leptospirosis ringan  Leptospirosis sedang/ berat 
Doksisiklin100 mg ( 2 dd), penisilin G 1,5 juta unit/ 6 jam
Ampisilin (4 dd) 500-750 mg Ampisilin  1 gram/ 6 jam
DIPHTERIA
Learning Objective #6
PATHOGENESIS &
PATHOPHYSIOLOGY
Etiology
Produksi toxin pada lesi
Corynebacterium
pseudomembran  masuk
diphtheriae
aliran darah  terdistribusi
nontoxigenic (tox – ) and
ke system organ tubuh 
toxigenic (tox + )
berikatan dengan
phenotypes (primary
reseptornya  kematian sel
virulence)
MANIFESTASI KLINIS

1 2
Respiratori difteri Cutaneous difteri
Sakit tenggorokan; lesi tonsillar, Ditandai dengan ulseratif lesi
faring, atau nasal dengan pelepasan nekrotik atau
pseudomembran; dan demam pembentukan pseudomembrane
ringan
PEMERIKSAAN PENUNJANG

01 02 03
Pemeriksaan Darah Isolasi C. diptheriae dari Schick Tes
penurunan kadar hemoglobin specimen tes kulit untuk menentukan
dan leukositosis status imunitas penderita,
polimorfonukleus, penurunan suatu pemeriksaan swab
jumlah eritrosit, dan kadar untuk mengetahui apakah
albumin seseorang telah mengandung
antitoksin.
TATALAKSANA
• Pengobatan umum
Terdiri dari perawatan yang baik, istirahat mutlak di tempat tidur, isolasi penderita dan pengawasan
ketat atas kemungkinan timbulnya komplikasi antara lain pemeriksaan EKG setiap minggu
• Pengobatan Spesifik
>Anti Diphteri Serum (ADS) diberikan sebanyak 20.000IU/hari selama 2 hari berturut-turut,
dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata.
>Antibiotika, penicillin prokain 50.000IU/kgBB/hari sampai 3 hari bebas panas. Pada penderita
yang dilakukan trakeostomi, ditambahkan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis.
>Kortikosteroid, dimaksudkan untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat
berbahaya. Dapat diberikan prednisone 2mg/kgBB/hari selama 3 minggu yang kemudian dihentikan
secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA
• Kasper. L Dennis, Hauser. Stephen L. et all. 2015. Haririson’s Principles
of Internal Medicine. 19th Ed. New York : McGraw-Hill Education.
• Kummar. V, Abbas. A, Aster. J.2015.Buku Ajar Patologi Robbins, 9th ed.
Jakarta : EGC
• Widodo D. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam : Demam Tifoid. Edisi
IV. Jilid 3. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK
UI.
• Wain J, Hosoglu S. 2008. The laboratory diagnosis of enteric fever. J
Infect Dev Ctries
TERIMAKASIH

You might also like