You are on page 1of 22

Muhammad Ahsan Rasyid (21201011020)

Perkembangan Kritik
Sastra
Pada Masa Awal
Islam
Pendahuluan
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa Allah Swt telah mengutus Nabi
Muhammad Saw sebagai pembawa petunjuk tidak hanya bagi umat manusia, melainkan
bagi alam semesta ini. Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam surat Al-Anbiya ayat
107 yang berbunyi:

َ ‫س ۡل ٰنَ َك ِإاَّل َر ۡح َم ٗة لِّ ۡل ٰ َعلَ ِم‬


‫ين‬ َ ‫َو َمٓا َأ ۡر‬
Kedatangan ajaran islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw ke jazirah Arab
mempengaruhi berbagai macam aspek yang ada seperti sosial, politik serta kebudayaan
yang ada. Dalam waktu yang relatif singkat yaitu sekitar 23 tahun, ajaran islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw menyebar ke seluruh penjuru jazirah Arab.
Salah satu aspek yang terpengaruh sangat signifikan dengan kedatangan islam di
jazirah Arab yang berawal dari Hijaz (Mekkah dan Madinah) adalah kesusastraan Arab.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa orang-orang Arab tidak bisa dipisahkan
dari budaya sastranya. Karena mereka menjadikan sastra khususnya puisi dan prosa
sebagai salah satu alat berdiplomasi. Sehingga sastra menjadi sangat penting bagi orang-
orang Arab sejak dulu.
Untuk itulah salah satu hikmah mengapa Allah Swt memberikan mukjizat kepada
Nabi Muhammad Saw. berupa al-Qur’an, agar mampu menandingi kemahiran orang-
orang Arab dalam menciptakan syair ataupun prosa. Al-Qur’an diturunkan dengan struktur
dan susunan kata yang sangat indah yang tak mampu ditandingi oleh siapapun, sehingga
banyak yang berpendapat bahwa al-Qur’an merupakan karya sastra tertinggi dan terbaik
yang pernah ada.
Sementara itu dalam ranah kritik sastra, perkembangan kritik sastra pada masa awal
Islam berkembang seiring dengan pengaruh dakwah ajaran Islam oleh Nabi Muhammad
Saw ke berbagai penjuru jazirah Arab. Kedatangan Islam merubah beberapa tradisi
kesusastraan Arab yang ada seperti menghapuskan syair-syair fanatisme kesukuan serta
syair-syair mantra.

Beberapa sahabat Nabi yang juga merupakan seorang penyair menggunakan media
syair sebagai media kritik terhadap para penyair jahiliyah yang menggungakan syairnya
untuk menghujat Nabi Muhammad Saw diantaranya ada Hasan bin Tsabit, Ka’ab bin
Malik, Abdullah bin Rawahah serta Al-Khansa. Bahkan dalam al-Qur’an sendiri ada
sebuah surat yang mengandung arti para penyair, yaitu surat asy-Syu’ara.
Pengaruh Kedatangan Islam Terhadap Kesusastraan Arab
Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada pendahuluan sebelumnya, bahwa
kedatangan Islam ke jazirah Arab memberikan dampak yang besar terhadap karakteristik
kesusastraan Arab. Baik dari segi gaya bahasa maupun makna puisi atau prosa serta
kegunaannya. Pengaruh yang ada juga tak lepas dari dua sumber utama ajaran Islam yaitu
al-Qur’an dan Hadits

Baik al-Qur' an maupun Hadits keduanya sama-sama memiliki pengaruh yang besar
dalam bidang sastra Arab. Di dalamnya orang-orang Arab menemukan contoh penjelasan
serta kefasihan yang sangat tinggi dan menakjubkan. Mereka meniru gaya bahasa al-Qur' an
dan Hadits yang tinggidan fasih sehingga sastra mereka ungguI baik dalam arti ataupun
dalam susunan kata, bahkan sanggup membentuk karakteristik dan watak manusia yang
luhur di antara orang-orang Arab.
Sejak datangnya Islam hingga berkembang luas, terjadilah perpindahan orang-orang
Arab ke daerah-daerah baru. Mereka tinggal dan menetap di tengahtengah penduduk asli,
sehingga mulailah terjadi assimilasi dan pembauran yang memperkuat kedudukan bahasa
Arab. Sastra pada periode permulaan Islam ditandai dengan turunnya al-Qur’an melalui
Nabi Muhammad saw, al-Qu’ran menjadi landasan utama bagi umat Islam dalam
menjalani kehidupan sehari-harinya. Dengan landasan tersebut umat Islam termotivasi
untuk memajukan peradaban dan menebar benih-benih kebaikan, sehingga mendorong
untuk lebih mendalami ilmu pengetahuan dari berbagai cabang disiplin ilmu, termasuk di
dalamnya ilmu bahasa yang mempelajari kesusastraan.
Beberapa aspek dalam kesusastraan Arab yang terpengaruh oleh kedatangan Islam antara
lain:

● Meluasnya penggunaan syair atau prosa Arab


● Posisi al-Qur’an dalam kesusatraan Arab
● Hilangnya tradisi karya sastra yang beraroma kemusyrikan
● Penggunaan uslub pada syair atau prosa Arab
● Penulisan syair atau prosa Arab
● Berkembangnya gramatika dan tata bahasa Arab secara luas
● Berkembannya penyebaran karya sastra Arab ke berbagai penjuru wilayah taklukan
Islam
Positioning Kritik Sastra Pada Masa Awal Kedatangan Islam

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perkembangan kritik sastra pada masa
awal kedatangan Islam sangat dipengaruhi oleh dakwah Nabi Muhammad Saw. Untuk
mengetahui bagaimana pandangan kritik Nabi Muhammad Saw terhadap sastra, setidaknya
ada poin yang harus kita ketahui:

● Kritik secara substansial (‫)ن;;قد ا;;لمضمون‬

● Kritik terhadap bentuk karya sastra (‫)ن;;قد ا;;لشكل‬

● Menilai para penyair (‫)ا;;لحكم; علىا;;لشع;راء‬


Kritik secara substansial (‫)ن;;قد ا;;لمضمون‬
Pada masa permulaan Islam, bisa dikatakan bagus tidaknya suatu sastra-dalam hal ini kita
fokuskan tentang syair-itu sangat bergantung pada substansi atau isi yang terkandung dalam
syair tersebut. Jika syair bernafaskan Islam, maka syair tersebut akan dianggap bagus. Hal ini
dikarenakan Nabi shallahu ‘alaihi wasallam sendiri diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk
mengajarkan akhlak yang baik. Selain itu, syair Arab mempunyai pengaruh besar dalam
membentuk pemikiran masyarakat. Ketika syair mengatakan A, begitu pula pemikiran
masyarakat menjadi A dan Sebaliknya.

Nabi Muhammad Saw adalah seorang nabi, rasul yang diutus sebagai pembaharu, guru,
pembimbing dan pembimbing bagi orang-orang di jalan kebaikan. Beliau diutus untuk
menyempurnakan akhlak, menanamkan nilai-nilai luhur dan baik, serta memerangi segala
bentuk kesesatan. Untuk itu Nabi Muhammad Saw memperbolehkan syair-syair yang
mengandung pujian, kebaikan, serta nasihat yang sesuai dengan ajaran Islam dan melarang
syair-syair yang mengajarkan kesesatan dan mengandung hinaan terhadap Nabi Muhammad
Saw dan ajaran islam.
Nabi Muhammad SAW pernah mengemukakan pandangan dan responnya terhadap
sebuah syair, yangmana mempunyai maksud yang sama dengan pelantunannya. Dalam Hadits
riwayat Bukhari no. 6154 yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA dikatakan bahwa Nabi
Muhammad Saw telah bersabda:

‫ف َأ َح ِد ُك ْم قَ ْي ًحا َخ ْي ٌر لَهُ ِم ْن َأ ْن يَ ْمتَلَِئ ِش ْع ًرا‬


ُ ‫َأَل ْن يَ ْمتَلَِئ َج ْو‬
Artinya: Perut salah seorang dari kalian penuh dengan nanah itu lebih baik daripada penuh
dengan bait-bait sya’ir

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya yang Fathul Bari memberikan syarah terhadap
Hadits ini menegaskan bahwa faktor munculnya celaan yang cukup keras sebagaimana
riwayat di atas adalah sebuah peringatan bagi orang-orang yang hanya menyibukkan dirinya
dengan bersyair. Sehingga Nabi SAW. menghimbau agar mereka kembali ke al Quran,
berdzikir serta beribadah kepada Allah. Selanjutntya beliau memberikan sebuah pernyataan
yaitu Barangsiapa telah melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya, maka tidak
mengapa jika sisa waktunya digunakan untuk hal lain.
Sementara itu, Nabi Muhammad SAW juga pernah mengemukakan pandangan dan responnya
terhadap syair yang dalam Hadits riwayat Bukhari no. 6145 yang bahwa Nabi Muhammad Saw
telah bersabda:

ً‫ْر ِح ْك َمة‬
ِ ‫ِإ َّن ِم َن ال; ِّشع‬
Artinya: “Sesungguhnya sebagian dari syair itu adalah hikmah”

Syaikh Musthafa Dib al Bugha, seorang akademisi dari Universitas Damaskus


memberikan komentar tentang makna hikmah. Ia menuturkan bahwa hikmah di sini berarti
sebuah ucapan yang berguna untuk mencegah kebodohan. Lanjutnya, hikmah merupakan
ucapan yang benar dan selaras dengan kenyataan yang ril. Apabila mendasarkan konsep dari
pernyataan Syaikh Musthafa, maka sebenarnya syair (sastra) adalah representasi dari kehidupan
nyata yang digambarkan melalui untaian kata yang indah. Pernyataan ini akan menentang
stigma yang berkembang bahwa sastra bisa membuat seseorang lupa dengan Tuhannya.
Kalaupun sastra dianggap bisa membuat lalai, lantas mengapa tidak membalikkanya dengan
pernyataan bagaimana bila sastra dijadikan objek untuk mengingat Tuhan.
Sementara Itu, Nabi Muhammad Saw juga pernah menyampaikan sebuah hadits yang berisi
pujian terhadap suatu syair dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan dalam kitab Shahih Muslim
no. 4185 yang artinya:

“Dari ‘Amr bin Asy Syarid dari ayahnya (Asy-Syarid bin Suwaid Ats-Tsaqafy) ia berkata :
”Suatu hari aku dibonceng oleh Rasulullah SAW. Maka beliau bertanya : ‘Apakah engkau hafal
syair Umayyah bin Abish-Shalat?’. Aku menjawab : ‘Ya’. Beliau berkata : ‘Lantunkanlah!’.
Maka aku pun melantunkan satu bait syair. (Setelah selesai), beliau pun berkata :
‘Teruskanlah!’. Maka aku pun melantunkan satu bait syair lagi. (Setelah selesai), beliau pun
berkata hal yang sama : ‘Teruskanlah!’. Hingga aku melantunkan sekitar seratus bait syair”

Imam an-Nawawi menjelaskan hadis diatas lewat Syarh Shahih Muslim lin Nawawi bahwa Nabi
Muhammad SAW. menganggap baik syair Umayyah dan meminta tambahan syair terhadapnya
mengenai tema ketahuidan dan hari akhir. Dalam hadis tersebut, terdapat kebolehan dalam
pelantunan syair yang tidak mengandung kekejian, tentu sekaligus pembolehan untuk
mendengarkannya. Sedangkan hal yang harus dijauhi adalah bertindak berlebihan.
Kritik terhadap bentuk karya sastra (‫)ن;;قد ا;;لشكل‬
Terhadap bentuk karya sastranya, Nabi Muhammad Saw. memberikan kritik berdasarkan
tiga aspek, yaitu:

1. Alami dan tidak berlebihan / tidak dipaksakan maknanya ‫تكلف‬


( ‫ا;;لطبع; وا;;ل‬ )

Kritik dengan melihat dari bentukan syair apakah ia thob’ atau takalluf ini mulai lahir
sejak masa Nabi. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan saat itu dengan adanya Al-Qur’an dan Hadits. Al-Quran begitu juga Hadis
mencela dan melarang untuk takalluf. Sebagaimana yang dijelaskan dalam

َ ِ‫قُلْ َما َأ ْسَألُ ُك ْم َعلَ ْي ِه ِم ْن َأجْ ٍر َو َما َأنَا ِم َن ْال ُمتَ َكلِّف‬
‫ين‬
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta imbalan sedikitpun kepadamu
atasnya (dakwahku); dan aku bukanlah termasuk orang yang mengada-ngada”. (QS. As-
Shad ayat 86)
2. Keindahan lafadz dan pemilihan diksi (‫)جما;;لا;;للفظة وا;ختيارها‬

Ketika Nabi berbicara kepada umat-Nya, beliau selalu menggunakan pilihan diksi yang baik,
bagus, dan halus. Dahulu, beliau melarang seseorang untuk mengatakan "‫خبُثَ ْتنَ ; ْف ِسي‬,
َ “ dan
diganti dengan ungkapan “‫”ل;;قِ َس; ْتنَ ; ْف ِس;ي‬.
َ Hal ini dilakukan karena lafadz‫ ل;;قس‬dinilai lebih baik
dan lebih sopan.

3.  Ringkas (‫)ا;;إليجاز‬

Nabi menyukai perkataan yang ringkas, tidak bertele-tele. Oleh karena itu, beliau yang
menunjukkan sikap suka terhadap perkataan Labid bin Rabi’ah dalam sebuah Hadits riwayat
Bukhari dan Muslim yang berbunyi:
)‫ق َكلِ َم ٍة قَالـَها َشا ِع ٌر كـَلِ َمةُ لُبـ َ ْي ٍد (اال ك ّل شيئ ما خال هللا باطل‬
ُ ‫اَصْ َد‬

Artinya: Sebaik-baik puisi yang pernah diucapkan seorang penyair adalah ucapan Labid yang
berbunyi: “Sesungguhnya segala sesuatu selain Allah pasti akan lenyap
Menilai para penyair (‫)ا;;لحكم; علىا;;لشع;راء‬
Sebagai orang yang membawa ajaran Islam serta menjadi sumber hukum-hukum Islam,
Nabi Muhammad Saw memiliki kelebihan dalam menilai sosok si penyair tersebut. Selain
langsung mendapatkan petunjuk dari Allah Swt melalui wahyu yang dibawa oleh Malaikat Jibril
AS, Nabi Muhammad Saw juga memiliki kemampuan untuk menganalisis karakter dan
kemampuan seseorang. Dalam al-Qur’an juga telah dijelaskan:

‫ت َو َذ َكرُوا‬ َ ُ‫ َوَأنَّهُ ْم; يَقُولُو َن; مَا ال يَ ْف َعل‬.‫ون‬


َّ; ‫ ِإالَّ الَّ ِذي َن; آ َمنُوا َو َع ِملُوا ال‬.‫ون‬
ِ ‫ص الِ َحا‬ َ ‫ َألَ ْم; تَ َر َأنَّهُ ْم; فِ;ي ُك ِّ;ل َوا ٍد يَ ِهي ُم‬.‫ون‬
َ ‫َوال ُّش َع َراء يَتَّبِ ُعهُ ُم; ْال َغا ُو‬
‫صرُوا ِمن بَ ْع ِد َما ظُلِ ُموا‬ َ َ‫هَّللا َ َكثِيرًا َوانت‬

“Artinya: Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat
bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah. Dan bahwasanya mereka suka
mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)? Kecuali orang-orang (penyair-
penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat
kemenangan sesudah menderita kezaliman.” (QS. Asy-Syu’ara`: 224-227)
Nabi Muhammad Saw juga memiliki kemampuan dalam menganalisis karakter dan sifat
seseorang berdasarkan apa yang telah Allah anugerahkan kepada beliau. Inilah yang beliau
lakukan kepada Hasan bin Tsabit, Ka’ab bin Malik, Abdullah bin Rawahah serta Al-Khansa.
Kritik Sastra dalam sudut pandang Para
Sahabat Nabi
a. Sudut Pandang Abu Bakar Ash-Shidiq RA

Contohnya ketika beliau mendengar syair Labid bin Rabi’ah:

ِ َ‫أالَ ُكلُّ َش ْي ٍء َما خَ الَ هَّللا َ ب‬


‫ َو ُكلُّ ن َِعي ٍْم اَل َم َحالَةَ زَاِئ ٌل‬# ‫اطل‬

Ketahuilah, segala sesuatu yang ada selain Allah pasti akan lenyap # Dan setiap kenikmatan,
tanpa terkecuali,pasti akan sirna

Ketika menanggapi syatr pertama Khalifah Abu Bakar mengatakan "shodaqta", kamu benar.
Akan tetapi, ketika menanggapi syatr kedua beliau mengatakan: “kadzabta”, kamu
berbohong. “ Allah mempunyai kenikmatan yang tidak akan lenyap”. Maksudnya adalah
surga.
b. Sudut Pandang Umar bin Khattab RA

Umar bin Khattab dikenal sebagai khalifah yang paling sering mengkritik sastra dibanding dengan
khalifah lainnya. Di sini ada dua poin utama yang disorot khalifah Umar ketika beliau mengkritik:

1. Objek / tema syair (‫)ا;;لنظرة ا;;لموضوعية‬

Pertanyaan muncul, apa yang dimaksud dengan objek/tema pada sastra-dalam hal ini kita mengerucut
membahas tentang syair-? Ya, syair itu sendiri, tidak membahas tentang si penyair atau lainnya. Lalu
apa yang ada dalam suatu syair? Jawabannya yaitu lafadz, makna, metode, gaya bahasa, dan lainnya.

‫ يَ ِمي ٌْن أو نِفَا ٌر َأ ْو َجاَل ٌء‬# ‫ث‬ َّ ‫فَِإ َّن ْال ّح‬
ٌ َ‫ق َم ْق َعطُهُ ثَال‬

Sesungguhnya kebenaran bisa diketahui dengan tiga hal # Sumpah, pengaduan ke pengadilan, atau
bukti yang jelas
2. Nilai-nilai agama yang bersifat akhlak (‫)ا;;لنظرة ا;;لدينسة ا;;لخلقية‬

Kritik sastra yang berlandaskan nilai-nilai agama masih berlanjut pada masa khalifah Umar bin Khattab.
Contohnya dahulu ada seorang penyair bernama Hutoi’ah yang suka mencela dengan syairnya (syair
hija’) kepada siapapun, bahkan istrinya. Dalam suatu kesempatan, ia mencela Zarbarqon bin Badr
dengan mengatakan:

ِ ‫اع ُم ْال َك‬


‫اسي‬ ِ َّ‫ك الط‬ ِ ‫َع ْال َم َك‬
َ َّ‫ َوا ْق َع ْد فَِإن‬# ‫ار َم اَل تَرْ َحلْ لِبَ ْغيَتِهَا‬ ِ ‫د‬

Tinggalkanlah kemewahan dunia, janganlah engkau melangkah untuk mencarinyaDuduklah! # Karena


engkau seseorang yang memliki makanan dan pakaian

Zabarqon melaporkan kepada Umar akan hal ini. Khalifah ini menyuruh Hassan untuk mengecek
apakah syair tersebut memanglah hija’ atau bukan. Setelah dicek, terbukti bahwa syair tersebut memang
ditujukan untuk mencela. Oleh perbuatannya, maka ia dicap tidak mendapatkan kemuliaan. Khalifah
pun menahannya karena perbuatannya tersebut.Kita bisa melihat dari contoh di atas, naqd tak hanya
terbatas pada perkataan saja, melainkan juga bisa berujung pada hukuman tahanan penjara.
c. Sudut Pandang Usman bin Affan RA

Contohnya ketika mendengar perkataan Zuhair:

ِ ‫ َوِإ ْن خَ الَهَا ت َْخفَى َعلَى الن‬# ‫َو َم ْه َما تَ ُك ْن ِع ْن َد ا ْم ِرٍئ ِم ْن خَ لِ ْيقَ ٍة‬
‫َاس تُ ْعلَ ِم‬

Apapun tabiat yang dimiliki seseorang # Walaupun dia mengiranya samar bagi manusia, ia akan
diketahui

Maksud dari syair tersebut adalah setiap orang memiliki kepribadian yang baik dan buruk.  Ia
akan selalu berusaha untuk menyembunyikan sisi buruknya agar tidak diketahui oleh orang lain
sampai ia menyangka ia telah berhasil menyembunyikannya. Padahal, mau tidak mau suatu nanti
akan diketahui juga. Mungkin bisa kita samakan dengan pribahasa “Sepintar-pintarnya bangkai
ditutupi, baunya tetap tercium juga”. Ketika mendengar perkataan ini, khalifah takjub dan
mengatakan bahwa maknanya benar.
‫‪Daftar Rujukan‬‬
‫● النظرة النبوية في نقد الشعر‪،‬المكتبة الحديثة العين‬

‫● األدب المفرد ‪ ،‬والترمذي‪ ،‬والعقد الفريد البن عبدربه‬

‫● معجم الشعراء ‪ :‬للمرزباني ‪ ،‬تحقيق عبد الستار فراج‪ ،‬ط البابي الحلبي‬

‫● فتح الباري بشرح صحيح البخاري البن حجر العسقالني‬

‫‪● Shahih Bukhari, Shahih Muslim‬‬

‫‪● History of Arab, Phillip K. Hitty‬‬

‫‪● Sastra Arab dan Lintas Budaya, Wildana W & Laily Fitriani‬‬
Terima
Kasih

You might also like