Professional Documents
Culture Documents
Aliran Ketuhanan Dan Filsuf
Aliran Ketuhanan Dan Filsuf
AGAMA KRISTEN
FILSAFAT KETUHANAN
• Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan
akal budi, yaitu memakai apa yang disebut sebagai pendekatan filosofis
• Bagi orang yang menganut agama tertentu (terutama agama Islam,
Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan wahyu di dalam
usaha memikirkannya.
• Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan
pendekatan akal budi tentang Tuhan.
• Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan
secara absolut atau mutlak, tetapi mencari pertimbangan
kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada
kebenaran tentang Tuhan
PENELITIAN TENTANG ALLAH DALAM ILMU FILSAFAT (1)
• Karena orang pada zamannya meragukan apa yang mereka lihat, maka hal ini
dipatahkan oleh Descartes bahwa apa yang dipikirkan saja sebenarnya sudah
ada, minimal di pikiran. Orang bisa menyangkal segala sesuatu, tetapi ia tidak
bisa menyangkal dirinya sendiri.
• Jadi Allah di sini juga demikian, Allah sudah ada dengan sendirinya, bahkan
lebih jauh Descartes mencari bukti-bukti empiris yang dia warisi dari para
pendahulunya. Keterbukaan untuk mengemukakan ide dalam pikiran, maka
segala sesuatu yang dapat dipikirkan pasti bisa ada.
• Alkitab salah satu bukti eksistensi Allah, kemudian juga relasi bahwa manusia,
binatang, malaikat, dan objek-objek lain ada karena natural light yang adalah
Allah sendiri.
DESCARTES (1596-1650) (3)
• Filsafat Ketuhanan menurut Descartes adalah berawal dari fungsi iman, yang
pada akhirnya berguna untuk menemukan Allah. Tanpa iman manusia
cenderung menolak Allah. Ada dua hal yang bisa ditempuh agar Aku sampai
pada Allah:
• Jalan yang pertama adalah sebab akibat, bahwa dirinya sendiri (manusia) pasti
diakibatkan oleh penyebab pertama, yaitu Allah.
• Jalan yang kedua adalah secara ontologis, yang diwarisinya dari Anselmus.
Allah yang ada itu tidak mungkin berdiri sendiri, tanpa ada kaitan dengan suatu
entitas lain, maka Allah pasti ada dan bereksistensi. Maka Allah yang ada
dalam ide Descartes sempurna sudah, bahwa Dia ada dan dapat diandalkan
dalam relasi dengan entitas lainnya itu
IMANUEL KANT (1724-1804) (1)
• Ajaran Kant tentang Allah ditemui dalam hukum
moralnya melalui beberapa tahap: 1. Allah adalah
suara hati, 2. Allah adalah tujuan moralitas, 3. Allah
adalah pribadi yang menjamin bahwa orang yang
bertindak baik demi kewajiban moral akan
mengalami kebahagiaan sempurna.
• Menurut Kant ada tiga jalan untuk membuktikan
adanya Allah di luar spekulasi belaka, dan hal ini
dimungkinkan:
IMANUEL KANT (1724-1804) (2)
• Hegel juga disebut filsuf idealisme Jerman. Ajaran yang terkenal dari Hegel
adalah dialektika, di mana ada dua hal berbeda (bahkan kontras) yang
bertemu dan membentuk hal baru. Pertama-tama Hegel membedakan
antara rasio murni (dalam Kant) sebagai kesadaran manusia, tetapi ada yang
lebih dari itu yaitu intelek. Intelek itu senantiasa mengerjakan kinerja rasio
dan intelektualitas sehingga dialektika terus terjadi. Roh Absolut yang
adalah intelek itu bekerja dan menyatakan dirinya dalam proses sejarah
manusia. Pekerjaan Roh itu dapat mencapai tujuannya dalam alam semesta
ketika terjadi dialektika antara subjek dan objek, antara yang terbatas dan
tidak terbatas, dan yang paling bisa dimengerti adalah antara yang imanen
dan transenden.
HEGEL (1770-1831) (2)
• Hegel berpendapat Allah di dalam agama Kristen juga bekerja seperti
peristiwa reformasi yang sebenarnya merupakan peristiwa pemulih atau
pengembali keadaan manusia menjadi baik kembali.
• Dari peristiwa-peristiwa itu maka Allah menurut Hegel dapat diartikan
dalam tiga tahap:
• 1. Segala sesuatu yang terjadi dalam sejarah adalah proses perjalanan Roh
(Allah) yang menemukan dirinya sendiri
• 2. Melalui manusia dengan kesadarannya, Roh itu menemukan dirinya
(peristiwa revolusi oleh Napoleon misalny)
• 3. Sehingga terjadi keselarasan arah gerak manusia dan arah gerak Roh
dalam emansipasi dan kebebasan manusia, untuk itu Roh akan memakai
nama "Akal budi". Namun Allah yang dinyatakan Hegel sebenarnya terikat
pada manusia yang berproses dalam sejarah
SCHLEIERMACHER (1768-1834) (1)
• Namun alam dunia bukanlah Sang Universum yang berdiri sendiri, tetapi
tetap memanifestasikan alam.
• Pembedaan ini melaui dua tahap;
• 1. Alam adalah wahyu Allah, dan ditangkap oleh sanubari manusia,
• 2. wahyu yang lebih tinggi dan lebih baik adalah manusia yang menurut
• Schleiermacher tidak terbagi-bagi dan tidak terbatas, tetapi bereksistensi.
Dalam aktivitas umat manusia itulah Allah menyatakan diri, alam diresapi
oleh Yang Ilahi. Namun manusia bukanlah Allah sendiri.
• Maka tugas agama adalah mencari menemukan Allah yang ada di luar dirinya.
Agama harus tinggal dengan pengalaman-pengalaman langsung untuk mencari
Allah dan mencari keterhubungannya secara menyeluruh, bukan berfilosofi
DEISME
• Deisme adalah pandangan khas tentang Allah di masa Pencerahan, berasal
dari deus yang artinya Allah.
• Namun pandangan ini berbeda dengan teisme, sebab Allah dipercaya hanya
pada waktu penciptaan, selanjutnya tidak berhubungan dengan dunia lagi
karena dunia yang sudah teratur dari semula.
• Allah dianalogikan seperti pencipta arloji yang bisa berjalan sangat teratur
tanpa campur tangan penciptanya.
• Jadi Deisme hanya percaya Tuhan pertama kali, setelah itu dianggap tidak
ada.
• Paham ini dianggap sebagai benih dari munculnya pandangan ateisme yang
secara terbuka menyangkal adanya Tuhan.
• Pandangan yang muncul pada abad 18 di Prancis.
ATEISME (1)
• Istilah ateisme berasal dari Bahasa Yunani ἄθεος (átheos), yang secara
peyoratif digunakan untuk merujuk pada siapapun yang kepercayaannya
bertentangan dengan agama/kepercayaan yang sudah mapan di
lingkungannya. Dengan menyebarnya pemikiran bebas, skeptisisme ilmiah,
dan kritik terhadap agama, istilah ateis mulai dispesifikasi untuk merujuk
kepada mereka yang tidak percaya kepada tuhan. Orang yang pertama kali
mengaku sebagai "ateis" muncul pada abad ke-18.
• Pada zaman sekarang, sekitar 2,3% populasi dunia mengaku sebagai ateis,
manakala 11,9% mengaku sebagai nonteis.[6] Sekitar 65% orang Jepang
mengaku sebagai ateis, agnostik, ataupun orang yang tak beragama; dan
sekitar 48%-nya di Rusia. Persentase komunitas tersebut di Uni Eropa berkisar
antara 6% (Italia) sampai dengan 85% (Swedia)
ATEISME (5)
• Banyak ateis bersikap skeptis kepada keberadaan fenomena paranormal
karena kurangnya bukti empiris. Yang lain memberikan argumen dengan
dasar filosofis, sosial, atau sejarah
• Pada kebudayaan Barat, ateis sering kali diasumsikan sebagai tak beragama
(ireligius).
• Beberapa aliran Agama Buddha tidak pernah menyebutkan istilah 'Tuhan'
dalam berbagai upacara ritual, namun dalam Agama Buddha konsep
ketuhanan yang dimaksud mempergunakan istilah Nibbana.Karenanya
agama ini sering disebut agama ateistik. Walaupun banyak dari yang
mendefinisikan dirinya sebagai ateis cenderung kepada filosofi sekuler
seperti humanisme, rasionalisme, dan naturalisme, tidak ada ideologi atau
perilaku spesifik yang dijunjung oleh semua ateis.
• Pada zaman Yunani Kuno, kata sifat atheos (ἄθεος, berasal dari
awalan ἀ- + θεός "tuhan") berarti "tak bertuhan". Kata ini mulai
merujuk pada penolakan tuhan yang disengajakan dan aktif pada
abad ke-5 SM, dengan definisi "memutuskan hubungan dengan
tuhan/dewa" atau "menolak tuhan/dewa".
• Terjemahan modern pada teks-teks klasik kadang-kadang
menerjemahkan atheos sebagai "ateistik". Sebagai nomina
abstrak, terdapat pula ἀθεότης (atheotēs), yang berarti "ateisme".
Cicero mentransliterasi kata Yunani tersebut ke dalam bahasa
Latin atheos. Istilah ini sering digunakan pada perdebatan antara
umat Kristen awal dengan para pengikut agama Yunani Kuno
(Helenis), yang mana masing-masing pihak menyebut satu sama
lainnya sebagai ateis secara peyoratif.
• Ateisme pertama kali digunakan untuk merujuk pada "kepercayaan
tersendiri" pada akhir abad ke-18 di Eropa, utamanya merujuk pada
ketidakpercayaan pada Tuhan monoteis.
• Pada abad ke-20, globalisasi memperluas definisi istilah ini untuk
merujuk pada "ketidakpercayaan pada semua tuhan/dewa",
walaupun adalah masih umum untuk merujuk ateisme sebagai
"ketidakpercayaan pada Tuhan (monoteis)“.
• Akhir-akhir ini, terdapat suatu desakan di dalam kelompok filosofi
tertentu untuk mendefinisikan ulang ateisme sebagai "ketiadaan
kepercayaan pada dewa/dewi", daripada ateisme sebagai
kepercayaan itu sendiri. Definisi ini sangat populer di antara
komunitas ateis, walaupun penggunaannya masih sangat terbatas.
• Para penulis berbeda-beda dalam mendefinisikan dan
mengklasifikasi ateisme, yakni apakah ateisme
merupakan suatu kepercayaan tersendiri ataukah
hanyalah ketiadaan pada kepercayaan, dan apakah
ateisme memerlukan penolakan yang secara sadar dan
eksplisit dilakukan. Berbagai kategori telah diajukan
untuk mencoba membedakan jenis-jenis bentuk
ateisme.