You are on page 1of 73

ANESTESI BEDAH

SARAF
• Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
• Pong RP, Lam AM. Anesthetic management of cerebral aneurysm surgery. In: Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
• Schlichter RA, Smith DS. Anesthetic management for posterior fossa surgery. In: Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
• Manninen PH, Venkatraghavan L. Stereotactic surgery, deep brain stimulation, brain biopsy, and gene therapies. In: Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
• Stier GR, Asgarzadie F, Cole DJ. Neurosurgical diseases and trauma of the spine and spinal cord: anesthetic considerations. In: Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State:
Elsevier;2017
• Bruder NJ, Ravussin P, Schoettker P. Supratentorial masses: anesthetic considerations. In: Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
• Phan RD, Bendo AA. Perioperative management of adult patients with severe head injury. In: Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
HIPERTENSI INTRAKRANIAL

Hipertensi intrakranial Iskemik


• Peningkatan Tekanan Intrakranial
(TIK) > 15 mmHg
• Tanda dan gejala sakit kepala,
TIK >30
mual, muntah, papiledema, defisit mmHg
neurologis fokal, dan perubahan Iskemia Aliran Edema
>> Darah Otak otak
kesadaran (ADO)
berkurang
Peningkatan kadar air otak  Edema:
1. Vasogenik
2. Sitotoksik Meningk
atkan
3. Interstisial TIK
*catatan
TIK : Tekanan Intrakraial
ADO : Aliran Darah Otak
Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
HIPERTENSI INTRAKRANIAL: Terapi
Hipertensi intrakranial dan / edema
serebral

Pasien cedera otak


• Mengurangi edema

Saline hipertonik (3% NaCl)


• Dosis 0,25-1 g/kg

Manitol
• Menurunkan tekanan
• Penyebab dasar • Kontraindikasi: serebral dan TIK intrakranial
• Edema vasogenik akibat • Pemantauan
aneurisma • Elevasi kepala, drainase
tumor  kortikosteroid
intrakranial, konsentrasi Na serum cairan serebrospinal
• Edema vasogenik akibat
trauma tidak respon malformasi arteri- dan osmolalitas
• Hipokapnia sedang
kortikosteroid vena, atau
perdarahan • Supresi metabolik dengan
• Glukosa darah  infus
insulin intrakranial sampai barbiturat.
• Agen osmotik kranium dibuka • Kraniektomi dekompresi
• Diuresis  menurunkan • Diuresis osmotik 
TIK memperluas
• Hiperventilasi sedang hematoma
mengurangi ADO,
Volume Darah Otak, dan
TIK akut

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
HIPEROSMOLAR

▹ Cairan hiperosmotik  cairan resusitasi pada hipovolemia hemoragik, agen osmotik 

edema otak atau peningkatan TIK.

▹ Keuntungan:

1. Resusitasi lebih cepat

2. Volume infus lebih sedikit

3. Curah jantung

4. Resistensi perifer

5. TIK

▹ Efek akut  menguntungkan

▹ Efek jangka panjang (24-48 jam)  ??

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
Efek menguntungkan larutan garam hipertonik pada
pasien dengan hipertensi intrakranial.

▹ Laporan  volume kecil salin hipertonik (2 penelitian)  penurunan TIK yang signifikan dan
berkelanjutan

Terapi konvensional +
Penelitian (1) mengalami
dosis berulang manitol +
cedera kepala tertutup Kontrol cepat hipertensi
hiperventilasi gagal, maka
(TIK dengan kisaran 30 - intrakranial
diberikan 100 hingga 250
50 mmHg)
mmol salin hipertonik

Resisten terhadap
Sekitar 23,4%
Penelitian (2), 8 pasien manajemen standar
memberikan penurunan
dengan total 20 episode (hiperventilasi dan
TIK yang cepat dan
hipertensi intrakranial manitol), 30 mL salin
berkelanjutan
hipertonik

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


Dalam penelitian pada kelinci dengan kontrol
Membandingkan efek terhadap otak:
1. Manitol (20%)
2. Salin hipertonik (3,2%)

Osmolalitas plasma meningkat pada tingkat yang sama pada


kedua kelompok, dan tidak ada perbedaan dalam
pengurangan TIK atau kadar air regional

Gambar 1. Perbandingan antara saline, manitol, dan cairan hipertonik


terhadap peningkatan TIK. A. Perubahan osmolalitas plasma setelah
pemberian intravena saline 0.9% atau manitol 20% 11 mOsm/kg atau 3.2%
saline hipertonik. B. Pengaruh saline hipertonik dan manitol terhadap tekanan
intrakranial Δ ICP, perubahan TIK; Δ OSM, perubahan osmolalitas; EI, akhir
infus saline 0,9%, manitol, atau saline hipertonik; PF, 45 menit setelah
Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
induksi lesi otak kriogenik
HIPEHIPERTENSI INTRAKRANIAL

1. Sekitar 80% kasus  TIK turun > 50% dari nilai pra-perawatan dalam 21 ± 10 menit

2. Peningkatan yang signifikan pada tekanan perfusi serebral dari 64 ± 19 menjadi 85 ± 18mmHg (1 jam setelah

pemberian salin hipertonik)

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


ANESTESI DAN KRANIOTOMI PADA
PASIEN DENGAN LESI MASSA

Massa intrakranial Tanda dan gejala Manifestasi


Sakit kepala, kejang, penurunan
Kongenital, neoplastik, vaskular Laju pertumbuhan, lokasi, dan TIK
kognitif umum/fungsi neurologis
Neoplasma otak  kraniotomi Massa tumbuh perlahan  tanpa spesifik, defisit neurologis fokal

gejala untuk waktu yang lama Gejala khas massa supratentorial


Tumor primer:
(ukurannya besar)  kejang, hemiplegia, atau afasia
- Sel glial Gejala khas massa infratentorial 
Massa tumbuh cepat  gejala
- Sel ependymal disfungsi serebelar/kompresi
muncul meski massa kecil
batang otak
- Jaringan pendukung
Tumor pada anak 
medulloblastoma, neuroblastoma,
dan astrositoma
Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI DAN KRANIOTOMI PADA
PASIEN DENGAN LESI MASSA

1. Evaluasi pasien kraniotomi  ada tidaknya hipertensi intrakranial


2. CT dan MRI  edema otak, pergeseran garis tengah > 0,5 cm, pergeseran/kompresi ventrikel
Manajemen
3. Pemeriksaan neurologis  status mental dan defisit sensorik/motorik
praoperatif
4. Obat-obatan ditinjau khusus  kortikosteroid, diuretik, dan antikonvulsan.
5. Evaluasi laboratorium

1. Sedasi/opioid  dihindari, bila diduga hipertensi


2. Hiperkapnia sekunder akibat depresi pernafasan dapat meningkatkan TIK
Premedikasi 3. Kortikosteroid dan antikonvulsan dilanjutkan sampai pembedahan.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI DAN KRANIOTOMI PADA PASIEN DENGAN LESI
MASSA Manajemen intraoperatif

1. Kraniotomi  monitor standar, pemantauan tekanan intra arterial langsung dan kateter urin
2. Pemantauan tekanan darah terus menerus
3. Analisis gas darah arteri
Pengawasan
4. Akses vena sentral dan pemantauan tekanan
5. Fungsi neuromuskular
6. Memantau potensi bangkitan visual

Manajemen 1. Pemantauan TIK perioperatif


Pasien 2. Pengukuran TIK
3. Transduser harus di-nolkan ke tingkat referensi yang sama dengan transduser tekanan arteri
Hipertensi
4. Kateter ventrikulostomi
Intrakranial

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI DAN KRANIOTOMI PASIEN DENGAN LESI
MASSA
Manajemen intraoperatif
Induksi
1.Induksi dan intubasi  periode kritis
2.Elastisitas intrakranial ditingkatkan  diuresis osmotik/pembuangan cairan serebrospinal
3.Hipertensi arteri  meningkatkan volume darah otak dan edema serebral
4.Induksi  propofol + hiperventilasi
5.Pelumpuh otot ventilasi dan mencegah mengejan/batuk,
6.Esmolol (0,5–1,0 mcg/kg)  mencegah takikardia saat intubasi

Teknik induksi sesuai kondisi pasien


1.Suksinilkolin meningkatkan TIK

2.Hipertensi selama induksi  β1-blocker/ memperdalam anestesi

3.Agen volatil (sevofluran)  pertahankan autoregulasi aliran darah otak dan vasodilatasi  hiperventilasi
4.Vasodilator dihindari sampai dura dibuka.
5.Hipotensi  dosis tambahan vasopresor (fenilefrin).

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI DAN KRANIOTOMI PASIEN DENGAN LESI
MASSA
Manajemen intraoperatif

1.Kraniotomi frontal, temporal, dan parietooksipital  terlentang.


2.Kepala ditinggikan 15° - 30°  drainase vena dan cairan serebrospinal, kepala ke samping  memudahkan paparan
Posisi 3.Fleksi berlebihan/rotasi leher  hambat drainase vena jugularis dan TIK naik
4.Amankan selang trakea

1.Anestesi inhalasi, anestesi total intravena, atau opioid + hipnotik intravena dengan agen inhalasi dosis rendah
2.Blokade neuromuskular direkomendasikan
Pemeli-
haraan 3.Anestesi total intravena dengan remifentanil dan propofol  pulih sadar cepat dan penilaian neurologis segera
4.Dexmedetomidine α 2-agonis  kraniotomi tidur dan kraniotomi terjaga
Anestesi

1.PaCO2 30-35 mmHg


Hiper-
ventilasi 2.Pasien hipoksia  tekanan positif akhir ekspirasi dan peningkatan tekanan jalan napas rata-rata

1.Kristaloid isotonik bebas glukosa


2.Hiperglikemia  peningkatan cedera otak iskemik
Cairan
3.Koreksi segera hipotensi dan hipertensi
intravena

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI DAN KRANIOTOMI PASIEN DENGAN LESI
MASSA
Manajemen intraoperatif

Pulih Sadar

Kraniotomi elektif  ekstubasi


Pin Mayfield hindari gerakan kepala
Mengejan / batuk  perdarahan intrakranial / edema serebral
Akses penuh pasien  agen anestesi dan pelumpuh otot distop
Pasien tidak respon  CT dari ruang operasi
Unit perawatan intensif pasca operasi  pemantauan fungsi neurologis
Delay  teranestesi

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA OPERASI FOSSA
POSTERIOR
Hidrosefalus obstruksi
1.Massa infratentorial menghalangi aliran serebrospinal melalui ventrikel ke-4 atau saluran Sylvius
2.Lesi kecil  TIK
3.Ventrikulostomi  anestesi lokal  untuk menurunkan TIK

Cedera Batang Otak


1.Operasi di fossa posterior  sirkulasi vital dan pernapasan pusat batang otak, saraf /nukleus
2.Cedera  trauma bedah / iskemia dari retraksi / gangguan suplai darah
3.Kerusakan pusat pernapasan  perubahan sirkulasi
4.Ventilasi spontan selama prosedur
5.Cedera batang otak akhir operasi  abnormalitas pola pernapasan / jalan nafas tidak paten
6.Pantau potensi cedera batang otak
7.Elektromiografi

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
EVALUASI & PERSIAPAN PRAOPERASI

● Status fisik (kardiovaskular & paru dan manajemen jalan napas)  penentu
posisi operasi
● Evaluasi:
1. Operasi sebelumnya dan masalah kardiopulmoner

2. Kondisi jantung dan pernapasan saat ini


3. Kondisi serebrovaskular

4. Akses vaskular dengan penempatan kateter di atrium kanan

● Deteksi paten foramen ovale (PFO)


5. Posisi alternatif untuk mengurangi terjadinya emboli udara paradoksal
6. Ekokardiografi pada pasien yang dijadwalkan untuk operasi dalam posisi kepala di atas
7. Ekokardiografi transesofageal setelah induksi anestesi

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


PEMANTAUAN UMUM
Tujuan pemantauan Penempatan CVC
1. Perfusi sistem saraf pusat
2. Menjaga stabilitas kardiorespirasi • Pembuluh darah kecil  seldinger khusus
3. Mendeteksi dan mengatasi emboli
• Waktu untuk posisi kepala ke bawah yang
Tabel 12.1 Pemantauan pada operasi fossa posterior lama & rotasi kepala <<
Sebelum induksi dan pada saat induksi
1. Elektrokardiografi 5 lead • Ultrasonografi Doppler  lokasi V. Jugular atau
2. Tekanan darah V. Subklavia
3. Saturasi O2 perifer
4. Stetoskop prekordial • Salep bakteriostatik di tempat insersi untuk
5. End Tidal CO2 (ETCO2)
mencegah masuknya udara
6. Elektrofisiologi (tidak rutin)
Setelah induksi • Tempatkan & lepaskan kateter vena sentral 
1. Kateter vena sentral (atrial kanan, arteri pulmonal)
2. Probe ultrasonografi dopler prekordial posisi terlentang
3. Stetoskop esofageal
4. Probe suhu nasofaringeal atau esofageal
5. ETCO2
6. Ekokardiogram transesofageal
Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
ANESTESI PADA OPERASI FOSSA
POSTERIOR

Posisi Pneumosefalus
Eksplorasi fossa posterior  posisi lateral,
Posisi duduk  pneumosefalus >>
tengkurap dimodifikasi, duduk, semirecumbent
Perluasan pneumosefalus setelah penutupan
Titik tekanan  hindari cedera
dural  menekan otak
Hiperfleksi  pembengkakan saluran napas Pneumosefalus pasca operasi  keterlambatan
bagian atas dan quadriplegia sadar dan gangguan fungsi neurologis
Nitrous oxide jarang digunakan untuk kraniotomi
duduk

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


ANESTESI PADA OPERASI FOSSA
POSTERIOR

Gambar 2. Posisi duduk pada operasi fossa posterior

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
PERUBAHAN FISIOLOGIS POSISI
DUDUK
 Elevasi kepala di atas atrium kanan:
1. ↓ tekanan sinus dural
2. ↓ perdarahan vena
3. ↑ risiko emboli udara vena

 Efek kardiovaskular
1. ↑ resistensi pembuluh darah paru & sistemik
2. ↓ curah jantung, aliran balik vena, dan tekanan perfusi otak
3. Disritmia akibat manipulasi / retraksi saraf kranial saat perubahan posisi

 Kapasitas vital paru dan kapasitas residu fungsional ↑

 Penggunaan N2O kontroversial


1. ↑ ukuran gelembung udara intravaskular jika terjadi emboli udara
Gambar 3. Posisi duduk pada operasi fossa posterior
2. N2O  faktor morbiditas perioperatif??
Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
POSISI TENGKURAP

 Insiden emboli udara vena <


 Kepala pasien di atas jantung untuk ↓ perdarahan pada vena
(tetap ada risiko emboli)
 Akses ke struktur fossa posterior superior dan manipulasi kepala
< posisi duduk
 Kompresi pada mata  trombosis arteri retina  kebutaan

 Edema konjungtiva (sementara)

 Kehilangan penglihatan

 Lansia  pergantian ke posisi tengkurap  hipotensi berat

 Pengumpulan vena di kaki (kaki lebih rendah)  mengganggu


aliran balik vena
Gambar 4. Posisi tengkurap pada operasi fossa posterior

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


TELUNGKUP TIGA PEREMPAT, POSISI BANGKU TAMAN

● Posisi lateral  prosedur bedah saraf unilateral di fossa posterior atas


● Posisi tengkurap & bangku taman tiga perempat  rotasi kepala yang lebih besar dan akses struktur aksial >>
● Posisi retrosigmoid terlentang:
- Lebih mudah & lebih cepat
- Eksposur bedah lebih rendah

Gambar 7. Telungkup tiga


Gambar 5. Posisi lateral murni untuk operasi fossa posterior Gambar 6. Posisi bangku taman
perempat

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


PERTIMBANGAN
ANESTESI

Pertimbangan obat anestesi:


1. Inhalasi vs Intravena
2. Pemeliharaan tekanan perfusi otak yang memadai
3. Mempertahankan respon kardiovaskular terhadap manipulasi struktur otak

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


INDUKSI ANESTESI

● Tekanan darah arteri sebelum induksi

Anestesi  kontrol tekanan darah dan tekanan perfusi otak yang ketat selama induksi dan intubasi

● Penggunaan 4 - 6 μg/kg fentanyl, relaksan otot, konsentrasi alveolar minimum anestesi inhalasi volatil setelah
induksi intravena dengan thiopental atau propofol  analgesia dan amnesia yang memadai, menjaga aktivitas
sistem saraf otonom, dan pulih sadar yang cepat setelah penghentian anestesi inhalasi

● Nitrous oxide dalam oksigen dapat digunakan kecuali terjadi emboli udara
● Infus propofol (50–100 mcg/kg/mnt)  akses bedah yang lebih baik daripada anestesi inhalasi saja
INDUKSI ANESTESI

o Remifentanil dan sufentanil  ↓ konsentrasi alveolar minimum agen inhalasi dan propofol

o Penghambat adrenergik dan vasodilator kerja langsung  penanganan ↑ tekanan darah


o Obat antihipertensi kerja lama dihindari sampai pasien ditempatkan pada posisi operasi
o Pemberian vasopresor  setelah induksi anestesi atau memposisikan pasien dengan hipertensi
kronis atau pasien yang lemah
o Obat kerja pendek, seperti bolus kecil efedrin atau fenilefrin  efektif

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


Pemeliharaan Anestesi Yang Harus diperhatikan

Sasaran:
Keuntungan dari ventilasi tekanan positif 1. Mencegah kenaikan tiba-tiba tekanan darah
terkontrol dengan kelumpuhan:
2. Pasien dapat terbangun lebih cepat
1. Pemeliharaan tingkat anestesi yang lebih
ringan 3. Kembalinya kekuatan motorik

2. Hiperventilasi 4. Minimalkan batuk dan mengejan pada

3. Vasokonstriksi serebral selang endotrakeal


● Kemungkinan kompresi batang otak, iskemia,
4. Lebih sedikit pendarahan
atau hematoma  hipertensi pasca operasi
5. TIK yang lebih rendah persisten dan bradikardia pada kondisi
6. Lebih sedikit depresi kardiovaskular karena sebelumnya normotensif
penurunan kedalaman anestesi ● Antiemetik deksametason & ondansentron
7. Kurangnya kemungkinan pergerakan pasien ↓ mual muntah paska operasi ± 25%

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


ANESTESI PADA OPERASI FOSSA POSTERIOR
Emboli Udara Vena

Bisa pada posisi apapun Insiden emboli udara vena


Tekanan pada vena terbuka
dan prosedur pada luka selama kraniotomi duduk
 subatmosfer.
berada di atas jantung (20-40%)

Riwayat penyakit
Tanpa ekokardiografi  Penurunan ETCO2/SpO2
jantung/paru 
Tanda definitif emboli udara arteri dan nilai gas darah
meningkatkan efek emboli
vena tidak terlihat arteri
udara vena

Emboli udara paradoks 


stroke atau oklusi koroner
• Mungkin pada pasien dengan pirau
intrakardiak kanan ke kiri

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA OPERASI FOSSA POSTERIOR
Emboli Udara Vena

Kateterisasi Vena Sentral Pemantauan Emboli Udara Vena

Detektor paling sensitif yang tersedia


Posisi benar  mengaspirasi udara masuk

Ekokardiografi transesofageal dan Doppler


precordial mendeteksi gelembung udara 0,25 mL
Beberapa Anestesiologist  kateterisasi atrium kanan
wajib untuk kraniotomi posisi duduk Ekokardiografi transesofageal  deteksi volume
gelembung dan transatrial melewati foramen ovale,
evaluasi efek fungsi jantung
Konfirmasi posisi kateter  elektrokardiografi
intravaskular, radiografi, atau ekokardiografi Metode Doppler  Interupsi reguler sinyal Doppler
transesofageal oleh suara sporadis  emboli udara vena.

Perubahan konsentrasi gas pernapasan end-tidal


kurang sensitif

Kemunculan kembali (atau peningkatan) nitrogen


dalam gas ekspirasi  emboli udara vena

Perubahan tekanan darah dan murmur “roda pabrik“


manifestasi lambat emboli udara vena.
Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA OPERASI FOSSA POSTERIOR
Emboli Udara Vena

- Ahli bedah menyiram


area pembedahan dengan
larutan garam fisiologis
Terapi Emboli Udara Vena - Membungkus dengan Nitrous oxide dihentikan
kain kasa basah
-Mengoleskan lilin tulang
ke tepi tengkorak

Kateter vena sentral,


Infus volume harus diaspirasi
Ventilasi oksigen 100%.
intravaskular mengambil udara yang
masuk.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA OPERASI FOSSA
POSTERIOR:
Emboli Udara Vena

Infus volume intravaskular Kompresi vena jugularis


Vasopresor untuk mengatasi
untuk meningkatkan bilateralmemperlambat
hipotensi.
tekanan vena sentral. masuknya udara

Berhentinya sirkulasi 
Langkah-langkah gagal Tekanan positif akhir
posisi terlentang dan
posisi kepala di bawah, dan ekspirasi meningkatkan
resusitasi bantuan hidup
luka ditutup dengan cepat. tekanan vena serebral
jantung lanjut.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA OPERASI STEREOTAKTIS

1.Terapi gangguan gerakan involunter, rasa sakit tak tertahankan, epilepsi


2.Mendiagnosis dan terapi tumor terletak jauh di otak
3.Prosedur dengan anestesi lokal
Stereotaksis 4.Infus propofol/dexmedetomidine  sedasi  distop jika peningkatan TIK
5.Intubasi sadar dengan bronkoskop serat optik/videolaringoskop sebelum posisi dan
operasi  paling aman

1.Menghilangkan lesi berhubungan dengan bicara dan pusat vital lainnya


2.Teknik tidur-terjaga-tidur, dengan atau tanpa instrumentasi saluran udara
3.Pasien terjaga untuk mengidentifikasi pusat bicara
4.Laryngeal Mask Airway (LMA)  membantu manajemen jalan napas selama tidur
Bedah saraf 5.Infiltrasi anestesi lokal pada kulit kepala memfasilitasi kraniotomi terjaga.
fungsional

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA OPERASI STEREOTAKTIS

▹ Operasi dengan multimodalitas pencitraan neurologis dan perhitungan koordinat lesi


intrakranial
▹ Terdiri dari frame based & frameless based

Frame based • HeadfRame (Cosman Roberts Wells) atau Leksell

• Tanpa headframe
Frameless based
• Menggunakan teknik fidusia eksternal

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
STIMULASI OTAK DALAM

Tujuan
Perawatan gangguan fungsi neurologis tanpa disertai gangguan struktur atau anatomi.

Indikasi
1. Penyakit parkinson, ganguan gerakan (distonia, tremor esensial sindrom Tourette)
2. Gangguan psikiatri (depresi, gangguan obsesi komplusif, anoreksia)
3. Nyeri kronik
4. Epilepsi, Alzheimer, demensia

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
MEKANISME DAN TARGET

Gambar 8. Sirkuit motorik ganglia basal dan target untuk insersi stimulasi otak dalam (SOD)

*catatan
SOD : Stimulasi Otak Dalam
STN : Subthalamikus Nukleus
Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
ANESTESI PADA OPERASI STEREOTAKTIS
Tabel 1. Manfaat dan kerugian penggunaaan obat sedasi
Agen Manfaat Kerugian
Stimulator otak 
mengontrol gerakan Agonis GABA 
dan gangguan Benzodiazepin Mudah didapatkan Dosis besar menghilangkan RME
lainnya. Mempengaruhi ambang batas untuk
stimulasi
Menginduksi diskinesia
Rekaman
Mikroelektroda Propofol Digunakan luas Menghilangkan tremor
(RME) Kerja cepat Melemahkan RME
menentukan Gambaran pulih sadar terprediksi Dosis tidak terprediksi pada pasien
penempatan Parkinson
stimulator pada otak Diskinesia
Cenderung menyebabkan bersin
Opioid 
Dexmedetomidine Fentanil Minimal efek pada RME Kekakuan
sedasi pasien Remifentanil Kerja cepat Supresi temor
Agonis α2 
Dexmedetomidine Aksi dimediasi non GABA Dosis tinggi menghilangkan RME
Sedikit efek pada RME Hipotensi, bradikardi
Selama RME dan Efek cemas dan analgesik
pengujian stimulasi, Sedasi mudah dibangunkan
infus obat penenang
Tidak memperbaiki gejala klinis
dihentikan
Parkinson
Menjaga stabilitas hemodinamik
*Catatan
RME : Rekaman Mikroeletroda Menjaga respirasi
Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI UNTUK STIMULASI OTAK DALAM

TUJUAN ANESTESI
Memberikan kondisi bedah yang optimal

Kenyamanan pasien selama prosedur,

Memfasilitasi pemantauan intraoperatif dan


mendapatkan lokalisasi target

Mendiagnosis dengan cepat dan menatalaksana setiap


komplikasi.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
 
EVALUASI DAN PERSIAPAN PRAOPERASI
▹ Keberhasilan pengobatan dengan SOD tergantung pada seleksi pasien yang sesuai
▹ Evaluasi pasien oleh tim multidisiplin yang terdiri dari ahli saraf, ahli bedah saraf, ahli neurofisiologis, dan
psikiater
▹ Evaluasi terdiri dari
1. Diagnosis
2. Status kognitif dan psikiatri
3. Akses ke perawatan
4. Keinginan oleh pasien
5. Respon pasien terhadap pengobatan medis

*catatan
SOD : Stimulasi Otak Dalam Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
Pertimbangan manajemen anestesi

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


 PEMANTAUAN DAN PENENTUAN POSISI
▹ Pemantauan standar terdiri dari :
1. Elektrokardiogram
2. Tekanan darah non invasif  (pengukuran invasif dilakukan pada pasien dengan komorbid)
3. Saturasi oksigen
4. ETCO2

 Suplementasi oksigen diberikan melalui nasal prong/ mask pemantauan ETCO2


 Kateter ditunda pada kondisi terjaga
 Minimalisasi isi kandung kemih  HINDARI HIPOVOLEMIA
 pemantauan indeks bispektral disarankan

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


PENEMPATAN POSISI

 Posisi yang tepat  kenyamanan dan kerja sama yang maksimal agar pasien tetap terjaga.

 Kepala dan leher harus diposisikan dengan beberapa derajat fleksi pada vertebra servikal bagian bawah
dan ekstensi pada atlanto-occipital junction.

 Kaki harus ditekuk dan ditopang di bawah lutut untuk menjaga stabilitas saat pasien diangkat ke posisi
duduk.

 Pasien dengan obstructive sleep apnea diberikan tekanan positif jalan nafas kontinu

 Penggunaan plastik bening akan memudahkan kontak verbal dan kontak mata dengan pasien.

 Komunikasi yang sering dengan pasien – memastikan kondisi

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


PENEMPATAN POSISI

 Di beberapa pusat, dan dengan pasien tertentu, pilihan ahli bedah dan ahli saraf mungkin adalah dengan
tidak memberikan obat sedasi kepada pasien selama sebagian besar prosedur

 Hal ini untuk menghindari pengaruh obat penenang pada pengujian rekaman mikroelektroda dan
makrostimulasi.

 Analgesik dan obat penenang dapat diberikan pada pasien untuk menghilangkan rasa sakit selama
penutupan (saat semua uji selesai)

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


SEDASI SADAR
 Teknik anestesi yang paling umum digunakan selama implantasi SOD.
 Sangat sesuai pada pasien dengan distonia atau tremor esensial di mana rekaman mikroelektroda dan
pengujian makrostimulasi diperlukan untuk melokalisasi Globus Pallidus Internus (GPI) dan/atau nukleus
Ventralis Intermedius (VIM)
 Agen yang umum digunakan termasuk propofol, opioid (fentanil atau remifentanil), dan
dexmedetomidine
 Umumnya benzodiazepin dihindari karena obat ini dapat menghilangkan rekaman mikroelektroda

 Dexmedetomidine dosis rendah (0,3-0,6 g/kg/jam)  pilihan yang lebih baik  mekanisme aksi yang dimediasi

nonGABA  memungkinkan untuk rekaman mikroelektroda.

 Dexmedetomidine menurunkan respons hemodinamik terhadap kecemasan dan pembedahan,  mengurangi

kebutuhan obat antihipertensi

*catatan
SOD : Stimulasi Otak Dalaeus Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
ANESTESI UMUM

 Memberikan tingkat kenyamanan pasien yang paling tinggi dan kontrol parameter fisiologis yang lebih besar

 Diindikasikan khususnya pada pasien yang takut dalam kondisi terjaga, memiliki sindrom nyeri kronis, gangguan
gerakan “tidak menggunakan obat" yang parah, memiliki distonia parah atau choreoathetosis, dan anak-anak.

 Pada pasien dengan penyakit Parkinson, SOD untuk STN dapat dilakukan dengan aman dan efektif di bawah
anestesi umum dengan atau tanpa rekaman mikroelektroda

*catatan
SOD : Stimulasi Otak Dalam
STN : Subthalamikus Nukleus Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
ANESTESI PADA TRAUMA KEPALA
• Keluaran  tergantung kerusakan saraf, cedera sekunder, gejala sisa, cedera/komplikasi lain
• Resiko sekunder  faktor sistemik, pembentukan dan perluasan perdarahan epidural, subdural dan intrakranial;
hipertensi intrakranial berkelanjutan
Cedera • Manajemen bedah dan anestesi  perawatan segera cedera primer dan menghindari resiko sekunder
• Skor GCS ≤8  35% kematian.
kepala • Pergeseran garis tengah >5 mm dan kompresi ventrikel  keluaran jauh lebih buruk.

• Fraktur tengkorak, perdarahan subdural dan perdarahan epidural, kontusio cerebri, cedera tusuk kepala, oklusi dan
diseksi vaskular traumatik
• Fraktur tengkorak linier perdarahan subdural dan perdarahan epidural
• Fraktur tengkorak basilar  rinore cairan serebrospinal, pneumosefalus, kelumpuhan saraf kranial, fistula sinus
Lesi karotid-arteri kavernosus
spesifik • Fraktur depresi tengkorak muncul dengan memar otak
• Cedera deselerasi  lesi langsung dan tidak langsung

• Fraktur tengkorak depresi; evakuasi perdarahan subdural, epidural, dan intraserebri; dan debridement luka tusuk.
• Kraniektomi dekompresi memberikan ruang pembengkakan otak
• Pemantauan TIK  Lesi dengan hipertensi intrakranial: memar besar, lesi massa, perdarahan intrakranial , atau
Terapi
operatif edema
• Hipertensi intrakranial akut herniasi  terapi dengan hiperventilasi, terapi osmolar, dan barbiturat.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA TRAUMA KEPALA:

Tabel 2. Penanganan hipertensi intrakranial pada trauma kepala berat (GCS < 8)
1. Pemasangan monitor tekanan intrakranial
2. Jaga tekanan perfusi serebral diantara 50-70 mmHg
Terapi Penanganan Pertama
1. Drainase ventrikuler (jika terseda)
2. Pemberian manitol 0,25-1g/kg/IV (dapat diulangi jika serum osmolarity < 320 mOsm/L dan pasien
euvolum)
3. Hiperventilasi untuk mencapai PaCO2 diantara 30-35 mmHg

Terapi Kedua
1. Hiperventilasi target PaCO2 < 30 mmmHg (direkomendasikan pemantauan saturasi oksigen vena
jugular (SJO2), deliveri oksigen Arteri-Vena (AVDO2) dan atau ADO)
2. Terapi dosis tinggi barbiturat
3. Pertimbangkan Suhu tubuh hipotermi
4. Pertimbangkan terapi hipertensi
5. Pertimbangkan kraniotomi dekompresi

Cottrell J, Patel P. Perioperative Management of Adult Patients with Severe Head Injury. In: Cottrell and Patel’s Neuroanesthesia. 6th ed. Elsevier : United States; 2017; p. 327-34
ANESTESI PADA TRAUMA KEPALA:
Tabel 3. Aturan CT Scan pada pasien trauma kepala ringan
Aturan Kanada
Resiko Tinggi (untuk intervensi neurologikal)
1. Skor Glasgow Coma Scale (GCS) < 15 dalam 2 jam setelah trauma
2. Didapatkan gejala fraktur basal
3. Muntah > 2 kali
4. Usia > 65 tahun
Resiko Sedang (trauma kepala untuk CT)
5. Amnesia sebelum kecelakaan > 30 menit
6. Mekanisme trauma berat
Aturan New Orleans
1. Defisit memori jangka pendek (amnesia anterograde yang persisten dengan GCS 15)
2. Intoksisitas (Alkohol)
3. Bukti fisik atau trauma diatas klavikula
4. Usia > 60 tahun
5. Kejang
6. Sakit kepala
7. Muntah
8. Koagulopati
Cottrell J, Patel P. Perioperative Management of Adult Patients with Severe Head Injury. In: Cottrell and Patel’s Neuroanesthesia. 6th ed. Elsevier : United States; 2017; p. 327-34
ANESTESI PADA TRAUMA KEPALA
• Anestesi pasien trauma kepala • Tekanan krikoid (manuver • Video laringoskopi dengan
berat dimulai di IGD Sellick) stabilisasi satu garis  intubasi
• Pastikan jalan napas, ventilasi • Stabilisasi posisi satu garis posisi netral
dan oksigenasi, stabilisasi • Efek samping intubasi pada TIK • Bougie intubasi  penempatan
tulang belakang servikal,  propofol, 1,5-3,0 mg/kg, dan selang
koreksi hipotensi pelumpuh otot onset cepat • Upaya jalan napas tidak
• Pasien hipoventilasi jelas, • Suksinilkolin  peningkatan berhasil pembedahan jalan
refleks muntah (-), GCS <8  TIK ringan napas
intubasi trakea • Rocuronium  intubasi. • Intubasi melalui hidung/ selang
• Penyangga leher kesulitan nasogastrik dihindari pada
intubasi fraktur tengkorak basilar

Manajemen
Intubasi Intubasi
praoperatif

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA TRAUMA KEPALA
Tabel 4. Resiko sekunder yang berkontribusi terjadi hipoksia atau iskemik otak
SISTEMIK
• Hipoksemia • Pireksia
• Hipotensi • Hiponatremi
• Anemia • Hipoglikemi
• Hiperkarbi • Hiperglikemi
• Hipokarbi

INTRAKRANIAL
• Hematom • Vasospasme
• Peningkatan TIK • Perubahan ionik dan metabolik
• Edem • Perubahan neurokemikal
• Kejang • Perubahan inflamatori
• Infeksi

Cottrell J, Patel P. Perioperative Management of Adult Patients with Severe Head Injury. In: Cottrell and Patel’s Neuroanesthesia. 6th ed. Elsevier : United States; 2017; p. 327-34
ANESTESI PADA TRAUMA KEPALA

Hipotensi - Berhubungan dengan cedera lain


(intraabdominal).
- Pilihan manajemen operatif dan

- Pendarahan hebat laserasi kulit medis  Pemeriksaan radiografi dan


kepala  hipotensi hipovolemik
klinis
pada anak

Studi diagnosis
- Hipotensi pada cedera tulang - Pasien harus stabil sebelum CT atau
belakang karena simpatektomi 
syok spinal pencitraan lainnya
- Koreksi hipotensi dan kontrol
- Pasien kritis dipantau secara ketat
perdarahan lebih diutamakan
kristaloid dan produk darah sesuai selama pencitraan
kebutuhan.
- Pemantauan invasif tekanan arteri, - Pasien gelisah/tidak kooperatif 
tekanan vena sentral, dan TIK
anestesi

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI TRAUMA KEPALA
Manajemen intraoperatif

• Langkah-langkah mengurangi hipertensi intrakranial :


1. Kepala ditinggikan 15º dan tetap dalam posisi netral untuk memfasilitasi drainase vena serebral dan serebrospinal .

2. Manitol (0,25-1 g/kg) atau dengan salin hipertonik  ↓ TIK secara akut

3. Setelah intubasi trakea, pasien diberikan otot relaksan dan ventilasi mekanis ke nilai PaCO 2 35 mmHg.

hiperventilasi  cepat dan efektif mengurangi TIK. Hiperventilasi ke PaCO 2 lebih rendah dari 30 mmHg

4. Drainase cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan ketika tindakan lain telah gagal.

5. Pemantauan yang tepat harus dilakukan, dan hipotensi harus dihindari.

Cottrell J, Patel P. Perioperative Management of Adult Patients with Severe Head Injury. In: Cottrell and Patel’s Neuroanesthesia. 6th ed. Elsevier : United States; 2017; p. 327-34
ANESTESI TRAUMA KEPALA
Manajemen intraoperatif
Teknik anestesi 
Hipotensi setelah Hipertensi
pertahankan perfusi
induksi anestesi  berhubungan ↑ TIK
Pemantauan invasif serebral dan
terapi agonis α- dan bradikardia 
mengurangi
adrenergik dan infus refleks Cushing.
peningkatan TIK

Hipertensi 
• Tambahan dosis
agen induksi,
Hindari Tekanan Perfusi Otak peningkatan
Vasodilator dihindari
Hiperventilasi dipertahankan 70-110 konsentrasi
sampai dura dibuka.
berlebih mmHg anestesi
inhalasi/antihiperte
nsi β-adrenergik
blocker

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI TRAUMA KEPALA
Manajemen intraoperatif

Tekanan positif
Aspirasi paru dan akhir ekspirasi 
DIC dapat terlihat edema paru pemantauan TIK
Lanjutan neurogenik
pada cedera kepala mengkonfirmasi
• Kerusakan fungsi tekanan perfusi
paru otak memadai

Pendarahan traktus
Diabetes
Ekstubasi trakea gastrointestinal 
insipidus trauma
akhir prosedur pasien tidak
otak (cedera
pembedahan? menerima
hipofisis)
profilaksis.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI ANEURISMA INTRAKRANIAL
DAN AVM
Aneurisma sakular Penyebab umum perdarahan intrakranial nontraumatik.
dan Arterio-Venous
Malformation (AVM)
Terapi bedah/intervensi neuroradiologis  secara elektif

Perdarahan nontraumatik lainnya ditangani secara medis.

Aneurisma Serebral Pertimbangan praoperatif

Aneurisma serebral  percabangan arteri besar di dasar otak, anterior sirkulasi wilis

Pecahnya aneurisma sakular  penyebab paling umum perdarahan subaraknoid

Kematian akut setelah ruptur sekitar 10%

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI ANEURISMA INTRAKRANIAL DAN AVM
Gejala paling umum  sakit kepala,
Aneurisma
Tanda fisik paling umum  kelumpuhan N. III.
Tidak Ruptur
Manifestasi lain: Disfungsi batang otak, defek visual, disfungsi N.V , sindrom sinus
kavernosus, kejang, dan disfungsi hipotalamus-hipofisis.

Diagnosis MRI, angiografi, dan CT anggiografi heliks.

Setelah diagnosis ke ruang operasi, atau suite "hibrida“ pemotongan


aneurisma

Ruptur Muncul akut sebagai perdarahan subaraknoid

Aneurisma Keluhan  sakit kepala parah tiba-tiba tanpa defisit neurologis fokal, mual dan muntah

Kehilangan kesadaran sementara

Gumpalan darah besar tanda neurologis fokal

Perdarahan minor  sakit kepala ringan, muntah, dan kaku


kuduk

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI ANEURISMA INTRAKRANIAL DAN AVM
Tabel 5. Skala penilaian Hunt and Hess untuk perdarahan subaraknoid
Tingkat Desktripsi Klinis
I Asimtomatik atau nyeri kepala ringan dan kaku kuduk ringan
II Nyeri kepala sedang-berat, kaku kuduk, tidak ada deficit neurologis selain kelumpuhan saraf kepala
III Mengantuk, bingung, atau deficit fokal ringan
IV Stupor, hemiparesis sedang-berat, dan kemungkinan kekakuan deserebrasi awal dan gangguan
vegetative
V Koma, kaku deserebrasi, dan gambaran moribund

Tabel 6. Skala penilaian aneurisma subaraknoid dari World Federation of Neurological Surgeons
Tingkat Nilai GCS Defisit motoric
I 15 Tidak ada
II 13 atau 14 Tidak ada
III 13 atau 14 Tidak ada
IV 7-12 Ada atau Tidak ada
V 3-6 Ada atau Tidak ada
Tabel 7. Skala penilaian Fisher untuk CT
Tingkat Penemuan pada CT
1 Tidak ada darah subaraknoid yang terdeteksi
2 Lapisan difus atau vertikal ≤1 mm
3 Gumpalan lokal dan/atau lapisan vertikal >1 mm
4 Gumpalan intra serebral atau intraventrikuler dengan perdarahan difus atau tanpa
perdarahan subaraknoid
Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017
ANESTESI PADA ANEURISMA INTRAKRANIAL
DAN AVM

Komplikasi lambat iskemik serebral tertunda, ruptur ulang, dan hidrosefalus

iskemik serebral tertunda  30% pasien (setelah 4-14 hari)

Manifestasi iskemik serebral tertunda disebabkan iskemia dan infark serebral, bergantung
keparahan dan distribusi pembuluh darah yang terlibat

Antagonis kanal Ca2+ nimodipine digunakan untuk mengurangi efek iskemik serebral tertunda

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


ANESTESI PADA ANEURISMA INTRAKRANIAL
DAN AVM

Transkranial Doppler dan pemantauan oksigen jaringan otak  panduan terapi vasospasme

Peningkatan kecepatan aliran >200 cm/s  spasme berat

Rasio Lindegaard > 3  parah.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA ANEURISMA INTRAKRANIAL
DAN AVM

Manajemen praoperatif Manajemen intraoperatif Hipotensi terkontrol

Pembedahan aneurisma 
Evaluasi neurologis dan pencarian Digunakan dalam operasi
perdarahan berat akibat
penyakit penyerta aneurisma
ruptur/perdarahan ulang
Kelainan elektrokardiografi SAH Hipotensi terkontrol  menurunkan
Manajemen anestesi fokus 
tidak mencerminkan penyakit kehilangan darah dan
pencegahan ruptur dan iskemia
jantung meningkatkan visualisasi bedah
Peningkatan troponin jantung serebral/vasospasme Posisi sedikit head-up + anestesi
selama SAH  cedera miokard Pemantauan tekanan intraarterial volatil  meningkatkan efek agen
dan keluaran buruk hipotensi
Kardiomiopati akibat stres dapat Aneurisma serebral  pendekatan
terjadi endovaskular

Pasien sadar dengan TIK normal Antikoagulasi heparin dan


dibius setelah ruptur radiologis kontras.
Pasien dengan peningkatan TIK
persisten mendapat sedikit
Situasi kurang umum  manitol
premedikasi atau tidak dapat
premedikasi Penurunan TIK yang cepat
sebelum pembukaan dural
dihindari
Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA ANEURISMA INTRAKRANIAL DAN
AVM
1.Penyebab perdarahan intraserebral lebih sering
2.berkembang  fistula arteriovenosa
3.Predileksi semua usia (10-30 tahun)
AVM 4.Presentasi umum  sakit kepala dan kejang
5.Pendekatan endovaskular  menyumbat pembuluh asal AVM di ruang operasi "hibrida"

1.Berbagai kumparan, lem, dan balon


Embolisasi 2.Risiko  embolisasi ke arteri serebral dan emboli sistemik atau paru.
neuroradiologis

1.Kehilangan banyak darah


2.Akses vena dengan kanula lubang besar diperlukan.
3.Hiperventilasi dan manitol  akses bedah
Manajemen
anestesi 4.Hiperemia dan edema paska reseksi  perubahan autoregulasi otak
5.Hipertensi emergensi  β-blocker dan clevidipine.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA ANEURISMA INTRAKRANIAL
DAN AVM

Endarterektomi karotis (EAK)


1. Diperkenalkan di awal 1950-an.

2. Prosedur yang menarik secara intuitif  puncak popularitas tahun 1985  operasi paling umum ketiga
yang dilakukan di AS

3. EAK  standar emas prosedur bedah untuk pencegahan stroke

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


ANESTESI PADA ANEURISMA INTRAKRANIAL
DAN AVM

PERTIMBANGAN PREOPERATIF
1. Mengurangi risiko stroke di antara pasien dengan penyakit serebrovaskular lanjut.

2. Populasi lansia  komorbiditas (penyakit arteri koroner, hipertensi arteri, penyakit pembuluh darah
perifer, penyakit paru obstruktif kronis, diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, atau kombinasi dari kondisi
tersebut)

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


ANESTESI PADA ANEURISMA INTRAKRANIAL
DAN AVM

PENILAIAN PREANESTESI
1. Stratifikasi risiko,

2. Evaluasi manfaat dan risiko revaskularisasi


3. Optimalisasi komorbid
4. Identifikasi kondisi tersembunyi jantung atau faktor risiko
5. Perumusan rencana anestesi

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


ANESTESI PADA ANEURISMA INTRAKRANIAL
DAN AVM

MANAJEMEN ANESTESI
▹ Monitoring Intraoperatif
1. Tekanan darah arteri invasif

2. Pulse oximeter

3. Probe echocardiografi esofagus

4. Pemantauan ETCO2

Cottrel JE, Patel P. Neuroanesthesia 6st ed. United State: Elsevier;2017


ANESTESI PADA ANEURISMA INTRAKRANIAL
DAN AVM

• Terapi  trombolisis ( tPA) dan stenting, atau keduanya


• “Waktu adalah otak”.  pasien revaskularisasi sesegera mungkin.
• Terapi endovaskular tidak boleh tertunda untuk penempatan arterial lines, dll
Stroke
iskemik • Pasien yang mendapat terapi endovaskular  banyak jaringan otak iskemik yang “dapat
akut dipulihkan"

• Hubungan penggunaan anestesi umum dan keluaran lebih buruk pada pasien menjalani
endovaskular embolektomi
Analisis
post hoc
uji klinis

• Mempertahankan TD<180 mmHg jika tPA diberikan.


• Jika tPA belum diberikan, hipertensi relatif mungkin lebih baik untuk mempertahankan perfusi
serebral
Tujuan • Setelah pembuluh darah tersumbat dibuka kembali kontrol TD ≤140/90 mmHg.
anestesi
ANESTESI PADA OPERASI TULANG
BELAKANG

Akar saraf
Manajemen praoperatif
simtomatis
1.Fokus pada kelainan anatomi dan
keterbatasan gerakan leher
kompresi
abses atau
korda
hematom.
sekunder
2.Defisit neurologis dan mobilitas leher harus
dinilai
Operasi
tulang
belakang 3.Tulang servikal tidak stabil  intubasi serat
optik terjaga/intubasi setelah induksi dengan
reseksi stabilisasi satu line
tumor, Kompresi.
AVM

Operasi
kolumna
tulang
belakang

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA OPERASI TULANG
BELAKANG

Manajemen intraoperatif
1.Potensi kehilangan banyak darah intraoperatif
2.Melukai sumsum tulang belakang
3.Pendekatan transthorak  ventilasi satu paru
4.Pendekatan anterior/posterior  reposisi intraoperasi

Posisi

1.Posisi tengkurap
2.Posisi terlentang
3.Posisi duduk (prosedur tulang servikal)
4.Posisi dekubitus lateral (prosedur tulang lumbal) kadang digunakan.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA OPERASI TULANG
BELAKANG

Posisi Tengkurap

1.Setelah induksi anestesi dan intubasi trakea dalam posisi terlentang


2.Membalikkan pasien ke posisi tengkurap  hipotensi
3.Kompresi perut menghambat aliran balik vena
4.Posisi tengkurap dengan gulungan dada perut menggantung bebas
5.Hipotensi terkontrol meningkatkan risiko kehilangan penglihatan paska
operasi
6.Edema jalan napas dan wajah  posisi “kepala bawah" berkepanjangan
7.Bantal kepala khusus sering digunakan

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
ANESTESI PADA OPERASI TULANG
BELAKANG
Kehilangan banyak darah / riwayat penyakit jantung sebelumnya
pemantauan tekanan intraarterial

Instrumentasi tulang belakang membutuhkan kemampuan mendeteksi


cedera tulang belakang intraoperatif

Teknik bangun intraoperatif dengan nitrous oxide-narkotik / anestesi IV total


Pemantauan  pengujian fungsi motorik.

Pantau potensi bangkitan somatosensori dan motorik

Teknik pemantauan  substitusi propofol, opioid, atau ketamin

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
DISKUSI KASUS
Wanita 41 tahun  reseksi tumor hipofisis 10 mm
Keluhan  amenore, galaktorea, dan baru-baru ini penurunan penglihatan + hemianopsia bitemporal.

Hormon apakah yang


dikeluarkan glandula
pituitary? Apa fungsi hormon tersebut?

Hipofisis 1.Adrenocorticotrophic Hormone (ACTH)  glukokortikoid.


2.Tiroid Stimulating Hormone (TSH)  hormon tiroid.
3.Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteneizing
Anterior Posterior
Hormone (LH)  produksi testosteron dan
spermatogenesis dan siklus ovarium
ACTH, 4.Growth Hormone (GH)  pertumbuhan jaringan,
ADH
TSH, GH meningkatkan sintesis protein, mobilisasi asam lemak
5.Prolaktin  perkembangan payudara selama kehamilan
Gonadotro
Oksitosin 6.Antidiuretic Hormone (ADH)  osmolaritas ekstraseluler
pin dan volume darah
7.Oksitosin  pengeluaran susu saat menyusui dan
Prolaktin meningkatkan aktivitas uterus selama persalinan.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
DISKUSI KASUS

Faktor apa yang menentukan pendekatan Apa masalah terbesar dengan pendekatan
operasi pada pasien ini? transsphenoidal?

Diameter tumor <10 mm  rute Injeksi mukosa dengan epinefrin 


transsphenoidal, mengurangi perdarahan,

Tumor lebih besar dengan ekstensi Akumulasi darah dan jaringan di faring dan
signifikan suprasellar  kraniotomi bifrontal. perut,

Antibiotik profilaksis, angka morbiditas dan Risiko perdarahan tidak sengaja masuk ke
mortalitas sinus kavernosus/arteri karotis interna
• Signifikan lebih sedikit dengan pendekatan
transsphenoidal Kerusakan saraf kranial

Hipofungsi hipofisis

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
DISKUSI KASUS

1.Tumor di dalam/sekitar sella tursika  10%-15% neoplasma


intrakranial
2.Adenoma hipofisis, kraniofaringioma dan meningioma parasellar
3.Tumor hipofisis dan metastasis ganas primer jarang terjadi
4.Kompresi kiasma optikum  bitemporal hemianopia

Tipe tumor apakah 5.Kompresi jaringan hipofisis normal  disfungsi endokrin

yang dimiliki pasien 6.Kegagalan sekresi hormonal  gonadotropin, GH, ACTH, dan TSH

ini? 7.Perdarahan hipofisis panhypopituitarism akut (pituitary apoplexy)


8.Adenoma sekretori paling umum  hiperprolaktinemia.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
DISKUSI KASUS

1.ACTH manifestasi klasik sindrom Cushing


2.GH  gigantisme (prapubertas) atau akromegali (dewasa)
3.Pertumbuhan berlebihan epifisis pertumbuhan besar seluruh
tulang.
4.Sering osteoarthritis, diabetes, miopati, dan neuropati
Hormon sekretorik
5.Komplikasi kardiovaskular pada beberapa pasien
apa yang terlihat?
6.Masalah anestesi paling serius  kesulitan intubasi trakea.

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
DISKUSI KASUS

Apakah pemantauan spesial


diperlukan untuk operasi Apakah perlu modifikasi, jika ada,
pada teknik anestesi?
transsphenoidal?

Pemantauan dilakukan sama seperti Prinsip sama untuk kraniotomi pasien


kraniotomi jarang peningkatan TIK
Profilaksis antibiotik IV dan
Potensi bangkitan visual pada tumor
glukokortikoid (hidrokortison, 100 mg)
besar yang melibatkan saraf optik
sebelum induksi
Banyak dokter menghindari nitrous
Doppler sonografi prekordial 
oxide  mencegah pneumosefalus
mendeteksi emboli udara vena
pasca operasi
Blokade neuromuskular efektif 
Akses vena dengan kateter lubang
mencegah gerakan saat ahli bedah
besar jika terjadi perdarahan masif.
menggunakan mikroskop

Drainase lumbal

Butterworth JF et al. Anesthesia for Neurosurgery. In: Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th ed. United States: McGraw-Hill; 2018:954-82
TERIMA KASIH

You might also like