You are on page 1of 27

Resusitasi Syok Sepsis dan rekomendasi

Robi Sutanto
031052110045
Dosen Pembimbing :
dr.Hanna Hidayat, Sp.An, KIC, KKAV
Pendahuluan
• Sepsis adalah suatu kondisi disfungsi organ yang mengancam jiwa karena diakibatkan oleh
adanya respon tubuh terhadap suatu infeksi.

• Sepsis membutuhkan pengenalan secara tepat, pengobatan menggunakan antibiotik yang tepat,
kontrol hemodinamik tubuh, serta pengendalian sumber infeksi.

• Sepsis dan terutama syok septis harus dikenali sebagai salah satu keadaan darurat dalam dunia
medis di mana waktu berperan sangat penting, seperti pada kasus stroke dan infark miokard akut

• Pengenalan dini terjadi nya syok sepsis dan tindakan resusitasi secara tepat sangatlah penting
namun mengenali tanda dan gejala shock sepsis bisa menjadi hal yang sulit dan merupakan suatu
tantangan
01
Definisi
Septic shock was described as hypotension and Perkembangan Definisi Sepsis
organ dysfunction that persisted despite volume Sumber : Dugar S, Choudhary C, Duggal A. Sepsis and septic shock Guideline based management.
resuscitation, necessitating vasoactive Cleveland clinic journal of medicine. 2020;87(1):53-64.
medication, and with 2 or more of the SIRS
criteria listed below

1991 2004 2016

systemic inflammatory response Sepsis-3 committee


The US Centers for Medicare and Medicaid Services
syndrome (SIRS)
confirmed infection with 2 or more of the defining sepsis as the presence of at • Sepsis—A life-threatening condition
following criteria : least 2 SIRS criteria plus infection; caused by a dysregulated host response
1. Temperature below 36°C or above 38°C and septic shock as fluid-resistant to infection, resulting in organ dysfunction
2. Heart rate greater than 90/minute hypotension requiring vasopressors,
3. Respiratory rate above 20/minute or arterial or a lactate level of at • Septic shock—Circulatory, cellular, and
partial pressure of carbon dioxide less than least 4 mmol/L metabolic abnormalities in septic patients,
32 mm Hg presenting as fluid-refractory hypotension
4. White blood cell count less than 4 × 109 /L requiring vasopressor therapy with
or greater than 12 × 109 /L, or more than associated tissue hypoperfusion (lactate >
10% bands. 2 mmol/L).
SOFA & qSOFA
Sepsis-3 uses sequential organ failure assessment (SOFA) or the quick version
(qSOFA) to define sepsis

• Respiratory rate setidaknya 22 x/min


• Systolic blood pressure 100 mm Hg atau lebih
SOFA adalah sistem penilaian objektif untuk
rendah
menentukan disfungsi organ utama, berdasarkan:
• Status mental yang terganggu (Glasgow Coma
• kadar oksigen (tekanan parsial oksigen dan
Scale score < 15)
fraksi oksigen inspirasi)
• jumlah trombosit,
Skor qSOFA 2 atau lebih dengan dugaan atau
• Skor Skala Koma Glasgow
konfirmasi adanya infeksi dapat diusulkan sebagai
• kadar bilirubin,
pemicu untuk dimulai nya pengobatan agresif,
• tingkat kreatinin (atau keluaran urin) rata-rata
qSOFA memiliki keunggulan dalam hal elemen
• tekanan arteri (atau apakah agen vasoaktif
penilaian yang mudah diperoleh dalam praktik
diperlukan)
klinis
SOFA & qSOFA
Sepsis-3 uses sequential organ failure assessment (SOFA) or the quick version
(qSOFA) to define sepsis
02
Fluid Resucitation
Resusitasi Cairan
Septic shock is operationally defined as an infection-related circulatory dysfunction on which vasopressors are required
to maintain a mean arterial pressure (MAP) of 65 mmHg or greater, and with a serum lactate level greater than 2
mmol/L in the absence of hypovolemia. This condition is associated with organ dysfunction and a very high mortality
risk

Sepsis dikaitkan dengan vasodilatasi, kebocoran kapiler, dan penurunan


sirkulasi efektif volume darah, serta mengurangi aliran balik vena. efek
hemodinamik ini menyebabkan berkurang nya perfusi menuju ke jaringan
sehingga terjadi disfungsi organ.

Tujuan dari resusitasi pada sepsis dan syok septik adalah :


1. mengembalikan volume intravaskular
2. meningkatkan pengiriman oksigen ke jaringan
3. membalikkan disfungsi organ
Keypoints
• Bolus kristaloid sebanyak 30 mL/kg direkomendasikan dalam waktu 1-3 jam setelah
seseorang terindikasi mengalami syok septik pada kondisi hipotensi atau tingkat laktat
lebih besar dari atau sama dengan 4 mol/L

Meskipun ini adalah rekomendasi yang kuat, namun hal ini didasarkan pada
kualitas bukti yang rendah, di mana dosis 30mL/kg adalah berasal dari
penelitian mengenai korelasi statistik antara kematian dan jumlah cairan yang
diberikan

Tak lama setelah pemberian, sebagian besar pasien merespons pemberian


cairan dalam bentuk peningkatan tekanan darah, tapi proporsi ini menurun
dengan cepat dari waktu ke waktu

Setelah bolus cairan awal, jumlah cairan yang dibutuhkan untuk


mempertahankan tekanan darah bervariasi antara pasienberdasarkan
sejumlah faktor, mulai dari tingkat keparahan, dehidrasi hingga kehilangan
cairan yang berkelanjutan dan keparahan penyakit serta komorbiditas yang
mendasarinya.
Keypoints
• Cairan Kristaloid termasuk cairan normal saline dan cairan ringer laktat, untuk
menentukan apakah diperlukan tambahan cairan bolus (250-1000 ml pada orang dewasa
atau 10-20ml/kg pada anak anak) dilihat berdasarkan clinical response dan peningkatan
dari target perfusi.

• Peningkatan target perfusi meliputi :


1. MAP (>65 mmHg sesuai dengan target menurut usia anak)
2. Urine output (>0,5 ml/kg/hr pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/hr)
3. Capillary refil time
4. Tingkat kesadaran
5. Level Lactat

(Based on World Health Organization recommendation for management septic shock)


Fase Resusitasi

Pemberian resusitasi cairan harus dikelola selama 4 fase berturut-turut, sebagai berikut :

Rescue :
Selama menit-menit awal hingga jam, bolus cairan 1 sampai 2 L larutan kristaloid diperlukan untuk
membalikkan hipoperfusi dan syok

Optimazation :
Selama fase kedua, manfaat pemberian cairan tambahan untuk meningkatkan curah jantung dan perfusi
jaringan harus lebih dipertimbangkan dibandingkan potensi merugikan yang bisa terjadi

Stabilization :
Selama fase ketiga, biasanya 24 hingga 48 jam setelah onset syok septik, upaya harus dilakukan untuk
mencapai keseimbangan cairan

De-escalation :
Fase keempat, ditandai dengan resolusi dari shock yang terjadi dan mulai terjadi pemulihan fungsi organ,
pada fase ini kita harus memulai pengurangan strategi pemberian cairan secara agresif
Lactat Level sebagai Panduan resusitasi
• Resusitasi yang dipandu laktat dapat secara signifikan mengurangi tingkat kematian yang
tinggi terkait dengan peningkatan kadar laktat (> 4 mmol/L)

• peningkatan laktat selama sepsis dapat disebabkan oleh jaringan hipoksia, peningkatan
glikolisis, obat-obatan (epinefrin, agonis beta-2), atau gagal hati

• Pengukuran tingkat laktat adalah cara objektif untuk menilai respons terhadap pemberian
resusitasi pada pasien syok sepsis, dimana penanda ini lebih baik dari penanda klinis yang
lain seperti pengunaan Central Venous oxygen saturation sebagai panduan resusitasi

• Meskipun titik akhir resusitasi cairan yang optimal masih belum diketahui secara pasti,
namun variabel kunci untuk memandu resusitasi termasuk dalam temuan pemeriksaan fisik
ditambah perfusi perifer, pembersihan laktat, dan respons preload dinamis
Balanced crystalloid
• Larutan kristaloid (garam isotonik atau balanced kristaloid) direkomendasikan
untuk resusitasi volume pada sepsis dan syok septik.

• Cairan resusitasi terbaik untuk digunakan pada pasien shock septic masih
diperdebatkan, tetapi dalam beberapa dekade terakhir, cairan balanced kristaloid
menjadi pilihan utama untuk pasien kritis. Bukti yang berkembang
menunjukkan bahwa cairan balanced crystalloid (larutan Ringer laktat, Plasma-
Lyte) dikaitkan dengan insiden yang lebih rendah pada penyakit ginjal, lebih
sedikit kebutuhan untuk terapi penggantian ginjal, dan tingkat kematian yang
lebih rendah pada pasien kritis.

• Selain itu, saline isotonik dikaitkan dengan hiperkloremia dan asidosis


metabolik, dan dapat mengurangi aliran darah korteks ginjal
Crystalloid Vs Colloid
• Alasan penggunaan koloid adalah :

meningkatkan tekanan onkotik intravaskular, mengurangi kebocoran


kapiler dan akibatnya mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan untuk
resusitasi. Tetapi studi in vivo telah gagal untuk menunjukkan keuntungan
dari hal ini.

• Seseorang dapat mempertimbangkan untuk menggunakan albumin pada


sepsis jika jumlah cairan resusitasi yang signifikan tidak dapat
mengembalikan volume intravaskular Tetapi perbandingan kristaloid dan
albumin, baik untuk resusitasi atau sebagai sarana untuk meningkatkan
serum albumin pada pasien sakit kritis,tidak menemukan manfaat dalam
hal morbiditas atau mortalitas

Hydroxyethyl starch, koloid lain, terkait dengan tingkat


kematian yang lebih tinggi dan insiden gagal ginjal yang lebih
tinggi pada pasien septik dan tidak boleh digunakan untuk
resusitasi
03
Resusitasi
Tekanan darah
Keypoints
• Hipotensi persisten dan hipoperfusi jaringan setelah resusitasi cairan yang adekuat disebabkan oleh
hilangnya tonus vaskular simpatis normal, hal ini kemudian menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah, ketidakseimbangan neurohormonal, depresi miokard, disregulasi mikrosirkulasi, dan disfungsi
dari mitokondria.

• Vasopresor dan inotropik berfungsi untuk mengembalikan pengiriman oksigen ke jaringan dengan
meningkatkan tekanan arteri dan curah jantung.

• Mean Arterial Pressure (MAP) lebih banyak digunakan sebagai target tekanan darah selama resusitasi.
Target awal yang direkomendasikan adalah MAP sebesar 65 mm Hg. sasaran yang lebih tinggi yaitu
80 hingga 85 mm Hg dapat membantu penderita hipertensi kronis

• Target MAP yang lebih rendah mungkin lebih baik ditoleransi pada pasien dengan penurunan fungsi
sistolik, pasien yang lebih tua, dan pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir
First line vasopressor

Beberapa studi multicenter terkontrol yang dilakukan secara


acak, telah melakukan penelitian untuk menentukan agen
vasoactive yang paling efektif sebagai agen untuk syok
septik.

Norepinefrin menunjukkan manfaat yang lebih baik dalam


kelangsungan hidup pasien dengan risiko aritmia yang lebih
rendah daripada pemberian dopamin

Sumber :

De Backer D, Aldecoa C, Njimi H, Vincent JL. Dopamine versus norepinephrine in


the treatment of septic shock: a meta-analysis. Crit Care Med 2012; 40(3):725–730.
doi:10.1097/CCM.0b013e31823778ee.
• Di sisi lain, terdapat 2 tinjauan sistematis yang tidak menemukan perbedaan dalam hal
perbaikan klinis dan pengurangan resiko kematian dengan pengunaan norepinefrin vs
epinefrin, vasopresin, terlipresin, atau fenilefrin

• Tanpa bukti yang meyakinkan untuk mendukung agen lain sebagai terapi lini pertama
untuk sepsis syok, norepinefrin tetap menjadi pilihan vasopressor utama untuk mencapai
target tekanan mean arterial pressure dan sangat direkomendasikan oleh surviving sepsis
campaign guidelines.

Sumber :
Scheeren TWL, Bakker J, De Backer D, et al. Current use of
vasopressors in septic shock. Ann Intensive Care 2019; 9(1):20.
doi:10.1186/s13613-019-0498-7
Penambahan Vasopressor lain atau inotropik

• A second vasopressor is routinely added when norepinephrine doses exceed


40 or 50 μg/min

Epinephrine
direkomendasikan oleh surviving sepsis campaign sebagai vasopresor lini kedua. Epinephrine
memiliki aktivitas alfa dan beta-adrenergik yang kuat, yang berfungsi meningkatkan tekanan
arteri rata-rata dengan meningkatkan curah jantung dan tonus vasomotor. Penggunaan epinefrin
dibatasi oleh risiko signifikan adanya takikardia, aritmia, dan asidosis laktat sementara.

Phenylephrine
Agonis alfa-adrenergik murni yang secara rutin digunakan pada syok septik,
meskipun saat ini masih data yang tersedia mengenai kemanan dan efektivitas
pengunaan nya masih terbatas
Penambahan Vasopressor lain atau inotropik

Vasopressin
Proses terjadi nya syok septik melibatkan defisiensi relative terhadap vasopressin, Penambahan
vasopresin sebagai terapi hormone pengganti mempunyai efek pada pengurangan dosis
norepinefrin.

Angiotensin II
baru-baru ini disetujui sebagai vasopresor untuk digunakan pada syok septik. Pengunaan
obat ini mengaktifkan reseptor angiotensin tipe 1a dan 1b untuk meningkatkan kalsium
intraseluler di otot polos, yang menyebabkan terjadi-nya vasokonstriksi.

Inotropic
Agent
Pemberian inotropic agen mungkin diperlukan untuk pasien dengan curah jantung yang
tidak adekuat setelah resusitasi cairan karena kardiomiopati yang diinduksi oleh sepsis atau
syok gabungan. Respon terhadap penggunaan inotropic harus dipantau dengan mengukur
perubahan dalam curah jantung, saturasi oksigen vena sentral, atau indeks perfusi jaringan
lainnya
03
Rekomendasi
Antimicrobial therapy

Antibiotik spektrum luas


Pada tahap awal syok sepsis pengunaan obat antibiotik direkomendasikan mengunakan pemberian antibiotic
spektrum luas, yang dapat mencakup semua kemungkinan patogen. Pengunaan multidrugs regimen lebih disukai
karena memastikan kecukupan cakupan patogen yang efisien, terutama pada syok septik

Pilihan empiris pengunaan antimikroba harus mempertimbangkan beberap hal, diantara-nya :


• lokasi infeksi
• Pengunaan antibiotik sebelumnya
• pola kerentanan patogen local
• Imunosupresi
• faktor risiko resistensi organisme.

Pemberian Antifungal

Beberapa dekade terakhir telah terlihat peningkatan sebanyak lebih dari 200% dalam angka kejadian sepsis yang
disebabkan karena mikrorganisme jamur, Pemberian antijamur harus dipertimbangkan pada pasien dengan factor
resiko, seperti : pasien dengan nutrisi parenteral total, paparan antibiotik spektrum luas baru-baru ini, perforasi
viskus abdomen, atau status immunocompromised, atau ketika kecurigaan klinis infeksi jamur yang tinggi.
Corticosteroid therapy
Tidak terdapat bukti konklusif bahwa pemberian kortikosteroid untuk sepsis
memiliki hasil yang signifikan terhadap kondisi klinis dan kelangsungan hidup
pasien oleh karena itu pemberian kortikosteroid tidak direkomendasikan pada
sepsis atau sepsis berat jika resusitasi cairan dan vasopresor sudah cukup untuk
mengembalikan stabilitas hemodinamik pasien

“ If corticosteroids are used in septic shock, current


guidelines recommend hydrocortisone 200 mg per day
intravenously as a continuous drip or 50 mg bolus in 4
divided doses for at least 3 days, based on a systematic
review showing a longer course of low-dose steroids is
associated with a lower mortality rate ”

Annane D, Bellissant E, Bollaert PE, Briegel J, Keh D, Kupfer Y. Corticosteroids for treating sepsis.
Cochrane Database Syst Rev 2015; (12):CD002243. doi:10.1002/14651858.CD002243.pub3
Biomarker

C-reactive protein and erythrocyte sedimentation rate


Sering digunakan pada masa lalu, tetapi dengan tingkat keberhasilan yang terbatas

Procalcitonin
digunakan sebagai metode untuk membantu mendeteksi infeksi bakteri sejak dini dan sebagai
panduan de-eskalasi atau penghentian antibiotic. De-eskalasi yang dipandu prokalsitonin membantu
mengurangi durasi paparan antibiotic dengan kecenderungan untuk menurunkan angka kematian

Galactomannan and beta-D-glucan


Dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi jamur, khususnya Aspergillus. Beta-d-glukan lebih sensitif
untuk Aspergillus invasif, sedangkan pengunaan galaktomannan sebagai biomarker lebih spesifik
Cytokines
seperti interleukin (misalnya, IL6, IL-8, IL-10), faktor nekrosis tumor alfa, protein fase akut, dan
molekul reseptor sedang dipelajari untuk menentukan utilitas-nya dalam perawatan sepsis.
Sekian dan Terimakasih

You might also like