You are on page 1of 112

FIKIH HAJI II

AL-MASAIL AL-FIQHIYAH
LI AL-HAJ
Oleh ;
Prof.Dr.H.E. Syibli Syarjaya, LML,M.M.
Guru Besar Hukum Islam/Rektor UNMA Banten
Disampaikan
pada Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji
Kanwil Kemenag Provinsi Banten
Serang, 28 Oktober 2020
CURICULUM VITAE
Nama : Prof.Dr. H.E. Syibli Syarjaya, LML,M.M.
Tempat/tgl lahir : Pandeglang, 5 Juli 1950
Pekerjaan/jbtn : Dosen/Guru Besar Hukum Islam (IV/E) REKTOR UNMA Banten
Alamat : Jln Bhayangkara No. 30 Cipocok Jaya Kota Serang
Pendidikan : S3 Hukum Islam
Nomor Kontak : 08 77 900000 54, 08 777 10000 54
Pengalaman Orgn. : 1. Wkl. Ketua Dewan Pertimbangan BWI Pusat
2. Wkl. Ketua Umum MUI Provinsi Banten
3. Ketua Harian LPTQ Provinsi Banten
4. Wkl. Ketua BAZNAS Provinsi Banten
5. Wkl. Ketua FKUB Prov. Banten
Penghargaan : 1. Satyalancana Wira Karya (Tim Penyempurnaan Tafsir Al-Qur’an
Depag RI) Tahun 2008 dari Presiden Republik Indonesia
2. Satyalancana Karya Satya XX Tahun (Pengabdian Sebagai PNS) Tahun 2012,
dari Presiden Republik Indonesia No. 87/TK/Tahun 2012, tanggal 13 November 2012.
3. Satyalancana Karya Satya XXX Tahun (Pengabdian Sebagai PNS) Tahun 2014,
dari Presiden Republik Indonesia No. 49/TK/Tahun 2014, tanggal 6 Agustus 2014.
‫السالَم َعلي ُكم ورحمـةُ اهللِ‬
‫َّ ُ َ ْ َ َ ْ َ‬
‫َوبـََركاَت ـُُه‬
‫‪PENGERTIAN FIKIH‬‬
‫‪Menurut Bahasa fikih diartikan dengan Al-Fahmu (faham,‬‬
‫)‪mengerti‬‬
‫‪Firman Allah :‬‬

‫ولقد ذرأنا لجهنم كثيرا من الجن واالنس لهم قلوب ال يفقهون بها ولهم أعين ال‬
‫يبصرون بها ولهم آذان ال يسمعون بها أولئك كاالنعام بل هم أضل أولئك هم‬
‫الغافلون (االعراف ‪)179 :‬‬
‫واالرض ومن فيهن وان من شيء اال يسبح بحمده ولكن‬
‫ُ‬ ‫السبع‬
‫ُ‬ ‫السموات‬
‫ُ‬ ‫تسبح له‬
‫ال تفقهون تسبيحهم انه كان حليما غفورا (االسراء ‪)44 :‬‬
‫‪Hadits Rasulullah Saw. :‬‬
‫عن حميد بن عبد الرحمن أنه سمع معاوية يقول قال رسول اهلل‬
‫صلعم من يرد اهلل له به خيرا يفقهه فى الدين واهلل المعطى وأنا‬
‫القاسم وال تزال هذه االمة ظاهرين على من خالفهم حتى يأتي‬
‫أمر اهلل وهم ظاهرين (رواه البخارى)‬
‫عن ابن عباس أن رسول اهلل صلعم وضع يده على كتفي أو على‬
‫منكبي شك سعيد ثم قال اللهم فقهه فى الدين وعلمه التأويل‬
‫(رواه أحمد)‬
MENURUT TERMINOLOGI
1. Ulama Syafi’i; seperti diungkapkan oleh
Abdul Wahab Khalaf, Fikih diartikan
dengan ilmu tentang hukum-hukum syara’
yang bersifat praksis ('amaly) yang
diambil dari dalil-dalil yang
tafshili/terinci
‫العلم باالحكام الشرعية العملية المكتسبـ من ادلتها الـتفصيلية‬
2. Menurut Wahbah Az-Zuhaeli; fikih
diartikan sebagai kumpulan hukum-
hukum syara’ yang bersifat praksis
('amali) yang dihasilkan dari dalil-
dalil yang tafshili (terinci)
‫مجموعة االحكام الشرعية العملية المكتسب من‬
‫أدلتها التفصيلية‬
DARI DUA DEFINISI DI ATAS, FIKIH DAPAT
DIARTIKAN SEBAGAI ILMU DAN SEBAGAI
KUMPULAN HUKUM
• Sebagai ilmu dapat dilihat dari
terminologi yang dikemukakan oleh
ulama Syafi’iyah, sementara sebagai
kumpulan/kodivikasi hukum dapat dilihat
dari terminilogi yang ditawarkan oleh
Wahbah Az-Zuhaeli.
• Apabila fikih diidentifikasi sebagai ilmu
maka ia dinyatakan secara deskriptif dan ia
merupakan wacana intelektual dengan
menggunakan cara-cara berfikir ilmiah.
• Tetapi apabila fikih diidentifikasi sebagai
kumpulan hukum maka ia dinyatakan
secara preskriptif. Ia hanya merupakan
kumpulan hukum-hukum produk
pemikiran para mujtahid (kutub al-fiqh)
PERBEDAAN FIQH DAN UNDANG-UNDANG
(QANUN)
• Fikih sebagai hasil ijtihad/nalar para
mujtahid tidak mengikat kepada orang
lain kecuali kepada si mujtahid itu sendiri,
• Sedangkan undang-undang (qanun)
mempunyai daya ikat kepada warganya,
karena ia merupakan produk legislatif
dan diundangkan oleh eksekutif
• (sulthah tasyri’iyah dan sulthah tanfidziyah).
 Kata qanun berasal dari bahasa
Yunani “canon”, kemudian masuk ke
dalam bahasa Arab melalui bahasa
Siryani. Tetapi ada pula yang
menyatakan bahwa qanun berasal
dari bahasa Rum, adapula yang
mengatakan ia berasal dari bahasa
Persia.
 Secara etimologi qanun diartikan
dengan ukuran terhadap sesuatu
(miqyasu kulli syai),
• Menurut istilah qanun diartikan dengan
himpunan dari kaidah-kaidah yang
mempunyai daya ikat guna mengatur
hubungan antara sesama manusia dalam
sebuah komunitas. Qanun juga dapat diartikan
sebagai kumpulan dari kaidah-kaidah yang
ditetapkan oleh lembaga pembuat undang-
undang (sulthah tasyri’iyah) untuk mengatur
persoalan tertentu.
• (Lihat Abdurrahman Abdul Aziz Qasim, Al-
Islam wa Taqnin al-Ahkam, 1977, hlm. 172)
Abdurrahman abdul Aziz Qasim
mengatakan: fikih berbeda dengan qanun,
meskipun ia pada prinsipnya hasil ijtihad,
karena qanun (perundang-undangan) paling
tidak terdiri dari dua unsur yaitu :
a) mempunyai daya ikat/daya memaksa, dan
b) materinya ringkas dan bersifat global
serta terdiri dari bab-bab dan pasal-pasal.
 Fikih, merupakan produk ijtihad;
 Apabila suatu hukum masuk ke dalam wilayah
ijtihad (majãl al-ijtihãd), maka hal tersebut akan
menjadi elastis, futuristik, sangat fleksibel, dinamis,
serta terbuka terhadap penafsiran-penafsiran baru
sesuai dengan kondisi dan situasi
 Fikih Haji termasuk ke dalam wilayah ijtihad (majãl
al-ijtihãd) karena itu ia menerima kepada
pembaharuan dalam rangka kemaslahatan umat
• Fikih Haji yg berkembang di Indonesia,
hampir seluruhnya merupakan rumusan
para ulama beberapa abad silam yang
terkodivikasikan dalam berbagai kitab fikih.
• Rumusan tersebut banyak yang memerlukan
kajian ulang sesuai dengan perkembangan
zaman. Seperti : Rukun Haji, Wajib Haji,
Mabit di Mina, Area Mina, Lontar Jumrah,
cukur/tahalul, dll.
• Kesemuanya itu merupakan lahan subur bagi
pemikiran fikih Haji.
Oleh karena itu, Undang Undang No. 17/1999,
jo. UU No. 13/2008, tentang Penyelenggaran
Haji, dan UU. No. 34/2014, tentang Pengelolaan
Keuangan Haji, meskipun pada awalnya ia
merupakan fikih hasil produk mujtahid, tapi
karena sudah melalui proses taqnin, maka ia
mempunyai daya ikat dan memaksa (mulzim),
serta berlaku bagi seluruh masyarakat Muslim
Indonesia.
DUA KEKUATAN YANG MENGGERAKKAN HATI NURANI
UMMAT ISLAM UNTUK MELAKSANAKAN IBADAH HAJI
I. KEKUATAN IMAN
IMAN YANG MELEKAT DALAM HATI, DIIBARATKAN SEBAGAI SEBUAH
MOTOR DALAM SEBUAH PERAHU. IA AKAN SENANTIASA BERGERAK
MELAJU TANPA MEMBUTUHKAN KEPADA LAYAR, TIUPAN ANGIN DAN
LAIN SEBAGAINYA.
BEGITUPULA SEORANG MU’MIN YANG IMANNYA MANTAP, APABILA
MENDENGAR AYAT-AYAT ALLAH DIBACAKAN, MAKA AKAN
BERGETARLAH SELURUH TUBUHNYA. DAN BILA MENDENGAR
PANGGILAN HAJI MAKA AKAN BERDIRILAH SELURUH BULU
ROMANYA. (QS. SURAT AL-ANFAL: 2-3)

‫إنما المؤمنون الذين إذا ذكر اهلل وجلت قلوبهم وإذا تليت عليهم آياته زادتهم إيمانا وعلى ربهم يتوكلون‬
II. KEKUATAN SEMANGAT JIHAD
IBADAH HAJI DIIDENTIKAN/DISAMAKAN OLEH RASULALLAH
DENGAN PERBUATAN JIHAD.
DALAM PELAKSANAAN IBADAH HAJI TERKUMPUL SEKALIGUS
TIGA MACAM JIHAD :

1. JIHAD FISIK
2. JIHAD PSYCHIS/MENTAL
3. JIHAD MATERI
SEDANGKAN ALLAH AKAN MENGANGKAT DERAJAT ORANG-ORANG
YANG BERJIHAD DI JALAN-NYA, DAN IA AKAN MEMPEROLEH
KEBAHAGIAAN.
(QS. AL-TAUBAH : 20, 21 DAN 22)
PENGERTIAN HAJI
• Menurut bahasa/etimologi : tujuan, maksud dan,
menyengaja. “al-Qashdu”
• Menurut istilah/terminologi : Menyengaja
mendatangi Ka’bah untuk menunaikan amalan-
amalan tertentu. Atau :
• Mengunjungi tempat-tempat tertentu, pada waktu
tertentu, untuk melakukan amalan-amalan tertentu
(Wahbah Az-Zuhaeli : III : 8)
‫زيارة مكان مخصوص فى زمان مخصوص بفعل مخصوص‬
SEJARAH DISYARI’ATKANNYA HAJI
• Menurut jumhur ulama Ibadah haji disyariatkan pada akhir
tahun ke 9 Hijriyah, yaitu setelah turunnya firman Allah (Ali
Imran : 97)
‫• وهلل على الناس حج البيت من استطاع اليه سبيال‬
• Rasulullah melaksanakan haji pada tahun ke 10 H.
dan tidak pada tahun ke 9 karena sebuah udzur,
yaitu telah lewatnya musim haji.
• Rasulullah melaksanaan haji hanya sekali dalam
seumur hidupnya.
 Menurut sebagian ulama; haji
difardukan kepada Rasulullah
pada tahun ke 6 Hijriyah.
 Sebagian lain mengatakan
bahwa haji difardukan pada
tahun ke 7 hijriyah
‫‪DASAR HUKUM HAJI‬‬
‫‪• Haji wajib dilaksanakan bagi setiap muslim yang mampu‬‬
‫‪sekali dalam seumur hidupnya, berdasarkan firman Allah :‬‬
‫‪ ‬وأتموا الحج والعمرة هلل (البقرة ‪)196 :‬‬
‫‪ ‬الحج أشهر معلومات غمن فرض فيهن الحج ‪( ......‬البقرة ‪)197 :‬‬
‫‪ ‬ان اول بيت وضع للناس ‪ ...........‬وهلل على الناس حج البيت من استطاع اليه‬
‫سبيال (أل عمران ‪)97 :‬‬
‫‪ ‬بني االسالم على خمس ‪ ... ..........‬وحج البيت من استطاع اليه سبيال (متفق‬
‫عـليه)‬
UMRAH DAN HAJI RASULULLAH
 Rasulullah melaksanakan haji hanya sekali selama
hidupnya.
 Rasulullah melaksanakan Umrah hanya 4 (empat) kali
selama hidupnya yaitu :
a. tahun ke enam hijrah dari Hudaibiyah
b. tahun ke tujuh hijriyah (umratul qadla)
c. tahun ke delapan (Fathu Makkah), dan
d. tahun ke sepuluh berbarengan dengan pelaksanaan haji
‫‪KEWAJIBAN HAJI HANYA‬‬
‫‪SEKALI‬‬
‫‪• Ulama sepakat, bahwa haji diwajibkan hanya sekali‬‬
‫‪dalam seumur hidupnya, sedangkan selebihnya‬‬
‫‪hanyalah merupakan perbuatan sunah.‬‬

‫خطبنا رسول اهلل صلعم فقال ‪ :‬ياأيها الناس قد فرض اهلل عليكم‬
‫الحج فحجوا‪ ,‬فقال رجل ‪ :‬أكل عام يارسول اهلل ؟ فسكت‪ ,‬حتى‬
‫قالها ثالثا فقال النبي صلعم ‪ :‬لو قلت نعم لوجبت ولما استطعتم‬
‫(رواه أحمد ومسلم والنسائى عن أبى هريرة)‬
UMRAH BERULANG-ULANG
• SYAFI’IYAH DAN HANABILAH MEMBOLEHKAN
UMRAH BERULANG-ULANG KALI DALAM
SETAHUN. KARENA AISYAH PERNAH
BERUMRAH DUA KALI DALAM SEBULAN
• MALIKIYAH MENGATAKAN BAHWA MAKRUH
MELAKSANAKAN UMRAH BERULANG-ULANG
DALAM SETAHUN. KARENA NABI SENDIRI
TIDAK PERNAH MELAKSANAKANNYA
MENYAMBUT PELAKSANAAN HAJI
• Abu Hanifah, Abu Yusuf, Malikiyah dan Hanabilah
menyatakan bahwa haji wajib dilaksanakan dengan segera
(faor) bagi mereka yang telah memenuhi persyaratan,
apabila mengakhirkannya, maka ia dihukumi sebagai orang
fasik dan tidak diterima kesaksiaanya, serta ia berdosa
karena dianggap berma’siyat.
• Jika ia menunda pelaksanaan haji dan uangnya habis, maka
dia harus mencari pinjaman untuk melaksanakan ibadah
haji. Dengan alasan :
‫‪1. Bahwa ayat-ayat yang berkenaan dengan haji‬‬
‫‪bersifat perintah, dan perintah tersebut‬‬
‫‪mengharuskan dilaksanakan dengan segera‬‬
‫االصل فى االمر يقتضى الفور‬
‫‪2. Sabda Rasulullah :‬‬
‫تعجلوا الى الحج فان أحدكم ال يدرى ما يعرض له (رواه الحاكم‬
‫والبيهقى)‬
‫من ملك زادا وراحلة تبلغه الى بيت اهلل ولم يحج فال عليه ان يموت‬
‫يهوديا او نصرانيا (رواه الترمذى)‬
• Syafi’iyah dan Muhammad bin Hasan al-
Syaibani (sahabat dan murid Abu Hanifah)
mengatakan bahwa kewajiban haji tidak
harus dilaksankan dengan segera boleh di
akhirkan (At-tarakhi), namun sunah dan
diutamakan apabila dilakukan dengan
segera, sebagai upaya untuk
menggugurkan kewajiban dan merespon
terhadap perintah.
• Dengan alasan bahwa Rasulullah sendiri baru
melaksanakan haji tahun ke sepuluh, padahal
perintah haji pada tahun ke sembilan, bahkan ada
yang berpendapat tahun ke enam dan ke tujuh
hijriyah.
• Di samping itu mereka mengatakan bahwa hadits-
hadits tersebut semuanya garib dan dhoif, bahkan
at-Tirmidzi sendiri sebagai perawi hadits itu
menyatkan bahwa hadits tersebut gariibun fi
isnadihi
HAJI DENGAN HARTA HARAM
1. Hanafiyah, Syafi’iyah dan Malkiyah
menyatakan bahwa haji dengan
menggunakan harta haram tetap sah,
meskipun dia berdosa dengan perbuatannya
dalam memperoleh harta tsb.
2. Hanabilah menyatakan haji dengan
menggunakan harta haram tidak sah
FAEDAH HAJI
1. BAGI PRIBADI/INDIVIDU
Menghapus dosa dan noda, serta membersihkan jiwa
dari kotoran dan perbuatan ma’siyat.
Menurut Hanafiyah bukan sekedar dosa kecil tetapi
dosa besarpun dapat terampuni dengan ibadah haji.
Sabda Rasulullah :
‫العمرة الى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء الى الجنة‬
)‫(رواه الجماعة‬
‫من حج فلم يرفث ولم يفسق رجع من ذنوبه كيوم ولدته‬
‫أمه (رواه البخارى ومسلم والنساـئ وابن ماجه عن ابى‬
‫هريرة)‬
‫الحجاج والعمار وفد اهلل ان دعوه اجابهم وان‬
‫استغفروه غفر لهم (رواه النساـئ وابن ماجه غن ابى‬
‫هريرة)‬
2. Bagi komunitas/jama’ah
 Saling mengenal dengan sesama saudara
muslim se dunia.
 Dapat tukar menukar informasi
 Membuat net working bisnis dlsb.
 Mempeerat persaudraan internasional
‫انما المؤمنون اخوة‬
MACAM-MACAM HAJI
1. Haji Ifrad; melaksanakan ibadah haji terlebih
dahulu, baru setelah itu melakukan umrah. (tidak
wajib membayar dam)
2. Haji Tamatu’; melaksanakan umrah terlebih dahulu
dan baru kemudian melaksanakan ibadah haji.
(wajib bayar dam)
3. Haji Qiran; pelaksanaan ibadah haji dan umrahnya
dilakukan berbarengan (wajib bayar dam)
SYARAT HAJI
1. ISLAM
2. BALIG
3. BERAKAL
4. MERDEKA (BUKAN BUDAK)
5. ISTITHO’AH (MAMPU)
KHUSUS UNTUK WANITA DITAMBAH :
a. Harus ada pendamping baik suami atau mahramnya
b. Tidak sedang dalam masa iddah, baik idadah thalak maupun iddah
wafat
ISTITHA’AH DLM PERSPEKTIF ULAMA
Hanafiyah dan Malikiyah :
1. Kekuatan badan/fisik
2. Kemampuan harta
3. Keamanan di perjalanan dan di tanah suci
Hanabilah :
1. Kemampuan di bidang harta
2. Keamanan di perjalanan dan di tanah suci.
Syafi’iyah ;
1. Kekuatan fisik
2. Kemampuan harta
3. Tersedianya alat transfortasi
4. Tersedianya kebutuhan pokok yang dikonsumsi selama
di tanah suci
5. Aman di perjalanan dan di tanah suci
6. Bagi wanita harus di dampingi suami atau mahram
7. Seluruh kemampuan harus sejak syawal sam[ai dengan
selesai haji.
RUKUN HAJI DLM PERSPEKTIF ULAMA
SYAFI’IYAH :
1. Ihram (niat)
2. Wukuf di Arafah
3. Tawaf Ifadhah
4. Sa’i
5. Bercukur
6. Tartib (mengerjakan haji sesuai dengan
tuntunan manasik haji)
HANAFIYAH :
1. Wukuf di Arafah
2. Thawaf Ifadhah

MALIKIYAH :
1. Ihram
2. Sa’i
3. Hadir/wukuf di Arafah meski sesaat
4. Thawaf Ifadhah
Hanabilah :
1. Ihram
2. Wukuf di Arafah
3. Thawaf Ifadhah
4. Sa’i antara Shafa dan
Marwah
WAJIB HAJI DLM. PERSPEKTIF ULAMA
SYAFI’IYAH :
1. Ihram dari miqat
2. Mabit di Muzdalifah
3. Mabit di Mina
4. Melontar jumrah
5. Tawaf wada’ bagi yang akan meninggalkan Mekah.
6. Menghindari perbuatan yang terlarang selama dalam
keadaan berihram
HANAFIYAH :
1. Sa’i antara Shafa dan Marwah
2. Berhenti sejenak di Muzdalifah
3. Melontar ketiga jumrah
4. Bercuku/memotong rambut
5. Menyembelih hewan setelah cukur dan
thawaf ifadhah
6. Thawaf Wada’
MALIKIYAH :
Malikiyah melekatkan/mengkaitkan kewajiban haji dengan
rukun haji, seperti :
1. Ihram; dia tidak boleh pakai pakaian yang berjahit,
2. Sa’i harus dilakukan setelah thawaf wajib, seperti thawaf
qudum dan ifadhah.
3. Shalat sunnah dua raka’at setelah thawaf
4. Wukuf di Arafah dilakukan dengan duduk tenang sambil
takbir, tahlil, dlb.
5. Berhenti di Muzdalifah sekedar melaksanakan shalat jamak.
6. Mendahulukan melontar dari pada bercukur
HANABILAH :
1. Ihram dari miqat
2. Wukuf dilaksanakan siang hari
3. Mabit di Muzdalifah
4. Mabit di Mina
5. Melontar tiga jumrah
6. Bercukur
7. Thawaf Wada’
PERBEDAAN RUKUN DAN WAJIB
• RUKUN; APABILA SALAH SATU RUKUN TIDAK
DILAKSANAKAN/DIKERJAKAN, MAKA HAJINYA
BATAL DAN TIDAK SAH
• WAJIB ; APABILA SALAH SATU KEWAJIBAN HAJI
TIDAK DILAKSANAKA/TIDAK DIKERJAKAN, TETAPI
WAJIB MEMBAYAR DAM
• KHUSUS BAGI JAMA’AH YANG UDZUR ATAU WANITA
YANG LAGI MENSTRUASI, TAWAF WADANYA MENJADI
GUGUR DAN TIDAK PERLU MEMBAYAR DAM
MIQAT
 Menurut bahasa ; al-haddu (batas)
 Menurut istilah ; tempat dan masa tertentu
untuk melaksanakan ibadah tertentu
 Miqat terdiri atas :
1. Miqat makani, (berkenaan dengan tempat
untuk memulai pelaksanaan ibadah haji)
2. Miqat zamani, (berkenaan dengan masa/
waktu pelaksanaan ibadah haji)
MIQAT MAKANI
• Bagi penduduk Mekah, tempat miqatnya tanah
haram, atau tempat tinggalnya.
• Bagi penduduk luar Mekah sbb. :
1. Yang datang dari arah Madinah miqatnya Dzul
Hulaefah (Abyar Ali/Mesjid Syajarah/Bir Ali)
2. Yang datang dari arah Siria, Mesir dan Magrib
miqatnya di Juhfah (Rabig)
3. Yang datang dari arah Irak miqatnya Dzatu ‘Irqin
(sekitar 89 Km dari Mekah)
4. Yang datang dari arah Yaman, Indonesia, India dan
searahnya miqatnya di Yalamlam (sebuah gunung
selatan kota Mekah)
5. Yang datang dari arah Najed dan Kuwait miqatnya di
Qarnul Manazil/Qarnuts Tsa’alib (sebuah gunung
sekitar 89 Km dari Mekah)
Bagi mereka yang datang searah dengan tempat-tempat
tersebut, miqatnya sekira jarak 89 Km dari Mekah.
Apabila tidak berihram dari miqat di atas, maka wajib
membayar dam.
MIQAT MAKANI JAMA’AH
INDONESIA
Gelombang pertama miqatnya di Dzul Hulaefah/ Bir
Ali.
Sedangkan gelombang kedua yang langsung ke Mekah
miqatnya sbb. :
1. Di atas pesawat pada garis sejajar dengan Yalamlam
2. Di air port King Abdul Aziz Jeddah, sesuai Fatwa
MUI tahun 1980, 1981
3. Di Embarkasi haji pemberangkatan di Indonesia.
IHRAM
• Secara etimologi ihram adalah masuk ke wilayah
keharaman.
• Menurut terminologi adalah niat untuk
melaksanakan ibadah haji atau umrah dengan
menghindari hal-hal yang dilarang selama ihram.
• Bila telah memasuki ihram, maka tiada
perbuatan lain kecuali melakukan amalan-
amalan ibadah haji/umrah.
IHRAM SEBELUM MIQOT
• Al-afdol, ihram dilakukan dari miqot, karena nabi
sendiri ihramnya dari Dzil Hulaefah, bukan dari
mesjid nabawi tempat domisili beliau. (Atho’, Hasan
Bashri, Malik, Syafe’i, Ahmad, dll.)
• Abu Hanifah; al-afdol Ihram Haji atau Umroh
dilakukan dari rumah masing-masing, sebagaimana
diriwayatkan oleh Umar dan Ali r.a.
‫اتمامها أن تحرم بهما من دويرة أهلك‬
MELEWATI MIQOT DAN TIDAK IHROM
• Jika seorang jamaah melewati miqot
dan dia tidak ihrom baik lupa,
sengaja, atau tidak tahu, maka dia
harus kembali ke miqot dan berihrom,
dan dia tidak berkewajiban untuk
membayar dam
IHROM SETELAH MELEWATI MIQOT
• Jumhur ulama ; bila ihrom setelah miqot, maka
wajib baginya untuk membayar DAM.
• Ibnul Mundzir, Hasan dan Nakho’i, mereka
menyatakan tidak wajib membayar dam. Namun
Ibnul Mundzir mengatakanbahwa orang tersebut
tidak dapat haji dan umroh. (lihat Al-Majmu’
3;221)
MIQAT ZAMANI
• Miqat Zamani, yaitu berkenaan dengan
waktu/masa pelaksanaan haji.
• Masa pelaksanaan haji yaitu mulai dari bulan
Syawal, Dzul Qaidah dan 10 hari dari bulan
Dzul Hijjah
• Barangsiapa yang berihram haji di luar
bulan-bulan terebut, maka ihram hajinya
tidak sah dan berubah menjadi ihram umrah.
THAWAF
• MENGELILINGI KA’BAH SEBANYAK 7 KALI, POSISI
KA’BAH SELALU BERADA DI SEBELAH KIRI, DI MULAI
DAN DI AKHIRI SEJAJAR DENGAN HAJAR ASWAD.
• Thawaf terdiri atas :
1. Thawaf Qudum, ;yaitu thawaf selamat datang terutama bagi yang
mengambil haji ifrad dan qiran.
2. Thawaf Ifadhah,; yaitu thawaf rukun
3. Thawaf Wada’; yaitu thawaf perpisahan bagi yang akan
meninggalkan kota Mekah
4. Thawaf Sunnah,; yaitu thawaf yang dilakukan setiap saat apabila
memasuki Mesjidil Haram.
PERSYARATAN THAWAF
1. Menutup aurat
2. Suci dari hadats/punya wudlu
3. Suci dari najis (thawaf sama dengan shalat)
4. Ka’bah hendaknya ada di sebelah kiri muthawif
5. Dimulai dari hajar aswad/searah dengannya
6. Dilakukan 7 putaran
7. Dilakukan di dalam mesjid
8. Niat; bagi thawaf yang berdiri sendiri, apabila dalam
rangkaian ibadah seperti thawaf umrah, ifadhah tidak
diperlukan niat lagi, karena sudah menyatu dengan niat awal
THAWAF QUDUM
• Jumhur ulama menyatakan bahwa thawaf
qudum sunah hukumnya bagi jemaah yang
memasuku Mekah sebelum berangkat ke Arafah,
baik haji Ifrad maupun haji Qiran. (kecuali
penduduk Mekkah).
• Malikiyah mengatakan bahwa thawaf qudum
hukumnya wajib bagi mereka yang memasuki
Mekkah,apabila hajinya Ifrad atau Qiran. Hal
tersebut berlaku pula bagi penduduk Mekkah
THAWAF IFADHAH
• Thawaf Ifadhah (ziarah), dinamai demikian karena
jemaah haji berangkat dari Mina menuju Mekkah
atau karena mereka mengunjungi/menziarahi
Mekkah setelah menetap di Mina.
• Thawaf Ifadhah merupakan rukun haji, bagi
mereka yang tidak melaksanakan thawaf ifadhah,
maka hajinya tidak sah/gugur.
‫وليطوفوا بالبيت العتيق‬
WAKTU TOWAF IFADOH
KAPAN MULAINYA TOWAF IFADOH
1. Syafe’i dan Ahmad : setelah tengah
malam hari nahar (malam tanggal 10
Dzulhijjah)
2. Abu Hanifah ; setelah terbit fajar hari
nahar
3. Malik : setelah terbit matahari hari nahar
AKHIR WAKTU TOWAF IFADOH
Ulama sepakat bahwa towaf Ifadoh tidak ada batas
akhirnya selama hidup dikandung badan, yang
berbeda dalam hal kewajiban membayar Dam,
sebagaimana Ibnu Qudamah dalam al-Mugni, 3 : 466.
‫والصحيح أن آخر وقته غير محدود فإنه متى أتى به صح بغير خالف‬
(‫وإنما الخالف في وجوب الدم )المغنى البن قدامة‬
‫‪Nawawi dalam Al-Majmu’ 8 : 224 mengatakan :‬‬
‫• أن طواف االفاضة ال آخر لوقته بل يبقى ما دام حيا وال يلزمه بتأخيره دم قال‬
‫ابن المنذر وال أعلم خالفا بينهم في أن من أخره وفعله في أيام التشريق أجزأه‬
‫وال دم فان أخره عن أيام التشريق فقد قال جمهور العلماء كمذهبنا الدم‬
‫• ممن قاله عطاء وعمرو بن دينار وابن عيينة وأبو ثور وأبو يوسف ومحمد وابن‬
‫المنذر وهو رواية عن مالك‬
‫• وقال أبو حنيفة إن رجع إلى وطنه قبل الطواف لزمه العود للطواف فيطوف‬
‫وعليه دم للتأخير وهو الرواية المشهورة عن مالك )المجموع شرح المهذب(‬
THAWAF WADA ’
• Jumhur ulama manyatakan bahwa thawaf wada’
merupakan salah satu dari kewajiban haji bagi orang
yang akan meninggalkan Mekkah. Apabila ia tidak
melaksanakan thawaf wada’ maka wajib membayar dam.
‫• كان الناس ينصرفون من كل وجوه فقال رسول اهلل ال ينفرن أحد حتى‬
)‫يكون أخر عهده بالبيت اال الحائض (مسلم‬
‫• أمر الناس أن يكون أخر عهدهم بالبيت اال أنه خفف عن الحائض (متفق‬
)‫عليه‬
• Apabila ada jemaah haji yang meninggalkan
Mekkah dan tidak melakukan thawaf wada’
baik ia sengaja, lupa atau karena tidak
tahu/bodoh, maka ia dituntut untuk kembali
lagi ke Mekkah guna melaksanakan thawaf,
jika jaraknya kurang dari masafatul qashri (90
Km). Tetapi apabila telah lebih dari itu, maka
dia wajib membayar dam
• Malikiyah, Daud dan Ibn al-Mundzir
mengatakan bahwa thawaf wada’ hukumnya
sunnah bagi orang yang akan meniggalkan
Mekkah baik ia orang asing maupun
penduduk Mekkah.
• Karena sekiranya wajib, tentu ia tidak akan
gugur bagi wanita yang lagi nifas dan
mens/haid. Namun kenyataannya mereka
dibebaskan dari thawaf wada’ tersebut.
PERSYARATAN THAWAF WADA’
1. Syarat Wajib :
a. Bagi penduduk asing
b. Suci dari haid dan nifas
2. Syarat Sah
c. Niyat
d. Dilakukan setelah thawaf ifadhah
MENINGGALKAN MEKAH SEBELUM TOWAF WADA’

Hanafiyah ; bagi orang yang meninggalkan Mekah


sebelum towaf wada’, baginya diwajibkan untuk
Kembali dan melakukan towaf wada’ selama masihn
melewati miqot . Jika telah melewati miqot, tidak
diharuskan untuk kembali tapi harus membayar dam.
Jika dia Kembali maka diharuskan untuk
melaksanakan umroh, setelah selesai umroh diteruskan
dengan towaf wada’ (Badai’ as Shana’i : II :143)
HANABILAH ;
Jika seseorang meninggalkan Mekah sebelum
melaksanakan towaf wada’ maka dia disuruh
untuk Kembali dan melaksanakan towaf wada’
selama masih dekat dengan kota Mekah. Tetapi
apabila sudah jauh dari Mekah maka dia harus
bayar dam
 Syafi’iyah ; bagi orang yang meninggalkan
Mekah sebelum towaf wada’, dia berdosa dan
diwajibkan untuk Kembali ke Mekah dan
melakukan towaf wada’ selama masihn ada
dalam radius masafatal-qoshr. Jika telah
melewati masafatal-qoshr, tidak diharuskan
untuk kembali tapi dia harus membayar dam.
(Al-Majmu’ : 8 : 255)
SALAT SETELAH THOWAF
 Syafi’iyah dan Malikiyah sunah, karena
salat tersebut merupakan tambahan
(zaidah) dari salat lima waktu, sama
halnya dengan salat-2 sunah lainnya.
 Hanafiyah dan Malikiyah wajib,
berdasarkan firman Allah :
)‫(واالمر يقتضى الوجوب‬ ‫واتخذوا من مقام ايراهيم مصلى‬
SA’I
 Berjalan antara Shafa dan Marwah,
dimulai dari bukit Shafa dan di akhiri di
bukit Marwah sebanyak 7 kali.
 Perjalanan dari Shafa ke Marwah
dihitung satu putaran.
)‫ كتب عليكم السعي فاسعوا (رواه أحمد عن صفية بنت شيبة‬
‫ اسعوا فان اهلل كتب عليكم السعي‬
PERSYARATAN SA’I
1. sa’i harus didahului dengan thawaf yang sahih
2. Tartib, yaitu dimulai dari Shafa dan di akhir
di Marwah
3. Dilakukan 7 putaran
4. Harus sampai di bukit Safa dan bukit Marwah
5. Estapet tiap putaran, kecuali terhalang oleh
salat jama’ah fardlu.
KEDUDUKAN SAI DLM HAJI DAN UMROH
 Malik, Syafe’i, Ahmad dlm satu Riwayat, Ishak, Abu
Tsaur, Daud dan Aisyah, Sai adalah RUKUN HAJI
yang tidak boleh ditinggalkan.
 Abu Hanifah, Hasan Al-Basri, Atho bin Abi Robah,
Ibnul Mundzir, Sai adalah WAJIB HAJI,
konsekwensinya bisa dibayar dengan dam.
 Ibnu Abas, Anas, Ibnu Zuber, Ibnu Sirin dan satu
Riwayat dari Ahmad, Sai hanya SUNAH
MENDAHUKUKAN SAI DARI TOWAF
 Jumhur ulama; Sai harus dilakukan setelah
Towaf, jika dilakukan sebelum towaf, maka
sainya dianggap tidak sah.
 Ahmad Ibn Hanbal dalam salah satu riwayatnya
mengatakan bahwa apabila mendahulukan sai
dari towaf dan dilakukan karena lupa, maka
sainya dianggap sah.
WUKUF DI ARAFAH
• Wukuf merupakan salah satu rukun haji.
Tidak sah hajinya jika tidak melaksanakan
wukuf.
• Wukuf dilakukan di padang Arafah, karena
Arafah semuanya tempat wukuf
• Waktu pelaksanaan wukuf yaitu sejak
tergelincirnya matahari pada tanggl 9 Dzul
Hijjah sampai dengan terbit fajar hari nahar
(tanggal 10 Dzul Hijjah)
WAKTU PELAKSANAAN WUKUF
 Jumhur Ulama (Abu Hanifah, Malik, Syaf’i dan Ibnu
Taimiyah) pelaksanaan wukuf dimulai sejak tergelincir
matahari tanggal 9 Dzulhijjah sd. Terbit fajar hari
nahar
 Ahmad Ibn Hambal; wukuf dilaksanakan sejak terbit
fajar hari arafah sampai terbit fajar hari nahar
 Malik; waktu wukuf dimulai sejak terbenam matahari
tgl 10 Dzulhijah sampai dengan terbit fajar hari nahar.
MABIT DI MUZDALIFAH
• Wukuf/mabit di Muzdalifah,
hukumnya wajib.
• Jama’ah yang tidak
melakukannya wajib membayar
dam. Sedangkan hajinya tetap
sah.
MASA/WAKTU MABIT DI MUZDALIFAH
•Hanafiyah ; masa/waktu mabit di Muzdalifah
yaitu antara terbit fajar hari nahar (tanggal 10
Dzul hijjah) sampai dengan terbitnya mata hari
•Jumhur ulama ; masa/waktu mabit di Muzdalifah
yaitu malam tanggl 10 Dzul hijjah meski mereka
berbeda waktunya.
•Syafi’iyah, Hanabilah ; setelah tengah malam
•Malikiyah ; seluruh malam tanggal 10.
LAMANYA MABIT
• Hanafiyah dan Syafi’iyah ; lamanya mabit
di Muzdalifah asal berhenti di Muzdalifah,
meskipun hanya sebentar, dan diam di atas
kendaraan.
• Malikiyah; se ukuran salat isya dan
menyantap makan malam.
• Hanabilah ; sejak tengah malam sampai
dengan terbit fajar hari nahar.
• Jumhur ulama; bagi orang yang
meninggalkan mabit di Muzdalifah baik
disengaja atau tidak, atau ada suatu udzur,
maka dia wajib membayar dam.
• Hanafiyah; bagi jama’ah haji yang tidak
mabit di Muzdalifah karena udzur, dia
tidak diwajbkan untuk membayar dam,
dan hajinya tetap dianggap sah.
MELONTAR JUMRAH
• Jimar merupakan bentuk jamak dari kata jamrah,
menurut bahasa artinya adalah melontar dengan
batu kecil (al-qadzfu bil ahjar ash shigar)
• Menurut syara’ yaitu melempar dengan batu kecil
pada masa tertentu, tempat tertentu dan, jumlah
tertentu.
• Melontar jumrah merupakan simbolis bagi setan
yang akan menggoda manusia.
HUKUM MELONTAR JUMRAH
• Jumhur Ulama; melontar jumroh aqobah (tanggal
10 dzul hijjah) dan tiga jumrah pada hari tasyriq
merupakan wajib haji.
• Bagi orang yang meninggalkannya, wajib
membayar dam.
• Bagi orang yang tidak mampu untuk melontar,
karena usia, sakit, dlsb. Boleh diwakilkan kepada
orang lain.
• seorang boleh mewakili untuk beberapa orang.
WAKTU MELONTAR
Hanafiyah; setelah terbit fajar hari nahar sampai dengan
terbenam matahari pada hari itu. Jika lewat waktu itu
dianggap makruh tapi tidak harus membayar dam.
Malikiyah; sejak terbit fajar hari nahar sampai dengan
terbenam mata hari. Jika lewat waktu itu wajib bayar dam.
Syafi’iyah dan Hanabilah ; dimulai tengah malam nahar
sampai akhir hari tasyrik, jika melewati hari tasyrik wajib
bayar dam.
MABIT DI MINA
• Mabit di Mina pada hari-hari tasyriq, ulama
berbeda pendapat
• Hanafiyah ; mabit di Mina hukumnya sunah,
orang yang meninggalkannya dianggap
kurang baik, namun dia tidak diwajibkan
apa-apa. Karena nabi pernah memberikan
keringanan kepada saidina Abbas untuk
menginap di Mekah pada hari-hari tasyriq.
• Jumhur ulama; mabit di Mina merupakan suatu
keharusan (wajib). Bagi orang yang meninggalkannya
diwajibkan untuk membayar dam.
• Malikiyah; membolehkan bagi orang yang memiliki
kesibukan untuk tidak mabit/ menginap di Mina pada
malam sebelas dan dua belas, tetapi ia harus datang
pada malam ketiga belas dan mengqada/membayar
melontar untuk hari-hari yang ditinggalkannya.
Tetapi dia harus melontar dulu jumrah aqabah pada
tanggal 10
LANJUTAN :

Kesimpulan pendapat ulama :


Hanafiyah : sunah bila ditinggalkan tidak menjadi halangan
Malikiyah : bila meninggalkan satu malam, dua malam atau
tiga malam wajib dam.
Syafi’iyah dan Hanabilah : jika meninggalkan 3 malam
wajib membayar dam, namun jika satu atau dua malam,
maka setiap malam wajib memberi makan satu mud.
BERCUKUR/MENGGUNTING RAMBUT
• Halaq/taqshir ; adalah menghilangkan/
mencukur rambut atau memotongnya.
• Jumhur ulama ; berpendapat bahwa
mencukur atau menggunting rambut
merupakan amalan haji yang wajib
• Syafi’iyah ; menyatakan bahwa mencukur
atau menggunting rambut merupakan salah
satu rukun haji
JAMA’AH HAJI GUNDUL
• Bagi jama’ah yang botak/gundul (ashla’), baginya
diwajibkan untuk meletakan gunting atau pisau
cukur di atas kepalanya lalu digerakan ke belakang.
• Sunah dan lebih utama dilakukan gerakan tersebut
berulang-ulang.
‫لقول ابن عمر من جاء يوم النحر ولم يكن على رأسه‬ •
‫شعر أجرى الموسى على رأسه‬
KADAR MENCUKUR/MENGGUNTING
 Lebih afdal dalam mencukur/ menggunting rambut
adalah menghilangkan seluruh rambut (cukur
gundul).
 Namun batas minimal dari mencukur tersebut ulama
berbeda pendapat :
a. Hanafiyah; lebih besar dari seukuran ujung jari
b. Malikiyah dan Hanabilah ; seukuran ujung jari.
c. Syafi’iyah; minimal tiga helai rambut.
WAKTU MENCUKUR
• Abu Hanifah berpendapat bahwa waktu mencukur
yaitu pada hari nahar dan harus di tanah haram.Jika
mencukur lewat dari hari itu atau dilakukan di luar
tanah haram,maka wajib membayar dam.
• Malikiyah berpendapat, jika mencukur itu tidak
dilakukan sampai keluar dari tanah haram, maka wajib
membayar dam. Tetapi bila masih di tanah haram
meskipun sudah lewat dari hari tasyriq, maka tidak
menjadi apa-apa.
• Syafi’iyah dan Hanabilan
menyatakan ; bahwa mencukur
dilakukan setelah melontar jumrah
aqabah hari nahar.
• Apabila terlambat sampai habis hari
tasyriq, maka tidak menjadi apa-apa
dan tidak wajib membayar dam.
TAHALUL
• Tahalul ada du macam :
• 1. Tahalul Awal
• 2. Tahalul Tsani/Akbar.
• Tahalul awal dilakukan setelah mengerjakan dua dari
tiga kewajiban, yaitu : melontar jumrah aqabah,
bercukur dan, thawaf ifadhah.
• Apabila telah tahalul, maka menurut jumhur ulama,
segala sesuatu menjadi halal, keculi berhubungan
dengan istri.
‫‪• Sabda Rasulullah saw. :‬‬

‫• اذا رميتم وحلقتم فقد حل لكم الطيب والثياب وكل شيء اال‬
‫النساء (رواه النسائي وابن ماجه)‬
‫‪• Menurut Malikiyah di samping istri juga dilarang untuk‬‬
‫‪memakai wangi-wangian. Sabda Rasulullah saw. :‬‬

‫• اذا رميتم الجمرة وذبحتم وحلقتم فقد حل لكم كل شيء اال‬


‫الطيب والنساء (رواه الحاكم)‬
 Tahalul Tsani/Akbar; dilakukan
apabila telah merampungkan tiga
kegiatan di bawah ini, yaitu :
1. melontar jumrah
2. mencukur rambut, dan
3. thawaf ifadhah.
DAM
• Menurut bahasa dam artinya darah
• Menurut istilah; mengalirkan darah
(menyembelih hewan ternak, yaitu kambing, unta
atau sapi) dalam rangka memenuhi ketentuan
manasik haji.
• Dam terbagi dua :
• 1. Dam Nusuk
• 2. Dam Isa’ah
•Dam Nusuk (sesuai ketentuan manasik) ;
yaitu dam yang dikenakan bagi orang yang
mengerjakan haji tamatu’ atau qiran. Dam
bukan karena melakukan suatu kesalahan.
•Dam Isa’ah; yaitu dam yang dikenakan bagi
orang yang melanggar aturan atau
melakuan kesalahan, seperti :
•1. Melanggar aturan haji atau umrah
• 2. …………..
2. Meninggalkan salah satu wajib haji
atau umrah yang terdiri atas
a. Tidak berihram/niat dari miqat
b. Tidak mabit di Muzdalifah
c. Tidak mabit di Mina
d. Tidak melontar jumrah
e. Tidak tawaf wada’
PENYEMBELIHAN HEWAN DAM
• Hewan dam dapat disembelih setelah
terlaksananya penyebab dari dam itu sendiri
sehingga bagi haji tamatu’ dam-nya boleh
disembelih sejak selesai melaksanakan umrah.
• Dam dilakukan dengan cara menyembelih
hewan dam atau diganti dengan puasa selama 10
hari, 3 hari pada saat melaksanakan haji dan 7
hari setelah berada di tanah air.
• Bila seseorang dengan sengaja melanggar
ihram seperti mencukur rambut, memotong
kuku, memakai wangi-wangian memakai
pakaian biasa bagi laki-laki, menutup muka,
memakai sarung tangan, dam-nya boleh
memilih antara membayar fidyah, bersedekah
kepada 6 orang miskin masing-masing 1,5 kg
beras (makanan pokok) atau puasa selama 3
hari.
• Bila melanggar larangan berupa membunuh
hewan buruan dan tidak sanggup membayar
dam, maka wajib membayar dengan
makanan pokok seharga hewan tersebut.
Bila benar-benar tidak mampu harus diganti
dengan puasa dengan perbandingan setiap
hari 1 mud makanan atau setara dengan ¾
kg beras.
• Bila melanggar larangan berupa bersetubuh dengan
suam/istri sebelum tahalul awal dan setelah wuquf di
Arafah, maka dia harus bayar kifarat seekor unta, dan
hajinya tidak sah.
• jika tidak sanggup maka diganti dengan seekor sapi,
jika tidak sanggup maka dia harus menyembelih 7 ekor
kambing. Apabila tidak mampu, maka dia harus
memberi makan seharga unta tersebut kepada fuqara di
tanah haram. Jika tidak mampu dia harus berpuasa
dengan hitungan 1 hari untuk satu mud dari harga unta
• Apabila melakukan pelanggaran bergaul
dengan istri/suami setelah tahalul awal,
maka hajinya dianggap sah tetapi dia
wajib membayar kafarat berupa satu ekor
unta. (pendapat jumhur)
• Menurut Abu Hanifah dalam kasus
seperti di atas dam-nya hanyalah se ekor
kambing.
‫جدول بأهم أحكام أعمال الحج‬
‫في المذاهب‬
‫رقم‬ ‫‪.‬العمل‬ ‫‪.‬الحنفية‬ ‫‪.‬المالكية‬ ‫‪.‬الشافعية‬ ‫‪.‬الحنابلة‬
‫‪1‬‬ ‫حكم الحج‬ ‫فرض فوراً على‬ ‫فرض فوراً‬ ‫فرض على التراخي‬ ‫فرض فوراً‬
‫المستطيع‬

‫‪2‬‬ ‫حكم العمرة‬ ‫سنة مؤكدة‬ ‫سنة مؤكدة على المشهور‬ ‫فرض على التراخي‬ ‫فرض فوراً‬

‫‪3‬‬ ‫اإلحرام بالحج(نيته)‬ ‫شرط‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬


‫‪4‬‬ ‫اإلحرام بالعمرة(بيتها)‬ ‫شرط‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬

‫‪5‬‬ ‫اإلحرام من الميقات‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬

‫‪6‬‬ ‫اقتران اإلحرام بالتلبية‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬


‫رقم‬ ‫‪.‬العمل‬ ‫‪.‬الحنفية‬ ‫‪.‬المالكية‬ ‫‪.‬الشافعية‬ ‫‪.‬الحنابلة‬

‫‪7‬‬ ‫الغسل لإلحرام‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬

‫‪8‬‬ ‫التطيب لإلحرام‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬

‫‪9‬‬ ‫التلبية‬ ‫واجبة‬ ‫واجبة‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬

‫‪10‬‬ ‫طواف القدوم للمفرد‬ ‫سنة‬ ‫واجب على األصح‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬
‫والقارن‬

‫‪11‬‬ ‫نية الطواف‬ ‫شرط‬ ‫واجب‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬

‫‪12‬‬ ‫بدء الطواف من الحجر‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬


‫األسود‬
‫رقم‬ ‫‪.‬العمل‬ ‫‪.‬الحنفية‬ ‫‪.‬المـالكية‬ ‫‪.‬الشافعية‬ ‫‪.‬الحنابلة‬

‫‪13‬‬ ‫جعل البيت عن يسار‬ ‫واجب‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬


‫الطائف‬
‫‪14‬‬ ‫المشي في الطواف للقادر‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫سنة‬ ‫شرط‬
‫عليه‪.‬‬
‫‪15‬‬ ‫الطهارة من الحدثين في‬ ‫واجب‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬
‫الطواف‬

‫‪16‬‬ ‫طهارة البدن والثوب‬ ‫سنة‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬


‫والمكان‬
‫‪17‬‬ ‫كون الطواف من وراء‬ ‫واجب‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬
‫الحطيم أو الحجر‬

‫‪18‬‬ ‫كون الطواف في المسجد‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬


‫رقم‬ ‫‪.‬العمل‬ ‫‪.‬الحنفية‬ ‫‪.‬المالكية‬ ‫‪.‬الشافعية‬ ‫‪.‬الحنابلة‬

‫‪19‬‬ ‫كون الطواف سبعة أشواط‬ ‫واجب‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬

‫‪20‬‬ ‫المواالة بين أشواط الطواف‬ ‫سنة‬ ‫‪.‬واجب‬ ‫سنة‬ ‫واجب‬

‫‪21‬‬ ‫ستر العورة في الطواف‬ ‫واجب‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬

‫‪22‬‬ ‫ركعتا الطواف‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬

‫‪23‬‬ ‫طواف العمرة‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬

‫‪24‬‬ ‫السعي بين الصفا والمروة‬ ‫واجب‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬


‫رقم‬ ‫‪.‬العمل‬ ‫‪.‬الحنفية‬ ‫‪.‬المـالكية‬ ‫‪.‬الشافعية‬ ‫‪.‬الحنابلة‬

‫‪25‬‬ ‫وقوع السعي بعد الطواف‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬

‫‪26‬‬ ‫نية السعي‬ ‫واجب‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬


‫‪27‬‬ ‫بدء السعي بالصفا وحتمه‬ ‫واجب‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬
‫بالمروة‬

‫‪28‬‬ ‫المشي في السعي للقادر‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫سنة‬ ‫شرط‬

‫‪29‬‬ ‫كون السعي سبعة أشواط‬ ‫واجب‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬ ‫شرط‬

‫‪30‬‬ ‫المواالة بين أشواط السعي‬ ‫سنة‬ ‫شرط‬ ‫سنة‬ ‫شرط‬


‫رقم‬ ‫‪.‬العمل‬ ‫‪.‬الحنفية‬ ‫‪.‬المالكية‬ ‫‪.‬الشافعية‬ ‫‪.‬الحنابلة‬

‫‪31‬‬ ‫الحلق أو التقصير في العمرة‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫ركن على المشهور‬ ‫واجب‬

‫‪32‬‬ ‫المبيت بمنى ليلة عرفة‪.‬‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬ ‫‪.‬سنة‬

‫‪33‬‬ ‫الوقوف بعرفة‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬


‫‪34‬‬ ‫وقت الوقوف بعرفة‬ ‫من بعد الزوال من يوم عرفة إلى طلوع فجر يوم النحر باالتفاق(‪)1‬‬
‫‪35‬‬ ‫امتداد الوقوف لما بعد‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫سنة‬ ‫واجب‬
‫الغروب إن وقف نهاراً‬

‫‪36‬‬ ‫الدفع من عرفة مع اإلمام أو‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫سنة‬ ‫واجب‬


‫نائبه‬
‫رقم‬ ‫‪.‬العمل‬ ‫‪.‬الحنفية‬ ‫‪.‬المالكية‬ ‫‪.‬الشافعية‬ ‫‪.‬الحنابلة‬
‫‪37‬‬ ‫الجمع بمزدلفة بين المغرب‬ ‫واجب‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬
‫والعشاء تقديماً‬
‫‪38‬‬ ‫الوقوف بمزدلفة‬ ‫واجب ولو لحظة‬ ‫واجب ويكفي‬ ‫واجب ويكفي‬ ‫المبيت واجب‬

‫بعد الفجر‬ ‫مقدار حط الرحال وجمع الصالتين‬ ‫لحظة في النصف الثاني‬ ‫لما بعد منتصف الليل‬
‫وتناول شيء‬ ‫من الليل‬
‫من الطعام والشراب‪،‬والمبيت مندوب‬

‫‪39‬‬ ‫الوقوف بمزدلفة عندالمشعر‬ ‫مستحب‬ ‫مندوب والمعتمد أنه سنة‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬
‫الحرام من الفجر إلى الشروق‬

‫‪40‬‬ ‫رمي جمرة العقبة يوم النحر‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬

‫‪41‬‬ ‫الحلق أو التقصير في الحج‬ ‫واجب‬ ‫ركن على المعتمد‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬

‫‪42‬‬ ‫الترتيب بين الرمي والذبح‬ ‫واجب‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬ ‫سنة‬


‫والحلق‬
‫رقم‬ ‫‪.‬العمل‬ ‫‪.‬احلنفية‬ ‫‪.‬املالكية‬ ‫‪.‬الشافعية‬ ‫‪.‬احلنابلة‬

‫‪43‬‬ ‫أكثره ركن(ثالثة وأكثر طواف اإلفاضة‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬ ‫ركن‬


‫الرابع)‬

‫‪44‬‬ ‫كون طواف اإلفاضةفي أيام‬ ‫واجب‬ ‫واجب في ذي الحجة‬ ‫سنة‬ ‫سنة يوم العيد‬
‫النحر‬

‫‪45‬‬ ‫تأخير طواف اإلفاضة عن‬ ‫سنة‬ ‫واجب‬ ‫سنة‬ ‫واجب‬


‫رمي العقبة‬

‫‪46‬‬ ‫رمي الجمار الثالث في أيام‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬


‫التشريق‬
‫‪47‬‬ ‫عد تأخير الرمي إلى الليل‪.‬‬ ‫سنة‬ ‫واجب‬ ‫سنة‬ ‫واجب على غير سقاة‬
‫ورعاة فيرمون ليالً ونهاراً‬

‫‪48‬‬ ‫المبيت بمنى ليالي التشريق‬ ‫سنة‬ ‫َّ‬


‫والسقاء‬ ‫واجب لغير الرعاء وأهل واجب إال لراعي اإلبل‬ ‫واجب‬
‫السقاية‬
‫رقم‬ ‫‪.‬العمل‬ ‫‪.‬الحنفية‬ ‫‪.‬المالكية‬ ‫‪.‬الشافعية‬ ‫‪.‬الحنابلة‬

‫‪49‬‬ ‫طواف الوداع‬ ‫واجب‬ ‫مندوب‬ ‫واجب على المعتمد‬ ‫واجب‬

‫‪50‬‬ ‫أداء العمرة في أيام التشريق‬ ‫مكروه تحريماً‬ ‫ال يصح ويكره بعد رمي اليوم الرابع‬ ‫يصح بغير كراهة بعد‬ ‫يصح بغير كراهة‬
‫إلى الغروب‬ ‫إنهاء أعمال الحج‬

‫‪51‬‬ ‫ترتيب الجمار(األولى‬ ‫سنة‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬ ‫واجب‬


‫فالوسطى فالعقبة)‬

‫(‪ )1‬اتفقوا على آخر وقت الوقوف‪ ،‬واختلفوا في بدئه‪ ،‬فقال الحنابلة‪ :‬يبدء‬
‫الوقوف من طلوع فجر يوم عرفة ( المغني‪.)415/3 :‬‬
‫وهبة الزحيلى‪ ,‬الفقه االسالمى وادلته ‪120-118 : 3 :‬‬
‫ت َو َما تَ ْوفِ ْيقِ ْٓي اِاَّل‬ ‫ۗ‬
‫صاَل َح َما ا ْستَطَ ْع ُ‬ ‫ا ِْن اُ ِر ْي ُد اِاَّل ااْل ِ ْ‬
‫ب‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫هّٰلل‬
‫بِا ِ ۗ َعلَ ْي ِه تَ َو َّكل ُ‬
‫ت َواِلَ ْي ِه انِ ْي ُ‬
‫والسالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

You might also like