You are on page 1of 10

Post-Dural Puncture Headache

(PDPH)

Muhammad Faizal
 Post Dural Puncture Headache (PDPH)
adalah komplikasi iatrogenik dari anestesi spinal berupa nyeri
kepala yang biasanya ditandai dengan nyeri pada daerah frontal dan
occipital yang diperberat oleh posisi berdiri dan membaik pada
posisi berbaring.
 Tanda dan gejala PDPH muncul akibat keluarnya liquor
cerebrospinal (LCS) melalui celah yang terbentuk pada saat
penusukan jarum spinal yang mengakibatkan traksi pada
komponen-komponen intracranial dan refleks vasodilatasi cerebral.
 Pasien yang mengalami PDPH juga dapat mengalami mual,
muntah, gangguan penglihatan, tinnitus atau ketulian.
 Umumnya nyeri kepala muncul dalam dua hari pertama setelah
anestesi spinal dan sembuh secara spontan dalam beberapa hari.
Patofisiologi punksi dura

Duramater dan responnya terhadap trauma


 Robekan pada duramater akan menyebabkan kebocoran LCS.
 Robekan sekecil apapun pada duramater harus ditutup baik secara
langsung maupun menggunakan bahan sintetik untuk menghindari
kebocoran LCS yang terus menerus dan kemungkinan terjadinya
infeksi.

Konsekuensi punksi dura


 Punksi dura memiliki kemungkinan untuk menyebabkan
terjadinya kebocoran LCS yang berlebihan.
 Kehilangan LCS dalam jumlah banyak dapat menyebabkan
hipotensi intra cranial dan menurunnya volume dari LCS
 Pada saat terjadi kebocoran LCS, tekanan LCS orang dewasa di
daerah lumbar akan mengalami peningkatan menjadi 40 cmH2O.
 Kecepatan kehilangan LCS melalui robekan pada duramater
berkisar antara 0,084 - 4,5 ml/menit, yang secara umum lebih
besar dari kecepatan produksi LCS yaitu sekitar 0,35 ml/menit.
 Kebocoran LCS melalui robekan pada duramater ini akan
menyebabkan penurunan volume dan tekanan LCS, gaya gravitasi
saat posisi tegak, menyebabkan perubahan posisi otak sedikit
kearah bawah dan mengakibatkan traksi pada struktur sentitif
nyeri di sekitar otak.
 Penurunan tekanan LCS ini juga dapat menyebabkan traksi pada
nervus cervical 1-3 (C1-3), trigeminal (V), glossopharyngeus (IX)
dan vagus (X). Traksi pada nervus C1-3 akan menyebabkan nyeri
leher, traksi pada nervus V akan menyebabkan nyeri pada daerah
frontal dan traksi pada nervus X akan menyebabkan nyeri pada
daerah oksipital.
Karakteristik PDPH

Onset
 Sekitar 90% nyeri kepala muncul dalam 3 hari setelah prosedur
punksi dura. Penelitian lain mengatakan 66% muncul dalam 48
jam pertama.

Tanda-tanda klinis
 Gejala klinis yang dominan dari PDPH adalah nyeri pada daerah
frontal dan occipital, terkadang juga menjalar ke leher dan bahu.
Nyeri kepala sering kali eksaserbasi setelah gerakan kepala atau
pada posisi tegak dan membaik setelah berbaring
Jarum spinal
 Penamaan jarum spinal disesuaikan dengan bentuk bevel
 Whitacre dan Sprotte memiliki bentuk pencil-point dengan lubang
jarum berada di sisi badan jarum.
 Quincke dan Greene memiliki bevel berbentuk ujung pemotong
(cutiing edge)
 Jarum spinal tipe pencil-point membutuhkan usaha yang lebih
besar pada penusukan dibandingkan dengan tipe jarum yang lain
namun mampu memberikan rasa (taktil) yang lebih baik dalam
membedakan berbagai lapisan pada saat penusukan.
 Penggunaan jarum spinal dengan diameter lebih besar akan
menimbulkan perforasi yang lebih besar sehingga kebocoran LCS
menjadi lebih banyak. Penggunaan jarum spinal dengan diameter
lebih kecil dapat mengurangi kebocoran LCS yang terjadi akan
tetapi sensasi menembus tiap lapisan saat melakukan penusukan
cukup sulit untuk dirasakan.
Penatalaksanaan PDPH
 Postdural Puncture Headache umumnya dapat membaik secara
spontan dalam beberapa hari. Pengobatan awal diindikasi apabila
gejala menetap (persisten).
 Pemilihan penatalaksanaan dimulai dari tindakan yang tidak
invasive sampai tindakan invasif.
 Umumnya PDPH dapat membaik secara spontan dalam 24 jam
dengan penatalaksanaan konservatif

Penatalaksanaan konservatif
 Klinisi dapat memberikan dukungan emosional kepada pasien
untuk sembuh.
 Tirah baring sangat dianjurkan setelah punksi dura oleh beberapa
klinisi. Selain itu cara untuk mengurangi nyeri kepala
pada PDPH adalah dengan posisi supine, lateral atau prone.
Farmakoterapi
 Obat-obatan analgesik dapat diberikan seperti acetaminophen dan
antiinflamasi non-steroid.
 Pemberian kafein sodium benzoat secara intravena pada pasien
75-80% efektif sebagai terapi awal untuk PDPH.
 Methylxanthine dapat memblok reseptor adenosin sehingga
muncul efek vasokonstriksi.
 Cosynotropine yang merupakan hormon adrenokortikotropik
sintetik. Kerja obat ini adalah dengan meningkatkan volume
LCS dengan menstimulasi kelenjar adrenal dan meningkatkan
sekresi endorfin-ß. Perlu kehatihatian pemakaian obat ini pada
pasien diabetes mellitus.
 Serotonin agonis seperti sumatriptan juga efektif digunakan dalam
pengobatan PDPH. Efek samping obat ini adalah nyeri pada
wilayah tempat penusukan obat dan sesak pada daerah dada.
Penggunaan sumatriptan sangat berhati-hati pada penderita
ischemic heart disease.
KESIMPULAN
1. Postdural Puncture Headache (PDPH) merupakan komplikasi
iatrogenik yang diakibatkan oleh punksi dura atau anestesi spinal
2.Insidensi PDPH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
umur, jenis kelamin, kehamilan, ukuran jarum, tipe jarum, orientasi
bevel terhadap serat duramater, banyak penusukan dan pengalaman
klinik operator.
3. PDPH ditandai dengan nyeri kepala pasca spinal yang bertambah
hebat ketika dalam posisi tegak, dan membaik dalam posisi
berbaring, biasanya muncul di daerah frontal dan occipital.
4. Penatalaksanaan PDPH dapat dilakukan secara konservatif
maupun farmakologis.

You might also like