You are on page 1of 11

Perbedaan

Asuransi Syariah dan


Konvensional

Kelompok 3 :
Dinda Tanti Sari (20211700229012)
Eni Susilowati (20211700229015)
Saidatul Hikmiyah (20211700229032)
Sumber hukum

Asuransi syariah adalah pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syariah,
tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator.

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
pedoman umum asuransi syariah, asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-
menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.
Sumber hukum

Asuransi konvesional diambil dari bahasa Belanda yaitu assurantie. Dalam hukum belanda disebut
dengan verzekering, yang berarti pertanggungan. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Pasal 1,
yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupya seseorang yang
dipertanggungkan.
Sumber hukum
Dasar hukum Asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum dalam praktik Asuransi
syariah. yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran islam, yaitu Al-Quran dan Hadis Rasul,
serta pendapat para ulama atau fukaha.

1. Ayat al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 2 : 2. Hadis :

ۚ ‫َو َتَع اَو ُنو۟ا َع َلى ٱْلِبِّر َو ٱلَّتْقَو ٰى ۖ َو اَل َتَع اَو ُنو۟ا َع َلى ٱِإْل ْثِم َو ٱْلُع ْد َٰو ِن‬
‫َو ٱَّتُقو۟ا ٱَهَّللۖ ِإَّن ٱَهَّلل َش ِد يُد ٱْلِع َقاِب‬
Artinya “: Dan tolong-menolonglah kamu dalam
Artinya: Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, dia berkata Berselisih dua orang wanita
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong- dan suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meningga ltersebut mengadukan
berat siksa-Nya.” tersebut kepada Rasulullah SAW., maka Rasulullah SAW. Memutuskan ganti rugi
dan pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-lak
atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut uang darah
(diyat) yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki), (HR.
Bukhari).
DPS dan Fatwa DSN-MUI

Peran Dewan Syariah Nasional (DSN), pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dibentuk Dewan
Pengawas Syariah (DPS) sebagai perwakilan DSN pada lembaga keuangan yang bersangkutan. DPS
adalah suatu badan yang diberi wewenang untuk melakukan supervisi atau pengawasan dan melihat
secara dekat aktivitas lembaga keuangan syariah agar lembaga tersebut senantiasa mengikuti aturan dan
prinsip-prinsip syariah.
fungsi utamanya adalah :
1. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah, dan pimpinan
kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.
2. Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul
dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan
kajian dan fatwa dari DSN.
DPS dan Fatwa DSN-MUI

Peran pokok DPS pada setiap lembaga keuangan syariah adalah:

1. Memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan
pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syariah mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan aspek syariah.
2. Melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun pasif, terutama dalam pelaksanaan
fatwa DSN serta memberikan pengarahan/pengawasan atas produk/jasa dan kegiatan
usaha agar sesuai prinsip syariah.
3. Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam
mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga
keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
Pengelolaan Dana Dan Kepemilikan Dana
Berdasarkan fatwaa DSN-MUI tentang pedoman umum asuransi syariah. Pasal kesepuluh tentang pengelolaan
dana:

1. Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai
pemegang amanah.
2. Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar
akad tijarah (mudharabah).
3. Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).

Perihal kepemilikan dana, pada asuransi syariah dana yang telah terkumpul dari dana tabarru’ maupun dana
investasi yang dilakukan oleh nasabah diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah sesuai dengan akad.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelola. Sedangkan pada asuransi konvensional, dana
premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan memiliki otoritas penuh untuk mengelola dana tersebut.
Keuntungan Profit

Asuransi syariah menggunakan dua akad, yaitu akad tabarru’ dengan tujuan kebajikan (tolong-
menolong) bukan untuk komersial dan akad tijarah yang merupakan bentuk akad dengan tujuan
komersial. Melalui akad tabarru’, asuransi syariah tidak berorientasi untuk mencari profit. Sedangkan
dalam akad tijarah, asuransi syariah memperoleh bagi hasil (mudharabah) dari investasi yang
dilakukan oleh perusahaan sesuai prinsip syariah yang menghindari riba dan investasi yang
diharamkan.

Sedangkan, asuransi konvensional menggunakan akad jual-beli dimana dalam transaksi tersebut
diharuskan membayar premi oleh peserta asuransi.
Unsur Premi

Unsur premi pada asuransi konvensional menggunakan tabel mortality, bunga dan biaya-biaya asuransi.
Sedangkan asuransi syariah menggunakan iuran atau kontribusi dari unsur tabarru’dan tabungan. Tabarru’
dihitung dari tabel mortality tanpa hitungan bunga.

Dalam asuransi konvensional premi bersifat tadabuli atas akad jual-beli resiko yang dilakukan oleh
nasabah dan perusahaan asuransi. Sedangkan dalam Asuransi syariah tidak mengenal istilah premi karena
asuransi syariah berprinsip akad takafuli (tolong-menolong).
Perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvesional
Aspek Konvensional Syariah
Konsep Transfer of risk, perjanjian antara dua pihak atau lebih, Sharing of risk, usaha saling tolong menolong (ta’awun) dan saling melindungi (takafuli)
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri diantara para peserta melalui pembentukan kumpulan dana tabbaru’ yang dikelola sesuai
dengan pihak tertanggung dengan menerima premi prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.
asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung.
Akad Akad jual-beli Akad tabarru’ (hibah) dan akad tijarah (wakalah, bil ujraah, mudharaba, musyarakah)

Kepemilikan dana Dana premi seluruhnya menjadi milik perusahaan. Dana kontribusi, sebagian merupakan milik peserta (shahibul maal) dan sebagian milik
Perusahaan bebas menggunakan dan perusahaan sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut.
menginvestasikannya.
Investasi Bebas melakukan investasi sesuai ketentuan yang Bebas melakukan investasi pada instrumen syariah sesuai ketentuan, yang sesuai
berlaku dan tidak terbatas pada halal daan haramnya dengan prinsip syariah yaitu terbebas dari riba dan tempat investasi terlarang.
instrumen investasi yang digunakan.
Sumber pembayaran Sumber pembayaran klaim dari rekening perusahaan Sumber pembayaran klaim dari rekening tabarru’ yang merupakan rekening peserta yang
klaim sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung. saling menganggung risiko.

Surplus underwriting Surplus underwriting seluruhnya menjadi milik Surplus underwriting dapat dibagikan antara cadangan dana tabarru’ perusahaan dan
perusahaan. peserta, apabila kondisi perusahaan memenuhi ketentuan berlaku.

Sumber hukum Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Bersumber dari al-qur’an, hadist, ijma’ ulama dan hukum positif.
Berdasarkan hukum positif, hukum alam, dan contoh
sebelumnya.
Dewan pengawas Tidak ada, sehingga dalam praktiknya terdapat hal yang Ada DPS untuk menjamin agar pelaksanaan kegiatan perusahaaan sesuai dengan
syariah (DPS) bertentangan dengan prinsip syariah. prinsip syariah islam.
THANKS 

You might also like