You are on page 1of 7

Vol.13.No.2.Th.

2006

Identifikasi Ektoparasit Protozoa Pada Benih Ikan Tawes (Puntius javanicus)

Identifikasi Ektoparasit Protozoa Pada Benih Ikan Tawes (Puntius Javanicus) Di Balai Benih Ikan Sidabowa Kabupaten Banyumas dan Balai Benih Ikan Kutasari Kabupaten Purbalingga
Cahyono PM*, Dini Siswani Mulia** dan Eni Rochmaawati*** *, **, *** Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Purwokerto
The Identification of Ectoparasites Protozoa on Puntius Javanicus Hatchery in Local Fish Seed Sidabowa Banyumas and Local Fish Seed Kutasari Purbalingga ABSTRACT Background : The ectoparasites attack at hatcheries of Punctius javanicus was a serious problem because it could result as a endemic for growth out. Infestation of parasites caused the mortality, decreasing in production, and financial loses. Local Fish Seed (Balai Benih Ikan = BBI) provided the production of quality improvement seed and its health. The research aim to know the type of ectoparasites and their prevalence both in BBI Sidabowa and Kutasari Methods : The research method used survey and the location sites was determined with purposive sampling method. The samples were taken randomly (Random sampling) from two different locations which were from BBI Sideboard and BBI Kalahari, with total amount of 80 fishes of each location. The data were analyzed descriptively. Result : The type of ectoparasites and their prevalence that found at BBI Sidabowa showed both on the body surface and the gills were Trichordina sp. (75,0% and 12,5%), Ichthyophthrius multifiliis (35,0% and 5,0%), Myxobolos sp. (5,0% and 2,5%), Epistyilis sp. (5,0% and 0,0%), Chilodonella sp. (30,0% and 5,0%), and Vorticella sp. (12,5% and 0,0%). While at BBI Kutasari composed with Trichordina sp. (87,0% and 65,0%), Ichthyophthrius multifiliis (85,0% and 17,5%), Epistyilis sp. (10,0% and 0,0%), Chilodonella sp. (37,5% and 20,0%), Vorticella sp. (5,0% and 0,0%), and Apisoma sp. (2,5% and 0,0%). Key words: protozoan ectoparasites, grass carp, typy of prasites, prevalency ABSTRAK Latar Belakang : Serangan ektoparasit pada pembenihan ikan tawes merupakan masalah serius karena dapat mengakibatkan ancaman laten pada saat fase pembesaran. Kerugian akibat ektoparasit dapat berupa mortalitas yang tinggi, menurunnya produksi ikan, serta rendahnya nilai jual. Balai Benih Ikan (BBI) diharapakan dapat memproduksi benih yang berkualitas dan bebas dari penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis ektoparasit protozoa yang menyerang benih ikan tawes serta tingkat infeksinya di BBI Sidabowa Kabupaten Banyumas dibandingkan dengan BBI Kutasari Kabupaten Purbalingga. Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey serta lokasi tempat penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling. Sampel diambil secara acak (Random Sampling) dari dua lokasi, yaitu BBI Sidabowa dan BBI Kutasari dengan jumlah total sampel ikan 80 ekor dengan rincian masing-masing BBI sebanyak 40 ekor. Data jenis dan tingkat infeksi yang ditemukan dianalisis secara deskriptif. Kesimpulan : Jenis ektoparasit dan tingkat infeksi pada benih ikan tawes di BBI Sidabowa yang ditemukan pada permukaan tubuh dan insang adalah Trichordina sp. (75,0% dan 12,5%), Ichthyophthrius multifiliis (35,0% dan 5,0%), Myxobolos sp. (5,0% dan 2,5%), Epistyilis sp. (5,0% dan 0,0%), Chilodonella sp. (30,0% dan 5,0%), serta Vorticella sp. (12,5% dan 0,0%). Sedangkan di BBI Kutasari ditemukan beberapa parasit baik pada permukaan tubuh maupun ingsangnya, yang meliputi Trichordina sp. (87,0% dan 65,0%), Ichthyophthrius multifiliis (85,0% dan 17,5%), Epistyilis sp. (10,0% dan 0,0%), Chilodonella sp. (37,5% dan 20,0%), Vorticella sp. (5,0% dan 0,0%), serta Apisoma sp. (2,5% dan 0,0%). Kata kunci: ektoparasit protozoa, ikan tawes, jenis, tingkat infeksi

PENDAHULUAN

Ikan tawes merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang penting khususnya di Indonesia, bahkan menduduki nomor dua sebagai ikan konsumsi di negara-negara Asia Tenggara. Beberapa kelebihan ikan tawes yaitu mudah dipelihara di berbagai jenis media dan tidak membutuhkan lahan yang terlalu istimewa, tidak memerlukan modal yang banyak, serta mudah didapat dan

dikembangbiakkan. Budidaya ikan tawes dan perikanan pada umumnya tidak terlepas dari resiko biologis terutama yang disebabkan oleh adanya gangguan penyakit. Kabupaten Banyumas dan Purbalingga merupakan wilayah pengembangan perikanan air tawar, untuk itu didirikan Balai Benih Ikan di kedua kabupaten tersebut. Balai Benih Ikan (BBI) adalah sarana pemerintah untuk menghasilkan benih dan untuk membina usaha budidaya ikan rakyat yang tersebar di

181

Cahyono dkk,

Jurnal Protein

wilayah tersebut dalam rangka peningkatan produksi perikanan. Penyediaan benih ikan yang cukup dan berkualitas merupakan salah satu faktor penting bagi keberhasilan bidang budidaya ikan. Tugas dan fungsi BBI dimaksudkan untuk menetapkan penerapan teknologi pembenihan ikan yang lebih baik, menurunkan mortalitas terutama pada stadia larva dan pendederan. Dalam budidaya perikanan, kewaspadaan terhadap penyakit perlu sekali mendapat perhatian utama. Ikan yang terserang dapat mengakibatkan penurunan produksi budidaya, bahkan dapat menimbulkan kematian ikan. Penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh agen infeksi seperti parasit, bakteri, dan virus, agen non infeksi seperti kualitas pakan yang jelek, maupun kondisi lingkungan yang kurang menunjang bagi kehidupan ikan. Timbulnya serangan penyakit merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan, dan organisme atau agen penyebab penyakit (Afrianto, E & Liviawaty, E., 1992). Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah, akhirnya agen penyakit mudah masuk kedalam tubuh dan menimbulkan penyakit. Pada umumnya antara bulan April sampai Mei setiap tahunnya, hampir 75% benih ikan tawes terkena serangan penyakit, tetapi belum diketahui penyebab maupun jenis penyakitnya. Hasil penelitian mengenai serangan ektoparasit pada benih ikan tawes di BBI Sidabowa dilaporkan oleh Purwoko (2004), yaitu dengan ditemukannya beberapa jenis ektoparasit serta tingkat infeksinya pada permukaan tubuh dan insang seperti Ichthyophthirius multifiliis (36,66% dan 16,66%), Trichodina sp. (60,00% dan 13,33%), Ichthyopoda sp. (33,33%), Gyrodactilus sp. (46% dan 1,33%), dan Dactylogyrus sp. (66,66%).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis ektoparasit dari golongan protozoa yang menginfeksi pada benih ikan tawes (P. javanicus) baik di BBI Sidabowa dan BBI Kutasari,. Kedua

untuk mengetahui tingkat infeksi dari masingmasing jenis ektoparasit protozoa tersebut yang menyerang benih ikan tawes baik di BBI Sidabowa maupun BBI Kutasari. MATERI DAN METODE PENELITIAN Materi Materi penelitian ini adalah ikan tawes ukuran 5-7 cm yang diambil dari BBI Sidabowa Kabupaten Banyumas dan BBI Kutasari Kabupaten Purbalingga. Bahan-bahan yang digunakan meliputi MnSO3, KOH-KI, H2SO4, Na2SO3, indikator amilum, dan phenol pthalein. Alat-alat yang digunakan terdiri dari akuarium, cover glass, kaca objek, gunting, pipet, pinset, mikroskop, pisau, termometer, kertas lakmus, botol winkler, labu Erlenmeyer dan tissue. Parameter utama yang diamati adalah jenis ektoparasit protozoa yang menyerang ikan tawes beserta tingkat infeksi yang ditimbulkannya. Sedangkan data pendukungnya adalah parameter kualitas air yang meliputi suhu, pH, DO, dan CO2. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai untuk identifikasi penyakit ikan dengan cara mengambil sampel ikan tanpa menunggu adanya laporan atau informasi terlebih dahulu dari petani (Cameron, A., 2002). Lokasi tempat pengambilan sampel benih ikan ditentukan dengan sengaja atau dengan metode purposive sampling. Sampel ikan diambil dari BBI Sidabowa yang mewakili BBI di Kabupaten Banyumas dan BBI Kutasari yang mewakili BBI di Kabupaten Purbalingga. Ikan sampel diambil secara acak ( Random Sampling) dari kolam sampling. Benih ikan tawes diambil dari dua kolam sampling, masing-masing 1 kolam di BBI Sidaboa dan BBI Kutasari. Jumlah total ikan sampel sebanyak 80 ekor dengan masing-masing pengambilan sampel tiap BBI sebanyak 40 ekor yang merupakan 5% dari jumlah populasi ikan di kolam tersebut. Pengambilan sampel di tiap kolam dilakukan dua kali untuk setiap lokasi. Pengamatan Sampel ikan yang terkena penyakit kemudian dibawa ke laboratorium Parasitologi dan Entimologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Sudirman (UNSOED) untuk diisolasi dan diidentifikasi jenis parasitnya. Identifikasi dilakukan dengan mengamati morfologi dan

182

Vol.13.No.2.Th.2006

Identifikasi Ektoparasit Protozoa Pada Benih Ikan Tawes (Puntius javanicus)

bentuk fisik dari parasit tersebut (Afrianto, E & Liviawaty, E., 1992). Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Membuat preparat rentang dengan cara mengorek bagian-bagian tertentu dari kulit terutama di sekitar sirip punggung, sirip dada, dan sirip perut. Masing-masing hasil korekan ini dioleskan pada kaca preparat, kemudian ditutup dengan kaca objek. Selanjutnya diamati dibawah mikroskop pada pembesaran 10 x 40 untuk memastikan jenis ektoparasit yang ada. 2. Pemeriksaan tubuh bagian luar dilanjutkan pada sirip ikan dengan cara memotong bagian sirip yang diduga terserang penyakit, dibuat preparat rentang dan kemudian diamati. 3. Pemeriksaan dilanjutkan ke insang dengan cara memperhatikan perubahan warna atau bentuknya, kemudian dibuat preparat rentang dan selanjutnya diamati.7

Untuk menghitung tingkat infeksi, 3 adalah sebagai berikut : Tingkat infeksi = =


Jumlah ikan yang terserang x100% Jumlah ikan yang diperiksa

Pengukuran Kualitas Air Sebagai parameter pendukung dilakukan pengukuran terhadap kualitas air pada masingmasing perairan kolam antara lain berupa: suhu, pH, Oksigen terlarut (DO) dan CO2. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Jenis-jenis Ektoparasit Berdasarkan hasil pengamatan secara mikroskopis pada benih ikan tawes dari BBI Sidabowa dan BBI Kutasari, ditemukan beberapa jenis ektoparasit yang menginfeksi benih ikan tawes. Data selengkapnya pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Ektoparasit protozoa yang menginfeksi Benih Ikan Tawes di BBI Sidabowa Kabupaten Banyumas dan BBI Kutasari Kabupaten Purbalingga Sampel Ikan Tawes di Sampel Ikan Tawes di No. Jenis Ektoparasit BBI Sidabowa BBI Kutasari 1. Trichodina sp. 2. Ichthyophthrius multifiliis 3. Myxobolus sp. 4. Epistyilis sp. 5. Chilodonella sp. 6. Vorticella sp. 7. Apiosoma sp. Jumlah 40 ekor 40 ekor
Keterangan : : tidak terinfeksi : terinfeksi

Tabel 1 menunjukkan jenis ektoparasit yang menyerang benih ikan tawes di BBI Sidabowa, terdiri organisme parasit yang termasuk golongan protozoa berupa Trichodina sp., I. multifiliis,., Myxobolos sp., Epistyilis sp., Chilodonella sp., dan Vorticella sp. Sedangkan jenis ektoparasit yang menyerang benih ikan tawes di BBI Kutasari dari golongan protozoa berupa Trichodina sp., I. multifiliis,., Epistyilis sp., Chilodonella sp., Vorticella sp. dan Apiosoma sp. . Jenis ektoparasit yang sama ditemukan pada kedua BBI meliputi I. multifiliis, Trichodina sp., Epistyilis sp., Chilodonella sp., dan Vorticella

sp. Ektoparasit Apiosoma sp. hanya ditemukan di BBI Kutasari. Sedangkan Myxobolos sp. hanya ditemukan di BBI Sidabowa. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan, penyerangan Myxobolos sp. diduga karena tinginya pH yang terukur di kolam, sehingga akan memudahkan bagi perkembangan siklus hidup dan penyebaran jenis ektoparasit ini. Hasil penelitian ditemukan 3 jenis ektoparasit protozoa dan 2 jenis dari golongan cacing yang menginfeksi ikan tawes di BBI Sidabowa yaitu Trichordina sp., I. multifiliis, Ichthyopoda,

183

Cahyono dkk,

Jurnal Protein

Gyrodactylus sp. dan Dactylogyrus sp (Purwoko, E., 2004). Sedangkan dalam penelitian ini jumlah parasit yang ditemukan meningkat menjadi 6 jenis pada BBI yang sama. Jenis ektoparasit yang baru ditemukan antara lain Myxobolos sp., Epistylis sp., Chilodonella sp., dan Vorticella sp. Adanya peningkatan jumlah jenis ektoparasit di BBI ini diduga karena makin buruknya kondisi kualitas air seperti yang terlihat pada hasil

pengukuran pH yang tinggi dan suhu yang berfluktuasi. 2. Tingkat Infeksi Masing-masing jenis ektoparasit yang ditemukan menginfeksi pada benih ikan tawes kemudian dihitung jumlahnya untuk mengetahui tingkat infeksi ektoparasit baik di BBI Sidabowa maupun Kutasari. Data tingkat infeksi dari masing-masing ektoparasit dapat dilihat pada Table 2.

Tabel 2. Tingkat Infeksi Ektoparasit protozoa yang menginfeksi Benih Ikan Tawes di BBI Sidabowa Kabupaten Banyumas dan BBI Kutasari Kabupaten Purbalingga
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jenis Ektoparasit Trichodina sp. Ichthyophthrius multifiliis Myxobolos sp. Epistyilis sp. Chilodonella sp. Vorticella sp. Apiosoma sp. Sampel Ikan Tawes di BBI Sidabowa Permukaan Insang Tubuh 75,0 12,5 35,0 5,0 5,0 2,5 5,0 0,0 30,0 5,0 12,5 0,0 0,0 0,0 Sampel Ikan Tawes di BBI Kutasari Permukaan Insang Tubuh 87,5 65,0 85,0 17,5 0,0 0,0 10,0 0,0 37,5 20,0 5,0 0,0 2,50 0,0

Pada Tabel 2 dapat diketahui jenis ektoparasit yang banyak menginfeksi benih ikan tawes di BBI Sidabowa dan BBI Kutasari baik di permukaan tubuh ikan maupun pada insangnya adalah Trichordina sp., dan Ichthyophthrius multifiliis.
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 BBI Sidabowa BBI Kutasari A1 75 87,5 A2 12,5 65 B1 35 85 B2 5 17,5 C1 5 0 C2 2,5 0 D1 30 37 D2 5 20 E1

Untuk membandingkan tingkat infeksi dari golongan protozoa yang menyerang benih ikan tawes di kedua BBI, baik di permukaan tubuh maupun insang dapat lihat pada Gambar 1.

E2 0 0

F1 5 10

F2 0 0

G1 0 2,5

G2 0 0

12,5 5

Gambar 1. Histogram Perbandingan Tingkat Infeksi Pada Bagian Permukaan dan Insang Benih Ikan Tawes pada Tiap Jenis Ektoparasit Golongan Protozoa di BBI Sidabowa Kabupaten Banyumas dan BBI Kutasari Kabupaten Purbalingga.
Keterangan : A B C 1 : Permukaan 2 : Insang : Trichodina sp. : Ichthyophthrius multifiliis : Myxobolos sp. E F G : Vorticella sp. : Epistyilis sp. : Apiosoma sp. D : Chilodonella sp.

Gambar histogram di atas menunjukkan bahwa parasit yang menginfeksi paling

banyak di BBI Kutasari adalah Trichodina sp., 87,5% pada permukaan tubuh ikan dan

184

Vol.13.No.2.Th.2006

Identifikasi Ektoparasit Protozoa Pada Benih Ikan Tawes (Puntius javanicus)

65% pada insangnya. Hal ini menunjukkan tingkat infeksi pada BBI Kutasari lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat infeksi benih ikan yang terjadi di BBI Sidabowa, yaitu 75% (pada permukaan tubuh) dan 12,5% (pada insang). Serangan oleh ektoparasit Trichodina sp. Merupakan kejadian tingkat infeksi tertinggi yang ditemukan pada kedua BBI. Hal ini dimungkinkan karena kondisi kualitas air yang buruk baik di kolam maupun dari sumbernya, seperti suhu yang tidak optimal dan DO yang rendah. Selain kualitas air yang kurang baik, dapat juga disebabkan karena tingkat kepadatan ikan yang relatif tinggi sehingga proses persinggungan ikan lebih banyak terjadi dan penyebaran Trichodina sp. bisa menjadi lebih cepat. Selain itu, Trichodina sp. tumbuh dengan baik pada kolam-kolam dangkal dan menggenang terutama pada tempat-tempat pemijahan dan pembibitan (Rokhmani. 2002). Ikan yang terinfeksi oleh parasit ini menunjukkan tingkah laku yang aneh, terjadi perubahan warna pada kulit ikan, penurunan berat badan, pada sirip dan insang ikan sering mengalami kerusakan. Parasit ini pada umumnya menimbulkan kematian pada benih-benih ikan (Kabata. 1985). Tingkat infeksi oleh Trichodina sp. di BBI Kutasari lebih banyak terjadi dari pada di BBI Sidaboa. Berdasarkan pengamatan di lapangan, diduga sebagai faktor predesposisinya adalah kualitas air yang buruk seperti DO yang rendah, serta suhu yang berfluktuasi. Selain itu tingkat kepadatan ikan yang relatif tinggi di BBI Kutasari dapat mempermudah proses persinggungan ikan lebih banyak dan memungkinkan penyebaran Trichodina sp. lebih cepat dari pada di BBI Sidabowa yang tingkat kepadatannya lebih kecil. Ichthyophthrius multifiliis merupakan parasit dari golongan protozoa yang banyak menyerang benih ikan tawes di kedua BBI setelah Trichodina sp. Tingkat infeksi yang ditemukan pada ikan di BBI Kutasari, pada bagian permukaan tubuh sebesar 85,5% dan pada insangnya 17,5%. Tingkat infeksi ini lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi pada BBI Sidabowa yang hanya 35,0% pada bagian permukaan tubuh dan 5,0% pada bagian insang. Ikan yang terserang

Ichthyophthrius multifiliis akan terbentuk bintik-bintik putih berdiameter antara 0,5 I mm sehingga penyakit ini sering disebut white spot disease yang membentuk koloni (Kabata, 1985). Secara klinis, ikan yang terinfeksi menjadi hiperaktif dan berenang sambil menggesekkan tubuhnya pada bebatuan atau ke subtrat, nafsu makan menurun dan ikan menjadi lemah. Pada infeksi yang berat terutama jika serangan sudah sampai pada insang, maka insangnya akan membengkak dan menjadi pucat sehingga mengalami gangguan pada difusi oksigen (Irianto, A. 2005). Penularan penyakit dari protozoa ini terjadi secara langsung melalui benih-benih parasit yang baru keluar dari kista. Ichthyophthrius multifiliis juga akan meninggalkan kista pada inang yang sudah mati dan kemudian akan berkembang biak pada substrat, sehingga berpotensi bisa berpotensi sebagai sumber penularan bagi ikan yang masih hidup, terutama apabila diperparah dengan indikasi kualitas air yang menurun terutama pada suhu air yang rendah. Serangan penyakit ini biasanya terjadi pada suhu berkisar antara 22-24 oC, dengan tanda-tanda ikan yang terserang akan berenang lambat dan cenderung mengapung di permukaan air (Hidayaturrohman, 1990). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kolam umumnya memiliki kepadatan yang cukup tinggi, khususnya di BBI Kutasari. Diperkirakan kondisi kepadatan semacam ini yang menjadi penyebab terjadinya penyebaran penyakit secara lebih cepat. Selain itu juga diperburuk oleh menurunnya suhu air yang rendah pada malam hari hingga mencapai sekitar 25-26oC. Myxobolos sp. hanya ditemukan di BBI Sidabowa, menyerang bagian permukaan 5,0% dan bagian insang 2,5%. Myxobolos sp. merupakan penyebab penyakit yang sering dijumpai pada ikan mas dan tawes (Afrianto, E & Liviawaty, E., 1992). Hal ini dapat terjadi karena cara makan ikan tersebut dengan mengambil Lumpur, dan menghisap bagian yang dapat dimakan dan jasad yang tidak dapat dimakan dikeluarkan lagi sehingga ada kemungkinan organisme perantara pembawa Myxobolos sp. dapat termakan (Helmiati, S., Triyanto, & Kamiso,

185

Cahyono dkk,

Jurnal Protein

H N., 2005). Akibat infeksi Myxobolos sp. tergantung keberadaan dan letak kistanya. Epistyilis sp. lebih banyak ditemukan pada permukaan yaitu di bagian sirip ikan dengan tingkat infeksi 5,0% di BBI Sidabowa dan 10,0% di BBI Kutasari. Pada dasarnya Epistyilis sp. merupakan protozoa yang hidup bebas dengan melekat pada tanaman air. Namun pada kondisi kualitas air yang kaya akan akan bahan organik maka Epistyilis sp. dapat berubah menjadi agen penyakit (Irianto, A., 2005). Ikan air tawar yang sering diserang parasit ini adalah ikan mujair, tawes, mas, gurami, nila dan nilem. Parasit ini melekat di permukaan tubuh ikan yaitu kulit dan sirip sehingga menimbulkan kerusakan pada bagian yang ditempeli tersebut. Infeksi berat biasanya diikuti oleh infeksi sekunder bakteri dan jamur sehingga biasanya terjadi pendarahan (Kordi, M. G. H., 2004). Secara klinis ikan yang sakit menunjukkan adanya borok atau adanya massa seperti kapas yang tumbuh di kulit, sisik atau sirip sehingga menimbulkan bercak-bercak merah. Epistyilis sp. juga dapat menyerang telur ikan (Irianto, A., 2005). Chilodonella sp. ditemukan lebih banyak menginfeksi pada bagian permukaan dibandingkan pada insang, dengan tingkat infeksi masing-masing 30,0% dan 5,0% di BBI Sidabowa dan 37,5% serta 20,0% di BBI Kutasari. Hasil pengamatan di dua lokasi menunjukkan bahwa suhu yang rendah menjadi pendukung munculnya infeksi Chilodonella sp. Parasit ini berukuran 80 m dan tertutup oleh cilia-cilia (Roberts, R. J., 1989). Parasit ini menyebabkan penyakit Chilodonelliasis yang dapat menyebabkan kematian pada suatu kolam. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan beberapa individu dapat memproduksi cystys. Ikan yang terserang Chilodonella sp. mengalami lukaluka, kulit yang terkena infeksi menjadi rusak dengan lapisan mukosa menjadi suram dan sirip tidak utuh lagi. Vorticella sp. lebih banyak ditemukan di BBI Sidabowa dan menyerang di bagian permukaan yaitu 12,5%, dibandingkan dengan BBI Kutasari yang lebih sedikit ditemukan yaitu hanya 5,0%. Vorticella sp. biasanya berbentuk jangkar dan dapat menjadi partikel kecil seperti material (Kabata. 1985).

Organisme protozoa lain yang ditemukan adalah Apiosoma sp. dari filum Chiliopora. Apiosoma sp. ditemukan pada BBI Kutasari dalam jumlah sedikit di bagian permukaan yaitu 2,5%. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpula sebagai berikut: 1. Baik di BBI Kutasari maupun Sidabowa terdapat 7 jenis ektoparasit yang menginfeksi benih ikan tawes yang terdiri dari Trichordina sp., I. multifiliis, Myxobolus sp., Epistyilis sp., Chilodonella sp., Vorticella sp., dan Apiosoma sp. 2. Tingkat infeksi ektoparasit yang paling banyak di BBI Kutasari adalah Trichordina sp., dengan tingkat infeksi sebesar 87,5% dan untuk I. multifiliis sebesar 85%. Sedangkan pada BBI Sidabowa tingkat infeksi Trichordina sp. sebesar 75,0% dan I. multifiliis 35,0%. Saran Perlu dilakukan upaya penanganan yang lebih baik untuk mengurangi terjadinya infeksi oleh ektoparasit pada kedua BBI dengan cara perbaikan kualitas air pada kolam, mengintensifikasi pengelolaan kolam, dan penyucihamaan terhadap bak-bak pembenihan, sebagai upaya memutuskan siklus hidup parasit itu sendiri. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan obat atau bahan kimia yang dapat digunakan untuk pencegahan maupun pengobatan penyakit parasit. DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E & Liviawaty, E., 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius Yogyakarta : 88 hal. Cameron, A., 2002. Survey Toolbox for Aquatic Animal Disease dalam Syakuri, H. Soedibyo, T. H. P. & Ekasanti, A., 2003. Ektoparasit pada Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.) di Kabupaten Banyumas. Laporan Hasil Penelitian. Program Pasca Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNSOED, Purwokerto : 27 hal.

186

Vol.13.No.2.Th.2006

Identifikasi Ektoparasit Protozoa Pada Benih Ikan Tawes (Puntius javanicus)

Hadiroseyani, Y., 1998. Metoda Diagnose Parasit Ikan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 30 hal. Helmiati, S., Triyanto, & Kamiso, H N., 2005. Prevalensi dan Derajat Infeksi Myxobolous sp. pada Insang Benih Karper (Cyprinus carpio) di Kabupaten Sleman. Jurnal Perikanan. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Yogyakarta. 47-53 hal. Hidayaturrohman, 1990. Penyakit Penting Bagi Budidaya di Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor : 67 hal. Irianto, A., 2005. Patologi Ikan Teleostet. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta : 256 hal. Kabata, 1985. Parasit and Disease of Fish Cultured in Tropics. Taylor and Francis. London : 318p.

Kordi, M. G. H., 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT. Bina Adiaksara & PT. Rineka Cipta : 194 hal. Purwoko, E., 2004. Ektoparasit pada Benih Ikan Tawes (Puntius javanicus) dan Ikan Mas (Cyprinus carpio) di balai Benih Ikan Sidabowa dan di Usaha Pembenihan Rakyat (UPR) Mina Mandiri Singosari Kabupaten Banyumas. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Roberts, R. J., 1989. Fish Patology. University of Stirling Scotland. London Philadelphia Sydney Tokyo Toronto. 453p. Rokhmani, 2002. Beberapa Parasit pada Budidaya Ikan Gurami di Kabupaten Banyumas. Sains Akuatik. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UMP : 16-21 ha.

187

You might also like