You are on page 1of 14

Jurnal Psyche

Peranan Dimensi-Dimensi Birokrasi Terhadap Burnout Pada


Perawat Rumah Sakit Di Jakarta

(Effect of Bureaucratic Dimensions on Burnout among Hospital


Nurses in Jakarta)

Anrilia Ema

Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang

Abstract

This research intended to find out the effect of bureaucratic dimensions


simultaneously on burnout among hospital nurses in Jakarta. The dependent
variable was bureaucratic dimensions that consisted of hierarchic structure, job
specialization, complexity of order, procedure, impersonality, and technical
qualification dimensions. Nevertheless, on account of validity and reliability
standards, only three among of the six dimensions that were examined in this
research that were hierarchic structure, job specialization, and technical
qualification dimensions. The independent variable was burnout that consisted
of three dimensions according to Maslach’s Theory that were emotional
exhaustion, depersonalization, and reduced personal accomplishment
dimensions. This research employed 143 nurses of several hospitals in Jakarta.
There were two instruments using in collecting data that were Maslach Burnout
Inventory (MBI) and bureaucratic questioner. The data were analyzed using
multiple regression analysis. The result showed that there was significant effect
of hierarchic structure, job specialization, and technical qualification
dimensions, in simultaneous, on emotional exhausted, depersonalization, and
reduced personal accomplishment of hospital nurses in Jakarta. Furthermore,
there was positively significant effect of job specialization on the three burnout
dimensions. Finally, there was no significant effect of hierarchic structure and
technical qualification dimensions on the three burnout dimensions.

Keywords: bureaucratic dimensions, burnout, hospital nurses

Anrilia Ema 33
Vol. 1 No. 1, Juli 2004

Pendahuluan

Dewasa ini peranan, rumah sakit dalam memajukan kesehatan


masyarakat menjadi bertambah penting. Seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran, kebutuhan akan pelayanan kesehatan
semakin tinggi dan masyarakat pun menjadi semakin kritis dalam
memperhatikan mutu pelayanan yang diberikan sebuah rumah sakit (Lumenta,
1989).
Dalam sistem pelayanan kesehatan, para dokter dan perawat
mendapat banyak perhatian karena peran dan fungsi mereka memberi bentuk
terhadap upaya pelayanan kesehatan (Lumenta, 1989). Perhatian yang besar
banyak diberikan kepada profesi perawat dan peran mereka dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan rumah sakit sangat pergantung pada
kualitas perawat-perawatnya (Prawasti, 1991), sehingga dewasa ini perawat
merupakan profesi yang banyak diusahakan peningkatan kualitasnya (Rohman
dkk, 1997). Oleh karena itu, perlu diperhatikan hal-hal yang dapat menjadi
hambatan perkembangan kualitas perawat, agar dapat diusahakan pencegahan
atau penanganannya sedini mungkin sehingga tidak sampai mengganggu
proses pelayanan rumah sakit.
Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan berkaitan dengan di
atas adalah berkembangnya suatu gejala, yang apabila tidak dilakukan
penanganan dengan semestinya, maka dapat mengurangi efektivitas kerja dan
pada akhirnya mengganggu proses pelayanan kesehatan yang diberikan.
Gejala ini disebut burnout, yaitu sindrom psikologis yang terdiri atas kelelahan
emosional, depersonalisasi, dan reduced personal accomplishment (penurunan
pencapaian prestasi diri), yang dialami oleh individu yang bekerja memberikan
pelayanan bagi orang lain (Maslach, 1982). Burnout merupakan gejala yang
lebih banyak ditemukan pada bidang pekerjaan sosial dibandingkan pada
bidang pekerjaan lainnya (Sarafino, 1990; Maslach, 1982). Contoh profesi yang
termasuk dalam bidang ini adalah dokter, perawat, guru, dan lain-lain.
Tingginya risiko terjadinya burnout pada bidang pelayanan sosial
disebabkan karena karakteristik khusus dari bidang pekerjaan ini. Pekerja
dalam bidang sosial memiliki keterlibatan langsung dengan objek kerja atau
kliennya (Cherniss, 1990). Selama proses pemberian pelayanan inilah pekerja
mengalami situasi yang kompleks dan sarat beban emosional, seperti
menangani klien yang tidak kooperatif, berhubungan dengan penderitaan
pasien, dan lain-lain. Berhadapan terus-menerus dengan hal-hal seperti itu
dapat membuat pekerja menjadi rentan terhadap burnout (Maslach, 1982).
Salah satu faktor pada tingkat organisasi yang sering dibahas dalam
berbagai literatur berkaitan dengan pengaruhnya dalam memunculkan burnout
adalah sistem birokrasi (Cherniss, 1980; Maslach, 1982; Winnubst, 1982).
Peranan birokrasi dalam memunculkan burnout. Penelitian yang dilakukan oleh

Peranan Dimensi-Dimensi Birokrasi terhadap Burnout pada Perawat 34


Jurnal Psyche

Berkeley Planning Associates (dalam Cherniss, 1990) menunjukkan bahwa


semakin birokratis sebuah organisasi, maka semakin besar kemungkinan
terjadinya burnout dalam organisasi tersebut.
Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli
adalah suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan
aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk
mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam
rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar (disarikan dari
Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam Setiwan,
1998). Hampir setiap organisasi memiliki sifat atau karakteristik birokrasi
tertentu, namun dalam derajat yang berbeda-beda (Perrow, 1979).
Konsep birokrasi pada awalnya dipandang sebagai suatu alat atau
bentuk organisasi yang paling efisien dan ideal dalam menangani berbagai
kegiatan dalam organisasi dan menungkinkan organisasi untuk menghadapi
tantangan secara lebih baik (Kast & Rosenzweig, 1974). Namun dalam
perkembangannya hingga saat ini, birokrasi dianggap sering menimbulkan
konsekuensi-konsekuensi negatif yang bukan hanya tidak sesuai dengan tujuan
yang semula dikeukakan, tetapi juga lebih jauh dapat mengganggu efektivitas
organisasi (Kast & Rosenzweig, 1985). Kritik-kritik berkaitan dengan
karakteristik birokrasi kemudian banyak dikemukakan oleh para ahli, misalnya
sifat hirarkis dalam organisasi birokrasi cenderung menghambat komunikasi,
penekanan yang berlebihan terhadap aturan dan prosedur dapat menghambat
respon organisasi, menimbulkan kekakuan, dan lain-lain (Daft, 1983).
Maslach (1982) mengatakan bahwa sifat atau kualitas sebuah istitusi,
seperti peraturan, prosedur, tujuan-tujuan, dan lain sebagainya, menentukan
dan memberi batasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara
pemberi pelayanan dan penerima pelayanan. Misalnya, peraturan dalam
sebuah rumah sakit memberi batasan tentang pelayanan kesehatan yang
disediakan dan yang tidak disediakan, persyaratan orang yand dapat menerima
pelayanan dari mereka, serta prosedur yang harus dilakukan dalam
memberikan pelayanan kesehatan. Pengaruh institusi terhadap bagaimana
hubungan pemberi-penerima pelayanan dilakukan memiliki implikasi bahwa
institusi memegang peranan penting dalam mendorong maupun mengurangi
kemungkinan munculnya burnout (Maslach, 1982). Berkaitan dengan hal ini,
beberapa ahli mengatakan bahwa sifat birokratis dalam suatu organisasi
menyebabkan munculnya situasi-situasi yang menyumbang pada terjadinya
stres dan burnout di kalangan pekerjanya (Cherniss, 1980; Maslach, 1982;
Winnubst, 1993).
Pembahasan tentang peranan birokrasi terhadap burnout banyak
dilakukan dengan cara menghubungkan karakteristik birokrasi tertentu dengan
burnout secara umum, misalnya pengaruh struktur hirarki terhadap burnout,
Anrilia Ema 35
Vol. 1 No. 1, Juli 2004

ataupun pengaruh kompleksitas peraturan terhadap burnout. Dalam hal ini,


peranan dimensi birokrasi terhadap dimensi burnout secara lebih spesifik belum
banyak mendapat perhatian dari para peneliti sebelumnya. Karena itulah,
penelitian ini berusaha untuk menelaah peranan dimensi-dimensi birokrasi
terhadap ketiga dimensi burnout, yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi,
dan reduced personal accomplishment pada perawat rumah sakit.

Tinjauan Pustaka

Burnout
Maslach dan Jackson (dalam Maslach, 1980) mendefiniskan burnout
sebagai berikut ini:
“burnout as a psychological syndrome of emotional exhaustion,
depersonalization, and reduced personal accomplishment that can
occur among individuals who work with aother people in some capacity”

Dengan demikian, burnout menurut Maslach dan Jackson merupakan


suatu sindrom psikologis yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu emotional
exhaustion (kelelahan emosional), depersonalization (depersonalisasi), dan
reduced personal accomplishment (penurunan pencapaian prestasi diri). Lebih
lanjut dijelaskan bahwa burnout merupakan respon terhadap ketegangan-
ketegangan emosional yang muncul karena berhubungan secara intensif
dengan orang lain.
Hubungan yang terjadi antara pemberi dan penerima pelayanan,
menurut Maslach (1980), merupakan hubungan yang asimetris. Kelelahan
emosional ditandai dengan adanya perasaan lelah akibat banyaknya tuntutan
emosional yang ditujukan pada dirinya. Kelelahan emosional ditandai dengan
perasaan terkurasnya energi yang dimiliki, berkurangnya sumber-sumber
emosional di dalam diri seperti rasa kasih, empati, dan perhatian, yang pada
akhirnya memunculkan perasaan tidak mampu lagi memberikan pelayanan
kepada orang lain. Cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi sindrom ini
adalah mengurangi keterlibatan secara emosional dengan penerima pelayanan
(Maslach, 1980; Maslach dkk, 1996).
Depersonalisasi merupakan sikap, perasaan, maupun pandangan
negatif terhadap penerima pelayanan (Maslach dkk, 1996). Reaksi negatif ini
muncul dalam tingkah laku seperti memandang rendah dan meremehkan klien,
bersikap sinis terhadap klien, kasar dan tidak manusiawi dalam berhubungan
dengan klien, serta mengabaikan kebutuhan dan tuntutan klien (Maslach, 1982,
1993). Sindrom ini merupakan akibat lebih lanjut dari adanya upaya penarikan
diri dari keterlibatan secara emosional dengan orang lain.

Peranan Dimensi-Dimensi Birokrasi terhadap Burnout pada Perawat 36


Jurnal Psyche

Reduced personal accomplishment ditandai dengan kecenderungan


memberi evaluasi negatif terhadap diri sendiri, terutama berkaitan dengan
pekerjaan. Pekerja merasa dirinya tidak kompeten, tidak efektif dan tidak
adekuat, kurang puas dengan apa yang telah dicapai dalam pekerjaan, bahkan
perasaan kegagalan dalam bekerja (Maslach, 1982, 1993; Farber, 1991).
Menurut Maslach (1982) evaluasi negatif terhadap pencapaian kerja ini
berkembang dari adanya tingakan depersonalisasi terhadap penerima
pelayanan. Pandangan maupun sikap negatif terhadap klien lama-kelamaan
menimbulkan perasaan bersalah pada diri pemberi pelayanan.
Sumber atau penyebab burnout, sebagaimana dikemukakan oleh
Cherniss (1980), Maslach (1982), dan Sullivan (1989), terdiri dari empat faktor,
yaitu:
1) Faktor keterlibatan dengan penerima pelayanan.
Dalam pekerjaan pelayanan sosial (human services atau helping
profession), para pekerjanya memiliki keterlibatan langsung dengan objek
kerja atau kliennya (Cherniss, 1980).
2) Faktor lingkungan kerja.
Faktor ini berkaitan dengan beban kerja yang berlebihan, konflik peran,
ambiguitas peran, dukungan sosial dari rekan kerja yang tidak memadai,
dukungan sosial dari atasan tidak memadai, kontrol yang rendah terhadap
pekerjaan, peraturan-peraturan yang kaku, kurangnya stimulasi dalam
pekerjaan
3) Faktor individu.
Faktor ini meliputi faktor demokrafik (jenis kelami, latarbelakang etnis, usia,
status perkawinan, latarbelakang pendidikan), dan karakeristik kepribadian
(konsep diri rendah, kebutuhan dan motivasi diri terlalu besar, kemampuan
yang rendah dalam mengendalikan emosi, locus of control eksternal,
introvert).
4) Faktor sosial budaya.
Faktor ini meliputi keseluruhan nilai yang dianut masyarakat umum
berkaitan dengan profesi pelayan sosial.
Burnout berdampak bagi indvidu, orang lain, dan organisasi (Maslach,
1982). Dampak burnout pada individu terlihat dari adanya gangguan fisik
maupun psikologi. Gangguan fisik seperti sulit tidaur, rentan terhadap penyakit
dan munculnya gejala psikosomatik (Maslach, 1982; Bramhall & Ezell, dalam
Freudenberger, 1989). Dampak psikologisnya meliputi penilaian yang buruk
terhadap diri sendiri yang dapat mengarah pada terjadinya depresi (Maslach,
1982). Individu yang burnout dapat terlibat dalam penyalahgunaan obat dan
minuman keras (DiMatteo, 1991; Maslach, 1992; Sarafino, 1990), mengalami
penurunan fungsi kognitif seperti kesulitan untuk berkonsentrasi (Bramhall &
Ezell, dalam Freudenberger, 1989)
Anrilia Ema 37
Vol. 1 No. 1, Juli 2004

Dampak burnout yang dialami individu terhadap orang lain dirasakan


oleh penerima pelayanan dan keluarga. Selanjutnya, dampak burnout bagi
organisasi adalah meningkatnya frekuensi tidak masuk kerja, berhenti dari
pekerjaan atau job turnover, dan mendorong berkembangnya iklim organisasi
yang bertentangan dengan tujuan yang hendak dicapai (Cherniss, 1980:
DiMatteo, 1991; Greenberg & Baron, 1993; Maslach dkk, 1996, Sarafino, 1990),
sehingga kemudian berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi kerja dalam
organisasi, (Cherniss, 1980).

Birokrasi
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan
kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Jadi pada mulanya, istilah ini
digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur
atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi
(Ernawan, 1988).
Birokrasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem kontrol dalam
organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan
sistematis, yang bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-
aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi
berskala besar. Birokrasi memiliki beberapa karakteristik, yaitu pembagian kerja
dan spesialisasi kerja, prinsip hirarki, peraturan-peraturan, impersonality,
kualifikasi teknis, dokumen-dokumen tertulis, dan kelangsungan kerja dalam
organisasi.
Tabel 1
Segi Positif dan Negatif Birokrasi

Karakteristik Tujuan (Segi Positif) Kritik (Segi Negatif)


1. Spesialisasi kerja - Fokus pada pekerjaan/posisi - Perbedaan interest yang
sesuai keahlian mencolokJ konflik
- Tanggung jawa b penuh - Potensi kemenarikan pekerjaan
untuk bekerja efektif berkurangJ kinerja menurun
2. Prinsip hirarki - Kejelasan kedudukan, - Menghambat arus komunikasi,
tanggung jawab, dan informasi, dan ide-ide inovatif J
wewenang pemecahan masalah kurang efektif
3. Peraturan- - Keseragaman cara-cara - Kekakuan
peraturan pelaksanaan pekerjaan - Menghambat pengambilan
keputusan secara rasional
- Menghambat ide-ide kreatif
- Menghalangi tindakan efektif J
menghambat respon
4. Impersonality - Keseragaman perlakuan - Kurang perhargaan terhadap
terhadap karyawan dan klien keunikan individu
- Keadilan dalam administrasi - Pola hubungan kaku
- Kurang sensitif dan fleksibel
terhadap kebutuhan khusus tiap
individu
Peranan Dimensi-Dimensi Birokrasi terhadap Burnout pada Perawat 38
Jurnal Psyche

Para ahli (misalnya Kast & Rosenzweig, 1974; Bernis, 1993: Baron,
1986; Wood dkk., 1998) mengemukakan bahwa birokrasi memiliki sisi positif
dan negatif. Pendapat para ahli tersebut diringkas dalam Tabel 1 di atas.

Peranan Birokrasi terhadap Burnout


Penelitian berkaitan dengan hubungan antara birokrasi dan burnout
yang dilakukan oleh Berkeley Planning Associates (dalam Cherniss, 1980)
terhadap sebuah institusi yang menangani chlid abuse, menunjukkan bahwa
semakin birokratis sebuah institusi, maka semakin besar kemungkinan
terjadinya burnout.
Penelitian yang lain tentang kaitan antara birokrasi dan burnout banyak
dilakukan dengan cara menghubungkan salah satu dimensi birokrasi dengan
burnout. Sedangkan bagaimana peranan dimensi-dimensi birokrasi terhadap
masing-masing dimensi burnout secara khusus belum banyak mendapat
perhatian. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud melihat peranan dimensi-
dimensi birokrasi secara bersama-sama terhadap burnout pada perawat rumah
sakit di Jakarta. Kemudian lebih lanjut, penelitianb ini bermaksud untuk
mengatahui seberapa besar peranan masing-masing dimensi birokrasi
terhadap dimensi-dimensi burnout pada perawat rumah sakit di Jakarta.
Bertitik tolak dari dimensi-dimensi birokrasi yang meliputi struktur
hirararki, spesialsisasi kerja, kompleksitas peraturan, prosedur, impersonality,
dan kualifikasi teknis, serta dimensi-dimensi burnout yang meliputi kelelahan
emosional, depersonalisasi, dan reduced personal accomplishment,
sebagaimana diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:

Hipotesis mayor:
Dimensi-dimensi birokrasi memiliki peranan terhadap burnout pada perawat
rumah sakit di Jakarta.

Hipotesis minor:
1) Terdapat sumbangan yang bermakna dari dimensi-dimensi birokrasi secara
bersama-sama terhadap kelelahan emosional pada perawat rumah sakit di
Jakarta.
2) Struktur hirarki memiliki sumbangan yang bermakna terhadap kelelahan
emosional pada perawat rumah sakit di Jakarta.
3) Spesialisasi kerja memiliki sumbangan yang bermakna terhadap kelelahan
emosional pada perawat rumah sakit di Jakarta.
4) Kompleksitas peraturan memiliki sumbangan yang bermakna terhadap
kelelahan emosional pada perawat rumah sakit di Jakarta.
Anrilia Ema 39
Vol. 1 No. 1, Juli 2004

5) Prosedur memiliki sumbangan yang bermakna terhadap kelelahan


emosional pada perawat rumah sakit di Jakarta.
6) Impersonality memiliki sumbangan yang bermakna terhadap kelelahan
emosional pada perawat rumah sakit di Jakarta.
7) Kualifikasi teknis memiliki sumbangan yang bermakna terhadap kelelahan
emosional pada perawat rumah sakit di Jakarta.
8) Terdapat sumbangan yang bermakna dari dimensi-dimensi birokrasi secara
bersama-sama terhadap depersonalisasi pada perawat rumah sakit di
Jakarta.
9) Struktur hirarki memiliki sumbangan yang bermakna terhadap depersonality
pada perawat rumah sakit di Jakarta.
10) Spesialisasi kerja memiliki sumbangan yang bermakna terhadap
depersonality pada perawat rumah sakit di Jakarta.
11) Kompleksitas peraturan memiliki sumbangan yang bermakna terhadap
depersonality pada perawat rumah sakit di Jakarta.
12) Prosedur memiliki sumbangan yang bermakna terhadap depersonality pada
perawat rumah sakit di Jakarta.
13) Impersonality memiliki sumbangan yang bermakna terhadap depersonality
pada perawat rumah sakit di Jakarta.
14) Kualifikasi teknis memiliki sumbangan yang bermakna terhadap
depersonality pada perawat rumah sakit di Jakarta.
15) Terdapat sumbangan yang bermakna dari dimensi-dimensi birokrasi secara
bersama-sama terhadap reduced personal accomplishment pada perawat
rumah sakit di Jakarta.
16) Struktur hirarki memiliki sumbangan yang bermakna terhadap reduced
personal accomplishment pada perawat rumah sakit di Jakarta.
17) Spesialisasi kerja memiliki sumbangan yang bermakna terhadap reduced
personal accomplishment pada perawat rumah sakit di Jakarta.
18) Kompleksitas peraturan memiliki sumbangan yang bermakna terhadap
reduced personal accomplishment pada perawat rumah sakit di Jakarta.
19) Prosedur memiliki sumbangan yang bermakna terhadap reduced personal
accomplishment pada perawat rumah sakit di Jakarta.
20) Impersonality memiliki sumbangan yang bermakna terhadap reduced
personal accomplishment pada perawat rumah sakit di Jakarta.
21) Kualifikasi teknis memiliki sumbangan yang bermakna terhadap reduced
personal accomplishment pada perawat rumah sakit di Jakarta.

Peranan Dimensi-Dimensi Birokrasi terhadap Burnout pada Perawat 40


Jurnal Psyche

Metodologi Penelitian

Variabel-Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu variabel terikat
(dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Variabel terikat
penelitian ini adalah burnout yang terdiri dari tiga dimensi yaitu: kelelahan
emosional, depersonalisasi, dan reduced personal accomplishmnet. Variabel
bebas penelitian adalah birokrasi, yang terdiri dari enam dimensi, yaitu: struktur
hirarki, spesialisasi kerja, kompleksitas peraturan, prosedur, impersonality, dan
kualifikasi teknis.

Subjek
Subjek penelitian ini ditentukan berdasarkan karaketristik: berprofesi
sebagai perawat, dan bekerja tetap di sebuah rumah sakit. Jumlah subjek
penelitian ini adalah 143 orang perawat yang diambil dengan menggunakan
teknik incidental sampling.

Alat Ukur
Dalam penelitian ini terdapat dua buah alat yang digunakan, yaitu
pertama alat ukur burnout, yakni Maslach Burnout Invertory (MBI), dan kedua
alat ukur birokrasi yang dibuat oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi yang
dikemukakan oleh Hall (1968). Sebelum digunakan, terhadap kedua alat ukur
tersebut dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan teknik korelasi item-total
dan koefisien Alpha Cronbach.
Hasilnya, dari enam dimensi birokrasi tersebut, terdapat tiga dimensi
birokrasi yang menenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas, yakni dimensi
spesialisasi kerja, kualifikasi teknis, dan struktur kerja; dan tiga yang tidak
memenuhi persyaratan, yakni kompleksitas peraturan, prosedur, dan
impersonality. Oleh karena itu, hipotesis-hipotesis yang berkaitan dengan
dimensi kompleksitas peraturan, prosedur, dan impersonality tidak diuji lebih
lanjut.

Metode Analisis Data


Pengujian hipotesis-hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik statistik yang disebut analisis regresi
majemuk (multiple regression analysis). Besarnya pengaruh tiap variabel bebas
terhadap variabel terikat ditunjukkan dengan koefisien regresi parsial (partial
regression coefficient) yang dalam bentuk standar adalah β (beta).

Anrilia Ema 41
Vol. 1 No. 1, Juli 2004

Hasil

Berdasarkan hasil analisis statistik yang dilakukan, dapat diketahui


bahwa:
1) Dimensi spesialisasi kerja, kualifikasi teknis, dan struktur hirarki secara
bersama-sama memiliki peranan terhadap kelelahan emosional pada
perawat rumah sakit (FCh = 2,283, Sig FCh = 0,040, p < 0,05).
2) Struktur hirarki tidak memiliki peranan terhadap kelelahan emosional
pada perawat rumah sakit (Beta = -0.124, sig t = 0.525, p > 0.05).
3) Spesialisasi kerja memiliki peranan terhadap kelelahan emosional pada
perawat rumah sakit, di mana semakin tinggi derajad spesialisasi antara
satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya dalam sebuah rumah sakit,
maka semakin rendah kelelahan emosional yang dirasakan oleh para
perawat yang bekerja di dalamnya (Beta = -0.258, sig t = 0.002, p < 0.05).
4) Kualifikasi teknis tidak memiliki peranan terhadap kelelahan emosional
pada perawat rumah sakit (Beta = -0.146, sig t = 0.364, p > 0.05).
5) Dimensi spesialisasi kerja, kualifikasi teknis, dan struktur hirarki secara
bersama-sama memiliki peranan terhadap depersonalisasi pada perawat
rumah sakit (FCh = 2,307, Sig FCh = 0,038, p < 0,05).
6) Struktur hirarki tidak memiliki peran yang bermakna terhadap
depersonality pada perawat rumah sakit (Beta = -0.150, sig t = 0.178, p >
0.05).
7) Spesialisasi kerja memiliki peranan yang bermakna terhadap
depersonalisasi pada perawat rumah sakit, di mana semakin tinggi
derajad spesialisasi antar pekerjaan dalam rumah sakit, maka semakin
rendah depersonalisasi yang dirasakan para perawat (Beta = -0.258, sig t
= 0.002, p < 0.05).
8) Kualifikasi teknis tidak memiliki peranan yang bermakna terhadap
depersonality pada perawat rumah sakit (Beta = 0.075, sig t = 0.438, p >
0.05).
9) Dimensi spesialisasi kerja, kualifikasi teknis, dan struktur hirarki secara
bersama-sama memiliki peranan terhadap reduced personal
accomplishment pada perawat rumah sakit (Sig FCh = 0,017, p < 0,05).
10) Struktur hirarki tidak memiliki peranan terhadap reduced personal
accomplishment pada perawat rumah sakit (Beta = 0.025, sig t = 0.502, p
> 0.05).
11) Spesialisasi kerja memiliki peranan yang bermakna terhadap reduced
personal accomplishment pada perawat rumah sakit, di mana semakin
tinggi derajad spesialisasi antara satu pekerjaan dengan pekerjaan
lainnya, maka semakin rendah reduced personal accomplishment yang
dirasakan oleh para perawat (Beta = -0.258, sig t = 0.002, p < 0.05).

Peranan Dimensi-Dimensi Birokrasi terhadap Burnout pada Perawat 42


Jurnal Psyche

12) Kualifikasi teknis tidak memiliki peran terhadap reduced personal


accomplishment pada perawat rumah sakit di Jakarta (Beta = -0.027, sig
t = 0.780, p > 0.05).

Pembahasan

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dimensi-dimensi birokrasi, yaitu


spesialisasi kerja, kualifikasi teknis, dan struktur hirarki secara bersama-sama
memiliki peranan yang signifikan terhadap terjadinya kelelahan emosional,
depersonalisasi, dan reduced personal accomplishment pada perawat rumah
sakit.
Dari penelitian ini juga terlihat bahwa dimensi spesialisasi kerja
merupakan faktor penting yang berperan dalam ketiga dimensi burnout, yaitu
kelelahan emosional, depersonalisasi, dan reduced personal accomplishment.
Hasil ini sebenarnya bertentangan dengan kritik yang diajukan, yaitu bahwa
spesialisasi dapat mengurangi potensi kemenarikan suatu pekerjaan sehingga
lama-kelamaan dapat menjadi sumber stres dan burnout (Baron, 1986, Chernis,
1980). Peneliti berpendapat bahwa hal ini disebabkan karena spesialisasi kerja
dalam rumah sakit dipandang sebagai suatu yang positif oleh para perawat
dalam penelitian ini.
Hasil lain yang diperoleh adalah bahwa struktur hirarki tidak memiliki
sumbangan yang bermakna terhadap ketiga dimensi burnout. Hasil ini agak
mengejutkan karena tidak sesuai dengan dugaan peneliti berdasarkan teori-
teori yang ada. Peneliti berpendapat bahwa hal ini terjadi karena pada
kenyataannya peranan tingkatan hirarki terhadap dimensi-dimensi burnout
bervariasi pada rumah sakit yang berbeda.
Dimensi birokrasi lainnya, yaitu kualifikasi teknis juga terbukti tidak
memberikan sumbangan yang bermakna terhadap dimensi-dimensi burnout.
Hasil ini berbeda dengan dugaan peneliti. Namun demikian, kecenderungan
hasil yang demikian memang terlihat dalam penelitian ini, di mana nilai beta
dimensi kualifikasi teknis untuk dimensi kelelahan emosional dan reduced
personal accomplishmnet adalah negatif. Meskipun demikian, sumbangan yang
diberikan tidak cukup besar untuk mencapai derajat signifikan yang ditentukan.
Secara umum, peneliti menduga bahwa adanya temuan-temuan baru
dalam penelitian ini yang berbeda dengan penelitian dan dugaan sebelumnya
disebabkan karena dalam penelitian ini variabel birokrasi dan burnout yang
digunakan dirumuskan secara lebih spesifik. Kemudian, peneliti juga menduga
hal tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh derajat persepsi subjek-subjek
penelitian tentang birokrasis atau tidaknya rumah sakit tempat mereka bekerja.
Nilai rata-rata subjek untuk masing-masing dimensi birokrasi berkisar dari nilai
Anrilia Ema 43
Vol. 1 No. 1, Juli 2004

4,06 sampai 4,86. Nilai ini pada rentang 1 (nilai terendah) sampai nilai 7 (nilai
tertinggi) cenderung terletak di tengah-tengah. Dapat diartikan bahwa subjek-
subjek menilai rumah sakit mereka sebagai memiliki karakteristik birokrasi
dalam derajat sedang. Penilaian subjek terhadap derajat birokrasi rumah sakit
mempengaruhi kemungkinan munculnya dan juga intensitas burnout yang
dirasakan.
Kenyataan yang didapat dari penelitian ini membuka wawasan peneliti
bahwa birokrasi sebaiknya dipandang sebagai suatu konsep yang tidak
memiliki konotasi baik ataupun buruk. Meskipun saat ini birokrasi sering
dipersalahkan sebagai penyebab disfungsi yang terjadi pada institusi, namun
tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat aspek-aspek positif pada konsep ini
(Baron, 1986). Penelitian-penelitian tentang birokrasi dan peranannya terhadap
variabel tertentu menunjukkan hasil yang bervariasi dan dapat bertentangan
satu sama lain. Oleh karena itu masih dibutuhkan penelitian-penelitian
selanjutnya untuk lebih menjelaskan peranan birokrasi.
Berikut ini akan dikemukakan saran-saran metodologis untuk penelitian
selanjutnya, dan di samping itu juga saran praktis bagi pihak pengelola rumah
sakit. Saran metodologis yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya
adalah sebagai berikut:
1) melakukan pengujian kembali terhadap item-item pada Maslach Burnout
Inventory (MBI);
2) menggunakan alat burnout yang spesifik bagi profesi perawat atau profesi
pekerja di bidang medis;
3) Melakukan perbaikan lebih lanjut terhadap alat ukur birokrasi;
4) menjaring subjek berdasarkan rumah sakit dengan derajat birokrasi yang
berbeda;
5) menjalin rapport dengan pihak rumah sakit demi kelancaran proses
pengambilan data;
6) untuk pengembangan penelitian burnout di Indonesia, perlu dilakukan
penelitian burnout pada profesi pelayanan sosial lainnya. Selanjutnya.
Pembahasan dan penelitian tentang burnout juga perlu dilakukan dengan
pendekatan lain, ataupun pendekatan yang sama namun variabel yang
berbeda, dengan tujuan untuk memperkaya hasil penelitian burnout.
Saran praktis yang dapat diberikan kepada pihak pengelola rumah sakit
dalam rangka meminimalkan munculnya burnout adalah sebagai berikut:
1) Dari hasil penelitian ini, spesialisasi kerja merupakan faktor yang berperan
penting dalam mengurangi burnout. Karena itu, spesialisasi kerja perlu
dilakukan secara tegas, sehingga jelas tugas dan tanggung jawab masing-
masing profesi atau personal yang terlibat dalam rumah sakit.
2) Dalam melakukan pekerjaannya, para perawat dapat mengalami konflik
dengan pihak rumah sakit menyangkut kebijakan tertentu ataupun tuntutan

Peranan Dimensi-Dimensi Birokrasi terhadap Burnout pada Perawat 44


Jurnal Psyche

yang dirasakan sulit dihadapi. Untuk mengatasi hal ini ataupun untuk tujuan
pencegahan, dapat diselenggarakan workshop.
3) Meningkatkan partisipasi perawat pelaksana dalam pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan bidang kerjanya.
4) Mengadakan penelitian terbatas untuk mengetahui sumber-sumber stres
atau ketidakpuasan yang dirasakan perawat dalam lingkungan kerjanya.

Daftar Pustaka

Baron, R.A. (1989). Behavior in Organizations: Understanding and Managing


Human Side of Work (2nd ed.). Needham Heihts: Allyn and Bacon, Inc.

Blau, P.M., & Meyer, M.W. (1971). Bureaucracy in Modern Society (2nd ed.).
New York: Random House, Inc.

Cherniss, C. (1991). Staff Burnout: Job Stress in the Human Service. Beverly
Hills: Sage.
Coser, L.A. & Rosenberg, B. (1976). Sociological Theory: A Handbook of
Readings (4th ed.). New York: Macmillan Publishing Co., Inc.

Daft, R.L. (1983). Organization theory and Design. St. Paul, Minnesota: West.

DiMatteo, M.R. (1991) The Psychology of Health, Illness and Medical Care: An
Individual Perfective. California: Wadsworth, Inc.
Ernawan, E. (1988). Peranan Birokrasi Terhadap Peningkatan Efektifitas
Pengambilan Keputusan di Perusahaan Besar. Skripsi: Tidak
Diterbitkan. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Freudenberger, H.J. (1989). Burnout: Past, Present, and Future Concerns.
Dalam D.T. Wessels, Jr., A.H. Kutscher, I.B. Seeland, F.E. Selder, D.J.
Cherico, & E.J. Clack (Eds.), Professional Burnout in Medicine and The
Helping Professions (pp.1-10). New York: The Haworth Press.
Greenber, J., & Baron, R.A. (1993). Behavior in Organizations: Understanding
and Managing The Human Side of Work (4th ed.). Needham Heights:
Allyn & Bacon.

Kast, F.E., & Rosenzweig, J.E. (1974). Organization and Management: A


Systems and Contigency Approach (2nd ed.). New York: McGraw-Hill,
Inc.
Anrilia Ema 45
Vol. 1 No. 1, Juli 2004

Lumenta, B. (1989). Pelayanan Medis: Citra, Konflik dan Harapan. Yogyakarta,


Kanisius.

Maslach, C. (1982). Burnout: The Cost of Caring. New Jersey: Prentice-Hall,


Inc.

Maslach, C. (1993). Burnout: A Multidimensional Perspective. Dalam W.B.


Schaufeli, C. Maslach, & T. Marek (Eds.), Professional Burnout: Recent
Developments in Theory and Research (pp. 1-16). Washington DC:
Taylor & Francis.

Perrow, C. (1979). Complex Organization: A Critical Essay (2nd ed.). London:


Scott, Foresman and Coy.
Prawasti, C.Y. (1991). Hubungan Antara Burnout dan Dukungan Sosial Di
Kalangan Perawat Rumah Sakit di Jakarta. Skripsi: Tidak Diterbitkan.
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Rohman, T.N., Prihartanti, N., & Rosyid, H.F. (1997). Hubungan Antara
Dukungan Sosial Dengan Burnout Pada Perawat Putri di Rumah Sakit
Swasta. Psikologika, II, 4, 51-59.

Sarafino, E.P. (1998). Burnout Pada Guru Sekolah Luar Biasa Tuna Ganda
(Studi Kualitatif Mengenai Gambaran, Sumber, dan Proses Burnout
Pada Guru Sekolah Luar Biasa Tuna Ganda Di Jakarta). Skripsi: Tidak
Diterbitkan. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Setiawan, A. (1998). Perilaku Birokrasi Dalam Pengaruh Paham Kekuasaan


Jawa. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Sullivan, I.G. (1989). Burnout: A Study of A Psychiatric Center. Dalam D.T.


Wessels, Jr., A.H. Kutscher, I.B. Seeland, F.E. Selder, D.J. Cherico, &
E.J. Clack (Eds.), Professional Burnout in Medicine and The Helping
Proffesions (pp.83-90). New York: The Haworth Press.

Winnubst, J. (1993). Organizational Structure, Social Support, and Burnout.


Dalam W.B. Schaufeli, C. Maslach, & T. Marek (Eds.), Professional
Burnout: Recent Developments in Theory and Research (pp. 151-160).
Washington DC: Taylor & Francis.

Wood, J., Wallace, J., Zeffane, R.M., Schermerhorn Jr., Hunt, J.G., Osborn,
R.N. (1998). Organizational Behavior: An Asia-Pacific Perspective. New
York: John Wiley & Sons, Inc.

Peranan Dimensi-Dimensi Birokrasi terhadap Burnout pada Perawat 46

You might also like