You are on page 1of 9

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

DI KABUPATEN BOGOR

Faizal Madya (faizal@upbjj.ut.ac.id)


Universitas Terbuka

ABSTRACT

The title of the research is “Implementation License of Found Policy in Bogor Regency”
(case at sub division of building management in Bogor Regency). Focus in this research is 2
(two) variable. First variable is implementation lincense of found building policy from sub
division of building management in Bogor Regency, and second how sub division of building
management in Bogor Regency give services to people’s who want to have license of found
building for their home and other owner. Hipotesis in this research is perfect implementation
conditions can increasing public service. Perfect implementation conditions are the
circumstances external to the implementing agency do not impose crippling constraints, that
adequate time and sufficient of resources are made available to the program, that the
required combination of resources is actually available, that the policy to be implemented is
base upon a valid theory of cause and effect, that the relationship between cause and effect
is direct and that there are few if any intervening links, that dependency relationship are
minimal; That there is understanding of, and agreement on objectives, that tasks are fully
specified in correct sequence, that there is prefect communication and co-ordination, that
those in authority can demand and obtain perfect compliance. Result of research is
implementation license of found policy from sub division of building management in Bogor
Regency have still not optimal, so that public services still not optimal.

Keywords: implementation, public policy, public service.

Tujuan pembangunan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD


1945 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum pada setiap bidang kehidupan rakyat.
Lebih lanjut dikatakan bahwa pembangunan disetiap aspek ini tiada lain untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur, merata materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila. Dalam
pelaksanaannya, pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan.
Pembangunan perlu didukung oleh sumber dana, sumber daya alam, dan sumber daya
manusia.
Salah satu pembangunan yang dilakukan di Kabupaten Bogor adalah penataan
terhadap bangunan dengan mewajibkan tiap bangunan memiliki Ijin Mendirikan Bangunan
(IMB). Tujuannya adalah agar bangunan yang didirikan oleh masyarakat dapat tertata
dengan baik dan memenuhi persyaratan, layak digunakan, dan tidak merusak lingkungan.
Upaya mewujudkan program pembangunan atau pengembangan kota serta manfaat ruang
kota secara optimal, seimbang dan serasi agar tercipta kondisi daerah yang tertib dan teratur
sesuai dengan Perda No.23 tahun 2000 tentang IMB. Manfaat IMB bagi masyarakat adalah:
1. bangunan yang memiliki IMB dapat meningkatkan nilai ekonomis bangunan
2. dapat dijadikan sebagai jaminan atau agunan
3. dari aspek legalitas mendapat perlindungan hukum
Madya, Implementasi Kebijakan IMB di Kabupaten Bogor

Dalam pengembangan kota dan pemanfaatan ruang kota secara optimal, seimbang dan
serasi Pemerintah Kabupaten Bogor membentuk Sub Dinas Tata Bangunan Kabupaten Bogor. Sub
Dinas tersebut merupakan perangkat teknis yang mampu mendukung penyelenggaraan fungsi dan
tugas pokok Pemerintah Daerah serta mampu mengarahkan dan mengendalikan pembangunan fisik
kota. Salah satu tugas pokok Sub Dinas Tata Bangunan adalah mengarahkan pembangunan dengan
pengendalian melalui prosedur IMB. Prosedur yang ditetapkan untuk melaksanakan tugas pokok dan
fungsi Sub Dinas tata Bangunan Kabupaten Bogor dalam menerbitkan IMB adalah sebagai berikut,
(1) menerima pendaftaran dari pemohon melalui loket. (2) Seksi Pengelolaan dan Pemanfaatan
Bangunan memeriksa peruntukan lokasi wilayah ditempat bangunan tersebut dan posisi bangunan
terhadap sempadan jalan, jika bangunan tersebut sesuai peruntukannya dan tidak melanggar
sempadan jalan. (3) Seksi Teknik dan Jasa Konstruksi, memeriksa luas bangunan yang digunakan
untuk perhitungan retribusi yang akan dibebankan kepada pemilik bangunan, selain itu posisi
bangunan juga dilihat agar tidak menggangu fasilitas umum dan keindahan kota.(4) Seksi Bangunan,
mengeluarkan tagihan pengutan retribusi yang harus dilunasi oleh pemohon berdasarkan
perhitungan dari konstruksi bangunan. (5) Setelah pemohon melunasi retribusi IMB maka proses
dilanjutkan untuk disetujui penerbitan IMB oleh Kepala Sub Dinas Tata Bangunan Kabupaten Bogor.
Selanjutnya IMB ditandatangani oleh Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor. Diagram prosedur
penerbitan IMB dapat dilihat pada Diagram 1.

KEPALA DINAS

KA. BAG.
TU

L
O KA. SUB. DIN.
PEMOHON K TATA
E BANGUNAN
T

SEKSI SEKSI
PENGELOLAAN & TEKNIK & JASA SEKSI
PEMANFAATAN KONSTRUKSI BANGUNAN
BANGUNAN BANGUNAN

Sumber: Sub Dinas tata Bangunan Kabupaten Bogor

Diagram 1. Prosedur IMB

Setiap penerbitan IMB, pemohon dikenakan pungutan berupa retribusi untuk biaya
sempadan, biaya pengawasan, biaya konstruksi bangunan, dan biaya pendaftaran yang harus
dibayar atau dilunasi oleh pemohon sebelum yang bersangkutan menerima surat IMB. Retribusi
disetorkan ke Kas Daerah sebagai salah satu pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dengan demikian, dalam penerbitan IMB terkandung dua hal yang erat kaitannya dengan fungsi
pemerintah, yaitu fungsi pengendalian dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

131
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, 130-138

Dilihat dari segi dana, Sumbangan retribusi IMB terhadap Pendapatan Asli Daerah memberi
kurang lebih 10% dari total perolehan retribusi di Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor selama tahun
2001 sampai bulan September tahun 2002.
Berdasarkan wawancara dan keluhan pemohon IMB untuk rumah tinggal, diperoleh hasil
sebagai berikut (1) pelayanan dari petugas kurang memadai; (2) terlalu banyaknya syarat yang harus
dipenuhi untuk memperoleh IMB; dan (3) informasi yang belum maksimal mengenai kebijakan IMB
untuk rumah tinggal dari pihak Sub Dinas Tata Bangunan.
Artikel ini menyajikan gambaran tentang implementasi kebijakan pemberian IMB dan
pelayanan yang diperoleh masyarakat di Kabupaten Bogor.

Kerangka Teoritik
Implementasi kebijakan menurut Islami (2001) adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan
dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu
demi kepentingan seluruh masyarakat.
Menurut Parasuraman, dkk (dalam Monier, 2001) kualitas jasa dipersepsikan baik apabila
jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan. Ada lima faktor utama yang
menentukan kualitas pelayanan, yaitu (1) tangibles yaitu fasilitas secara fisik; (2) reliability yaitu
kemampuan untuk merealisasikan apa yang telah dijanjikan; (3) responsivness yaitu kesiapan
petugas dalam melayani masyarakat; (4) assurance yaitu memberikan kepercayaan dan keyakinan
kepada masyarakat; (5) emphaty, dapat melayani sesuai dengan kebutuhan.
Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor 19 tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan IMB
mengatakan bahwa persyaratan permohonan IMB untuk rumah tinggal adalah seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Pembuatan IMB untuk Rumah Tinggal


Syarat administrasi Syarat teknis
1. Formulir permohonan IMB 1. Bangunan yang didirikan harus sesuai dengan Rencana
2. Fotokopi KTP Tata Ruang
3. Fotokopi Hak Atas Tanah 2. Luas bangunan harus sesuai dengan BCR (Building
4. Gambar rencana Coverage Ratio) yaitu perbandingan antara luas bangunan
5. PBB/SPPT terakhir (tutupan yang tidak resap air) dengan total luas tanah
6. Rencana Anggaran Biaya (RAB) 3. Garis Sempadan Bangunan (GSB) yaitu jarak antara
7. Peta situasi dari cabang dinas bangunan terluar dengan as jalan:
8. Perhitungan konstruksi * Jalan Primer : 25 m
9. Riwayat bangunan (untuk pemutihan) * Jalan Sekunder : 15 m
10. SIPPT/Ijin Lokasi * Jalan Tertier : 13 m
11. Rekomendasi dari Dinas Teknis * Jalan Kuarter :8 m
4. IMB Pemutihan adalah IMB yang diberikan untuk bangunan-
bangunan yang berdiri sebelum tahun 1996

Sumber: Sub Dinas Tata Bangunan Kabupaten Bogor

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Menurut Faisal (1999) objek telaahan
penelitian deskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau
kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah
dan unit yang diteliti. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar
variabel yang ada. Teknik pengumpulan data berupa studi pustaka dan studi lapangan. Adapun
teknik yang digunakan studi lapangan dengan teknik observasi, wawancara, dan kuesioner.

132
Madya, Implementasi Kebijakan IMB di Kabupaten Bogor

Responden dalam penelitian ini adalah pegawai Sub Dinas Tata Bangunan Kabupaten
Bogor dan masyarakat pemohon IMB yang sedang mengurus IMB di Sub Dinas Tata Bangunan
kabupaten Bogor.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukan bahwa:


Implementasi kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan oleh Sub Dinas Tata Bangunan
Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut.
1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan
gangguan/kendala serius. Beberapa kendala/hambatan pada saat implementasi kebijakan
berada diluar kendali para administrator, sebab masalah-masalah itu memang diluar jangkauan
wewenang badan pelaksana. Hambatan tersebut diantaranya mungkin bersifat fisik atau bisa
juga bersifat politis dalam artian bahwa baik kebijakan maupun tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk melaksanakannya tidak dapat diterima atau tidak disepakati oleh pelbagai pihak
yang kepentingannya terkait oleh kebijakan tersebut. Kendala-kendala tersebut cukup jelas dan
mendasar sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh para administrator. Faktor
eksternal ini dalam pelaksanaan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan adalah pemahaman dan
penerimaan masyarakat mengenai kebijakan tersebut. Untuk mengetahui sejauh mana faktor
eksternal ini tidak akan menimbulkan gangguan dalam mengimplementasikan kebijakan, didapat
mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebesar 87,5% dan hanya 12,5% yang menjawab
tidak setuju, hal ini menunjukan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh pelaksana kebijakan
berupa pemahaman dan penerimaan masyarakat mengenai kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan
tidak terlalu menghambat atau menjadi kendala dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin
Mendirikan Bangunan. Dari hasil wawancara dengan responden, bahwa masih ada sebagian
besar masyarakat yang belum memahami kegunaan dan manfaat Ijin Mendirikan Bangunan baik
untuk bangunan rumah tinggal yang dimilikinya maupun untuk lingkungan dan masyarakat
umumnya, walaupun masyarakat menerima dengan positif kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan
tersebut.
2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai, dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan diperlukan waktu yang cukup dan didukung oleh sumber-
sumber yang memadai baik sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber dana.
Tindakan-tindakan pembatasan/pemotongan terhadap pembiayaan program, kurangnya sumber
daya manusia dan waktu yang pendek akan membahayakan upaya pencapaian tujuan karena
sumber-sumber yang kurang memadai. Untuk pelaksanaan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan
sumber-sumber yang diperlukan adalah pendanaan untuk pelaksanaan kebijakan yang memadai
dan tersedianya petugas dengan kemampuan yang memadai didapat responden menjawab
setuju yaitu sebesar 50%, responden menjawab ragu-ragu sebesar 18,75% dan 31,25%
responden menjawab tidak setuju, hal ini menunjukan bahwa dana untuk melaksanakan program
kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan tersedia namun dalam penggunaannya kurang transparan.
Selain tersedianya dana yang memadai dan transparan dalam penggunaannya, sumber-sumber
yang diperlukan untuk pelaksanaan kebijakan adalah tersedianya petugas dengan kemampuan
yang memadai. Untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaan kebijakan Ijin Mendirikan
Bangunan tersedia petugas dengan kemampuan yang memadai didapate jawaban setuju
sebesar 81,25% dari jawaban responden, dan untuk jawaban ragu-ragu mendapat 18,75% dari

133
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, 130-138

jawaban responden. Hal ini menunjukan bahwa jumlah petugas yang memiliki kemampuan yang
memadai untuk melaksanakan program kebijakan sebagian besar sudah terpenuhi. Berdasarkan
wawancara dengan responden bahwa sebagian besar petugas pelaksana kebijakan Ijin
Mendirikan Bangunan memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugasnya,
sedangkan dana untuk pelaksanaan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan tersedia walaupun
dalam penggunaannya tidak semua petugas mengetahui dengan jelas rinciannya.
3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia, dalam artian bahwa disatu
pihak harus dijamin tidak terdapat kendala-kendala pada semua sumber-sumber yang
diperlukan, dan dilain pihak pada setiap tahapan proses implementasinya perpaduan diantara
sumber-sumber tersebut harus benar-benar disediakan. Tanggung jawab utama untuk
mengimplementasikan kebijakan adalah pelaksana kebijakan yang umumnya telah dibekali
dengan sejumlah kemampuan teknik administrasi tertentu, sehingga hambatan yang bakal terjadi
dapat diantisipasi sebelumnya, dan tindakan-tindakan yang cepat dan tepat dapat segera
dilakukan. Untuk implementasi kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan sumber-sumber yang
diperlukan adalah masyarakat, untuk itu diperlukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan dengan didukung oleh peralatan yang memadai. Untuk
mengetahui apakah dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan
perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia, didapat lebih banyak
responden menjawab tidak setuju, yaitu sebesar 37,5%, hal ini menunjukan bahwa sumber-
sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan ijin Mendirikan Bangunan sebagian
besar belum tersedia dari hasil wawancara dengan petugas bahwa penyuluhan kepada
masyarakat sangat diperlukan dalam melaksanakan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan, karena
masyarakat adalah pihak yang berkaitan langsung dengan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan
khususnya masyarakat pemilik bangunan rumah tinggal, untuk itu diperlukan penyuluhan yang
didukung dengan peralatan yang memadai, sehingga tujuan dari penyuluhan dapat disampaikan
dengan jelas kepada masyarakat.
4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal,
kebijakan haruslah didasari oleh tingkat pemahaman yang memadai mengenai persoalan yang
akan ditanggulangi, sebab-sebab timbulnya masalah dan cara pemecahannya, atau peluang
yang tersedia untuk mengatasi masalah dan apa yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang
itu. Demikian juga untuk kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan yang akan diimplementasikan
adalah bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang ada dan permasalahan yang mungkin
akan terjadi dikemudian hari tanpa menimbulkan permasalahan yang lain, untuk itu setiap
permasalahan yang dihadapi harus dikaji secara bersama oleh seluruh pelaksana kebijakan.
Berikut ini tanggapan responden mengenai kebijakan yang diimplementasikan didasari oleh
suatu hubungan kausalitas yang andal, responden menjawab sangat setuju sebesar 25%, untuk
jawaban setuju sebesar 68,75%, dan jawaban ragu-ragu sebesar 6,25% dari jawaban
responden. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan dibuat berdasarkan
suatu hubungan kausalitas yang andal.
Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya, kebijakan
yang tergantung pada hubungan kausalitas tergantung pada mata rantai yang amat panjang
cenderung akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai
kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan
semakin menjadi kompleks implementasinya. Begitu pula dengan implementasi kebijakan Ijin
Mendirikan Bangunan hubungan kausalitas harus bersifat langsung dan sedikit mata rantai

134
Madya, Implementasi Kebijakan IMB di Kabupaten Bogor

penghubungnya. Untuk itu, agar hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata
rantai penghubungnya, maka dalam implementasi kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan harus
didasarkan atas permasalahan yang dihadapi. Berikut tanggapan responden mengenai
hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya, untuk
jawaban sangat setuju mendapat 25%, jawaban setuju mendapat 68,75%, dan untuk jawaban
ragu-ragu mendapat 6,25% dari jawaban responden. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas
responden menjawab untuk kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan terdapat hubungan kausalitas
yang bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.
5. Hubungan saling ketergantungan harus kecil, implementasi yang sempurna menuntut adanya
persyaratan bahwa hanya ada badan pelaksana tunggal, tidak perlu tergantung pada
badan/instansi lain, atau kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan badan/instansi lain,
maka hubungannya harus seminimal mungkin. Untuk mengetahui apakah dalam
mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan melibatkan instansi lain, dan
kalaupun melibatkan instansi lain hubungan saling ketergantungannya harus kecil, mayoritas
responden menjawab sangat setuju yaitu sebesar 68,75% dan untuk jawaban setuju mendapat
31,25%. Hal ini menunjukan bahwa, dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan
Bangunan melibatkan instansi lain. Walaupun dalam mengimplementasikan kebijakan
melibatkan instansi lain, namun hubungan ketergantungan dengan instansi lain tersebut harus
seminimal mungkin. Berikut tanggapan responden mengenai hubungan ketergantungan harus
kecil, untuk jawaban sangat setuju mendapat 50% dari jawaban responden, untuk jawaban
setuju mendapat 43,75% dari jawaban responden dan untuk jawaban ragu-ragu medapat 6,25%
dari jawaban responden. Hal ini menunjukan bahwa dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin
Mendirikan Bangunan sangat tergantung dengan instansi lain.
6. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan, dalam melaksanakan kebijakan
diharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh dan kesepakatan terhadap tujuan atau
sasaran yang akan dicapai dari seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, dan keadaan ini
harus terus dipertahankan selama proses implementasi. Begitu pula dalam pelaksanaan
kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan, dibutuhkan pemahaman yang mendalam dan kesepakatan
terhadap tujuan oleh pegawai Sub Dinas Tata Bangunan. Berikut tanggapan responden
mengenai pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan, untuk jawaban sangat
setuju mendapat 31,25%, untuk jawaban setuju mendapat 50% dari jawaban responden dan
untuk jawaban ragu-ragu mendapat 18,75%. Hal ini menunjukan bahwa pelaksana kebijakan
dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan sudah berdasarkan
pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat, dalam upaya mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam kebijakan diperlukan rincian tugas-tugas sesuai dengan wewenang
dari seluruh pihak yang terlibat sebagai pelaksana kebijakan secara jelas. Hal ini sangat
diperlukan agar tugas-tugas tersebut dilaksanakan dengan benar dan tepat pada waktunya serta
menjaga agar para petugas tidak melakukan kegiatan yang melenceng dari suatu kebijakan,
syarat ini sangat diperlukan dalam melaksanakan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan, untuk
tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat didapat mayoritas responden
menjawab setuju yaitu sebesar 87,5%, sedangkan sisanya menjawab sangat setuju yaitu
sebesar 12,5% dari jawaban responden. Hal ini menunjukan bahwa dalam
mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan tugas-tugas telah diperinci dan
ditempatkan dalam urutan yang tepat.

135
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, 130-138

Komunikasi dan koordinasi yang sempurna, komunikasi mempunyai peran penting dalam
menyampaikan informasi, jika komunikasi dilakukan dengan baik, maka informasi yang
diperlukan dalam melaksanakan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan akan tersampaikan dengan
baik dan jelas, komunikasi yang baik sangat diperlukan karena tanpa komunikasi yang baik,
maka informasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan tidak tersampaikan dengan baik.
Berikut ini tanggapan responden mengenai komunikasi dalam melaksanakan kebijakan Ijin
Mendirikan Bangunan, mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebesar 87,5%, sedangkan
sisanya menjawab tidak setuju yaitu sebesar 12,5%. Hal ini menunjukan bahwa dalam
mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan komunikasi antar petugas maupun
dengan masyarakat pemohon berjalan dengan baik.
Pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang
sempurna, dalam melaksanakan kebijakan diharuskan ada ketundukan penuh dan tidak ada
penolakan sama sekali terhadap kebijakan yang berlaku. Apabila terdapat potensi penolakan
terhadap kebijakan tersebut, maka pelaksana kebijakan harus dapat mengidentifikasi sehingga
dapat dicegah sedini mungkin. Pelaksana kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan yang memiliki
wewenang kekuasaan harus mampu menjamin tumbuh dan berkembangnya sikap patuh dari
masyarakat akan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan, yaitu dengan menerapkan sanksi
terhadap pelanggar kebijakan. Untuk kepatuhan masyarakat terhadap pelaksana kebijakan
didapat jawaban setuju mendapat 31,25% dari jawaban responden, untuk jawaban ragu-ragu
mendapat 50% dari jawaban responden dan untuk jawaban tidak setuju mendapat 18,75%. Hal
ini menunjukan bahwa tidak semua masyarakat menerima dengan positif atas sanksi yang
diberikan oleh petugas.

Kualitas Pelayanan kepada Masyarakat Pemohon IMB


Fokus analisis implementasi kebijakan ini mencakup usaha-usaha yang dilakukan oleh
pejabat-pejabat atasan atau lembaga-lembaga ditingkat pusat untuk mendapatkan kepatuhan dari
lembaga-lembaga atau pejabat-pejabat ditingkat yang lebih rendah/daerah dalam upaya mereka
untuk memberikan pelayanan. Dengan demikian maka sebenarnya fungsi dan tujuan dari kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah adalah untuk memberikan pelayanan kepada publik atau masyarakat.
Begitu pula dengan implementasi kebijakan IMB, tujuannya adalah memberikan pelayanan,
khususnya kepada masyarakat pemohon dan pemilik bangunan rumah tinggal dan masyarakat
umumnya. Untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan kepada masyarakat pemohon IMB,
maka penulis akan menguraikan kualitas pelayanan kepada masyarakat pemohon IMB berdasarkan
dimensi dari kualitas pelayanan yang teridentifikasi, yaitu:
1. Tangibles, fasilitas secara fisik
2. Reliability, kemampuan untuk merealisasikan apa yang telah dijanjikan
3. Responsivness, kesiapan petugas dalam melayani masyarakat
4. Assurance, memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada masyarakat
5. Emphaty, dapat melayani sesuai dengan kebutuhan

Pembahasan mengenai kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pemohon


IMB, secara rinci akan dikemukakan sebagai berikut:
Fasilitas secara fisik (tangibles). Tujuan dari implementasi kebijakan adalah untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
pemohon IMB berupa fasilitas secara fisik yaitu berupa loket pendaftaran yang mudah dijangkau,

136
Madya, Implementasi Kebijakan IMB di Kabupaten Bogor

petugas yang cukup, dan tempat yang nyaman dan memadai dalam pengurusan IMB. Untuk fasilitas
secara fisik, responden menjawab setuju bahwa loket pendaftaran dirasakan nyaman dan memadai
sebesar 40%, responden menjawab ragu-ragu 20%, tidak setuju 20%, dan responden menjawab
sangat tidak setuju sebesar 20%. Hal ini menunjukan bahwa loket pendaftaran/kantor pengurusan
IMB belum memadai dan nyaman, dan ada sebagian responden menganggap loket pengurusan IMB
terlalu jauh untuk dijangkau oleh pemohon, terutama pemohon dari wilayah barat Kabupaten Bogor.
Selain tempat pengurusan yang nyaman dan mudah dijangkau, fasilitas secara fisik juga meliputi
keadaan pegawai yang bertugas melayani masyarakat pemohon IMB, berikut tanggapan responden
tentang jumlah petugas yang memadai dalam pengurusan IMB, mayoritas responden menjawab
setuju yaitu sebesar 60%, responden menjawab ragu-ragu sebesar 20% dan responden menjawab
sangat tidak setuju sebesar 20%. Hal ini menunjukan bahwa petugas yang melayani masyarakat
pemohon dalam mengurus IMB cukup memadai jumlahnya.
Kemampuan untuk merealisasikan apa yang telah dijanjikan (Reliability). Bentuk pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat, selain dalam bentuk fisik, adalah bagaimana petugas dapat
merealisasikan apa yang telah dijanjikan kepada masyarakat pemohon IMB seperti ketepatan waktu
dalam pengurusan IMB. Untuk itu diperlukan konsistensi dan tanggung jawab petugas, agar apa
yang sudah dijanjikan dapat terealisasi. Berikut tanggapan responden mengenai kemampuan
petugas dalam memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang dijanjikan, 60% responden
menjawab setuju, 20% responden menjawab ragu-ragu, dan 20% responden menjawab tidak setuju.
Hal ini menunjukan bahwa konsistensi petugas pengurusan IMB cukup memuaskan masyarakat.
Selain konsistensi petugas, dalam merealisasikan apa yang telah dijanjikan kepada masyarakat
maka diperlukan juga tanggungjawab petugas dalam melaksanakan tugasnya sehingga dapat
melayani masyarakat dengan baik. Tanggapan responden mengenai tanggungjawab petugas dalam
melaksanakan tugasnya, 60% responden menjawab setuju, 20% responden menjawab ragu-ragu,
dan 20% responden menjawab tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa tanggungjawab petugas
pengurusan IMB cukup memuaskan masyarakat.
Kesiapan petugas dalam melayani masyarakat (Responsiveness). Pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat pemohon IMB diukur dengan kecepatan petugas dalam menanggapi keluhan
atau laporan dari masyarakat. Pada indikator resposiveness hanya 40% responden menjawab setuju
dan 60% responden menjawab ragu-ragu untuk variabel kesiapan petugas dalam melayani
masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa petugas masih belum tanggap dalam melayani keluhan dari
masyarakat. Berdasarkan wawancara penulis dengan responden bahwa petugas kurang bereaksi
dalam menanggapi kesulitan yang dialami masyarakat, sehingga kesulitan yang dialami masyarakat
pemohon IMB menyebabkan masyarakat harus datang berkali-kali ketempat pengurusan IMB.
Pemberian jaminan (assurance) bahwa penerbitan IMB dan pungutan retribusi telah sesuai
dengan prosedur dan ketentuan. Faktor yang tidak kalah penting dalam pelayanan adalah
kepercayaan masyarakat terhadap petugas. Hubungan yang baik antara petugas dengan
masyarakat pemohon IMB mempengaruhi kualitas pelayanan. Tanggapan responden bahwa
pemberian jaminan penerbitan IMB dan pungutan retribusi telah sesuai dengan prosedur dan
ketentuan adalah 40% responden menjawab setuju dan 60% responden menjawab ragu-ragu.
Tanggapan ini menunjukan bahwa petugas yang melayani masyarakat dalam mengurus IMB masih
belum dapat memberikan jaminan bahwa penerbitan IMB dan pungutan retribusi telah sesuai dengan
prosedur dan ketentuan. Berdasarkan wawancara dengan responden didapat informasi masih ada
pungutan diluar ketentuan pungutan retribusi IMB.

137
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, 130-138

Petugas dapat melayani sesuai dengan kebutuhan (emphaty). Bentuk pelayanan yang
diharapkan oleh masyarakat adalah keramahan petugas dan kemudahan dalam pengurusan IMB.
Tanggapan tentang keramahan petugas dalam mengurus IMB adalah 80% responden menjawab
setuju dan 20 % responden menjawab ragu-ragu. Tanggapan responden mengenai kemudahan
dalam mengurus IMB adalah 40% responden menjawab ragu-ragu dan 60% responden menjawab
tidak setuju. Data tersebut menunjukan bahwa pelayanan yang diberikan oleh petugas belum sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dalam mengurus IMB.

PENUTUP
1. Dengan syarat-syarat implementasi kebijakan yang belum sepenuhnya dilaksanakan, maka
kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat mengenai kebijakan penerbitan IMB
belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan standar pelayanan yang ditetapkan. Hal ini
dapat dilihat bahwa masyarakat belum mendapat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
dalam mengurus IMB.
2. Peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum tercapai disebabkan
oleh masih adanya hambatan dalam implementasi kebijakan terutama yang berkaitan dengan
petugas.

Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang diajukan adalah:


1. Untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalitas petugas pelaksana kebijakan, maka
diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus kepada petugas.
2. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, hendaknya loket pendaftaran pengurusan
IMB dibuka di setiap Kecamatan, walaupun prosesnya tetap dilaksanakan di Kantor Sub Dinas
Tata Bangunan Kabupaten Bogor.

REFERENSI
Abdul W.S. (1997). Analisis kebijaksanaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Darwin, M. (1998). Analisa kebijakan publik. Terjemahan dari Public analysis oleh Dunn, W.N.
Yogyakarta: PT. Hanindita.
Faisal, S. (1999). Format-format penelitian sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
Gulo, W. Metodologi penelitian. Jakarta: Grasindo.
Islamy, M.I. (2002). Prinsip-prinsip perumusan kebijakan negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Monier, A.S. (2001). Manajemen pelayanan umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana. (1996). Metoda statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. (2002). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeth.
Tjiptono, F. (2002). Manajemen jasa. Yogyakarta: Andi.
Wibawa, S. (1999). Kebijakan publik. Jakarta: Intermedia.
Wirijadinata, J. (1999). Anggaran publik dan organisasi non profit. Bandung: Ilham Jaya.

138

You might also like