You are on page 1of 8

PENGARUH PERLAKUAN BENIH UNTUK PENGENDALIAN Amrasca biguttulla Ishida TERHADAP NILAI TAMBAH VARIETAS KAPAS SERI KANESIA

Effect of Seed Treatment for Controlling Amrasca biguttula Ishida on Added Values of Kanesia Cotton varieties
Dwi Adi Sunarto dan Nurindah

ABSTRACT otton jassid Amrasca biguttula Ishida attacks cotton in early season. The use of resistant varieties to this pest is a key for a successful implementation of cotton IPM. Cotton varieties Kanesia 8 (released by 1999), Kanesia 10, Kanesia 11, and Kanesia 12 (released by 2006) are varieties with low to moderately resistant to A. biguttula, so that they have a high possibility to be attacked by the jassid. This research is aimed to evaluate the effect of seed treatment using imidakloprit on the added values of cotton varieties recently released (Kanesia 10, Kanesia 11, and Kanesia 12) intercropped with maize. This research was conducted on March to October 2007 at Jati, Blora, East Java, where cotton is mostly grown intercropping with maize. This research was conducted on rain fed field; caotton+maize were planted after the rice has been harvested. This research was arranged in split-plot design with two factors repeated 4 times. The main plot were cotton varieties: (1) Kanesia 8; (2) Kanesia 10; (3) Kanesia 11; and (4) Kanesia 12. The sub-plots are seed treatment: (1) seed treatment with imidakloprit (+ST) and (2) no seed treatment (-ST). The result showed that seed treatment with imidacloprit would give added value to Kanesia series. The seed treatment increase the variety resistance to A. biguttula and farmer's income, however, did not affect predator population development. Kanesia 10, Kanesia 11 and Kanesia 12 were superior to Kanesia 8 when seed-treated with imidachloprit. Therefore, seed treatment is recommended for cotton varieties which are moderately resis tant or susceptible to A. biguttula. Key words : Gossypium hirsutum, Amrasca biguttula, seed treatment, imidacloprit, variety resistance

PENDAHULUAN Amrasca biguttulla (Ishida) atau biasa disebut wereng kapas, merupakan serangga hama kapas yang menyerang pada awal musim. Gejala serangan yang ditimbulkannya pada tanaman kapas mula-mula daun bagian pinggir berwarna merah dan melengkung ke bawah. Warna merah pada daun disebabkan oleh toksin dari salivary gland yang dikeluarkan oleh serangga ini pada waktu menghisap cairan daun. Bagian yang berwarna merah akan meluas ke seluruh permukaan daun dan akhirnya daun menjadi kering seperti terbakar (hopper burn) (Indrayani et al., 1988). Serangan pada tanaman muda menyebabkan pertumbuhan tanaman

menjadi terhambat dan produktivitas kapas sangat menurun. Kerusakan yang berat pada tanaman kapas sering terjadi pada periode kering atau pada varietas kapas yang tidak tahan terhadap serangan serangga hama ini (Nurindah, 2002). Penggunaan varietas tahan terhadap wereng kapas merupakan kunci keberhasilan penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) kapas. Varietas kapas nasional Indonesia (Kanesia) yang telah dilepas semuanya mempunyai tingkat ketahanan rendah hingga moderat terhadap serangga hama ini, sehingga jika populasi wereng kapas tinggi pada awal pertumbuhan dan tidak dikendalikan dapat menyebabkan tanaman

Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Jl. Raya Karangploso Km 4. PO BOX 199 Malang Email: dwisunartoc_17@yahoo.com Pengaruh Perlakuan Benih Untuk Pengendalian Amrasca Biguttulla (Ishida) Terhadap............. ( Dwi Adi Sunarto dan Nurindah)

gagal berproduksi. Pengendalian A. biguttulla dengan insektisida yang dilakukan dengan penyemprotan pada tanaman (foliar spray) mempunyai pengaruh negatif terhadap musuh alami, sehingga menimbulkan masalah peledakan populasi penggerek buah kapas (Nurindah et al., 2006). Varietas kapas Kanesia 8 (dilepas pada tahun 1999) merupakan varietas kapas yang saat ini sedang dikembangkan. Varietas Kanesia 10, Kanesia 11 dan Kanesia 12 (dilepas pada tahun 2006) merupakan varietasvarietas baru yang memiliki beberapa keunggulan dari varietas-varietas sebelumnya. Varietas-varietas kapas seri Kanesia tersebut semuanya mempunyai ketahanan yang rendah hingga moderat terhadap A. biguttulla, sehingga peluang terserang A. biguttula cukup tinggi. Menambah keanekaragaman vegetasi melalui sistem tanam tumpangsari atau polikultur pada suatu ekosistem telah banyak dilaporkan dapat meningkatkan populasi predator yang dapat mengendalikan serangga hama, (Parajulee dan Slosser 1999; Tillman et al. 2002; Mote et al. 2001; Anand et al. 2001). Sedangkan perlakuan insektisida benih yang bersifat sistemik diharapkan dapat meningkatkan ketahanan varietas-varietas seri Kanesia terhadap A. biguttula, terutama pada awal pertumbuhan tanaman perpaduan kedua teknik pengendalian tersebut diharapkan dapat meningkatkan keunggulan varietasvarietas seri Kanesia. Salah satu jenis insektisida sistemik adalah dari kelompok neonicotinoid dengan bahan aktif imidakloprit. Aplikasi insektisida imidakloprit sebagai perlakuan benih (seed treatment) sebelum tanam dapat melindungi tanaman dari serangan serangga penusuk dan penghisap cairan tanaman, seperti Amrasca biguttula (Ishida) pada okra (Kumar et al., 2001), Empoasca kraemeri (Roos & Moore) pada kacang hijau. Myzus persicae (Sulzer) pada beet (Dewar dan Read, 1990), Melanaphis maidis pada gandum (Ahmed et al., 2001), Zyginidia scutellaris pada jagung (Pons dan Albajes, 2002) dan Shizaphis graminum (Rondani), Diuraphis noxia (Mordvilko), Rhopalosiphum maidis (Fitch) serta R. padi (Linnaeus) pada sorghum (Pike et al., 1993; Sloderbeck et al., 1996; Gray et al., 1996). Jangka waktu efektivitas insektisida ini dalam menekan populasi hama bervariasi yaitu antara 30 - 50 hari (Ahmed et al., 2001; Pons dan Albajes, 2002). Selain itu, insektisida ini mempunyai toksisitas yang rendah terhadap mamalia (Elbert et al., 1991; Fluckiger et al., 1992) dan dapat bersifat antifeedant terhadap kutu daun gandum (Burd et al., 1996). 2

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perlakuan benih berbahan imidakloprit terhadap nilai tambah dalam produksi dan pendapatan petani dari varietas kapas seri Kanesia yang baru dilepas, yaitu Kanesia 10, Kanesia 11 dan Kanesia 12 yang ditanam secara tumpangsari dengan jagung.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada Maret - Oktober 2007 di Desa Jati, Kecamatan Jati, Blora, Jawa Tengah yang merupakan daerah pengembangan kapas yang ditumpangsarikan dengan jagung. Lahan yang digunakan adalah lahan sawah tadah hujan; kapas dan jagung ditanam setelah padi dipanen. Kegiatan penelitian disusun dengan rancangan petak terbagi dengan dua faktor yang diulang empat kali. Petak utama adalah Varietas, yaitu: (1) Kanesia 8 sebagai varietas pembanding; (2) Kanesia 10; (3) Kanesia 11; dan (4) Kanesia 12. Anak petak adalah perlakuan benih: 1) Dengan perlakuan benih menggunakan imidakloprit 2 g/kg benih (+ST) dan 2) Tanpa perlakuan benih Ukuran petak untuk setiap perlakuan adalah 15 m x 10 m dengan jarak antar petak 2 m. Tata tanam yang diterapkan adalah tumpangsari kapas+jagung (2 kapas+1 jagung). Jarak tanam kapas adalah 100 cm x 25 cm (populasi 34.285 tanaman/ha) dan jarak tanam jagung adalah 70 cm x 20 cm (populasi 28.500 tanaman/ha). Pemeliharaan tanaman sesuai rekomendasi budidaya kapas tumpangsari kapas+jagung (Machfud, 2002). Pengendalian hama dengan penyemprotan insektisida dilakukan berdasarkan ambang kendali. Serangga hama kapas yang dikendalikan adalah wereng kapas A. biguttulla dan penggerek buah Helicoverpa armigera. Ambang kendali untuk A. biguttulla adalah 13 tanaman menunjukkan gejala serangan dan ada populasi seranggannya dari 25 tanaman yang diamati atau > 50% tanaman contoh terserang dan ada populasi A. biguttulla. Pengamatan dilakukan pada daun ketiga dari pucuk yang telah terbuka sempurna. Ambang kendali untuk H. armigera adalah 4 tanaman terinfestasi larva dari 25 tanaman yang diamati. Jumlah tanaman terinfestasi yang teramati dikurangi 1 jika ditemukan 8 ekor musuh alami (laba-laba, Kumbang Kubah, Kepik Mirid, semut, dll.) dan kelipatannya. Jika ambang kendali tercapai, untuk pengendalian H. armigera dilakukan penyemprotan insektisida botani ekstrak biji mimba (EBM), sedangkan untuk pengendalian A. biguttulla Agrosains 12(1): 1-8, 2010

dilakukan penyemprotan insektisida kimia sintetik berbahan aktif imidakloprit dengan konsentrasi 0,05 g/L air. Pengamatan dilakukan terhadap populasi A. biguttulla ; penggerek buah dan musuh alaminya (monitoring populasi), produksi (kapas dan jagung), dan input biaya budidaya. Populasi A. biguttulla dan H. armigera diamati pada 25 tanaman per petak perlakuan. Data yang diperoleh dari setiap pengamatan dianalisis menggunakan analisa sidik ragam. Sedangkan pembandingan antar perlakuan dilakukan dengan menggunakan BNT 5%.

kerusakan Kanesia 10 tanpa perlakuan insektisida benih selama periode pengamatan mencapai 8 kali dengan ratarata intensitas kerusakan yang lebih tinggi dibanding perlakuan yang lain, sedangkan pada Kanesia 10 +ST hanya 4 kali dan intensitas kerusakannya tidak berbeda dengan varietas-varietas lain baik yang diperlakukan dengan insektisida benih maupun tidak (Tabel 1). Dengan demikian perlakuan benih dengan insektisida berbahan aktif imidakloprit dapat berperan menekan kerusakan tanaman oleh A. biguttula terutama untuk varietas kapas yang rentan. Imidakloprit telah banyak dilaporkan sebagai insektisida sistemik yang efektif dalam menekan populasi serangga penghisap (Kumar et al., 2001;Dewar and Read, 1990) dan tidak berpengaruh negatif terhadap predator dan parasitoid (Boyd and Boethel, 1998). Tabel 1. Intensitas dan frekuensi terjadinya kerusakan oleh A. biguttula pada beberapa varietas kapas, Blora 2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Insektisida Benih Imidakloprit terhadap A. biguttula. Perlakuan insektisida benih imidakloprit mampu menekan populasi A. biguttula hingga 70 - 90 hari setelah tanam (hst). Populasi A. biguttula pada varietas yang diperlakukan dengan insektisida benih (+ST) secara konsisten lebih rendah dibanding dengan varietas kapas yang tidak diperlakukan dengan insektisida benih (Gambar 1). Pengaruh perlakuan benih terhadap perkembangan populasi A. biguttula lebih jelas terlihat pada varietas yang relatif rentan yaitu Kanesia 10. Pada varietas Kanesia 10 tanpa perlakuan insektisida benih, populasi A. biguttula mulai 40 hst meningkat dengan laju peningkatan relatif cepat hingga mencapai populasi ambang kendali pada umur 55 hst. Pengendalian dengan penyemprotan imidakloprit mampu menekan populasi A. biguttula hingga 90 hst. Pada Kanesia 10 +ST, perkembangan populasi A. biguttulla tidak berbeda dengan varietas pembanding Kanesia 8 maupun varietas-varietas lain yang termasuk kategori varietas yang mempunyai ketahanan moderat terhadap A. biguttulla. Perlakuan benih dengan insektisida benih berbahan aktif imidakloprit berpengaruh terhadap intensitas dan frekuensi terjadinya kerusakan tanaman oleh A. biguttula. Pada semua perlakuan varietas +ST, intensitas dan frekuensi kerusakannya lebih rendah dibanding dengan yang tidak diperlakukan dengan insektisida (Tabel 1). Pengaruh perlakuan benih paling nampak dan berbeda nyata pada varietas yang rentan yaitu Kanesia 10. Sedangkan pada varietas-varietas lain yang mempunyai ketahanan moderat terhadap A. biguttula, pengaruh perlakuan benih tidak berbeda nyata. Frekuensi

Varietas kapas K K K K K K K K 8 8 + ST 10 10 + ST 11 11 + ST 12 12 + ST

Rata-rata intensitas kerusakan (%) *) 0 ,63 0 ,00 3 ,13 2 ,60 0 ,63 0 ,00 0 ,63 0 ,00

Frekuensi terjadinya kerusakan*) 1 0 7 4 1 0 1 0

Keterangan : *) dari 12 periode pengamatan 25 s/d 90 hst.

Populasi A. biguttulla dalam penelitian ini relatif terkendali, sehingga populasinya rendah. Populasi tertinggi rata-rata 1,6 ekor per daun yang ditemukan pada Kanesia 10. Sebaliknya, pada pertanaman kapas varietas Kanesia 8 yang ditanam secara monokultur, yang terdapat di sekitar lokasi penelitian, populasi A. biguttulla mampu menyebabkan gejala kerusakan mencapai skor 3,3 (kategori kerusakan parah) (Nurindah, 2007). Indrayani (1992) melaporkan bahwa pada varietas kapas varietas rentan yang ditanam secara monokultur populasi A. biguttula mencapai 4,5 ekor per daun, sedangkan pada varietas yang tahan 0,5 ekor per daun. Rendahnya populasi A. biguttulla pada kapas karena peran insektisida benih dan/atau predator. Kompleks predator populasinya cukup tinggi sebagai akibat adanya penambahan keanekaragaman vagetasi melalui

Pengaruh Perlakuan Benih Untuk Pengendalian Amrasca Biguttulla (Ishida) Terhadap............. ( Dwi Adi Sunarto dan Nurindah)

90 80 Populasi per 25 tanaman 70 60 50 40 30 20 10 0

K8

9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0 1 0 0

K8+ST

9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0 1 0 0

K10

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

K10+ST

25 3 45 55 65 75 85 5 Hari setelah tanam (hst)


A. biguttulla predator

25 3 4 5 6 75 85 5 5 5 5 Hari setelah tanam (hst) A.biguttulla K11+ST predator

25 3 5

4 5

5 5

6 75 85 5
predator

2 5

3 5

4 5

5 65 75 85 5
predator

Hari setelah tanam (hst)


A. biguttulla

Harisetelahtanam(hst)
A. biguttulla

90 80 Populasi per 25 tanaman 70 60 50 40 30 20 10 0

K11

9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0 1 0 0

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

K12

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

K12+ST

25 35 45 5 6 75 85 5 5 Hari setelah tanam (hst)


A. biguttulla predator

25 35 45 55 6 5
A. biguttulla

7 5

8 5

2 5

3 5

4 5

5 65 75 85 5
predator

2 5

3 45 55 65 75 85 5 Hari setelah tanam (hst)


A. biguttulla predator

Hari setelah tanam (hst)


predator

Harisetelahtanam(hst)
A. biguttulla

Gambar 1. Fluktuasi populasi A. biguttula dan kompleks predator pada beberapa varietas kapas, Blora 2007 penerapan pola tumpangsari kapas + jagung. Pola tumpangsari kapas dengan jagung dapat meningkatkan populasi predator yang mampu menekan populasi A. biguttula, karena jagung merupakan salah satu tanaman penarik bagi predator (Nurindah et al., 1993; Nurindah, 2007). armigera (Nurindah, 2004) dan H. armigera tidak berkembang menjadi hama utama. Perlakuan benih dengan insektisida imidakloprit adalah merupakan salah satu upaya untuk menghindari terjadinya penyemprotan insektisida yang terlalu dini atau awal pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, selain dapat menekan populasi A. biguttula, perlakuan insektisida benih secara tidak langsung juga mengendalian H. armigera Hasil pemantauan populasi penggerek buah H. armigera menunjukkan bahwa populasi penggerek buah selalu di bawah ambang kendali, sehingga sampai panen tidak pernah dilakukan penyemprotan insektisida (Gambar 2). Dengan demikian, persentase kerusakan buah tidak berbeda nyata diantara perlakuan yang dicoba (Tabel 2). Dampak lanjutan yang terjadi pada perlakuan Kanesia 10 setelah penyemprotan insektisida kimia juga tidak menyebabkan meningkatnya populasi H. armigera. Penyemprotan insektisida dengan sasaran A. biguttula yang terjadi pada Kanesia 10 pada umur 55 hst hanya ditujukan pada tanaman kapas, sehingga kompleks predator masih memiliki tempat berlindung yaitu tanaman jagung. Selain itu penyemprotan insektisida terjadi hanya sekali dalam satu musim, sehingga populasi kompleks Agrosains 12(1): 1-8, 2010

Penggerek Buah H. armigera. Perlakuan insektisida benih ditujukan untuk mengendalikan populasi A. biguttulla, sedangkan pengaruhnya terhadap penggerek buah H. armigera merupakan pengaruh tidak langsung. H. armigera pada tanaman kapas merupakan hama potensial dan akan menjadi hama utama jika tekanan dari musuh alaminya berkurang (Nurindah, 2008). Berkurangnya tekanan musuh alami tersebut antara lain disebabkan adanya tindakan penyemprotan insektisida pada awal musim yang ditujukan untuk mengendalikan A. biguttula. Jika sejak awal musim A. biguttula terkendali, maka penyemprotan insektisida tidak perlu dilakukan dan musuh alami mendapat kesempatan berkembang dan berperan sebagai faktor mortalitas biotik bagi H. 4

20 18 Populasi per 100 tanaman 16 14 12 10 8 6 4 2 0 25 K-8 30 K-8 ST 35 40 K-10 45 50 55 K-11 60 65 K-11 ST 70 75 K-12 80 85 K-12 ST 90 Umur tanaman (hst) K-10 ST

Gambar 2. Fluktuasi populasi larva H. armigera pada beberapa varietas kapas, Blora 2007

predator masih mampu berkembang dengan baik dan berfungsi sebagai mortalitas biotik yang efektif. Kondisi seperti ini juga terjadi pada pertanaman kapas yang ditumpangsarikan dengan kedelai (Nurindah dan Sunarto, 2007; 2008). Pada ekosistem kapas tumpangsari dengan kedelai, mortalitas telur dan larva H. armigera oleh kompleks predator mencapai masing-masing 36% dan 26% (Nurindah et al., 2007).

Pengaruh Penggunaan Insektisida Benih Imidakploprid terhadap Pendapatan Perlakuan benih dengan insektisida berbahan aktif imidakloprit berpengaruh terhadap produktivitas kapas berbiji. Pengaruh paling nampak pada varietas kapas yang rentan terhadap A. biguttula yaitu Kanesia 10. Perbedaan produktivitas yang terjadi akibat serangan A. biguttula, karena kerusakan buah yang disebabkan oleh penggerek buah tidak berbeda pada semua perlakuan (Tabel 2). Kerusakan daun akibat serangan A. biguttula terutama pada varietas yang rentan yang diperlakukan dengan insektisida benih lebih rendah dibanding yang tidak diperlakukan dengan insektisida benih, sehingga produktivitas pada perlakuan benih lebih tinggi dibanding yang tidak diperlakukan dengan insektisida benih. Varietas Kanesia 10 +ST produktivitasnya lebih tinggi dibanding Kanesia 10 tanpa perlakuan benih dan bahkan tertinggi dibandingkan varietas-varietas lain (Tabel 2). Sedangkan pada varietas pembanding yang lebih moderat terhadap A. biguttula yaitu Kanesia 8 pengaruh perlakuan benih tidak berbeda nyata. Pada varietas Kanesia 11, perlakuan benih berpengaruh nyata, tetapi produktivitasnya masih tidak berbeda dengan varietas pembanding Kanesia 8. Hal ini menunjukkan bahwa insektisida benih imidakloprit memberikan nilai tambah varietas kapas seri Kanesia yang baru dilepas, yaitu Kanesia 10, Kanesia 11 dan Kanesia 12. Perlakuan benih memberi tambahan yang nyata terhadap pendapatan usahatani kapas varietas seri kanesia. Dengan perlakuan benih, usahatani tumpangsari kapas+jagung dengan menggunakan varietas Kanesia 10, Kanesia 11, dan Kanesia 12 diperoleh pendapatan

Pengruh Insektisida Benih Imidakloprit terhadap Populasi Predator Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa perlakuan benih tidak berpengaruh terhadap perkembangan kompleks predator, bahkan pada petak-petak dengan perlakuan benih rata-rata populasi kompleks predatornya lebih tinggi dibandingkan dengan populasi pada petak tanpa perlakuan benih. Kompleks predator terdiri atas predator pemakan mangsa yaitu laba-laba, Paederus fasciatus, semut, dan predator penghisap mangsa yaitu Kepik Mirid. Dominasi populasi kompleks predator adalah oleh kelompok predator pemangsa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa insektisida sistemik yang digunakan untuk perlakuan benih, transalokasinya dalam jaringan tanaman tidak berpengaruh negatif terhadap perkembangan kompleks predator pada tanaman kapas. Hasil ini tidak berbeda dengan yang dilaporkan oleh Albajes et al., (2003) yang melaporkan bahwa perlakuan benih jagung dengan imidakloprit tidak berpengaruh negatif terhadap predator pemakan mangsa yaitu Aranae, Coccinelidae, dan Staphylinidae, tetapi menurunkan secara nyata populasi predator penghisap mangsa dari Ordo Heteroptera.

Pengaruh Perlakuan Benih Untuk Pengendalian Amrasca Biguttulla (Ishida) Terhadap............. ( Dwi Adi Sunarto dan Nurindah)

yang lebih tinggi dibanding bila tidak diperlakukan dengan insektisida benih (Tabel 3). Tingkat pengembalian biaya atas perlakuan benih (MRR) tertinggi ditunjukkan pada varietas Kanesia 10 yaitu sebesar 5,1 kali atau dari tambahan biaya sebesar Rp. 326.000,- memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp. 1.647.500,-. Pada Kanesia 11 dan Kanesia 12 tingkat pengembalian biaya atas perlakuan benih berturut-turut 3,5 dan 2,7 kali. Tambahan biaya yang terjadi pada perlakuan benih berupa input saprodi untuk pembelian insektisida benih, tenaga kerja untuk perakuan benih, dan tenaga kerja panen akibat peningkatan produktivitas kapas berbiji. Sedangkan pada Kanesia 8 yang merupakan varietas moderat terhadap A. biguttula, tambahan biaya atas perlakuan benih tidak memberikan tambahan pendapatan. Dengan demikian, hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan benih direkomendasikan untuk varietasvarietas kapas yang rentan terhadap A. biguttula.

Tabel 2. Produktivitas kapas berbiji pada beberapa varietas kapas, Blora 2007

Varietas kapas K8 K 8 + ST K 10 K 10 + ST K 11 K 11 + ST K 12 K 12 + ST

Produktivitas (kg/ha) 1 ,442 1 ,383 1 ,633 2 ,292 1 ,308 1 ,773 1 ,325 1 ,492 ab ab ab c a b a ab

% buah rusak 24,1 a 17,8 a 17,0 a 17,1 a 19,8 a 14,3 a 16,0 a 16,3 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata (P<0.05) berdasarkan uji BNT 5%.

Tabel 3. Perhitungan usahatani beberapa varietas kapas tumpangsari dengan jagung, Blora, 2007.
Uraian Saprodi Benih jagung 30 x Rp 7.000 Benih kapas 6 kg x Rp 23.000 Pupuk Ponska ZA Insektisida Insektisida untuk seed treatment Insektisida untuk penyemprotan Biaya input saprodi Tenaga kerja Persiapan lahan s/d panen Penyemprotan Biaya tenaga kerja Total biaya input Tambahan biaya atas ST Penerimaan Kapas (Rp. 2.500,-//kg) Jagung (Rp. 1.500,-/kg) Total penerimaan Pendapatan Tambahan pendapatan atas ST Marginal Return Rate (MRR) K-8 150,000 138,000 156,000 60,000 0 0 504,000 2,720,000 0 2,720,000 3,224,000 0 3,605,000 1,136,000 4,741,000 1,517,000 0 0 K-8+ST 150,000 138,000 156,000 60,000 34,000 0 538,000 2,680,000 0 2,680,000 3,218,000 -6,000 3,457,500 1,136,000 4,593,500 1,375,500 -147,500 0 K-10 150,000 138,000 156,000 60,000 0 68,000 572,000 2,840,000 80000 2,920,000 3,492,000 0 4,082,500 1,136,000 5,218,500 1,726,500 0 0 K-10+ST 150,000 138,000 156,000 60,000 34,000 0 538,000 3,280,000 0 3,280,000 3,818,000 326,000 5,730,000 1,136,000 6,866,000 3,048,000 1,647,500 5,1 K-11 150,000 138,000 156,000 60,000 0 0 504,000 2,640,000 0 2,640,000 3,144,000 0 3,270,000 1,136,000 4,406,000 1,262,000 0 0 K-11+ST 150,000 138,000 156,000 60,000 34,000 0 538,000 2,940,000 0 2,940,000 3,478,000 334,000 4,432,500 1,136,000 5,568,500 2,090,500 1,162,500 3,5 K-12 150,000 138,000 156,000 60,000 0 0 504,000 2,640,000 0 2,640,000 3,144,000 0 3,312,500 1,136,000 4,448,500 1,304,500 0 0 K-12+ST 150,000 138,000 156,000 60,000 34,000 0 538,000 2,760,000 0 2,760,000 3,298,000 154,000 3,730,000 1,136,000 4,866,000 1,568,000 417,500 2,7

KESIMPULAN Perlakuan benih imidakloprit dapat memberikan nilai tambah pada varietas kapas seri Kanesia. Dengan perlakuan benih, ketahanan varietas terhadap A. biguttula dan pendapatan usahatani meningkat. Perlakuan benih imidakloprit tidak berpengaruh terhadap

predator. Varietas kapas kanesia 10, Kanesia 11 dan Kanesia 12 memiliki keunggulan lebih baik dibanding Kanesia 8, jika diperlakukan dengan insektisida benih imidakloprit. Perlakuan benih direkomendasikan untuk varietas-varietas kapas yang rentan terhadap A. biguttula.

Agrosains 12(1): 1-8, 2010

DAFTAR PUSTAKA Ahmed, N. E., H. O. Kanan, S. Inanaga, Y. Q. Ma and Y. Sugimoto. 2001. Impact of pesticide seed treatments on aphid control and yield of wheat in the Sudan. Crop Protect., 20 (10): 929-934. Albajes, R. Lopez and Pons. 2003. Predatory fauna in cornfields and response to imidakloprid seed treatmen. J. Economic Entomology. 96(6): 18051813. Anand, J. H. A., D. N. Yadav dan P. K. Devi, 2001. Maize as a refuge crop for conservation of Geocoris ochropterus Fieber (Hemiptera: Lygaeidae), a predator of cotton pests. Pest Manag. and Econ. Zool, 9(1): 83 - 87. Burd, J.D., C.N. Elliott and D.K. Reed, 1996. Effects of the aphicides Gaucho/Raxil and CGA-215944 on feeding behavior and tritrophic interactions of Russian wheat aphids. Southern Entomol. 21 2 : 145-152. Dewar, A.M. and Read. L.A. 1990. Evaluation of insecticidal treatment, imidakloprit, for controlling aphids on sugar beet. Proceedings of British Plant Protection Council, Pest and Diseases: 721 - 726. Elbert, A., B. Becker, J. Hartwig, C. Erdelon. 1991. Imidacloprid - a new systemic insecticide. Pflsch. Nach. 44(2): 113-136. Gray, S.M., G.C. Bergstrom, R. Vaughan, D.M. Smith and D.W. Kalb , 1996. Insecticidal control of cereal aphids and its impact on the epidemiology of the barley yellow dwarf luteoviruses. Crop Prot. 15, pp. 687-697. Indrayani, IG.A.A., G. Kartono and Hasnam. 1992. Respon varietas kapas terhadap Sundapteryx biguttula (Ishida). Disampaikan pada Kongres Entomologi IV di Yogyakarta, 28-30 Januari 1992. 10p. Indrayani, IG.A.A., Soebandrijo, dan O.S. Bindra. 1988. Ketahanan varietas kapas terhadap Sundapteryx biguttula (Ishida). Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. 3(2). Machfud,M. 2002. Budidaya kapas di lahan sawah. Monograf Balittas No. 7 ; Kapas, Buku 2. 101108. Nurindah, D. H., Parmono dan Sujak. 2006. Faktor mortalitas biotik Helicoverpa armigera (Hubner) pada kapas tumpangsari dengan kedelai. Prosiding Lokakarya Revitalisasi Agribisnis Kapas Diintegrasikan dengan Palawija di Lahan Sawah Tadah Hujan, Lamongan 8 September 2005: 110 - 117. Nurindah, S. Sudarmo dan Soebandrijo. 1993. Pengaruh tumpangsari kapas dengan palawija terhadap populasi predator serangga hama kapas. Prosiding Diskusi Panel Budidaya Kapas + Kedelai, Malang, 10 Desember 1992, Seri Pengembangan, No.7 1993: 55 - 60. Nurindah. 2002. Serangga hama kapas. Monograf Balittas No. 7: Kapas, Buku 2: 128 - 143. Nurindah. 2004. Status Helicoverpa armigera (Hbner) dan peran musuh alaminya pada ekosistem kapas di Indonesia. Perspektif, 2(1): 11 - 19. Nurindah. 2007. Persiapan pelepasan varietas kapas tahan Amrasca biguttula. Laporan Hasil Penelitian Balittas. 43p. Parajulee, M. N. and Slosser, J. E. 1998. Evaluation of potential relay strip crops for predator enhancement in cotton. Proceedings Beltwide Cotton Conferences, San Diego, California, USA, 5 - 9 January 1998, Volume 2: 1104 - 1107. Pike, K.S., G.L. Reed, G.T. Graf and D. Allison. 1993. Compatibility of imidacloprid with fungicides as a seed-treatment control of Russian wheat aphid (Homoptera: Aphididae) and effect on germination, growth, and yield of wheat and barley. J. Econ. Entomol. 86: 586-593. Pons, X. and R. Albajes. 2002. Control of maize pests with imidacloprid seed dressing treatment in Catalonia (NE Iberian Peninsula) under traditional crop conditions. Crop Protection, 21 (10): 943-950. Sloderbeck, P.E., M.D. Witt and L.L. Buschman. 1996. Effects of imidacloprid seed treatment on greenbug (Homoptera: Aphididae) infestations on three sorghum hybrids. Southwest. Entomol. 21: 181-187.

Pengaruh Perlakuan Benih Untuk Pengendalian Amrasca Biguttulla (Ishida) Terhadap............. ( Dwi Adi Sunarto dan Nurindah)

Tillman, G., Schomberg, H., Phatak, S, Thimper, P. and Olson, D. 2002. Enhancing sustainability in cotton with reduced chemical inputs, cover crops, and conservation tillage. Proceedings of 25th

Annual Southern Conservation Tillage Conference for Sustainable Agriculture, Auburn, AL. USA, 24-26 June, 2002: 366-368

Agrosains 12(1): 1-8, 2010

You might also like