You are on page 1of 26

Skenario A Blok 17 Budi, a boy, 12 month, was hospitalized due to diarrhea.

Four days before admission, the patient had no projectile vomiting 6 times a day. He vomited what he ate. Three days before admision the patient got diarrhea 10 times a dayaround half glass in every defecation, there was no blood and mucous/pus in it. The frequency of vomiting decreased. Along those 4 days, he drank eagerly and was given plain water. He also got mild fever. Yesterday, he looked worsening, still had diarrhea but no vomiting. The amount of urination in 8 hours ago wass less than usual. Budis family lives in slum area. Physical Examination Patient look severly ill, compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50 mmHg, RR 38X/m, HR 144x/m regular but weak, body temperature 38,70C, BW 8,8 kg, BH 75 cm Head : Sunken eye, no tears drop, and dry mouth Thorax : Similar movement on both side, retraction (-/-), vesicular breath sound, normal hearth sound Abdomen : Flat, shuffle, bowel sound increases. Liver is palpable 1 cm below arcus costa and xiphoid processus, spleen unpalpable. Pinch the skin of the abdomen: very slowly (longer than 2 seconds). Redness skin surrounding anal orifice. Extremities : cold hand and feet Laboratory Examination Hb 12,8 g/dl, WBC 9000/mm3, DC : 0/1/16/48/35/0 Urine Routine

Macroscopic : yellowish colour Microscopic : WBC (-), RBC (-), protein (-) Faeces routine

Macroscopic : water more than waste material, blood (-), mucous (-) WBC : 2-4/HPF, RBC 0-1/HPF

A. Klarifikasi Istilah Diarrhea : pengeluaran tinja berair berkali-kali dan tidak normal

Non projetile vomiting : muntah dimana muntahannya tidak disemburkan dengan sangat kuat

Defecation Mild fever Sunken eye Severly ill Bowel sound

: pembuangan tinja dari rectum : demam dengan suhu dibawah 38,50 C : mata cekung

: bunyi yang ditimbulkan oleh kontraksi usus.

Normalnya 3-6x per menit Redness skin surrounding anal orifice Lethargic pusing,...(dorland : 600) Turgor : keadaan menjadi turgid Vesicular breath sound : bunyi napas normal pada paru selama ventilasi dengan memiliki frekuensi bunyi yang rendah Retraction : kondisi thoraks yang tertarik ke belakang Abdomen : shuffle : tingkat kesadaran yang menurun disertai dengan

B. Identifikasi Masalah Budi, a boy, 12 month, was hospitalized due to diarrhea Four days before admission, the patient had no projectile vomiting 6 times a day. He vomited what he ate Three days before admision the patient got diarrhea 10 times a dayaround half glass in every defecation, there was no blood and mucous/pus in it. The frequency of vomiting decreased. Along those 4 days, he drank eagerly and was given plain water

He also got mild fever Yesterday, he looked worsening, still had diarrhea but no vomiting The amount of urination in 8 hours ago wass less than usual. Budis family lives in slum area Physical examination Laboratory examintaion

C. Analisis Masalah a. Budi, a boy, 12 month, was hospitalized due to diarrhea i. Anatomi dan Fisiologi dari Sistem Digesitf dari anak usia 12 bulan (moza, meylinda, mulyati) ii. Perbedaan etiologi dari diare pada anak dan dewasa (maulia, adiguna) iii. Mekanisme diare pada anak (uly, feddy) iv. Perbedaan jenis diare pada anak dan dewasa (prass, kadek) v. Klasifikasi diare (mulyati, rike)

Klasifikasi

Terdapat beberapa pembagian diare:

1. Berdasarkan lamanya diare:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

b.

Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan

kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut. (Suraatmaja, 2007).

2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik: a. Diare osmotic (osmotic diarrhea) (Suraatmaja, 2007)

Diare sekresi (secretory diarrhea) b.

2.1.5. Patofisiologi

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme dibawah ini:

1. Diare sekretorik

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum (Simadibrata, 2006).

2. Diare osmotik

Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006).

3. Malabsorpsi asam empedu dan lemak

Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006).

4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

Diare 2006).

tipe

ini

disebabkan

adanya

hambatan

mekanisme

transport

aktif

NA+K+ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Simadibrata,

5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal

Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2006).

6. Gangguan permeabilitas usus

Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata, 2006).

7. Diare inflamasi

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie, 2010).

8. Diare infeksi

b. Four days before admission, the patient had no projectile vomiting 6 times a day. He vomited what he ate i. Etiologi dari non projectile vomiting (prass, reza) ii. Mekanisme dari non projectile vomiting (kadek, fadhli) iii. Komplikasi muntah 6x sehari (annes, meylinda)

Muntah 6 x sehari dan diare pada kasus ini dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak air dan elektrolit yang dapat menimbulkan dehidrasi, gangguan elektrolit, penurunan berat badan , kekurangan nutrisi dan bila

tidak ditangani dengan baik dapat berujung pada syok hipovolemik, multiple organ failure, dan kematian.

iv. Klasifikasi muntah ( moza, maulia) v. Komposisi muntah (syahid, uly) vi. Perbedaan non projectile vomiting dan projectil vomiting (fadli, feddy) c. Three days before admision the patient got diarrhea 10 times a day around half glass in every defecation, there was no blood and mucous/pus in it. The frequency of vomiting decreased. i. Komplikasi diare 10x per hari (reza, syahid) ii. Mengapa tidak terdapat darah dan mukus/nanah dalam

faecesnya(feddy, adiguna) iii. Mengapa frekuensi muntah menurun dan hilang (adiguna, annes) Kerja rotavirus akan berbeda ketika di lambung dan di usus. Pada awalnya Rotavirus menginfeksi mukosa lambung dengan enterotoxin. Enterotoxin itu sendiri adalah salah satu protein yang di kode Rotavirus, yaitu NSP4. Akibatnya, ujung-ujung saraf yang menstimulasi muntah terangsang dan terjadilah muntah. Demikian halnya juga terjadi muntah saat toxin ini mengiritasi mukosa duodenum. Jadi, muntah sebagai bagian dari pertahanan tubuh untuk mengeliminasi mikroorganisme penginfeksi untuk keluar dari lambung dan duodenum (GIT atas). Hal inilah yang menyebabkan muntahnya menghilang karena kemungkinan rotavirus tersebut sudah tidak ada lagi di lambung dan duodenum. Hanya duodenum dan lambung yang memiliki saraf untuk merespon muntah. Budi tidak muntah lagi karena infeksi virus sudah sampai ke ujung distal ileum dan kolon, dimana disana sudah tidak ada lagi saraf- saraf yang berespon terhadap muntah. Saraf- saraf yang berespon terhadap muntah terdapat di lambung dan duodenum. Banyak kehilangan elektrolit (khususnya Na+) dari diare yang dialami serta tidak adekuat suplai cairan pengganti elektrolit yang diberikan (hanya air biasa), membuat Budi berada

dalam keadaan hiponatremia. Keadaan ini menghambat ransangan terjadinya muntah. Berangsur-angsur keluhan muntah mereda dan tidak muntah-muntah lagi satu hari sebelum masuk rumah sakit.

a. Keadaan hiponatremi.

Banyak kehilangan elektrolit (esp. Na+) dari diare yang dialami serta tidak adekuat nya suplai cairan pengganti elektrolit yang diberikan (hanya air keadaan hiponatremia. Keadaan ini biasa), membuat Budi berada dalam mereda menjadi berkurang

menghambat ransangan terjadinya muntah. Berangsur-angsur keluhan muntah b. Proses infeksi Budi mengalami muntah-muntah karena pada awalnya Rotavirus menginfeksi mukosa lambung dengan enterotoxin. Enterotoxin itu sendiri adalah salah satu protein yang di kode Rotavirus, yaitu NSP4. Akibatnya, ujung-ujung saraf yang menstimulasi muntah terangsang dan terjadilah muntah. Demikian halnya juga terjadi muntah saat toxin ini mengiritasi mukosa duodenum. Jadi, muntah sebagai bagian dari pertahanan tubuh untuk mengeliminasi mikroorganisme penginfeksi untuk keluar dari lambung dan duodenum(GIT atas). Akan tetapi, hal ini tidak terjadi saat virus dan toxinnya tiba di mukosa GIT di bawah duodenum. Tidak hanya terjadi iritasi mukosa dengan toxin, tetapi juga invasi ke sel-sel villi. Iritasi yang terjadi di sini tidak menyebabkan muntah karena sudah tidak ada lagi saraf- saraf yang berespon terhadap muntah. Saraf- saraf yang berespon terhadap muntah terdapat di lambung dan duodenum. Saat virus mencapai ujung distal ileum dan kolon, virus menginvasi vili pada ileum menyebabkan kerusakan sel enterosit menurunkan kemampuan absorpsi (sel-sel villi adalah sel mature yang memiliki kekhususan dalam absorpsi) dan meningkatkan sekresi mucus (banyak sel-sel immature sebagai respon untuk menggantikan sel-sel mature yang telah rusak, akan tetapi sel-sel ini memiliki kekhususan dalam sekresi). Jadi, diare adalah bagian pertahanan tubuh untuk mengeliminasi mikroorganisme keluar dari usus halus dan colon (GIT bawah). Pada awalnya ia menginfeksi lambung dan menyebabkan muntah tapi begitu masuk usus, maka usus akan berusaha untuk mengeluarkan melalui diare. Oleh karena itulah muntah tidak terjadi lagi.

iv. Interpretasi dari diare 10x per hari (reza, syahid) v. Bagaimana volume faeces normal saat defekasi pada anak 12 bulan (rike, meylinda) d. Along those 4 days, he drank eagerly and was given plain water i. Mengapa turgor masih turun walaupun telah minum banyak air (memey, feddy) ii. Cairan apa yang sebaiknya dikonsumsi (maulia, annes)

1. Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat memberikan oralit osmolaritas rendah,.. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).

a. Diare tanpa dehidrasi Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret

b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan

selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

c. Diare dengan dehidrasi berat Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus. (Kemenkes RI, 2011)

Tabel 2.2. Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur

Umur Jumlah oralit yang

diberikan tiap BAB Jumlah oralit yang disediakan di

rumah

< 12 bulan

50-100 ml

400 ml/hari ( 2 bungkus)

1-4 tahun

100-200 ml

600-800 ml/hari ( 3-4 bungkus)

> 5 tahun Dewasa

200-300 ml 300-400 ml

800-1000 ml/hari (4-5 bungkus) 1200-2800 ml/hari

Sumber: Depkes RI, 2006

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara

1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti (Juffrie2010).

Penanggulangan Diare Berdasarkan Tingkat Dehidrasi (WHO, 2005)

A. Tanpa Dehidrasi Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan oralit 50-100ml/kali dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang sama dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-ibu harus meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan tambahan.

B. Dehidrasi Ringan Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan kristaloid Ringer Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap yang mengandung glukosa dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium klorida dan 111mEq/L glukosa.

C. Dehidrasi Sedang Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita

perlu diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian oralit. Dosis pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air besar diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4 tahun setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama 600ml.

D. Dehidrasi berat Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena (intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk jam yang pertama dan seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 jam.

WHO menganjurkan empat hal utama yang efektif dalam menangani anakanak yang menderita diare akut, yaitu: 1. Penggantian cairan (rehidrasi), cairan yang diberikan secara oral untuk mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang sudah terjadi 2. Pemberian makanan terutama asi, selama diare dan pada masa penyembuhan diteruskan 3. Tidak menggunakan obat antidiare Antibiotika hanya diberikan pada kasus kolera dan disentri yang disebabkan oleh shigella, sedangkan metronodazole diberikan pada kasus giardiasis dan amebiasis 4. Petunjuk yang efektif bagi ibu serta pengasuh tentang: Bagaimana merawat anak yang sakit di rumah, terutama tentang bagaimana membuat oralit dan cara memberikannya Tanda-tanda yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk membawa anak kembali berobat dan mendapat pengawasan medik yang baik Metoda yang efektif untuk mencegah kejadian diare.

iii. Tanda-tanda dehidrasi pada anak (uly, rike)

e. He also got mild fever i. Apa penyebab mild fever (annes, kadek)
Demam ringan dapat disebabkan oleh infeksi termasuk: Infeksi bakteri, seperti Radang tenggorokan atau demam berdarah Selulitis (infeksi kulit) Penyakit anak, seperti cacar air, penyakit kelima, campak (infeksi virus menular yang juga dikenal sebagai rubeola), mumps (infeksi virus pada kelenjar ludah di leher), batuk rejan (pertusis) Dingin, flu, atau infeksi virus lainnya Infeksi Telinga Gastroenteritis (infeksi saluran pencernaan) HIV atau AIDS Infeksi paru-paru, seperti bronkitis, pneumonia, dan TBC Mononucleosis (infeksi virus) Infeksi parasit Infeksi sinus Infeksi saluran kemih Penyebab lain demam ringan Demam ringan juga dapat disebabkan oleh kondisi termasuk: Kanker, seperti leukemia atau limfoma Reaksi Imunisasi Penyakit radang usus (termasuk penyakit Crohn, kolitis ulserativa) Efek samping obat Emboli paru (bekuan darah yang bergerak ke paru-paru) Rheumatoid arthritis (penyakit autoimun kronis yang ditandai dengan peradangan sendi) Tumbuh gigi Vaskulitis (radang pembuluh darah) Penyebab serius atau mengancam jiwa demam ringan

Dalam beberapa kasus, demam ringan mungkin merupakan gejala dari kondisi serius atau yang mengancam jiwa yang harus segera dievaluasi dalam kondisi darurat. Ini termasuk: Hepatitis akut (infeksi aktif hati) Radang usus buntu Kanker Divertikulitis (radang saku abnormal pada usus besar) Ensefalitis (radang otak) Epiglotitis (radang mengancam nyawa dan pembengkakan epiglotis, flap jaringan antara lidah dan tenggorokan) Panas kelelahan Meningitis (infeksi atau radang kantung sekitar otak dan sumsum tulang belakang) Osteomielitis (infeksi tulang) Pankreatitis (radang pankreas)

ii. Mekanisme mild fever (mulyati, prass)


Berbagai macam agen infeksius, imunologis atau agen yang berkaitan dengan toksin (pirogen eksogen) mengibas produksi pirogen endogen oleh sel-sel radang hospes. Pirogen endogen ini dalah sitokin, misalnya interleukin (IL-!, IL-1, IL-6), factor nekrosis tumor (TNF, TNF), dan interferon- (INF). Sitokin endogen yang sifatnya pirogenik secara langsung menstimulasi hipotalamus untuk memproduksi prostaglandin E 2, yang kemudian titik-ambang naik ke tingkat demam dan selanjutnya transmisi neuronal ke perifer menyebabkan konversasi dan pembentukan panas, dengan demikian suhu di bagian dalam tubuh meningkat.

iii. Klasifikasi demam (reza, fadhli) f. Yesterday, he looked worsening, still had diarrhea but no vomiting i. Mengapa keadaannya memburuk (kadek, maulia) ii. Mengapa muntahnya menghilang dan diarenya tetap (feddy, uly) iii. Hubungan antara diare dan muntah (reza, syahid) g. The amount of urination in 8 hours ago wass less than usual.

i. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari sistem urinasi pada anak (moza, adiguna) h. Budis family lives in slum area i. Apa hubungannya tempat tinggal budi dengan penyakit (mulyati, prass) I Physical examination i. Interpretasi dan mekanisme abnormal (kalo normal dijelasi juga kenapa ) BP (memey, maulia) RR (uly, annes) Umur Neonatus 1 bulan 1 tahun 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 9 tahun 10 tahun atau lebih HR (mulyati, syahid) TEMP (kadek, prass) BW&BH (rike, fadli) HEAD&THORAKS (uly, fadhli) ABDOMEN&EKSTREMITIES (feddy, adiguna, moza) i. Laboratory examintaion i. Interpretasi dan mekanisme abnormal (kalo normal dijelasi juga kenapa) HB, WBC, DD (syahid, reza) URIN ROUTINE (moza, rike) Rentang 30 60 30 60 25 50 20 30 15 30 15 30 Rata-rata waktu tidur 35 30 25 22 18 15

FAECES ROUTINE (adiguna, uly)

DD (memey, adiguna) Cara penegakkan diagnosis (maulia, moza) WD (annes, reza) Budi, bayi laki-laki 12 bulan,menderita diare akut disertai dehidrasi berat et causa infeksi Rotavirus.

Faktor resiko dan etiologi (mulyati, syahid) Etiologi

Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab: 1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,

Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas 2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

3.

Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium

coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis 4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan

motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.

Faktor Risiko

Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).

Faktor risiko terjadinya diare adalah:

1. Faktor perilaku

2. Faktor lingkungan

Faktor perilaku antara lain:

a.

Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan

Makanan

Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu

c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis

Faktor lingkungan antara lain:

a.

Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi

Cuci

Kakus (MCK)

b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Kemenkes RI, 2011).

Epidemiologi (prass, fadli) Patogenesis (kadek, feddy) Manifestasi klinik (annes, maulia)

Manifestasi klinis

Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010). atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi

Diare Muntah non projektil (muntah apa yang dimakan) Dehidrasi Minum dengan lahap Demam ringan Jumlah urinasi kurang dari biasanya Gejala lainnya: Pada bayi dan anak, mula-mula akan menjadi cengeng, gelisah, nafsu makan berkurang atau bahkan tidak ada. Anus dan sekitarnya lecet Berat badan turun, pada bayi akan terlihat ubun-ubun cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering.

Pencegahan (prass, uly)

Pencegahan

Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006) adalah sebagai berikut:

1. Pemberian ASI ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zatzat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare

(Depkes RI, 2006).

Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Depkes RI, 2006).

2. Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian (Depkes RI, 2006).

Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping

ASI yang lebih baik yaitu :

a)

Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi masih

meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari) setelah anak

berumur 1 tahun, memberikan semua makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila mungkin.

b) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacangkacangan, buahbuahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan sendok yang bersih.

c)

Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan pada

tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak (Depkes RI, 2006)

3. Menggunakan air bersih yang cukup

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2006).

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Depkes RI, 2006).

Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah (Depkes RI, 2006).

Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:

a)

Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.

b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan, membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber. c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan gayung

bersih bergagang panjang untuk mengambil air. d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan. (Depkes RI, 2006)

4. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).

5. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban (Depkes RI, 2006).

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a)

Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh

seluruh anggota keluarga. b) Bersihkan jamban secara teratur.

c)

Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar

sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anakanak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki. (Depkes RI, 2006)

6. Membuang Tinja Bayi yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang harus diperhatikan: a) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun atau kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.

b) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya atau anak

dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau daun besar dan buang ke dalam kakus. c) Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya

(Depkes RI, 2006)

7. Pemberian Imunisasi Campak

Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).

Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9 bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).

Pencegahan terhadap diare atau pencarian terhadap pengobatan diare pada balita termasuk dalam perilaku kesehatan. Adapun perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok : 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. 2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan

(health seeking behavior) Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.

Untuk menilai baik atau tidaknya perilaku kesehatan seseorang, dapat dinilai dari domain-domain perilaku. Domain-domain tersebut adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dalam penelitian ini domain sikap tidak dinilai, karena merupakan perilaku tertutup (convert behavior). Perilaku tertutup merupakan persepsi seseorang terhadap suatu stimulus, yang mana persepsi ini tidak dapat diamati secara jelas. Sementara tindakan termasuk perilaku terbuka, yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Hal ini dapat secara jelas diamati oleh orang lain (Notoadmodjo, 2003).

Tatalaksana (mulyati, kadek) Komplikasi (moza, adiguna) Prognosis ( reza, syahid) KDU (memey, rike)

Learning Issue Diare pada anak (reza, feddy, adiguna, rike) Anatomi dan fisiologi sistem digestif pada anak (meylinda, moza, mulyati, adiguna) Dehidrasi pada anak( maulia, uly, prass,) Muntah pada anak (annes, kadek, fadhli, syahid)

Hipotesis Budi, anak laki-laki, usia 1 tahun menderita diare akut disertai dehidrasi berat.

NB: PENGUMPULAN JAWABAN ANALISIS MASALAH DAN LEARNING ISSUE PALING LAMBAT HARI RABU 8 MEI 2013 PUKUL 15.00 WIB JAWABAN HARUS DIKETIK RAPI DENGAN FORMAT FONT TIMES NEW ROMAN 12. SPASI 1.5. JUSTIFY. DALAM BENTUK DOC. JAWABAN DAPAT DIKUMPULKAN DALAM USB (SEHABIS TUTORIAL KEDUA) ATAU email rikelestari@rocketmail.com JANGAN LUPA DAFTAR PUSTAKA

You might also like