You are on page 1of 14

APLIKASI JERAMI PADI DENGAN PUPUK KALIUM PADA PERTANAMAN PADI SAWAH DI TANAH DYSTROPEPTS BUKAAN BARU

Ismon L dan M. Prama Yufdy


Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jl. Padang - Solok KM 40, Sukarami GN Talang Solok, Sumatera Barat Email: sumbar_bptp@yahoo.com Diterima: 7 Desember 2010; Disetujui untuk publikasi: 13 September 2011

ABSTRACT
Application of Rice Straw With Potasium Fertilizer on Rice Crop at Newly Opened Dystropepts Soil. Low rice production at newly lowland rice is caused by low soil fertility and high soil iron content. So that, suitable application of fertilizer and ameliorant is needed for improving and increasing productivity of newly opened of paddy areas. This research using lado-21 technology, was aimed at 1) to study the combination effect of K fertilizer and rice straw, and their efficiency as well as economic value; 2) to study the straw doses that can substitute. The experiment was conducted in the farmer field at Sitiung II Block A Pulau Mainan Village, Koto Baru Sub-District, Dharmasraya Regency, West Sumatera from January to Juny 2008. The experiment as arranged in Randomized Completely Block Design with three replications. The treatments consisted of seven combination of straw with different level of K fertilizer based on soil analysis (HCL extracted 25%) i.e : A) based on soil analysis without straw application; B) times of K dose of that soil analysis basis with 2.5 t straw; C) time of K dose of that soil analysis basis with 5 t straw; D) K dose of that soil analysis basis with 7.5 t straw; E) Without K but with 10 t straw; F) K dose of that soil analysis basis with 1 t compose of straw; and G) K dose of that soil analysis basis with 1 t manure/ha, and H) farmers practices as control. The results showed that application of 2,5 t rice straw/ha can decrease dozes of KCl from 100 kg/ha to 75 kg/ha and effectively increases yield production. Application of 10 ton rice straw can substitute all of K fertilizer application and resulted in no significantly different with that of application of 100 kg KCl/ha, and effectively decrease soil iron toxicity. Combined application of rice straw and K with Lado-21 technology increase of R/C value from 1,1 to 2,2 until 2,8 and B/C value from 12 to 18 time higher than that farmer practise. Application of package B (75 kg KCl + 2,5 t rice straw/ha) with Lado-21 technology gave the highest income at Rp. 8,089,750/ha/season. Key words: newly opened lowland rice, dystropepts, rice straw, iron content, Lado-21 technology

ABSTRAK
Produktivitas padi sawah pada lahan-lahan sawah bukaan baru umumnya sangat rendah disebabkan rendahnya tingkat kesuburan tanah dan tingginya kandungan besi sehingga meracuni tanaman. Oleh karena itu, pemupukan dan ameliorasi yang tepat sangat diperlukan untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk : 1) melihat pengaruh kombinasi pemupukan K dan jerami padi dengan penerapan teknologi Lado-21 terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah serta kelayakannya secara ekonomis pada lahan sawah bukaan baru jenis tanah Dystropepts, dan 2) mendapatkan takaran jerami yang dapat mensubsitusi pupuk K pada lahan sawah bukaan baru melalui penerapan teknologi Lado-21. Penelitian dilaksanakan di lahan petani Sitiung II Blok A Desa Pulau Pendam, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya Sumatera Barat dari bulan Januari Juni 2008. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 8 perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diuji adalah tujuh kombinasi jerami dengan

Aplikasi Jerami Padi dengan Pupuk Kalium pada Pertanaman Padi Sawah di Tanah Dystropepts Bukaan Baru (Ismon L dan M. Prama Yufdy) 217

tingkat pemupukan K berdasarkan hasil analisis tanah (ekstrak HCL 25%) ditambah dengan satu kontrol (cara petani). Perlakuan yang diuji yaitu : A) 1 kali dosis analisis tanah tanpa pemberian jerami; B) kali dosis pemupukan K dengan 2,5 t jerami; C) kali dosis pemupukan K dengan 5 t jerami ; D) dosis pemupukan K dengan 7,5 t jerami padi; E) tanpa pemupukan K dengan 10 t jerami padi; F) dosis pemupukan K dengan 1 t kompos jerami padi; dan G) dosis pemupukan K dengan 1 t pupuk kandang/ha. Kecuali perlakuan cara petani, pengelolaan tanaman dilakukan menggunakan teknologi Lado-21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 2,5 t jerami padi/ha dapat mengurangi kebutuhan KCl dari 100 kg/ha menjadi 75 kg/ha dan efektif meningkatkan hasil gabah. Pemberian 10 t jerami padi dapat meniadakan pemberian pupuk Kalium dan hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan pemberian 100 kg KCl/ha, sekaligus efektif mengurangi tingkat keracunan besi. Aplikasi jerami padi dan pupuk K dengan teknologi Lado-21 dapat meningkatkan nilai R/C dari 1,1 menjadi 2,2 sampai 2,8 dan nilai B/C meningkat menjadi 12 sampai 18 kali lipat lebih tinggi dibanding paket petani. Keuntungan tertinggi didapat dengan menerapkan paket B (75 kg KCl + 2,5 t jerami padi/ha) yaitu sebesar Rp. 8.089.750/ha/MT.. Kata kunci : sawah bukaan baru, dystropepts, jerami padi, kandungan besi, teknologi Lado-21

PENDAHULUAN Konversi lahan sawah produktif ke lahan non pertanian (pemukiman, perkotaan dan infrastruktur, serta kawasan industri) dari tehun ke tahun semakin meningkat. Data terakhir menunjukkan konversi lahan sawah ke sektor non pertanian mencapai 187.720 ha selama priode 1999-2002 (Ritung dan Suharta. 2008). Pulau Jawa semakin sulit diandalkan sebagai pemasok pangan nasional, diantaranya disebabkan alih fungsi lahan yang terus berlangsung dari tahun ke tahun. Menurut Las et al. (2000) pada tahun 2000 pulau Jawa surplus padi 4 juta t, namun pada tahun 2010 surplus padi diperkirakan hanya 0,26 juta t. Sementara itu permintaan pangan akan terus meningkat, sehingga perluasan areal dan pencetakan sawah baru merupakan suatu keharusan. Pencetakan sawah baru lebih banyak diarahkan ke lahanlahan kering di luar pulau Jawa, umumnya menempati lahan-lahan marginal seperti seperti Ultisol, Oksisol dan Inceptisol (Setyorini et al., 2007). Pembangunan jaringan irigasi dan pencetakan sawah baru pada areal irigasi Batang Hari di Propinsi Sumatera Barat dan Jambi merupakan salah satu program cetak sawah nasional dengan target cetak sawah seluas

18.000 ha (Distanhorti Sumbar, 2007). Sekitar 98% pencetakan sawah baru areal irigasi Batang Hari berasal dari lahan kering dan didominasi jenis tanah Inceptisol. Inceptisol menempati urutan terluas yaitu 74,45% dari total luas areal irigasi Batang Hari yang terdiri dari great group Dystropepts seluas 13.112, ha (56,22 %), Tropaquepts seluas 3.205,4 atau 13,74 % dari otal luas areal Irigasi Batang Hari. Masalah dominan pada sawah bukaan baru adalah keracunan Fe yang dapat menyebabkan gagal panen (Ismon et al., 2008) dan kekahatan Kalium (Rochayati et al., 1991 dalam Toha et al., 2002). Keracunan Fe ini terutama disebabkan meningkatnya kelarutan Fe3+ menjadi Fe2+ akibat penggenangan dan secara langsung berkaitan pula dengan rendahnya penyerapan hara terutama Nitrogen, Fosfor, dan Kalium (Adiningsih et al., 2000). Keracunan besi pada tanaman padi umumnya timbul bila kelarutan besi pada mintakat perakaran lebih besar dari 300 ppm. Tanah dengan kadar hara K rendah maka konsentrasi besi sekitar 30 ppm saja sudah dapat menimbulkan keracunan untuk padi (Mensvoort et al., 1985; Van Breeman dan Moorman dalam Lewakbessy, 1995). Gejala keracunan timbul bila ratio K2O/N dalam daun lebih kecil dari 0,5 (Tanaka dan Yoshida, 1970 dalam Syafei et al., 1995). Status K tanah rendah jika K dapat

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 14, No. 3, November 2011: 217-230

218

dipertukarkan kurang dari 0,1 me/100 g dan kondisi ini sering terjadi pada tanah Inceptisol (Wihardjaka et al., 2002, Dobermann dan Fairhurst. 2000). Jerami padi sebagai bahan organik dapat mengkelat ion Fe2+ larut, sehingga K+ berpeluang besar diserap akar tanaman dengan berkurangnya kelarutan Fe2+ sekaligus mengurangi keracunan besi pada padi sawah (Mitra et al., 1990). Selain berperan dalam mengurangi kelarutan Fe2+ pada lahan sawah bukaan baru, jerami padi juga merupakan sumber hara utama kalium (K) dan Silika (Si) karena sekitar 80% K yang diserap tanam berada dalam jerami. Kandungan hara Kalium (K) dalam jerami padi berkisar antara 1,13,7% dan Silikat (Si) 3,5 6,6% (Ponnamperuma, 1985 dalam Suhartatik dan Roechan, 2001). Pengembalian jerami ke lahan dapat memperlambat pemiskinan K dan Si tanah. Pemberian jerami 5 t/ha/MT selama 4 musim dapat memberikan sumbangan sebesar 170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si, dan 1,7 t C-organik yang sangat dibutuhkan bagi kegiatan jasad mikro. Produktivitas sawah bukaan baru areal Irigasi Batang Hari sangat rendah, hanya berkisar antara 0,8 2,3 t Gabah Kering Panen (GKP)/ha. Perbaikan cara pengelolaan sawah bukaan baru dengan menerapkan paket teknologi Lado-21 mampu memberikan hasil panen ratarata 3,8 t GKP/ha pada tahun pertama dan cenderung meningkat pada musim tanam berikutnya. Paket Lado-21 telah diadopsi sekitar 80% petani peserta program cetak sawah baru (Ismon, 2008). Penerapan paket teknologi Lado21 akan meningkatkan hasil gabah dan produksi

biomas tanaman (jerami). Pengembalian jerami kedalam tanah akan berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas lahan sawah bukaan baru melalui peningkatan kandungan C-organik tanah, mensubsitusi kebutuhan pupuk K dan mengurangi tingkat keracunan besi. Penelitian bertutujuan untuk : 1) melihat pengaruh kombinasi pemupukan K dan jerami padi dengan penerapan teknologi Lado-21 terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah serta kelayakannya secara ekonomis pada lahan sawah bukaan baru jenis tanah Dystopepts, dan 2) mendapatkan takaran jerami yang dapat mensubsitusi pupuk K pada lahan sawah bukaan baru melalui penerapan teknologi Lado-21. METODOLOGI Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah bukaan baru milik petani areal irigasi Batang Hari TP2KI di Desa Pulau Pendam Sitiung II Blok A kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya-Sumatera Barat, dari Januari Juni 2008. Penelitian ini didanai oleh Japan Bank for International Cooperation (JBIC) kerjasama Balai Pengkanian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat melalui Proyek Pengembangan Sistem Pertanian Irigasi Batang Hari. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah tujuh kombinasi jerami dengan tingkat pemupukan K berdasarkan hasil analisis tanah (ekstrak HCL

Tabel 1. Kombinasi takaran pupuk K, jerami padi, kompos jerami padi, dan pupuk kandang pada sawah bukaan baru Desa Pulau Pendam, Kecamatan Koto Baru, Kab. Dharmasraya, 2008 Perlakuan A B C D E F G H Kombinasi perlakuan 100 kg KCl/ha 75 kg KCl + 2,5 t jerami padi/ha 50 kg KCl + 5,0 t jerami padi/ha 25 kg KCl + 7,5 t jerami padi/ha 0 kg KCl + 10 t jerami padi/ha 75 kg KCl + 1 t kompos jerami/ha 75 kg KCl + 1 t pupuk kandang/ha Cara Petani (0 kg KCL + 1 t pukan/ha)

Aplikasi Jerami Padi dengan Pupuk Kalium pada Pertanaman Padi Sawah di Tanah Dystropepts Bukaan Baru (Ismon L dan M. Prama Yufdy) 219

25%) ditambah dengan satu kontrol (cara petani). Kombinasi perlakuan yang diuji disajikan dalam Tabel 1. Hasil pengamatan diolah sidik ragamnya, jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut menggunakan Duncant Multiple Range Test (Gomes and Gomes. 1983). Jerami yang digunakan dalam penelitian ini adalah jerami setengah melapuk hasil panen sebelumnya dan kompos jerami yang telah matang. Varietas yang digunakan IR 66 ditanam 2 batang/rumpun dengan umur bibit 15 hari setelah semai dan ukuran plot masing-masing perlakuan 5 x 5 m. Sebagai pembanding adalah paket petani. Pengamatan paket petani dilakukan terhadap 4 orang petani dengan cara mengambil ubinan setiap petak sawah petani (empat ulangan). Masing-masing petak sawah petani diambil tiga ubinan dengan ukuran 5 x 5 meter. Ubinan ditetapkan sejak mulai tanam dan diamati sampai panen. Kecuali perlakuan petani, pengelolaan tanaman menerapkan teknologi Lado-21 untuk mengendalikan keracunan besi. Penerapan paket teknologi Lado-21 merupakan cara menciptakan keadaan lingkungan perakaran tanaman dalam keadaan oksidasi (Aerobic moisture regime) paling sedikit selama 21 hari. Mulai dari saat tanam sampai tanaman berumur 21 lahan dipertahankan dalam keadaan kapasitas lapang dan pemberian air hanya diperlukan jika tidak ada hujan dengan tujuan menjaga tanaman tidak mengalami kelayuan. Jika ada hujan maka pemasukan air tidak diperlukan. Setelah tanam berumur 21 hari setelah tanam (HST) lahan digenangi sampai tanaman berumur 45 hari, dan dibiarkan kembali dalam keadaan kapasitas

lapang selama 7 10 hari dengan interval dua minggu. Selama pertanaman tidak pernah dilakukan pengeringan dengan cara membuang air keluar petakan, tetapi dilakukan penutupan pintu air masuk dan lahan akan kering dengan sendirinya setelah 1-2 hari. Sebagai pupuk dasar diberikan pupuk 75 kg SP-36 + 1/3 dosis pupuk KCl sesuai perlakuan. Pemberian pupuk KCl dibagi menjadi tiga kali pemberian (1/3 dosis saat tanam bersamaan dengan pemberian pupuk SP-36, 1/3 dosis persamaan dengan pupuk susulan N pertama dan 1/3 dosis bersamaan dengan pupuk susulan N kedua). Takaran pupuk P dan K ditentukan berdasarkan kadar P dan K total dalam tanah (Tabel 2). Kadar K-total (ekstrak HCL 25 %) sebelum perlakuan sangat rendah (6,19 mg/100 gram tanah) dan takaran pupuk K satu kali dosis adalah 100 kg KCl/ha dan kadar P-total (ekstrak HCL 25 %) berada pada harkat sedang dan takaran pupuk P adalah 75 kg SP-36/ha). Pupuk dasar N diberikan dengan takaran 50 kg Urea/ha setelah tanaman berumur 10 hari dan pupuk susulan diberikan berdasarkan hasil pengamatan warna daun menggunakan bagan warna daun (BWD). Jika rata-rata hasil pengamatan BWD < 4, tanaman dipupuk dengan 45 urea/ha. Selama pertanaman pupuk susulan N diberikan sebanyak tiga kali. Pada paket petani saat tanam sampai tanaman berumur 10 hari lahan dalam keadaan macak-macak kemudian digenangi setinggi 5-7 cm. Pengeringan dilakukan pada waktu pemupukan susulan N yaitu umur 30-35 HST dengan cara membuang air ke luar petakan sawah. Varietas IR 66 ditanam dengan cara

Tabel 2. Penentuan takaran pupuk P dan K berdasarkan status hara dalam tanah Kadar P ekstrak HCL Takaran SP-36 25 % (kg/ha) (mg P2O5/100 g) Rendah <20 100 Sedang 20-40 75 Tinggi >40 50 Sumber : Setyorini D ., D.A. Suriadikarta, dan Nurjaya, 2007 Status Hara Kadar K ekstrak HCL 25 % (mg K2O /100 g) <10 10-20 >20 Takaran KCl (kg/ha) 100 50 50

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 14, No. 3, November 2011: 217-230

220

tanam sebar benih langsung (SBL) dengan takaran benih 60-70 kg/ha. Pupuk yang diberikan adalah 150 kg Urea + 100 kg SP-36 + 1 ton pupuk kandang/ha tanpa pupuk K. Sebagai pupuk dasar 50 kg Urea + 100 SP-36 diberikan seluruhnya saat tanam, dan pupuk kandang diaplikasikan seminggu sebelum tanam. Pupuk susulan N diberikan pada umur 30-35 hari setelah tanam benih langsung dengan takaran 100 kg Urea/ha. Variabel yang diamati selama penelitian meliputi : (1) a. Analisis tanah awal sebelum perlakuan di Laboratorium Tanah, Pupuk, dan Air BPTP Sumatera Barat. b. Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman) dan jumlah anakan maksimum/rumpun. Untuk perlakuan petani jumlah anakan diamati/m2, dikonversi menjadi anakan/rumpun dengan perhitungan : Jumlah anakan setiap m2 jumlah rumpun/ m2 c. Skor keracunan besi, dilakukan pada saat tanaman berumur 45 hari. Penilaian gejala keracunan besi dinyatakan dalam nilai skor (IRRI, 1980) sebagai berikut; Skor = 1 (pertumbuhan dan pembentukan anakan normal), Skor = 2 (pertumbuhan dan pembentukan anakan normal, tetapi terdapat spot-spot merah kecoklatan pada daun tua), Skor = 3 (pertumbuhan dan pembentukan anakan normal, tetapi daun-daun tua merah kecoklatan, ungu atau orange kuning), Skor = 5 (pertumbuhan dan pembentukan anakan terhenti, banyak daun kehilangan warna), Skor = 7 (pertumbuhan dan pembentukan anakan terhenti, daun-daun kehilangan warna atau mati) dan Skor = 9 (tanaman mati atau kering).

d. Komponen hasil terdiri dari jumlah anakan produktif, jumlah gabah permalai, persentase gabah hampa dan bobot 1.000 biji. e. Hasil gabah kering panen (t GKP/ha). Hasil diambil dari rata-rata hasil per plot atau ubinan dengan ukuran 5 x 5 meter setiap perlakuan. Hasil ubinan selanjutnya dikonversi menjadi hasil/ha dengan formula sebagai berikut : Hasil (t/ha) = (10.000 m2/luas ubinan) x hasil ubinan (kg) f. Hasil analisis usahatani dengan R/C dan B/C (Swastika, 2004) dengan formula : R/C = Total penerimaan/Total biaya B/C = Total pendapatan/Total biaya HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Typic Dystropepts Areal Irigasi Batang Hari Tanah Typic Dystropept dicirikan oleh adanya horizon kambik, bahan induk aluvium dan tufa vulkanik dari bukit barisan yang terbawa oleh aliran sungai Batang Hari dan diendapkan membentuk teras-teras sungai. Pada areal irigasi Batang Hari tanah ini terdapat pada fisorgafi teras bawah kering, teras pertengahan kering, dan teras atas sedang berkembang. Bentuk lahan cembung dengan kemiringan 03%. Solum tanah dalam dan drainase sedang sampai baik. Tekstur lempung berliat, isohyperthermik dan berereaksi masam. Tanah ini termasuk ordo Inceptisol, greatt group Dystropepts dengan total luas mencapai 13.112, ha atau 56,22% dari total luas program cetak sawah baru areal irigasi Batang Hari (Nippon Koei Co, LTD dan PT. Cakra Hasta, 2000). Sifat kimia tanah Typic Dystropepts pada kedalam 030 cm, sawah bukaan baru Pulau Pendam disajikan dalam Tabel 3.

Aplikasi Jerami Padi dengan Pupuk Kalium pada Pertanaman Padi Sawah di Tanah Dystropepts Bukaan Baru (Ismon L dan M. Prama Yufdy) 221

Tabel 3. Sifat kimia tanah Typic Dystropepts areal irigasi Batang Hari, Desa Pulau Pendam, Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, 2008 Nilai terukur 5,76 pH (H2O) 5,26 pH (H2O) 1,72 C-organik (%) 0,07 N-total (%) 31,97 P-total (mg P2O5/100 g) 6,19 K-total (mg K2O/100 g) 15,22 P-tersedia (ppm) 4,51 Ca-dd (me/100 g) 1,98 Mg-dd (me/100 g) 0,11 K-dd (me/100 g) 0,35 Na-dd (me/100 g) TU Al-dd (me/100 g) 0,50 H-dd (me/100 g) 13,57 KTK (me/100 g) 52,40 KB (%) 0,87 Cu (ppm) 3.47 Zn (ppm) 29,93 Mn (ppm) 201,00 Fe (ppm) 50,80 SO4 (ppm) *) Harkat berdasarkan Soil Survey Staff, 1998. Sumber: Laboratorium Tanah, Pupuk, Tanaman, dan Air. BPTP Sumatera Barat, 2008. Sifat Kimia Harkat* Masam Masam Sangat Rendah Sangat Rendah Sedang Sangat Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang

Sangat Rendah Sedang Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sedang

Tanah bereaksi masam, kandungan Corganik hanya 1,07 % dan tergolong rendah. Katagorisasi kandungan bahan organik tanah menurut BBSDL adalah rendah jika kadar Corganik < 2,0%, sedang jika kandungan Corganik 2-3 % dan tinggi apabila lebih dari 3% (Sumarno et al., 2009). Kandungan bahan organik yang rendah menyebabkan rendahnya efisiensi pemupukan. Tanah yang miskin bahan organik akan berkurang daya menyangga dan berkurang keefisienan pupuk karena sebagian besar pupuk hilang dari lingkungan perakaran (Adiningsih. 2005 dan Setyorini et al., 2007). Pemberian jerami disamping sebagai sumber hara kalium juga akan berperan dalam meningkatkan efisiensi pemupukan. Selain kandungan C-organik yang rendah, ternyata tanah ini juga kahat hara nitrogen dengan

kandungan N-total hanya 0,07% dan tergolong sangat rendah. Menurut Dedata dalam Gunarto et al. (2002), apabila kandungan N tanah kurang dari 0,25% maka tanaman padi akan mengalami kelaparan (defisiensi) sehingga mengganggu pertumbuhannya. P-total tergolong sedang, tetapi Ptersedia tergolong rendah. Rendahnya ketersedian hara P pada tanah ini erat kaitannya dengan kandungan Fe yang tinggi. Pada tanahtanah yang mempunyai kandungan Fe dan Al yang tinggi menyebabkan terjadinya fiksasi P oleh Al dan Fe sehingga tidak tersedia untuk tanaman. Pemberian jerami sebagai bahan organik akan meningkatkan ketersediaan hara fosfor. Menurut Peniwirartri (2001), bahan organik memiliki kemampuan mengkhelat Al

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 14, No. 3, November 2011: 217-230

222

dan Fe dapat mengurangi fiksasi P oleh Al dan Fe sehingga P lebih tersedia untuk tanaman. Kandungan K-total (ekstrak HCL 25%) tergolong sangat rendah (6,19 mg/100g), sedangkan batas kritis K terekstrak HCL 25% sebesar 10 mg K2 /100 g (Makarim et al., 2003 dan Setyorini et al., 2007). Kadar K terekstrak NHOAc 1N hanya 0,11 me/100 g, sedangkan batas kritis K dapat dipertukarkan untuk padi sawah adalah 0,20 me/100 g (Dierolf et al., 2001 dan Wihardjaka et al., 2002). Rendahnya kandungan K tanah membutuhkan pemupukan kalium dalam dosis tinggi. Sumber hara K yang potensial adalah jerami padi yang tersedia secara in situ. Lebih dari 80% unsur kalium yang diserap padi sawah berada dalam jerami (Wihardjaka et al., 2002). Kation-kation basa Mg-dd, dan Na-dd ekstrak NHOAc 1N juga termasuk rendah kecuali Ca-dd tergolong sedang. KTK tanah tergolong sangat rendah, tetapi kandungan Fe-tersedia sangat tinggi. KTK yang rendah menyebabkan rendah pula efisiensi pemupukan (Adiningsih, 2005a), dan tingginya kandungan Fe akan menyebabkan tanaman padi sawah akan mengalami keracunan besi jika tidak dilakukan pengelolaan yang tepat (Ismon et al., 2008; dan Setyorini et al., 2007). Untuk meningkatkan KTK tanah dan kandungan Corganik sangat diperlukan penambahan bahan organik diantaranya pengembalian jerami kedalam tanah, sehingga efisiensi pemupukan

dapat ditingkatkan (Ismon dan Sunarminto, 2003; Adiningsih et al., 2005; Ismon, 2006). Kemampuan bahan organik mengkhelat Al dan Fe dapat mengurangi fiksasi P oleh Al dan Fe sehingga P lebih tersedia untuk tanaman serta dapat mengurangi kebutuhan kapur di tanah masam (Peniwirartri, 2001). Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah dapat disimpulkan bahwa secara umum sifat kimia Typic Dystropepts berada pada taraf ketidakseimbangan hara. Ketidakseimbangan ini tercermin dari rendahnya kandungan bahan organik tanah dan kandungan hara makro terutama N, P, dan K, tetapi kandungan hara mikro terutama Fe sangat tinggi yang dapat memunculkan masalah keracunan besi. Untuk meningkatkan produktivitas sawah berkadar besi tinggi, diperlukan suatu cara pengelolaan tanah dan tanaman yang tepat, terutama dalam hal pengendalian keracunan besi. Teknologi Lado21 merupakan cara pengelolaan lahan mineral berkadar besi tinggi yang telah terbukti cocok diaplikasikan untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah bukaan baru (Ismon et al., 2008). Pertumbuhan Tanaman Tinggi tanaman Secara umum terlihat bahwa pemberian jerami padi dalam bentuk jerami setengah

Tabel 4. Rata-rata tinggi tanaman, tingkat keracunan Fe dan jumlah anakan maksimum pada berbagai kombinasi takaran pupuk K dengan jerami padi dan pupuk kandang di sawah bukaan baru Desa Pulau Pendam, Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, 2008 Anakan Skor maksimum keracunan Fe (btg/rumpun) A 100 kg KCl/ha, tanpa jerami 85,9 c 14,1 b 1,67 B 75 kg KCl + 2,5 t jerami padi/ha 90,9 a 15,3 ab 1,00 C 50 kg KCl + 5 t jerami padi/ha) 88,5 abc 16,6 ab 1,67 D 25 kg KCl + 7,5 t jerami padi/ha 88,8 abc 17,3 a 1,33 E 0 kg KCl + 10 t jerami padi/ha 86,9 bc 13,7 b 1,00 F 75 kg KCl + 1 t kompos jerami /ha 88,0 abc 13,9 b 1,00 G 75 kg KCl + 1 t pukan/ha 87,3 bc 17,4 a 1,33 H Petani (0 KCl + 1 ton pukan/ha) 88,5 abc 9,5 c 4,50 Keterangan: Angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kepercayaan 95% Kode Kombinasi pumupukan K Tinggi tanaman cm)
Aplikasi Jerami Padi dengan Pupuk Kalium pada Pertanaman Padi Sawah di Tanah Dystropepts Bukaan Baru (Ismon L dan M. Prama Yufdy) 223

melapuk dan kompos lebih baik dibanding pemupukan K tanpa diikuti dengan pemberian jerami. Peningkatan takaran jerami dan pengurangan takaran pupuk K serta pemberian pupuk kandang dan pengurangan takaran K menjadi dosis cendrung menyebabkan tanaman tumbuh lebih pendek (Tabel 4). Tinggi tanaman berdasar deskripsi varietas IR 66 berkisar antara 90-99 cm (Hermanto et al., 2009). Pemupukan K dengan takaran 75 kg KCl + 2,5 t jerami jadi/ha berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Tanaman tertinggi (90,9 cm) dan sesuai dengan deskripsi varietas IR 66, hanya didapat pada perlakuan B ( dosis pupuk K + 2,5 t jerami padi/ha), dan terendah pada perlakuan A (1 kali dosis pemupukan K tanpa jerami). Jumlah anakan maksimum Pemberian jerami dari takaran 2,5 t/ha sampai 7,5 t/ha serta pengurangan takaran pupuk K sejalan dengan peningkatan takaran jerami nyata meningkatkan jumlah anakan maksimum dan peningkatan takaran jerami menjadi 10 t/ha tanpa pemberian pupuk K menyebabkan jumlah anakan yang terbentuk menjadi lebih sedikit, demikian juga dengan pemberian 5 t kompos jerami padi tanpa pengurangan takaran pupuk K. Sedangkan pemberian pupuk kandang meningkatkan jumlah anakan maksimum (Tabel 4). Jumlah anakan maksimum terbanyak (17,4 batang/rumpun) didapat pada perlakuan F dan diikuti oleh perlakuan D (17,3 batang/rumpun). Jumlah anakan paling sedikit (9,5 rumpun/batang) pada perlakuan petani. Hal ini menunjukkan bahwa cara pengelolaan tanaman dan pemberian jerami dan pupuk kalium sangat diperlukan pada lahan sawah bukaan baru. Menurut Mitra et al. (1990) jerami padi sebagai bahan organik dapat mengekelat ion Fe2+ larut, sehingga K+ berpeluang besar diserap akar tanaman. Berkurangnya kelarutan Fe2+ akibat pengaruh kelasit akan mengurangi keracunan besi pada padi sawah. Suhartatik dan Roechan

(2001) menjelaskan bahwa jerami selain berperan dalam mengurangi kelarutan Fe2+ pada lahan sawah bukaan baru, juga merupakan sumber hara utama kalium (K) dan Silika (Si) karena sekitar 80% K yang diserap tanam berada dalam jerami. Kandungan hara kalium (K) dalam jerami padi berkisar antara 1,13,7 % dan Silikat (Si) 3,5 6,6 %. Tingkat keracunan Fe Keracunan besi merupakan masalah utama dalam meningkatkan produktivitas sawah bukaan baru. Penerapan paket Lado-21 pada perlakuan A-G dapat menghindarkan tanaman dari keracunan besi dengan skor keracunan Fe hanya berkisar antara 1,00 1,64. Pada nilai skor 1 tidak terlihat gejala keracunan Fe, dan pada skor >1-2 pertumbuhan dan pembentukan anakan normal dengan sedikit bagian daun tua mengalami bintik-bintik merah kecoklatan tanpa berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman selanjutnya. Semakin tinggi takaran jerami yang diaplikasikan, keracunan Fe semakin berkurang, bahkan pada takaran 10 t jerami/ha padi dan 5 t kompos jerami/ha, tanaman terhindar dari keracunan besi (skor=1,00) (Tabel 3). Menurut Ismon et al., (2006), Lado-21 merupakan cara menciptakan lingkungan perakaran tetap mengalami proses oksidasi yang cukup sampai tanaman berumur 21 hari. Dalam keadaan oksidasi Fe dalam keadaan tidak larut dan membentuk oksida serta tidak bersifat racun, sehingga akar dapat berkembang dengan baik. Perkembangan akar yang lebih baik selama awal pertumbuhan tanaman dapat meningkatkan penyerapan hara terutama N, P, K, Ca, dan Mg. Jika serapan hara tersebut cukup, maka kadar Fe dalam tanah di atas 600 ppm tidak akan meracuni tanaman. Sebaliknya jika tanaman tidak dapat menyerap hara dalam jumlah yang cukup karena terhentinya perkembangan akar, maka kadar Fe di bawah 300 ppm dapat memunculkan masalah keracunan besi.

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 14, No. 3, November 2011: 217-230

224

Tabel 5, Rata-rata nilai komponen hasil pada berbagai kombinasi takaran pupuk K dengan jerami padi dan pupuk kandang di sawah bukaan baru Desa Pulau Pendam, Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, 2008 Anakan Panjang Gabah Gabah Berat 1000 produktif malai permalai hampa biji (gram) (btng/rpn) (cm) (butir) (%) A 100 kg KCl/ha, tanpa jerami 13 a 21,9 a 112 a 28,8 abc 23,6 ab B 75 kg KCl + 2,5 t jerami padi/ha 14 a 21,6 a 112 a 24,2 d 23,9 ab C 50 kg KCl + 5 t jerami padi/ha) 12 a 21,5 a 98 abc 24,6 d 23,1 abc D 25 kg KCl + 7,5 t jerami padi/ha 13 a 21,7 a 98 abc 29,2 abc 23,6 ab E 0 kg KCl + 10 t jerami padi/ha 12 a 22,0 a 106 ab 24,6 d 24,3 a F 75 kg KCl + 1 t kompos jerami /ha 12 a 22,0 a 105 ab 23,1 d 22,3 bc G 75 kg KCl + 1 t pukan/ha 12 a 21,1 a 90 cd 29,8 ab 22,4 bc H Petani (0 KCl + 1 ton pukan/ha) 9b 22,5 a 76 d 30,5 a 21,2 c Keterangan: Angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kepercayaan 95% Kode Paket pemupukan

Pada perlakuan petani, tanaman mengalami keracunan besi yang cukup parah (skor = 4,5) dimana pada kondisi ini pertumbuhan dan pembentukan anakan mulai terhenti, banyak daun kehilangan warna (clorosis). Keracunan besi terjadi karena Fe yang larut akibat penggenangan terakumulasi pada daerah perakaran sehingga akar tidak mampu berkembang dengan sempurna yang mengakibatkan berkurangnya serapan hara (Adiningsih et al., 2000). Hasil pengamatan di lapangan didapatkan bahwa petani melakukan penggenangan setelah tanaman berumur 10 hari setelah sebar benih, dimana akar tanaman belum terbentuk dan berkembang sempurna. Pada umur 21 hari tanaman telah mulai memperlihatkan gejala keracunan besi. Menurut Ismon et a.l (2005), penggenangan diawal pertanaman menyebabkan tanaman mati sebelum akar sempat berkembang dan fase yang paling kritis tanaman padi terhadap keracunan besi adalah mulai saat perkecambahan sampai tanaman berumur lebih kurang 21 hari. Menciptakan kondisi kapasitas lapang (field capacity) selama 21 hari sesudah tanam dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada akar tumbuh dan berkembang dan tanaman dapat menyerap hara dengan baik. Penerapan teknologi Lado-21 dapat mencegah terjadinya

keracunan besi pada sawah bukaan baru berkadar besi tinggi dari jenis tanah Dystropepts, Ultisol, dan Entisol (Ismon et al., 2005). Komponen Hasil dan Hasil Tanaman Komponen hasil Pembentukan anakan pada perlakuan petani sangat tertekan dengan jumlah anakan produktif hanya 8,5 batang/rumpun disebabkan tanaman mengalami keracunan besi yang cukup parah. Rata-rata anakan produktif berdasarkan deskripsi varietas IR 66 berkisar antara 14 17 batang/rumpun (Hermanto et al., 2009). Penerapan teknologi Lado-21 sangat nyata meningkatkan jumlah anakan menjadi 1,5 kali lipat. Anakan produktif tertinggi (14 batang/rumpun) dan sesuai dengan deskripsi varietas IR 66, hanya didapat pada perlakuan B ( dosis pupuk K + 2,5 t jerami padi/ha). Jumlah malai tertinggi juga didapat pada paket B dan terlihat kecendrungan jumlah malai yang terbentuk semakin berkurang dengan meningkatnya pemberian jerami padi. Pemberian jerami dapat menggantikan peranan K dalam hal pembetunkan gabah, tanpa pemberian jerami dan pengurangan takaran pupuk K mengurangi berat gabah (Tabel 5).

Aplikasi Jerami Padi dengan Pupuk Kalium pada Pertanaman Padi Sawah di Tanah Dystropepts Bukaan Baru (Ismon L dan M. Prama Yufdy) 225

Tabel 6. Rata-rata hasil dan indek hasil pada berbagain kombinasi takaran pupuk K dengan jerami padi dan pupuk kandang di sawah bukaan baru. Desa Pulau Pendam, Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, 2008 Peningkatan hasil A 100 kg KCl/ha, tanpa jerami 4.027 ab 264 B 75 kg KCl + 2,5 t Jerami Padi/ha 4.539 a 297 C 50 kg KCl + 5 t Jerami Padi/ha) 3.453 bc 226 D 25 kg KCl + 7,5 t Jerami Padi/ha 3.340 bc 219 E 0 kg KCl + 10 t Jerami Padi/ha 3.675 abc 241 F 75 kg KCl + 1 t Kompos Jerami /ha 3.625 abc 238 G 75 kg KCl + 1 t Pukan/ha 2.834 c 186 H Petani (0 KCl + 1 t pukan/ha) 1.526 d 100 Keterangan: Angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kepercayaan 95% Catatan : Indek hasil = Hasil perlakuan/hasil perlakuan petani x 100. Kode Paket Pemupukan Hasil (kg/ha)

Hasil dan peningkatan hasil Hasil yang diperoleh pada paket petani hanya 1,5 t GKP/ha. Salah satu penyebab rendahnya hasil yang diperoleh petani karena tanaman mengalami keracunan Fe. Pemberian jerami yang dikombinasikan dengan tingkat pemupukan Kalium dengan menerapkan teknologi Lado-21 dapat memberikan hasil tertinggi sebesar 4,5 t GKP/ha (Paket B). diperoleh pada Paket B (KCl dosis = 75 kg/ha, + 2,5 t jerami padi/ha) diikuti oleh Paket A (100 kg KCl/ha, tanpa jerami) yaitu 4 t GKP/ha dengan peningkatan hasil masingmasingnya mencapai 169 dan 164 %. Dibanding dengan paket petani seluruh perlakuan yang diuji memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap peningkatan hasil dengan indek hasil berkisar antara 186 sampai 297 sehingga peningkatan hasil dapat mencapai dua sampai tiga kali lipat lebih tinggi dibanding hasil yang diperoleh petani (Tabel 6). Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa pemberian pupuk KCl dapat disubsitusi atau ditiadakan sama sekali, jika diberikan jerami padi baik dalam bentuk setengah melapuk maupun dalam bentuk kompos. Kombinasi perlakuan yang paling rasional dan memberikan dampak positif serta dapat diaplikasikan di

lapangan adalah paket pemupukan B ( dosis K dan 2,5 t jerami/ha). Analisis Usahatani Rata-rata hasil yang diperoleh petani selama ini hanya 1,5 t GKP/ha dengan penerimaan kotor Rp. 4.196.500/ha, dan biaya produksi sebesar Rp. 3.895.000/ha, keuntungan yang diperoleh atau gross margin hanya sebesar Rp. 301.500/ha dengan tingkat RC ratio 1,1. Jika dilihat dari segi usaha tani keuntungan yang diperoleh petani sangat kecil yaitu sebesar 1% dari total biaya produksi atau BC ratio 0,1. Berdasarkan tingkat harga Rp. 2.750/kg GKP, maka titik impas sehingga tidak menguntungkan lagi adalah pada tingkat hasil 1.416 kg GKP/ha. Dengan demikian keuntungan petani hanya diperoleh dengan kelebihan hasil sebesar 110 kg gabah/ha. Biaya produksi/kg gabah Rp.2.552/kg, dan keuntungan yang diperoleh hanya Rp. 198/kg gabah (Lampiran 1). Introduksi Teknologi Lado-21 dapat meningkatkan nilai RC ratio dari 1,1 menjadi 2,2 sampai 2,8 atau nilai BC ratio meningkat menjadi 12 sampai 18 kali lipat lebih tinggi dibanding paket petani. Peningkatan tersebut bergantung pada cara pengelolaan lahan, pengelolaan tanaman dan penggunaan agro input

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 14, No. 3, November 2011: 217-230

226

yang tepat, seperti pemupukan dan pengembalian jerami sebagai sumber hara K dalam kombinasi berimbang dengan pemakaian pupuk KCl. Keuntungan tertinggi didapat dengan menerapkan paket B (75 kg KCl + 2,5 t jerami padi/ha) yaitu sebesar Rp.8.089.750/ha/MT dan diikuti dengan paket A (100 kg KCl/ha, tanpa jerami) dan E (0 kg KCl + 10 t jerami padi/ha) masing-masing sebesar Rp.6.576.750/ha/MT dan Rp.6.108.750.

Saran Untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas lahan sawah bukaan baru perlu dilakukan pemberian jerami dan pupuk kalium dengan takaran 2,5 t jerami padi + 75 kg KCl/ha melalui penerapan teknologi Lado-21. Pemupukan diberikan berdasarkan status hara dalam tanah dan kebutuhan tanaman dan dikombinasikan dengan pemberian bahan organik serta pengembalian jerami ke lahan. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, J.A. 2005. Peran pupuk organik dalam menunjang peningkatan produktifitas lahan pertanian. Makalah disampaikan pada acara Temu Teknologi Pemupukan Berimbang. Hotel Inna Muara Padang, 14 Desember 2005. Adiningsih. J.S., A. Syofyan, dan D. Nursyamsi. 200. Lahan Sawah dan Pengelolaannya. Halaman 165-196 dalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaanya. Penyunting Admihardja. A., L.I. Amien, F. Agus, dan D. Djaenuddin. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Dierolf. T., T. Fairhurst, and E. Mutert. 2001. Soil Fertility Kit. PT. Jasa Katom; and Potash & Phosphate Institute (PPI), Potash & Phosphate Institute of Canada. P.149. Distanhorti Sumbar. 2007. Program peningkatan produktivitas padi di Sumatera Barat. Makalah disampaikan pada Workshop Pengelolaan Lahan Sawah Bukaan Baru. Hotel Umega. 12 dan 13 Oktober 2008. Gunung Medan. Kab. Dhramsraya. Dobermann, A. and F. Fairhurst. 2000. Rice: Nutrient Disorders and Nutrient Management. Potash and Phosphate Institute of Canada and IRRI, Los Banos, Philippines. 191p.

KESIMPULAN

Kesimpulan: 1. Penerapan teknologi Lado-21 meningkatkan hasil padi sawah bukaan baru 2 sampai 3 kali lipat lebih tinggi dibanding cara petani (cara konvensional). Pemberian 2,5 t jerami padi/ha dapat mengurangi kebutuhan KCL dari 100 kg/ha menjadi 75 kg/ha dan efektif meningkatkan hasil gabah. Pemberian 10 t jerami padi dapat meniadakan pemberian pupuk kalium dan hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan pemberian 100 kg KCl/ha, sekaligus efektif mengurangi tingkat keracunan besi. 2. Introduksi teknologi Lado-21 meningkatkan hasil padi sawah bukaan baru 2 sampai 3 kali lipat serta meningkatkan nilai RC ratio dari 1,1 menjadi 2,2 sampai 2,8 atau nilai BC ratio meningkat menjadi 12 sampai 18 kali lipat lebih tinggi dibanding paket petani. Keuntungan tertinggi didapat dengan menerapkan paket B (75 kg KCl + 2,5 t jerami padi/ha) yaitu sebesar Rp.8.089.750/ha/MT dan diikuti dengan paket A (100 kg KCl/ha, tanpa jerami) dan E (0 kg KCl + 10 t jerami padi/ha) masingmasing sebesar Rp.6.576.750/ha/MT dan Rp.6.108.750.

Aplikasi Jerami Padi dengan Pupuk Kalium pada Pertanaman Padi Sawah di Tanah Dystropepts Bukaan Baru (Ismon L dan M. Prama Yufdy) 227

Gomez. K.A and A.A. Gomez. 1983. Statistical Procedures for Agricultural Research. 2 nd Edition. John Wiley & Sons. Singapore. Gunarto, L., P. Lestari, H. Supadmo, dan A. R. Marzuki. 2002. Dekomposisi jerami padi, inokiulasi Azospirillum dan pengaruhnya terhadap efisiensi penggunaan pupuk N pada padi sawah. Penelitian Pertanian Vol. 21 No. 2. Hal 1 9. Puslitbangtan, Bogor. Hartatik. W., Sulaeman, dan A. Kasno. 2007. Perubahan sifat kimia tanah dan ameliorasi sawah bukaan baru. Dalam Tanah Sawah Bukaan Penyunting F. Agus, Wahyunto, dan D. Santoso. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Hermanto, Didik. S.W., dan E. Hikmat. 2009. Deskripsi Varietas Unggul Padi 19432009. Puslitbangtan, Bogor. Ismon L., dan B.H. Sunarminto. 2003. Uji kemampuan Harzburgit dan Keserit dalam memperbaiki tingkat kemasaman tanah, kandungan Al-dd, ketersediaan Mg dan P Typic Kandiudults. Dalam Prosiding Kongres Nasional HITI VIII Padang-Sumatera Barat. Ismon. L. 2006. Pengaruh Harzburgit (batuan ultabasis) dan Kiserit terhadap Ketersediaan Mg dan P serta pertumbuhan jagung pada Typic Kandiudults. Jurnal Tanah Tropika. Vol. 11 (2). Universitas Lampung, Bandar Lampung. Ismon. L. 2008. Cerita sukses (success stories) pengembangan hasil penelitian lahan sawah bukaan baru areal Irigasi Batang Hari (2004-2008). Makalah disampaikan pada Workshop Teknologi Pengelolaan Lahan Sawah Bukaan Baru Areal Irigasi Batang Hari. Hotel UMEGA Gunung Medan, Dharmasraya 23-24 Oktober 2008. (Tidak dipublikasikan).

Ismon. L., Iis Syamsiah, Syafei, dan Kairul Zen. 2006. Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Keracunan Besi Pada Padi Sawah Bukaan Baru Areal Irigasi Batang Hari. Laporan hasil penelitian Pot MT1. Kerjasama antara BH-ADO Dipertahorti Sumbar dengan BPTP Sumatera Barat. Las, I., S. Purba, B. Sugiharto, dan A. Hamdani. 2000. Proyeksi kebutuhan dan pasokan pangan tahun 2000-2020. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Leiwakabessy, F. M. 1995. Pengaruh Oksidatif dan Reduktif terhadap Ketersediaan dan Penyerapan Hara Tanaman. Materi Pelatihan Uji Tanah dan Tanaman. Kerjasama antara IPB Bogor dengan ARMP II. Bogor, 25 7 Desember 1995. Makaramim, A.K., I.N. Widiarta, Henrasih, S., dan S. Abdulrachman. 2003. Panduan Teknis Pengelolalaan Hara dan Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Padi Secara Terpadu. Departemen Pertanian, Jakarta. Mitra, G.N., S.K. Sahu, and G. Dev. 1990. Pottasium chloride increases rice yield and reduces symptons of iron toxicity. Better Crops Inter. 6 (2): 14-15. Nippon Koei Co, LTD dan PT. Cakra Hasta. 2000. Detailed Soil Survey And Assesment of Land Management On The Batang Hari Project Development Area. Direktorat Jendral Sumberdaya Air. Proyek Irigasi dan Rawa Andalan Sumatera Barat. Padang. Peniwirartri. L. 2001. Pengaruh Asam-Asam Organik terhadap Ketersediaan P Andisol dan Serapannya oleh Jagung. Tesis Pascasarja. Faperta UGM. Yogyakarta.

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 14, No. 3, November 2011: 217-230

228

Ritung, S dan N. Suharta. 2007. Sebaran dan potensi pengembangan lahan sawah bukaan baru. Halaman 5-24 dalam Tanah Sawah Bukaan. Penyunting F. Agus, Wahyunto, dan D. Santoso. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Setyorini ,D., D.A. Suriadikarta, dan Nurjaya. 2007. Rekomendasi pemupukan padi sawah bukaan baru. Halaman 53-76 dalam Tanah Sawah Bukaan. Penyunting F. Agus, Wahyunto, dan D. Santoso. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia. 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Suhartatik. E dan S. Roechan. 2001. Tanggap tanaman padi sistem tanam benih langsung terhadap pemberian jerami dan kalium. Penelitian Pertanian. Vol 20 (2): 23-38. Puslitbangtan, Bogor. Sumarno, U.G. Kartasasmita, dan D. Pasaribu. 2009. Pengayaan kandungan bahan organik tanah mendukung keberlanjutan sdistem produksi padi sawah. Dalam Syam. M., I.N. Widiarta, F. Kasim, dan M.M. Adie (ed.). Iptek Tanaman Pangan Vol.4. No.1. Pulitbangtan, Bogor.

Syafei, Ismon. L., dan Erdiman. 1995. Sawah Bermasalah di Sumani Sumatera Barat. I. Identifkasi dan Alternatif Pengelolaannya. Pemberitaan Penelitian Sukarami. No. 22 ; 3-39. Swastika. D.K.S. 2004. Beberapa teknik analisis dalam penelitian dan pengkajian teknologi pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 7 (1). Puslitbang Sosial Eknomi Pertanian. Bogor. Toha. H.M., K. Permadi, dan S.J. Munarso. 2002. Pengaruh pemberian pupuk Kalium dan Nitrogen terhadap hasil padi dan mutu beras IR64. Penelitian Pertanian. Vol 21 (1): 17-25. Puslitbangtan, Bogor. Wihardjaka. A., K. Idris, A. Rachim, dan S. Partohardjono. 2002. Pengelolaan Jerami dan Pupuk Kalium pada Tanaman Padi di Lahan Sawah Tadah Hujan. Penelitian Pertanian. Vol 4 (1): 26-32

Aplikasi Jerami Padi dengan Pupuk Kalium pada Pertanaman Padi Sawah di Tanah Dystropepts Bukaan Baru (Ismon L dan M. Prama Yufdy) 229

Lampiran 1:
Tabel 7: Analisis ekonomi sederhana berbagai kombinasi takaran pupuk K dengan jerami padi dan pupuk kandang di sawah bukaan baru. Desa Pulau Pendam, Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, 2008 Komponen Produksi INPUT (Rp) Upah Tenaga Kerja Sarana produksi Total biaya produksi Kombinasi takaran pupuk K dengan jerami padi, kompos jerami padi, dan pupuk kandang A B C D E F G 3.040.000 1.457.500 4.497.500 3.160.000 1.232.500 4.392.500 3,240,000 1.007.500 4.247.500 3.320.000 782,500 4.102.500 3.440.000 55.7500 3.997.500 3.080.000 1.707.500 4.787.500 3.520.000 1.482.500 5.002.500 Paket Petani 2.395.000 1.500.000 3.895.000 OUTPUT (Rp) Hasil (kg/ha) 4.027 Harga gabah (Rp/kg) 2.750 Penerimaan (Rp/ha) 11.074.250 PENDAPATAN (Rp) 6.576.750 RC ratio 2.4 BC ratio 1.4 Break event yield (kg/ha) 1.635,5 Biaya/kg gabah (Rp/kg) 1.116,6 4.539 2.750 12,482,250 8,089,750 2.8 1.8 1,597.3 967.7 3.435 2.750 9.446.250 5.198.750 2,2 1,2 1.544,6 1.236,5 3.340 2.750 9.185.000 5.082.500 2,2 1,2 1.491,8 1.228,3 3.675 2.750 10,106,250 6.108.750 2,5 1,5 1.453,6 1.087,8 3.625 2.750 9.968.750 5.181.250 2,1 1,1 1.740,9 1.320,7 2.834 2.750 7.793.500 2.791.000 1,6 0,6 1.819,1 1.765,2 1.526 2.750 4.196.500 301.500 1,1 0,1 1.416,4 2.552,4

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 14, No. 3, November 2011: 217-230

230

You might also like