Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Mugiyanto
Hery Nugroho
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Selama 6 tahun terakhir (tahun 1998) pertumbuhan luas tanam jagung di Jambi
meningkat 26,28 %. Pertanaman jagung tahun 1998 seluas 25,084 ha, dengan
produktivitas rata-rata 1,65 ton/ha (Kanwil Deptan Provinsi Jambi, 1999), dibandingkan
produktivitas nasional tahun 1996 masih lebih rendah (2,86 t/ha). Permasalahan dalam
usaha tani jagung yang dihadapi petani secara umum adalah: (1) Sebagian besar
penanaman jagung ditanam di lahan kering marginal dengan tingkat kesuburan tanah
1)
Staf Peneliti Balai Pengkajan Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi
1
rendah dan budidaya jagung belum dilakukan secara intensif sehingga menyebabkan
produktivitas jagung rendah, (2) Tidak adanya jaminan harga jagung, sehingga pada
saat panen raya harga jagung menjadi rendah, menyebabkan luas tanam ataupun panen
jagung menjadi tidak stabil yang berakibat produksi jagung berfluktuasi.
Usahatani jagung pada lahan kering masam perlu input teknologi untuk perbaikan
lahan. Pada tanah dengan pH rendah, tanaman jagung tidak tumbuh baik karena
keracunan Aluminium. Batas toleransi jagung terhadap ion Al sebesar 28%. Banyak
hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kapur, bahan organik dan pemupukan
berimbang dapat meningkatkan produksi tanaman pangan. Untuk mengurangi
kemasaman tanah biasanya dilakukan pengapuran (Mulyani dan Suhardjo, 1994).
Tujuan pengapuran menurut Soekardi (1989) adalah menurunkan kejenuhan Al dan
meningkatkan pH tanah; meningkatkan kapasitas tukar kation tanah; meningkatkan
kadar Ca; meningkatkan kelarutan hara P; dan meningkatkan aktivitas biologis tanah.
Pemberian bahan organik diperlukan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.
Bahan organik selain sebagai sumber hara N, P dan humus juga dapat menjaga
kestabilan struktur tanah, meningkatkan daya pegang air, sumber energi mikro
organisme tanah dan sebagai agensia kilasi logam seperti Fe, Al dan Mn (Foth, 1983).
Penanganan budidaya jagung dalam kerangka sistim usahatani merupakan
langkah tepat dalam upaya peningkatan produktivis dan perbaikan harga jagung.
Dengan pendekatan sistim usaha tani, maka keluarga tani ditempatkan dalam hubungan
saling ketergantungan. Keluarga tani berada di lingkungan fisik dan ekonomi bisnis
seperti agribisnis, agroindustri dan prasarana ekonomi. Dengan pendekatan ini
diharapkan peningkatan pendapatan petani sesuai dengan keluarganya (Ardjasa, 1993).
Untuk membangun sistim usahatani lahan kering yang berkelanjutan perlu dilakukan
pendekatan yang saling menunjang antar unsur usahatani. Menurut Rosyid et al (1994)
unsur-unsur dimaksud meliputi : (1) Komoditas yang dikembangkan sesuai dengan
agroklimat setempat, (2) Tersedianya sumberdaya manusia yang memadai dalam
mengelola usahatani, (3) Tersedianya teknologi yang praktis, ekonomis, dan secara
sosial diterima petani, dan (4) Tersedianya unsur-unsur penunjang usahatani seperti
pasar, lembaga keuangan, transportasi, sarana dan prasarana jalan serta dukungan
2
Pemerintah Daerah. Keempat unsur dalam usahatani tersebut harus berjalan seimbang,
saling terkait dan berinteraksi untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam pelaksanaan sistim usahatani perlu adanya dukungan informasi teknologi
dari hasil penelitian secara kontiyu dan sesuai dengan kebutuhan spesifik lokasi. Pada
saat ini banyak hasil-hasil penelitian teknologi jagung, namun masih terjadi hambatan
dalam pelaksanaan alih teknologi kepada pengguna. Dalam proses alih teknologi tidak
cukup hanya pertimbangan teknis saja juga diperlukan pertimbangan sosial ekonomi.
Dengan beralihnya kebijakan pembangunan pertanian dari pendekatan komoditas
produksi kearah peningkatan pendapatan petani menyebabkan pengelolaan usahatani
harus lebih beorientasi pada pasar. Orientasi ini akan mengubah pandangan petani
dalam menentukan komoditas tertentu dan pemasaran hasil tanaman. Hal ini relevan
dengan peryataan Suryatna et al (1997) bahwa pemasaran dan stabilitas harga
merupakan masalah utama yang akan dihadapi dalam pengembangan sistim usahatani di
suatu daerah.
Pengkajian teknologi usahatani jagung di lahan kering marginal menjadi
kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
produktifitas dan pendapatan petani dengan penerapan teknologi introduksi dalam suatu
pola pengembangan sistim usahatani yang menguntungkan. Teknologi ini didasarkan
dari hasil penelitian berbagai sumber teknologi. Hal ini didukung Suryatna et al (1982),
bahwa peluang peningkatan produktifitas jagung sangat besar bila didukung teknologi
hasil penelitian yang sesuai dengan kondisi agroekosistim wilayah spesifik.
3
Teknologi introduksi dikaitkan dengan kondisi agroekologi lahan kering masam
yaitu : (1) Penggunaan benih jagung Varietas Bisma kelas FS, (2) Tanpa olah tanah, (3)
Pemberian kapur, sesuai kebutuhan tanah untuk Desa Petaling Jaya 1000 kg/ha dan 600
kg/ha di Desa Sumber Agung (4) Pemupukan sesuai dosis berdasar uji tanah, yaitu Urea
250 kg/ha, SP-36 125 kg/ha, KCl 100 kg/ha, Pupuk Kandang 2.500 kg/ha, (5)
Pengendalian hama penyakit spesifik lokasi (penggerek batang dan tongkol)
menggunakan Curater 10 kg/ha, dan (6) Pra dan Pasca Panen (pemipilan jagung dengan
menggunakan alat yang tersedia di tempat).
Data yang dikumpulkan meliputi komponen hasil dan hasil jagung, analisa
usahatani, analisa tanah dan efek pengkajian. Untuk mendapatkan data hasil panen
digunakan sampel dengan ukuran plot 5 x 5 m sebanyak 2 plot setiap petani diambil
secara acak. Untuk menggambarkan rata-rata hasil pada lokasi UHP diambil petani
sampel sebanyak 10 % dari jumlah petani yang terlibat. Untuk menduga hasil panen
digunakan metoda Subandi et al (1982), yaitu dengan menimbang berat tongkol
kupasan basah dan kadar air bijinya. Rumus berat kering pipilan pada kadar air 15 %
adalah:
10.000 m2 100 - KA
Hasil (kg/ha) = x x B x 0,8
Luas Plot 100 - 15
Dimana,
KA = Kadar air jagung sewaktu panen
B = Berat Tongkol kupasan basah sewaktu panen
0,8 = Faktor Koreksi
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Desa
Sifat tanah Petaling Jaya Sumber Agung
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
Tekstur (%) Lempung berliat Lempung liat berpasir
a. Pasir 41 63
b. Debu 34 13
c. Liat 25 20
PH (H2O) 4,5 Masam 5,1 Masam
C (%) 0,89 Sangat rendah 0,84 Sangat rendah
N (%) 0,15 Rendah 0,08 Sangat rendah
P2O5 Bray I (ppm) 6,20 Sangat rendah 5,7 Sangat rendah
K (me/100 g) 0,07 Sangat rendah 0,08 Sangat rendah
KTK (me/100 g) 2,78 Sangat rendah 3,98 Sangat rendah
KB (%) 17 Sangat rendah 28 Rendah
B. Keragaan Pengkajian
B.1. Produksi
Hasil pipilan kering (kadar air 15 %) menunjukkan pada Unit Pengkajian
Khusus (UPK) di desa Sumber Agung 4,39 t/ha sedangkan di Desa Petaling Jaya 3,42
t/ha. Data komponen hasil dan hasil jagung disajikan pada Tabel 2.
5
Tabel 2. Komponen hasil dan hasil jagung pada Kajian Usahatani Jagung di Lahan Kering Marginal
Rataan Komponen Hasil Desa Petaling Jaya Desa Sumber Agung
dan Hasil UPK UHP UPK UHP
Tinggi tanaman (cm) 302,38 162,90 236,04 178,62
Panjang tongkol (cm) 13,13 17,09 15,63 15,60
Diameter tongkol (mm) 46,30 45,19 47,61 45,33
Jumlah Baris/tongkol 13,00 12,59 13,61 12,56
Jumlah Biji/Baris 28,05 26,23 32,29 29,70
Serangan hama penyakit
a. Penggerek tongkol (%) 3,50 2,16 3,60 9,60
b. Penggerek batang (%) 1,07 5,41 3,07 1,71
c. Babi (%) - - 1,75 3,06
d. Tikus (%) 5,90 12,47 - -
e. Bulai - - - -
Hasil (t/ha) 3,42 2,25 4,39 2,71
Dari penerapan teknologi introduksi terlihat bahwa peningkatan hasil pada UPK
(dibandingkan dengan UHP) sebagai akibat penggunaan pupuk, kapur dan bahan
organik yang cukup. Terbukti dengan lebih panjangnya tongkol, ukuran diameter,
banyaknya baris per tongkol, dan jumlah biji per baris. Tingginya hasil UPK di Desa
Sumber Agung dibandingkan Desa Petaling Jaya disebabkan penggunaan teknologi
introduksi secara penuh (lihat Tabel 3). Menurut Arief (1987) dalam Irfan dan
Chairunas (1990) pemberian pupuk organik dibarengi dengan pengapuran dan bahan
organik pada lahan kering masam dapat meningkatkan hasil 4 kali lipat. Sedangkan
penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus akan menurunkan hasil 35-50 %.
Pengaruh pemberian bahan organik pada tanah yang kurang subur dapat memperbaiki
sifat kimia, fisik dan biologi tanah (Sri Adiningsih et al, 1998). Pupuk anorganik
menjadi lebih efisien dengan pemberian bahan organik, karena pupuk anorganik dan
kapur tidak tercuci dan dapat dimanfaatkan tanaman. Pengaruh positif bahan organik
lainnya dapat menghilangkan keracunan unsur Al, meningkatkan ketersediaan P dan
memasok K serta unsur mikro lainnya, seperti silika (Soewardi, 1997). Menurut
Darmijati (1987) dalam Erdiman dan Syafei (1994), dengan pemberian bahan organik
dapat meningkatkan ketersediaan P sampai tiga kali lipat. Ketersediaan hara P sesuai
kebutuhan tanaman akan memperbaiki pertumbuhan tanaman antara lain tinggi
6
tanaman, luas daun, pertumbuhan tongkol dan baris biji normal serta hasil jagung(Bahar
et al, 1994). Penelitian Rochayati et al (1998) dalam Putu Wigena et al (1994) pada
tanaman jagung yang diberi bahan organik 7,5 ton/ha dan 200 TSP dapat meningkatkan
hasil dari 1,3 t/h menjadi 2,8 t/ha. Hasil pengkajian jagung di UPK sebenarnya masih
dibawah rata-rata potensi jagung Bisma (5,7 t/ha), karena tanah lokasi pengkajian
merupakan lahan kering marginal.
Tabel 4. Analisis usahatani jagung per hektar pada areal pengkajian jagung
7
Jenis Parameter UPK UHP
Desa Petaling Jaya
a. Rataan hasil jagung (t/ha) 3,42 2,25
b. Penerimaan hasil (Rp.) 3.078.000 2.025.000
c. Biaya saprodi (Rp.) 1.311.500 787.500
d. Biaya tenaga kerja (Rp.) 1.578.000 1.490.230
e. Pendapatan usahatani (Rp.) 113.500 -252.730
f. B/C ratio 0,04 -0,11
Desa Sumber Agung
a. Rataan hasil jagung (t/ha) 4,39 2,71
b. Penerimaan hasil (Rp.) 3.951.000 2.439.000
c. Biaya saprodi (Rp.) 1.375.500 668.500
d. Biaya tenaga kerja (Rp.) 1.988.200 1.377.700
e. Pendapatan usahatani (Rp.) 587.300 392.800
f. B/C ratio 0,17 0,19
Keterangan : Harga jagung konsumsi setempat saat pengkajian Rp. 900,- / kg
Hasil jagung paling tinggi dicapai pada lokasi UPK. Hal ini menyebabkan
penerimaan petani paling tinggi pada UPK dibandingkan UHP. Sebenarnya hasil
pengkajian pada UPK ini belum memberikan keuntungan yang optimal, karena harga
jagung pada dipasarkan di bawah harga normal. Menurut Erwidodo (1993), keuntungan
usahatani sangat dipengaruhi oleh faktor sarana produksi dan harga komoditas yang
diusahakan. Hal ini dialami petani terpaksa menjual dengan harga Rp. 900,-/kg sesuai
dengan kondisi pasar saat itu. Padahal pada kondisi normal harga jagung setempat
berlaku antara Rp. 1.000 – Rp. 1.200,-. Dengan harga kisaran ini akan dicapai
keuntungan petani 2- 3 kali kentungan yang diterima saat pengkajian.
C. Efek Tambahan
Pengkajian jagung pada petani kooperator dengan menggunakan Jagung Bisma
dengan klas benih Benih Dasar (FS). Dengan mutu benih demikian, hasil pengkajian
berupa jagung dapat dijadikan benih dengan klas benih pokok. Dengan melibatkan
petugas BPSB Jambi, pengkajian perbaikan teknologi usahatani jagung telah dapat
menghasilkan benih jagung sebanyak 7 ton pipilan yang telah dibeli oleh PT. Sang
Hyang Seri Jambi dengan harga Rp. 1.300,-/kg.
8
KESIMPULAN
1. Peningkatan produktivitas jagung di lahan kering baik di Desa Petaling Jaya dan
Sumber Agung dapat dicapai bila dilakukan perbaikan tekstur dan struktur tanah
dengan kapur dan bahan organik serta pemberian pupuk anorganik sesuai dengan
kebutuhan tanaman.
2. Teknologi introduksi dapat dijadikan bahan untuk rekomendasi teknologi spesifik
yaitu : 250 kg Urea, 125 kg SP-36, 100 kg KCl, dengan pemberian bahan organik
2.500 kg dan pengapuran 600 kg untuk Desa Sumber Agung dan 100 kg untuk Desa
Petaling Jaya. Keuntungan dengan penerapan teknologi perbaikan yang
diintroduksikan dapat meningkatkan pendapatan petani sekitar 5 – 6 kali.
3. Jagung Varietas Bisma cukup toleran pada lahan kering di wilayah Jambi.
Daftar Pustaka
Bahar, H; S. Zen; dan A.Arief. 1994. Tanggap Genotipe Jagung terhadap Pengapuran
dan Pemupukan P pada Podsolik Merah Kuning. Pemberitaan Penelitian
Sukarami. No. 23 Mei 1994. Balitan Sukarami.
Erdiman dan Syafei. 1994. Pengaruh Fosfat (TSP) dengan Bahan Organik dan Kapur
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L) pada tanah PMK
Sitiung. Risalah Seminar. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami.
Foth, D.H. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Irfan Z. dan Chairunas. 1990. Paket Pemupukan Jagung pada Lahan Kering Podsolik
Merah Kuning dan Regosol. Pemberitaan Penelitian Sukarami. Balai Penelitian
Tanaman Pangan Sukarami.
9
Kanwil Deptan Provinsi Jambi. 1999. Statistik Pertanian Provinsi Jambi 1993-1998.
Proyek Pengembangan Sumber Daya, Sarana dan Prasarana Pertaniann Provinsi
Jambi
Rosyid, M.J; S. Hendratno; dan A. Gunawan. 1994. Optimalisasi Pola Usaha Tani Karet
Rakyat di Kecamatan Muara Bulian dan Merlung Propinsi Jambi. Makalah
Konferensi Nasional Karet ke III di Medan tahun 1994.
Subandi dan I Manwan. 1990. Penelitian dan Teknologi Peningkatan Produksi Jagung
di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan
Litbang Pertanian.
Sri Adiningsih, J. I.G. Putu Wigena dan Sukristionubowo. 1989. Hasil Penelitian
Pengelolaan Lahan Kering di Daerah Transmigrasi Kuamang Kuning dan
Kubang Ujo, Jambi. Prosiding Expose Hasil Survei dan Pemetaan Tanah dalam
rangka menunjang Perencanaan Daerah Provinsi Jambi. Pusat Penelitian Tanah.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
10
Mugiyanto 2)
ABSTRAK
Produktivitas jagung di lahan kering secara umum di wilayah Jambi rendah yang
diikuti pula dengan keuntungan usahatani jagung yang rendah pula. Untuk itu telah
dilakukan Pengkajian Teknologi Usaha Tani Jagung di Lahan Kering oleh BPTP Jambi
di Desa Petaling Jaya dan Sumber Agung, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro
Jambi, Provinsi Jambi, dimulai bulan Oktober 1999 sampai dengan Maret 2000. Tujuan
pengkajian ini untuk mengkaji penerapan teknologi introduksi spesifik lokasi dan
peningkatan pendapatan petani jagung Metodologi pengkajian yang digunakan : (1)
Teknologi Introduksi seluas 10 ha, (2) Teknologi petani (existing), seluas 90 ha. Hasil
pengkajian menunjukkan dengan teknologi introduksi produktivitas jagung dicapai 4,39
t/ha di Desa Sumber Agung, sedang petani tanpa teknologi introduksi hanya dicapai
2,71 t/ha. Hasil yang dicapai di Desa Petaling Jaya lebih rendah walaupun dengan
teknologi introduksi yaitu 3,42 t/ha, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan
petani yang tidak menggunakan teknologi introduksi 2,25 t/ha. Berdasar analisis
usahatani pendapatan tertinggi pada petani yang menerapkan teknologi introduksi.
Keuntungan bersih tertinggi dicapai petani di Sumber Agung sebesar Rp. 587.300,-
dengan teknologi introduksi, sedang petani lainnya rugi. Sedangkan di Desa Petaling
Jaya pada petani yang menerapkan teknologi introduksi hanya diperoleh keuntungan
bersih Rp. 113.500,-. Rendahnya keuntungan bersih tersebut disebabkan harga jagung
konsumsi pada saat pengkajian hanya Rp. 900,- / kg. Dalam pengkajian ini petani
dapat menjual jagung untuk benih sebesar 7 ton pipilan kering
PENDAHULUAN
Selama 6 tahun terakhir (sampai tahun 1998) pertumbuhan luas tanam jagung di
Jambi meningkat 26,28 %. Pertanaman jagung tahun 1998 seluas 25,084 ha, dengan
produktivitas rata-rata 1,65 ton/ha (Kanwil Deptan Provinsi Jambi, 1999), dibandingkan
produktivitas nasional tahun 1996 masih lebih rendah (2,86 t/ha). Permasalahan dalam
usaha tani jagung yang dihadapi petani secara umum adalah:
1)
Makalah disampaikan pada Temu Aptek di Kabupaten Tebo pada tanggal ........
2)
Staf Peneliti BPTP Jambi
11
(1) Sebagian besar penanaman jagung ditanam di lahan kering masam dengan tingkat
kesuburan tanah rendah dan budidaya jagung belum dilakukan secara intensif sehingga
menyebabkan produktivitas jagung rendah, (2) Tidak adanya jaminan harga jagung,
sehingga pada saat panen raya harga jagung menjadi rendah, menyebabkan luas tanam
ataupun panen jagung menjadi tidak stabil yang berakibat produksi jagung berfluktuasi.
Usahatani jagung pada lahan kering masam perlu input teknologi untuk perbaikan
lahan. Pada tanah dengan pH rendah, tanaman jagung tidak tumbuh baik karena
keracunan Aluminium. Batas toleransi jagung terhadap ion Al sebesar 28%. Banyak
hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kapur, bahan organik dan pemupukan
berimbang dapat meningkatkan produksi tanaman pangan. Untuk mengurangi
kemasaman tanah biasanya dilakukan pengapuran (Mulyani dan Suhardjo, 1994).
Tujuan pengapuran menurut Soekardi (1989) untuk menurunkan kejenuhan Al dan
meningkatkan pH tanah; meningkatkan kapasitas tukar kation tanah; meningkatkan
kadar Ca; meningkatkan kelarutan hara P; dan meningkatkan aktivitas biologis tanah.
Pemberian bahan organik diperlukan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.
Bahan organik selain sebagai sumber hara N, P dan humus juga dapat menjaga
kestabilan struktur tanah, meningkatkan daya pegang air, sumber energi
mirkoorganisme tanah dan sebagai agensia kilasi logam seperti Fe, Al dan Mn (Foth,
1983).
Penanganan budidaya jagung dalam kerangka sistim usahatani merupakan
langkah tepat dalam upaya peningkatan produktivitas dan perbaikan harga jagung.
Dengan pendekatan sistim usaha tani, maka keluarga tani ditempatkan dalam hubungan
saling ketergantungan. Keluarga tani berada di lingkungan fisik dan ekonomi bisnis
seperti agribisnis, agroindustri dan prasarana ekonomi. Dengan pendekatan ini
diharapkan peningkatan pendapatan petani sesuai dengan keluarganya (Ardjasa, 1993).
Dalam pelaksanaan sistim usahatani perlu adanya dukungan informasi teknologi
dari hasil penelitian secara kontiyu dan sesuai dengan kebutuhan spesifik lokasi. Pada
saat ini banyak hasil-hasil penelitian teknologi jagung, namun masih terjadi hambatan
dalam pelaksanaan alih teknologi kepada pengguna. Peluang peningkatan produktifitas
12
jagung sangat besar bila didukung teknologi hasil penelitian yang sesuai dengan kondisi
agroekosistim wilayah spesifik (Suryatna et al, 1982).
Pengkajian teknologi usahatani jagung di lahan kering masam bertujuan untuk
meningkatkan produktifitas dan pendapatan petani dengan penerapan teknologi
introduksi dalam suatu pola pengembangan sistim usahatani yang menguntungkan.
10.000 m2 100 - KA
Hasil (kg/ha) = x x B x 0,8
Luas Plot 100 - 15
13
Dimana,
KA = Kadar air jagung sewaktu panen
B = Berat Tongkol kupasan basah sewaktu panen
0,8 = Faktor Koreksi
Lokasi Desa
Sifat tanah Petaling Jaya Sumber Agung
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
Tekstur (%) Lempung berliat Lempung liat berpasir
d. Pasir 41 63
e. Debu 34 13
f. Liat 25 20
PH (H2O) 4,5 Masam 5,1 Masam
C (%) 0,89 Sangat rendah 0,84 Sangat rendah
N (%) 0,15 Rendah 0,08 Sangat rendah
P2O5 Bray I (ppm) 6,20 Sangat rendah 5,7 Sangat rendah
K (me/100 g) 0,07 Sangat rendah 0,08 Sangat rendah
KTK (me/100 g) 2,78 Sangat rendah 3,98 Sangat rendah
KB (%) 17 Sangat rendah 28 Rendah
14
B. Keragaan Pengkajian
B.1. Produksi
Hasil pipilan kering (kadar air 15 %) menunjukkan pada Unit Pengkajian
Khusus (UPK) di desa Sumber Agung 4,39 t/ha sedangkan di Desa Petaling Jaya 3,42
t/ha. Data komponen hasil dan hasil jagung disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komponen hasil dan hasil jagung pada Kajian Usahatani Jagung di Lahan Kering Marginal
Rataan Komponen Hasil Desa Petaling Jaya Desa Sumber Agung
dan Hasil UPK UHP UPK UHP
Tinggi tanaman (cm) 302,38 162,90 236,04 178,62
Panjang tongkol (cm) 13,13 17,09 15,63 15,60
Diameter tongkol (mm) 46,30 45,19 47,61 45,33
Jumlah Baris/tongkol 13,00 12,59 13,61 12,56
Jumlah Biji/Baris 28,05 26,23 32,29 29,70
Serangan hama penyakit
f. Penggerek tongkol (%) 3,50 2,16 3,60 9,60
g. Penggerek batang (%) 1,07 5,41 3,07 1,71
h. Babi (%) - - 1,75 3,06
i. Tikus (%) 5,90 12,47 - -
j. Bulai - - - -
Hasil (t/ha) 3,42 2,25 4,39 2,71
Dari penerapan teknologi introduksi terlihat bahwa peningkatan hasil pada UPK
(dibandingkan dengan UHP) sebagai akibat penggunaan pupuk, kapur dan bahan
organik yang cukup. Terbukti dengan lebih panjangnya tongkol, ukuran diameter,
banyaknya baris per tongkol, dan jumlah biji per baris. Tingginya hasil UPK di Desa
Sumber Agung dibandingkan Desa Petaling Jaya disebabkan penggunaan teknologi
introduksi secara penuh (lihat Tabel 3). Menurut Arief (1987) dalam Irfan dan
Chairunas (1990) pemberian pupuk organik dibarengi dengan pengapuran dan bahan
organik pada lahan kering masam dapat meningkatkan hasil 4 kali lipat. Sedangkan
penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus akan menurunkan hasil 35-50 %.
Pengaruh pemberian bahan organik pada tanah yang kurang subur dapat memperbaiki
sifat kimia, fisik dan biologi tanah (Sri Adiningsih et al, 1998). Pupuk anorganik
menjadi lebih efisien dengan pemberian bahan organik, karena pupuk anorganik dan
15
kapur tidak tercuci dan dapat dimanfaatkan tanaman. Pengaruh positif bahan organik
lainnya dapat menghilangkan keracunan unsur Al, meningkatkan ketersediaan P dan
memasok K serta unsur mikro lainnya, seperti silika (Soewardi, 1997). Menurut
Darmijati (1987) dalam Erdiman dan Syafei (1994), dengan pemberian bahan organik
dapat meningkatkan ketersediaan P sampai tiga kali lipat. Ketersediaan hara P sesuai
kebutuhan tanaman akan memperbaiki pertumbuhan tanaman antara lain tinggi
tanaman, luas daun, pertumbuhan tongkol dan baris biji normal serta hasil jagung
(Bahar et al, 1994). Penelitian Rochayati et al (1998) dalam Putu Wigena et al (1994)
pada tanaman jagung yang diberi bahan organik 7,5 ton/ha dan 200 TSP dapat
meningkatkan hasil dari 1,3 t/h menjadi 2,8 t/ha. Hasil pengkajian jagung di UPK
sebenarnya masih dibawah rata-rata potensi jagung Bisma (5,7 t/ha), karena tanah lokasi
pengkajian merupakan lahan kering marginal.
16
Dari hasil analisa usahatani, terdapat perbedaan biaya pengeluaran dan
pendapatan petani peserta pengkajian. Keuntungan UPK lebih tinggi dibandingkan
UHP pada masing-msaing desa. Data analisis pengeluaran dan penerimaan disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis usahatani jagung per hektar pada areal pengkajian jagung
Hasil jagung paling tinggi dicapai pada lokasi UPK. Hal ini menyebabkan
penerimaan petani paling tinggi pada UPK dibandingkan UHP. Sebenarnya hasil
pengkajian pada UPK ini belum memberikan keuntungan yang optimal, karena harga
jagung pada dipasarkan di bawah harga normal. Menurut Erwidodo (1993), keuntungan
usahatani sangat dipengaruhi oleh faktor sarana produksi dan harga komoditas yang
diusahakan. Hal ini dialami petani terpaksa menjual dengan harga Rp. 900,-/kg sesuai
dengan kondisi pasar saat itu. Padahal pada kondisi normal harga jagung setempat
berlaku antara Rp. 1.000 – Rp. 1.200,-. Dengan harga kisaran ini akan dicapai
keuntungan petani 2- 3 kali kentungan yang diterima saat pengkajian.
17
C. Efek Tambahan
Pengkajian jagung pada petani kooperator dengan menggunakan Jagung Bisma
dengan klas benih Benih Dasar (FS). Dengan mutu benih demikian, hasil pengkajian
berupa jagung dapat dijadikan benih dengan klas benih pokok. Dengan melibatkan
petugas BPSB Jambi, pengkajian perbaikan teknologi usahatani jagung telah dapat
menghasilkan benih jagung sebanyak 7 ton pipilan yang telah dibeli oleh PT. Sang
Hyang Seri Jambi dengan harga Rp. 1.300,-/kg.
KESIMPULAN
1. Peningkatan produktivitas jagung di lahan kering baik di Desa Petaling Jaya dan
Sumber Agung dapat dicapai bila dilakukan perbaikan tekstur dan struktur tanah
dengan kapur dan bahan organik serta pemberian pupuk anorganik sesuai dengan
kebutuhan tanaman.
2. Teknologi introduksi dapat dijadikan bahan untuk rekomendasi teknologi spesifik
yaitu : 250 kg Urea, 125 kg SP-36, 100 kg KCl, dengan pemberian bahan organik
2.500 kg dan pengapuran 600 kg untuk Desa Sumber Agung dan 100 kg untuk Desa
Petaling Jaya. Keuntungan dengan penerapan teknologi perbaikan yang
diintroduksikan dapat meningkatkan pendapatan petani sekitar 5 – 6 kali.
3. Jagung Varietas Bisma cukup toleran pada lahan kering di wilayah Jambi.
18
Daftar Pustaka
Bahar, H; S. Zen; dan A.Arief. 1994. Tanggap Genotipe Jagung terhadap Pengapuran
dan Pemupukan P pada Podsolik Merah Kuning. Pemberitaan Penelitian
Sukarami. No. 23 Mei 1994. Balitan Sukarami.
Erdiman dan Syafei. 1994. Pengaruh Fosfat (TSP) dengan Bahan Organik dan Kapur
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L) pada tanah PMK
Sitiung. Risalah Seminar. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami.
Foth, D.H. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Irfan Z. dan Chairunas. 1990. Paket Pemupukan Jagung pada Lahan Kering Podsolik
Merah Kuning dan Regosol. Pemberitaan Penelitian Sukarami. Balai Penelitian
Tanaman Pangan Sukarami.
Kanwil Deptan Provinsi Jambi. 1999. Statistik Pertanian Provinsi Jambi 1993-1998.
Proyek Pengembangan Sumber Daya, Sarana dan Prasarana Pertaniann Provinsi
Jambi
Subandi dan I Manwan. 1990. Penelitian dan Teknologi Peningkatan Produksi Jagung
di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan
Litbang Pertanian.
Sri Adiningsih, J. I.G. Putu Wigena dan Sukristionubowo. 1989. Hasil Penelitian
Pengelolaan Lahan Kering di Daerah Transmigrasi Kuamang Kuning dan
Kubang Ujo, Jambi. Prosiding Expose Hasil Survei dan Pemetaan Tanah dalam
rangka menunjang Perencanaan Daerah Provinsi Jambi. Pusat Penelitian Tanah.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
19
KAJIAN TEKNOLOGI USAHATANI JAGUNG
DI LAHAN KERING
Mugiyanto
BPTP Jambi
Oktober 2002
20
Provinsi Gorontalo,
Program Agropolitan Jagung 60.000 ha
Panen th 2001 : 40.000 ton, target 200.000 ton (2003)
Benih yang beredar: BISI, C7, Pioneer, Bisma, Kalingga.
Lokal lebih tinggi harganya (Rp.25 – 50/kg) dari hibrida
(lokal merah, hibrida orange)
Ka air ekspor : 17%, Pabrik pakan 15%.
Didukung pusat peternakan sapi pada 30 lokasi,
tiap lokasi 2,5 ha.
Daerah menjamin harga dan pemasaran.
21
LATAR BELAKANG
22
BAHAN DAN METODOLOGI
Lokasi pengkajian di Desa Petaling Jaya dan Sumber Agung,
Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi
Skala kegiatan 100 ha :
Teknologi introduksi :
(1) Jagung var. Bisma (FS), (2) Tanpa olah tanah, (3) Pemberian kapur,
Petaling Jaya 1000 kg/ha dan 600 kg/ha di Desa Sumber Agung (4)
Pemupukan (uji tanah), Urea 250 kg/ha, SP-36 125 kg/ha, KCl 100
dan kadar air bijinya. Rumus berat kering pipilan pada kadar air 15 %
10.000 m2 100 - KA
Hasil (kg/ha) = x x B x 0,8
Luas Plot 100 - 15
Dimana,
KA = Kadar air jagung sewaktu panen
B = Berat Tongkol kupasan basah sewaktu panen
0,8 = Faktor Koreksi
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisa Tanah
Lokasi Desa
Sifat tanah Petaling Jaya Sumber Agung
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
Tekstur (%) Lempung berliat Lempung liat berpasir
g. Pasir 41 63
h. Debu 34 13
i. Liat 25 20
PH (H2O) 4,5 Masam 5,1 Masam
C (%) 0,89 Sangat rendah 0,84 Sangat rendah
N (%) 0,15 Rendah 0,08 Sangat rendah
P2O5 Bray I (ppm) 6,20 Sangat rendah 5,7 Sangat rendah
K (me/100 g) 0,07 Sangat rendah 0,08 Sangat rendah
KTK (me/100 g) 2,78 Sangat rendah 3,98 Sangat rendah
KB (%) 17 Sangat rendah 28 Rendah
B. Keragaan Pengkajian
B.1. Produksi
Rataan Komponen Hasil Desa Petaling Jaya Desa Sumber Agung
dan Hasil UPK UHP UPK UHP
Tinggi tanaman (cm) 302,38 162,90 236,04 178,62
Panjang tongkol (cm) 13,13 17,09 15,63 15,60
Diameter tongkol (mm) 46,30 45,19 47,61 45,33
Jumlah baris/tongkol 13,00 12,59 13,61 12,56
Jumlah biji/baris 28,05 26,23 32,29 29,70
Serangan hama penyakit
- Penggerek tongkol (%) 3,50 2,16 3,60 9,60
- Penggerek batang (%) 1,07 5,41 3,07 1,71
- Babi (%) - - 1,75 3,06
- Tikus (%) 5,90 12,47 - -
- Bulai - - - -
Hasil (t/ha) 3,42 2,25 4,39 2,71
24
Tabel. Rata-rata penggunaan sarana produksi (ha)
Tabel . Analisis usahatani jagung per hektar pada areal pengkajian jagung
25
C. Efek Tambahan
oleh PT. Sang Hyang Seri Jambi dengan harga Rp. 1.300,-/kg.
KESIMPULAN
sekitar 5 – 6 kali.
wilayah Jambi.
26
KAJIAN PERBAIKAN TEKNOLOGI USAHA TANI JAGUNG DI LAHAN
KERING MARGINAL
27
Abstract
28
with introduction technology obtained yield of corn 4,39 t/ha in Sumber Agung village,
while without technology introduction only 2,71 t/ha. The yield of corn in Petaling Jaya
village lower compare with Sumber Agung (3,42 t/ha), but it is better compare with
technology farmer, without introduction technology only 2,25 t/ha. Based on farmer
analisys, income highest on the farmer applied introduction technology. The highest net
profit obtained in Sumber Agung are Rp. 587.300,- with introduction technology, while
other farmer lose out. In Petaling Jaya the farmer with introduction technology to get
net profit only Rp. 113.500,-. While the farmer with existing tecnology lose out. The
lower net profit caused by when tehn assesment the price of corn is cheap only Rp.
900,- / kg.
29