1 ANALISIS FLUKTUASI AIR PERMUKAAN AKIBAT PERUBAHAN VARIABEL FISIK PERMUKAAN LAHAN UNTUK PENCEGAHAN BANJIR DI SURAKARTA DAN SUKOHARJO JAWA TENGAH 1
(Analysis of Surface Runoff Fluctuation due to Changing in Land Surface Physical Variables for Prevention of Floods in Surakarta and Sukoharjo, Central Java) Oleh : Alif Noor Anna, Munawar Cholil 2
Suharjo 3
ABSTRACT This research discuss about the model of surface runoff management in Surakarta and Sukoharjo. The research area envelop watershed Bengawan Solo on the up part which consist of nine parts watershed which is smaller. The research purpose on the first step are 1) to analyze the spread of surface runoff potential depend on the land surface physical parameter; 2) to analyze the surface runoff depend on the landuse changing; and 3) to analyze the potential of river water depend on meteorology and climatology on watershed Bengawan Solo on the upper course situation. Method that use is landsat interpretation to obtain the physical variables of surface area, which mix with secondary data in the form of analysis and field checks. Then, datas which had anounce analyze through Geographic Information System (GIS) to estimate surface runoff potention with Cooks and water river potential in the research area. Result that can be obtained are 1) surface runoff potention spread from nine DAS sections which examine has revolution between 32,4% until 52,68%. The most surface runoff potential happen in Wiroko Temon watershed sections, while the smalest in Bambang sections. 2) cover (land use) is parameter which most influential toward the change of surface runoff potential on the research area. 3) landuse changing character from dry land-plantation and rice field-settlement are landuse changing character which has the most wide. 4) Value change of surface runoff potential (Co) definite by kind of landuse changing character and the wide of land use which happen in each watershed sections. 5) Distribution of the river water potential in one year (water year) in outlet has relation which appropriate with climatology character change on the research area.
Keywords: Flood, landuse, and surface runoff potential
1 Disampaikan pada PIT IGI di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) 11-12 Desember 2010 2 Pengajar Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 3 Pengajar Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Geografi UMS, Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57102 Telp (0271) 717417 psw 151-153 fax (0271) 7155448 Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 2 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Banjir umumnya disebabkan oleh curah hujan tinggi, kondisi daerah aliran sungai, perubahan penggunaan lahan yang cepat, kegiatan sosial ekonomi lainnya yang dapat memperbesar curah hujan menjadi limpasan (pengerasan, penambahan jalan, dan lainnya). Demikian pula banjir yang terjadi di Surakarta pada awal Bulan Januari tahun 2008 dimungkinkan akibat variabel curah hujan, morfogenesa daerah, perubahan alih fungsi lahan, maupun potensi air sungai yang tertampung di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo bagian hulu. Sebaran kondisi variabel-variabel tersebut sebagai berikut: 1. Curah hujan; penggolongan kondisi hidrologi didasarkan atas jumlah curah hujan di daerah Sukoharjo dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi 3, yaitu (a) wilayah dengan curah hujan antara 1000-1500 mm/th 3-4 bulan kering meliputi daerah Kecamatan Grogol, Bendosari, Nguter dan Bulu; (b) wilayah dengan curah hujan 1500-2000 mm/th, 3-4 bulan kering meliputi Kecamatan Gatak, Tawangsari, Weru dan Polokarto; (c) wilayah dengan curah hujan 2000-2500 mm/th meliputi Kecamatan Kartasura (Alif Noor Anna, 2006). Kondisi curah hujan yang tinggi dan daerah penelitian yang banyak dilewati sungai-sungai besar, sangat berpengaruh terhadap potensi banjir. 2. Morfogenesa; Daerah Surakarta dan Sukoharjo merupakan daerah depresi dan pada zaman meocin merupakan daerah hilir (Suharjo, 2006). Hasil interpretasi citra diperoleh gambaran Sungai Purba Bengawan Solo yang sudah menjadi sebuah lembah yang berkelok-kelok, seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Sungai Bengawan Solo sebelumnya mengarah ke Selatan bermuara ke Samudra Indonesia Gambar 1. Sungai Bengawan Solo Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 3 maka bagian Selatan Pulau Jawa berangsur-angsur terangkat sehingga air tidak dapat mengalir ke Selatan dan berbalik ke Utara (Suharjo, 2006). 3. Perubahan alih fungsi lahan; alih fungsi lahan dari lahan terbuka menjadi lahan terbangun akan berpengaruh terdap aliran permukaan. Alih fungsi lahan di Daerah Sukoharjo yang paling banyak terjadi adalah jenis hutan/tegal/sawah/tanah menjadi pekarangan, sungai mati menjadi pekarangan (Alif Noor Anna, 2006). Perubahan lahan terbuka menjadi lahan terbangun mengakibatkan air hujan sulit untuk meresap ke dalam tanah sehingga menjadi aliran permukaan sehingga berpotensi untuk terjadi banjir. 4. Jaringan sungai di DAS Bengawan Solo bagian hulu cukup padat. Walaupun beberapa DAS yang berada di bagian hulu telah ditampung di Waduk Gajah Mungkur, namun saat ini telah berkurang daya tampungnya. Hal ini disebabkan waduk telah mengalami pendangkalan secara cepat. 2. Tujuan Kajian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini antara lain menganalisis sebaran potensi air permukaan berdasarkan parameter fisik daerah penelitian, menganalisis potensi air permukaan berdasarkan perubahan alih fungsi lahan, dan menganalisis potensi air sungai berdasarkan situasi meteorologi klimatologi DAS Bengawan Solo bagian hulu. METODE PENELTIAN Penelitian dilakukan di Sub DAS Solo Hulu Atas dan Tengah dengan metode interpretasi landsat untuk mendapatkan variabel-variabel fisik permukaan lahan. Selanjutnya dipadu dengan analisis data skunder dan cek lapangan. Data skunder yang digunakan berupa data curah hujan dan data limpasan. Cek lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran hasil interpretasi landsat dengan kondisi penggunaan lahan yang sebenarnya di lapangan. Data- data yang tersebut dianalisis melalui GIS (Geographic Information System) untuk memperkirakan potensi air permukaan dengan perhitungan Static Cooks Method dan potensi air sungai daerah penelitian. Analisis Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 4 data dilakukan di Laboratorium Fakultas Geografi UMS. Adapun unit analisis yang digunakan adalah sub sub DAS.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Sebaran Potensi Air Permukaan Berdasarkan Parameter Fisik Salah satu cara untuk memperkirakan besar-kecilnya air permukaan di suatu wilayah adalah dengan menghitung koefisien limpasan (runoff), selanjutnya disebut Co. Koefisien limpasan adalah rasio besarnya limpasan dengan curah hujan yang jatuh di permukaan lahan dalam jangka waktu tertentu. Adapun variabel permukaan lahan yang mungkin berpengaruh tersebut adalah topografi, jenis tanah, penutup lahan (cover crop), dan simpanan permukaan (surface storage). Dalam penelitian ini penentuan koefisien limpasan (runoff) menggunakan perhitungan Cooks. Variabel Topografi Topografi daerah penelitian dikelompokkan menjadi 4 kelas antara lain datar (0-<5 %), bergelombang (5-<10%), berbukit (10-<30%), dan volkan (30%+). Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 9 sub sub DAS ternyata mempunyai variasi nilai skor yang berbeda. Adapun nilai skor topografi yang diperoleh antara 10,83 sampai 23,28. Dalam hal ini nilai skor terkecil terdapat di sub sub DAS Bambang dan terbesar di sub sub DAS Wiroko Temon. Selanjutnya secara berurutan dari terkecil sampai terbesar adalah sub sub DAS Dengkeng (13,2), sub sub DAS Pepe (14,39), sub sub DAS Jlantah Walikun (15,14), sub sub DAS Samin (15,17), sub sub DAS Mungkung (17,05), sub sub DAS Keduang (18,35), dan sub sub DAS Alang Unggahan (19,61). Terdapatnya variasi nilai skor dari variabel topografi ini selain ditentukan oleh klas topografi, ternyata besar luasan masing-masing klas topografi juga berpengaruh. Dalam arti bahwa respon air hujan yang akan menjadi air permukaan selain ditentukan oleh topografi DAS, juga ditentukan pula oleh luasan dari klas topografi itu sendiri. Dengan demikian bukan hanya kemiringan semakin besar maka semakin besar air permukaan yang dihasilkan, tetapi juga semakin luas setiap klas kemiringan maka semakin banyak Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 5 pula air hujan yang akan menjadi air permukaan. Sebagai contoh adalah sub sub DAS Alang Unggahan dominasi luas pada topografi yang datar, dengan demikian mempunyai nilai skor yang terendah, sebaliknya di sub sub DAS Wiroko Temon dominasi luas terdapat pada klas topografi yang bergunung, sehingga mempunyai nilai skor tinggi. Variabel Jenis Tanah Hasil dari perhitungan menunjukkan bahwa skor jenis tanah terkecil berada di sub sub DAS Bambang sebesar 5,454, sedangkan yang terbesar terdapat di sub sub DAS Wiroko Temon sebesar 16,858. Selanjutnya berturut-turut skor tanah dari kecil ke skor besar pada sub sub DAS Dengkeng (10,407), sub sub DAS Mungkung (10,872), sub sub DAS Samin (12,879), sub sub DAS Jlantah Walikun (13,582), sub sub DAS Keduang (14,241), dan sub sub DAS Alang Unggahan (16,612). Nilai skor yang diperoleh dari perhitungan ternyata faktor yang menentukan bukan hanya sifat tanahnya saja, tetapi juga luasan sebaran tanah pada masing-masing sub sub DAS. Sebagai contoh di sub sub DAS Keduang, sebaran di wilayah ini mempunyai respon air permukaan yang hampir sama yaitu agak mudah mengalirkan air permukaan, namun karena luasan sebaran tanah yang paling besar berada pada sebaran tanah lithosol, maka pada sebaran tanah ini mempunyai skor yang besar pula. Variabel Surface Storage Surface storage merupakan simpanan/timbunan air yang terdapat dalam permukaan lahan. Surface storage ditentukan dengan pendekatan kerapatan aliran atau sistem drainase yang terdapat dalam permukaan lahan dengan luasan tertentu. Skor Co terkecil berada di atas Waduk (Gadjah Mungkur), sedangkan terbesar berada di 2 sub sub DAS yaitu Jlantah Walikun dan Keduang. Hal ini dapat dikuatkan dengan mengamati Peta Jaringan Sungai. Dari peta tersebut terlihat bahwa pada 2 sub sub DAS yang mempunyai skor Co terbesar terlihat mempunyai sistem jaringan sungai yang rapat. Adapun yang lain terlihat agak rapat, jarang dan atau mempunyai tubuh perairan yang berupa danau/rawa. Sebagai contoh untuk sub sub DAS Dengkeng, Pepe, Samin, Wiroko Temon terlihat sistem Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 6 jaringan sungai agak rapat dibanding dengan 2 sub sub DAS terdahulu, di samping itu juga mempunyai timbunan permukaan. Selanjutnya 2 sub sub DAS yang lain yaitu Bambang dan Mungkung mempunyai sistem jaringan sungai yang agak jarang dan mempunyai timbunan permukaan yang berupa waduk- waduk kecil.
Sebaran Potensi Air Permukaan (Co) Tiga sub sub DAS yang potensi air permukaannya menjadi besar adalah sub sub DAS Alang Unggahan, Bambang, dan Wiroko Temon. Adapun sub sub DAS lainnya cenderung mempunyai potensi air permukaan yang kecil (-) yaitu sub sub DAS Dengkeng, Jlantah Walikun, Keduang, Mungkung, Pepe, dan Samin.
Tabel 1. Perbandingan Run Off Coefficient Tahun 1989 dan 2002 N o Sub Sub DAS Tabel Cooks 1989 Tabel Cooks 2002 Selisih Co (%) T S C SS Co (%) T S C SS Co (%) 1 Alang Unggahan 19,612 16,612 12,908 15 49,147 19,612 16,612 13,998 15 50,237 +1,090 2 Bambang 10,832 5,454 15,377 10 31,673 10,832 5,454 16,142 10 32,438 +0,765 3 Dengkeng 13,200 10,407 15,214 15 38,836 13,200 10,407 15,205 15 38,827 -0,009 4 Jlantah Walikun Ds 15.141 13,582 15,468 20 44,211 15,141 13,582 14,996 20 43,739 -0,472 5 Keduang 18,353 14,241 13,674 20 46,288 18,353 14,241 13,090 20 45,704 -0,584 6 Mungkung 17,059 10,872 13,811 10 41,752 17,059 10,872 12,453 10 40,394 -1,358 7 Pepe 14,390 9,101 13,957 15 37,463 14,390 9,101 12,845 15 36,351 -1,112 8 Samin 15,175 12,879 15,867 15 43,936 15,175 12,879 15,055 15 43,124 -0,812 9 Wiroko Temon 23,281 16,858 12,193 15 52,347 23,281 16,858 12,529 15 52,683 +0,336 10 Waduk/Daerah Berair 10,143 20,000 2,500 5 37,643 10,143 20,000 2,500 5 37,643 0 Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2009
Perubahan Co ini, baik yang naik maupun yang turun ternyata disebabkan oleh perubahan penutup lahan (C). Dalam hal ini penutup lahan merupakan penggunaan lahan daerah penelitian. Adapun 3 variabel yaitu topografi, tanah, dan cover crop mempunyai nilai yang relatif tetap selama jangka waktu 13 tahun, sehingga perubahan potensi air permukaan umumnya banyak dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan. Perubahan nilai Co terbesar terjadi di sub sub DAS Pepe. Hal ini terjadi karena sub sub DAS Pepe merupakan sub sub DAS yang berada di bagian bawah dari DAS Bengawan Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 7 Solo hulu. Di samping itu outlet sub sub DAS ini berada di Kota Surakarta, yang merupakan daerah perkotaan sehingga memungkinkan banyak terjadi alih fungsi lahan. Sebaliknya perubahan nilai Co terkecil berada di sub sub DAS Dengkeng. Perubahan yang kecil ini dikarenakan daerah tersebut masih merupakan daerah pedesaan yang agraris yang dibuktikan dengan persentase luasan terbesar masih berupa persawahan dan lahan kering. Adapun sub sub DAS lainnya terdapat perubahan yang masih relatif kecil, karena umumnya masih didominasi oleh luasan lahan kering, kebun, dan hutan.
2. Analisis Sebaran Potensi Air Permukaan Berdasarkan Perubahan Alih Fungsi Lahan Pengaruh tataguna lahan terhadap aliran permukaan antara lain adalah mengurangi jumlah air hujan yang jatuh di permukaan lahan melalui proses infiltrasi, menghambat aliran permukaan melalui peningkatan kapasitas infiltrasi, dan menjaga soil moisture di atas permukaan lahan. Dengan demikian keberadaan vegetasi di atas permukaan lahan dapat mengurangi hasil air hujan menjadi air permukaan. Hasil analisa menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan penggunaan lahan pada tahun pengamatan dalam penelitian. Luas perubahan penggunaan lahan berkisar antara 3-17% dari luas DAS (9 sub sub DAS). Adapun perubahan terluas terjadi pada jenis penggunaan lahan kebun sebesar 16,57% (bertambah luas), dan sebaliknya terkecil terjadi pada jenis penggunaan lahan hutan - 3,22% (menyempit). Selanjutnya diikuti oleh perubahan jenis penggunaan lahan untuk permukiman juga bertambah cukup besar yaitu 14,18%, diikuti oleh jenis penggunaan lahan sawah yang menyempit sebesar 7,23%, dan berikutnya jenis penggunaan lahan untuk sawah ternyata telah menyusut sebesar 5,79%.
Tabel 2. Perbandingan Luasan Penggunaan Lahan 1989 dan 2002 Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 8 No Penggunaan Lahan Luas (m) Selisih 1989 % 2002 % 1 Hutan 216.842.624,64 5,75 95.364.768,39 2,53 -121477856.25 2 Kebun 385.804.095,54 10,22 1.011.058.458,59 26,79 +625254363.05 3 Lahan Kering 1.371.238.737,90 36,33 835.809.514,07 22,15 -535429223.83 4 Permukiman 405.896.735,54 10,76 678.769.872,10 17,99 +272873136.56 5 Sawah 1.308.204.097,86 34,66 1.066.983.678,33 28,27 -241220419.53 6 Waduk/Daerah Berair 86.008.417,08 2,28 86.008.417,08 2,28 0 Jumlah 3.773.994.708,56 100 3.773.994.708,56 100 0 Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2009
Perubahan penggunaan lahan yang terbesar pada karakter dari lahan kering menjadi kebun. Hal ini disebabkan pada lahan kering telah tumbuh vegetasi yang dibudayakan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Selanjutnya diikuti karakter perubahan penggunaan lahan dari sawah ke permukiman. Perubahan ini umumnya terjadi di wilayah-wilayah sub sub DAS Bambang, Pepe, Dengkeng, Jlantah Walikun, Mungkung, dan Samin. Hal tersebut terjadi akibat kebutuhan akan tempat tinggal penduduk di wilayah masing-masing. Adapun wilayah-wilayah yang terjadi karakter perubahan penggunaan tersebut umumnya merupakan sub- sub DAS yang melingkupi daerah- daerah perkotaan. Dalam hal ini sub- sub DAS Pepe dan Bambang melingkupi perkembangan Kota Boyolali, Surakarta dan Kartasura, sub sub DAS Dengkeng melingkupi Kota Klaten dan Delanggu, sub sub DAS Mungkung melingkupi Kota Grafik Penggunaan Lahan 1989 dan 2002 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 H u t a n K e b u n L a h a n
K e r i n g P e r m u k i m a n S a w a h W a d u k / D a e r a h
B e r a i r Penggunaan Lahan L u a s
( % ) 1989 2002 Gambar 2. Grafik Penggunaan Lahan Tahun 1989 dan 2002 Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 9 Sragen, sub sub DAS Samin melingkupi Kota Sukoharjo, dan sub sub DAS Jlantah Walikun melingkupi Kota Wonogiri.
Tabel 3. Karakter dan Luasan Perubahan Penggunaan Lahan No Perubahan Luas (m) Persentase 1 Hutan - Kebun 38.616.887,10 1,02 2 Hutan - Lahan Kering 36.773.614,73 0,97 3 Hutan - Sawah 46.087.354,42 1,22 4 Kebun - Lahan Kering 127.103.146,98 3,37 5 Kebun - Permukiman 7.685.842,64 0,20 6 Kebun - Sawah 102.940.142,10 2,73 7 Lahan Kering - Kebun 670.486.979,01 17,77 8 Lahan Kering - Permukiman 30.394.436,67 0,81 9 Lahan Kering - Sawah 224.389.557,62 5,95 10 Sawah - Kebun 153.879.628,66 4,08 11 Sawah - Lahan Kering 225.964.987,76 5,99 12 Sawah - Permukiman 234.792.857,25 6,22 13 Tetap 1.874.879.273,62 49,68 Jumlah 3.773.994.708,56 100 Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2009
Tabel 5. Perhitungan Run Off Coefficient Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 2002 No Sub Sub DAS 2002 Luas (m) % Skor Tertimbang Co 1 Alang Unggahan Hutan 305.094,49 0,06 5 0,003 13,998 Kebun 155.769.936,81 30,37 10 3,037 Lahan Kering 69.132.715,53 13,48 15 2,022 Permukiman 53.576.830,02 10,44 20 2,089 Sawah 234.191.118,36 45,65 15 6,848 2 Bambang Hutan 3.078.171,55 0,96 5 0,048 16,142 Kebun 29.527.108,85 9,19 10 0,919 Lahan Kering 37.344.597,80 11,63 15 1,744 Permukiman 109.029.652,02 33,94 20 6,788 Sawah 142.254.042,35 44,28 15 6,643 Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 11 3 Dengkeng Hutan 10.086.341,34 1,17 5 0,059 15,205 Kebun 162.556.780,28 18,88 10 1,888 Lahan Kering 245.984.335,04 28,57 15 4,285 Permukiman 229.561.733,71 26,66 20 5,332 Sawah 207.137.233,27 24,05 15 3,608 Waduk/Daerah Berair 5.787.006,10 0,67 5 0,034 4 Jlantah Walikun Ds Hutan 2.497.452,63 0,68 5 0,034 14,996 Kebun 103.768.841,47 28,37 10 2,837 Lahan Kering 105.652.216,93 28,89 15 4,333 Permukiman 114.336.983,32 31,26 20 6,252 Sawah 36.566.210,48 10,00 15 1,500 Waduk/Daerah Berair 2.916.449,36 0,80 5 0,040 5 Keduang Hutan 14.128.211,63 3,33 5 0,167 13,090 Kebun 147.238.360,94 34,76 10 3,476 Lahan Kering 224.638.073,67 53,03 15 7,954 Permukiman 13.663.871,28 3,23 20 0,645 Sawah 23.976.067,38 5,66 15 0,849 6 Mungkung Hutan 18.455.433,87 5,68 5 0,284 12,453 Kebun 147.918.949,79 45,52 10 4,552 Lahan Kering 4.749.286,10 1,46 15 0,219 Permukiman 28.750.033,84 8,85 20 1,770 Sawah 120.323.670,99 37,03 15 5,555 Waduk/Daerah Berair 4.721.390,50 1,45 5 0,073 7 Pepe Hutan 9.492.328,87 3,20 5 0,160 12,845 Kebun 104.022.665,76 35,08 10 3,508 Lahan Kering 78.220.937,96 26,38 15 3,957 Permukiman 25.325.324,18 8,54 20 1,708 Sawah 64.413.997,86 21,72 15 3,258 Waduk/Daerah Berair 15.056.897,98 5,08 5 0,254 8 Samin Kebun 91.513.342,02 29,08 10 2,908 15,055 Lahan Kering 6.838.208,07 2,17 15 0,326 Permukiman 96.694.643,20 30,73 20 6,146 Sawah 118.745.614,43 37,74 15 5,661 Waduk/Daerah Berair 850.622,98 0,27 5 0,014 9 Wiroko Temon Hutan 37.321.734,01 12,28 5 0,614 12,529 Kebun 68.742.472,67 22,63 10 2,263 Lahan Kering 63.249.142,97 20,82 15 3,123 Permukiman 7.830.800,53 2,58 20 0,516 Sawah 119.375.723,21 39,29 15 5,894 Waduk/Daerah Berair 7.281.072,60 2,40 5 0,120 10 Waduk/Daerah Berair 49.394.977,56 100,00 2,5 2,500 2,500 Jumlah 3.773.994.708,56 Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2009 Dengan demikian, perubahan Co umumnya disebabkan oleh alih fungsi lahan yang berbeda, tentunya dalam hal ini karakter alih fungsi lahan serta luasan perubahan penggunaan lahan juga berbeda beda. Hasil perhitungan Co menunjukkan bahwa pada sub sub DAS Alang Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 12 Unggahan penggunaan lahan untuk hutan, kebun, dan lahan kering luasannya berkurang yang tidak berimbang dengan perubahan lahan yang bertambah (permukiman dan sawah) yang memang mempunyai skor Co yang relatif besar (15% dan 20%). Demikian pula yang terjadi di sub sub DAS Bambang dan Sub sub DAS Wiroko Temon, luasan perubahan penggunaan lahan yang berkurang (-) tidak berimbang dengan luasan perubahan penggunaan lahan yang bertambah (+) yang cenderung mempunyai skor Co besar (potensi Co besar). Sebaliknya, pada sub sub DAS yang nilai Co mengecil (-) luasan perubahan penggunaan lahan yang jumlah luasan jenis penggunaan lahan yang memberi kontribusi nilai Co kecil ternyata lebih luas dari pada jumlah luasan jenis penggunaan lahan yang mempunyai nilai Co besar. Hal ini mengakibatkan nilai tertimbang Co menjadi mengecil. Di seluruh sub-sub DAS umumnya penggunaan lahan untuk hutan berkurang, yang terluas berada di sub sub DAS Keduang, sedangkan tersempit sub sub DAS Dengkeng. Bahkan untuk sub sub DAS Bambang mulai tahun 2002 penggunaan lahan untuk hutan sudah tidak ada lagi atau hilang. Hal ini dapat dimungkinkan karena sub sub DAS Bambang tersebut berada di daerah perkotaan terutama di Kota Surakarta ke arah Barat sampai Kota Kecamatan Kartasura dan Kota Boyolali. Dengan demikian hutan yang berada di daerah tersebut telah berubah penggunaannya, dan cenderung dari penggunaan lahan hutan menjadi kebun. Selanjutnya, penggunaan lahan berubah dari kebun menjadi permukiman. Berikutnya kebun umumnya luasnya bertambah, dan tambahnya luas kebun berasal dari pengurangan hutan, kecuali untuk sub sub DAS Alang Unggahan, kebun berkurang dan telah berubah menjadi lahan kering, selanjutnya dari lahan kering menjadi permukiman. Berikutnya, seluruh daerah penelitian pada penggunaan lahan untuk permukiman umumnya luasnya bertambah. Hal ini dapat diartikan bahwa telah terjadi pertambahan penduduk yang cukup signifikan, sehingga mereka ini membutuhkan tempat tinggal yang layak untuk kehidupannya. Berdasarkan tabel yang tertera di atas terlihat bahwa pada seluruh Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 13 daerah penelitian, penggunaan lahan untuk hutan berkurang, persentase luas hutan yang hilang terbesar berada di sub sub DAS Wiroko Temon, bahkan di sub sub DAS Bambang telah hilang hutannya (0,0). Sebaliknya, penggunaan lahan untuk permukiman umumnya bertambah, dan persentase pertambahan terbesar berada di sub sub DAS Bambang. Kedua kondisi tersebut ternyata menyebabkan dua sub sub DAS yaitu Bambang dan Wiroko Temon, nilai Co menjadi bertambah besar. Adapun pada sub sub DAS lainnya, terutama pada sub sub DAS yang angka Co- nya mengecil, umumnya penggunaan lahan untuk kebun mempunyai persentase yang relatif besar. Yang dalam hal ini, kebun mempunyai nilai Co relatif kecil, dengan demikian potensi air permukaannyapun menjadi berkurang. Dari dasar tersebut dapat ditentukan bahwa karakter dan luas perubahan penggunaan lahan juga menentukan perubahan nilai Co pada masing-masing sub sub DAS. 3. Analisis Debit Sungai Daerah Penelitian Debit sungai merupakan sejumlah air yang mengalir pada penampang sungai dengan luas dan kecepatan tertentu. Adapun debit sungai yang mengalir pada suatu alur sungai tertentu, suplai airnya dapat terdiri atas komponen air permukaan/limpasan, aliran bawah permukaan tanah maupun aliran air tanah. Secara keseluruhan komponen penyokong air sungai tersebut berasal dari curah hujan yang jatuh di wilayah DAS/sub sub DAS yang bersangkutan. Dengan demikian air permukaan yang mengalir dalam lembah sungai berasal dari air hujan yang jatuh di daerah tangkapannya. Oleh karenanya, banyaknya curah hujan mempunyai hubungan positif terhadap air permukaan, kecuali dalam alur sungai tersebut dibangun bangunan air (seperti dam, waduk bendungan) yang berfungsi mengatur air yang mengalir agar tidak sia-sia mengalir sampai ke laut. Dalam penelitian ini banjir yang dimaksudkan adalah debit sungai yang mengalir melebihi debit rata-ratanya (dalam alur sungai). Air sungai yang dibahas menitik beratkan pada air sungai yang mengalir pada titik pengeluaran (outlet). Dalam hal ini outlet di daerah penelitian mengambil pada stasiun pengukuran debit di Jurug. Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 14 Data yang diperoleh dari stasiun pengukur debit disajikan pada Tabel 6, sedangkan debit rerata bulan dalam 1 tahun tersaji pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3 diperoleh hasil bahwa air sungai yang mengalir di stasiun Jurug fluktuatif, debit-debit tertinggi umumnya terjadi di sekitar Bulan Desember-April dan debit tertinggi pada Bulan Februari, sedangkan debit terendah di Bulan September. Bila menilik curah hujan yang jatuh di daerah penelitian umumnya bulan basah terjadi antara Bulan Oktober sampai April (musim penghujan). Demikian pula bila Gambar 4 dibandingkan dengan Gambar 3 terlihat bahwa keduanya relatif bersesuaian. Debit aliran sungai pada musim kemarau umumnya menurun sesuai dengan distribusi curah hujan yang rendah (bulan kering) pada bulan yang bersangkutan. Sebaliknya, debit aliran sungai terlihat meningkat seiring dengan curah hujan yang terjadi pada musim penghujan, yang sekaligus merupakan bulan-bulan basah. Dengan demikian, didasarkan ke dua grafik ini terlihat bahwa debit aliran sungai daerah penelitian mempunyai hubungan yang sesuai dengan karakter perubahan curah hujannya. Adapun bila mendasarkan pada perubahan Co yang tersaji dalam Tabel 6 dan Gambar 3, maka distribusi debit aliran sungai terlihat tidak bersesuaian. Hal ini dikarenakan Co merupakan cerminan air hujan yang menjadi aliran permukaan. Selanjutnya, tidak seluruh aliran permukaan akan menjadi debit aliran sungai. Sebagian dari aliran permukaan ketika mengalir menuju alur sungai akan hilang berupa simpanan dalam depresi permukaan tanah (dapat berupa rawa, kolam, danau waduk dan lainnya), dan sebagian lagi tersimpan dalam tanaman/akar-akar tanaman berupa intersepsi atau kelembaban tanah. Di samping itu, Co di daerah penelitian ternyata mempunyai perubahan yang relatif kecil (baik naik atau turun) selama pengamatan (12 tahun). Hal ini tidak seperti distribusi debit aliran sungai yang ternyata sesuai dengan perubahan curah hujan selama satu tahun (water year).
Debit Sungai Bengawan Solo (Pengukuran di Jurug) - 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00
J u l i
0 8
A g u s t u s
0 8
S e p t e m b e r
0 8
O k t o b e r
0 8
N o v e m b e r
0 8
D e s e m b e r
0 8
J a n u a r i
0 9
F e b r u a r i
0 9
M a r e t
0 9
A p r i l
0 9
M e i
0 9
J u n i
0 9 Bulan D e b i t Debit Gambar 3. Grafik Debit Sungai Bengawan Solo (Pengukuran di Jurug) Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 16
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Potensi air permukaan tersebar dari 9 sub sub DAS yang diteliti mempunyai kisaran antara 32,4% sampai dengan 52,68%. Adapun potensi air permukaan terbesar terjadi di sub sub DAS Wiroko Temon, sedangkan yang terkecil di sub sub DAS Bambang. Besarnya potensi air permukaan di sub sub DAS Wiroko Temon banyak disumbang oleh kondisi topografi yang mempunyai kemiringan lereng 10%-<30% dan mempunyai luas DAS yang terbesar, demikian pula sub sub DAS Bambang. 2. Variabel cover (penggunaan lahan) merupakan parameter yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan potensi air permukaan daerah penelitian. 3. Distribusi potensi air sungai dalam satu tahun (water year) di outlet mempunyai karakter fluktuasi yang sesuai dengan perubahan karakter klimatologi daerah penelitian dan 4 variabel permukaan lahan lain mempunyai pengaruh yang kecil. Kondisi ini disebabkan karena perubahan variabel permukaan lahan memerlukan jangka waktu yang lama, sedangkan karakter perubahan klimatologi lebih mengikuti perubahan faktor meteorologi (dalam hal ini adalah faktor curah hujan). Saran 1. Mengingat bahwa di daerah penelitian perubahan penggunaan Grafik Curah Hujan Rerata Bulanan Tahun 2004-2008 0 100 200 300 400 500 J u l i A g u s t u s S e p t e m b e r O k t o b e r N o v e m b e r D e s e m b e r J a n u a r i F e b r u a r i M a r e t A p r i l M e i J u n i Bulan C H CH Gambar 4. Grafik Curah Hujan Rerata Bulanan Tahun 2004-2008 Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 17 lahan mempunyai pengaruh dominan terhadap kenaikan nilai Co, maka perlu pengendalian alih fungsi lahan dan perlu dilakukan kembali tata ruang wilayah yang dapat mendukung keseimbangan sumberdaya air wilayah. 2. Terkait dengan kejadian banjir di daerah Solo (Sukoharjo, Surakarta, dan Sragen), perlu dilakukan penelitian morfologi, morfogenesa sungai, dan potensi sungainya, sehingga dapat diketahui kemampuan sungai dalam merespon aliran air yang melintasinya. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada DP3M Ditjen DIKTI yang telah membiayai program Hibah Bersaing tahun pertama tahun anggaran 2009. Selain itu ucapan terima kasih kami sampaikan juga kepada Bp. Dr. Harun Joko Prayitno selaku Ketua LPPM UMS dan Bp. Yuli Priyana selaku Dekan F. Geografi UMS (periode 2006-2009) yang telah memberikan kesempatan untuk mengasah ide penelitian hidrologi lingkungan. Di samping itu, ucapan terima kasih juga tidak lupa kami sampaikan kepada Tim Peneliti: Nanda Huda, Dita, Yusuf, Riyan, dan Tari yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian, serta keluarga tercinta (suami dan anakku) yang telah memberi pengertian dengan penuh kesabaran. Semoga amal ibadah bp/ibu/saudara/anak-anakku dapat balasan dari Allah SWT, amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Alif Noor Anna; dkk, 2006. Analisis Karakteristik Parameter hidrologi Akibat Alih Fungsi lahan Di Daerah Sukoharjo Melalui Citra Landsat Tahun 1997 dengan Tahun 2002. Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Darmawijaya, M. Isa. 1997. Klasifikasi Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Engelen, G.B; F. Klosterman, 1996. Hydrological System Analysis Method and Applications. Kluwer Academic Publisher. London. Retno Woro Kaeksi, dkk, 2005. Agihan Kekritisan Sumber Daya Air Daerah Sukoharjo Jawa Tengah. Direktorat Pengembangan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Robert Kodoatie & Sugiyanto. 2002. Banjir, Beberapa Penyebab dan Metode Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 18 Suharjo; dkk, 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air Tanah di Daerah Sukoharjo sebagai Penyangga Kota. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional. Suharjo; dkk, 2005. Studi dan Pemetaan Sumber Air di Kabupaten Klaten. Badan Perencanaan Pengembangan Daerah ( BAPPEDA) Kabupaten Klaten. Suharjo, dkk, 2006. Analisis Proses Geomorfologi Melalui GIS Untuk Pengelolaan Lahan Pertanian Daerah Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Fak. Geografi UMS. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi. Yogyakarta. Totok Gunawan, 2003. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan dan Evaluasi pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo. Forum Geografi .Vol. 17 No. 2, Desember 2003. Verstappen, H.Th, 1983. Applied Geomorphology. Geomorphological Surveys for Environmental Development New York, El sevier.
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 19
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk) 20