You are on page 1of 20

Analisis Fluktuasi Air Permukaan ...

(Alif Noor Anna, dkk)


1
ANALISIS FLUKTUASI AIR PERMUKAAN
AKIBAT PERUBAHAN VARIABEL FISIK PERMUKAAN LAHAN
UNTUK PENCEGAHAN BANJIR
DI SURAKARTA DAN SUKOHARJO JAWA TENGAH
1

(Analysis of Surface Runoff Fluctuation due to Changing in Land Surface
Physical Variables for Prevention of Floods in Surakarta and Sukoharjo,
Central Java)
Oleh :
Alif Noor Anna, Munawar Cholil
2

Suharjo
3

ABSTRACT
This research discuss about the model of surface runoff management in
Surakarta and Sukoharjo. The research area envelop watershed Bengawan Solo on
the up part which consist of nine parts watershed which is smaller. The research
purpose on the first step are 1) to analyze the spread of surface runoff potential
depend on the land surface physical parameter; 2) to analyze the surface runoff
depend on the landuse changing; and 3) to analyze the potential of river water
depend on meteorology and climatology on watershed Bengawan Solo on the
upper course situation.
Method that use is landsat interpretation to obtain the physical variables of
surface area, which mix with secondary data in the form of analysis and field
checks. Then, datas which had anounce analyze through Geographic Information
System (GIS) to estimate surface runoff potention with Cooks and water river
potential in the research area.
Result that can be obtained are 1) surface runoff potention spread from
nine DAS sections which examine has revolution between 32,4% until 52,68%.
The most surface runoff potential happen in Wiroko Temon watershed sections,
while the smalest in Bambang sections. 2) cover (land use) is parameter which
most influential toward the change of surface runoff potential on the research area.
3) landuse changing character from dry land-plantation and rice field-settlement
are landuse changing character which has the most wide. 4) Value change of
surface runoff potential (Co) definite by kind of landuse changing character and
the wide of land use which happen in each watershed sections. 5) Distribution of
the river water potential in one year (water year) in outlet has relation which
appropriate with climatology character change on the research area.

Keywords: Flood, landuse, and surface runoff potential


1
Disampaikan pada PIT IGI di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) 11-12 Desember 2010
2
Pengajar Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3
Pengajar Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Geografi UMS, Jl. A. Yani
Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57102 Telp (0271) 717417 psw 151-153 fax (0271) 7155448
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
2
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Banjir umumnya disebabkan
oleh curah hujan tinggi, kondisi
daerah aliran sungai, perubahan
penggunaan lahan yang cepat,
kegiatan sosial ekonomi lainnya yang
dapat memperbesar curah hujan
menjadi limpasan (pengerasan,
penambahan jalan, dan lainnya).
Demikian pula banjir yang terjadi di
Surakarta pada awal Bulan Januari
tahun 2008 dimungkinkan akibat
variabel curah hujan, morfogenesa
daerah, perubahan alih fungsi lahan,
maupun potensi air sungai yang
tertampung di Daerah Aliran Sungai
(DAS) Bengawan Solo bagian hulu.
Sebaran kondisi variabel-variabel
tersebut sebagai berikut:
1. Curah hujan; penggolongan
kondisi hidrologi didasarkan atas
jumlah curah hujan di daerah
Sukoharjo dan sekitarnya dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu (a)
wilayah dengan curah hujan
antara 1000-1500 mm/th 3-4
bulan kering meliputi daerah
Kecamatan Grogol, Bendosari,
Nguter dan Bulu; (b) wilayah
dengan curah hujan 1500-2000
mm/th, 3-4 bulan kering meliputi
Kecamatan Gatak, Tawangsari,
Weru dan Polokarto; (c) wilayah
dengan curah hujan 2000-2500
mm/th meliputi Kecamatan
Kartasura (Alif Noor Anna,
2006). Kondisi curah hujan yang
tinggi dan daerah penelitian yang
banyak dilewati sungai-sungai
besar, sangat berpengaruh
terhadap potensi banjir.
2. Morfogenesa; Daerah Surakarta
dan Sukoharjo merupakan daerah
depresi dan pada zaman meocin
merupakan daerah hilir (Suharjo,
2006). Hasil interpretasi citra
diperoleh gambaran Sungai Purba
Bengawan Solo yang sudah
menjadi sebuah lembah yang
berkelok-kelok, seperti yang
terlihat pada Gambar 1.









Sungai Bengawan Solo
sebelumnya mengarah ke Selatan
bermuara ke Samudra Indonesia
Gambar 1. Sungai Bengawan Solo
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
3
maka bagian Selatan Pulau Jawa
berangsur-angsur terangkat
sehingga air tidak dapat mengalir
ke Selatan dan berbalik ke Utara
(Suharjo, 2006).
3. Perubahan alih fungsi lahan; alih
fungsi lahan dari lahan terbuka
menjadi lahan terbangun akan
berpengaruh terdap aliran
permukaan. Alih fungsi lahan di
Daerah Sukoharjo yang paling
banyak terjadi adalah jenis
hutan/tegal/sawah/tanah menjadi
pekarangan, sungai mati menjadi
pekarangan (Alif Noor Anna,
2006). Perubahan lahan terbuka
menjadi lahan terbangun
mengakibatkan air hujan sulit
untuk meresap ke dalam tanah
sehingga menjadi aliran
permukaan sehingga berpotensi
untuk terjadi banjir.
4. Jaringan sungai di DAS
Bengawan Solo bagian hulu
cukup padat. Walaupun beberapa
DAS yang berada di bagian hulu
telah ditampung di Waduk Gajah
Mungkur, namun saat ini telah
berkurang daya tampungnya. Hal
ini disebabkan waduk telah
mengalami pendangkalan secara
cepat.
2. Tujuan Kajian
Tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini antara lain
menganalisis sebaran potensi air
permukaan berdasarkan parameter
fisik daerah penelitian, menganalisis
potensi air permukaan berdasarkan
perubahan alih fungsi lahan, dan
menganalisis potensi air sungai
berdasarkan situasi meteorologi
klimatologi DAS Bengawan Solo
bagian hulu.
METODE PENELTIAN
Penelitian dilakukan di Sub
DAS Solo Hulu Atas dan Tengah
dengan metode interpretasi landsat
untuk mendapatkan variabel-variabel
fisik permukaan lahan. Selanjutnya
dipadu dengan analisis data skunder
dan cek lapangan. Data skunder yang
digunakan berupa data curah hujan
dan data limpasan. Cek lapangan
dilakukan untuk mengetahui
kebenaran hasil interpretasi landsat
dengan kondisi penggunaan lahan
yang sebenarnya di lapangan. Data-
data yang tersebut dianalisis melalui
GIS (Geographic Information
System) untuk memperkirakan potensi
air permukaan dengan perhitungan
Static Cooks Method dan potensi air
sungai daerah penelitian. Analisis
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
4
data dilakukan di Laboratorium
Fakultas Geografi UMS. Adapun unit
analisis yang digunakan adalah sub
sub DAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Sebaran Potensi Air
Permukaan Berdasarkan
Parameter Fisik
Salah satu cara untuk
memperkirakan besar-kecilnya air
permukaan di suatu wilayah adalah
dengan menghitung koefisien
limpasan (runoff), selanjutnya disebut
Co. Koefisien limpasan adalah rasio
besarnya limpasan dengan curah
hujan yang jatuh di permukaan lahan
dalam jangka waktu tertentu. Adapun
variabel permukaan lahan yang
mungkin berpengaruh tersebut adalah
topografi, jenis tanah, penutup lahan
(cover crop), dan simpanan
permukaan (surface storage). Dalam
penelitian ini penentuan koefisien
limpasan (runoff) menggunakan
perhitungan Cooks.
Variabel Topografi
Topografi daerah penelitian
dikelompokkan menjadi 4 kelas
antara lain datar (0-<5 %),
bergelombang (5-<10%), berbukit
(10-<30%), dan volkan (30%+). Hasil
analisis menunjukkan bahwa dari 9
sub sub DAS ternyata mempunyai
variasi nilai skor yang berbeda.
Adapun nilai skor topografi yang
diperoleh antara 10,83 sampai 23,28.
Dalam hal ini nilai skor terkecil
terdapat di sub sub DAS Bambang
dan terbesar di sub sub DAS Wiroko
Temon. Selanjutnya secara berurutan
dari terkecil sampai terbesar adalah
sub sub DAS Dengkeng (13,2), sub
sub DAS Pepe (14,39), sub sub DAS
Jlantah Walikun (15,14), sub sub
DAS Samin (15,17), sub sub DAS
Mungkung (17,05), sub sub DAS
Keduang (18,35), dan sub sub DAS
Alang Unggahan (19,61).
Terdapatnya variasi nilai skor
dari variabel topografi ini selain
ditentukan oleh klas topografi,
ternyata besar luasan masing-masing
klas topografi juga berpengaruh.
Dalam arti bahwa respon air hujan
yang akan menjadi air permukaan
selain ditentukan oleh topografi DAS,
juga ditentukan pula oleh luasan dari
klas topografi itu sendiri. Dengan
demikian bukan hanya kemiringan
semakin besar maka semakin besar
air permukaan yang dihasilkan, tetapi
juga semakin luas setiap klas
kemiringan maka semakin banyak
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
5
pula air hujan yang akan menjadi air
permukaan. Sebagai contoh adalah
sub sub DAS Alang Unggahan
dominasi luas pada topografi yang
datar, dengan demikian mempunyai
nilai skor yang terendah, sebaliknya
di sub sub DAS Wiroko Temon
dominasi luas terdapat pada klas
topografi yang bergunung, sehingga
mempunyai nilai skor tinggi.
Variabel Jenis Tanah
Hasil dari perhitungan
menunjukkan bahwa skor jenis tanah
terkecil berada di sub sub DAS
Bambang sebesar 5,454, sedangkan
yang terbesar terdapat di sub sub
DAS Wiroko Temon sebesar 16,858.
Selanjutnya berturut-turut skor tanah
dari kecil ke skor besar pada sub sub
DAS Dengkeng (10,407), sub sub
DAS Mungkung (10,872), sub sub
DAS Samin (12,879), sub sub DAS
Jlantah Walikun (13,582), sub sub
DAS Keduang (14,241), dan sub sub
DAS Alang Unggahan (16,612).
Nilai skor yang diperoleh dari
perhitungan ternyata faktor yang
menentukan bukan hanya sifat
tanahnya saja, tetapi juga luasan
sebaran tanah pada masing-masing
sub sub DAS. Sebagai contoh di sub
sub DAS Keduang, sebaran di
wilayah ini mempunyai respon air
permukaan yang hampir sama yaitu
agak mudah mengalirkan air
permukaan, namun karena luasan
sebaran tanah yang paling besar
berada pada sebaran tanah lithosol,
maka pada sebaran tanah ini
mempunyai skor yang besar pula.
Variabel Surface Storage
Surface storage merupakan
simpanan/timbunan air yang terdapat
dalam permukaan lahan. Surface
storage ditentukan dengan
pendekatan kerapatan aliran atau
sistem drainase yang terdapat dalam
permukaan lahan dengan luasan
tertentu. Skor Co terkecil berada di
atas Waduk (Gadjah Mungkur),
sedangkan terbesar berada di 2 sub
sub DAS yaitu Jlantah Walikun dan
Keduang. Hal ini dapat dikuatkan
dengan mengamati Peta Jaringan
Sungai. Dari peta tersebut terlihat
bahwa pada 2 sub sub DAS yang
mempunyai skor Co terbesar terlihat
mempunyai sistem jaringan sungai
yang rapat. Adapun yang lain terlihat
agak rapat, jarang dan atau
mempunyai tubuh perairan yang
berupa danau/rawa. Sebagai contoh
untuk sub sub DAS Dengkeng, Pepe,
Samin, Wiroko Temon terlihat sistem
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
6
jaringan sungai agak rapat dibanding
dengan 2 sub sub DAS terdahulu, di
samping itu juga mempunyai
timbunan permukaan. Selanjutnya 2
sub sub DAS yang lain yaitu
Bambang dan Mungkung mempunyai
sistem jaringan sungai yang agak
jarang dan mempunyai timbunan
permukaan yang berupa waduk-
waduk kecil.


Sebaran Potensi Air Permukaan
(Co)
Tiga sub sub DAS yang
potensi air permukaannya menjadi
besar adalah sub sub DAS Alang
Unggahan, Bambang, dan Wiroko
Temon. Adapun sub sub DAS
lainnya cenderung mempunyai
potensi air permukaan yang kecil (-)
yaitu sub sub DAS Dengkeng,
Jlantah Walikun, Keduang,
Mungkung, Pepe, dan Samin.

Tabel 1. Perbandingan Run Off Coefficient Tahun 1989 dan 2002
N
o
Sub Sub DAS
Tabel Cooks 1989 Tabel Cooks 2002
Selisih
Co (%)
T S C SS Co (%) T S C SS Co (%)
1 Alang Unggahan 19,612 16,612 12,908 15 49,147 19,612 16,612 13,998 15 50,237 +1,090
2 Bambang 10,832 5,454 15,377 10 31,673 10,832 5,454 16,142 10 32,438 +0,765
3 Dengkeng 13,200 10,407 15,214 15 38,836 13,200 10,407 15,205 15 38,827 -0,009
4 Jlantah Walikun Ds 15.141 13,582 15,468 20 44,211 15,141 13,582 14,996 20 43,739 -0,472
5 Keduang 18,353 14,241 13,674 20 46,288 18,353 14,241 13,090 20 45,704 -0,584
6 Mungkung 17,059 10,872 13,811 10 41,752 17,059 10,872 12,453 10 40,394 -1,358
7 Pepe 14,390 9,101 13,957 15 37,463 14,390 9,101 12,845 15 36,351 -1,112
8 Samin 15,175 12,879 15,867 15 43,936 15,175 12,879 15,055 15 43,124 -0,812
9 Wiroko Temon 23,281 16,858 12,193 15 52,347 23,281 16,858 12,529 15 52,683 +0,336
10 Waduk/Daerah Berair 10,143 20,000 2,500 5 37,643 10,143 20,000 2,500 5 37,643 0
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2009

Perubahan Co ini, baik yang
naik maupun yang turun ternyata
disebabkan oleh perubahan penutup
lahan (C). Dalam hal ini penutup
lahan merupakan penggunaan lahan
daerah penelitian. Adapun 3 variabel
yaitu topografi, tanah, dan cover crop
mempunyai nilai yang relatif tetap
selama jangka waktu 13 tahun,
sehingga perubahan potensi air
permukaan umumnya banyak
dipengaruhi oleh perubahan
penggunaan lahan.
Perubahan nilai Co terbesar
terjadi di sub sub DAS Pepe. Hal ini
terjadi karena sub sub DAS Pepe
merupakan sub sub DAS yang berada
di bagian bawah dari DAS Bengawan
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
7
Solo hulu. Di samping itu outlet sub
sub DAS ini berada di Kota
Surakarta, yang merupakan daerah
perkotaan sehingga memungkinkan
banyak terjadi alih fungsi lahan.
Sebaliknya perubahan nilai Co
terkecil berada di sub sub DAS
Dengkeng. Perubahan yang kecil ini
dikarenakan daerah tersebut masih
merupakan daerah pedesaan yang
agraris yang dibuktikan dengan
persentase luasan terbesar masih
berupa persawahan dan lahan kering.
Adapun sub sub DAS lainnya
terdapat perubahan yang masih relatif
kecil, karena umumnya masih
didominasi oleh luasan lahan kering,
kebun, dan hutan.

2. Analisis Sebaran Potensi Air
Permukaan Berdasarkan
Perubahan Alih Fungsi Lahan
Pengaruh tataguna lahan
terhadap aliran permukaan antara lain
adalah mengurangi jumlah air hujan
yang jatuh di permukaan lahan
melalui proses infiltrasi, menghambat
aliran permukaan melalui
peningkatan kapasitas infiltrasi, dan
menjaga soil moisture di atas
permukaan lahan. Dengan demikian
keberadaan vegetasi di atas
permukaan lahan dapat mengurangi
hasil air hujan menjadi air
permukaan.
Hasil analisa menunjukkan
bahwa telah terjadi perubahan
penggunaan lahan pada tahun
pengamatan dalam penelitian. Luas
perubahan penggunaan lahan berkisar
antara 3-17% dari luas DAS (9 sub
sub DAS). Adapun perubahan terluas
terjadi pada jenis penggunaan lahan
kebun sebesar 16,57% (bertambah
luas), dan sebaliknya terkecil terjadi
pada jenis penggunaan lahan hutan -
3,22% (menyempit). Selanjutnya
diikuti oleh perubahan jenis
penggunaan lahan untuk permukiman
juga bertambah cukup besar yaitu
14,18%, diikuti oleh jenis
penggunaan lahan sawah yang
menyempit sebesar 7,23%, dan
berikutnya jenis penggunaan lahan
untuk sawah ternyata telah menyusut
sebesar 5,79%.



Tabel 2. Perbandingan Luasan Penggunaan Lahan 1989 dan 2002
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
8
No Penggunaan Lahan
Luas (m)
Selisih
1989 % 2002 %
1 Hutan 216.842.624,64 5,75 95.364.768,39 2,53
-121477856.25
2 Kebun 385.804.095,54 10,22 1.011.058.458,59 26,79
+625254363.05
3 Lahan Kering 1.371.238.737,90 36,33 835.809.514,07 22,15
-535429223.83
4 Permukiman 405.896.735,54 10,76 678.769.872,10 17,99
+272873136.56
5 Sawah 1.308.204.097,86 34,66 1.066.983.678,33 28,27
-241220419.53
6 Waduk/Daerah Berair 86.008.417,08 2,28 86.008.417,08 2,28
0
Jumlah 3.773.994.708,56 100 3.773.994.708,56 100
0
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2009












Perubahan penggunaan lahan
yang terbesar pada karakter dari lahan
kering menjadi kebun. Hal ini
disebabkan pada lahan kering telah
tumbuh vegetasi yang dibudayakan
manusia untuk mencukupi kebutuhan
hidup mereka. Selanjutnya diikuti
karakter perubahan penggunaan lahan
dari sawah ke permukiman.
Perubahan ini umumnya terjadi di
wilayah-wilayah sub sub DAS
Bambang, Pepe, Dengkeng, Jlantah
Walikun, Mungkung, dan Samin.
Hal tersebut terjadi akibat
kebutuhan akan tempat tinggal
penduduk di wilayah masing-masing.
Adapun wilayah-wilayah yang terjadi
karakter perubahan penggunaan
tersebut umumnya merupakan sub-
sub DAS yang melingkupi daerah-
daerah perkotaan. Dalam hal ini sub-
sub DAS Pepe dan Bambang
melingkupi perkembangan Kota
Boyolali, Surakarta dan Kartasura,
sub sub DAS Dengkeng melingkupi
Kota Klaten dan Delanggu, sub sub
DAS Mungkung melingkupi Kota
Grafik Penggunaan Lahan 1989 dan 2002
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
H
u
t
a
n
K
e
b
u
n
L
a
h
a
n

K
e
r
i
n
g
P
e
r
m
u
k
i
m
a
n
S
a
w
a
h
W
a
d
u
k
/
D
a
e
r
a
h

B
e
r
a
i
r
Penggunaan Lahan
L
u
a
s

(
%
)
1989
2002
Gambar 2. Grafik Penggunaan Lahan Tahun 1989 dan 2002
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
9
Sragen, sub sub DAS Samin
melingkupi Kota Sukoharjo, dan sub
sub DAS Jlantah Walikun melingkupi
Kota Wonogiri.


Tabel 3. Karakter dan Luasan Perubahan Penggunaan Lahan
No Perubahan Luas (m) Persentase
1 Hutan - Kebun 38.616.887,10 1,02
2 Hutan - Lahan Kering 36.773.614,73 0,97
3 Hutan - Sawah 46.087.354,42 1,22
4 Kebun - Lahan Kering 127.103.146,98 3,37
5 Kebun - Permukiman 7.685.842,64 0,20
6 Kebun - Sawah 102.940.142,10 2,73
7 Lahan Kering - Kebun 670.486.979,01 17,77
8 Lahan Kering - Permukiman 30.394.436,67 0,81
9 Lahan Kering - Sawah 224.389.557,62 5,95
10 Sawah - Kebun 153.879.628,66 4,08
11 Sawah - Lahan Kering 225.964.987,76 5,99
12 Sawah - Permukiman 234.792.857,25 6,22
13 Tetap 1.874.879.273,62 49,68
Jumlah 3.773.994.708,56 100
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2009

Tabel 4. Perhitungan Run Off Coefficient
Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 1989
No Sub Sub DAS 1989 Luas (m) % Skor Tertimbang Co
1 Alang Unggahan Hutan 28.523.520,13 5,56 5 0,278 12,908
Kebun 182.948.810,46 35,66 10 3,566
Lahan Kering 193.346.323,59 37,69 15 5,654
Permukiman 25.368.049,59 4,95 20 0,989
Sawah 82.788.991,44 16,14 15 2,421
2 Bambang Hutan 3.078.171,55 0,96 5 0,048 15,377
Kebun 1.931.248,33 0,60 10 0,060
Lahan Kering 67.046.969,69 20,87 15 3,131
Permukiman 32.301.120,70 10,06 20 2,011
Sawah 216.876.062,30 67,51 15 10,127
3 Dengkeng Hutan 11.042.936,63 1,28 5 0,064 15.214
Kebun 74.620.554,71 8,67 10 0,867
Lahan Kering 217.601.937,33 25,27 15 3,790
Permukiman 145.090.761,73 16,85 20 3,370
Sawah 406.970.233,24 47,26 15 7,089
Waduk/Daerah Berair 5.787.006,10 0,67 5 0,034
4 Jlantah Walikun Ds Hutan 7.213.958,87 1,97 5 0,099 15,468
Kebun 31.961.952,20 8,74 10 0,874
Lahan Kering 187.923.399,77 51,38 15 7,707
Permukiman 86.480.525.62 23,65 20 4,729
Sawah 49.241.868,37 13,46 15 2,020
Waduk/Daerah Berair 2.916.449,36 0,80 5 0,040
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
10
5 Keduang Hutan 55.367.291,36 13,07 5 0,653 13,674
Kebun 15.257.551,83 3,60 10 0,360
Lahan Kering 276.493.613,55 65,27 15 9,790
Permukiman 13.663.871,28 3,23 20 0,645
Sawah 62.862.256,88 14,84 15 2,226
6 Mungkung Hutan 19.638.980,32 6,04 5 0,302 13,811
Kebun 55.201.387,30 16,99 10 1,699
Lahan Kering 52.208.465,24 16,07 15 2,410
Permukiman 26.670.852,16 8,21 20 1,642
Sawah 166.477.689,57 51,24 15 7,686
Waduk/Daerah Berair 4.721.390,50 1,45 5 0,073
7 Pepe Hutan 14.245.907,63 4,80 5 0,240 13,957
Kebun 6.811.952,94 2,30 10 0,230
Lahan Kering 140.746.163,65 47,46 15 7,120
Permukiman 3.536.124,43 1,19 20 0,238
Sawah 116.135.105,98 39,16 15 5,875
Waduk/Daerah Berair 15.056.897,98 5,08 5 0,254
8 Samin Hutan 1.009.995,40 0,32 5 0,016 15,867
Kebun 6.680.939,47 2,12 10 0,212
Lahan Kering 144.146.032,33 45,81 15 6,872
Permukiman 64.954.629,50 20,64 20 4,129
Sawah 97.000.211,02 30,83 15 4,624
Waduk/Daerah Berair 850.622,98 0,27 5 0,014
9 Wiroko Temon Hutan 76.721.862,75 25,25 5 1,263 12,193
Kebun 10.389.698,30 3,42 10 0,342
Lahan Kering 91.725.832,75 30,19 15 4,529
Permukiman 7.830.800,53 2,58 20 0,516
Sawah 109.851.679,06 36,16 15 5,424
Waduk/Daerah Berair 7.281.072,60 2,40 5 0,120
10 Waduk/Daerah Berair Waduk/Daerah Berair 49.394.977,56 100 2,5 2,500 2,500
Jumlah 3.773.994.708,56
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2009




Tabel 5. Perhitungan Run Off Coefficient
Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 2002
No Sub Sub DAS 2002 Luas (m) % Skor Tertimbang Co
1 Alang Unggahan Hutan 305.094,49 0,06 5 0,003 13,998
Kebun 155.769.936,81 30,37 10 3,037
Lahan Kering 69.132.715,53 13,48 15 2,022
Permukiman 53.576.830,02 10,44 20 2,089
Sawah 234.191.118,36 45,65 15 6,848
2 Bambang Hutan 3.078.171,55 0,96 5 0,048 16,142
Kebun 29.527.108,85 9,19 10 0,919
Lahan Kering 37.344.597,80 11,63 15 1,744
Permukiman 109.029.652,02 33,94 20 6,788
Sawah 142.254.042,35 44,28 15 6,643
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
11
3 Dengkeng Hutan 10.086.341,34 1,17 5 0,059 15,205
Kebun 162.556.780,28 18,88 10 1,888
Lahan Kering 245.984.335,04 28,57 15 4,285
Permukiman 229.561.733,71 26,66 20 5,332
Sawah 207.137.233,27 24,05 15 3,608
Waduk/Daerah Berair 5.787.006,10 0,67 5 0,034
4 Jlantah Walikun Ds Hutan 2.497.452,63 0,68 5 0,034 14,996
Kebun 103.768.841,47 28,37 10 2,837
Lahan Kering 105.652.216,93 28,89 15 4,333
Permukiman 114.336.983,32 31,26 20 6,252
Sawah 36.566.210,48 10,00 15 1,500
Waduk/Daerah Berair 2.916.449,36 0,80 5 0,040
5 Keduang Hutan 14.128.211,63 3,33 5 0,167 13,090
Kebun 147.238.360,94 34,76 10 3,476
Lahan Kering 224.638.073,67 53,03 15 7,954
Permukiman 13.663.871,28 3,23 20 0,645
Sawah 23.976.067,38 5,66 15 0,849
6 Mungkung Hutan 18.455.433,87 5,68 5 0,284 12,453
Kebun 147.918.949,79 45,52 10 4,552
Lahan Kering 4.749.286,10 1,46 15 0,219
Permukiman 28.750.033,84 8,85 20 1,770
Sawah 120.323.670,99 37,03 15 5,555
Waduk/Daerah Berair 4.721.390,50 1,45 5 0,073
7 Pepe Hutan 9.492.328,87 3,20 5 0,160 12,845
Kebun 104.022.665,76 35,08 10 3,508
Lahan Kering 78.220.937,96 26,38 15 3,957
Permukiman 25.325.324,18 8,54 20 1,708
Sawah 64.413.997,86 21,72 15 3,258
Waduk/Daerah Berair 15.056.897,98 5,08 5 0,254
8 Samin Kebun 91.513.342,02 29,08 10 2,908 15,055
Lahan Kering 6.838.208,07 2,17 15 0,326
Permukiman 96.694.643,20 30,73 20 6,146
Sawah 118.745.614,43 37,74 15 5,661
Waduk/Daerah Berair 850.622,98 0,27 5 0,014
9 Wiroko Temon Hutan 37.321.734,01 12,28 5 0,614 12,529
Kebun 68.742.472,67 22,63 10 2,263
Lahan Kering 63.249.142,97 20,82 15 3,123
Permukiman 7.830.800,53 2,58 20 0,516
Sawah 119.375.723,21 39,29 15 5,894
Waduk/Daerah Berair 7.281.072,60 2,40 5 0,120
10 Waduk/Daerah Berair 49.394.977,56 100,00 2,5 2,500 2,500
Jumlah 3.773.994.708,56
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2009
Dengan demikian, perubahan
Co umumnya disebabkan oleh alih
fungsi lahan yang berbeda, tentunya
dalam hal ini karakter alih fungsi
lahan serta luasan perubahan
penggunaan lahan juga berbeda beda.
Hasil perhitungan Co menunjukkan
bahwa pada sub sub DAS Alang
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
12
Unggahan penggunaan lahan untuk
hutan, kebun, dan lahan kering
luasannya berkurang yang tidak
berimbang dengan perubahan lahan
yang bertambah (permukiman dan
sawah) yang memang mempunyai
skor Co yang relatif besar (15% dan
20%). Demikian pula yang terjadi di
sub sub DAS Bambang dan Sub sub
DAS Wiroko Temon, luasan
perubahan penggunaan lahan yang
berkurang (-) tidak berimbang dengan
luasan perubahan penggunaan lahan
yang bertambah (+) yang cenderung
mempunyai skor Co besar (potensi
Co besar). Sebaliknya, pada sub sub
DAS yang nilai Co mengecil (-)
luasan perubahan penggunaan lahan
yang jumlah luasan jenis penggunaan
lahan yang memberi kontribusi nilai
Co kecil ternyata lebih luas dari pada
jumlah luasan jenis penggunaan lahan
yang mempunyai nilai Co besar. Hal
ini mengakibatkan nilai tertimbang
Co menjadi mengecil.
Di seluruh sub-sub DAS
umumnya penggunaan lahan untuk
hutan berkurang, yang terluas berada
di sub sub DAS Keduang, sedangkan
tersempit sub sub DAS Dengkeng.
Bahkan untuk sub sub DAS Bambang
mulai tahun 2002 penggunaan lahan
untuk hutan sudah tidak ada lagi atau
hilang. Hal ini dapat dimungkinkan
karena sub sub DAS Bambang
tersebut berada di daerah perkotaan
terutama di Kota Surakarta ke arah
Barat sampai Kota Kecamatan
Kartasura dan Kota Boyolali. Dengan
demikian hutan yang berada di daerah
tersebut telah berubah
penggunaannya, dan cenderung dari
penggunaan lahan hutan menjadi
kebun. Selanjutnya, penggunaan
lahan berubah dari kebun menjadi
permukiman. Berikutnya kebun
umumnya luasnya bertambah, dan
tambahnya luas kebun berasal dari
pengurangan hutan, kecuali untuk sub
sub DAS Alang Unggahan, kebun
berkurang dan telah berubah menjadi
lahan kering, selanjutnya dari lahan
kering menjadi permukiman.
Berikutnya, seluruh daerah penelitian
pada penggunaan lahan untuk
permukiman umumnya luasnya
bertambah. Hal ini dapat diartikan
bahwa telah terjadi pertambahan
penduduk yang cukup signifikan,
sehingga mereka ini membutuhkan
tempat tinggal yang layak untuk
kehidupannya.
Berdasarkan tabel yang tertera
di atas terlihat bahwa pada seluruh
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
13
daerah penelitian, penggunaan lahan
untuk hutan berkurang, persentase
luas hutan yang hilang terbesar
berada di sub sub DAS Wiroko
Temon, bahkan di sub sub DAS
Bambang telah hilang hutannya (0,0).
Sebaliknya, penggunaan lahan untuk
permukiman umumnya bertambah,
dan persentase pertambahan terbesar
berada di sub sub DAS Bambang.
Kedua kondisi tersebut ternyata
menyebabkan dua sub sub DAS yaitu
Bambang dan Wiroko Temon, nilai
Co menjadi bertambah besar. Adapun
pada sub sub DAS lainnya, terutama
pada sub sub DAS yang angka Co-
nya mengecil, umumnya penggunaan
lahan untuk kebun mempunyai
persentase yang relatif besar. Yang
dalam hal ini, kebun mempunyai nilai
Co relatif kecil, dengan demikian
potensi air permukaannyapun menjadi
berkurang. Dari dasar tersebut dapat
ditentukan bahwa karakter dan luas
perubahan penggunaan lahan juga
menentukan perubahan nilai Co pada
masing-masing sub sub DAS.
3. Analisis Debit Sungai Daerah
Penelitian
Debit sungai merupakan
sejumlah air yang mengalir pada
penampang sungai dengan luas dan
kecepatan tertentu. Adapun debit
sungai yang mengalir pada suatu alur
sungai tertentu, suplai airnya dapat
terdiri atas komponen air
permukaan/limpasan, aliran bawah
permukaan tanah maupun aliran air
tanah. Secara keseluruhan komponen
penyokong air sungai tersebut berasal
dari curah hujan yang jatuh di
wilayah DAS/sub sub DAS yang
bersangkutan. Dengan demikian air
permukaan yang mengalir dalam
lembah sungai berasal dari air hujan
yang jatuh di daerah tangkapannya.
Oleh karenanya, banyaknya curah
hujan mempunyai hubungan positif
terhadap air permukaan, kecuali
dalam alur sungai tersebut dibangun
bangunan air (seperti dam, waduk
bendungan) yang berfungsi mengatur
air yang mengalir agar tidak sia-sia
mengalir sampai ke laut.
Dalam penelitian ini banjir
yang dimaksudkan adalah debit
sungai yang mengalir melebihi debit
rata-ratanya (dalam alur sungai). Air
sungai yang dibahas menitik beratkan
pada air sungai yang mengalir pada
titik pengeluaran (outlet). Dalam hal
ini outlet di daerah penelitian
mengambil pada stasiun pengukuran
debit di Jurug.
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
14
Data yang diperoleh dari
stasiun pengukur debit disajikan pada
Tabel 6, sedangkan debit rerata bulan
dalam 1 tahun tersaji pada Gambar 3.
Berdasarkan Gambar 3 diperoleh
hasil bahwa air sungai yang mengalir
di stasiun Jurug fluktuatif, debit-debit
tertinggi umumnya terjadi di sekitar
Bulan Desember-April dan debit
tertinggi pada Bulan Februari,
sedangkan debit terendah di Bulan
September. Bila menilik curah hujan
yang jatuh di daerah penelitian
umumnya bulan basah terjadi antara
Bulan Oktober sampai April (musim
penghujan). Demikian pula bila
Gambar 4 dibandingkan dengan
Gambar 3 terlihat bahwa keduanya
relatif bersesuaian. Debit aliran
sungai pada musim kemarau
umumnya menurun sesuai dengan
distribusi curah hujan yang rendah
(bulan kering) pada bulan yang
bersangkutan. Sebaliknya, debit aliran
sungai terlihat meningkat seiring
dengan curah hujan yang terjadi pada
musim penghujan, yang sekaligus
merupakan bulan-bulan basah.
Dengan demikian, didasarkan ke dua
grafik ini terlihat bahwa debit aliran
sungai daerah penelitian mempunyai
hubungan yang sesuai dengan
karakter perubahan curah hujannya.
Adapun bila mendasarkan
pada perubahan Co yang tersaji dalam
Tabel 6 dan Gambar 3, maka
distribusi debit aliran sungai terlihat
tidak bersesuaian. Hal ini dikarenakan
Co merupakan cerminan air hujan
yang menjadi aliran permukaan.
Selanjutnya, tidak seluruh aliran
permukaan akan menjadi debit aliran
sungai. Sebagian dari aliran
permukaan ketika mengalir menuju
alur sungai akan hilang berupa
simpanan dalam depresi permukaan
tanah (dapat berupa rawa, kolam,
danau waduk dan lainnya), dan
sebagian lagi tersimpan dalam
tanaman/akar-akar tanaman berupa
intersepsi atau kelembaban tanah. Di
samping itu, Co di daerah penelitian
ternyata mempunyai perubahan yang
relatif kecil (baik naik atau turun)
selama pengamatan (12 tahun). Hal
ini tidak seperti distribusi debit aliran
sungai yang ternyata sesuai dengan
perubahan curah hujan selama satu
tahun (water year).




Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
15
Tabel 6. Debit Sungai Bengawan Solo
(Pengukuran di Stasiun Pengamatan Jurug)
Tgl
2008 2009
07 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06
1 238,21 206,48 189,51 189,51 358,45 223,92 843,54 893.53 709.818 489.43 206.48 778.39
2 220,39 206,48 189,51 189,51 984,74 223,92 489,43 899.14 598.67 422.24 223.92 354.32
3 216,89 189,51 189,51 189,51 489,43 223,92 638,35 1,313.56 559.84 559.84 206.48 284.72
4 216,89 189,51 189,51 189,51 899,14 199,63 358,46 684.00 618.40 816.18 206.48 260.19
5 203,05 189,51 206,48 189,51 383,55 199,63 342,03 938.76 1,037.33 899.15 209.93 260.19
6 199,63 189,51 206,48 189,51 1,352,00 189,51 260,20 709.82 512.55 658.52 206.48 260.19
7 203,05 189,51 206,48 189,51 559,84 189,51 317,90 751.76 691.71 444.27 206.48 206.49
8 203,05 189,51 206,48 189,51 843,53 260,19 559,85 489.43 426.62 379.32 260.19 206.49
9 199,63 189,51 209,93 658,51 709,81 260,19 927,38 459.10 899.14 337.97 294.35 426.62
10 203,05 189,51 206,48 317,89 633,35 260,19 944,47 489.43 484.85 317.89 471.19 358.45
11 209,93 189,51 206,48 206,48 459,10 358,45 435,41 389.91 658.52 279.00 298.23 256.48
12 206,48 203,05 173,04 206,48 489,43 286,64 389,91 526.59 286.64 279.00 298.24 245.47
13 206,48 189,51 173,04 260,19 298,24 389,91 437,62 735.94 433.21 223.92 337.97 247.29
14 206,48 189,51 173,04 298,23 298,24 379,32 1,096,82 789.12 433.21 337.97 260.20 216.89
15 220,39 203,05 173,04 189,51 512,55 298,24 805,32 598.67 337.97 337.97 317.90 216.89
16 209,93 189,51 173,04 206,48 899,14 354,32 802,61 489.43 298.23 223.92 260.20 241.83
17 209,93 189,51 173,04 223,92 1,256,59 342,03 400,60 1,175.80 279.00 489.43 241.83 223.93
18 206,48 189,51 173,04 206,48 489,43 298,23 489,43 2,156.32 260.20 260.20 317.90 220.39
19 209,93 189,51 173,04 206,48 684,00 279,00 1,043,23 1,191.20 223.92 223.92 843.54 206.48
20 209,93 189,51 173,04 223,92 816,18 337,97 978,95 899.15 260.19 317.90 444.27 206.48
21 209,93 189,51 173,04 206,48 400,59 5,992,93 899,14 658.51 260.19 816.19 342.03 206.48
22 206,48 189,51 173,04 279,00 464,41 317,90 584,01 778.39 628.35 446.49 618.40 206.48
23 206,48 189,51 173,04 358,45 354,32 298,24 422,24 1,262.88 843.53 354.32 400.60 223.92
24 206,48 189,51 173,04 317,89 279,00 773,04 422,24 559.85 462.16 550.28 489.43 223.92
25 206,48 189,51 173,04 317,89 550,28 358,45 466,67 1,516.11 354.32 816.188 379.33 223.92
26 206,48 206,48 173,04 223,92 279,00 298,23 893,53 2,239.59 1,583.48 471.19 298.23 216.89
27 206,48 203,05 173,04 358,45 279,00 298,23 1,228,42 843.53 648.41 337.98 709.82 223.92
28 206,48 203,05 223,92 223,92 358,45 317,89 927,38 843.54 439.84 559.84 383.55 216.89
29 206,48 203,05 173,04 435,41 223,92 400,59 890,72 816.18 337.98 288.56 223.92
30 206,48 203,05 173,04 358,46 260,19 337,98 633,35 789.12 282.81 613.45
31 206,48 203,05 444,27 442,05 2,703,75 628.35 298.23
Rerata 208,86 194,21 184,85 265,96 562,20 496,46 730,10 902,97 563,35 442,38 352,71 263,60
Sumber: Stasiun Pengukuran Debit Jurug










Debit Sungai Bengawan Solo (Pengukuran di Jurug)
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00

J
u
l
i

0
8

A
g
u
s
t
u
s

0
8

S
e
p
t
e
m
b
e
r

0
8

O
k
t
o
b
e
r

0
8

N
o
v
e
m
b
e
r

0
8

D
e
s
e
m
b
e
r

0
8

J
a
n
u
a
r
i

0
9

F
e
b
r
u
a
r
i

0
9

M
a
r
e
t

0
9

A
p
r
i
l

0
9

M
e
i

0
9

J
u
n
i

0
9
Bulan
D
e
b
i
t
Debit
Gambar 3. Grafik Debit Sungai Bengawan Solo (Pengukuran di Jurug)
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
16











KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Potensi air permukaan tersebar
dari 9 sub sub DAS yang diteliti
mempunyai kisaran antara 32,4%
sampai dengan 52,68%. Adapun
potensi air permukaan terbesar
terjadi di sub sub DAS Wiroko
Temon, sedangkan yang terkecil
di sub sub DAS Bambang.
Besarnya potensi air permukaan
di sub sub DAS Wiroko Temon
banyak disumbang oleh kondisi
topografi yang mempunyai
kemiringan lereng 10%-<30% dan
mempunyai luas DAS yang
terbesar, demikian pula sub sub
DAS Bambang.
2. Variabel cover (penggunaan
lahan) merupakan parameter yang
paling banyak berpengaruh
terhadap perubahan potensi air
permukaan daerah penelitian.
3. Distribusi potensi air sungai
dalam satu tahun (water year) di
outlet mempunyai karakter
fluktuasi yang sesuai dengan
perubahan karakter klimatologi
daerah penelitian dan 4 variabel
permukaan lahan lain mempunyai
pengaruh yang kecil. Kondisi ini
disebabkan karena perubahan
variabel permukaan lahan
memerlukan jangka waktu yang
lama, sedangkan karakter
perubahan klimatologi lebih
mengikuti perubahan faktor
meteorologi (dalam hal ini adalah
faktor curah hujan).
Saran
1. Mengingat bahwa di daerah
penelitian perubahan penggunaan
Grafik Curah Hujan Rerata Bulanan Tahun 2004-2008
0
100
200
300
400
500
J
u
l
i
A
g
u
s
t
u
s
S
e
p
t
e
m
b
e
r
O
k
t
o
b
e
r
N
o
v
e
m
b
e
r
D
e
s
e
m
b
e
r
J
a
n
u
a
r
i
F
e
b
r
u
a
r
i
M
a
r
e
t
A
p
r
i
l
M
e
i
J
u
n
i
Bulan
C
H
CH
Gambar 4. Grafik Curah Hujan Rerata Bulanan Tahun 2004-2008
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
17
lahan mempunyai pengaruh
dominan terhadap kenaikan nilai
Co, maka perlu pengendalian alih
fungsi lahan dan perlu dilakukan
kembali tata ruang wilayah yang
dapat mendukung keseimbangan
sumberdaya air wilayah.
2. Terkait dengan kejadian banjir di
daerah Solo (Sukoharjo,
Surakarta, dan Sragen), perlu
dilakukan penelitian morfologi,
morfogenesa sungai, dan potensi
sungainya, sehingga dapat
diketahui kemampuan sungai
dalam merespon aliran air yang
melintasinya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada
DP3M Ditjen DIKTI yang telah
membiayai program Hibah Bersaing
tahun pertama tahun anggaran 2009.
Selain itu ucapan terima kasih kami
sampaikan juga kepada Bp. Dr. Harun
Joko Prayitno selaku Ketua LPPM
UMS dan Bp. Yuli Priyana selaku
Dekan F. Geografi UMS (periode
2006-2009) yang telah memberikan
kesempatan untuk mengasah ide
penelitian hidrologi lingkungan. Di
samping itu, ucapan terima kasih juga
tidak lupa kami sampaikan kepada
Tim Peneliti: Nanda Huda, Dita,
Yusuf, Riyan, dan Tari yang telah
membantu dalam pelaksanaan
penelitian, serta keluarga tercinta
(suami dan anakku) yang telah
memberi pengertian dengan penuh
kesabaran. Semoga amal ibadah
bp/ibu/saudara/anak-anakku dapat
balasan dari Allah SWT, amiin.

DAFTAR PUSTAKA

Alif Noor Anna; dkk, 2006. Analisis Karakteristik Parameter hidrologi Akibat
Alih Fungsi lahan Di Daerah Sukoharjo Melalui Citra Landsat Tahun
1997 dengan Tahun 2002. Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Darmawijaya, M. Isa. 1997. Klasifikasi Tanah. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Engelen, G.B; F. Klosterman, 1996. Hydrological System Analysis Method and
Applications. Kluwer Academic Publisher. London.
Retno Woro Kaeksi, dkk, 2005. Agihan Kekritisan Sumber Daya Air Daerah
Sukoharjo Jawa Tengah. Direktorat Pengembangan Penelitian dan
Pengabdian pada Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
Robert Kodoatie & Sugiyanto. 2002. Banjir, Beberapa Penyebab dan Metode
Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
18
Suharjo; dkk, 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap
Kualitas Air Tanah di Daerah Sukoharjo sebagai Penyangga Kota.
Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan
Nasional.
Suharjo; dkk, 2005. Studi dan Pemetaan Sumber Air di Kabupaten Klaten. Badan
Perencanaan Pengembangan Daerah ( BAPPEDA) Kabupaten Klaten.
Suharjo, dkk, 2006. Analisis Proses Geomorfologi Melalui GIS Untuk
Pengelolaan Lahan Pertanian Daerah Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
Fak. Geografi UMS.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi. Yogyakarta.
Totok Gunawan, 2003. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh Untuk
Pemantauan dan Evaluasi pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo.
Forum Geografi .Vol. 17 No. 2, Desember 2003.
Verstappen, H.Th, 1983. Applied Geomorphology. Geomorphological Surveys for
Environmental Development New York, El sevier.





























Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
19















Analisis Fluktuasi Air Permukaan ... (Alif Noor Anna, dkk)
20

You might also like