Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
LEO WIBOWO SETA NUGRAHA
32114131012
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2015
degradasi lahan. Salah satu bentuk ancaman degradasi lahan yang dominan di Indonesia adalah terjadinya erosi
tanah yang berakibat terhadap luas dan kualitas lahan kritis yang semakin meluas dan memberikan dampak
yang negatif bagi daerah sekitarnya. Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai suatu daerah penting dengan batas
ekologis merupakan satu kesatuan kawasan hulu dan hilir yang harus dikelola secara terintegrasi. Sub DAS
Karang Mumus dimana merupakan salah satu daerah aliran sungai yang hilirnya berada di Kota Samarinda
dengan semakin maraknya kegiatan pembukaan lahan dari hulu sampai hilir mengakibatkan ekosistem di Sub
DAS Karang Mumus mengalami persoalan terkait lingkungan.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan citra multi temporal dari tahun 1997 sampai 2009 menggunakan citra satelit landsat
5 dan 7 sebagai sumber data. Beberapa parameter, diantaranya: Tranformasi NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index), Klasifikasi Multispektral Supervised Maximum Likelihood, Deteksi Perubahan Penutup
Lahan(Post Classification Change Detection), dan Universal Soil Less Equation.
C. Hasil dan pembahasan
Pada citra Landsat TM tahun 1997 hasil NDVI berkisar -0.298201 0.781293, pada citra Landsat TM tahun
2006 didapatkan nilai indeks yang berkisar dari -0.380983 - 0.79596, sedangkan untuk tahun 2009 pengolahan
transformasi NDVI yang dilakukan, nilai indeks yang dihasilkan berkisar dari -0.415 - 0.837. Dari hasil penentuan
sampel objek untuk membangun kelas training dalam sistem klasifikasi terselia yang digunakan di Sub DAS
Karang Mumus untuk citra Landsat TM tahun 1997 dan tahun 2006 serta citra Landsat ETM+ tahun 2009
terdapat 7 kelas penutup lahan, yaitu Vegetasi Kerapatan Tinggi (VKT), Vegetasi Kerapatan Sedang (VKS),
Lahan Pertanian Kering (LPK), Lahan Pertanian Basah (LPB), Tubuh Air, Lahan Terbuka, Permukiman yang
akan dilakukan uji akurasi di lapangan. Analisis yang digunakan adalah change detection statistics. Terlihat pada
analisis perubahan penutup lahan tentatif tahun 1997 sampai tahun 2006 yang mengalami perubahan terbesar
dari tutupan lahan lainnya adalah Vegetasi Kerapatan Sedang (VKS) dengan nilai 102216 piksel sedangkan
perubahan penutup lahan tentatif tahun 2006 sampai tahun 2009 yang mengalami perubahan terbesar dari
tutupan lahan lainnya adalah Vegetasi Kerapatan Sedang (VKS) dengan nilai 115577 piksel. Dari hasil perhitungan
nilai laju erosi pada tahun 1997 penggunaan lahan dengan nilai laju erosi terbesar adalah permukiman dengan
58087.92 ton/ha/tahun. Pada tahun 2006 penggunaan lahan dengan nilai laju erosi terbesar adalah kebun
campuran dengan 161764.62 ton/ha/tahun, sedangkan untuk tahun 2009 penggunaan lahan dengan nilai laju erosi
terbesar adalah 162 lahan terbuka dengan 190981.75 ton/ha/tahun. Dari hasil analisis yang dilakukan, pada tahun
1997 diperoleh tingkat bahaya erosi yang dominan masuk pada kelas sedang dengan luas 10056.72 Ha. Pada
tahun 2006 terjadi perubahan hampir merata pada tiap luasan klasifikasi tingkat bahaya erosi, untuk tingkat
bahaya erosi yang dominan masuk pada sedang dengan luas 8796.92 Ha. Untuk tahun 2009 terjadi perubahan
yang dirasa cukup signikan, terlihat untuk kelas sangat berat terjadi perubahan signifikan menjadi paling
dominan dengan luas 13093.42 Ha.
D. Review/Komentar Terhadap Jurnal
Jurnal ini sebenarnya sudah sangat baik akan dengan menggunakan analisis dari data citra satelit yang di olah dan
juga menggunakan pengolahan statistik. Penelitian dapat memberikan memberikan gambaran secara detail data yang
sifatnya multi temporal selama 12 tahun dari tahun 1997 sampai 2009. Setiap parameter yang di gunakan pun selalu
menggunakan data yang di turunkan langsung dari citra bukan dari data sekunder yang telah diolah oleh pihak lain.
Hasil dari pembahasan pun di kemas dalam bentuk table yang membuat tulisan hasil pembahasan yang bentuknya
deskriptif dapat pembacaannya di sederhanakan ke dalam bentuk kolom. Kekurangan dari penelitian ini terletak pada
penulis kurang memberikan informasi yang sedikit lebih jelas terkait lokasi penelitian yang diteliti, karena pembaca
tentunya berasal dari berbagai daerah yang juga belom paham lokasinya. Selain itu para pembaca yang belum
mengetahui secara jelas terkait hasil dari tiap parameter setiap NDVI yang memiliki nilai-nilai angka kesulitan
menyerap informasi. Yang terakhir penelitian ini menurut saya kurang memberikan grafik perkembangan dari tahun
1997 sampai 2009, dengan memeberikan grafik tersebut para pebaca akan jauh lebih paham terkait perkembangan
data secara multi temporal tersebut.
Deformasi Geomorfologi Alur Sungai Pada
Daerah Aliran Sungai Jeneberang Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan
A. Latar Belakang Masalah
Pembentukan bentangalam melalui proses endogen maupun eksogen akan menghasilkan topografi permukaan
bumi yang berbentuk cekungan, pedataran, perbukitan dan pegunungan, termasuk bentuk alur sungai.
Morfotektonik merupakan karakter bentangalam yang berhubungan dengan tektonik (Doornkamp, 1986). Dalam
perkembangannya, karakteristik bentangalam secara kuantitatif turut memperkaya pemahaman tentang
morfotektonik. Pada skala lokal dan regional fenomena tektonik dapat dikenali dari bentangalam yang khas, seperti
gawir, bentuk lembah, kelurusan perbukitan, kelurusan sungai, pola pengairan dan lain-lain (Doornkamp, 1986).
Gerakan tanah (Longsor) atau mass movement adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dari
tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah karena pengaruh gaya gravitasi (Falah, drr.,2003). Beberapa
faktor penyebab terjadinya gerakan tanah diantaranya : gaya gravitasi, kemiringan lereng, sifat fisik tanah/batuan,
gempa, dan aktivitas manusia. Gaya gravitasi menyebabkan perpindahan massa batuan, regolit dan tanah dari tempat
yang tinggi ke tempat yang rendah. Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi akan menarik material hasil pelapukan
ke tempat yang lebih rendah. Sungai biasanya membawa material tersebut ke laut dan tempat yang rendah
lainnya untuk diendapkan, sehingga terbentuklah bentang alam bumi perlahan-lahan (van Zuidam, 1983).
Bentang alam hasil rombakan material longsoran yang mengendap pada Sungai Jeneberang mengakibatkan
perpindahan alur sungai. Hal ini terlihat dengan membandingkan citra landsat dengan citra landsat pada tahun yang
berbeda.
B. Metode Penelitian
Pengolahan data citra landsat memerlukan beberapa tahap, sebagai berikut: 1) Persiapan, Kegiatan utama dari tahap
persiapan adalah untuk menghimpun semua data dan informasi yang relevan dengan studi struktur geologi,
morfotektonik dan morfometri menggunakan metode penginderaan jauh. 2) Pengolahan Citra, Pada tahap ini,
dilakukan pengolahan citra untuk mengidentifikasi struktur geologi. 3) Interpretasi data citra, Pada tahap ini
dilakukan proses interpretasi hasil pengolahan data citra berdasarkan karakteristik lingkungan litosfer (struktur,
morfotektonik, morfometri) untuk mengidentifikasi kenampakan permukaan bumi. 4) Survai Lapangan, Pada
tahap ini dilakukan pengambilan data yang meliputi pengambilan data visualisasi (gambar), keadaan morfologi,
arah kelurusan dan posisi. 5) Verifikasi data, Hasil dari survei lapangan dilakukan verifikasi terhadap hasil dari
pengolahan citra. Hasil dari verifikasi ini akan memberikan informasi data morfotektonik Das Jeneberang.
C. Hasil dan Pembahasan
Penggunaan beberapa teknik pemrosesan data citra landsat 7 ETM pada tiap tahunnya diantaranya tahun 1999,
2002, 2007, 2009, dan 2010. Citra yang diperoleh dari tiap tahunnya akan dibandingkan, sehingga diperoleh
beberapa informasi diantaranya pergeseran kelurusan, kerapatan kelurusan, perubahan pola aliran sungai dan
gradien sungai sebagai indeks geomorfologi. Nilai rata-rata gradien sungai di sepanjang Sungai Jeneberang dari
subdas Malino, Lengkese dan Jeneberang Hilir, masing-masing: 357,799 , 393,460, 226,443. Hal ini
mengindikasikan subdas Malino dan dan Lengkese tektonik aktif. Subdas Malino dan Lengkese berdekatan
demgan zona sesar aktif Walenae. Nilai rasio percabangan sungai (Rb) pada DAS Jeneberang antara 2,441 2,721.
Nilai rasio kerapatan sungai (Dd) antara 0,990 3,564. Penentuan deformasi alur sungai menggunakan analisis
citra satelit diperoleh sekitar 9,770 meter di bagian hulu dan 3,391 di bagian hilir. Deformasi alur sungai
DAS Jeneberang Hulu dan Tengah menunjukkan dominan arah selatan, sementara bagian Hilir DAS Jeneberang
dominan arah utara. Nilai indeks sinusitas sungai menunjukkan nilai antara 1,261 - 1,858. Indeks sinusitas sungai ini
menunjukkan sungai tersebut bertipe berliku, sungai bertipe sinus.
D. Review
Jurnal ini sangat baik dalam mendeskripsikan kondisi fisik dari DAS Jeneberang, sangat detail sehingga pembaca
dapat memahami daerah DAS Jenebarang. Setiap metode penelitian juga dijelaskan dengan baik sehingga para
pembaca tahu dan mengerti. Kekurangan jurnal ini jumlah halaman terlalu banyak dan hasil pembahasan juga kurang
di tampilkan secara baik karena hanya di tampilkan secara deskriptif sehingga memuat banyak kata dan kalimat. Akan
jauh lebih baik ketika data tersebut di buat table sehingga data dapat ditampilkan lebih sederhana dan ringkas.