You are on page 1of 5

Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011

128
PEMASARAN KERBAU RAWA DI WILAYAH BANUA ENAM
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
(Marketing of Swamp Buffalo at Banua Enam Area in
Southern Province Kalimantan)
RETNA QOMARIAH, E. S. ROHAENI dan A. SUBHAN
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 70700
ABSTRACT
Swamp buffalo (Bubalus bubalis) or kerbau kalang is buffalo germplasm of nuftah South Kalimantan
Province and has a great potential to be developed as a producer of meat. Swamp buffalo development centers
in the Banua Enam region including three districts, i.e. HSU, HST, and, HSS District. This paper aims to
provide information about the marketing of swamp buffalo in the area Banua Enam South Kalimantan
Province. Data collected in the form of primary and secondary data. Primary data obtained from the survey
results on breeder and market players, while the secondary data drawn from relevant agency reports. The
results showed: (1) Sales system in the area of swamp buffalo Banua Enam in the form of live buffalo
estimated by prices buyers (middlemen/wholesalers), so that it can harm keepers ranchers. 2) Marketing of
swamp buffalo from Banua Enam mainly to meet the needs of meat in South Kalimantan (Banua region itself
as well as District Banjar and the Banjarmasin City at 64,7% per month, and to meet market demands in
Central Kalimantan province at 35,3% per month, or for South Kalimantan region of 4 head/day, while being
marketed to the Central Kalimantan were 2 head per day. (3) The pattern of marketing channels outside of
South Kalimantan province need to be more developed because it only reached 35,3% of the swamp buffalo
real market.
Key Words: Marketing, Swamp Buffalo, Banua Enam, South Kalimantan
ABSTRAK
Kerbau rawa (Bubalus bubalis) atau disebut kerbau kalang merupakan plasma nuftah Provinsi
Kalimantan Selatan dan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai penghasil daging. Sentra
pengembangan kerbau rawa di wilayah Banua Enam ada di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten HSU, HST, dan,
HSS. Tulisan ini bertujuan memberikan informasi tentang pemasaran kerbau rawa di wilayah Banua Enam
Provinsi Kalimantan Selatan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil survei pada peternak dan pelaku pasar, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan
instansi terkait. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Sistem penjualan kerbau rawa di wilayah Banua Enam
dalam bentuk kerbau hidup dengan system taksiran oleh pembeli (pedagang pengumpul/pedagang besar),
sehingga dapat merugikan peternak, 2) Pemasaran kerbau rawa dari Banua Enam terutama untuk memenuhi
kebutuhan daging di Kalimantan Selatan sebesar 64,7% per bulan, dan di Provinsi Kalimantan Tengah
sebesar 35,3% per bulan, atau untuk wilayah Kalimantan Selatan sebanyak 4 ekor/hari dan Kalimantan
Tengah sebanyak 2 ekor per hari, 3) Pola saluran pemasaran ke luar Provinsi Kalimantan Selatan perlu lebih
dikembangkan karena baru mencapai 35,3% dari volume penjualan kerbau rawa.
Kata Kunci: Pemasaran, Kerbau Rawa, Banua Enam, Kalimantan Selatan

PENDAHULUAN
Kerbau rawa (Bubalus bubalis) atau disebut
kerbau kalang (Hadangan istilah masyarakat
Banjar) merupakan plasma nuftah Provinsi
Kalimantan Selatan yang sudah lama
beradaptasi dan berkembang pada daerah rawa
sebagai mata pencaharian utama atau sambilan.
Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal
usul kerbau rawa, namun hewan ini telah lama
hidup dan berkembangbiak dari generasi ke
generasi. Populasinya sebanyak 38.488 ekor
pada tahun 2004 (BPS PROVINSI KALIMANTAN
SELATAN, 2004), dan pada tahun 2009
sebanyak 44.603 ekor (BPS PROVINSI
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
129
KALIMANTAN SELATAN, 2009). Hal ini berarti
selama lima tahun hanya terjadi peningkatan
sebesar 13,7 atau 3,4% per tahun. Padahal
kerbau punya kelebihan dalam memanfaatkan
pakan berkualitas rendah dan mampu bertahan
pada lingkungan yang cukup keras dengan pola
pengembangan secara ekstensif, sehingga
mempunyai potensi yang besar untuk
dikembangkan sebagai penghasil daging.
Namun demikian keragaan produksinya tidak
sebaik pada ternak sapi.
Banua Enam merupakan wilayah hulu
sungai di Kalimantan Selatan dan pintu masuk
untuk provinsi tetangga yaitu Kalimantan
Timur dan Kalimantan Tengah, sehingga
perekonomiannya cukup maju. Disebut Banua
Enam karena kawasannya terdiri dari enam
kabupaten, yaitu Kabupaten Hulu Sungai Utara
(HSU), Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu
Sungai Selatan (HSS), Tapin, Balangan, dan
Tabalong. Di daerah ini kerbau hanya
berfungsi sebagai penghasil daging, tidak
seperti daerah lainnya di Kalimantan Selatan,
selain berfungsi sebagai penghasil daging juga
digunakan untuk tenaga kerja.
Secara umum harga daging lebih rendah
dari harga sapi. Dengan kondisi demikian,
maka pasar bagi daging kerbau menjadi lebih
luas dan lebih terjangkau oleh konsumen
DEPTAN, 2004). Tetapi pada tingkat konsumen
akhir, cenderung harga daging kerbau dan sapi
relatif sama. Hal ini memberi peluang untuk
pengembangan kerbau lebih luas lagi di Banua
Enam Provinsi Kalimantan Selatan.
Sentra pengembangan kerbau rawa di
wilayah Banua Enam ada di tiga kabupaten,
yaitu Kabupaten HSU, HST dan HSS.
Produksinya tidak hanya untuk mencukupi
kebutuhan pasar di Banua Enam/Kalimantan
Selatan, tetapi juga untuk pasar Provinsi
Kalimantan Tengah. Oleh sebab itu, perlu
diketahui pola pemasaran kerbau rawa agar
tidak merugikan peternak.
Tulisan ini bertujuan memberikan informasi
tentang pemasaran kerbau rawa di wilayah
Banua Enam Provinsi Kalimantan Selatan yang
berlangsung saat ini.
MATERI DAN METODE
Survei pemasaran dilaksanakan di sentra
pengembangan kerbau rawa di Banua Enam
Provinsi Kalimantan Selatan yang ditentukan
secara purposive, yaitu Kabupaten Hulu Sungai
Utara (HSU), Hulu Sungai Tengah (HST), dan
Hulu Sungai Selatan (HSS).
Data yang dikumpulkan meliputi data
primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan
langsung dari responden menggunakan daftar
pertanyaan yang telah dipersiapkan, sedangkan
data sekunder diperoleh dari laporan instansi
terkait.
Sebagai responden/sumber data primer
adalah peternak, pedagang pengumpul,
pedagang besar, pedagang eceran/pasar daging,
dan konsumen daging yang ada di tiga lokasi di
wilayah Banua Enam. Pada tiap lokasi dipilih
secara purposive 3 orang peternak kerbau dan
pelaku pasar masing-masing 3 orang
Data yang dikumpulkan meliputi data
sistem penjualan dan saluran pemasaran kerbau
rawa di wilayah Banua Enam, selanjutnya data
yang terkumpul dianalisis secara diskripsi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem penjualan kerbau rawa
Kerbau rawa yang dijual di wilayah Banua
Enam dalam bentuk kerbau hidup dari jenis
kelamin jantan yang telah berumur >2 tahun.
Hal ini sesuai dengan program pemerintah
untuk tidak menjual ternak induk yang
diperuntukkan untuk pembibitan atau untuk
menambah populasi ternak.
Sistem penjualan kerbau hidup dilakukan
berdasarkan taksiran berat daging dan kondisi
kesehatan ternak, setelah terjadi kesepakatan
antara peternak dan pembeli (pedagang
pengumpul), baru terjadi penjualan. Biasanya
pedagang pengumpul datang sendiri ke lokasi
pengembangan kerbau untuk membeli kerbau
hidup dan menjualnya kembali ke pedagang
besar. Harga kerbau jantan >2 tahun berkisar
antara Rp 3.000.000 Rp 4.000.000 per ekor.
Pembayaran yang dilakukan ternak oleh
pedagang pengumpul kepada peternak
bertahap, yaitu: 25% kontan, dan 75%
dihutang. Tenggang waktu pelunasan antara 1
minggu sampai 1 bulan berdasarkan
kesepakatan antara peternak dan pembeli
(pedagang pengumpul).
Jika kerbau yang dijual peternak dalam
kondisi sakit, menyebabkan penurunan harga
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
130
sebesar 50 75% dibandingkan dengan kerbau
dalam kondisi sehat
Penjualan dengan sistem taksiran berat
daging oleh pedagang pengumpul selalu
merugikan peternak, oleh karena itu, untuk
mencegah kerugian peternak sudah saatnya
untuk dihindari dan mulai mensosialisasikan
penjualan ternak kerbau hidup dengan cara
ditimbang oleh instansi berwenang.
Pemasaran kerbau rawa dari Banua Enam
terutama untuk memenuhi kebutuhan daging di
Kalimantan Selatan, di wilayah Banua Enam
(Kabupaten HSU, HST, HSS, Tapin, Balangan,
dan Tabalong) itu sendiri, serta Kabupaten
Banjar dan Kota Banjarmasin sebesar 64,7%
per bulan atau 4 ekor/hari, juga untuk
memenuhi kebutuhan pasar di Provinsi
Kalimantan Tengah terutama untuk wilayah
Tamiang Layang, Bontok, dan Muara Teweh
sebesar 35,3% per bulan atau 2 ekor/hari.
Peternak tidak mengalamai kesulitan dalam
pemasaan, kapanpun mereka mau menjual,
pedagang pengumpul siap membelinya.
Peternak memelihara kerbau selain untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga sebagai
tabungan keluarga, sehingga mereka cenderung
menjual kerbaunya disaat harga kerbau naik
yaitu menjelang penyetoran biaya naik haji dan
bulan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Saluran pemasaran kerbau rawa
Dari hasil survei, diketahui ada beberapa
pola pemasaran kerbau rawa yang
dikembangkan di Banua Enam (Kabupaten
HSU, HST dan HSS) sebagai produsen sampai
ke konsumen adalah sebagai berikut:
Pola pemasaran I:
Peternak/produsen

Pedagang pengumpul dalam/luar desa

Pedagang besar di kecamatan

Pedagang pengecer

Konsumen

Pola pemasaran II:
Peternak/produsen

Pedagang pengumpul dalam/luar desa

Pedagang besar di kabupaten

Pedagang pengecer

Konsumen

Pola pemasaran III:
Peternak/produsen

Pedagang besar di kabupaten

Pedagang pengecer

Konsumen. Peternak/produsen

Pola pemasaran IV:
Pedagang besar di kecamatan

Pedagang pengecer

Konsumen

Pola pemasaran V:
Peternak/produsen

Pedagang pengumpul dalam/luar desa

Pedagang besar di kabupaten
Pedagang besar di luar provinsi/Kalteng

Pedagang pengecer

Konsumen
Pedagang besar jika menjual daging kerbau
ke pedagang pengecer, maka ia juga berprofesi
sebagai penjagal, tetapi jika menjual kerbaunya
dalam bentuk hidup ke pedagang pengecer,
maka yang berprofesi ganda sekaligus sebagai
penjagal adalah pedagang pengecer tersebut.
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
131
Gambar 1 menyajikan skematik saluran
kerbau rawa yang dikembangkan di Banua
Enam (Kabupaten HSU, HST, dan HSS)
sampai ke konsumen.
Dari Gambar 1 diketahui, bahwa pola
penyaluran kerbau rawa dari peternak yang
terbesar adalah melalui pedagang pengumpul,
yakni 95%, hal ini disebabkan:
1. Prosespertukaran oleh pedagang pengumpul
di tingkat pasar peternak berlangsung
singkat, sehingga waktu peternak bisa
dicurahkan untuk pekerjaan lain yang
bermanfaat untuk pendapatan keluarga.
2. Kebiasaan peternak menunggu pedagang
pengumpul yang selalu datang ke kalang/
kandang mencari kerbau, sehingga petani
dapat menghemat biaya transportasi dan
waktu, serta biaya surat keterangan
keluarnya ternak dari desa/surat jalan.
3. Peternak lebih tertarik menjual kerbaunya
ke pedagang pengumpul karena
keberadaannya selalu ada setiap waktu,
kapanpun peternak mau menjual
kerbaunya.
Dari 95% kerbau yang dipasarkan melalui
pedagang pengumpul, 60% dipasarkan oleh
pedagang besar di dalam provinsi, 35%
dipasarkan oleh pedagang besar di luar
provinsi, dan 10% oleh pengecer.
Penyaluran daging kerbau terbesar di
tingkat pengecer terdapat pada pengecer dalam
Provinsi Kalimantan Selatan (62%), terutama
ke daerah Kabupaten Banjar dan Kota
Banjamasin, hal ini dikarenakan:
1. Permintaan konsumen cukup baik dan
persaingannya kecil karena kerbau yang
masuk dari daerah lain tidak banyak.
2. Jarak dan alat transportasi lebih mudah.



2,5% 2,5% V 95%


II III IV I
30% 30% 35%






62%







Besar persentase pembelian tiap lembaga pemasaran berasal dari kerbau yang dipasarkan oleh peternak
dalam 1 bulan
Gambar 1. Skema saluran pemasarn kerbau rawa asal Banua EnamProvinsi Kalimantan Selatan

Pengecer
Kalimantan Tengah
Pedagang besar
Kalimantan Tengah
Konsumen Kalteng
Pedagang besar di
kecamatan
Pengecer lokal
Konsumen lokal
Pedagang besar di
kabupaten

Pedagang besar di
kabupaten

Pedagang pengumpul
dlm/luar desa

Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
132
Saluran pemasaran kerbau rawa dari Banua
Enam yang paling banyak melibatkan lembaga
pemasaran adalah saluran 5 tujuan luar
provinsi, hal ini terjadi karena:
1. Pedagang pengumpul terbatas modalnya,
sehingga tidak mampu menjual kerbaunya
langsung ke luar daerah.
2. Pedagang pengumpul merasa nyaman dan
lebih mudah menjual kerbaunya ke
pedagang besar di dalam satu wilayah
provinsi.
3. Kebiasaan pedagang besar luar provinsi
membeli kerbau dari pedagang besar lokal.
Saluran pemasaran kerbau yang terpendek
ada pada saluran 3 dan 4, tetapi dengan volume
pemasaran kecil (5%), dan hanya dilakukan
jika:
1. Kerbau dijual dalam keadaan mendesak
atau karena sakit sehingga langsung dijual
ke pedagang besar yang berprofesi
langsung sebagai penjagal.
2. Jarak antara produsen/peternak relatif dekat
dengan pedagang besar.
KESIMPULAN
Sistem penjualan kerbau rawa di wilayah
Banua Enam dalam bentuk kerbau hidup secara
taksiran oleh pembeli (pedagang pengumpul/
pedagang besar), sehingga dapat merugikan
peternak.
Pemasaran kerbau rawa dari Banua Enam
terutama untuk memenuhi kebutuhan daging di
Kalimantan Selatan (wilayah Banua Enam
sendiri =Kabupaten HSU, HST, HSS, Tapin,
Balangan, dan Tabalong), serta Kabu paten
Banjar dan Kota Banjarmasin sebesar 64,7%
per bulan, dan untuk memenuhi kebutuhan
pasar di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar
35,3% per bulan, atau untuk wilayah
Kalimantan Selatan sebanyak 4 ekor/hari,
sedangkan yang dipasarkan sampi ke
Kalimantan Tengah sebanyak 2 ekor per hari.
Pola saluran pemasaran ke luar Provinsi
Kalimantan Selatan perlu lebih dikembangkan
karena baru mencapai 35% dari volume
penjualan kerbau rawa.
DAFTAR PUSTAKA
BPS PROVINSI KALIMANTAN SELATAN. 2004. Badan
Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan,
Banjarmasin.
BPS PROVINSI KALIMANTAN SELATAN. 2010. Badan
Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan,
Banjarmasin.
DEPTAN. 2004. Evaluasi Kinerja Pembangunan
Pertanian Tahun 2000 2003. Departemen
Pertanian RI, Jakarta.

You might also like