You are on page 1of 6

Versi online: http://ojs3.unpatti.ac.id//index.php/bdp J.

Budidaya Pertanian
DOI: 10.30598/jbdp.2017.13.2.68 Vol. 13(2): 68-73 Th. 2017 ISSN: 1858-4322

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DAN KENDALA PRODUKSI DAN PEMASARAN


TERNAK KAMBING LAKOR DI PULAU LAKOR PROVINSI MALUKU

Socio-Economic Characteristics and Constraints of Production and Marketing of Lakor Goat


Farmers in Lakor Island of Maluku Province

Jomima M. Tatipikalawan1,2,*
1
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka Ambon 97233
2
Mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia, Jl.
Fauna No. 3 Bulaksumur Yogyakarta 55281
*Penulis Korespondensi: E-mail: tjomimamartha@yahoo.com

ABSTRACT

This study aims to identify the socioeconomic characteristics of goat breeders and the constraints that affect the
production and marketing of Lakor goat livestock as well as policy interventions desired by ranchers on the island of
Lakor. The results showed that the characteristics of Lakor goat breeders were low-educated, as the main business,
using family labor, most breeders are productive aged, the business scale can reach> 50 tails, the breeding goals are
for income, saving and only a small part to obtain organic fertilizer. The production system of Agropastoral
management (65.00%) and pastoral (35.00%). Economic analysis shows that the average income per year per breeder
Rp. 6.153.750,00 and B/C ratio of 2.14. Production constraint is the decreasing of pasture quality during the dry
season, thus it is necessary for technology introduction, extensive maintenance system needs to be changed to semi
intensive system, and intensively and no seed selection. This condition needs to be improved to increase production and
productivity. Existing sales problem is the weakness of market access and access to financial institutions due to
unavailability of marketing support infrastructure and farmers have no guarantee to obtain loans from the Bank. In
addition, all respondents wanted government intervention in providing supervisors, availability of production facilities
such as medicines and vitamins with low prices, provision of road infrastructure, land transportation facilities and
special vessels of livestock. Certification of Lakor goat livestock are important to prevent the extinction of livestock
clumps native to Indonesia, maintaining the quality of Lakor goat breeder and Lakor island can be used as a producer
area of goat seeds in Indonesia. The role of research institutions including universities is extremely needed in
producing technology.
Keywords: characteristics of farmers, constraints, goat Lakor, government intervention
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi karakteristik sosial ekonomi peternak kambing dan kendala-kendala
yang mempengaruhi produksi dan pemasaran ternak kambing Lakor serta intervensi kebijakan yang diinginkan oleh
peternak di pulau Lakor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik peternak kambing Lakor adalah
berpendidikan rendah, sebagai usaha pokok, menggunakan tenaga kerja keluarga, sebagian besar peternak berusia
produktif, skala usaha dapat mencapai >50 ekor, tujuan pemeliharaan untuk pendapatan, tabungan dan hanya sebagian
kecil untuk memperoleh pupuk organik, Sitem produksi usaha pengelolaan Agropastoral (65,00%) dan pastoral
(35,00%). Analisis ekonomi menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan per tahun per peternak Rp. 6.153.750,00 dan B/C
ratio sebesar 2,14. Kendala produksi yaitu menurunnya kualitas padang pengembalaan saat musim kemarau sehingga
perlu introduksi teknologi, sistem pemeliharaan ekstensif perlu dirubah ke sistem semi intensif, dan intensif dan tidak
dilakukannya seleksi bibit. Kondisi ini perlu di lakukan perbaikan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas.
Kedala pemasaran adalah lemahnya akses pasar dan akses lembaga keuangan karena tidak tersedianya infrastruktur
penunjang pemasaran serta peternak tidak memiliki jaminan untuk memperoleh pinjaman dari Bank. Selain itu seluruh
responden menginginkan intervensi pemerintah dalam menyediakan tenaga penyuluh, ketersediaan sarana produksi
seperti obat-obatan dan vitamin dengan harga yang murah, penyediaan infrastruktur jalan, sarana transportasi darat dan
kapal khusus ternak. Sertifikasi bibit kambing Lakor perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kepunahan rumpun
ternak asli Indonesia, menjaga kualitas bibit kambing Lakor dan pulau Lakor dapat dijadikan wilayah penghasil bibit
kambing di Indonesia. Peran lembaga penelitian termasuk perguruan tinggi sangat dibutuhkan dalam menghasilkan
teknologi.
Kata kunci: intervensi pemerintah, kambing Lakor, karakteristik peternak, kendala

68
J. Budidaya Pertanian Vol. 13(2): 68-73. Th. 2017

PENDAHULUAN dengan teknologi yang sederhana cederung


memunculkan kendala baik produksi maupun pemasaran.
Ternak kambing merupakan salah satu jenis Sistem produksi secara tradisonal dengan hanya
ternak yang memberikan sumbangan cukup besar bagi melepaskan ternak pada padang pengembalaan tanpa
kehidupan keluarga petani selain sebagai sumber protein pengawasan kualitas pakan dan pengontrolan
keluarga juga dapat meningkatkan kesejahteraan karena perkawinan cenderung menyebabkan kualitas ternak
dapat berfungsi sebagai sumber pendapatan. Selain itu menurun dengan pertumbuhan bobot badan yang rendah
ternak kambing juga dapat dijadikan tabungan atau dan terjadinya inbriding yang menyebabkan menurunnya
investasi untuk masa depan, ukuran status sosial dan kualitas bibit kambing Lakor dan apabila tidak ditangani
untuk beberapa daerah digunakan untuk keperluan adat dengan serius maka akan berdampak pada penurunan
dan sebagai sumber pupuk bagi usaha tanaman pangan di populasi dan kepunahan plasma nutfah lokal Maluku.
pedesaan. Peran ternak di rumah tangga pedesaan adalah Selain itu karakteristik sosial ekonomi turut
persediaan makanan, sumber pendapatan, penghematan memberikan dampak bagi pengembangan usaha ternak.
aset, sumber pekerjaan, kesuburan tanah, mata Menurut Salkind (1985) dalam Aminah (2015) aspek-
pencaharian, transportasi, transaksi pertanian, aspek karakteristik individu meliputi aspek umur,
diversifikasi pertanian dan produksi pertanian pendidikan, kepemilikan lahan, pengalaan berusahatani,
berkelanjutan (Bettencourt et al., 2014). Ternak tingkat pendapatan, tanggungan keluarga dan status
disimpan sebagai sumber investasi, asuransi terhadap sosial
bencana dan juga untuk kepentingan adat (Rege et al., Berdasarkan uraian diatas maka tujuan dari
2001). penelitian ini adalah mengindentifikasi karakteristik
Usaha peternakan kambing masih memiliki sosial ekonomi peternak kambing dan kendala-kendala
peluangan pengembangan cukup besar, hal ini terlihat yang mempengaruhi produksi dan pemasaran ternak
dari tingkat konsumsi protein hewani rakyat Indonesia kambing Lakor serta intervensi kebijakan yang
yang masih rendah. Saat ini konsumsi protein hewani diinginkan oleh peternak di Pulau Lakor.
sebesar 4,19 g/kapita/hari, atau setara dengan 5,25 kg
daging, telur 3,5 kg, dan susu 5,5 kg/kapita/tahun. METODE PENELITIAN
Standar konsumsi protein hewani yang ditetapkan FAO,
minimal enam g/kapita/hari atau setara daging sebanyak Tempat dan Waktu Penelitian
10,1 kg, telur 3,5 kg, dan susu 6,4 kg/kapita/tahun.
Pada kenyataannya sampai saat ini ternak Penelitian ini dilaksanakan di pulau Lakor
kambing umumnya dipelihara di wilayah pedesaan Kabupaten Maluku Barat daya dan berlangsung selama
dengan skala rumah tangga dan dipelihara secara satu bulan sejak bulan September sampai Oktober tahun
tradisonal. Terlepas dari kebijakan pemerintah, masalah 2015.
produksi ternak dan pemasaran di wilayah pedesaan
masih merupakan faktor yang utama dalam Populasi dan Sampel
pengembangan ternak kambing. Faktor sosial ekonomi
peternak juga perlu dipertimbangan saat perencanaan Desa yang diambil sebagai sampel adalah Desa
strategi untuk pengembangan ternak kambing di Letoda, Ketty dan Werwawan. Sampel peternak kambing
pedesaan. diambil secara purpose random sampling sebanyak 60
Pulau Lakor merupakan salah satu pulau yang peternak dengan syarat telah memelihara ternak kambing
memiliki potensi peternak kambing yang cukup besar. minimal selama 2 tahun dan telah melakukan proses
Luas wilayah Pulau Lakor 303,02 km2 dan Populasi pemasaran.
kambing Lakor menurut BPS (2016) sebesar 10.359
ekor. Kambing Lakor merupakan salah satu rumpun Teknik Pengumpulan Data
ternak lokal Indoensia yang ditetapkan melalui SK
Menteri Pertanian RI Nomor 2913/Kpts/OT.140/6/2011 Teknik pengumpulan data yang dilakukan
(Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012). meliputi teknik observasi langsung di lapangan, teknik
Sebagai salah satu “plasma nutfah” Maluku, kambing wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan
Lakor telah berkembang lama pada habitatnya, dan telah wawancara secara langsung dengan responden
beradaptasi dengan iklim setempat, sehingga telah berhubungan dengan masalah penelitian, menggunakan
membentuk karakteristik yang khas. kuisioner (daftar pertanyaan) yang telah disiapkan.
Kambing Lakor merupakan usaha pokok telah
dipelihara secara turun temurun oleh masyarakat Analisis Data
setempat. Selain sebagai sumber pendapatan utama juga
sebagai sumber penghasil pupuk kandang dan digunakan Analisis statistik deskriptif dilakukan terhadap
sebagai ternak adat. Namun dalam perkembangannya data dan hasil pengamatan digunakan untuk melihat
sampai saat ini pola pemeliharaanya masih secara sebaran dari karakteristik dan keadaan dari peubah yang
tradisional. Walaupuan sebagai sumber pendapatan diamati dan selanjutnya disajikan dalam bentuk
utama namun dalam menjalankan usahanya belum frekuensi, tabel dan grafik. Beberapa analsis data dengan
sepenuhnya berorientasi ekonomi. Sistem pemeliharaan menggunakan formula adalah perhitungan pendapatan

69
J. Budidaya Pertanian Vol. 13(2): 68-73. Th. 2017

yang merupakan selisih antara penerimaan dengan Usia merupakan salah satu faktor yang
pengeluaran. Pendapatan yang diukur dalam penelitian mempengaruhi kerja dan pola pikir responden dalam
ini adalah pendapatan riil yang diperoleh dari usaha menentukan pengelolaan yang diterapkan pada
ternak kambing Lakor selama kurun waktu satu tahun. peternakan. Sebagian besar responden (36,67%) berusia
Analisis B/C ratio diperoleh dari perbandingan antara antara 36-50 tahun, 31,67% berusia antara 50-65 tahun,
penerimaan dengan biaya produksi, dengan kriteria 23,33% berusia antara 20-35 tahun, dan 8,33% berusia
apabila nilai B/C ratio > 1: usaha ternak kambing Lakor diatas 65 tahun (Gambar 1). Hasil ini menunjukkan
untung, B/C ratio = 1: usaha kambing Lakor tidak untuk bahwa sebagian besar responden (91,67%) berada pada
atau tidak rugi (impas) dan nilai B/C ratio < 1 : usaha usia produktif. Usia produktif adalah usia ketika peternak
kambing Lakor rugi. mampu melakukan kegiatan produktif secara efisien
sehingga bisa menghasilkan pendapatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi karakteristik sosial ekonomi
Karakteristik Sosial Ekonomi responden

Karakteristik sosial ekonomi responden terdiri Karaktaristik n % Responden


dari umur (Gambar 1) , jenis kelamin, pendidikan formal Jenis kelamin
dan non formal, pekerjaan utama dan sampingan (Tabel - Laki-Laki 57 95,00
1), sebagian besar peternak kambing Lakor adalah laki- - Perempuan 3 5,00
laki dan hanya sebagian kecil perempuan. Laki-laki Pendidikan formal
selain sebagai kepala rumah tangga juga memiliki peran - SD 30 30,00
cukup besar dalam pengambilan keputusan terkait - SMP 15 25,00
dengan pengelolaan ternak kambing. Namun hasil - SMA 13 21,67
pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar - PT 2 3,33
perempuan (ibu rumah tangga) memiliki peran yang Pekerjaan Utama
cukup besar dalam pengelolaan ternak kambing karena - Peternak 47 78,34
pengembalaan umumnya dilakukan oleh perempuan dan - Petani 11 18,33
anak-anak. Dalam sebuah studi tentang analisis gender - PNS 2 3,33
dalam produksi ternak (Oladele, 2001), melaporkan Pekerjaan Sampingan
perempuan lebih terlibat dalam produksi kambing, - Petani 39 65,00
domba dan unggas lokal. Sistem pengelolaan yang - Peternak 13 21,67
diterapkan secara ekstensif dalam produksi ternak - Nelayan 5 8,33
menjadi alasan keterlibatan perempuan dalam usaha - Pedagang 3 5,00
peternakan rakyat. Keterangan: n = jumlah sampel
Sebagian besar responden adalah mereka yang
telah menikah dan memiliki anak yang tinggal bersama Tabel 1. Menunjukkan bahwa 30,00% responden
mereka sehingga memudahkan mereka dalam hanya berpendidikan sekolah dasar (SD), dikuti dengan
menyediakan tenaga kerja. Pernyataan ini sesuai dengan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar
Wibowo (2011), yang menjelaskan bahwa usaha 25,00%, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar21,67%,
pertanian dan usaha peternakan tradisional banyak dan Perguruan Tinggi (PT) hanya sebesar 3,33%. Hasil
menggunakan tenaga kerja keluarga. ini menunjukkan bahwa peternak kambing Lakor
memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah. Orang
berpendidikan lebih tinggi bisa lebih mau mengadopsi
dan menerapkan inovasi baru pada usaha peternakan
yang dijalaninya (Musaba, 2010). Buruknya tingkat
pendidikan formal peternak menyebabkan kebutuhan
pendidikan nonformal bagi peternak melalui bantuan
% Responden

pemerintah dalam rangka meningkatkan pengetahuan


dan keterampilan merupakan kebutuhan yang mendesak.
Sadono (2008) menjelaskan bahwa peran penyuluhan
pertanian adalah membantu petani dalam menangani
masalah dengan baik dan memuaskan guna
meningkatkan kesejahteraan petani sehingga bisa
mandiri.
Pekerjaan utama atau pokok responden sebagaian
besar adalah sebagai peternak (78,34%) dan 65,00%
menyatakan bahwa petani merupakan pekerjaan
Gambar 1. Kelas umur responden
sampingan (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa usaha
kambing Lakor merupakan usaha pokok dan memberi
kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan keluarga.

70
J. Budidaya Pertanian Vol. 13(2): 68-73. Th. 2017

Walaupun sebagai usaha pokok namun pengelolaan dari ternak kambing Lakor sebesar Rp.6.153.750 per
ternak kambing Lakor masih secara tradisonal dengan tahun dengan nilai B/C ratio sebesar 2,41%.
penerapan teknologi yang sederhana dan turun-temurun.
Peternakan ruminansia kecil umumnya berkembang pada Sistem Produksi dan Tujuan Pemeliharaan Ternak
daerah pedesaan, berskala rumah tangga dengan sistem Kambing Lakor
pemeliharaan trasdisional dan hanya memanfaatkan
hijauan yang tersedia di padang pengembalaan dengan Cara pemeliharaan kambing Lakor memiliki
kualitas yang rendah sehingga produktivitas ternak keunikan dibandingkan dengan wilayah lainnya di
rendah. Indonesia karena kandang yang digunakan adalah
Ukuran keluarga menunjukkan kemampuan kandang yang terbuat dari susunan batu karang yang
peternak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dikenal dengan nama “Lutur”. Penggunaan lutur sebagai
semakin besar ukuran keluarga, semakin besar kandang ternak biasanya hanya berlansung pada musim
kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Dengan hujan saja sedangkan pada musim kering ternak-ternak
demikian, akan mendorong petani untuk mendapatkan yang dipelihara tersebut dibiarkan secara bebas untuk
penghasilan tambahan melalui lainnya. Ukuran peternak merumput pada padang penggembalaan alami yang ada
kambing Lakor 48,33% sebesar 5-7 orang dan hanya dan hal tersebut merupakan suatu kearifan lokal yang
sebagian kecil yang memiliki ukuran keluarga >10 telah dilakukan dan dipertahankan sejak jaman nenek
orang. Ukuran keluarga menggambarkan ketersediaan moyang mereka.
tenaga kerja bagi pengelolaan ternak kambing selian itu Sistem produksi yang dijalankan sebagian besar
jumlah anggota rumah tangga juga merupakan sumber adalah agropastoral yaitu suatu sistem pemeliharaan
pendapatan ekonomi rumah tangga (Hartono 2014). ternak dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai
pakan ternak. Peternak tidak hanya memberikan hijauan
Tabel 2. Ukuran keluarga, skala usaha dan pendapatan yang tersdia pada lahan pengembalaan tetapi juga telah
memanfaatkan limbah pertanian seperti limbah tanaman
pangan (limbah: jagung, kacang-kacangan) yang
Uraian n % Responden
diberikan dalam bentuk segar, namun sampai saat belum
Ukuran Keluarga
ada sentuhan teknologi pengolahan yang lebih baik guna
2-4 orang 21 35,00
meningkatkan kualitas dari limbah tersebut sebelum
5-7 orang 29 48,33
diberikan kepada ternak.
8-10 orang 8 13,33
>10 orang 2 3,34
Tabel 3. Sistem produksi usaha pengelolaan ternak
Skala Usaha
kambing Lakor
<10 ekor 7 11,67
11-30 ekor 20 33,33
Sistem produksi n % Responden
31-50 ekor 21 35,00
>50 ekor 12 20,00 Pastoral 21 35,00
Rata-rata Pendapatan 60 Rp. 6.153.750,00 Agropastoral 39 65,00
Keterangan: n = jumlah sampel
per tahun
B/C Ratio 2,41
Keterangan; n= jumlah sampel Selain itu sampai saat ini masih ditemuka
peternak yang menggunakan sistem pastoral yaitu ternak
Kepemilikan ternak kambing Lakor relatif lebih kambing hanya digembalakan pada padang
banyak dibandingkan dengan tingkat kepemilikan skala pengembalaan tanpa diberikan hijauan tambahan seperti
rumah tangga, dimana 35,00% memiliki jumlah ternak limbah pertanian. Kondisi ini menyebabkan saat musim
kisaran 31-50 ekor, diikuti kisaran 11-30 ekor sebesar kemarau peternak selalu kesulitan dalam memperoleh
33,22%, > dari 50 ekor sebesar 20,00% dan <10 ekor hijauan bagi ternaknya. Kurangnya hijauan
sebesar 11,67%. Kepemilikan ternak juga tergantung dari menyebabkan penurunan produksi dan reproduksi ternak
ketersediaan tenaga kerja yang mengelola usaha tersebut. bahkan kondisi yang paling ekstrim kematian ternak
Peternak akan meningkatkan skala usaha apabila tenaga terjadi. Peternak mengembalakan ternak tetap pada
kerja keluarga tersedia dalam jumlah yang cukup kondisi padang yang kering tanpa ada solusi atau
sebaliknya peternak dengan ketersediaan tenaga kerja perencanaan untuk mengatasi krisis pakan dan air untuk
keluarga yang terbatas umumnya memiliki jumlah ternak kebutuhan hidup ternak.
kambing yang lebih sedikit. Manajemen padang pengembalan yang buruk
Beberapa kajian menunjukan bahwa semakin merupakan masalah yang serius karena ditemukan
besar skala usaha maka semakin besar produksi atau banyak gulma dan hijauan yang beracun sehingga ada
output yang dihasilkan, sehingga semakin besar pula ternak kambing yang mati karena mengkonsumsi hijauan
kontribusi usaha ternak kambing Lakor bagi pendapatan tersebut. Hal ini disebabkan karena lemahnya peran
keluarga. Rata-rata pendapatan keluarga yang diperoleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan minimnya
informasi yang terkait dengan teknologi pakan dan
manajemen padang pengembalaan bagi peternak.

71
J. Budidaya Pertanian Vol. 13(2): 68-73. Th. 2017

Tabel 4. Motivasi memelihara ternak kambing Lakor

Skala Prioritas
Tujuan
1 2 3 4
pemeliharaan
n % n % n % n %
Pendapatan 35 58,33 25 41,67 0 0,00 0 0,00
Tabungan 20 33,33 35 58,33 0 0,00 5 8,33
Adat 0 0,00 0 0,00 21 35,00 39 65,00
Pupuk 5 8,34 0 0,00 39 65,00 16 26,67
Keterangan: n = jumlah sampel

Lebih dari sebagian motivasi peternak pulau dan keluar kabupaten maka biaya pemasaran juga
memelihara ternak kambing adalah sebagai sumber merupakan faktor yang selalu dipertimbangkan oleh
pendapatan. Hal ini disebabkan oleh usaha ternak peternak sebelum memasarkan ternak kambingnya.
kambing Lakor umumnya merupakan usaha pokok dan Seluruh responden menyatakan bahwa mereka
sumber pendapatan utama bagi keluarga. Selain sumber tidak memiliki akses ke sumber atau lembaga keuangan.
pendapatan keluarga ternak kambing juga merupakan Usaha yang dijalankan selama ini menggunakan modal
tabungan hidup yang dapat digunakan kapan saja saat pribadi. Lemahnya akses peternak ke lembaga keuangan
desakan kebutuhan ekonomi keluarga. Kambing Lakor disebabkan keamanan jaminan yang diberikan oleh bank
juga dipeliharan selain sebagai sumber pupuk bagi dimana peternak umumnya hanya memiliki lahan tempat
tanaman pangan juga merupakan ternak adat yang tinggal dan kebun sebagai jaminanya sehingga mereka
biasanya digunakan sebagai alat pembayaran sangsi adat sulit untuk meminta kredit pinjaman dari bank.
dan dagingnya digunakan sebagai salah satu menu dalam
acara-acara adat, keagamaan dan keluarga. Intervensi Kebijakan

Kendala Produksi dan Pemasaran Seluruh responden menginginkan intervensi


pemerintah dalam menyediakan tenaga penyuluh,
Kendala produksi yang utama adalah pada musim keterediaan sarana produksi seperti obat-obatan dan
kering umumnya terjadi penurunan kualitas padang vitamin dengan harga yang murah, penyediaan
pengembalaan. Solusi yang dapat dilakukan adalah perlu infrastruktur jalan, sarana transportasi darat dan kapal
introduksi teknologi pengawetan hijauan pakan ternak khusus ternak. Intervensi pemerintah juga diperlukan
dan pada areal pengembalaan perlu ditanami hijauan dalam menyediakan lembaga koperasi yang mampu
pohon dan pemanfaatan limbah produksi tanaman memberikan bantuan modal serta sebagai perantara
pangan sebagai pakan tambahan. Peningkatan dalam memasarkan ternak kambing. Hal ini sangat
produktivitas ternak dapat dilakukan melalui membantu peternakan dalam menjaga stabilitas harga
peningkatan manajemen pemeliharaan dan seleksi ternak jual ternak kambing Lakor pada tingkat peternak dan
bibit yang baik perlu dipahamai dan dimplementasikan peternak tidak dirugikan dengan harga rendah yang
oleh peternak. Pada wilayah ini penyakit bukan biasanya ditawarkan oleh pedagang perantara.
merupakan kendala produksi karena ternak kambing Sertifikasi bibit kambing Lakor perlu dilakukan
Lakor memiliki tingkat adaptasi yang baik terhadap selain untuk mencegah terjadinya kepunahan atas
habitat tempat tinggalnya. Kendala tingginya tingkat rumpun ternak asli Indonesia juga menjaga kualitas bibit
mortalitas adalah banyaknya ternak kambing yang mati kambing Lakor serta pulau Lakor dapat dijadikan
digigit ular. Sehingga pemanfaatan kandang merupakan wilayah penghasil bibit kambing di Indonesia. Namun
solusi untuk mengatasi hal tersebut. hal ini dapat dilakukan apabila sistem pemeliharaan
Kendala pemasaran ternak kambing Lakor adalah perlu diarahkan ke semi intensif atau intensif sehingga
lemahnya akses pasar dan tidak tersediannya pasar sistem perkawinan dapat diatur. Sistem pemeliharaan
hewan. Hal ini lebih disebabkan oleh letak pulau Lakor secara ekstensif umumnya menyebabkan tingginya
yang jauh dari pusat konsumsi sehingga peternak inbreeding yang dapat menurunkan kualitas bibit ternak
umumnya menggunakan jasa pedagang perantara dalam tersebut.
memasarkan ternak kambing. Peternak yang menjual Peran lembaga penelitian termasuk perguruan
dengan skala yang kecil 1-5 ekor lebih cenderung tinggi sangat dibutuhkan dalam menghasilkan teknologi.
menggunakan jasa pedagang perantara dalam Berbagai informasi teknologi perlu disalurkan melalui
memasarkan ternak kambing miliknya. Ditemukan juga lembaga penyuluhan. Lembaga penyuluh merupakan
peternak yang menjual ternak kambing dalam jumlah ujung tombak dalam penyaluran informasi teknologi bagi
yang besar (20-30 ekor) akan memasarkan sendiri peternak di pedesaan. Selain itu penyuluh juga berperan
ternaknya tanpa menggunakan pedagang perantara. dalam melakukan monotoring dan evaluasi sampai pada
Sehingga tananiaga pemasaran yang dipakai oleh keberhasil dari informasi tersebut dalam meningkatkan
peternak lebih dipengaruhi jumlah ternak kambing yang produksi dan produktivitas ternak yang selanjutnya dapat
dipasarkan. Selain itu karena pemasaran dilakukan antar meningkatkan kesejahteraan peternak. Apabila

72
J. Budidaya Pertanian Vol. 13(2): 68-73. Th. 2017

introduksi teknologi berjalan lambat maka perlu juga DAFTAR PUSTAKA


kajian-kajian untuk menjawab kendala dan tantangan
tersebut. Aminah, S. 2015. Pengembangan kapasitas petani kecil
lahan kering untuk mewujudkan ketahanan
KESIMPULAN pangan. Jurnal Bina Praja 7: 197-201.
Bettencourt, E.M.V., M. Tilman, V. Narciso, M.L.S.
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik Carvalho, and P.D.S. Henriques. 2014. The role
peternak kambing Lakor adalah berpendidikan of livestock functions in the well being and
rendah, sebegai usaha pokok, menggunakan tenaga development of Timor-Leste rural
kerja keluarga, Sebagian besar peternak berusia communities. Livestock Research for Rural
produktif, skala usaha dapat mencapai >50 ekor, Development 26: 1-9.
tujuan pemeliharaan sebagian besar untuk Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian
pendapatan dan tabungan dan sebagian kecil untuk Pertanian. 2012. Penetapan Rumpun/Galur
memperoleh pupuk organik, Sistem produksi usaha Ternak Indonesia. Tahun 2010-2011. Jakarta.
pengelolaan Agropastoral (65,00%) dan pastoral Hartono, B. and E.S. Rohaeni. 2014. Contribution to
(35,00%). Analisis ekonomi menunjukkan bahwa income of traditional beef cattle farmer
rata-rata pendapatan per tahun per peternak households in tanah laut regency, south
Rp.6.153.750,00 dan B/C ratio sebesar 2,14. kalimantan, indonesia. Livestock Research for
2. Kendala produksi yaitu menurunnya kualitas padang Rural Development 26: 1-8.
pengembalaan saat musim kemarau sehingga perlu Musaba, E.C. 2010. Analysis of factors influencing
introduksi teknologi, sistem pemeliharaan ekstensif adoption of cattle management technologies by
perlu dirubah ke sistem semi intensif, dan intensif communal farmers in Northern Namibia.
serta tidak dilakukannya seleksi bibit. Hal ini Livestock Research for Rural Development 22:
dilakukan untuk meningkatkan produksi dan 1-5.
produktivitas ternak. Kedala pemasaran adalah Rege, J.E.O., A.K. Kahi, M. Okomo-Adhiambo, J.
lemahnya akses pasar dan akses lembaga keuangan Mwacharo, and O. Hanotte. 2001. Zebu Cattle of
karena tidak tersedianya infrastruktur penunjang Kenya: Uses, Performance, Farmer Preferences,
pemasaran serta peternak tidak memiliki jaminan Measures of Genetic Diversity and Options for
untuk memperoleh pinjaman dari Bank. Improved Use. Animal Genetic Resources
3. Seluruh responden menginginkan intervensi Research 1. ILRI (International Livestock
pemerintah dalam menyediakan tenaga penyuluh, Research Institute), Nairobi, Kenya. 103 pp..
ketersediaan sarana produksi seperti obat-obatan dan Oladele, O.I. 2001. Gender analysis of livestock
vitamin dengan harga yang murah, penyediaan production among enclave dwellers in Ogun
infrastruktur jalan, sarana transportasi darat dan State. In: Proc. 6th Conf. Animal Sci. Assoc. Nig.,
kapal khusus ternak. Sertifikasi bibit kambing Lakor Univ. of Maiduguri: 203-205.
perlu dilakukan serta peran lembaga penelitian Wibowo, M.H.S., B. Guntor, and E. Sulastri. 2011
termasuk perguruan tinggi sangat dibutuhkan dalam Assessment of agribusiness development program
menghasilkan teknologi yang tepat sesuai kebutuhan implementation of beef cattle farming in sekadau
peternak. regency, West Kalimantan. Buletin Peternakan
35: 143-153.

73

You might also like