You are on page 1of 6

BLENDED LEARNING : MODEL PEMBELAJARAN KOMBINASI

E-LEARNING DALAM PENDIDIKAN JARAK JAUH


Dodon Yendri, M.Kom
Program Studi Sistem Komputer Universitas Andalas
e-mail : dodon_y@fmipa.unand.ac.id
dodon_y@yahoo.com

Abstract
Distant learning in Indonesia has been regulated according UU No. 20 Tahun 2003 about
SISDIKNAS. One of the most important thing in distant learning is the up to-date principle where basically
either teacher or student have an ability to use modern learning technique such as Information Technology
and Communication (ICT), learning resources that always enable to be updated and many more. The eLearning education has been being a trend and even has been being as a sale value itself for the host
institution but still being considered as a complementary thing. One of the main factors is the infrastructure
problem of the availability of the internet connection. A low quality of the internet bandwidth and the price
of the distant learning itself which still be considered as an expensive way of learning.
One of the most efficient e-Learning method is a blanded-learning. Blanded learning is a learning
method that combine the face-to-face based with the e-Learning based method, which mean the face-to-face
learning process was being support with the E-Learning in order to be more interactive and the purpose of
the learning process is able to reach optimically.
To conduct the blended-learning efficiently, there are sixs step in the designing process that are : (1)
determine the learning materials (2) determine the applied design (3) determine the on-line learning format
(4) Conduct a test with the design (5) Conduct the blended-learning (6) Prepare criterion for evaluation.
Beside that, the host of the distant learning must aware when is the appropriate time to conduct the blended
learning system.
Keywords : Distance Learning, e-Learning, Blended Learning

1. Pendahuluan
Pemerintah telah mengatur pendidikan jarak
jauh berdasarkan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS), dimana yang dimaksud dengan
pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang
pesertanya didiknya terpisah dari pendidik dan
pembelajarannya menggunakan berbagai sumber
belajar melalui teknologi komunikasi, informasi
dan media lainnya. Soekartawi (2003)
memberikan ciri-ciri yang lebih spesifik dari
pendidikan jarak jauh yaitu:
Kegiatan belajar terpisah dengan kegiatan
pembelajaran.
Selama proses belajar siswa selaku peserta didik
dan guru selaku pendidik terpisahkan oleh
tempat, jarak geografis dan waktu atau
kombinasi dari ketiganya.
Karena siswa dan guru terpisah selama
pembelajaran, maka komunikasi diatara
keduanya dibantu dengan media pembelajaran,
baik media cetak (bahan ajar berupa modul)
maupun media elektronik (CD-ROM, VCD,
telepon, radio, video, televisi, komputer).
Jasa pelayanan disediakan baik untuk siswa
maupun untuk guru, misalnya resource
learning center atau pusat sumber belajar,

bahan ajar, infrastruktur pembelajaran, dan


sebagainya). Dengan demikian baik siswa
maupun guru tidak harus mengusahakan sendiri
keperluan dalam proses belajar-mengajar.
Komunikasi antara siswa dan guru bisa
dilakukan baik melalui cara komunikasi satu
maupun dua arah (two-ways communication).
Contoh komunikasi dua arah ini, misalnya teleconferencing,
video-conferencing,
emoderating, dsb-nya).
Poroses belajar-mengajar pada pendidikan jarak
jauh masih dimungkinkan dengan melakukan
pertemuan tatap muka (tutorial), walaupun itu
bukan suatu keharusan.
Selama kegiatan belajar, siswa cenderung
membentuk kelompok belajar, walaupun
sifatnya tidak tetap dan tidak wajib.
Karena hal-hal seperti yang disebutkan diatas,
maka peran guru lebih bersifat sebagai
fasilitator dan siswa bertindak sebagai
participant.
Pendidikan jarak jauh seperti yang
diamanatkan dalam SISDIKNAS, tentu saja perlu
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip yakni
(a) kebebasan, (b) kemandirian, (c) keluwesan,
(d) keterkinian, (e) kesesuaian, (f) mobilitas, dan
(g) efisiensi. Dalam pembahasan ini penulis

hanya akan mengulas prinsip keterkinian saja.


Prinsip keterkinian pada dasarnya baik guru
maupun siswa mempunyai kecenderungan
menggunakan metode pembelajaran yang
modern, apakah itu teknologi informasi dan
komunikasi (ICT) yang dipakai, bahan ajar atau
lainnya. Karena itu baik siswa maupun guru
dituntut untuk belajar dan terus belajar.
Oleh karena itu konsep pembelajaran
berbasis e-Learning sangat membantu selama
materi yang disampaikan cukup menarik dan
memikat sehingga para siswa lebih termotivasi
untuk memahami materi yang disajikan.
2. Permasalahan
Saat ini pendidikan barbasis e-Learning
telah menjadi trend dan bahkan telah menjadi
nilai jual tersendiri bagi institusi-instusi
penyelenggara pendidikan terutama pendidikan
jarak jauh. Namun dalam implementasinya
metode pembelajaran berbasis e-Learning saat
ini masih banyak berperan sebagai pelengkap dari
pembelajaran yang dilaksanakan secara tatap
muka, baik itu terhadap proses belajar mengajar
pada jenis pendidikan akademik, vokasi maupun
profesi. Salah satu faktor peyebab utamanya
adalah
masalah
infrastruktur,
terutama
ketersediaan jaringan internet serta kualitas
bandwith yang rendah dan harga yang relatif
tergolong mahal. Disamping itu lemahnya
kualitas dan kontrol terhadap metode pendidikan
e-Learning seperti belum mampunya siswa
mengelola waktu dan memproses informasi
secara mandiri menjadi permasalahan tersendiri
bagi penyelenggara pendidikan e-Learning.
Oleh karena itu salah satu alternatif metode
pembelajaran e-Learning yang tepat digunakan
saat ini adalah metode Blended Learning, yaitu
metode pembelajaran yang menggabungkan
sistem pembelajaran berbasis kelas (face to face)
dan pembelajaran berbasis e-Learning, yaitu
dengan memanfaatkan media elektronik. Artinya,
proses pembelajaran metode face to face di
support dengan e-Learning sehingga interaktif
dan manfaat pembelajaran dapat di capai dengan
optimal.
Dengan menerapkan metoda Blanded
Learning ini memungkinkan pengguna sumber
belajar online terutama yang berbasis web dengan
tanpa meninggalkan kegiatan tatap muka.
Pendekatan sistem pengajaran ini dapat
dilaksanakan dengan melakukan pengajaran
secara langsung (real time) ataupun dengan cara
sebagai
tempat
pemusatan
pengetahuan
(knowledge).

3. Teori Dasar e-Learning dan Blanded


Learning
a. E-Learning
e-Learning atau electronic learning
merupakan suatu proses perkembangan teknologi
yang diaplikasikan dalam hal penyampaian
pengetahuan dalam proses belajar mengajar. eLearning kini semakin dikenal sebagai salah satu
cara untuk mengatasi masalah pendidikan, baik di
negara-negara maju maupun di negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia. Sebagai
negara kepulauan, Indonesia mengalami masalah
dalam proses perataan pendidikan bagi
masyarakatnya dikarenakan oleh jarak, oleh
karena itu e-Learning merupakan pilihan yang
dapat diterapkan.
Dalam berbagai literatur, para ahli
mendefinisikan e-Learning sebagai berikut:
1. Soekartawi, Haryono dan Librero, (2002), eLearning is a generic term for all
technologically supported learning using an
array of teaching and learning tools as phone
bridging,
audio
and
videotapes,
teleconferencing, satellite transmissions, and
the more recognized web-based training or
computer aided instruction also commonly
referred to as online courses.
2. Parker, Judith (2009) , elearning is Learning
in which technology plays a major role in the
delivery of content and the communication
between instructor and students and between
students.
Kemudian Cisco mendefinisikan filosofis eLearning sebagai berikut:
a). e-Learning
merupakan
penyampaian
informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan
secara on-line.
b). e-Learning menyediakan seperangkat alat
yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajar konvensional,
kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan
pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat
menjawab
tantangan
perkembangan
globalisasi.
c). e-Learning tidak berarti menggantikan model
belajar konvensional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui
pengayaan content dan pengembangan
teknologi pendidikan.
d). Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung
pada bentuk isi dan cara penyampaiannya.
Berdasarkan definisi dan filosofi diatas,
dapat dijelaskan bahwa secara prinsip, e-Learning
dapat diartikan sebagai pembelajaran yang
menggunakan media elektronik sebagai alat
bantunya, media elektronik tersebut dapat saja
berupa internet, TV, CD ROM, Radio,

Teleconfrence, dan lain sebagainya. Konsep eLearning harus mengadaptasi unsur-unsur yang
biasa dilakukan dalam sistem pembelajaran
konvensional.
b. Blended Learning
Blended
learning
merupakan
pengembangan lebih lanjut dari metode eLearning, yaitu metode pembelajaran yang
menggabungkan antara sistem e-Learning dengan
metode konvensional atau tata muka (face-toface). Beberapa ahli mendefinisikan blended
learning sebagai berikut :
1. Valiathan, Purnima (2002) blended learning is
used to describe a solution that combines
several different delivery methods, such as
collaboration software, Web-based courses,
EPSS (electronic performance support
systems), and knowledge management
practices.
2. Rooney, (2003), Blended learning is a hybrid
learning concept integrating traditional inclass sessions and e-Learning elements.
Ahli lainnya memberikan definisi lebih luas
lagi, seperti Whitelock & Jelfs (2003),
memberikan tiga pengertian untuk blended
learning, yaitu :
c. The integrated combination of traditional
learning with web-based online approaches
(drawingon the work of Harrison);
d. The combination of media and tools employed
in an e-Learning environment;
e. The combination of a number of pedagogic
approaches,
irrespective
of
learning
technology use (drawing on the work of
Driscoll).
Martin Oliver dan Keith Trigwell dalam
jurnal e-Learning, Volume 2, Number 1 tahun
2005, mendefinisikan blended learning :
1. Combining or mixing web-based technology to
accomplish an educational goal;
2. Combining pedagogical approaches (e.g.
constructivism, behaviorism, cognitivism) to
produce an optimal learning outcome with or
without instructional technology;
3. Combining any form of instructional
technology with face-to-face instructor-led
training; and
4. Combining instructional technology with
actual job tasks.
Dari berbagai definisi diatas, para ahli
secara umum setuju bahwa blended learning lebih
menekankan kepada penggabungan / penyatuan
metode pembelajaran secara konvensional (faceto-face) dengan metode e-Learning. Seperti
terlihat pada Gambar 1 dibawah ini :

Gambar 1. Posisi/Irisan Blended Learning


4. Pendekatan Blanded Learning
Dalam penerapannya
blanded learning
menggabungkan berbagai sumber secara fisik dan
maya (virtual) dengan pendekatan seperti
disajikan pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Pendekatan Blanded Learning
Live face-to-face
(formal)
Instructor-led
classroom
Workshops
Coaching/monitor
ing
On-the-job (OTJ)
training
Virtual
Collaboration /
synchronous
Live e-Learning
classes
E-mentoring

Self-paced learning
Web learning
modules
Online resource
links
Simulations
Scenarios
Video and audio
CD/DVDs
Online selfassessments
Workbooks

Live face-to-face
(informal)
Collegial
connections
Work teams
Role modeling

Virtual
collaboration/
asynchronous
E-mail
Online bulletin
boards
Listservs
Online
communities
Performance support
Help systems
Print job aids
Knowledge
databases
Documentation
Performance/decis
ion support tools

Sumber : Strategies for building blended learning


By Allison Rosset, Felicia Douglis, and Rebecca V.
Frazee

Dari pendekatan diatas dapat dilihat bahwa


blanded learning memadukan berbagai metode

pengajaran dengan memanfaatkan teknologi dan


menyesuaikan kondisi yang disepakati semua
pihak. Sedangkan teknologi virtual yang ada
dapat dimanfaatkan untuk proses blended
learning.
5. Blended Learning :
Inovasi
Baru
Pembelajaran Jarak Jauh
Pemikiran dan upaya untuk memperbaiki
pelaksanaan pendidikan jarak jauh terus
dilakukan oleh para ahli. Maksudnya tentu saja
agar diperoleh keluaran (output) yang lebih baik.
Karena itu, blended learning merupakan
gabungan keunggulan pembelajaran yang
dilakukan secara tatap-muka dan secara virtual.
Kombinasi keunggulan dua model pembelajaran
tersebut dapat dilihat di Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Penilaian Komparatif Tiga
Model Pembelajaran

No

Variabel

1
2

Registrasi
Lingkungan
pembelajaran
Lingkungan
kampus
Kehadiran
guru/tutor
Jadwal kelas

3
4
5

6
7

8
9
10

e-mail
Audio-video
conferencing,
chatting
Konsultasi
Kerja
kelompok
Tugas-tugas
rumah

Kelas
konvension
al

Kelas Virtual

Di kampus
Hidup

Online
Terprogram

Di kampus

Di luar
kampus
Tidak
diperlukan
Kapan saja &
dimana saja

Diperlukan

Kelas
Kombinasi
(Blended
Learning)
Keduanya
Keduanya
Keduanya
Keduanya

Ya
Tidak ada

Kapan saja
& dimana
saja
Ya
Ya

Tatap muka
Ya

Diumumkan
Tidak

Keduanya
Ya

Ya

Tidak

Ya

Tertentu
tempat &
waktunya
Tdk ada
Tidak ada

Sumber: Soekartawi (2005).


Informasi yang disajikan di Tabel 2
memberikan petunjuk bahwa pelaksanaan
pendidikan jarak jauh terlihat lebih fleksibel.
Dengan demikian melalui pendekatan blended
learning prinsip-prinsip kebebasan, kemandirian,
keluwesan, keterkinian, kesesuaian, mobilitas,
dan efisiensi seperti yang disyaratkan dalam
penyelenggaraan pendidikan jarak jauh tersebut
relatif mudah untuk dipenuhi.
6. Manfaat Blended Learning
Bila saja blended learning ini dapat
dilaksanakan dengan baik dan benar, maka paling
tidak ada tiga manfaat yang dapat diperoleh,
yaitu:
a. Meningkatkan hasil pembelajaran melalui
pendidikan jarak jauh

b. Meningkatkan kemudahan belajar sehingga


siswa menjadi puas dalam belajar melalui
pendidikan jarak jauh, dan
c. Mengurangi biaya pembelajaran.
Profesor
McGinnis
(2005)
dalam
artikelnya yang berjudul Building A Successful
Blended Learning Strategy, menyarankan 6 hal
yang perlu diperhatikan manakala orang
menyelenggarakan blended learning. Ke-enam
hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penyampaian bahan ajar dan penyampaian
pesan-pesan yang lain (seperti pengumuman
yang berkaitan dengan kebijakan atau
peraturan) secara konsisten.
2. Penyelenggaraan pembelajaran melalui
blended learning harus dilaksanakan secara
serius karena hal ini akan mendorong siswa
cepat menyesuaikan diri dengan sistim
pendidikan jarak jauh. Konsekuensinya, siswa
lebih cepat mandiri.
3. Bahan ajar yang diberikan harus selalu
mengalami perbaikan (updated), baik dari segi
formatnya maupun ketersediaan bahan ajar
yang memenuhi kaidah bahan ajar mandiri
(self-learning materials) seperti yang lazim
digunakan pada pendidikan jarak jauh.
4. Alokasi waktu bisa dimulai dengan formula
awal 75:25 dalam artian bahwa 75% waktu
digunakan untuk pembelajaran online dan
25% waktu digunakan untuk pembelajaran
secara tatap muka (tutorial). Karena alokasi
waktu ini belum ada yang baku, maka
penyelenggara pendidikan bisa membuat uji
coba sendiri, sehingga diperoleh alokasi
waktu yang ideal.
5. Alokasi waktu tutorial sebesar 25% untuk
tutorial, dapat digunakan khusus bagi mereka
yang
tertinggal,
namun
bila
tidak
memungkinkan (misalnya sebagian besar
siswa menghendaki pembelajaran tatap muka),
maka waktu yang tersedia sebesar 25%
tersebut bisa dipakai untuk menyelesaikan
kesulitan-kesulitan siswa dalam memahami isi
bahan ajar. Jadi semacam penyelenggaraan
remedial class.
6. Dalam blended learning diperlukan
kepemimpinan yang mempunyai waktu dan
perhatian untuk terus berupaya bagaimana
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Selanjutnya secara lebih spesifik Profesor
Steve Slemer (2005) dan Soekartawi (2005b)
menyarankan enam tahapan dalam merancang
dan menyelenggarakan blended learning agar
hasilnya optimal. Ke-enam tahapan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Tetapkan macam dan materi bahan ajar,
kemudian ubah atau siapkan bahan ajar

tersebut menjadi bahan ajar yang memenuhi


syarat untuk pendidikan jarak jauh. Karena
medium pembelajarannya adalah blended learning, maka bahan ajar sebaiknya
dibedakan atau dirancang untuk tiga macam
bahan ajar, yaitu:
a. Bahan ajar yang dapat dipelajari sendiri
oleh siswa,
b. Bahan ajar yang dapat dipelajari melalui
cara berinteraksi melalui cara tatap-muka,
dan
c. Bahan ajar yang dapat dipelajari melalui
cara berinteraksi melalui cara online/web-based learning.
2. Tetapkan rancangan dari blended learning
yang digunakan. Pada tahap ini diperlukan
ahli e-Learning untuk membantu. Intinya
adalah bagaimana membuat rancangan
pembelajaran yang berisikan komponen
pendidikan jarak jauh dan tatap-muka yang
baik. Karena itu dalam membuat rancangan
pembelajaran ini, perlu diperhatikan hal-hal
yang berkaitan antara lain:
a. Bagaimana bahan ajar tersebut disajikan.
b. Bahan ajar mana yang bersifat wajib
dipelajari dan mana yang sifatnya anjuran
guna memperkaya pengetahuan siswa.
c. Bagaimana siswa bisa mengakses dua
komponen pembelajaran tersebut.
d. Faktor pendukung apa yang diperlukan.
Misalnya software apa yang digunakan,
apakah diperlukan kerja kelompok, apakah
diperlukan learning resource centers
(sumber pembelajaran) di daerah-daerah
tertentu.
e. Dan lain-lainnya.
3. Tetapkan format dari on-line learning- apakah
bahan ajar tersedia dalam format html
(sehingga mudah di cut and paste) atau dalam
format PDF (tidak bisa di cut and paste). Juga
perlu di beritahukan ke siswa dan guru hosting
apa yang dipakai, yaitu apakah on-line
learning tersebut menggunakan internet link
apa ?. apakah Yahoo, Google, MSN atau
lainnya.
4. Lakukan uji terhadap rancangan yang dibuat.
Ini
maksudnya
apakah
rancangan
pembelajaran tersebut bisa dilaksanakan
dengan mudah atau sebaliknya. Cara yang
lazim dipakai untuk uji seperti ini adalah
melalui cara pilot test. Dengan cara ini
penyelenggara blended learning bisa minta
masukan atau saran dari pengguna atau
peserta pilot test.
5. Selenggarakan blended learning dengan baik
sambil juga menugaskan instruktur khusus
(dosen/guru) yang tugas utamanya melayani

pertanyaan siswa, apakah itu bagaimana


melakukan pendaftaran sebagai peserta,
bagaimana siswa atau instruktur yang lain
melakukan akses terhadap bahan ajar, dan lainlain. Instruktur ini juga bisa berfungsi sebagai
petugas promosi (public relation) karena yang
bertanya mungkin bukan dari kalangan sendiri,
tetapi dari pihak lain.
6. Siapkan kriteria untuk melakukan evaluasi
pelaksanaan blended learning. Memang banyak
cara bagaimana membuat evaluasi ini, namun
Semler (2005) menyarankan sebagai berikut:
a. Ease to navigate, dalam artian seberapa
mudah siswa bisa mengakses semua
informasi yang disediakan di paket
pembelajaran yang disiapkan di komputer.
Kriterianya: makin mudah melakukan akses
adalah makin baik.
b. Content/substance, dalam artian bagaimana
kualitas isi instruksional yang dipakai.
Misalnya bagaimana petunjuk mempelajari
isi bahan ajar, bagaimana bahan ajar itu
disiapkan, apakah bahan ajar yang ada
sesuai dengan tujuan pembelajaran, dan
sebagainya. Kriterianya: makin mendekati
isi bahan ajar itu dengan tujuan
pembelajaran adalah makin baik.
c. Layout/format/appearance, dalam artian
apakah paket pembelajaran (bahan ajar,
petunjuk belajar, atau informasi lainnya)
disajikan secara profesional. Kriterianya:
makin baik penyajian bahan ajar adalah
makin baik.
d. Interest, dalam artian sampai seberapa besar
paket pembelajaran (bahan ajar, petunjuk
belajar, atau informasi lainnya) yang
disajikan mampu menimbulkan daya tarik
siswa untuk belajar. Kriterianya: bila paket
pembelajaran yang disajikan mampu
menimbulkan siswa untuk terus tertarik
belajar adalah makin baik.
e. Applicability, dalam artian seberapa jauh
paket pembelajaran (bahan ajar, petunjuk
belajar, atau informasi lainnya) yang
disajikan bisa dipraktekkan secara mudah.
Kriterianya: makin mudah dipraktekkan
adalah makin baik.
f. Cost-effectiveness/value, dalam artian sampai
seberapa murah biaya yang dikeluarkan
untuk mengikuti paket pembelajaran
tersebut. Kriterianya: semakin murah
semakin baik.
7. Kapan Dibutuhkan Blended Learning
Tidak selalu metoda blended learning
dibutuhkan
untuk
memecahkan
masalah
pembelajaran jarak jauh. Proses pembelajaran

blended learning lebih tepat diterapkan pada saat


seorang siswa membutuhkan tambahan materi
pelajaran. Secara lebih luas, kebutuhan blended
learning menjadi sangat penting pada saat ;
Proses belajar mengajar tidak hanya tatap
muka, namun menambah waktu pembelajaran
dengan memanfaatkan teknologi dunia maya.
Mempermudah dan mempercepat proses
komunikasi non-stop antara pengajar dan
siswa.
Siswa dan pengajar dapat diposisikan sebagai
pihak yang belajar.
Membantu proses percepatan pengajaran.
Perkembangan teknologi informasi yang
sangat
pesat
dewasa
ini,
khususnya
perkembangan
teknologi
internet
turut
mendorong berkembangnya konsep pembelajaran
jarak jauh ini. Ciri teknologi internet yang selalu
dapat diakses kapan saja, dimana saja, multiuser
serta menawarkan segala kemudahannya telah
menjadikan internet suatu media yang sangat
tepat bagi perkembangan pendidikan jarak jauh
selanjutnya. Hal ini lah yang menjadi acuan
mengapa untuk saat ini sistem pembelajaran
blended learning masih sangat baik di terapkan di
Indonesia agar lebih dapat terkontrol secara
tradisional juga.
8. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
beberapa hal :
1. Pendidikan jarak jauh telah diatur dalam
SISDIKNAS yang tertuang dalam UU No.20
tahun 2003
2. Blended learning salah satu solusi alternatif
memecahkan permasalahan pendidikan jarak
jauh
yang
tepat
saat
ini,
karena
pelaksanaannya merupakan campuran dari
berbagai
keunggulan
penyelenggaraan
pendidikan jarak jauh.
3. Blanded learning menggabungkan berbagai
sumber secara fisik dan maya (virtual)
4. Ada enam langkah dalam menyelenggarakan
blended learning: (a) menetapkan macam dan
materi bahan ajar, (b) menetapkan rancangan
dari blended learning, (c) menetapkan format
dan link dari on-line learning, (d) melakukan
uji terhadap rancangan yang dibuat, (e)
selenyelenggarakan blended learning dengan
baik dan benar, dan (f) siapkan kriteria untuk
melakukan evaluasi.
5. Blended learning lebih dibutuhkan disaat
siswa memerlukan tambahan pelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Ayala,

Gerardo, dkk., (2008), Towards


Computatonal models for Mobile
Learning Objects, Journal IEEE.
Agnes Kukulska-Hulme, John Traxler, (2005),
Mobile learning: a handbook for
educators and trainers, Routledge.
Dziuban, Charles D., dkk., (2004), Blended
Learning,
(http://net.educause.edu/ir/library/pdf/E
RB0407.pdf) diakses 18 Januari 2011.
Hoic-bozic, Natasa, dkk, (2009), A Blended
Learning Approach to Course and
Implementation, IEEE Transactions on
Education, Vol. 52,
Hunaiyan, Ahmed, dkk, (2009), The Design Of
Multimedia Blended e-Learning System :
Cultural Consideraion, Journal IEEE.
McGinnis, M. (2005). Building A Successful
Blended
Learning
Strategy,
(http://www.ltimagazine.com/ltimagazin
e/article/articleDetail.jsp?id=167425),
diakses tanggal 20 Januari 2011.
Oliver, Martin & Trigwell, Keith, (2005), eLearning Journal, Volume 2, Number 1
Rooney, J. E. 2003, Blended learning
opportunities to enhance educational
programming and meetings. Association
Management, 55(5), 26-32.
Republik Indonesia, (2003), Undang-Undang No.
20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Soekartawi, A. Haryono dan F. Librero, (2002),
Greater
Learning
Opportunities
Through
Distance
Education:
Experiences in Indonesia and the
Philippines. Southeast Journal of
Education.
Tang, Xian, dkk, (2008), Study on The
Application of Blended Learning In The
College English Course, Journal IEEE.
Wang, 2009, Handbook of Research on ELearning Applications for Career and
Technical Education:Technologies for
Vocational Training
Whitelock, D. & Jelfs, A. (2003), Editorial:
Journal of Educational Media Special
Issue on Blended Learning, Journal of
Educational Media, 28(2-3), pp. 99-100.

You might also like