You are on page 1of 11

REFERAT

PENYAKIT OBSESIF KOMPULSIF


Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh
Nurkamila, S.Ked
(2009 031 0092)

Dokter Pembimbing Klinik :


Dr. Y. Kristiyanto, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
2015

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) is a severe, chronic condition that affects 2% to


3% of the
United States population, or 4 million to 7 million people.
1
The illness is characterized by recur-rent thoughts, images, feelings, or behaviors that
persist against the patients wishes to suppress
them and are usually accompanied by marked anxiety. These symptoms are often
associated with
marked impairment of function.
2
OCD affects people regardless their cultural background or
socio-economic status.
3
OCD was listed as the tenth leading cause of disability worldwide by a
recent World Health Organization study. The total cost of the disorder in the US is
estimated to be
more than $8 billion.
4
OCD is a treatable condition with 50% to 60% of patients responding to
first line of treatment, which includes pharmacological and/or psychological
intervention.
5,6
How-ever, about one-third of the patients improve only partially, and roughly 20% do
not respond to
conventional treatment strategies.
7
The situation is complicated by the fact that many health pro-fessionals are not
educated about the appropriate treatments that can be offered to OCD
patients.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Obsessive-compulsive disorder is characterised by recurrent obsessive ruminations, images or
impulses, and/or recurrent physical or mental rituals;
which are distressing, time-consuming and cause interference with social and occupational
function. Common obsessions relate to contamination,
accidents, and religious or sexual matters; common rituals include washing, checking,
cleaning, counting and touching (Baldwin, et al, 2014)
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, idea atau sensasi yang mengganggu (intrusive). Suatu
kompulsif adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti
menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang,
sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi jika seseorang
memaksa melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat. Seorang dengan
gangguan obsesif kompulsif biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan
bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif kompulsif dapat
merupakan gangguan
yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat
mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas
social yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga. (Meng, 2006)
Pengertian obsesi menurut Kaplan, et all., adalah pikiran, ide atau sensasi yang muncul secara
berulang-ulang.
Dalam DSM-IV TR obsesi didefinisikan sebagai berikut :
1. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang dialami, pada
suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan menyebabkan
kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang masalah
kehidupan yang nyata
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan
tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil dari
pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)
kompulsi sebagai berikut :
a. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan
mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang
3

dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau
menurut dengan aturan yang harus dipenuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi penderitaan
atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, akan tetapi, perilaku atau
tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa yang
mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.
Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa gangguan obsesif kompulsif
adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang
menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulangulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari
B. EPIDEMIOLOGI
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena, tetapi untuk
remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan perempuan.
Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari
pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien
memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena
gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah. Gangguan obsesif-kompulsif
ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih (Kaplan &
Saddock, 1993).
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi

umum diperkirakan

adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif
kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatri. Angka
tersebut menyebabkan gangguan obsesif kompulsif sebagai diagnosis psikiatri tersering yang
keempat setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan depresi berat.Untuk orang
dewasa

laki-laki

dan

wanita

sama

mungkin

terkena,

tetapi

untuk remaja laki-

laki lebih sering terkena gangguan obsesif kompulsif dibandingkan perempuan. Usia onset
rata -rata adalah umur 20 tahun, walaupun laki-laki memiliki onset usia yang lebih awal
(sekitar 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata 22 tahun). Secara keseluruhan kira-kira dua
per tiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen
pasien memiliki onset gejala setelah 35 tahun. (Maramis, 2009)

Sex preference in OCD


The overall prevalence of OCD is equal in males and females, although the disorder more
commonly presents in males in childhood or adolescence and tends to present in females in
their twenties. Childhood-onset OCD is more common in males. Males are more likely to
have a comorbid tic disorder.
It is not uncommon for women to experience the onset of OCD during a pregnancy, although
those who already have OCD will not necessarily experience worsening of their symptoms
during pregnancy.
Women commonly experience worsening of their OCD symptoms during the premenstrual
time of their periods. Women who are pregnant or breastfeeding should collaborate with their
physicians in making decisions about starting or continuing OCD medications.

Age preference in OCD


Symptoms of OCD usually begin in individuals aged 10-24 years.

C. ETIOLOGI
1. Faktor biologis
Neurotransmiter
Banyak uji coba klinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung

hipotesis

bahwa suatu disregulasi

serotonin

terlibat

di

dalam

pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Obat serotonergik lebih
efektif

dibandingkan

obat

yang mempengaruhi

sistem neurotransmitter lain.

Serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah tidak jelas.
Penelitian

klinis

telah

mengukur

konsentrasi

metabolit serotonin (5-

hydroxyindoleaceticacid/ 5-HIAA) di dalam cairan serebrospinalis, dan afinitas sertai


jumlah tempat ikatan trombosit pada pemberian imipramine (yang berikatan
dengan tempat ambilan kembali serotonin) dan telah melaporkan berbagai temuan
pengukuran

tersebut

pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Beberapa

peneliti mengatakan bahwa system neurotransmitter kolinergik dan dopaminergik


pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif adalah dua bidang penelitian riset
untuk masa depan. (Benjamin, 2000)
Penelitian pencitraan otak. Penelitian pencitraan
emission tomoghrapy/PET) telah menemukan peningkatan

otak fungsional (positron


aktivitas

(metabolisme

dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kauda) dan singulum
5

pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Terapi farmakologis dan


perilaku telah dilaporkan membalikkan kelainan tersebut. Baik CT maupun MRI
telah

menemukan

adanya

penurunan ukuran kaudata secara bilateral pada pasien dengan

gangguan

obsesif

kompulsif. Prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif


dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu penelitian
MRI baru - baru ini

melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1 di korteks

frontalis,

temuan

suatu

yang

konsisten

dengan

lokasi

kelainan

yang ditemukan pada penelitian PET. 2,3


Genetika.
Penelitian kesesuaian pada anak kembar untuk gangguanobsesif kompulsif
menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar
monozigot dibandingkan kembar dizigot. Penelitian

keluarga

pada

pasien

gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen sanak saudara


derajat pertama pasien gangguan

obsesif kompulsif juga menderita gangguan.

(Benjamin 2000)
Data biologis lainnya.
Penelitian elektrofisiologis, penelitian EEG tidur, dan penelitian neuroendokrin
telah menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresi
dengan gangguanobsesif kompulsif penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan
yangmirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti penurunan latensi
REM (rapid eye movement). Penelitian neuroendokrin seperti nonsupresi pada
dexamethason-supression test pada kira-kira sepertiga pasien dan penurunan
sekresi hormone pertumbuhan pada infus clonidine. (William, 2011)
2. Faktor perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus yang
relatif

netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan

melalui

proses

pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami


adalah berbahayadan menghasilkan kecemasan. Objek dan pikiran yang sebelumnya
netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau
gangguan
6

Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa tindakan
tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional. Jadi
strategi
menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsi atau ritualistic dikembangkan
untuk

mengendalikan

Karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkandorongan

kecemasan.
sekunder

yang

menyakitkan (kecemasan), stretegi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola


perilaku kompulsi yang dipelajari. Teori belajar memberikan konsep yang berguna
untuk menjelaskan aspek tertentu dari fenomena obsesif- kompulsif (sebagai
contoh kemampuan gagasan untuk menimbulkan kecemasan adalah tidak selalu
menakutkan bagi dirinya sendiri dan menegakkan pola perilaku kompulsif
3. Faktor psikososial
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif kompulsif adalah berbeda dari gangguan
kepribadian obsesif - kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif kompulsif
tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian sifat kepribadian
tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif
kompulsif. Hanya kira-kira15-35 persen pasien gangguan obsesif kompulsif memiliki
sifat obsesional pramorbid. (Jerald & Tasman, 2006)
Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme
pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan
sifat karakter obsesif kompulsif; isolasi, meruntuhkan dan pembentukan reaksi.
Isolasi. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek
dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Kondisi pada seseorang yang mangalami
secara sadar afek dan khayalan dari suatu gagasan yang

mengandung

emosi, terlepas apakah ini berupa fantasi atau ingatan terhadap suatu peristiwa. Jika
terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya

adalah dipisahkan

dari komponen ideasional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil
sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara
sadar hanya

menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang

berhubungan

dengannya. (Stein., 2002)


Meruntuhkan (undoing). Karena adanya ancaman terus - menerus bahwa impuls
mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjdi bebas, operasi
pertahanan sekunder adalah diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan
7

kecemasan

yang

mengancan

keluar

kekesadaran. Tindakan

kompulsif

menyumbangkan manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk


menurunkan

kecemasan

diatasi secara memadai oleh

dan mengendalikan

impuls

dasar

isolasi. Operasi

pertahanan

yang

belum

sekunder

yang

cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang dinyatakan


oleh katanya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam
usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami
pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan.
Pembentukan reaksi (reaction formation). Baik isolasi maupun
meruntuhkan adalah

tindakan

pertahanan

menghasilkan gejala klinis. Pembentukan

yang

gejala

terlibat

erat

dalam

menyebabkan

pembentukan

sifat karakter, bukannya gejala. Pembentukan reaksi melibatkan

pola perilaku

yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan
dengan impuls dasar. (Jenike, 2004)
Faktor psikodinamika lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan
obsesif kompulsif dinamakan neurosis obsesif kompulsif dan merupakan suatu
regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien
dengan

gangguan

obsesif

kompulsif

merasaterancam oleh kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek


cinta yang penting, mereka mundur dari posisi oedipal dan beregresike stadium
emosional

yang

sangat

Ambivalensi adalah

ambivalen

yang

berhubungan

denganfase

dihubungkan dengan menyelesaikan fusiyang

halus

anal.
antara

dorongan seksual dan agresif yang karakteristik dari faseoedipal. Adanya benci dan
cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan

pasien

dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. (Wilhelm & Steketee, 2006)


Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan,
baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak
dibelakangnya. dengan

demikian,

psikogenesis

gangguan obsesif

kompulsif

mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan pertumbuhan normal yang


berhubungan dengan fase perkembangan anal-sadistik. (Saddock, 2007)
Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahandalam
karakteristikkehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak normal
8

selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan kebencian
kepada

suatu

objek.

Konflik

emosi

yang berlawanan

tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada


seorang pasien dan keragu - raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan
pilihan. 6,9
Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran
awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego dan juga fungsi id,dipengaruhi oleh regresi.
Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa
bahwa mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan
fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa
tersebut.

Perasaan

tersebut menyebabkan memiliki suatu

pikiran agresif akan

manakutkan bagi pasien gangguan obsesif kompulsif.

D. GAMBARAN KLINIS
E. DIAGNOSIS
F. TERAPI
G. PERJALANAN PENYAKIT
Sebagian besar gejala muncul secara tiba-tiba, terutama setelah suatu peristiwayang
menyebabkan stress, seperti kehamilan, maslah seksual, atau kematian salahseorang sanak
saudara. Perjalanan penyakit biasanya lama dan bervariasi, beberapa berfluktuasi namunada
pula yang konstan. Prognosis buruk bila pasien mengarah pada kompulsi, berawal pada masa
anak-anak, kompulsi yang aneh, perlu perawatan dirumah sakit, gangguan depresi beratyang
menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang, danadanya gangguan
kepribadian.8,9
Prognosis baik ditandai oleh penyesuaian social dan pekerjaan yang baik, adanya
peristiwa pencetus, dan sifat gejala episodik.

You might also like