You are on page 1of 9

Adenan.

Indeks Stres Oksidatif (ISO)

INDEKS STRES OKSIDATIF (ISO) PLASMA


PADA MODEL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
HIPERGLIKEMIA
Adenan
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
Email korespondensi: adenan.darwis@gmail.com

ABSTRACT: Hyperglycemia can lead to increased formation of reactive oxygen


compounds (ROC). One is through the glycosylation reaction. These reactions lead to
increased formation oxidants: superoxide radicals and H2O2. This situation stimulates the
enzymatic antioxidant responses such as SOD, peroxidase and catalase to prevent the
negative effects of the ROC. An imbalance between oxidants and antioxidants trigger
some oxidative stress. This study aims to determine the relationship of the long duration
hyperglycemia to the magnitude of oxidative stress assessed risk of changes in oxidative
stress indices (OSI) in rats (Rattus norvegicus). The research method is a purely
experimental post-test only with control group design, consisting of 9 treatment groups
which were induced streptozotocin (STZ) (50 mg / kg) and one control group was given
0.1 M citrate buffer pH 4.5. OSI values obtained from the comparison between the levels
of H2O2 and the activity of SOD, peroxidase and catalase which were measured in blood
plasma of mice. The control group was measured at day 0 and treatment groups at 3, 6, 9,
12, 15, 18, 21, 24 and 27 days after STZ induction. Data were analyzed by non-linear
regression. The results show OSI plasma changing type to the duration of hyperglycemia
that follows the cubic equation y = 9E-05x3 0,0035x2 + 0,0358x + 0,3069 with
correlation coefficient r2 equal to 0,822 and signf. 0,025 (p < 0,05). This shows that there
is a significant correlation between the duration of hyperglycemia and OSI plasma that is
non-linear.
Keywords: hyperglycemia, duration of hyperglycemia, oxidative stress index (OSI)
ABSTRAK: Hiperglikemia dapat menyebabkan peningkatan pembentukan
senyawa oksigen reaktif (SOR). Salah satunya adalah melalui reaksi glikosilasi. Reaksi
tersebut menyebabkan peningkatan pembentukan oksidan yaitu radikal superoksid dan
H2O2. Keadaan ini merangsang respon antioksidan enzimatik seperti SOD, peroksidase
dan katalase untuk mencegah efek negatif dari SOR tersebut. Adanya ketidakseimbangan
antara oksidan dan antioksidan memicu terjadinya stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan lamanya durasi hiperglikemia dengan besarnya risiko stres
oksidatif yang dinilai dari perubahan indeks stres oksidatif (ISO) pada tikus putih (Rattus
norvegicus). Metode penelitian adalah eksperimental murni dengan post-test only with
control group design, terdiri dari 9 kelompok perlakuan yang diinduksi streptozotocin
(STZ) dosis 50 mg/kgBB dan 1 kelompok kontrol yang diberi 0,1 M buffer sitrat pH 4,5.
Nilai ISO diperoleh dari perbandingan antara kadar H2O2 dan aktivitas SOD, peroksidase
dan katalase yang diukur pada plasma darah tikus putih. Kelompok kontrol diukur pada
hari ke 0 dan kelompok perlakuan pada 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24 dan 27 hari pasca
induksi STZ. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji regresi non linier. Hasilnya
menunjukkan model perubahan ISO plasma terhadap durasi hiperglikemia yang

133

Berkala Kedokteran Vol.10, No.1 Feb 2014:133-141

mengikuti persamaan kubik y = 9E-05x3 0,0035x2 + 0,0358x + 0,3069 dengan nilai


korelasi r2 sebesar 0,822 dan signf. 0,025 (p < 0,05). Ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara durasi hiperglikemia dan ISO plasma yang bersifat non
linier.
Kata-kata kunci: hiperglikemia, durasi hiperglikemia, indeks stres oksidatif (ISO)

134

Adenan. Indeks Stres Oksidatif (ISO)

PENDAHULUAN
Hiperglikemia
merupakan
salah satu karakteristik dari penyakit
diabetes melitus. Hiperglikemia pada
diabetes terjadi karena pengaturan
glukosa yang tidak terkontrol akibat
defisiensi insulin dan/atau resistensi
insulin.
Hiperglikemia
yang
berlangsung lama selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya komplikasi
vaskular dan multiorgan seperti
nefropati, retinopati, dan neuropati
(1,2).
Proses terjadinya komplikasi
diabetes akibat hiperglikemia diawali
oleh adanya akumulasi konsentrasi
glukosa tinggi yang menyebabkan
toksisitas pada beberapa struktur dan
fungsi organ. Berbagai jalur biokimia
dan mekanisme terlibat dalam proses
terjadinya
toksisitas
glukosa.
Mekanisme itu meliputi autooksidasi
glukosa, aktivasi protein kinase C,
pembentukan
metilglioksal,
metabolisme
hexosamin,
pembentukan sorbitol, fosforilasi
oksidatif dan reaksi glikasi (2,3,4).
Pada
pengaktifan
jalur
glikasi, terjadi reaksi antara glukosa
dan protein. Reaksi ini dapat bersifat
nonenzimatik yang dikenal sebagai
reaksi
glikosilasi
atau reaksi
Maillard. Reaksi Maillard akan
menghasilkan produk akhir yang
disebut Advanced Glycation End
Products (AGEs) (5). Selama proses
pembentukan AGEs ini, dihasilkan
sejumlah senyawa oksigen reaktif
(SOR). Selain itu, ikatan antara
AGEs dengan reseptor AGEs
(RAGE) pada permukaan sel juga
menginduksi pembentukan SOR (6).
SOR,
misalnya
radikal
superoksida dan hidrogen peroksida
(H2O2) adalah senyawa oksidan yang
dapat dinetralisir oleh adanya
antioksidan
enzimatik
seperti

superoksida dismutase, katalase dan


peroksidase. Pada hiperglikemia,
pembentukan SOR terjadi secara
berlebihan sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan antara oksidan
dan kapasitas antioksidan. Keadaan
ini disebut stres oksidatif. Stres
oksidatif di jaringan akan memicu
terjadinya oksidasi sel-sel normal
yang berakibat pada kerusakan
jaringan dan organ. Kerusakan ini
yang nantinya akan berkembang
menjadi komplikasi pada penyakit
diabetes (7).
Besarnya stres oksidatif dapat
dinilai dengan mengukur indeks stres
oksidatif
(ISO).
ISO
adalah
perbandingan antara oksidan dan
antioksidan.
Dalam
beberapa
penelitian, ISO banyak digunakan
sebagai marker besarnya kerusakan
oksidatif pada penyakit-penyakit
tertentu seperti osteoporosis dan
gagal
ginjal
kronik.
Namun
demikian, perubahan ISO secara
molekuler yang diamati dari waktu
ke waktu pada hiperglikemia belum
banyak diteliti. Oleh karena itu, pada
penelitian ini, akan ditentukan model
indeks stres oksidatif plasma tikus
putih (Rattus norvegicus) model
hiperglikemia.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian
eksperimental
murni
dengan postest-only with control
group design.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah darah jantung
tikus putih (Rattus norvegicus),
streptozotocin, EDTA, NaCl 0,9%,
aquades,
H2O2,
FeCl3,
OFenantrolin, PBS pH 7,4, 0,1M
buffer sitrat pH 4,5, adrenalin dan
eter.

135

Berkala Kedokteran Vol.10, No.1 Feb 2014:133-141

Alat yang digunakan dalam


penelitian ini adalah spuit injeksi
(TERUMO) 5 ml beserta jarumnya,
alat gelas dan tabung reaksi kecil
(PYREX), rak tabung reaksi,
sentrifuge
(G.P.),
Stopwatch
(HANHART), inkubator (GFL),
spektrofotometer (GENESYS 20),
mikropipet dan tip mikropipet
(BRAND),
kandang
hewan,
timbangan
(Hanson),
tempat
minum, alat pengukur kadar glukosa
darah (Easy Touch), alat bedah
minor.
Prosedur Penelitian ini yaitu:
pertama dengan cara memisahkan 50
ekor tikus putih secara acak ke dalam
10 kandang kecil untuk adaptasi
selama 1 bulan. Setiap kandang
berisi 5 ekor tikus. Kelompok
perlakuan sebanyak 9 kelompok dan
1 kelompok sebagai kelompok
kontrol. Dalam masa adaptasi tikus
putih diberi makanan pakan Br-2
setiap hari; setelah itu tikus pada 9
kelompok
perlakuan
kemudian
dibuat hiperglikemia dengan induksi
STZ
50
mg/kgBB
secara
intraperitoneal. STZ yang masih baru
dilarutkan dalam buffer sitrat (0,1 M)
dengan pH 4,5. Volume injeksi yang
telah disiapkan mengandung STZ
50mg/kgBB/ml.
Setelah STZ terinduksi, kadar
glukosa darah diukur dengan
menggunakan alat pengukur kadar
glukosa darah (Easy Touch).
Pengukuran
glukosa
dilakukan
dengan cara mencocokkan kode PIN
dan label nomor pada wadah yang
berisi strip untuk pemeriksaan
glukosa, kemudian memasukkan
kode PIN tersebut ke dalam Easy
Touch. Strip glukosa dimasukkan
ke dalam Easy Touch. Sampel
darah diambil dari ekstremitas tikus
lalu diteteskan ke bagian yang telah
disediakan pada strip glukosa. Darah

136

tersebut akan mengalami reaksi


secara otomatis. Setelah 30 detik,
akan didapatkan hasil kadar glukosa
yang dapat dilihat pada layar Easy
Touch.
Pengambilan
bahan
penelitian dari hewan coba dilakukan
setiap 3 hari, setelah induksi STZ.
Hari pertama untuk kelompok 1
(kelompok kontrol) dan setiap 3 hari
sekali
untuk
kelompok
2-10
(kelompok perlakuan).
Pengambilan sampel darah
dengan
melakukan
euthanasia
menggunakan eter, lalu dilakukan
pembukaan thorak. Darah diambil
melalui jantung sebanyak 3 ml
menggunakan spuit injeksi dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang telah diberi EDTA kemudian
disentrifus untuk diukur kadar H2O2,
aktivitas
SOD, katalase, dan
peroksidase
plasma
tikus
hiperglikemia tersebut.
Untuk pengukuran kadar
hidrogen peroksida (H2O2) plasma
(29), dilakukan dengan membuatan
larutan standar :sebanyak 1 m H2O2
200 L + 160 L PBS pH 7,4 + 160
L FeCl3 (251,5 mg FeCl3 dilarutkan
dalam 250 ml aquadest) + 160 L Ofenantrolin (120 mg O-fenantrolin
dilarutkan dalam 100 ml aquadest).
Kemudian diinkubasi selama 30
menit pada suhu ruang. Setelah itu,
disentrifus 12.000 gr selama 10
menit.
Supernatan
diukur
absorbansinya pada = 505 nm (As).
Setelah larutan standar jadi,
selanjutnya dilakukan pembuatan
larutan uji :sebanyak 200 L plasma
+ 160 L PBS pH 7,4 + 160 L
FeCl3 (251,5 mg FeCl3 dilarutkan
dalam 250 ml aquadest) + 160 L Ofenantrolin (120 mg O-fenantrolin
dilarutkan dalam 100 ml aquadest).
Kemudian diinkubasi selama 30
menit pada suhu ruang. Setelah itu,
disentrifus 12.000 gr selama 10

Adenan. Indeks Stres Oksidatif (ISO)

menit.
Supernatan
diukur
absorbansinya pada = 505 nm
(Ao). Setelah pembuatan larutan uji,
larutan selanjutnya yaitu larutan
blanko :sebanyak 200 L plasma +
160 L PBS pH 7,4 + 160 ml
aquadest + 160 L O-fenantrolin

(120 mg O-fenantrolin dilarutkan


dalam 100 ml aquadest). Kemudian
diinkubasi selama 30 menit pada
suhu ruang. Setelah itu, disentrifus
12.000 gr selama 10 menit.
Supernatan diukur absorbansinya
pada = 505 nm (Ab).

Perhitungan : Kadar hidrogen peroksida total = Ao Ab x 1


As
Pengukuran aktivitas katalase
pda penelitian ini dilakukan dengan
cara mensentrifugasi 3 ml darah
selama 10 menit dengan kecepatan
1400 rpm. Lalu sel darah merah
tersebut dicuci sebanyak 3 kali
dengan NaCl 0,9% dan dipecah
dengan diberikan aquades dingin
(perbandingan 1 : 4). Hemolisat yang
dihasilkan
digunakan
untuk
menetapkan aktivitas katalase.
Di
langkah
ini,
juga
dilakukan pembuatan larutan blanko
dengan cara: Hemolisat ( 10 l + 1
ml aquades) ditambahkan dengan
larutan buffer 500 l lalu diukur

mol / L H2O2

serapannya
dengan
spektrofotometer pada = 240
nm (t0). Kemudian diukur
kembali serapannya setelah 30
detik pada = 240 nm (t30).
Untuk pembuatan larutan uji,
dilakukan
dengan
cara
:
Hemolisat ( 10 l + 1 ml
aquades) diukur serapannya
dengan spektrofotometer pada
= 240 nm (A0). Kemudian
ditambahkan H2O2 500 l lalu
diukur
kembali
serapannya
setelah
30
detik
dengan
spektrofotometer pada = 240
nm (A30).

Perhitungan : Aktivitas katalase total = ln (A0 /A30) / detik


t30 t0
Langkah ke tujuh adalah
pengukuran aktivitas peroksidase
menurut
metode FOX2
yang
dimodifikasi, di mana pembuatan
larutan standarnya dilakukan dengan
cara: sebanyak 1 m H2O2 200 L +
160 L PBS pH 7,4 + 160 L FeCl3
(251,5 mg FeCl3 dilarutkan dalam
250 ml aquadest) + 160 L Ofenantrolin (120 mg O-fenantrolin
dilarutkan dalam 100 ml aquadest).
Kemudian diinkubasi selama 30
menit pada suhu ruang. Setelah itu,
sentrifus 12.000 gr selama 10 menit.

Supernatan diukur absorbansinya


pada = 505 nm. Pembuatan larutan
blanko dilakukan dengan cara:
sebanyak 200 L plasma + 100 L
PBS pH 7,4 + 160 ml aquadest + 160
L O-fenantrolin (120 mg Ofenantrolin dilarutkan dalam 100 ml
aquadest). Kemudian diinkubasi
selama 30 menit pada suhu ruang.
Setelah itu, sentrifus 12.000 gr
selama 10 menit. Supernatan diukur
absorbansinya pada = 505 nm.
Setelah itu membuat larutan uji
dengan cara :

137

Berkala Kedokteran Vol.10, No.1 Feb 2014:133-141

sebanyak 200 L plasma + 100 L


PBS pH 7,4 + 160 L FeCl3 (251,5
mg FeCl3 dilarutkan dalam 250 ml
aquadest) + 160 L O-fenantrolin
(120 mg O-fenantrolin dilarutkan
dalam 100 ml aquadest). Kemudian
diinkubasi selama 30 menit pada
suhu ruang. Setelah itu, sentrifus
12.000 gr selama 10 menit.
Supernatan diukur absorbansinya
pada = 505 nm (dicatat sebagai
A1). Setelah 5 menit, diukur kembali
absorbansinya
dengan
panjang
gelombang yang sama (dicatat
sebagai A2)

Perhitungan :
AktivitasPeroksidase total =
(A2A1)/5 menit
Pengukuran
aktivitas
superoksida dismutase menurut
metode Misra Fridovich dilakukan
dengan memasukkan plasma darah
ke dalam tabung reaksi yang berisi
EDTA. Kemudian tembahkan 100
L adrenalin dengan (3.10-4) BM 189
M. Serapan awal (A0) diukur pada
panjang gelombang 480 nm. Setelah
itu sampel diinkubasi selama 5 menit
pada suhu 30oC dan diukur
serapannya (A1).

Perhitungan: Aktivitas SOD total = A1 A0 / menit


t
Langkah terakhir adalah
menentukan Indeks Stres Oksidatif

(ISO) dengan menggunakan rumus :

H2O2
ISO = -----------------------------------------------------Akt. katalase + Akt. Peroksidase + Akt. SOD
Data dianalisis secara statistik
dengan menggunakan uji regresi
nonlinier dengan tingkat kepercayaan
95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Streptozotocin
(STZ)
merupakan suatu zat diabetogenik
yang bekerja
melalui suatu
mekanisme pembentukan radikal
bebas (8). Radikal bebas yang
dihasilkan oleh STZ dengan mudah
menyebabkan destruksi sel beta
pankreas oleh karena sel-sel ini
memiliki
level
pertahanan
antioksidan intrinsik yang rendah (9).
Kerusakan sel beta pankreas
138

berdampak pada penurunan sekresi


insulin sehingga transport glukosa
darah ke dalam sel-sel tubuh
terhambat.
Keadaan
ini
mengakibatkan kadar glukosa darah
meningkat yang disebut sebagai
hiperglikemia.
Pada
hiperglikemia,
konsentrasi glukosa darah yang
tinggi dapat bersifat toksik bagi
tubuh. Untuk itu tubuh memberikan
respon kompensasi dengan cara
mengaktifkan
sejumlah
reaksi
biokimia. Reaksi itu meliputi
autooksidasi
glukosa,
aktivasi
protein kinase C, pembentukan
metilglioksal,
metabolisme
heksosamin, pembentukan sorbitol,

Adenan. Indeks Stres Oksidatif (ISO)

fosforilasi oksidatif dan reaksi


glikasi (2,3,4,12). Reaksi-reaksi
tersebut mengubah substrat glukosa
menjadi berbagai produk yang secara
langsung maupun tidak langsung
memperantarai
pembentukan
senyawa oksigen reaktif (SOR).
Dalam kondisi hiperglikemia,
H2O2 banyak terbentuk melalui
reaksi glikasi nonenzimatik (reaksi
glikosilasi). Pada reaksi glikosilasi
terjadi ikatan kovalen antara gugus
aldehid glukosa dan gugus amina
protein. Hasil reaksi awal dikenal
sebagai basa schiff, yang secara
spontan mengalami penataan ulang
menjadi produk Amadori. Produk ini
dapat mengalami perubahan bentuk
menjadi senyawa enol yaitu 2,3enediol. Adanya molekul O2 dan
katalis logam, senyawa ini dapat
teroksidasi. Pada proses ini terjadi
perubahan O2 menjadi H2O2.
Selanjutnya, rekasi glikosilasi akan

ISO PLASMA TIKUS PUTIH

0.500

0.432

0.450

0.390

0.377

menghasilkan produk akhir berupa


AGEs. Ikatan AGEs dan reseptornya
pada
permukaan
sel
juga
memperantarai pembentukan H2O2
sitosol dan radikal superoksid di
mitokondria (6,7).
Peningkatan pembentukan
H2O2 dan radikal superoksid akan
mengaktifkan sistem pertahanan
tubuh
yang
kompleks
dan
komprehensif dari senyawa-senyawa
antioksidan enzimatik, yaitu SOD,
peroksidase dan katalase (5).
Superoksida dismutase (SOD) adalah
antioksidan enzimatik yang berfungsi
mengubah radikal superoksid (O2-)
menjadi
H2O2,
sedangkan
peroksidase dan katalase berperan
dalam pemecahan H2O2 (5,7). Rasio
antara oksidan dan antioksidan
enzimatik disebut sebagai indeks
stres oksidatif seperti yang disajikan
pada gambar berikut.

0.410

0.387

0.400
0.311

0.350
0.300
0.250

0.302

0.313

0.340

y = 9E-05x 3 - 0.0035x 2 + 0.0358x + 0.3069


R2 = 0.822

0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
0

12

15

18

21

24

27

30

DURASI HIPERGLIKEMIA (hari pasca induksi STZ)

Gambar Indeks stres oksidatif (ISO) plasma tikus pada masing-masing durasi
Hiperglikemia.

Pada gambar, sepanjang


peningkatan durasi hiperglikemia,
nilai ISO plasma menunjukkan
perubahan yang cukup unik. Pada 3
sampai 18 hari pasca induksi STZ,
ISO plasma tampak mengalami

penurunan dan setelah 21 hari pasca


induksi STZ, ISO plasma mulai
mengalami peningkatan. Gambaran
ini
tampaknya
menunjukkan
hubungan yang non linier antara

139

Berkala Kedokteran Vol.10, No.1 Feb 2014:133-141

durasi hiperglikemia dan ISO


plasma.
Adanya hiperglikemia pada
tikus putih akibat induksi STZ
menyebabkan
peningkatan
pembentukan radikal bebas. Radikal
bebas ini dapat merusak komponenkomponen sel tubuh termasuk sel
beta pankreas. Akibatnya sel beta
pankreas yang dapat mensekresi
insulin
jumlahnya
berkurang.
Keadaan ini terjadi secara terus
menerus sehingga semakin lama
kadar glukosa darah semakin
meningkat.
Peningkatan kadar glukosa
darah tentunya berdampak pada
peningkatan pembentukan radikal
superoksid dan H2O2. Adanya
peningkatan pembentukan SOR ini
merangsang respon antioksidan
enzimatik SOD, peroksidase dan
katalase untuk mengkatalisis SOR
yang ada. Selama 18 hari pasca
induksi
STZ,
peningkatan
konsentrasi O2 dan H2O2 yang
terbentuk menyebabkan aktivitas
antioksidan meningkat sangat tajam
sehingga risiko stres oksidatif dapat
ditekan sampai dibawah batas
normal. Namun, setelah 21 hari
pasca induksi STZ, enzim mulai
mencapai titik jenuh karena SOR
yang
terlalu
tinggi
sehingga
aktivitasnya tidak mampu lagi
menetralisir kedua SOR tersebut. Ini
berarti bahwa risiko stres oksidatif
makin lama makin meningkat.
Selama 27 hari pasca induksi
STZ, risiko stres oksidatif pada tikus
hiperglikemia tampak lebih rendah
dari tikus kontrol. Gambaran ini
memberikan kesan bahwa tikus yang
hiperglikemia lebih sehat dari tikus
kontrol. Padahal jika melihat
hubungan
antara
durasi
hiperglikemia dan ISO plasma yang
mengikuti persamaan kubik seperti

140

yang dijelaskan sebelumnya, maka


perpanjangan durasi hiperglikemia
akan menyebabkan ISO semakin
meningkat bahkan di atas kontrol.
PENUTUP
Dari penelitian ini, terdapat
hubungan yang bermakna antara
durasi hiperglikemia dan indeks stres
oksidatif (ISO) pada plasma tikus
putih
(Rattus
norvegicus)
hiperglikemia secara non linier.
Perubahan nilai ISO terhadap durasi
hiperglikemia mengikuti persamaan
kubik y = 9E-05x3 0,0035x2 +
0,0358x + 0,3069 dengan koefisien
korelasi r2 = 0,822.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yu T, Robotham JL, Yoon Y.
Increased production of reactive
oxygen species in hyperglycemic
conditions requires dynamic
change
of
mitochondrial
morphology. PNAS 2006; 103:
26538
2. Evans JL, Goldfine ID, Maddux
BA, Grodsky GM. Oxidative
stress
and
stress-activated
signaling pathways: a unifying
hypothesis of type 2 diabetes.
Endocrine Reviews 2002; 23:
599622
3. Robertson, RP. Chronic oxidative
stress as a central mechanism for
glucose toxicity in pancreatic
islet beta cells in diabetes. The
Journal of Biological Chemistry
2004; 279: 423514
4. Newsholme P,
Hirabara SM, et
associated cell
dysfunction:
mitochondrial

Haber EP,
al. Diabetes
stress and
role
of
and
non-

Adenan. Indeks Stres Oksidatif (ISO)

mitochondrial ROS production


and activity. J Physiol 2007; 583:
924
5. Suhartono E, Fachir H, Setiawan
B. Kapita selekta biokimia. stres
oksidatif dasar & penyakit.
Banjarmasin : Pustaka Banua,
2007
6. Coughlan MT, Thorburn DR,
Penfold SA, et al. RAGEinduced cytosolic ROS promote
mitochondrial
superoxide
generation in diabetes. J Am Soc
Nephrol 2009; 1046-6673

7. Vincent AM, Russell JW, Low P,


Feldman EL. Oxidative stress in
the pathogenesis of diabetic
neuropathy. Endocrine Reviews
25; 4: 612-28
8. Vassalle C. An easy and reliable
automated method to estimate
oxidative stress in the clinical
setting. Methods in Molecular
Biology 2009; 477: 31-9
9. Ibrahim MA, Ibrahim MH,
Ayoub HA. Diabetes mellitus as
an oxidative stress. Romanian J.
Biophys 2008; 18: 195-208

141

You might also like