Professional Documents
Culture Documents
Jbptunpaspp GDL Bambangsuc 2145 1 Bambang 2
Jbptunpaspp GDL Bambangsuc 2145 1 Bambang 2
menjadi sorotan publik, sehingga membutuhkan penanganan yang serius serta komitmen
yang tinggi dari semua pihak, khususnya pemerintah. Menguatnya persoalan tersebut,
sesungguhnya dipicu oleh meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan
administrasi publik yang selama ini dinilai kurang berpihak pada kepentingan masyarakat.
Tingginya tuntutan publik tersebut, mencerminkan betapa beratnya beban dan
tanggungjawab pegawai pemerintah (aparatur) dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi
negara dan abdi masyarakat. Beratnya beban tersebut semakin bertambah, manakala
berbagai fenomena rendahnya kinerja yang ditampilkan oleh pegawai pemerintah selama
ini, kemudian berimplikasi pada rendahnya kualitas pelayanan publik serta melemahnya
kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah. Akibatnya bentuk pelayanan apapun
yang diberikan oleh pemerintah, senantiasa dicurigai dan mendapatkan opini yang kurang
menguntungkan terhadap peran dan fungsi aparatur pemerintah sebagai pelayan publik.
Buruknya citra pegawai pemerintah (aparatur) di mata publik, semakin menguat
ketika fakta empiris menunjukan kualitas pelayanan yang berbelit-belit, ketidakjelasan
waktu pelayanan, besarnya biaya pelayanan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat dan
ketidakramahan aparatur pelayanan pada saat memberikan layanan pada masyarakat.
Munculnya fenomena tersebut, diperkuat oleh pandangan Rasul (2000) yang menjelaskan
empat permasalahan yang senantiasa timbul dalam menjalankan organisasi pemerintahan,
yakni;
Pertama, ketidakefektifan dalam menjalankan organisasi. Kedua,
ketidakefisienan yang timbul karena tingkat rasio antara dana yang
diperoleh dan dikumpulkan dari masyarakat dengan pengembaliannya
kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas umum memang masih sangat
rendah. Ketiga, adanya private inurement. Keempat, munculnya excessive
risk.
Secara yuridis, upaya untuk meningkatkan kinerja pegawai, khususnya di
lingkungan pemerintahan, sesungguhnya telah dilakukan oleh pemerintah melalui
pencanangan serangkaian paket kebijakan yang diterjemahkan melalui berbagai ketentuan,
seperti TAP MPR RI No. XI tahun 1998, UU No. 28 tahun 1999, Inpres No. 7 tahun 1999,
dan Tap MPR No. VII /MPR / 2001. Serangkaian paket kebijakan tersebut esensinya
mengatur bagaimana langkah-langkah strategis dan teknis dalam mendorong peningkatan
kinerja institusi pemerintah. Oleh karena itu, secara institusional, berbagai ketentuan ini
sesungguhnya telah memberikan arahan atau pedoman yang cukup jelas bagi aparatur
(pegawai pemerintah) dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat pemerintah.
Namun secara implementatif, berbagai ketentuan tersebut ternyata belum sepenuhnya dapat
diterjemahkan secara efektif, sehingga menimbulkan terjadinya disparitas antara keinginan
masyarakat dengan tingkat kinerja yang ditampilkan oleh pegawai pemerintah (aparatur).
Kondisi yang menyatakan bahwa kinerja pegawai Badan Geologi masih rendah
dapat dijelaskan pada table sebagai berikut:
Tabel 1.1
Kondisi Kinerja Pegawai Badan Geologi
Nomor
1
2
Kegiatan
Pembuatan laporan
kegiatan Tim
Pembuatan laporan
tahunan
Target
30 hari setelah
kegiatan berahir
45 Hari setelah
berakhirnya tahun
berjalan
Realisasi
Selesai 60 hari setelah
kegiatan berahir
Selesai lebih dari 60 hari
setelah berakhirnya tahun
berjalan
Penyusunan
Identifikasi Kebutuhan
Diklat (IKD) Pegawai
Adaptabilitas tugas
pokok sesuai dengan
kebutuhan masyarakat
Kedudukan Pusat
Pengembangan
Geologi Kelautan
Penyempurnaan UPT
yang telah ada dan
Pembentukan UPT
baru
Terpenuhinya
kebutuhan
masyarakat
Berada di dalam
organisasi Badan
Geologi
Selesai Desember
2011
Belum efektif
terlibat dalam proses perumusan kebijakan negara dan penentuan tujuan serta cara-cara
dalam mencapai tujuan negara tersebut. Oleh karena itu, administrasi publik tidak hanya
berkaitan dengan badan-badan eksekutif semata, melainkan seluruh lembaga negara dan
gabungan antar lembaga negara. Dengan demikian, perumusan kebijakan negara (public
policy) yang semula merupakan fungsi politik telah bergeser menjadi fungsi administrasi
publik. Lebih lanjut Prethus dalam Silalahi (1989 : 18) mengemukakan bahwa :
Public administration may be defined as the coordination of individuals and
group efforts to carry out public policy. (Administrasi publik kiranya dapat
dirumuskan sebagai sarana koordinasi dari individu -individu dan
kelompok dalam melaksanakan kebijakan negara).
Pernyataan di atas mengandung makna bahwa administrasi publik juga bersentuhan
dengan masalah koordinasi antara pemangku kepentingan dalam konteks pelaksanaan suatu
kebijakan. Oleh karena itu, sinergitas dari berbagai kelompok kepentingan merupakan hal
penting yang harus diperhatikan, agar tujuan negara, yakni meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan kualitas pelayanan publik. Hal tersebut dapat dipahami, mengingat
eksistensi pemerintah sesungguhnya akan tergantung kepada sejauhmana ia dapat
meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan kepada masyarakat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan terkait dengan hal tersebut, adalah
melakukan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi sebagaimana dilukiskan oleh Dwiyanto
(2010 : 177) merupakan perubahan yang terencana, sistematis dan terukur dalam
rangka mengubah tatanan birokrasi pemerintahan .
Pandangan tersebut
mengisyaratkan bahwa reformasi birokrasi pada intinya menekankan adanya perubahan
terhadap suatu birokrasi yang dianggap sudah ada, namun kurang atau tidak memberikan
sebuah kondisi perbaikan. Itulah sebabnya kemudian dibutuhkan adanya sebuah perubahan
yang sifatnya terencana, sistemik dan terukur.
Pandangan di atas dikuatkan oleh pendapat Saefullah (2010 : 11) yang
mengemukakan bahwa itilah reformasi birokrasi dimaknai sebagai perubahan sistem
secara luas atau perubahan struktural secara khusus di lingkungan birokrasi
pemerintahan. Hal ini mencerminkan bahwa istilah reformasi birokrasi juga akan
bersentuhan dengan persoalan sistem dalam sebuah tatanan kehidupan manusia, baik secara
sosial maupun kelembagaan. Secara sosial dalam arti bahwa perubahan itu perlu dilakukan
dalam sebuah tatanan masyarakat secara umum yang dianggap kurang atau tidak kondusif
bagi kehidupan masyarakat, baik menyangkut perilaku, kebiasaan maupun aspek yang
lainnya. Secara kelembagaan, dalam arti terkait dengan perubahan-perubahan yang perlu
dilakukan pada kelembagaan yang mengatur atau mengelola masalah-masalah publik,
seperti pemerintahan atau birokrasi pemerintahan.
Untuk memperbaiki dan menyempurnakan tatanan kelembagaan pemerintah inilah
yang kemudian dikenal dengan istilah penataan kelembagaan. Secara substantif, penataan
kelembagaan merupakan bentuk upaya yang dilakukan oleh suatu organisasi, termasuk
pemerintah agar institusi dapat tumbuh dan bertahan, sehingga dapat menjalankan
fungsinya secara optimal. Penguatan terhadap pandangan tersebut dikemukakan oleh
Kusumah (2006 : 44) yang menandaskan bahwa penataan kelembagaan juga
merupakan rangkaian kegiatan untuk memperbaiki totalitas sistem organisasi yang
terdiri dari yang bersifat statis (wadah) dan konsep yang bersifat dinamis (aspek
proses kegiatan). Dalam perspektif organisasi publik, penataan kelembagaan dapat
dimaknai sebagai proses perubahan yang direncanakan dalam rangka meningkatkan kinerja
aparatur, sehingga mendorong terhadap peningkatan kualitas pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, Sedarmayanti (2006 : 73-78) mengemukakan
berbagai faktor yang mempengaruhi penataan kelembagaan sebagai berikut:
1) Sumber Daya Manusia
2) Tugas (Deskripsi Kerja)
3) Strategi
4) Struktur (Desain Organisasi)
5) Teknologi
6) Culture (Budaya)
Faktor sumber daya manusia akan bersentuhan dengan perubahan yang terjadi
dalam organisasi tersebut. Dengan perkataan lain, bagaimana cara sumber daya manusia
menghadapi dan mengalami proses perubahan yang berlangsung dalam organisasi tersebut.
Sehubungan dengan hal di atas, Winardi, (2006 : 110) mengemukakan lima macam fase inti
dari dimensi manusia dalam konteks penataan kelembagaan, yaitu:
a. Kesadaran tentang adanya kebutuhan untuk berubah ( awareness of
the need for change)
b. Kesadaran untuk berpartisipasi dan membantu perubahan tersebut
(desire to participate and support the change)
c. Pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan perubahan (dan
bagaimana kiranya bentuk perubahan tersebut) (knowledge of how to
change and what the change looks like)
d. Kemampuan untuk mengimplementasi perubahan tersebut, sehari hari (ability to implement the change on a day to day basis)
e. Perkuatan agar perubahan tersebut tetap berlangsung (reinforcement
to keep the change in place).
Terkait dengan tugas (pekerjaan) Robin (1993 : 137) menjelaskan bahwa terdapat
model karakteristik pekerjaan (job characteristics model) yang diperkenalkan oleh
Hackman dan Oldham di mana setiap pekerjaan dapat dideskripsikan ke dalam lima
pekerjaan inti yaitu :
a. Keanekaragaman keterampilan
b. Identitas tugas
c. Pentingnya tugas
d. Otonomi
e. Umpan balik
Faktor strategi merupakan langkah atau upaya yang dilakukan oleh pimpinan
kelembagaan untuk menghadapi berbagai tantantangan, ancaman dan kendala yang
dihadapi oleh organisasi, baik secara internal maupun eksternal. Sejalan dengan pernyataan
tersebut, Drucker dalam Siagian (2002:5) menyatakan bahwa:
Strategi merupakan kiat yang diterapkan biasanya oleh manajemen
puncak untuk memenangkan peperangan yang melibatkan organisasi.
Untuk memenangkan peperangan tersebut maka harus diketahui
faktor-faktor kekuatan dan kelemahan apa yang dimiliki oleh organisasi,
peluang apa yang mungkin timbul dan bagaimana cara
memanfaatkannya, serta ancaman apa yang diperkirakan akan timbul
dan caracara apa yang paling efektif untuk mengahadapinya. Sebaiknya,
perlu pula diketahui kekuatan dan kelemahan lawan sehingga dapat
ditentukan kiat yang tepat sehingga lawan tidak memiliki kemampuan
untuk memanfaatkan peluang dan bahkan apabila mungkin
menghilangkan peluang tersebut, sehingga tidak memiliki keandalan
dalam menghadapi ancaman yang dihadapinya.
Mengacu kepada uraian di atas, maka secara sederhana dapat dikemukakan bahwa
dalam konteks penataan kelembagaan, faktor strategi setidaknya dapat diidentifikasi dari
hal-hal sebagai berikut: pertama, faktor kekuatan dan kelemahan organisasi, kedua, peluang
yang mungkin dapat diraih, ketiga, bagaimana cara memanfaatkan peluang tersebut,
keempat, ancaman apa yang akan dihadapi.
Kemudian terkait dengan struktur atau desain organisasi, Robin (2006:585)
menjelaskan bahwa terdapat enam unsur kunci yang perlu disampaikan ke manajer ketika
merancang struktur organisasinya yaitu:
a. Spesialisasi Kerja,
b. Departementalisasi
c. Rantai Komando
d. Rentang Kendali
e. Sentralisasi dan Desentralisasi
f. Formalisasi
g. Struktur Matriks
Sementara faktor teknologi mengisyaratkan pentingnya penggunaan teknologi pada
berbagai organisasi, termasuk organisasi pemerintah. Pada organisasi pemerintah, sarana
pendukung yang harus segera diterapkan yaitu penerapan electronic government (egovernment). Penerapan e- government berdasarkan Microsof e government menurut
Widodo (2001:53) akan banyak memberikan peluang dan keuntungan di antaranya:
a. Deliver electronic and integrated public services, nilai tambahan
dalam peningkatan pelayaan karena dapat dilakukan semakin
cepat, akurat dan terpadu.
b. Bridge the digital divide, jembatan penghubung antara pemerintah
dan masyarakat untuk memperkenalkan teknologi baru.
c. Achieve life long learning, sarana proses pembelajaran masyarakat.
d. Rebuiled their custumer relationship, membangun hubungan dengan
konsumen untuk meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah.
e. Foster
economic
development,
mendukung
peningkatan
pembangunan perekonomian.
f. Establish ensible policies and regulations, perkembangan
memunculkan isi-isu actual yang berkaitan erat dengan e-commerce,
cyber-crime, dan cyber-terrorism yang menuntutan adanya kebijakan
dan pengaturan.
g. Create a more participative form of government, peningkatan
partisipasi masyarakat dalam mendukung demokrasi.
Faktor budaya atau kultur dalam konteks penataan kelembagaan merupakan
bagian penting yang harus diperhatikan oleh seluruh komponen organisasi. Hal ini sangat
penting untuk diperhatikan, karena secara substantive budaya budaya akan berkaitan dengan
norma, kebiasaan dan aturan yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan. Sejalan
dengan hal tersebut Ibrahim (2004 : 318) mengemukakan fungsi budaya organisasi bagi
anggotanya sebagai berikut:
a. Adaptasi Eksternal : proses meraih tujuan dan bekerjasama dengan
pihak luar. Sejumlah pertanyaan harus dapat dijawab agar dapat
sukses dengan adaptasi eksternal, antara lain:
b. Integrasi internal : adalah kreasi dari satu identitas kolektif dan
pemahaman tentang metode-metode kerja yang serasi dan hidup
dalam kebersamaan.
c. Mewujudkan kebersamaan eksekutif dan karyawan : dengan
menyadari tujuan bersama, perilaku yang ditetapkan dan saling isi
mengisi.
d. Memilih organisasi sesuai dengan budayanya: adanya beberapa
pilihan antara lain:
10
11
Nugraha (2006)
DIMENSI PENATAAN
KELEMBAGAAN
(Sedarmayanti : 2006)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
DIMENSI KINERJA
PEGAWAI
Benardin (1993)
1. Kualitas
2. Kuantitas
3. Ketepatan Waktu
4. Penghematan Biaya
5. Kemandirian
6. Kerjasama
DIMENSI PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA
(Gomes&Park:1997)
1.
2.
3.
4.
5.
Reactions
Learning
Behavior
Organization result
Cost effectivity.
Harits
(2005)
Rachmawati (2008)
Gambar 1: Kerangka Berpikir Penelitian
12
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bandung. Keempat, Pengembangan sumber
daya manusia melalui dimensi reactions, learning, behavior, organization result dan cost
effectivity besar pengaruhnya terhadap kinerja pegawai di lingkungan Badan Geologi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bandung.
3. Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode Explanatory Research.
Penguatan terhadap pemilihan metode ini dilandasi oleh pandangan Singarimbun & Sofian
Effendi (1995:2) yang menandaskan bahwa metode ini tidak hanya menjelaskan atau
menggambarkan fakta empiris yang ditemui di lapangan, tetapi juga akan menjelaskan
analisis pengaruh baik secara parsial maupun simultan antara variabel yang menjadi fokus
penelitian. Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah Badan Geologi Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung. Adapun anggota populasi yang menjadi
sasaran penelitian adalah seluruh pegawai yang ada di lingkungan Badan Geologi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung yang berjumlah 1446 orang.
Anggota populasi tersebut tersebar pada lima unit kerja, yakni Sekretariat Badan Geologi,
Pusat Sumber Daya Geologi, Pusat Vulkanologi dan Migitasi Bencana Geologi, Pusat
Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan serta Pusat Survei Geologi. Kemudian
melalui teknik Simple Random Sampling (Sampling Acak Sederhana) diperoleh sampel
sebanyak 313 orang. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah Structural
Equation Modeling (SEM).
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian pada prinsipnya merupakan interpretasi peneliti
berdasarkan hasil perhitungan statistik, hasil wawancara serta penguatan teori yang
relevan dengan temuan penelitian. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini peneliti tidak
hanya sekedar menyampaikan angka-angka hasil perhitungan statistic tetapi juga dilandasi
oleh sejumlah argumentasi yang rasional dan empirik. Dalam konteks ini, pembahasan
hasil penelitian akan dilihat dari dua perspektif, yakni pembahasan secara simultan dan
parsial. Adapun pembahasan hasil penelitian yang dimaksud dapat dijelaskan di bawah ini.
4.1 Pengaruh Simultan Penataan Kelembagaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Terhadap Kinerja Pegawai
Hasil analisis data menunjukan adanya pengaruh yang signifikan dari penataan
kelembagaan dan pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai pada
Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan besar pengaruh
mencapai 0.86 standar deviasi atau sebesar 86% dan selebihnya, yakni 14,0 % dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak diteliti. Hasil tersebut mengandung makna bahwa perubahanperubahan yang terjadi pada kinerja pegawai dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang
terjadi dalam pelaksanaan penataan kelembagaan dan pengembangan sumber daya manusia
di lingkungan Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Secara empirik, diperoleh hasil bahwa penataan kelembagaan merupakan variabel
yang paling dominan dalam mempengaruhi variabel kinerja pegawai. Hasil uji statistik
menunjukan bahwa penataan kelembagaan telah memberikan pengaruh terhadap kinerja
pegawai sebesar 0.76 standar deviasi atau sebesar 76.0 %. Sedangkan pengembangan
sumber daya manusia telah memberikan pengaruh terhadap kinerja pegawai pada Badan
Geologi sebesar 0.59 standar deviasi atau 59.0%. Hasil tersebut mencerminkan bahwa
dalam konteks kinerja pegawai, aparatur pemerintah di lingkungan Badan Geologi
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, lebih terpusat pada aspek-aspek yang terkait
dengan pelaksanaan penataan kelembagaan yang secara substantive meliputi dimensi
sumber daya manusia, tugas (deskripsi kerja), strategi, struktur (desain organisasi), teknologi
13
14
diperoleh informasi bahwa sumber daya manusia di lingkungan Badan Geologi secara
kuantitas umumnya sudah sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan organisasi, namun secara
kualitas masih dibutuhkan adanya peningkatan, sehingga diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang signifikan dalam menunjang pelaksanaan penataan kelembagaan pada
Badan Geologi.
Hasil penelitian terungkap bahwa para pegawai di lingkungan Badan Geologi
Kementrian Energi Sumber Daya Mineral pada umumnya memiliki kesadaran untuk
melakukan perubahan sejalan dengan program penataan kelembagaan yang dilakukan oleh
Badan Geologi. Adanya kesadaran ini, merupakan suatu cermin bahwa para pegawai di
lingkungan Badan Geologi pada umumnya telah mengikuti perkembangan dan tuntutan
publik yang semakin tinggi. Kondisi semacam ini, secara operasional cukup membantu
dalam menunjang pencapaian program penataan kelembagaan yang tengah dilakukan oleh
Badan Geologi. Selain itu, adanya kesadaran untuk melakukan perubahan, baik
menyangkut pola, sistem maupun iklim kerja secara kelembagaan ikut membantu dalam
pencapaian visi, misi dan program yang telah dicanangkan oleh Badan Geologi. Oleh
karena itu, upaya untuk membangun kesadaran para pegawai dalam mengikuti setiap
perubahan dan perkembangan organisasi sejatinya menjadi komitmen semua pihak.
Dengan demikian, harapan untuk meningkatkan kinerja pegawai dapat direalisasikan
sesuai dengan target yang ditetapkan.
2.
15
optimal, manakala yang bersangkutan tidak mengetahui kejelasan tentang tugas yang
harus mereka kerjakan. Kejelasan tugas yang dimaksud meliputi kejelasan tentang tujuan,
tata cara (pola kerja) dan mekanisme/ prosedur kerja, kejelasan waktu, kerjasama dan
koordinasi, sistem pelaporan (akutabilitas), perlengkapan/ fasilitas kerja pendukung serta
anggaran yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, secara organisatoris tugas-tugas yang harus
dikerjakan dan menjadi tanggung jawab para pegawai di lingkungan Badan Geologi telah
diatur dalam tugas pokok dan fungsi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
3.
16
bersifat strategis dan bisa mengancam kredibilitas organisasi. Hal ini tentu tidak
dimaksudkan untuk menghindari prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagaimana
diisyaratkan dalam penyelenggaraan good governance, tetapi semata-mata untuk
mengantisipasi terjadinya mispersepsi dalam memaknai kelemahan organisasi yang dapat
mengganggu integritas organisasi.
4.
17
Dimensi teknologi (X5) memiliki koefisien jalur sebesar 0.53. Hasil tersebut
mengandung makna bahwa keberhasilan pelaksanaan penataan kelembagaan di
lingkungan Badan Geologi mampu dicerminkan oleh dimensi teknologi. Secara
substantive dimensi teknologi ditunjukkan melalui penggunaan teknologi secara tepat dan
kemampuan dalam menggunakan sarana teknologi
Hasil penelitian mengungkap bahwa secara organisatoris Badan Geologi
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral selama ini dinilai telah mampu
menggunakan sarana teknologi secara proporsional, sehingga mendukung proses penataan
kelembagaan yang telah dilakukan. Urgensi penggunaan sarana teknologi secara tepat
merupakan salah satu bagian penting bagi Badan Geologi dalam mendukung proses
penataan kelembagaan yang tengah dilakukan. Penggunaan sarana teknologi ini, secara
operasional sangat inheren dengan kebutuhan fasilitas kerja, baik yang bersifat teknis
maupun administratif. Secara umum penggunaan sarana teknologi ini, telah disesuaikan
dengan kebutuhan dan tuntutan organisasi. Hal ini disadarai sepenuhnya mengingat
pertumbuhan, perkembangan dan percepatan teknologi saat ini yang semakin tinggi. Oleh
karena itu, setiap institusi publik----termasuk Badan Geologi dituntut untuk memiliki
kemampuan dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan organisasi dan kebutuhan publik.
Dengan perkataan lain, tingkat adaptabilitas organisasi publik dalam memenuhi kebutuhan
organisasi dan publik tersebut dapat diterjemahkan melalui penguatan sarana teknologi
secara tepat. Urgensi penggunaan sarana teknologi ini juga diilhami oleh berbagai
fenomena antara lain; pertama, dalam dua dekade terakhir ini, praktis dunia telah
memasuki era jaringan komputerisasi yang sekaligus menandai dimulainya abad
informasi. Kedua, pada saat yang sama revolusi digitalisasi telah sedemikian masif dengan
ditandai semakin meluasnya pemakaian handphone yang secara terbuka telah
menembus batasan kelas sosial di berbagai belahan dunia. Selain itu, pemakaian internet
pun telah memasuki ruang-ruang pribadi dengan akses yang semakin mudah dan cepat.
Dengan demikian, dapat dipahami jika perkembangan revolusioner di era digital
ini, secara perlahan tapi pasti telah merambah berbagai ranah kehidupan manusia di
berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Mewabahnya era digital bekalangan ini
sebenarnya, bukanlah suatu ancaman yang mengerikan apabila kita mampu beradaptasi
serta dapat memanfaatkan percepatan teknologi tersebut secara cepat, tepat dan arif.
Bahkan kekuatan era-digital ini menurut Indrajit (2006) secara fungsional justru bisa
membawa perbaikan yang signifikan terhadap berbagai problem yang dihadapi organisasi,
baik pemerintah maupun kalangan swasta, seperti peningkatan kinerja, pelayanan publik,
mendorong transparansi dan akuntabilitas dan lain-lain.
6.
18
19
20
Dimensi Behavior
Dimensi behavior (X2.3) memiliki koefisien jalur sebesar 0.55. Hasil tersebut
menunjukan bahwa keberhasilan pengembangan sumber daya manusia mampu
dicerminkan oleh dimensi behavior. Secara substantive, dimensi behavior dapat dicermati
dari adanya perubahan perilaku aparat dan terjadinya pergeseran pola pikir dalam
menunjang peningkatan kinerja. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pengembangan
sumber daya manusia yang dilakukan Badan Geologi selama ini dinilai belum sepenuhnya
memberikan dampak positif terhadap perubahan perilaku pegawai. Hal ini mengandung
makna, bahwa pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan Badan Geologi secara
psikologis belum sepenuhnya memberikan penguatan, terhadap perubahan perilaku
pegawai, khususnya dalam melaksanakan pekerjaan. Padahal, dalam memasuki era
globalisasi saat ini pergeseran paradigm sistem pemerintahan mengisyaratkan pentingnya
perubahan perilaku aparatur dalam menjalankan tugasnya, khususnya terkait dengan
peningkatan kinerja aparatur dan pelayanan publik.
Isyarat tentang pentingnya perubahan perilaku setelah mengikuti program
pengembangan pegawai dikemukakan oleh Rachmawati (2007 : 121) yang memberikan
gambaran bahwa pengembangan sumber daya aparatur, setidaknya dapat mencapai tiga
perubahan, yakni: pertama, ranah kognitif (cognitif domain), yaitu penampilan yang
ditunjukan peserta dalam perubahan atau peningkatan pengetahuan dan intelektual, kedua,
ranah sikap (affective domain), yaitu penampilan yang ditunjukan peserta dalam perubahan
minat, sikap dan nilai-nilai, dan ketiga, ranah keterampilan (psyhcomotoric domain), yaitu
penampilan yang ditunjukan peserta baik yang bersifat intelektual maupun bersifat laku atau
gerak yang dikuasai dan dilakukan dengan tepat sesuai kecepatan tertentu.
Fakta empiris juga memperlihatkan bahwa pengembangan sumber daya manusia
yang dilaksanakan oleh Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral saat
ini belum sepenuhnya mampu memberikan dampak terhadap pergeseran pola pikir dalam
menunjang peningkatan kinerja. Hasil temuan tersebut dapat dipahami, mengingat
mengubah mind set berpikir seseorang memang bukanlah hal yang mudah, karena tidak
saja berkaitan dengan masalah karakter seseorang, tetapi juga menyangkut nilai dan budaya
dalam suatu organisasi. Selain itu, mengubah pola pikir seseorang juga membutuhkan
waktu yang rerlatif lama. Jadi, agaknya sulit manakala kegiatan pengembangan sumber
daya manusia yang dilaksanakan hanya dalam waktu yang relatif singkat dapat mengubah
perilaku dan mind set seorang pegawai. Bahkan dapat dikatakan suatu hal hal yang utopis,
jika kehendak untuk mengubah perilaku kerja dan mind set berpikir hanya dilakukan
melalui pengembangan sumber daya manusia.
4.
21
22
23
5.2 Saran-Saran
Berpijak pada hasil kesimpulan penelitian, maka peneliti dapat mengemukakan
saran-saran sebagai berikut:
5.2.1 Saran Akademik
Adapun saran yang bersifat akademik dapat peneliti kemukakan sebagai berikut:
1.
Untuk pengembangan teori penataan kelembagaan dalam mempengaruhi kinerja
pegawai disarankan agar menggunakan konsep komitmen aparatur sebagai
parameter untuk mengukur penataan kelembagaan. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menguji kembali hasil penelitian ini serta untuk mengembangkan konsep-konsep
yang berhubungan dengan teori penataan kelembagaan dalam mempengaruhi kinerja
pegawai.
2.
Untuk pengembangan teori pengembangan sumber daya manusia dalam
mempengaruhi kinerja pegawai disarankan agar menggunakan konsep orientasi
perubahan perilaku sebagai salah satu parameter untuk mengukur keberhasilan
pengembangan sumber daya manusia dalam mempengaruhi kinerja pegawai. Hal
tersebut dimaksudkan untuk menguji kembali hasil penelitian ini serta untuk
mengembangkan konsep-konsep yang berhubungan dengan teori pengembangan
sumber daya manusia dalam mempengaruhi kinerja pegawai.
3. Di dalam penelitian ini, peneliti tidak menggugurkan teori yang telah ada atau
menghasilkan teori baru, karena teori yang digunakan masih relevan dan aktual
sehingga dalam konteks ini ada penguatan terhadap teori yang digunakan peneliti.
Oleh sebab itu, peneliti menyarankan kepada peneliti lain untuk mengembangkan
dalam fokus dan lokus yang berbeda.
5.2.2 Saran Praktis
Berangkat dari kesimpulan penelitian tersebut, maka secara praktis peneliti dapat
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Untuk mendorong kinerja pegawai, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral perlu memprioritaskan perhatian kepada dimensi-dimensi penataan
kelembagaan, sehingga mampu mendukung pencapaian visi, misi dan program
organisasi. Adapun langkah konkrit yang dapat dilakukan adalah melalui sosialisasi
secara intensif dan terintegratif mengenai program-program penataan kelembagaan
dengan melibatkan semua komponen di lingkungan Badan Geologi.
2. Walaupun secara formal pengembangan sumber daya manusia kurang memberikan
pengaruh yang signifikan, namun untuk lebih meningkatkan kinerja pegawai, Badan
Geologi disarankan untuk lebih memperhatikan aspek orientasi perubahan perilaku
dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia.
3. Untuk mendukung keberhasilan penataan kelembagaan dan pengembangan sumber
daya manusia, Badan Geologi disarankan untuk lebih mengefektifkan koordinasi, baik
secara internal maupun eksternal. Adapun langkah yang di ditempuh, antara lain
melakukan tindak lanjut koordinasi secara sistematis dan berkelanjutan dengan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan
Kepegawaian Negara, Badan Pendidikan dan Pelatihan Diklat KESDM, Sekretariat
Jenderal KESDM serta Pemerintah Daerah terkait.
5.2.3 Saran Kebijakan
24
DAFTAR PUSTAKA
25
26