You are on page 1of 63

A.

PENGUKURAN SIFAT DATAR


1. Menghitung Jarak
Rumus : Jarak Optis = ( BA BB) 100
a. Menghitung Patok Utama
rumus: (BA-BB) x 100
P0-P1 = ( 0,605-0.355) x 100 = 25 m
P1-P2 = ( 2,239-1,989) x 100 = 25 m
P2-P3 = ( 1,791-1,541) x 100 = 25 m
P3-P4 = ( 1,267-1,017) x 100 = 25 m
P4-P5 = ( 0,485-0,235) x 100 = 25 m
P5-P6 = ( 0,399-0,149) x 100 = 25 m

b. Untuk Patok Detail


rumus: (BA-BB) x 100
P0

a1=

(1,093-1,063) x 100

a2=

(1,107-1,047)

x 100

a3=

(1,529-1,439)

x 100

a4=

(1,965-1,851)

x 100

11,4

12,1

a5= (1,251-1,130) x 100

P1

a6=

(1,198-1,168)

x 100

a7=

(1,930-1,870)

x 100

b 1=

(1,053-1,023) x 100

b 2=

(1,058-0,998)

x 100

b 3=

(1,307-1,217)

x 100

b 4=

(1,498-1,378)

x 100

12

15

b5= (0,415-0,265) x 100

b 6=

(1,226-1,196)

x 100

b 7=

(2,784-2,724)

x 100

P2

c1= (0,743-0,713) x 100

x 100

c3= (0,719-0,629)

x 100

c4= (1,052-0,932)

x 100

12

13,4

x 100

14,6

c7= (1,378-1,348)

x 100

c8= (2,315-2,255)

x 100

d 1=

(1,002-0,972) x 100

d 2=

(0,995-0,935)

x 100

d 3=

(1,140-1,050)

x 100

d 4=

(1,140-1,020)

x 100

12

13

d 6=

(1,776-1,746)

x 100

d 7=

(2,060-2,000)

x 100

e1=

(1,160-1,130) x 100

e2=

(1,111-1,050)

x 100

e3=

(1,130-1,040)

x 100

e4=

(0,939-0,819)

x 100

12

x 100

e5= (2,212-2,182) x 100


e6=

P5

c6= (0,218-0,072)

d5= (0,620-0,490) x 100

P4

3m

c2= (0,659-0,599)

c5= (1,288-1,154) x 100

P3

(2,807-2,747)

f1= (1,425-1,395) x 100

3m

f2= (1,500-1,440)

x 100

f3= (1,615-1,525)

x 100

f4= (1,685-1,575)

x 100

11

f5= (1,707-1,677) x 100

(1,273-1,243) x 100

g 2=

(1,477-1,387)

x 100

g 3=

(1,780-1,703)

x 100

7,7

g 4=

(1,534-1,453)

x 100

8,1

f6= (2,323-2,263)
P6

g 1=

x 100

g5= (1,005-0,915) x 100

g 6=

(1,910-1,880)

x 100

g 7=

(2,215-2,155)

x 100

2. Menghitung Beda Tinggi


Rumus Umum : Tinggi Titik Alat Benang Tengah
a. Untuk Patok Utama
b. P0-P1

= 1,400-0,488 = 0,920 m

c. P1-P2

= 1,370-2,114 = -0,744 m

d. P2-P3

= 1,290-1,666 = -0,376 m

e. P3-P4

= 1,270-1,142 = 0,128 m

f.

= 1,250-0,360 = 0,890 m

P4-P5

g. P5-P6

= 1,550-0,274 =1,276 m

b. Untuk patok detail


P0 a1= 1,400-1,078= 0,322 m
a2= 1,400-1,077= 0,323m
a3= 1,400-1,484= -0,084 m
a4= 1,400-1,908= -0,508 m
a5= 1,400-1,190= 0,210 m
a6= 1,400-1,183= 0,217 m
a7= 1,400-1,900= -0,500 m
P1 b1= 1,370-1,038= 0,332 m
b2= 1,370-1,028= 0,345 m
b3= 1,370-1,262= 0.108m
b4= 1,370-1,438= -0,068 m
b5= 1,370-0,340= 1,030 m
b6= 1,370-1,211= 0,159 m
b7 = 1,370-2,754= -1,384 m

P2

c1= 1,290-0,728= 0,562m

C2= 1,290-0,629= 0.661 m


C3= 1,290-0,674= 0,616 m
C4= 1,290-0,992= 0,298 m
C5= 1,290-1,221= 0,069 m
C6= 1,290-0,145= 1,145 m
C7= 1,290-1,363= -0,073 m

C8= 1,290-2,285= -0,995 m


P3 d1= 1,270-0,987= 0,283m
d2= 1,270-0,975= 0,295 m
d3= 1,270-1,095= 0,175 m
d4= 1,270-1,080= 0,190 m
d5= 1,270-0,555= 0,715 m
d6= 1,270-1,761=-0,491 m
d7= 1,270-2,030=-0,760 m
P4 e1= 1,250-1,145= 0,105m
e2= 1,250-1,080= 0,170 m
e3= 1,250-1,085= 0,165 m
e4= 1,250-0,879= 0,371 m
e5= 1,250-2,197= -0,947m
e6= 1,250-2,777= -1,527m

P5 f1= 1,550-1,410= 0,14 m


f2= 1,550-1,470= 0,08

f3= 1,550-1,570= -0,02 m


f4= 1,550-1,630= -0,08 m
f5= 1,550-1,692= -0,142 m
f6= 1,550-2,293= -0,743 m
P6 g1= 1,350-1,258= 0,092m
g2= 1,350-1,417= -0,067m

g3= 1,350-1,742= -0,392m


g4= 1,350-1,494= -0,144m
g5= 1,350-0,960= 0,39

g6= 1,350-1,895= -0,545m


g7= 1,350-2,185= -0,835m

1. Menentukan Sudut Datar


Rumus Umum : Sudut Datar = Sudut Muka Sudut Belakang
P0 P1 =

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI ILMU UKUR TANAH
Ilmu ukur tanah adalah ilmu yang berhubungan dengan bentuk muka bumi
(topografi), artinya ilmu yang bertujuan menggambarkan bentuk toporafi
muka bumi dalam suatu peta, dengan segala sesuatu yang ada ada permukaan
bumi seperti kota, sungai, bangunan dan lain-lain, dengan skala tertntu.
B. TUJUAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH
1. Tujuan Praktikum Ilmu ukur tanah

a. Mahasiswa dapat mengetahui syarat penggunaan waterpass, mengenal


dan menggunakan pesawat theodolith dan GPS
b. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengatasi kesulitan dalam
menggunakan pesawat waterpass, theodolith dan GPS
c. Mahasiswa terampil mengatur alat dan membaca rambu ukur dengan
tepat dalam setiap pengukuran
d. Mahasiswa dapat melakukan atau melaksanakan pengukuran dengan
tepat
e. Mahasiswa dapat mengukur jarak optis dan beda tinggi suatu tempat
2. Tujuan instruksional khusus
a. Mahasiswa dapat membuat perhitungan dengan teliti
b. Mahasiswa dapat menggambarkan hasil pengukuran dengan tepat
c. Mahasiswa dapat membuat peta dengan situasi angka perbandingan
diperkecil, disebut skala peta

C. PRINSIP DASAR PENGUKURUAN


Untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam pengukuran maka seorang
pengukur harus didasarkan pada prinsip pengukuran, yaitu :
1. Perlu adanya pengecekan yang terpisah
2. Tidak ada kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pengukuran
3. Setiap pengukur telah mengetahui tugas-tugas yang akan dilakukan di
lapangan
D. PETA
1. Definisi Peta
Peta adalah proyeksi sebagian muka bumi pada suatu bidang mendatar
dengan skala tertentu, leh karena permukaan bumi melengkung dan kertas

pada peta itu rata, maka tdak ada bagian dari muka bumi yang dapat
digambarkan tanpa penyimpangan dari bentuk aslinya, namun demikian
untuk areal yang kecil permukaan bumi dapat dianggap sebagai bidang
datar, karena itu peta yang dibuat dengan proyeksi vertikal dapat dianggap
benar (tanpa kesalahan). Bentuk-bentuk penyajiannya antara lain:
1. Peta (jika skalanya kecil)
2. Plan (Jika skalanya besar)
2. Jenis-jenis Peta
Menurut maksudnya, peta dapat dibagi menjadi :
a. Peta jalan raya untuk keperluan tourisme
b. Peta sungai untuk keperluan pelayaran
c. Peta pengairan yang menyatakan daerah pengairan dengan saluran air
d. Peta gelogi yang menyatakan keadaan geologis suatu daerah

MODUL I
PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN WATERPASS
I. TUJUAN INSTRUKSI UMUM
1. Mahasiswa dapat mengetahui syarat penggunaan waterpass.
2. Mahasiswa dapat mengenal dan menggunakan alat waterpass.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengatasi kesulitan-kesulitan dalam
menggunakan pesawat waterpass.
4. Mahasiswa terampil mengatur alat dan membaca rambu ukur dengan tepat
dalam setiap pengukuran.
5. Mahasiswa dapat mengukur jarak optis dan beda tinggi suatu tempat.

6. Mahasiswa dapat membaca skala lingkaran pada pesawat waterpass.


II. TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS
1. Mahasiswa Dapat melaksanakan pengukuran profil memanjang dan profil
melintang.
2. Mahasiswa dapat melaksanakan pengukuran peta situasi dengan menyipat
datar.
3. Mahasiswa dapat melaksanakan perhitungan kuantitas / volume hasil
pekerjaan.
4. Mahasiswa dapat menggambar hasil pengukuran.

III. PERALATAN
1. Pesawat Waterpass dan kelengkapan
2. Statif
3. Uting-unting
4. Rambu ukur
5. Pita ukur/ Roll meter
6. Patok/paku
7. Alat-alat tulis
8. Payung
IV. TINJAUAN PUSTAKA

Suatu tempat di permukaan bumi selain dapat ditentukan posisi


mendatarnya dapat juga ditentukan posisi tegaknya. Tinggi suatu titik dapat
diartikan tinggi titik tersebut terhadap suatu bidang persamaan yang telah
ditentukan.
Pengukuran-pengukuran untuk menentukan beda tinggi suatu tempat
debug dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari yang paling kasar
sampai yang teliti, yaitu secara: Barometris, Trigonometris dan secara
waterpassing (Leveling). Namun yang akan dibahas pada modul ini adalah
mengenai pengukuran waterpass.
Pengukuran tinggi cara waterpass adalah untuk menentukan beda tinggi
secara langsung untuk membuat garis bidik horizontal. Alat yang digunakan
adalah waterpass.
Pemakaian waterpass selanjutnya dapat diterapkan pada pekerjaanpekerjaan : pembuatan jalan, saluran irigasi, pematangan tanah, dll.
Pesawat waterpass merupakan alat yang berfungsi menentukan beda tinggi
suatu tempat dengan batas antara 0 3 m, untk ketinggian di atas 3 masih bisa
hanya saja akan menghabiskan waktu yang banyak.

Pesawat Waterpass terdiri atas :


a. Teropong Jurusan
Teropong jurusan terbuat dari pipa logam, di dalamnya terdapat susunan
lensa obyektif, lensa okuler, dan lensa penyetel pusat. Didalam teropong
terdapat pula plat kaca yang dibalut dengan bingkai dari logfam
(diafragma), sedang pada plat kaca terdapat goresan benang silang.
b. Nivo
Nivo adalah suatu alat yang digunakan sebagai sarana untuk membuat
arah-arah horizontal dan vertical. Menurut bentuknya nivo dibagi atas dua
yaitu nivo kotak dan nivo tabung. Nivo kotak berada di atas.

Dalam pengukuran waterpass digunakan 3 cara yaitu metode loncat (muka


belakang) dan metode garis bidik serta metode gabungan keduanya.
a. Metode Loncat
Metode loncat biasanya digunakan pada pengukuran jaringan irigasi atau
pengukuran memanjang tanpa diselingi potongan melintang, karena pada
metode loncat, pesawat waterpass berada di tengah-tengah antara patok 1
dan 2 atau berada pada patok genap sedangkan rambu berada pada patok
ganjil. Untuk pengukuran melintang hal ini agak sulit dilakukan karena
pesawat waterpass tidak terdiri di semua patok. Untuk itulah digunakan
garis bidik. Adapun keunggulan dan kelemahan metode loncat adalah
sebagai berikut :
-

Metode loncat bisa mengukur jarak dan beda tinggi.

Tidak efisien digunakan dalam pengukuran jalan yang tiap 25


meter di buat potongan melintang.

Pesawat harus pas di atas patok sehingga menyulitkan pengukuran


pada areal daerah yang padat (dalam hal ini jalan raya).

b. Metode Garis Bidik


Metode garis bidik merupakan metode yang praktis dalam menentukan
profil melintang dibanding dengan metode loncat. Prinsip kerja metode ini
adalah metode ini hanya mengukur beda tinggi. Adapun keunggulan dan
kelebihannya adalah :
-

Garis bidik sangat efsien dalam pengukuran melintang khususnya


di jalan.

Garis bidik hanya mampu menentukan beda tinggi suatu wilayah


namun tidak bisa membaca jarak.

Jarak antar patok harus diukur terlebih dahulu.

Pesawat bisa diletakkan dimanapun yang kita suka karena metode


ini hanya untuk menentukan garis bidik.

c. Metode Gabungan
Metode ini merupakan gabungan dari kedua metode di atas, namun harus
diperhatikan bahwa dalam menentukan beda tinggi suatu wilayah metode
perhitungannya harus tersendiri tidak bisa dicampur baur karena
mempunyai prinsip yang berbeda.
Berdasarkan konstruksinya alat ukur penyipat datar dapat dibagi dalam
empat macam utama :
a. Alat ukur penyipat datar dengan semua bagiannya tetap. Nivo tetap
ditempatkan di atas teropong, sedang teropong hanya dapat diputar dengan
sumbu kesatu sebagai sumbu putar.
b. Alat ukur penyipat datar yang mempunyai nivo reversi dan ditempatkan
pada teropong. Dengan demikian teropong selain dapat diputar dengan
sumbu kesatu sebagai sumbu putar, dapat pula diputar dengan suatu sumbu
yang letak searah dengan garis bidik. Sumbu putar ini dinamakan sumbu
mekanis teropong. Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur
penyipat datar.

c. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang dapat diangkat dari bagian
bawah alat ukur penyipat datar dan dapat diletakkan di bagian bawah
dengan landasan yang terbentuk persegi, sedang nivo ditempatkan pada
teropong.
Karena konstruksi berbeda, maka cara pengaturan pada tiap-tiap macam
alat ukur penyipat datar akan berbeda pula, meskipun syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk semua macam sama.
Dalam konstruksi yang modern, hanyalah macam ke satu dan ke dua yang
dapat mempertahankan diri, dengan perkataan lain: semua alat ukur penyipat
datar yang modern hanya dibuat dalam macam kesatu atau kedua saja.

V. PETUNJUK UMUM
1. Baca dan pelajari lembar kerja ini.
2. Penyetelan pesawat waterpass yang dimaksud adalah pengaturan pesawat
disuatu tempat sampai memenuhi syarat untuk mengadakan pengukuran.
3. Perhatikan dan ingat macam-macam sekrup penyetel dan coba bidik suatu
titik target.
4. Letak rambu ukur harus vertikal.
5. Pelajari buku petunjuk / spesifikasi pesawat yang digunakan.
6. Jangan memutar sekrup sebelum mengetahui kegunaannya.
7. Bekerja dengan hati-hati dan sabar.
8. Bersihkan semua peralatan setelah selesai digunakan.

VI. LANGKAH KERJA


A. Mengatur / Menyetel Pesawat Waterpass
1. Dirikan statik di atas titik yang dimaksud hingga kaki statif
membentuk segitiga sama sisi, dan usahakan platnya mendatar dengan
cara:
a. Buka sekrup pengunci kaki statif, panjangkan seperlunya kemudian
kunci sekedarnya.
b. Injak kaki statif seperlunya hingga cukup stabil.

c. Atur

kepala

statif

(plat

level)

sedatar

mungkin

sambil

memperhatikan sekrup pengunci pesawat, kira-kira centering di


atas titik yang dimaksud.
d. Kencangkan sekrup pengunci kaki statif.
2. Pasang pesawat dan kunci sekedarnya sehingga masih mudah digesergeser.
3. Pasang unting-unting sedemikian rupa hingga kira-kira 1 cm di atas
titik yang dimaksud.
4. Atur unting-unting dengan menggeser-geser pesawat di atas plat level
hingga betul-betul centering, kemudian kencangkan pengunci pesawat.
5. Sejajarkan teropong dengan dua sekrup penyetel sumbu I (sekrup A &
B) dan ketengahkan gelembung nivo dengan memutar sekrup A, B,
dan C sekaligus hingga gelembung nivo tepat berada di tengah-tengah
lingkaran nivo.
6. Putar teropong ke posisi mana saja, jika gelembung nivo berubah-ubah
steel kembali sekrup penyetel hingga gelembung kembali ke tengah.
7. Lakukan berulang-ulang hingga gelembung nivo tetap di tengah
kemanapun teropong diarahkan, maka sumbu I vertikal dan pesawat
telah siap dipakai.

B. Membidik dan membaca Rambu Ukur


1. Bidik dan arahkan teropong kasar pada bak ukur yang didirikan
vertikal pada suatu titik yang telah ditentukan dengan menggunakan
garis bidik kasar yang ada di atas pesawat.
2. Bila bayangan kabur, perjelas dengan memutar sekrup pengatur lensa
obyektif, dan jika benang silang kabur perjelas dengan memutar sekrup
pengatur diafragma.

3. Impitkan benang silang diafragma dengan sumbu rambu ukur dengan


cara mengatur sekrup penggerak halus.
4. Lakukan pembacaan rambu ukur sebagai berikut:
a. Misal bacaan meter dua decimeter.
BA = 1,500
BT = 1,400
BB = 1,300
b. Pembacaan centimeter ditentukan oleh bentuk hitam putih pada
rambu ukur.
Misal : BA = 0,050
BT = 0,050
BB = 0,050
c. Pembacaan milimeter ditaksir di antara garis centimeter.
Misal : BA = 0,005
BT = 0,005
BB = 0,005
d. Maka hasil pembacaan adalah
BA = 1,500 + 0,050 + 0,005 = 1,555
BT = 1,400 + 0,050 + 0,005 = 1,455
BB = 1,300 + 0,050 + 0,005 = 1,355

5. Pembacaan rambu selesai dan harus memenuhi ketentuan


BA + BB = 2 x BT
(BA - BT) = (BT - BB)
6. Untuk mendapatkan jarak optis digunakan rumus
Jarak = (BA BB) x 100, dimana benang atas dan benang bawah
satuannya adalah cm

C. Membaca Skala Lingkaran


1. Perhatikan pembagian skala lingkaran pada pesawat tersebut.
2. Tiap 10 dibagi menjadi 10 bagian, berarti tiap bagian besarnya 1.
3. Baca skala lingkaran yang ditunjuk oleh garis index.
Misal garis index menunjukan pada bilangan puluhan 60 dan atara 5
dan 6 strip bagian kecil, berarti pembacaan 60 + 5 =65.
4. Harga bacaan menit dikira-kira sesuai dengan letak garis index.
Misal dalam gambar garis index berada ditengah antara 5 dan 6 berarti
mempunyai harga atau 30.
5. Pembacaan akhir pada gambarskala lingkaran di atas adalah :
60 + 5 + 30 = 6530
D. Memeriksa Pesawat Waterpass
a. Mengatur/memeriksa garis arah nivo tegak lurus gbr.I
1. Tempatkan dan steel pesawat waterpass.
2. Ketengahkan nivo dengan sekrup penyetel A, B dan C.
3. Putar teropong ke arah 90 & 180, jika gelembung nivo tetap
berada ditengah-tengah berarti garis arah nivo tegak lurus sumbu I.
4. Jika setelah teropong diputar 90 & 180, gelembung nivo berubah
maka atur kembali sekrup penyetel A, B dan C sehingga
gelembung nivo berada di tengah-tengah.

5. Jika pekerjaan di A telah dikerjakan berulang kali tetapi gelembung


nivo tidak bisa ditengah, berarti garis lurus arah nivo tidak tegak
lurus dengan bagian I dan perlu diadakan koreksi nivo.
6. Koreksi nivo dilakukan dengan mengembalikan gelembung nivo
setengahnya dengan sekrup penyetel A, B dan C setengahnya
dikembalikan dengan sekrup koreksi nivo.
b. Memeriksa/mengatur benang mendatar diafragma tegak lurus sumbu I

1. Tempatkan dan steel pesawat sehinga sumbu I tegak lurus seperti


angka penyetelan pesawat waterpass.
2. Bidik suatu titik target sehingga titik tersebut terletak di salah satu
ujung benang mendatar diafragma.
Misal titik target terletak di ujung kiri.
3. Putar teropong ke arah titik tersebut sehingga titik tersebut terletak
di ujung kanan mendatar diafragma.
4. Bila titik tersebut berimpit dengan ujung kanan benang mendatar,
berarti benang mendatar diafragma tegak lurus sumbu I.
5. Jika titik target tersebut tidak berimpit dengan ujung kanan benang
mendatar diafragma, berarti ada kesalahan (benang mendatar
diafragma tidak tegak lurus sumbu I).
6. Untuk mengoreksinya hilangkan setengah dengan mengatur sekrup
koreksi diafragma, maka benang mendatar diafragma akan tegak
lurus sumbu I.
7. Ulangi pekerjaaan ini dari awal sehingga pada pemutaran teropong
dengan sumbu I sebagai sumbu putar titik target tetap berhimpit
dengan benang mendatar diafragma.

c. Memeriksa/mengatur garis bidik sejajar dengan garis arah nivo


1. Tentukan titik A, B, C dan D yang terletak pada satu garis lurus dan
buat jarak AC CB = BD.
2. Letakkan pesawat dititik C, steel sehingga memenuhi syarat guna
mengadakan pengukuran.
3. Letakkan rambu ukur pada titik A dan B.
4. Baca rambu ukur di A & B dan catat hasil pemacaannya.
Misal : Pembacaan rambu ukur di A = a

Pembacaan ramb ukur di B = b


5. Pindahkan pesawat di D, steel sehingga memenuhi syarat
pengukuran.
6. Baca rambu ukur di A & B.
Misal : Pembacaan rambu ukur di A = C
Pembacaan rambu ukur
7. Hitung beda tinggi A B berdasarkan bacaan pertama : (a - b) = h1.
8. Hitung beda tinggi A B berdasarkan bacaan kedua : (c d) = h2.
9. Jika h1 = h2 berarti garis bidik // garis arah nivo.
10. Jika h1 = h2 berarti garis titik tidak sejajar garis arah nivo dan harus
dikoreksi. (Seperti terlihat pada gambar, jika garis bidik tidak
sejajar dengan garis arah nivo, maka garis bidik akan membentuk
sudut terhadap garis nivo).
11. Cari harga x dan y.
Lihat cpd dan cyt 2
cpd ~ cyt 2 karena d1 = d2 = d3
Maka dx = cy
P = d + h1
cp = c p
dx = c p x = d dx
y = c cy
12. Teropong di arahkan ke rambu ukur A.
13. Dengan sekrup koreksi diafragma benang tengah dikoreksi
sehingga pembacaan sama dengan y.
14. Untuk pengecekan, arahkan teropong ke rambu ukur B dan
pembacaan harus sama dengan x.
E. Pelaksanaan pengukuran waterpassing (Menyipat datar)
1. Metode loncat

Hal penting dalam metode loncat :


a. Tentukan titik-titik travers yang akan dibuat.
b. Dalam pengukuran sebaiknya dilakukan dengan cara rambu
muka pada slag I menjadi rambu belakang pada slag II dan
seterusnya.
c. Untuk

mendapatkan

ketelitian,

sebaiknya

pengukuran

dilakukan dua kali (pulang pergi).


d. Hitung hasil pengukuran dan bila perlu digambar profilnya.
Uraian pelaksanaan pengukuran:
a. Pengukuran jarak optis

P0
a.1

P1

P2

P3

P4

Tempatkan dan steel pesawat ditengah-tengah antara titik


P0 dan P2 (slag), slag adalah ruas antara dua patok muka
dan belakang. Penempatan pesawat harus satu garis
dengan P0 dan P2.

a.2

Tempatkan rambu ukur di atas patok. Titik P0 sebagai


rambu belakang dan titik P2 sebagai rambu muka.

a.3

Bidik teropong ke rambu belakang P0 kemudian baca BT,


BA dan BB, kemudian dicatat pada buku ukur.

a.4

Turunkan rambu kemuka tanah pada titik P0 tersebut dan


lakukan pembacaan seperti pada a.3.

a.5

Putar teropong dan bidik rambu muka serta lakukan


pembacaan seperti pada a.3 dan a.4.

a.6

Pesawat dipindahkan ke slag II (antara P2 dan P4). Dengan


cara yang sama dengan langkah a.1 s/d a.5. Lakukan
pembacaan rambu muka dan rambu belakang.

a.7

Begitu seterusnya sampai dengan slag terakhir.

a.8

Jarak P0 dan P2 adalah pesawat ke rambu belakang


tambah jarak pesawat ke rambu muka. Demikian juga
pada

slag-slag

berikutnya.

Pesawat

diusahakan

ditempatkan tepat di tengah antara dua titik (P0P2).


b. Perhitungan jarak optis
Perhitungan jarak secara optis dapat dilakukan pada titik-titik
utama dan titik detail.
Rumus jarak optis (D)
D = (BA BB) x 100
dimana :
D

= Jarak datar optis

BA = Bacaan benang atas


BB = Bacaan benang bawah
Bacaan benang tengah (BT) haru memenuhi persyaratan yaitu :
BT = BA + BB
2

Pengukuran jarak titiik-titik detail (tidak langsung) pada titik


profil melintang yang titik utamanya bukan posisi alat, dapat
dilakukan dengan cara phytagoras seperti di bawah ini :
P0

P0 a = (P1a)2 (P1P0)2
P0 b = (P1b)2 (P1P0)2
Dimana :
P0a = Jarak analitis P0 a

P1

P1a = Jarak optis P1 a ; P1P2 =Jarak optis melintang


c. Pengukuran jarak rantai

c.1

Tempatkan dan steel pesawat kira-kira ditengah-tengah


antara P0 dan P2 (slag I).

c.2

Tempatkan rambu ukur di P0 sebagai rambu belakang dan


di P2 sebagai rambu muka.

c.3

Bidik teropong ke rambu belakang, baca dan catat


pembacaan BT, BA dan BB.

c.4

Turunkan rambu kemuka tanah pada titik P0 tersebut dan


lakukan pembacaan seperti b.3.

c.5

Putar teropong dan bidik rambu muka serta lakukan


pembacaan rambu muka b.3 dan b.4.

c.6

Ukur jarak P0 P2 (slag I) dengan rantai ukur atau pita ukur.

c.7

Dengan cara yang sama pengukuran dilanjutkan pada slag


II, III,... sampai slag terakhir.

d. Perhitungan beda tingga ( h) pembacaan muka belakang


a

P0

a
P1

P2
d

Menghitung beda tinggi patok utama:


Rumus perhitungan beda tinggi :
hP0P1 = BT BA

(untuk pembacaan ke belakang)

(BT di P0 TA di P1)

dan :
hP1P2 = TA BT (untuk pembacaan ke depan)
(TA di P1 BT di P2)
dimana : TA = Tinggi Alat
Menghitung beda tinggi patok-patok detail:
Rumus perhitungan beda tinggi:
hP0P0a = BT P0 BT P0a(untuk melintang tanpa pesawat)
Dan :
hP1P1a = TA P1 BT P1a (untuk melintang titik pesawat)
2. Metode garis bidik
1. Tentukan patok-patok yang akan diukur dan berikan tanda
sesuai jarak patok tersebut. Misalnya sta 0+00,0+25, sta 0+50
dan sebagainya.
2. Sebelum memberikan tanda ukur jarak antara patok tersbeut
dengan menggunakan roll meter.
3. Dirikan pesawat waterpass ditempat yang kita inginkan dengan
catatan bahwa minimal ada dua titik yang bisa dilihat dari
tempat berdirinya pesawat.
4. Letakkan rambu ukur pada titik awal yang biasanya dikenal
dengan sta 0+00.
5. Arahkan teropong ke arah rambu ukur dan pembacaan ini
dinamakan pembacaan belakang. Setelah itu baca rambu ukur
pada benang tengah sedangkan benang atas dan benang bawah
tidak perlu dibaca. Benang tangah ini merupakan garis bidik
yang menjadi patokan untuk perhitungan beda tinggi titik
selanjutnya. Jika metode pengukuran merupakan metode
gabungan maka bacaan benang atas dan benang bawah untuk
jalur potongan memanjang harus dicatat.

6. Selanjutnya arahkan pesawat kesamping kiri kanan sta 0+00


dan pembacaan ini dinamakan pembacaan detail melintang
jalan.
7. Jika diperlukan data elevasi pada titik alat dan arah
melintangnya maka pembacaan arah melintang pada posisi titik
pesawat juga harus dilakukan untuk memperoleh ketelitian data
profil.
8. Baca benang tengah dari masing-masing titik.
9. Setelah itu lanjutkan ke patok berikutnya, jika patok (sta)
berada didepan pesawat maka pembacaan tersebut dikatakan
sebagai pembacaan depan. Jika semuanya telah selesai
pindahkan pesawat untuk melihat titik selanjutnya.
10. Setelah pesawat dipindahkan, maka arahkan pesawat ke titik
akhir pembacaan pesawat pertama atau dalam hal ini titik yang
diketahui tingginya, karena benang tengah tersebut akan
menjadi garis bidik titik berikutnya.
11. Ulangi langkah kerja diatas sampai pengukuran selesai.

Pengukuran leveling dengan metode garis bidik hanya dapat


dilakukan pada patok-patok yang diketahui jaraknya dan jika tidak
maka digunakan metode leveling loncat dimana pesawat berada
patok genap.
Adapun langkah-langkah perhitungan metode garis bidik yaitu :
a. Tentukan jarak antara patok dnegan menggunakan roll meter.
b. Garis bidik merupakan patokan untuk menentukan beda tinggi
antar patok. Garis bidik diambil dari benang tengah belakang
atau titik ikat yang telah diketahui tingginya. Garis bidik yang
telah ditentukan merupakan patokan bagi titik yang lain

sepanjang pesawat tersebut belum pindah tempat. Jika telah


pindah tempat maka yang diambil sebagai garis bidik adalah
titik yang telah diketahui tingginya.
c. Dalam pengukuran diatas pesawat diletakkan pada titik 0+75
dan yang diambil sebagai garis bidik adalah 0+0, dengan
demikian titik tersebut sebagai patokan untuk titik yang lainnya
baik untuk perhitungan beda tinggi maupun tinggi titik.
d. Menentukan beda tinggi titik
Rumus umum menghitung tinggi garis bidik :
-

Jika titik awal (P0) diketahui tingginya dan pesawat di P1


(antara P0-P2):
Tinggi garis bidik = Tinggi titik P0 + Benang tengah rambu di P0

Jika titik pesawat (P1) diketahui tingginya :


Tinggi garis bidik = Titik titik P1 + Tinggi titik alat (TA)

e. Menghitung tinggi titik


Tinggi titik = Tinggi garis bidik Benang tengah titik yang
dibidik

F. Prosedur pengukuran profil melintang


1. Tentukan posisi dari profil tersebut terhadap travers yang telah
ditentukan dengan cara sebagai berikut :
a. Tempatkan dan steel pesawat pada titik travers yang akan diukur
profilnya sedemikian rupa sehingga sumbu I tepat di atas titik
tersebut. Misal titik P1
b. Bidik teropong ke titik P2, kemudian putar alhidade horizontal
sehingga index lingkaran tepat pada angka nol dari skala lingkaran.
c. Putar teropong, ke kiri atau ke kanan, tergantung dari posisi profil
yang diinginkan, maka buat sudut terhadap P1 P2. Misal 90.

Kemudian pasang patok pembantu pada ujung profil tersebut,


misal titik a.
d. Putar teropong 180 untuk menentukan ujung lain dari profil
tersebut misal titik b.
2. Dalam hal ini penentuan posisi dari profil, selain dilakukan seperti
langkah no.1 yang bisa dicaca dan dicatat dengan jarak optis dan
beda tinggi. Penentuan posisi dari profil ini dapat juga ditentukan
dengan perkiraan, tergantung kebutuhan.
3. Tempatkan dan steel pesawat pada suatu titik diluar garis profil,
sedemikian rupa sehingga dari titik tersebut dapat membidik
sepanjang profil yang akan diukur (metode tinggi garis bidik).
4. Pasang rambu ukur P1 bidikkan teropong pada rambu ukur tersebut
dan lakukan pembacaan BT, BA dan BB yang tercatat pada rambu
ukur.
5. Pasang rambu ukur pada titik a (dalam hal ini rambu ukur
diletakkan diatas tanah) dan lakukan pembacaan langkah 4.

6. Lakukan pembacaan pada setiap perubahan kemiringan tanah


sepanjang garis profil, misal titik b, c, d, ... dan seterusnya sampai
ke ujung profil yang telah ditentukan.
7. Ukur jarak ab, bc,cd, ... dan seterusnya dengan pita ukur atau rantai
ukur.
8. Pengukuran dilanjutkan pada profil berikutnya (P2,P3,... dan
seterusnya)
9. Hitung dan gambar hasil pengukuran tersebut.

METODOLOGI WATERPASS

BAB II
PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN THEODOLITH
A. TUJUAN INSTRUKSI UMUM
1. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip penggunaan theodolith.
2. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran sudut horizontal dan sudut
vertikal dan menghitung jarak atas dasar pembacaan sudut rambu.
B. TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS
1. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran sudut dengan metode
yang berbeda-beda.

2.

Mahasiswa dapat melakukan perhitungan atas dasar hasil ukur.

3.

Mahasiswa dapat menggambarkan situasi dan menghitung luasan

areal.
C. PERALATAN
1.

Pesawat Theodolith

2.

Statif

3.

Rambu ukur

4.

Kompas

5.

Baterai (bagi pesawat theodolith digital)

6.

Unting-unting

7.

Patok kayu

8.

Meteran

9.

Alat tulis-menulis

D. TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran polygon dimaksud menghitung koordinat, ketinggian tiap-tiap
titik polygon untuk itu kita mengadakan pengukuran sudut dan jarak dengan
mengikatkan pada suatu titik tetap seperti titik triangulasi, jembatan dan lainlain yang sudah diketahui koordinat dan ketinggiannya.
a. Pengukuran Sudut dan Jarak
Sudut diukur dengan alat ukur theodolith dengan mengarahkan
teropong pada arah tertentu dan kita akan memperoleh pembacaan
tertentu pada plat lingkaran horizontal alat tertentu. Dengan bidikan
kearah lainnya, selisih pembacaan kedua dan pertama merupakan sudut
dari kedua arah tersebut. Jarak dapat diukur dengan rol meter, EDM
atau secara optis dengan theodolith seperti dibawah ini:

BA
BT

BB

BA = Benang Atas
BT = Benang Tengah
BB = Benang Bawah
V

= Pembacaan sudut vertikal (helling)

Jarak miring (D)

= (BA-BB) x 100 x sin V

Jarak datar (D)

= (BA-BB) x 100 x sin2 V


= D1 sin V

b. Menghitung Sudut Datar dan Koreksi


Setelah sudut datar dijumlah dari semua titik yang didapat dari hasil
pengukuran akan terjadi kesalahan, maka dengan itu harus dikoreksi
sesuai dengan banyknya titik pengukuran.
Bila sudut-sudut yang diukur berupa segi banyak (polygon) maka:
Jumlah sudut

: (2n-4) x 900 untuk pengukuran berlawanan dengan


jarum jam (sudut dalam).
: (2n+4) x 900 untuk pengukuran searah dengan
jarum jam (sudut luar)

Toleransi sudut = + 40

detik

dimana n

= banyaknya sudut

Poligon Tertutup
Pada polygon ini titik awal dan titik akhir merupakan satu yang sama.
Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus diatas maka harus di
ratakan sehingga memenuhi syarat diatas:

Ro

Poligon Tertutup antara 2 titik yang diketahui

Azimuth
diketahui

Poligon Terdahul

Azimuth
diketahui

Poligon baru
D

a. Pengukuran dimulai dari titik AB dimana azimut AB diketahui


dan terakhir dititik CD azimut sebagai kontrol: azimut CD yang
hasil perhitungan harus sama dengan azimut CD yang
diketahui, toleransinya + 30 n menit. Disini juga harus
dilakukan peralatan bila memenuhi ketentuan diatas
b. Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis penghubung
haruslah ditentukan lebih dahulu azimuth awalnya. Penentuan
azimuth dapat dilakukan dengan cara magnetis (kompas) atau
pengamatan matahari.

U
AB

AB

B
C

Azimuth B C adalah azimuth A B + B 1800 dan Azimuth C D


adalah azimuth B C + C 1800 dan seterusnya dimana B adalah
sudut datar dari masing-masing titik.
c. Menghitung Koordinat
Setelah azimuth dan jarak datar telah dihitung, maka kita dapat
menghitung koordinat titik-titik poligon. Perhitungan dimulai dengan

mencari selisih koordinat (X dan Y):


Rumus perhitungan selisih koordinat:
D. sin untuk X
D. cos untuk Y
Dimana:
D = jarak datar
= azimuth
perhitungan dari dimulai dari titik awal yang sudah diketahui
koordinatnya kemudian ditambah atau dikurangi dengan selisih
koordinat terkoreksi.

d. Menghitung Koreksi Koordinat


Untuk poligon tertutup X dan Y harus tidak melebihi dari
toleransi pengukuran dengan rumus. Koreksi untuk absis setiap titik
adalah:
Xi = K1 Xi = K1 =

Xi
X

Koreksi untuk absis setiap titik adalah :


yi = K1 Yi = K1 =

Yi
Y

e. Mengukur beda tinggi


Jika menggunakan Waterpass, beda tinggi = pembacaan-pembacaan
muka, jika menggunakan theodolith, beda tinggi (h) = D sin dimanan
D adalah jarakmiring sedangkan sudut kemiringan lereng.

f. Koreksi beda tinggi


Untuk poligon tertutup h = 0, jika h tidak sama dengan 0 maka
besarnya kesalahan dibagikan kemasing-masing titik.
E. PETUNJUK UMUM
1. Mempelajari lembar kerja dengan baik-baik
2. Ingat betul-betul mana setiap bagian sekrup-sekrup pengatur/ penyetel
dan fungsinya.
3. Perhatikan baik-baik tempat dan cara membaca skala lingkaran baik
horizontal

maupunvertikal,

karena

setiap

pesawat

mempunyai

spesivikasi sendiri-sendiri.
4. Jangan memutar-mutar sekrup pengatur sebelum tahu benar fungsinya.
5. Dalam membuka dan mengunci sekrup-sekrup pengatur jangan terlalu
longgar dan terlalu kencang.
6. Kalau masih ragu diharapkan bertanya pada instruktur.

LANGKAH KERJA
A. Mengenal Bagian-Bagian Pesawat
1. Pasang pesawat diatas statik
2. Memperhatikan dengan seksama bagiandemi bagian dari pesawat
tersebut dan sesuaikan dengan spesifiknya untuk mengingat-ingat
nama dari bagian tersebut.
3.

Mengikuti penjelasan instruktur.

B. Menyetel Pesawat dan Memeriksa Sumbi I


1. Menempatkan nivo sejajar dengan dua sekrup penyetel A&B, dan
dengan dua sekrup penyetel ini gelembung nivo ditempatkan ditengahtengah.
2. Memuar Nivo 1800 dengan sumbu I sebagai sudut putar.

a. Bila gelembung tetap ditengah-tengah pekerjaan dilanjutkan ke


langkah 4.b.
b. Bila gelembung ditengah-tengah lagi, coba ulangi dulu dari
langkah ke kesatu, dan bila beberapa kali diulang ternyata
gelembung tidak juga ditengah-tengah setelah nivo diputar 180 0,
maka kembalikan gelembung setengahnya lagi dengan sekrup
penyetel A&B.
3. Mengulangi pekerjaan sedemikian rupa sehingga gelembung tetap
ditengah-tengah sebelum dan sesudah nivo diputar 1800 dengan sumbu
I sebagai sumbu putar.
4. Memutar nivo 900 dengan sumbu I sebagai sumbu putar dan
gelembung nivo ditengahkan dengan memutar sekrup penyetel C,
maka sumbu I tegak lurus pada
dua garis jurusan yang mendatar dan akan letak vertikal.

5. Mengulangi pekerjaan hingga bila nivo diputar kesemua jurusan


gelembung tetap ditengah-tengah.
Bila ada nivo yang biasanya dipasang pada kaki penyangga sumbu
II (nivo B) dan tegak lurus terhadap nivo yang terletak diatas akhidade
horizontal (nivo A) maka langkah pekerjaan sebagai berikut:
1. Menempatkan nivo A sejajar dengan sekrup A & B dan nivo B dengan
sendirinya kearah sekrup penyetel C.
2. Menempatkan gelembung kedua nivo ditengah-tengah dengan sekrup
penyetel A, B dan C.
3. Memutar nivo 1800 dengan sumbu I sebagai sumbu putar. Bila
gelembung kedua nivo tetap ditengah-tengah dengan sekrup berarti
pesawat sudah baiok (sumbu satu telahvertikal).
4. Bila gelembung nivo pindah dari tengah-tengah, coba ulangi lagi dari

langkah kesatu. Dan bila beberapa kali diulangi gelembung tidakjuga


di tengah-tengah, setengahnya dengan sekrup koreksi nivo masingmasing, maka sumbu II akan tegak lurus pada garis arah kedua nivo.
5. Kembalikan gelembung setengahnya lagi, nivo A dengan sekrup
penyetel A & B dan nivo sekrup penyetel C.
6. Mengulangi pekerjaan, sehingga pada semua jurusan gelembungnivo
selalu ditengah-tengah yang berarti sumbu I telah vertikal.

C. Memeriksa sumbu II, sumbu I dan garis bidik sumbu II


1. Menempatkan dan menyetel pesawat + 5 m dimuka suatu dinding
(tembok) yang terang. Sumbu I dianggap sudah baik.
2. Dengan garis bidik mendatar dan kira-kira tegak lurus pada dinding
dibuat suatu titik T pada dinding yang berimpit dengan titik potong dua
benang diafragma.
3. Dengan menggunakan unting-unting,

pada dinding dibuat titk P

vertikal ditas T
4. yang tingginya dua kali titik T (tinggi titik T =tinggi sumbu II) dan titik
Q vertikal dibawah titik T dan letak dikaki dinding.
5. Pada titik P & Q dipasang kertas milimeter ataukertas skala mendatar
sedemikian rupa hingga titik nol skala berimpit dengan titk P & Q.
6. Membidik teropong ke titik T, memuar teropong ke atas (kearah titk P)
dan kebawah (kearah titik Q) dengan sumbu II sebagai sumbu putar,
maka akan didapat 4 macam kemungkinan.
5.a. Sewaktu teropong dibidik ketitik P garis bidik (perpotongan
benang silang) akan berimpit dengan titik P sewaktu teropong
ketitik garis Q bdik akan berimpit dengan titk Q maka dalam hal
ini pesawat sudah baik (sumbu II, Sumbu I dan garisbidk sumbu
II)
5.b.

Sewaktu teropong dibidik ketitk P, garis bidik akan menunjuk


ke A (sebelah kiri atau kanan P) dan sewaktu dibidik ketitik Q
garis bidik akan menunjuk ke B yang bersebelahan dengan titik

A dan PA = QB =X. jalannnya garis bidik adalah ATB.


5.b.1. Membidik teropong ketitik A
5.b.2. Dengan sekrup koreksi sumbu II, garis bidik digeser
hingga berimpit dengan titik P.
5.b.3. Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diputar
keatas dan kebawah, garis bidik akan melukiskan P.T.Q.
5.c.

Sewaktu teropong dibidik ketitk P, garis bidik akan menunjuk


ke titik C
sebelah kiri atau kanan titik P atau sewaktu teropong dibidik
ketitik Q, garis bidik akan menunjuk ke titik D yang berada
pada belahan yang sama dengan titik C. PC = QD =Y.
maka dalam hal ini terdapat kesalahan garis bidik tidak tegak
lurus sumbu II,tapi sumbu II telah sumbu I

5.c.1. Membidik teropong C


5.c.2. Dengan sekrup koreksi diafragma, garis bidik digeser
hingga berimpit dengan titk P.
5.c.3. Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diputar dari
atas

kebawah atau

sebaliknya

garis

bidik

akan

melukiskan PTQ.
5.d.

Sewaktu teropong dibidik ketitk P, garis bidik akan menunjuk


ke titik G sebelah kanan atau kiri titik P dan sewaktu teropong
dibidik ketitik Q garis bidik akan menunjuk ke titik H, sebelah
kanan atau kiri titik Q. tapi PQ= a QH = b. maka hal ini
menunjukkan adanya kesalahan kombinasi, yaitu
sumbu II tidak tegak lurus sumbu I dan garis bidik tidak tegak

lurus sumbu II.


5.d.1. Menghitung besarnya x dan y
a=x+y

x=

1
(a b)
2

b=xy

y=

1
(a +b)
2

5.d.2. Membidik teropong keskala atas (titik G)


5.d.3. memutar sekrup koreksi sumbu II sedemikian rupa
hingga pembacaan skala = Y (Y= pengaruh tidak tegak
lurusnya garis bidik terhadap sumbu II).
5.d.4. Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong dibidikkan
kesegala arah maupun bawah pembacaan dama dengan y
dan terletak pada belahan yang sama terhadap garis PTQ
yang bearti sumbu II telah tegak lurus sumbu I.

5.d.5. Membidik kembali teropong keskala atas.


5.d.6. Memutar sekrup koreksi diafragma sedemikian rupa
hingga garis bidik menunjuk skala nol (berimpit dengan
titik P).
5.d.7. Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diarahkan
dari atas kebawah atau sebaliknya garis bidik tetap
berimpit dengan PTA|Q.
5.d.8. Pesawat telah baik.

D. Pembacaan Skala Lingkaran


1. Memperhatikan bentuk-bentuk skala lingkaran yang terdapat pada
pesawat yang bersangkutan. Ada 4 macam bentuk skala lingkaran:
a. Bentuk garis lurus

b. Garis lurus yang dilengkapi dengan skala


c. Nonius
d. Garis lurus yang dilengkapi dengan micrometer.
2.a.

Bentuk garis lurus telah dibicarakan dalam bab (pengenalan


waterpass).

2.b.

Garis lurus yang dilengkapi dengan skala


2.b.1. Membaca angka derajat yang terdapat di belakang garis
indeks dengan melihat posisi garis index.
2.b.2. Garis lurus yang dilengkapi dengan skala.

2.c.

Alat Pembaca Nonius


2.c.1.

Mencari/menentukan besarnya satuan nonius pada pesawat


tersebut. Besar satuan nonius = bagian lingkaran nonius.
Maka untuk menentukan satuan nonius ini adalah sebagai
berikut:
-

Himpit index nol nonius dengan garis skala lingkaran


yang berangka bulat, misal 100. Maka garis nonius yang
terakhir akan berimpit pula dengan skala lingkaran,
misal dengan skala lingkaran 17015 maka panjang
nonius 17015. Bila nonius dibagi dalam 30 bagian
maka satu bagian nonius ada 7 15 : 30 = 1430. Dan
bila sat bagian skala lingkaran ada 15, maka besar
satuan nonius = 15 1430 .

2.c.2.

Baca angka derajat dari skala lingkaran misal 71015.

2.c.3. Mencari garis nonius yang berimit dengan garis skala lingkaran.
Misal garis no. 13 maka pembacaan : 71015 + (13 x 30) =
7102130. 2.d. Alat pembaca yang dilengkapi dengan micrometer.
Sebagai contoh kita ambil pesawat TMIA, dimana medan baca
seperti terlihat pada:
2.d.1. Memutar sekrup micrometer sedemikian rupa sehingga 2
atau 3 garis horizontal pada bidang tengah (B) berimpit.
2.d.2. membaca angka derajat yang tertera pada bidang kiri (A)
pada gambar terbaca 246030.
2.d.3. Baca skala micrometer yang ditunjuk oleh index (bidang
C) pada gambar terbaca 96, 17 = 246038 16,7.

E. Pengukuran Sudut Horizontal


1. Menempatkan pesawat pada titik yang sudah ditentukan (A) dan setel
hingga siap untuk melakukan pengukuran.
2. Mengarahkan teropong pada titk B, benang silang te pat pada paku titik
B.
3. Jika paku titik tidak kelihatan, mendirikan yalon tepat diatas paku titik
B, benang silang tepatkan pada As yalon.
4. Dengan pesawat theodolith yang dilengkapi kompas.
4.a.1.

Membuka kunci/sekrup kompas hingga skala lingkaran


bergerak, dan biarkan sampai diam kembali. Kemudian tutup
kunci / sekrup kompas, maka skala lingkaran menunjukkan
arah utara magnetis.

4.a.2.

Membaca sudut ukuran B (aAB), misalnya = 30015.

4.a.3.

Mengarahkan teropong pada titik C, benang silang tepat pada


paku tidak kelihatan lakukan pekerjaan ini seperti pada
pekerjaan (No.3).

4.a.4.

Membaca sudut jurusan C (AC) misal = 45045

4.a.5.

Juga melakukan pekerjaan tersebut pada titik D dan titik yang


lain (N), misal AD = 120030 dan AN = x0.

4.a.6.

Besar sudut BAC = AC-AB = 450 45 300 15


= 15030
Besar sudut BAD = AD-AB = 1200 30 300 15
= 90015
Besar sudut BAN = AN-AB = x0 30015 = y0
Besar sudut CAN = AN-AB = x0 30015 = z0

F. PENGUKURAN SUDUT VERTIKAL


1. Tempatkan pesawat pada titik A yang sudah ditentukan dan steel
hingga siap untuk melakukan pengukuran.
2. Bidik titik B yang akan diukur secara kasar dengan memutar
teropong kearah horizontal dan vertikal.
3. Setalah titik B kelihatan, tepatkan titik B tersebut dengan titik potong
benang silang (sekrup penggerak halus).
4. a. Dengan alat ukur yang menggunakan zenith.
a.1. Baca sudut vertikal titik B.
Misal zenith (V) = 88 0 30 atau 93 0 15.
a.2. Berarti sudut miring b = 90 0 -88 0 30 = + 01 0 30
atau

B = 90 0 -93 0 15 = -03 0 15

b. Dengan alat ukur yang menggunakan zenith.


b.1. Baca sudut vertikal titik B.
Bila teropong bergerak keatas maka sudut miringnya negatif,
misal = - 02 0 15
b.2. Bila teropong bergerak kebawah maka sudut miring poositif,
misal = + 01 0 30
5. Dengan pesawat theodolith yang tidak dilengkapi kompas.
a. Ovalkan dulu skala lingkaran mendatar dititik B an kunci
sekrup K2 (limbus), maka sudut mendatar dititik B = 0 0
00.
b. Arahkan teropong pada titik C dengan mengendorkan sekrup
K1, benang silang tepatkan pada paku titik C, dan jika tidak
kelihatan lakukan pekerjaan seperti pada pekerjaan (No.3),
kemudian kunci kembali sekrup K1.
c. Baca sudut mendatar titik C misal = 15 0 3045.
d. lakukan juga pekerjaan tersebut pada titik D dan titik titik
yang lain (N) misal titik mendatar titik N = Y 0 .
e. Besar ssudut BAC, BAD, BAN, CAN.
G.

POLYGON TERBUKA
1.

Tentukan terlebih dahulu titik patok polygon yang akan dibuat.

2.

Pasang dan steel pesawat pada titik polygon P(x

,y p ) yang

sudah tidak diketahui koordinatnya.


3.

Buka klem limbus dan piringan mendatar, nolkan skala


lingkaran mendatar kemudian kunci kembali.

4.

Buka klem limbus bidik titik R (x r , y r ). Setelah tepat kunci


kembali.

5.

Buka klem piringan skala mendatar, bidik titik 1 dan kunci


kembali, kemudian catat pembacaan sudut.

6.

Pasang bakm ukur pada titik 1, bidik bak ukur dan catat BA,BT
dan BB.

7.

Ulangi seperti langkah 4 s/d 5. Sehingga didapat p 1 dan


jarak titik polygon P ketitik 1 (d pt ).

8.

Pindahkan pesawat ketitik polygon 1, dengan cara yang sama,


ukur sudut dan jarak seperti langkah-langkah tersebut diatas.

9.

Lakukan pengukuran ketitik titik polygon selanjutnya dengan


jalan seperti langkah tersebut diatas sampai titik Q (x q , y q ),
sehingga dengan demikian akan dapat 1 , 2 , 3 ......dan d
1 2

, d 23 , d 3 4 ...... dan seterusnya.

10. Hitung dan gambar hasil pengukuran.

H.

POLYGON TERTUTUP
Untuk polygon tertutup ini pada prinsipnya langkah kerja dalam
oengukuran sama dengan langkah kerja polygon terbuka pad. Hanya
bedanya:
1.

Untuk polygon terbuka :


a.

Pada ujung awal polygon diperluksn


suatu titik K yang tentu dan sudut jurusan yang tentu pula.

b.

Supaya keadaan menjadi simetris,


maka pada ujung akhir dibuat titik yang tentu dan sudut jurusan
yang tentu pula.

2.

Untuk polygon tertutup.

a.

Pada pengukuran cukup diperlukan


suatu titik tertentu dan sudut jurusan yang tentu pula pada awal
pengukuran.

b.

Pengukuran

akhir

harus

kembali

(menutup) ketitik awal.


Dalam hal ini dapat dilihat pada contoh dibawah ini dimana
pengukuran pengukuran awal dimulai pada titik P yang
kemudian diakhiri ketitik P lagi.
I. PENGUKURAN SETTING OUT STAKE OUT
1. Pasang dan ukur pesawat pada titik A sampai siap pakai.
2. Nolkan semua skala lingkaran mendatar, kemudian kunci
kembali..
3. Buka klem limbus dan skala lingkaran vertikal bidik titik B,
setelah tepat patok kunci kembali.
4. Putar pesawat sebesar

1, pasang yalon searah garis bidik

sehingga didapat garis Ac.


5. Tentukan AC = 50 cm dengan pita ukur.
6. Pasan patok dititik C dan pasang juga pakunya.
7. Pindahkan dan atur pesawat dititik C.
8. Seperti langka 2 dan 3 tetapi yang dibidik titik A.
9. Putar pesawat sebesar

2, pasang yalon searah garis bidik

sehingga didapat garis CK>


10. Tentukan CK = 49,8 cm dengan pita ukur.
11. Pasang patok titik K dan pasang juga pakunya.
12. Pindahkan dan atur pesawat dititik K.
13. Seperti langkah 2 dan 3, tetapi yang dibidik titik C.
14. Putar pesawat sebesar

3 pasang yalon searah garis bidik

sehingga didapat garis arah KL>


15. Tentukan KL = 20 cm dengan pita ukur.

16. Begitu seterusnya hingga mendapat patok D, E, F, G, H, I, J,


dan M yang dibidik daru titik K.
J. MEMBUAT LENGKUNGAN DILAPANGAN
A. Membuat lengkungan dilapangan dengan alat sederhana, metode
selisih busur yang sama panjang.
1. Tentukan panjang busurnya, misalnya = a m.
Harga a diambil antara 8 12,5 m.
2. Tentukan/hitung harga sudut Q, yaitu sudut yang mempunyai
panjang busur = a dan jari jari = R.
Q= a
R

360
2

3. Tentukan / hitung koordinat- koordinat titik detaelnya.


4. Buat garis lurus dilapangan dan dirikan patok dititik T dan tiitk P.
5. Tentukan titik A dan TP sejauh X
6. Tentukan titik 1 sejauh Y dari tegak lurus TP, kemudian dirikan
pada patok titik 1.
7. Dengan cara yang samu, tentukan koordonat koordinad titik
2,3,..........n
8. Lengkungan yang dimaksud adalah garis yang menghubungkan
titik T, 1,2,3,..............n

Patok P0a
NO

TITIK

galian
KOORDINAT

X*Yn+1

Yn*X+1

0.000

139.135

99.717

139.300

438.755

4.4

99.500

448.017

736.300

7.4

101.822

738.690

1058.949

10.4

99.823

1033.926

1337.628

13.4

99.416

1329.747

1371.941

7
8
9
10
11
12

G
H
I
J
K
L

13.8
13.1
12.1
11.9
11.6
11.4

99.235
98.722
98.722
98.322
98.322
98.722

1362.364
1293.258
1189.696
1015.332
1145.175
1125.887

1299.977
1194.536
1043.892
1140.535
1120.871
1026.709

13

10.4

98.762

1027.749

730.839

14

7.4

98.822

730.839

434.817

15

4.4

98.762

434.377

335.791

16

3.4

98.722

334.295

315.910

17

3.2

98.322

314.630

285.134

18

2.9

98.322

286.294

265.469

19

2.7

98.722

266.549

167.827

20

1.7

98.722

168.950

0.000

21

99.382

0.000

0.000

X
0

Y
99.382

1.4

4
5

1 =
L

14445.015

14385.075

14385.075
2

29.970

2 =

14445.015

Patok P1a
NO

TITIK

galian
KOORDINAT

X*Yn+1

Yn*X+1

0.000

119.954

100.579

120.504

422.432

4.2

100.420

423.158

723.024

7.2

100.752

725.486

1027.670

10.2

100.762

1025.386

1330.058

13.2

100.528

1325.421

1427.498

7
8
9
10
11
12

G
H
I
J
K
L

14.2
11.9
10.9
10.7
10.4
10.2

100.411
99.222
99.222
98.822
98.822
99.222

1408.952
1180.742
1077.160
1057.395
1031.909
1012.472

1194.887
1081.520
1061.675
1027.749
1007.984
714.398

13

7.2

99.262

715.118

416.900

14

4.2

99.322

416.900

317.830

15

3.2

99.262

317.510

297.786

16

99.222

296.466

267.899

17

2.7

98.822

266.819

237.173

18

2.4

98.822

238.133

217.408

19

2.2

99.222

218.288

0.000

20

99.222

0.000

0.000

21

99.962

0.000
12857.82
2

0.000
12893.84
7

X
0

Y
99.962

1.2

1 =

12893.847

12857.82
2

2
=

18.013

2 =

Patok P2a
NO

TITIK

gallian
KOORDINAT

X*Yn+1

Yn*X+1

0.000

239.492

100.238

240.809

541.285

5.4

100.337

541.577

842.831

8.4

100.292

841.740

922.686

9.2

100.207

926.642

811.678

8.1

100.722

815.848

715.126

7
8
9
10
11
12

G
H
I
J
K
L

7.1
6.9
6.6
6.4
5.4
2.4

100.722
100.322
100.322
99.722
99.762
99.822

712.286
692.222
658.165
638.477
539.039
239.492

694.982
662.125
642.061
538.499
239.429
0.000

13

99.788

0.000

0.000

14

99.633

0.000

0.000

15

0.2

100.322

20.064

20.064

16

0.5

100.322

49.826

50.161

17

0.7

99.652

69.743

69.756

16

99.633

0.000

0.000

X
0

Y
99.788

2.4

1 =
L

6990.175

6985.930

2
=

2.122

6985.930

2 =

6990.175

Patok P2a
NO

TITIK

timbunan
KOORDINAT

X*Yn+1

Yn*X+1

0.000

99.652

99.676
99.822
99.762
99.722

99.822
159.619
99.722
0.000

159.482
99.822
0.000
0.000

99.652

0.000

0.000

0
1.3
1.3
0.2
0

99.603
99.633
99.722
99.722
99.603

0.000
129.639
129.639
19.921
0.000

129.484
129.523
19.944
0.000
0.000

X
0

Y
99.652

2
3
4
5

B
C
D
E

1
1.6
1
0

7
8
9
10
11

G
H
I
J
K

1 =
L

638.361

638.361

637.907

2
=

0.227

2 =

637.907

Patok P3a
NO

TITIK

timbunan
KOORDINAT

X*Yn+1

Yn*X+1

0.000

295.620

98.809

297.900

592.854

99.300

597.498

893.700

99.583

898.992

1194.996

12

99.888

1193.700

1498.320

15

99.475

1492.223

1621.443

7
8
9
10
11
12

G
H
I
J
K
L

16.3
14.7
13.7
13.5
13.2
13

99.482
100.222
100.222
99.822
99.822
100.222

1633.619
1473.263
1367.561
1347.597
1322.930
1303.406

1462.378
1373.041
1352.997
1317.650
1297.686
1202.664

13

12

100.262

1203.864

902.358

14

100.322

902.358

601.932

15

100.262

601.332

501.310

16

100.222

499.110

481.066

17

4.8

99.822

479.146

449.199

18

4.5

99.822

450.999

429.235

19

4.3

100.222

430.955

330.733

20

3.3

100.222

325.524

0.000

22

98.644

0.000

0.000

23

98.540

0.000

0.000

X
0

Y
98.540

1 =
L

17821.976

17821.976

17799.181

2
=

11.397

2 =

17799.181

Patok P4a
NO

TITIK

timbunan
KOORDINAT

X*Yn+1

Yn*X+1

0.000

293.703

98.481

298.284

590.886

99.428

597.198

894.852

99.533

896.382

1194.396

12

99.598

1195.116

1493.970

15

99.593

1496.470

1742.878

7
8
9
10
11
12

G
H
I
J
K
L

17.5
14
13.7
13.5
13.2
13

99.765
100.722
100.722
100.322
100.322
100.722

1762.635
1410.108
1374.411
1354.347
1329.530
1309.906

1396.705
1379.891
1359.747
1324.250
1304.186
1208.664

13

12

100.762

1209.864

906.858

14

100.822

906.858

604.932

15

100.762

604.332

503.810

16

100.722

501.610

483.466

17

4.8

100.322

481.546

451.449

18

4.5

100.322

453.249

431.385

19

4.3

100.722

433.105

332.383

20

3.3

100.722

326.894

0.000

20

99.059

0.000

0.000

21

97.901

0.000

0.000

X
0

Y
97.901

1 =
L

17941.845

17941.845

17898.410

2
=

21.717

2 =

17898.410

Patok P5a
NO

TITIK

timbunan
KOORDINAT

X*Yn+1

Yn*X+1

0.000

298.725

100.176

300.954

601.056

100.318

602.748

902.862

100.458

903.582

1205.496

12

100.398

1203.576

1505.970

15

100.298

1503.705

1674.977

7
8
9
10
11
12

G
H
I
J
K
L

16.7
14.7
13.7
13.5
13.2
13

100.247
101.222
101.222
100.822
100.822
101.222

1690.407
1487.963
1381.261
1361.097
1336.130
1316.406

1473.631
1386.741
1366.497
1330.850
1310.686
1214.664

13

12

101.262

1215.864

911.358

14

101.322

911.358

607.932

15

101.262

607.332

506.310

16

101.222

504.110

485.866

17

4.8

100.822

483.946

453.699

18

4.5

100.822

455.499

433.535

19

4.3

101.222

429.019

0.000

20

99.772

0.000

0.000

21

99.575

0.000

0.000

X
0

Y
99.575

1 =
L

17694.958

17694.958

17670.855

2
=

12.052

2 =

17670.855

Patok P6a
NO

TITIK

timbunan
KOORDINAT

X*Yn+1

Yn*X+1

0.000

141.279

101.049

141.851

293.042

2.9

101.322

294.994

273.569

2.7

101.722

274.649

172.927

1.7

101.722

171.553

0.000

100.914

0.000

0.000

7
8
9
10
11
12

G
H
I
J
K
L

0
1.15
4.15
7.15
8.85
9.25

101.422
101.686
101.527
101.203
101.451
101.722

0.000
116.756
419.992
725.375
900.240
940.929

116.635
421.997
725.918
895.647
938.422
981.617

13

9.65

101.722

981.617

900.240

14

8.85

101.722

896.700

879.895

15

8.65

101.322

876.435

846.039

16

8.35

101.322

849.379

825.774

17

8.15

101.722

829.360

727.312

18

7.15

101.762

728.027

422.312

19

4.15

101.822

422.312

117.095

20

1.15

101.762

116.980

15.264

20

0.15

101.722

15.213

0.000

21

101.422

0.000

0.000

X
0

Y
100.914

1.4

1 =
L

9702.363

9702.363

2 =

9694.986

2
=

Patok P6a
NO

TITIK

3.689

galian
KOORDINAT

X*Yn+1

Yn*X+1

9694.986

1
2
3

A
B
C

X
0
0.3
0.35

Y
88.322
88.322
88.422

0.000
26.527
30.913

26.497
30.913
0.000

88.322

0.000

0.000

5
6
7
8
9

E
F
G
H
I

0
0.3
0.5
0.5
0

88.722
88.722
88.822
88.987
88.722

0.000
26.647
44.494
44.361
0.000

26.617
44.361
44.411
0.000
0.000

1 =
L

172.940

172.940

172.798
2

0.071

ALAT PENYIPAT DATAR (WATERPASS)

2 =

172.798

Tampilan Alat Ukur Waterpass AC-2s

BERBAGAI MACAM TRIPOD

Wooden Tripod For Theodolith Total


Station SD1001

Alumunium Tripod For Theodolith


Total Station SD1005

Wooden Tripod For Theodolith


And Auto Level

Pembacaan Sudut Horizontal pada Waterpass

Theodolite Electro Optis Total Station

The Kind of Theodolite Electro Optis

Construction of Theodolite

Kompas Geologi Type Brunton

Berbagai Macam Alat Yang Diperlukan Dalam Pengukuran

Berbagai Jenis Yalon (Rambu Ukur)

Stereoskop

You might also like