Professional Documents
Culture Documents
TRI HARIYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ini
saya
menyatakan
bahwa
disertasi
Strategi
Integrasi
Tri Hariyanto
NRP C561030204
ABSTRACT
TRI HARIYANTO. 2009. Integrating Strategy on Development of Capture
Fisheries and Aquaculture (Case Study in Lampung Bay). Under supervision of
MULYONO S. BASKORO, JOHN HALUAN, BUDHI HASCARYO ISKANDAR
The objectives of this study were to asses the feasibility and development
strategy for capture fisheries based on marine culture and described as follows:
(1) to identify and formulate selection methods for potencial commodities for
capture fisheries base on marine culture as well as financial feasibility, (2) to
determinate development priority, (3) to arrange the development strategy and
empowerment technique of institution in capture fisheries based on marine
culture, and (4) to formulate an alternative development model for capture
fisheries based on decisin support system (DSS).
Development system was designed in decision support system based on
computer program package called as CAP-AQUADEV. Potency of fish resources
was carried out using descriptive survey method. Compatible land was carried
out by weighted Selection of priority potencial commodity and determination of
ideal fishing gear were performed using OWA method. Criteria applied to find out
feasibility level were NPV, Net B/C, and IRR. Strategy anlysis performed using
AHP method. Analysis of element interrelationship using ISM method.
Verification of the DSS CAP-AQUADEV in South Lampung Province
showed that South Lampung Province, in term of marine fish resources was
declining. Ideal fishing gear was fish trap. Potential commodity for capture
fisheries based on marine culture was snapper. In term of financial perspective,
those marine culture was suitable for condition and potency of development area
and feasible to be implemented. Strategic analysis informed that development of
capture fisheries based on marine culture was optimization the use of fish
resources and marine culture. Determinative factors in development of capture
fisheries based on marine culture were information about marine culture activity,
infrastructure which support development of capture fisheries based on marine
culture, and interrelationship. Meanwhile, the objective of capture fisheries based
on marine culture development should be directed to increase fish production,
local goverment income, and increase economic growth. The key elements of the
players in development capture fisheries based on marine culture were fisherman
of capture fisheries, fisherman of marine culture, and society. Bureaucracy
amenity was the key elements of program requirement. Investment fund was the
key elements for development constrain. The measure of the achievement was
increasing amount and income of marine culture fisherman. Increasing
investment was the key element of development program. Activities needed for
action plan was coordination among sectors. Increasing fisherman income was
key element of development succes. The key elements of change program was
increasing income of marine culture fisherman. Fisherman of capture fisheries
and marine culture were the key element of consumer elements.
Keywords: capture fisheries, marine culture, ideal fishing gear, potential
commodity, feasibility, strategy, interrelationship, CAP-AQUADEV
RINGKASAN
TRI HARIYANTO. 2009. Strategi Integrasi Pengembangan Perikanan Tangkap
dan Perikanan Budidaya (Studi Kasus di Teluk Lampung). Dibimbing oleh
MULYONO S. BASKORO, JOHN HALUAN DAN BUDHI HASCARYO
ISKANDAR.
Prospek pengembangan perikanan di Indonesia cukup baik, mengingat
sebagian besar wilayah Indonesia didominasi oleh laut dengan segala kekayaan
yang terkandung di dalamnya. Produksi perikanan laut dari hasil penangkapan
tidak mungkin terus menerus diandalkan, mengingat makin menurunnya kualitas
sumber daya alam (SDA). Upaya lain yang dapat dilakukan dalam rangka
meningkatkan produksi perikanan laut yaitu melalui kegiatan usaha budidaya.
Oleh sebab itu, sosok integrasi perikanan tangkap dan perikanan budidaya yang
hendak diwujudkan adalah sistem usaha perikanan tangkap dan budidaya yang
mampu menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, menguntungkan,
berkeadilan, dan berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi integrasi pengembangan
perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Lampung Selatan. Secara khusus
tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: (1) menganalisis potensi SDI,
(2) menganalisis kesesuaian lahan pada wilayah pengembangan, (3)
menganalisis teknologi penangkapan ikan yang ideal, (4) mengidentifikasi dan
merumuskan cara pemilihan komoditas potensial, serta kelayakan usahanya, (5)
menyusun prioritas pengembangan, (6) menyusun strategi pengembangan dan
cara pemberdayaan kelembagaan, dan (7) mengembangkan model
pengembangan perikanan tangkap berbasis Sistem Penunjang Keputusan
(SPK).
Sistem pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budiaya yang
terintergasi dirancang dalam statu program komputer dengan nama CAPAQUADEV. Sub model potensi SDI dilakukan secara survei deskriptif, sub model
kesesuaian lahan dilakukan dengan analisis kesesuaian lahan, sub model
pemilihan teknologi penangkapan ikan dan komoditas potensial dirumuskan
dengan ordered weighted averaging (OWA), sub model kelayakan dirumuskan
dengan kriteria net present value (NPV), net benefit cost ratio (Net B/C), dan
internal rate of return (IRR), sub model strategi dirumuskan dengan metode
analytical hierarchy process (AHP), dan sub model kelembagaan dirumuskan
dengan metode interpretative structural modelling (ISM).
Berdasarkan verifikasi model CAP-AQUADEV di Lampung Selatan, sub
model potensi SDI menunjukkan adanya peningkatan trend Catch Per Unit Effort
(CPUE).
Berdasarkan analisis pada sub model kesesuaian lahan diketahui bahwa
pada dasarnya lahan perairan yang ada menunjukkan punya potensi untuk
dikembangkan dan layak untuk kegiatan budidaya ikan
Berdasarkan analisis pada sub model pemilihan diketahui bahwa teknologi
penangkapan ikan yang ideal untuk dikembangkan di Lampung Selatan adalah
alat tangkap bubu, sedangkan komoditas potensial terpilih adalah ikan kerapu.
Berdasarkan analisis strategi (sub model strategi) diketahui bahwa
pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya diprioritaskan untuk
optimalisasi dalam pemanfaatan potensi SDI dan budidaya laut. Pada analisis ini
diketahui pula bahwa faktor determinatif dalam pengembangan perikanan
tangkap berbasis budidaya yaitu informasi mengenai kegiatan budidaya laut,
sarana dan prasarana yang menunjang pengembangan perikanan budidaya laut,
TRI HARIYANTO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Disertasi
Nama
: Tri Hariyanto
NIM
: C 561030204
Disetujui
Komisi Pembimbing
Mengetahui
Program Studi Teknologi Kelautan,
Ketua
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat,
karunia-Nya sehingga disertasi dengan judul Strategi Integrasi Pengembangan
Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya (Studi Kasus di Teluk Lampung) ini
berhasil diselesaikan. Disertasi ini disusun untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan Institut
Pertanian Bogor, dan sebagai bagian dari upaya memberikan konstribusi bagi
pembangunan perikanan khususnya untuk Kabupaten Lampung Selatan. Penulis
dapat mengikuti pendidikan sampai S3 dan menyelesaikan disertasi pada
Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan IPB ini, atas jasa serta doa dari
ayahanda Drs. Aris Moenandar dan ibunda Sih Kasanah (almh) yang paling
penulis hormati, serta isteri tercinta Rr Rita Kunsidiarti. .
Dengan selesainya disertasi ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc. dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, MSi
selaku Anggota Komisi Pembimbing Disertasi;
2. Prof Dr Ir Indra Jaya, M.Sc., Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
yang mewakili Rektor IPB pada Ujian Terbuka;
3. Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc., Wakil Dekan yang mewakili Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan;
4. Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc., selaku Ketua Program Studi Teknologi
Kelautan, Sekolah Pascasarjana IPB;
5. Dr. Ir. Budy Wiryawan M.Sc., dan Dr. Ir. M, Fedi A. Sondita, MSc.. selaku
penguji luar pada Ujian Tertutup;
6. Dr. Ir. Made L Nurdjana,. selaku penguji luar pada Ujian Terbuka;
7. Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA. selaku penguji luar pada Ujian Terbuka;
8. Profesor (Emeritus) Dr. Ir. Daniel R. Monintja, yang selalu memberikan
dorongan semangat sejak penulis mengikuti program studi
S3 Teknologi
Kelautan IPB;
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih
atas dukungannya dalam penyelesaian disertasi ini, kepada :
1. Dr. Ir. M. Murdjani, MSc. Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut,
Lampung.
pihak
yang
telah
membantu
dalam
penyelesaian
disertasi
Bogor,
Desember 2009
Tri Hariyanto
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang Jawa Tengah pada tanggal 02 Desember
1958 dari ayah Drs. Aris Moenandar dan ibu Sih Kasanah. Penulis merupakan
putra ke 3 dari 7 bersaudara.
Pendidikan dasar diselesaikan oleh penulis
Peterongan I
Bogor,
Desember 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xvii
1
PENDAHULUAN .........................................................................................
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
17
20
24
32
32
34
36
38
41
METODOLOGI ............................................................................................ 43
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
1
10
13
15
15
16
16
43
43
44
45
59
59
62
63
66
67
68
68
68
68
HASIL .......................................................................................................... 70
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................
4.1.1 Letak geografis dan topografis...................................................
4.1.2 Demografii..................................................................................
4.1.3 Kondisi perikanan ......................................................................
4.2 Perikanan Tangkap..............................................................................
4.2.1 Produksi perikanan .....................................................................
4.2.2 Perkembangan jumlah alat tangkap ...........................................
70
70
74
75
79
80
80
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1
45
55
55
56
57
74
75
76
77
77
78
79
81
82
83
83
83
84
85
85
87
22 Jenis dan jumlah alat tangkap ikan pelagis kecil di Kabupaten Lampung
Selatan .....................................................................................................
87
88
90
90
8
9
xiii
91
92
28 Jenis dan jumlah alat tangkap ikan lainnya di Teluk Lampung ................
93
93
95
96
99
99
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
13
35
36
37
39
44
64
65
67
80
81
82
84
86
86
89
89
91
92
94
94
96
26 Grafik parameter DO, suhu, pH, salinitas dan TOM di beberapa lokasi
budidaya di Teluk Lampung .....................................................................
97
98
xv
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Produksi ikan demersal, jumlah unit penangkapan dan trip operasi
penangkapan ikan di Teluk Lampung...................................................... 158
2 Produksi ikan demersal, trip produksi dan CPUE yang sudah
distandarisasikan di Teluk Lampung ....................................................... 160
3 Produksi ikan pelagis, jumlah unit penangkapan dan trip operasi
penangkapan ikan di Teluk Lampung ..................................................... 162
4 Produksi ikan pelagis, trip produksi dan CPUE yang sudah
distandarisasikan di Teluk Lampung ....................................................... 165
5
DAFTAR ISTILAH
Analisis kebutuhan
Analytical
Hierarchy Process
(AHP)
Berkelanjutan
CAP-AQUADEV
CPUE
Consistency Ratio
(CR)
Decision Support
System (DSS)
Expert (ahli)
Input
Internal Rate of
Return (IRR)
Interpretative
Structural Modeling
(ISM)
Kapal Perikanan
MSY
Nelayan
Net Present Value Selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai
(NPV)
sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu.
Output
Pendekatan sistem
Suatu
pendekatan
analisis
organisatoris
yang
menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis.
Dengan demikian manajemen system dapat diterapkan
dengan mengarahkan perhatian kepada berbagai cirri
dasar system yang perubahan dan gerakannya akan
mempengaruhi keberhasilan suatu system.
Pengembangan
Perikanan
Perikanan
Tangkap
System Informasi
Manajemen
Sistem Manajemen
Basis Data
Sistem Manajemen
Basis Model
Sistem Manajemen
Dialog
Software
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak diantara Samudera
Hindia dan Pasifik. Negara ini mempunyai 17.504 pulau-pulau dengan luas
sekitar 5,8 juta kilometer persegi. Panjang garis pantai Indonesia adalah sekitar
81.000 kilometer. Sekitar dua pertiga negara ini terdiri dari perairan laut.
Perairan Indonesia yang luas ini merupakan sumber daya kelautan dan
perikanan yang sangat besar. Lebih dari 10.000 spesies fauna dan flora tropis
hidup di perairan ini.
Pada tahun 1960-an, pada saat seluruh stakeholder perikanan sepakat
menyatakan bahwa potensi perikanan laut Indonesia sangat melimpah, ternyata
pernyataan tersebut didukung oleh data statistik perikanan tahun 1974. Produksi
perikanan tangkap Indonesia pada tahun 1960 baru 410.043 ton dan naik
722.512 ton pada tahun 1968. Jadi hasil tangkapan tersebut hanya 6,6% (1960)
dan 11,6% (1968) dari maximum sustainable yield (MSY) yang besarnya 6,2 juta
ton. Saat itu dinyatakan bahwa ikan perairan laut Indonesia masih melimpah.
Jumlah nelayan baru 870.137 orang pada tahun 1968 dan bahkan menurun
menjadi 841.627 orang pada tahun 1970, yang selanjutnya naik kembali menjadi
854.000 orang pada tahun 1973. Namun demikian pada tahun 2004 produksi
perikanan tangkap telah mencapai 4,5 juta ton atau telah dimanfaatkan sekitar
70,31% (Barani, 2005). Berdasarkan kondisi ini, perlu ada suatu upaya untuk
mempertahankan potensi sumber daya ikan (SDI) agar tidak terjadi overfishing.
Penangkapan berlebih atau overfishing sudah menjadi kenyataan pada
berbagai perikanan tangkap di dunia, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia
(FAO) memperkirakan 75% dari perikanan laut dunia sudah tereksploitasi penuh,
dan mengalami tangkap lebih atau stok yang tersisa hanya 25% dari sumber
daya yang masih berada pada kondisi tangkap kurang (FAO, 2002). Total
produksi perikanan tangkap dunia pada tahun 2000 ternyata 5% lebih rendah
dibanding puncak produksi pada tahun 1995 (tidak termasuk Cina, karena unsur
ketidak-pastian dalam statistik perikanan mereka). Apabila sumber daya
perikanan mengalami penurunan, maka stok ikan membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk pulih kembali, walaupun telah dilakukan penghentian
penangkapan.
produksi
selain
kegiatan
penangkapan
ikan
dan
pengolahan
Perikanan
Perikanan Tangkap
Pengolahan
Akuakultur
(Perikanan Budidaya)
Konsumen
Gambar 1.
Asosiasi/koperasi
nelayan
Akuakultur
(Pembenihan)
Gambar 2.
Perikanan Tangkap
(Nelayan)
Gambar 3.
Management.
Namun
demikian
keberhasilannya
masih
dapat
dikatakan jauh dari target yang diharapkan, sehingga perlu sosialisasi kepada
seluruh stakeholder tentang pentingnya pemahaman pengelolaan sumberdaya
perairan secara bersama. Menurut Jorgensen and Thompson (2007) Community
Based Fisheries Management adalah pemahaman tentang penjelasan suatu
bentuk pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan perairan dan perikanan
didasarkan oleh organisasi masyarakat lokal yang tergantung pada sumberdaya
tersebut. Menurut Nikijuluw (2002), bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan
berbasis masyarakat dapat didefinisikan sebagai suatu proses pemberian
wewenang, tanggung jawab dan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengelola
sumberdaya
perikanannya
sendiri
dengan
terlebih
dahulu
budidaya laut diperkirakan sekitar 24,53 juta ha. Luasan potensi kegiatan
budidaya laut tersebut terbentang dari ujung bagian barat Indonesia sampai ke
ujung wilayah timur Indonesia. Komoditas-komoditas yang dapat dibudidayakan
pada areal tersebut antara lain ikan kakap, kerapu, tiram, kerang darah, teripang,
kerang mutiara dan abalone serta rumput laut (Dahuri, 2002).
Lebih lanjut disebutkan oleh Nurdjana et al (1998) bahwa komoditas
unggulan budidaya laut yang layak untuk dikembangkan antara lain adalah ikan
kerapu, ikan kakap putih, tiram mutiara, kerang darah, abalone, rumput laut ikan
hias laut, kerang hijau, teripang, tiram dan lobster. Luas perairan yang potensial
untuk budidaya laut adalah 312.773 km2, yang terdiri dari perairan untuk
budidaya ikan kakap putih seluas 213.428 km2, ikan kerapu 40.913 km2, kerang
darah dan tiram 37.878 km2, teripang 5.159 km2, tiram mutiara dan abalone
4.286 km2, serta rumput laut 11.109 km2. Luasan ini dirasakan belum akurat.
Untuk keperluan up-dating, luasan tersebut dievaluasi menggunakan metoda
yang dianggap lebih akurat.
Kawasan budidaya laut secara garis besar terdiri dari dua zone kawasan.
Kawasan bagian laut mencakup daerah budidaya, daerah alur lalu lintas orang
dan barang serta daerah penyangga. Kawasan darat antara lain diperuntukan
bagi daerah perumahan, daerah usaha, daerah operasional serta sarana dan
prasarana. Lahan budidaya laut merupakan faktor penting bagi pengembangan
budidaya laut karena terkait dengan faktor biofisik lingkungan yang berkenaan
dengan ketersediaan areal untuk pengembangan sarana budidaya laut baik
secara fisik maupun kecocokan pemanfataannya.
Faktor-faktor yang mendukung integrasi pengembangan perikanan tangkap
dan perikanan budidaya, antara lain adalah:
(1)
(2)
Kawasan perairan laut yang sangat luas, serta iklim tropik yang
memungkinkan untuk pengembangan budidaya laut berbagai ikan dan jenis
kehidupan air lainnya;
(3)
(4)
(5)
(6)
dihadapkan pada berbagai kendala dan hambatan, baik yang bersifat eksternal
maupun internal, kendala tersebut antara lain adalah:
(1)
Adanya
globalisasi
perdagangan
dunia
yang
berdampak
terhadap
(2)
Terbatasnya
peraturan
dan
perundang-undangan
yang
mengatur
(4)
(5)
(6)
(7)
ketersediaan
aksesibilitas
kredit
untuk
kegiatan
usaha
golongan
menengah
ke
bawah.
Kurangnya
pengetahuan,
Kedalaman
perairan Teluk Lampung tidak terlalu dalam dan perairannya relative tenang,
nelayan dapat mengoperasikan berbagai jenis alat tangkap sesuai dengan jenis
ikan yang menjadi target operasi penangkapannya.
Nelayan dan pembudidaya di sekitar Teluk Lampung memiliki akses
langsung untuk memanfaatkan sumberdaya perairan yang ada di perairan Teluk
Lampung. Nelayan Lampung dapat memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada di
Teluk Lampung sedangkan pembudidaya dapat memanfaatkan perairan yang
memenuhi persyaratan teknis untuk pengembangan usaha budidaya laut dengan
mengembangan komoditas yang strategis di perairan tersebut.
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Selatan (2005), rumah
tangga perikanan laut Lampung Selatan terdiri dari 1.587 nelayan yang terdiri
dari 472 orang nelayan tanpa perahu, 715 orang nelayan perahu tanpa motor,
201 nelayan dengan kapal motor. Pembudidaya ikan terdiri dari budidaya laut
(442 orang), petambak (3.427 orang), budidaya air tawar (2.002 orang) dan mina
padi (108 orang). Produksi perikanan tangkap Kabupeten Lampung Selatan pada
tahun 2004 mencapai 25.867,6 ton, terdiri dari jenis ikan Peperek, manyung, ikan
biji nangka, kerapu, kakap, ikan kurisi, ikan ekor kuning, ikan kuro, teri, japuh ,
Lemuru, golok- golok/ parang- parang, Kembung , tenggiri, Layur, tongkol, dan
ikan lainnya.
Produksi perikanan budidaya laut di Lampung Selatan tahun 2006 adalah
1.569,28 ton atau naik 749,3 ton dari produksi tahun 2005. Produksi tahun 2006
tersebut terdiri atas kerapu bebek dan kerapu macan yang dihasilkan dari 264
RTP dengan 470 unit KJA. Unit KJA tersebut sebagian besar berlokasi di
Tanjung Putus dan Pulau Puhawang.
Usaha budidaya laut dengan KJA memerlukan modal usaha yang besar,
untuk
itu
pengembangan
perikanan
budidaya
perlu
dilakukan
secara
10
besarnya
perikanan
kendala
tangkap
dan
dan
permasalahan
perikanan
budidaya
terkait
maka
Perumusan Masalah
Pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut berkembang seiring dengan
11
(1)
12
(3)
Indonesia hanya sebatas pada jaring apung atau karamba laut (cage net),
sistem rakit, dan rakit dasar. Dengan banyaknya teluk-teluk dan daerah laut
yang bersifat semi tertutup serta pulau-pulau kecil yang dikelilingi mangrove
dan terumbu karang, maka teknologi sea ranching dan sea farming seperti
yang berhasil diterapkan di beberapa negara, seperti Jepang, Australia, dan
beberapa negara Pasifik Selatan, perlu diterapkan dengan beberapa
penyesuaian. Disamping itu selektifitas alat tangkap perlu juga dikembangkan
dalam rangka mempertahankan keseimbangan populasi yang ada.
(4)
terfokus pada satu jenis, yaitu penangkapan ikan atau budidaya. Intensitas
penangkapan ikan yang semakin meningkat akan menurunkan potensi
sumberdaya ikan dan secara tidak langsung menurunkan kesejahteraan
masyarakat. Integrasi pengembangan perikanan tangkap dan budidaya akan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya perikanan dalam mempertahankan
kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan dengan
melakukan restoking dari hasil budidaya.
13
cara
pemilihan
teknologi
penangkapan
(4)
Bagaimanakah
sebuah
model
Sistem
Penunjang
Keputusan
yang
mendukung
Kerangka Pemikiran
Prospek pengembangan bidang perikanan di Indonesia cukup baik,
mengingat sebagian besar wilayah Indonesia didominasi oleh laut dengan segala
14
tangkap,
terutama
secara
tradisional
telah
sejak
lama
di
masa
mendatang.
Untuk
itu
perlunya
strategi
integrasi
15
nasional
yang
sedang
dihadapi
seperti
devisa
dan
ketenagakerjaaan.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan
umum
penelitian
ini
untuk
mengkaji
strategi
integrasi
(3)
dengan
lingkup
sasaran
pengembangan
areal,
produksi,
1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
(1)
(2)
(3)
16
1.6
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1.7
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah pengembangan perikanan tangkap
TINJAUAN PUSTAKA
diharapkan
generasi
menikmati dan
18
yaitu
dengan
memperhatikan
daya
dukungnya.
Pemanfaatan
pemerintah
bekerjasama
dengan
para
pengusaha
perikanan.
19
(2)
adalah:
(1)
(2)
(3)
sumberdaya
perikanan
dalam
rangka
pemanfaatan
dalam
pengelolaan.
Sesuai
dengan
prinsip
kehati-hatian
20
penutupan daerah tangkap pada periode tertentu. Pada prinsipnya input control
mengatur faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masukan terhadap tingkat
eksploitasi. Sedangkan pengaturan melalui output control dilakukan terhadap
hasil tangkapannya (output) misalnya dalam bentuk quota (jumlah hasil
tangkapan). Pengaturan semacam ini banyak dilakukan di daerah dingin,
sedangkan di daerah tropis pengaturan banyak berdasarkan kepada input
control. Metode tersebut juga sering dikombinasikan dengan metode teknis,
misalnya saja di beberapa negara maju di daerah dingin, disamping ada
pengaturan quota juga ada pengaturan ukuran mata jaring yang diberlakukan
terhadap alat tangkapnya.
Permasalahan perikanan tangkap baik itu berupa permasalahan sosial
ataupun kerusakan lingkungan dan menurunnya stok SDI, sebenarnya telah
lama timbul sejak manusia menggunakan laut atau perairan umum sebagai
sumber untuk mendapatkan bahan pangan. Namun saat itu, bobot permasalahan
yang timbul tidak seberat yang dihadapi pada saat sekarang ini, dimana baik
konflik sosial yang ditimbulkan akibat adanya kompetisi besar-besaran dalam
memperebutkan ikan yang menjadi tujuan tangkapan, maupun kerusakan
lingkungan serta punahnya beberapa spesies ikan yang diakibatkannya telah
menunjukkan indikator yang sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup
generasi mendatang.
Ditinjau dari keberlangsungan dan kelestarian lingkungan bahwa segala
bentuk aktivitas yang sifatnya merusak lingkungan, sekalipun dalam jumlah yang
relatif kecil sebenarnya perlu dihindari termasuk dalam hal ini penggunaan alat
tangkap modifikasi dari alat tangkap trawl. Dalam hal yang lebih luas lagi perlu
dihindari penggunaan alat tangkap yang kurang ramah lingkungan.
2.2. Potensi dan Aktualisasi Perikanan Budidaya
Potensi lahan perikanan budidaya secara nasional diperkirakan sebesar
15,59 juta hektar, yang terdiri atas lahan budidaya budidaya air tawar 2,23 juta
hektar, budidaya air payau 1,22 juta hektar dan budidaya laut 12,14 juta hektar.
Sedangkan pemanfaatanya hingga saat ini masing-masing baru mencapai 10,1%
untuk budidaya air tawar, 40% untuk budidaya air payau dan 0,01% untuk
budidaya laut. Luasan potensi kegiatan budidaya laut tersebut terbentang dari
ujung bagian barat Indonesia sampai ke ujung wilayah timur Indonesia.
Komoditas-komoditas yang dapat dibudidayakan pada areal tersebut antara lain
21
ikan kakap, kerapu, tiram, kerang darah, teripang, kerang mutiara dan abalone
serta rumput laut (Dahuri, 2002).
Pada tahun 2004 produksi perikanan budidaya nasional adalah 1,47 juta
ton dengan kenaikan rata-rata pertahun dari tahun 2000 adalah 10,36%. Jumlah
produksi tersebut telah menempatkan Indonesia sebagai negara produsen
perikanan budidaya ketiga terbesar setelah China dan India. Produksi perikanan
budidaya Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 didominasi oleh
produksi udang ditambak. Sedangkan persentase rata-rata kenaikan produksi
per tahun tertinggi adalah budidaya laut. Produksi budidaya laut mulai meningkat
hampir dua kali lipat pada tahun 2004 dari tahun 2003, hal ini terkait dengan
program pengembangan budidaya rumput laut. Nilai produksi perikanan
budidaya juga mengalami peningkatan dari Rp. 11,06 trilliun pada tahun 2000
menjadi Rp. 19,27 triliun pada tahun 2004, atau naik rata-rata 14,93% per tahun.
Kenaikan nilai produksi rata-rata tertinggi yaitu sebesar 32,94% pada budidaya
karamba.
Komoditas dominan dan mengalami perkembangan cukup pesat adalah
udang, yaitu dari 143.750 ton pada tahun 2000 menjadi 238.843 ton pada tahun
2004 atau mengalami kenaikan rata-rata per tahun 13,86%. Perkembangan
produksi udang yang cukup pesat ini didukung oleh adanya upaya introduksi
udang jenis baru yaitu udang putih atau vannamei yang berasal dari perairan sub
tropis. Sampai saat ini produksi udang nasional masih ditopang oleh produksi
udang vanname, terutama pada tambak-tambak intensif skala besar.
Selain dikonsumsi didalam negeri produksi perikanan budidaya Indonesia
juga terserap pada pasar luar negeri seperti negara-negara di Eropa, Amerika,
Jepang dan negara maju lainnya. Beberapa jenis komoditas perikanan budidaya
yang diekspor adalah udang, kerapu, nila, rumput laut, kepiting, patin, lele,
bandeng, kodok, abalone, ikan hias dan mutiara. Pertumbuhan ekspor perikanan
Indonesia didominasi oleh udang dan cakalang. Pada tahun 2000 volume ekspor
udang Indonesia sebesar 116.187 ton meningkat menjadi 139.450 ton pada
tahun 2004. Jika memperhatikan neraca ekspor-impor peroduk perikanan, maka
dapat disimpulkan bahwa masih terjadi surplus perdagangan komoditas
perikanan. Hal ini membuktikan bahwa bidang periknan tidak membebani neraca
pembayaran, bahkan sebaliknya justru merupakan andalan untuk memperoleh
devisa. Surplus perdagangan hasil perikanan untuk memperoleh devisa pada
22
tahun 2000 sebesar US$ 1,56 milyar dan terus mengalami peningkatan hingga
US$ 1,62 milyar pada tahun 2004.
Peningkatan produksi perikanan budidaya yang telah dicapai selama ini,
telah memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan konsumsi ikan per
kapita nasional dari 21,57 kg per kapita pada tahun 2000 menjadi 23,18 kg per
kapita pada tahun 2004. Disamping itu perkembangan perikanan budidaya juga
telah memberikan dampak pada penyerapan tenaga kerja. Selama kurun waktu 5
(lima) tahun (2000 2004) mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,05% per
tahun. Jumlah pembudidaya ikan meningkat dari dari 2,18 juta orang pada tahun
2000 menjadi 2,46 juta orang pada tahun 2004. Tenaga kerja di perusahaan
perikanan budidaya, baik yang berstatus pemilik modan asing (PMA) maupun
pemilik modal dalam negeri (PMDN) mengalami peningkatan dari 3.151 orang
tenaga asing dan 154.173 orang tenaga kerja lokal pada tahun 2000, meningkat
menjadi 4.719 orang tenaga kerja asing dan 187.124 orang tenaga kerja lokal
pada tahun 2004. Rumah tangga perikanan (RTP) budidaya secara keseluruhan
berjumlah 1,2 juta buah pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 1,4 juta buah
pada tahun 2004 dengan jumlah terbesar pada budidaya kolam, budidaya sawah
dan tambak.
Pemanfaatan potensi pengembangan budidaya perikanan dapat dilakukan
melalui pembenihan, pembudidayaan, penyiapan prasarana, pengelolaan
kesehatan ikan dan lingkungan. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan mampu
meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan produksi usaha perikanan budidaya.
Kegiatan budidaya perikanan di laut dapat diklasifikasikan menjadi kegiatan
marikultur
dan
budidaya
air
payau.
Untuk
usaha
marikultur
biasanya
23
budidaya
perikanan
ke
depan
harus
mampu
pembangunan
ekonomi
masyarakat
pembudidaya
ikan
di
24
dan
peningkatan
ekspor,
pengurangan
tekanan
terhadap
sumberdaya ikan wilayah pantai, pengkayaan stock ikan di laut dan perairan
umum, pasok bahan baku bagi industri terkait dan pelestarian lingkungan hidup.
Pengembangan akuakultur harus dilaksanakan secara bertanggung jawab dan
sebagai pedoman dapat digunakan CCRF yang sudah diadopsi di banyak
negara. Akuakultur yang memiliki criteria tersebut merupakan akuakultur yang
akan menjadi tumpuan harapan bangsa.
2.3. Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Budidaya
Perkembangan masyarakat dunia pada abad ke-21 telah menunjukkan
kecenderungan adanya perubahan perilaku dan gaya hidup serta pola konsumsi
pangan dari daging merah (red meat) ke produk perikanan. Intensitas kegiatan
atau kesibukan di era kompetisi ketat cenderung meningkat, mengakibatkan
manusia tidak leluasa lagi memanfaatkan waktu untuk menikmati makanan
konvensional yang dimasak dan dikonsumsi di tempat jauh dari tempat bekerja.
Aktivitas perjalanan lintas daerah, kultural, negara, senantiasa membutuhkan
makanan universal yang diterima oleh seluruh lapisan masyarakat dari berbagai
agama, kepercayaan dan budaya. Kecenderungan peningkatan angka harapan
hidup penduduk sebagai salah satu indikator penentu indeks kesejahteraan
(human development index), menuntut persiapan manusia menyongsong era
generasi berusia panjang (older generation era). Salah satu bahan makanan
yang dapat memenuhi tuntutan di atas adalah produk perikanan. Hasil olahan
produk ini dianggap lebih sehat dikonsumsi, netral, dan hasil olahannya sangat
beragam. Kebutuhannya di masa mendatang diprediksi melampaui 50%
25
kebutuhan protein hewani masyarakat dunia 3 g/kg berat badan per hari atau
sekitar 54 kg/kapita/tahun.
Pasokan ikan dunia saat ini sebagian besar berasal dari penangkapan ikan
di laut. Namun demikian, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara
dan perairan internasional saat ini dilaporkan telah berlebih. Data FAO (2002)
menunjukkan bahwa pasokan ikan dari kegiatan penangkapan di laut di sebagian
negara, diperkirakan tidak dapat ditingkatkan lagi. Demikian pula kecenderungan
ini terjadi pada usaha penangkapan ikan di perairan Indonesia.
Bahkan
berdasarkan hasil penelitian oleh Komisi Stock Assessment pada tahun 2000
menunjukkan bahwa potensi lestari ikan perairan laut Indonesia mengalami
penurunan dari 6,18 juta ton/tahun menjadi 6,01 juta ton/tahun. Oleh karena itu,
alternatif pemasok hasil perikanan diharapkan berasal dari perikanan budidaya
(akuakultur).
Saat ini akuakultur tidak hanya berperan menopang pemenuhan kebutuhan
bahan pangan berupa protein hewani, akan tetapi juga dalam menyediakan
bahan baku bio-industri, dan upaya pelestarian spesies ikan yang terancam
punah (endangered species). Industri pengekstrak bahan aktif dari organisme
akuatik terutama laut, seperti berbagai jenis rumput laut, membutuhkan bahan
baku dalam jumlah yang besar dan cenderung terus meningkat. Berbagai jenis
biota akuatik yang dieksploitasi seperti ikan kerapu terhindar dari ancaman
kepunahan setelah berkembangnya kegiatan budidaya. Dalam pelestarian fungsi
lingkungan perairan, para pembudidaya ikan dapat menjadi pengamanan
swakarsa
dari
ancaman
perusak
lingkungan
seperti:
pengebom
dan
sangat
berkepentingan
dengan
lingkungan
yang
terpelihara.
Peran akuakultur dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam
mungkin tidak banyak disadari. Sumberdaya lahan pantai berpasir yang tidak
dapat dimanfaatkan untuk pertanian terbukti bermanfaat untuk tambak udang
dengan konstruksi khusus seperti biocrete dan knock down concrete. Selokan
air atau saluran irigasi sangat produktif dan efisien untuk kolam air deras dan
karamba ikan. Tambak-tambak garam yang awalnya berfungsi tunggal, melalui
modifikasi dan penerapan teknik akuakultur dapat berfungsi ganda yaitu
26
menghasilkan kista dan biomassa artemia, yang nilainya jauh lebih tinggi
daripada garam yang dihasilkan.
Dalam kaitannya dengan keanekaragaman hayati, sumberdaya perikanan
meliputi semua biota yang hidup di perairan tawar maupun laut.
Indonesia
dengan perairan laut seluas 5,8 juta km2 merupakan salah satu negara yang
memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia (Soegiarto dan Polunin,
1981 dalam Dahuri, 2002). Kelompok utama biota yang memiliki jumlah spesies
terbanyak di perairan laut Indonesia adalah moluska atau kekerangan (2.500
spesies) terdiri atas kelompok gastropoda (1.500 spesies) dan kelompok bivalve
(1.000 spesies), diikuti oleh kelompok ikan (lebih dari 2.000 spesies), kelompok
krustase (1.502 spesies). Kelompok lainnya adalah hewan karang (910 spesies),
sponge (850 spesies), tumbuhan (832 spesies), ekhinodermata (745 spesies),
burung (148 spesies), mamalia (29 spesies) dan reptil (6 spesies). Sampai saat
ini pemanfaatan keanekaragaman hayati tersebut, baik untuk usaha akuakultur
maupun bahan baku industri masih sangat kecil.
Walau akuakultur bermula dari penerapan teknologi
yang sangat
27
(De Silva et al., 2006). Tujuan dari sistem pengelolaan perikanan tangkap
berbasis budidaya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan atau
pembudidaya dan sekaligus mempertahankan kelestarian stok sumberdaya ikan
di alam.
Lebih lanjut di jelaskan De Silva et al. (2006), bahwa dalam pengelolaan
perikanan tangkap berbasis budidaya tersebut terlihat adanya interaksi antara
kegiatan perikanan tangkap dan budidaya. Pelaksanaan pengelolaan ini
melibatkan pembudidaya ikan atau kegiatan budidaya ikan pada tahap
penyiapan benih ikan untuk ditebar dan kegiatan penangkapan setelah ikan
mencapai ukuran tertentu. Kegiatan budidaya yang dilakukan dalam pelaksanaan
pengelolaan tersebut dalam bentuk kegiatan pembenihan ikan di hatchery,
dilanjutkan dengan pemeliharaan benih sampai siap ditebar dan dibudidayakan
dalam karamba jaring apung.
Kegiatan perikanan tangkap dalam pengelolaan ini berperan pada saat
pengaturan
penangkapan
ikan
yang
telah
ditebar
di
perairan
umum.
antara
kegiatan
budidaya
(pembenihan,
pendederan
dan
benih
ikan
atau
restocking,
perbaikan
mutu
lingkungan
dan
28
Model
comunity-based
fisheries
management
telah
29
kegiatan
pengembangan
perikanan
tangkap
berbasis
budidaya
yang
dilaksanakannya di Bangladesh.
Program pemacuan stok dalam rangka peningkatan sumberdaya ikan
sudah dikembangkan di beberapa negara seperti Jepang, China dan Norwegia.
Pemacuan stok ikan di Jepang telah berdampak terhadap peningkatan produksi
sea bream sebesar 8% dan Blue crab sebesar 22 %. Laporan FAO tahun 1999
menyebutkan bahwa upaya pemacuan stok di perairan umum daratan di China
dan Vietnam dapat meningkatkan hasil penangkapan sebesar 20% dari total
hasil penangkapan sebesar 2 juta ton/tahun. Sedangkan di Norwegia berhasil
meningkatkan produksi ikan hingga 32%.
Penerapan teknik pemacuan sumberdaya ikan di Indonesia yang berupa
penebaran dan introduksi ikan serta perlindungan sumberdaya ikan melalui
penetapan kawasan suaka perikanan telah lama dilakukan terutama di perairan
umum daratan sejak jaman penjajahan Belanda. Meskipun kegiatan introduksi
dan restoking ikan telah lama dilakukan, kontribusinya terhadap hasil tangkapan
belum menunjukkan hasil yang nyata bahkan di beberapa perairan berdampak
terhadap penurunan keragaman dan kelimpahan species lokal yang disebabkan
oleh kompetisi dan atau predasi. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh
penerapannya yang tidak didasarkan atas hasil kajian ilmiah yang memadai dan
tidak dilakukan atas kaidah pendekatan kehati-hatian.
Hal tersebut berbeda dengan peningkatan kelimpahan stok ikan melalui
pengelolaan suaka perikanan yang dilakukan sejak sebelum penjajahan
Belanda, seperti suaka perikanan Danau Loa Kang dan Danau Batu Bumbun di
DAS Mahakam, Kalimantan Timur yang dikelola pada masa Kerajaan Kutai
Kartanegara, sekitar 500 tahun yang lalu. Suaka tersebut sangat berperan dalam
memasok benih ikan secara alami dan berperan dalam pelestarian sumberdaya
ikan. Dewasa ini, penerapan kearifan lokal dalam pengelolaan suaka tersebut
telah luntur sehingga suaka yang ada tidak berfungsi optimal lagi.
Menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan, (2009) bahwa BRKP telah
melakukan penerapan pemacuan sumberdaya ikan di Indonesia berbasis hasil
kajian ilmiah yang dirintis sejak tahun 2000 di perairan umum daratan dan laut. Di
perairan umum daratan, pelaksanaan pemacuan sumberdaya ikan terutama
dilakukan di perairan waduk dan danau. Di beberapa kawasan, penerapan
pemacuan sumberdaya ikan mulai mempertimbangkan aspek daya dukung
perairan, kesesuaian habitat dan jenis ikan, peluang kompetisi antara jenis ikan
30
tebaran dengan jenis ikan asli, jumlah padat tebar optimal, dan monitoring dan
evaluasi
keberhasilan
ataupun
kegagalannya
serta
diikuti
dengan
31
akan dihasilkan produksi senilai 70-140 juta rupiah per tahun yang akan
menambah pendapatan bagi 120 orang nelayan di perairan waduk tersebut.
Untuk mengatasi penurunan hasil tangkapan ikan bilih di habitatnya yang
asli (Danau Singkarak) telah pula diterapkan pembentukan suaka buatan di
Sungai Sumpur, salah satu sungai yang masuk Danau Singkarak. Dari suaka
buatan tersebut ternyata dapat melestarikan induk ikan bilih sebanyak 3,3 juta
ekor per tahun dan benih ikan bilih sebanyak 5,46 juta ekor per tahun. Benih ikan
bilih ini masuk ke danau sebagai peremajaan stok ikan bilih yang akan ditangkap
nelayan.
Introduksi ikan bilih sebanyak 2.850 ekor, satu-satunya ikan endemik dari
Danau Singkarak dilakukan ke Danau Toba pada tahun 2003. Ikan bilih yang
ditebarkan mampu tumbuh dan berkembang biak dengan baik sehingga pada
tahun 2005, hasil tangkapan ikan bilih mencapai 653,6 ton senilai 3,9 milyar
rupiah. Hasil tangkapan ikan bilih terus meningkat sehingga pada tahun 2007
produksinya mencapai 8.500 ton dan pada tahun 2008 meningkat tajam menjadi
13.000 ton.
Pada tahun 2003-2004, penebaran kembali (restocking) ikan baung telah
pula dilakukan di Waduk Wadaslintang. Ikan baung adalah ikan asli di perairan
waduk ini dan ekonomis tinggi, namun populasinya menurun karena tekanan
penangkapan dan keterbatasan habitat pemijahannya. Upaya penebaran
kembali ikan baung ini telah berhasil meningkatkan hasil tangkapan sebesar 15%
dari total hasil tangkapan ikan.
Pada tahun 2008, berdasarkan rekomendasi hasil riset, telah dilakukan
penebaran ikan bandeng di Waduk Djuanda, Jawa Barat sebanyak 2,112 juta
ekor. Ikan bandeng tumbuh pesat dari ukuran rata-rata satu gram per ekor
menjadi 100-150 gram per ekor dalam waktu 3 bulan setelah penebaran. Selama
empat bulan penangkapan telah tercatat sebanyak 65 ton ikan bandeng senilai
455 juta rupiah pada tingkat harga nelayan.
Pemacuan sumberdaya ikan dalam bentuk rehabilitasi terumbu karang
yang dilakukan di perairan laut, seperti Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat dan
Teluk Jemeluk, Bali menunjukkan indikasi keberhasilan dalam pemulihan
terumbu karang dan peningkatan kanekaragaman jenis ikan di perairan tersebut.
Belajar dari pengalaman empiris tersebut dengan rata-rata produksi
perikanan tangkap perairan umum daratan sebesar 290.880 ton dan perikanan
tangkap di laut sebesar 4,3 juta ton, maka dengan pemacuan stok target
32
kebutuhan
hatcheries,
tapi
juga
menghilangkan
resiko
Teori Sistem
33
(2)
(3)
Adanya
(5)
34
merupakan
alat
yang
memungkinkan
untuk
mengidentifikasikan,
(1969),
ada
dua
tahap
dalam
penyusunan
model
yaitu
menganalisis,
menstimulasi
serta
mendesain
sistem
keseluruhan (Marimin, 2004; Eriyatno dan Fadjar, 2007). Menurut Eriyatno dan
Fadjar (2007), dalam pendekatan sistem terdapat enam tahapan analisis
sebelum sampai kepada sintesa (rekayasa), yaitu: (1) analisis Kebutuhan; (2)
identifikasi sistem; (3) formulasi masalah; 4) pemodelan sistem; 5) verifikasi dan
validasi model, dan 6) implementasi. Langkah ke 1 sampai dengan ke 6
umumnya dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal dengan Analisa
Sistem.
2.4.2 Sistem manajemen ahli
Sistem manajemen ahli merupakan integrasi dari sistem penunjang
keputusan dan sistem pakar.
35
sistem
teknik-teknik yang
Analisa Keputusan
Model
preferensi
manusia
Model
keputusan
normatif
Analisa utilitas atribut
ganda
SISTEM
MANAJEMEN AHLI
Model Optimasi
Program Matematika
ProgramSasaran
Ganda
Ilmu Manajemen
Manajemen Penelitian
& Pengembangan
36
basis informasi tersebut diolah dalam unit pemrosesan terpusat yang menerima
sinyal dari sistem manajemen dialog (Dialogue Management System) yang
bersifat interaktif dengan pengguna. Struktur dari sistem manajemen Ahli dapat
dilihat pada Gambar 6.
Pengguna
Sistem Manajemen
Dialog
Struktur Komunikasi
Sistem Manajemen
Basis Model
Sistem Manajemen
Basis Data
Model-model
kuantitatif dalam
pengambilan
keputusan
Pengguna
Pengguna
(2)
(3)
Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang, antara lain
ilmu komputer, ilmu sistem, psikologi, ilmu manajemen, dan intelegensia
buatan
(4)
Mempunyai
kemampuan
aditif
terhadap
perubahan
kondisi
dan
37
berbagai studi lapangan dan penelitian kasus guna menelusuri validitas input dan
parameter-parameternya.
Landasan utama dalam pengembangan sistem penunjang keputusan untuk
model manajemen adalah konsepsi model. Konsepsi model ini diperlukan untuk
menggambarkan secara abstrak tiga komponen utama penunjang keputusan,
yaitu: (1) pengambil keputusan atau pengguna, (2) model, dan (3) data.
Hubungan antar komponen-komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
Menurut Minch dan Burns (1983), sistem manajemen dialog adalah
subsistem dari sistem penunjang keputusan yang berkomunikasi langsung
dengan pengguna, yakni menerima masukan dan memberikan keluaran. sistem
manajemen basis data harus bersifat interaktif dan luwes dalam arti mudah
dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data.
sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk
mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang
tergabung dalam permodelan sistem penunjang keputusan.
Sistem pengolahan problematik adalah koordinator dan pengendali dari
operasi sistem penunjang keputusan secara menyeluruh. sistem ini menerima
masukan dari ketiga sub sistem lainnya dalam bentuk baku serta menyerahkan
keluaran ke sub sistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Fungsi
utamanya adalah sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan
antar sub sistem (Eriyatno,1998).
Data
Model
Pengguna
38
(2)
(3)
(4)
keputusan
dibuat
berdasarkan
informasi yang
tidak lengkap
berdasarkan pendapat dan intuisi, spekulatif, tidak pasti, dan kabur (fuzzy).
Menurut Marimin (2005), pengetahuan yang digunakan dalam sistem pakar
terdiri dari kaidah-kaidah (rules) atau informasi dari pengalaman tentang tingkah
laku suatu unsur dari suatu gugus persoalan. Kaidah-kaidah biasanya
memberikan deskripsi tentang kondisi yang diikuti oleh akibat dari prasyarat
tersebut. Sistem pakar dapat memberikan saran, kesimpulan, dan penjelasan
untuk menyelesaikan persoalan tertentu.
Sistim pakar terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian pengembangan
dan
konsultasi.
Bagian
pengembangan
sistem
pakar
digunakan
oleh
Sedangkan
bagian
konsultasi
digunakan
untuk
mendapatkan
39
AHLI
Pengguna
- Fakta
- Aturan
- Model
Akuisisi ilmu
pengetahuan
Penghubung
- Fakta
- Aturan
- Model
Sistem berbasis
pengetahuan
- Nasehat
- Justifikasi
- Konsultasi
- Fakta
- Aturan
- Model
Dangkal
Mendalam
Statis
Dinamis
Mekanisme
Inferensi
Strategi
Penalaran
Strategi
Pengendalian
Fasilitas penjelasan
40
A
B
Dari penggambaran tersebut di atas dapat diartikan apabila ada kaidah jika
A maka B dan diketahui bahwa A benar,maka dapat diambil kesimpulan yang
sah bahwa B adalah benar.
Kaidah modus tollens pada prinsipnya merupakan kebalikan dari kaidah
modus ponens, dan dapat digambarkan sebagai berikut:
(not) B
(not) A
Dari penggambaran tersebut di atas dapat diartikan apabila ada kaidah jika
A maka B dan diketahui bahwa B adalah salah,maka dapat disimpulkan bahwa A
salah.
Strategi pengendalian yang sering digunakan dalam Sistem Pakar terdiri
dari mata rantai ke depan (Forward Chaining), mata rantai ke belakang
(Backward Chaining), dan gabungan dari kedua teknik pengendalian tersebut.
Ketiga teknik strategi pengendalian tersebut digunakan untuk melakukan
pencarian dan pembuktian bahwa suatu solusi dari suatu persoalan ada atau
benar.
Teknik mata rantai ke belakang melacak suatu kesimpulan sementara atau
akhir yang kemudian dilacak melalui fakta-fakta pendukung dan kaidah-kaidah
yang
ada,
serta
untuk
mendapatkan
variabel
pembentuk
kesimpulan.
Sedangkan pada teknik mata rantai ke depan, kesimpulan suatu kasus dibangun
berdasarkan fakta-fakta yang telah diketahui.
Dengan struktur dasar seperti telah dijelaskan di atas, Marimin (2005)
berpendapat bahwa sistem pakar merupakan salah satu alternatif terbaik untuk
menyelesaikan persoalan dengan menggunakan komputer yang didukung oleh
teknik kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), terutama untuk pemecahan
41
laut
serta
mengembangkan
alternatif
model
pengembangan
42
3.1
METODOLOGI
Maret 2008. Pengolahan, tabulasi, dan analisis data serta pembuatan perangkat
lunak komputer dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB (FPIK
IPB). Penelitian lapang di laksanakan di Kabupaten Lampung Selatan.
Kegiatan penelitian meliputi:
(1)
(2)
(3)
(4)
Pengolahan data dan pembuatan perangkat lunak komputer CAPAQUADEV, dilakukan di FPIK IPB bulan Nopember 2007-Maret 2008.
(5)
44
elemen
sistem
elemen-elemen
pengembangan
penting
sistem
dimaksudkan
yang
digunakan
untuk
untuk
45
diperoleh dari beberapa literatur dan instansi terkait, baik di daerah maupun di
tingkat pusat. Data primer diperoleh melalui survei lapang dan wawancara
mendalam (in-depth interview) atau dengan bantuan kuesioner terhadap pihak
terkait, seperti nelayan, pelaku usaha budidaya, tenaga kerja yang bergerak
pada usaha budidaya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Teknik
pengambilan contoh (expert survey) dilakukan dengan teknik pengambilan
contoh purposif (purposive sampling) dengan kriteria mewakili setiap bidang
keahlian sesuai bidang kajian.
3.4. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan terhadap data primer dan sekunder yang telah
dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode yang tercakup dalam
Model CAP-AQUADEV. Konfigurasi Model CAP-AQUADEV terdiri dari Sub
Model Potensi SDI, Sub Model Kesesuaian Lahan Pengembangan Perikanan
Budidaya, Sub Model Pemilihan Teknologi Penangkapan Ikan yang Layak
dikembangkan, Sub Model Pemilihan Komoditas Unggulan, Sub Model
Kelayakan Usaha, Sub Model Strategi integrasi pengembangan perikanan
tangkap dan perikanan budidaya, Sub Model Kelembagaan pengembangan
perikanan tangkap berbasis budidaya.
Tabel 1. Matriks pengambilan dan analisa data penelitian
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
Metode
Pengambilan Data
Survei lapang
Survei
wawancara
dan
Pembobotan
Suvei
wawancara
dan
OWA
4.
Suvei
wawancara
dan
OWA
5.
Kelayakan usaha
dan
6.
Survei
wawancara
Questioner
7.
Suvei
wawancara/
FGDM
dan
AHP
ISM
46
permasalahan
serta
mencari
keterkaitan
dan
hubungan-
untuk
menyusun
konsep
pengelolaan
perikanan.
Pengelolaan
Sehingga;
47
Sedangkan:
Keterangan:
CPUE
: hasil tangkapan
Ci
MSY
: potensi lestari
hasil
kajian
stok
dan
pemantauan
tersebut,
dengan
48
49
jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Rumus untuk
menghitung NPV adalah:
Atau
Keterangan:
NB
: Discount factor.
: Waktu (tahun).
50
Kriteria
keputusan
yang
diambil
dalam
menentukan
kelayakan
Jika NPV > 0, berarti investasi dinyatakan menguntungkan atau layak untuk
dilakukan.
Jika NPV < 0, berarti investasi dinyatakan tidak menguntungkan atau tidak
layak untuk dilaksanakan.
(2)
menghasilkan net present value sama dengan nol. IRR merupakan suku bunga
maksimal untuk sampai kepada NPV bernilai sama dengan nol, jadi dalam
keadaan batas untung rugi. Oleh karena itu juga dianggap sebagai tingkat
keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek. Asal setiap manfaat yang
diwujudkan secara otomatis ditanam kembali pada tahun berikutnya dan
mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur
proyek. Rumus untuk menghitung IRR adalah:
Keterangan:
i1
i2
Proyek atau investasi dikatakan layak bila IRR > dari tingkat bunga berlaku.
Sehingga bila IRR ternyata sama dengan tingkat bunga yang berlaku, maka
NPV dari proyek tersebut sama dengan nol. Jika IRR < dari tingkat bunga
yang berlaku, maka berarti nilai NPV < 0, berarti proyek tidak layak.
(3)
51
Kriteria
keputusan
yang
diambil
dalam
menentukan
kelayakan
konsumsi
ikan.
Alternatif
strategi
yang
ditawarkan
dalam
52
53
perlakuan terhadap lingkungan budidaya (Jadwiga, 2008). Selain itu model atau
software
sudah
lazim
digunakan
dalam
penentuan
prioritas
untuk
memaksimalkan keuntungan atau efisiensi dari dua kegiatan perikanan atau lebih
yang berlangsung pada waktu atau lokasi yang sama (Morten et al, 2009).
Seperti penelitian Pascoe and Mardle (2001), yang menyatakan bahwa untuk
memaksimalkan keuntungan ekonomi dan menjagakestabilan pekerja dilakukan
analisis menggunakan bioekonomi model.
Menurut Saaty (1993), ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan
dengan analisis logis eksplisit, yaitu:
(1)
langkah menuju suatu keputusan yang akan diambil. Sasaran utama yang
merupakan suatu tujuan, disusun ke dalam bagian yang menjadi elemen
pokoknya, dan kemudian bagian ini dimasukkan ke dalam bagiannya lagi, dan
seterusnya secara hierarki. Sehingga persoalan yang sangat kompleks dipecah
menjadi bagian-bagiannya sehingga memudahkan pengambilan keputusan.
(2)
aspek dengan aspek yang lainnya, sehingga dapat ditentukan peringkat elemenelemen menurut relatif pentingnya.
(3)
(2)
Membuat
struktur
hierarki
dari
sudut
pandang
manajerial
secara
menyeluruh. Pada tingkat puncak dari suatu hierarki disebut fokus yang
terdiri atas hanya satu elemen. Fokus merupakan sasaran keseluruhan
yang sifatnya luas. Pada tingkat-tingkat berikutnya masing-masing dapat
memiliki beberapa elemen. Elemen-elemen dalam tingkat harus dari derajat
besaran yang sama. Tingkat terendah terdiri atas berbagai tindakan akhir
54
ataupun
negatif
bagi
pencapaian
sasaran
utama
melalui
Menyusun
matriks
banding
berpasangan.
Dari
matriks
banding
kriteria
yang
berpengaruh
terhadap
fokus.
Perbandingan
berpasangan yang pertama dilakukan pada fokus dan elemen satu tingkat
dibawahnya.
(4)
(5)
(6)
Sintesis
berbagai
pertimbangan
untuk
memperoleh
suatu
taksiran
untuk
memperoleh
matriks
yang
dinormalisasi,
yang
(1993)
mengatakan
bahwa
proses
pada
AHP
adalah
55
Definisi
Penjelasan
Atau
Jika C1, C2, ,Cn adalah elemen yang akan dibandingkan, dan n adalah jumlah
elemen yang akan dibandingkan (Tabel 3).
Tabel 3. Matriks elemen
C1
C2
..
Cn
C1
a12
A1n
C2
1/a12
..
A2n
..
..
Cn
1/a1n
1/a2n
..
56
C2
Cn
Matriks Normalisasi
VP
C1
A12
A1n
1/J1
A12/J2
A1n/Jn
P1
C2
1/a12
A2n
A21/J1
1/J2
A2n/Jn
P2
Cn
1/a1n
1/a2n
An1/J1
An2/J2
1/Jn
pn
J1
J2
Jn
VP
Keterangan:
RI :
CR
dikatakan
mempunyai
tingkat
konsistensi
yang
tinggi
dan
dapat
dipertanggungjawabkan bila bernilai lebih kecil atau sama dengan 0,1. Hal ini
dikarenakan merupakan tolok ukur bagi konsistensi atau tidaknya suatu hasil
perbandingan berpasangan dalam suatu matriks pendapat (Saaty ,1993).
57
N
6
7
8
9
10
RI
1,24
1.32
1,41
1,45
1,49
N
11
12
13
14
15
RI
1,51
1,48
1,56
1,57
1,59
Saaty (1993) menyatakan bahwa AHP memberi suatu sarana yang berguna
untuk menstruktur hierarki, baik untuk perencanaan yang diproyeksikan
(deskriptif) maupun perencaan ideal (normative). Perhitungan dengan AHP ini
menggunakan bantuan software expert choice 2000.
Analisis Kelembagaan Integrasi Pengembangan Perikanan Tangkap
dan Perikanan Budidaya. Untuk mengkaji keterkaitan/hubungan konsteksual
antar elemen dan sub elemen dalam integrasi pengembangan perikanan tangkap
dan perikanan budidaya digunakan metode Interpretative Structural Modelling
(ISM). Elemen sistem pengembangan mencakup pelaku/lembaga yang berperan
dalam pengembangan, kebutuhan untuk pelaksanaan program, kendala
program, tolak ukur untuk menilai setiap tujuan, dan aktivitas yang dibutuhkan
guna perencanaan tindakan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penggunaan teknik ISM adalah
sebagai berikut (Marimin, 2004):
(1)
Identifikasi elemen: Elemen sistem diidentifikasi dan didaftar. Hal ini dapat
diperoleh melalui penelitian, brainstroming, dan lain-lain.
(2)
(3)
58
(4)
berikutnya
dengan
menggunakan
aturan
yang
sama.
(7)
(8)
59
sebab itu, ISM memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemenelemen sistem dan alur hubungannya.
3.5
Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem merupakan suatu metodologi pemecahan masalah
memiliki
kebutuhan.
Analisis
kebutuhan
masing-masing
pihak
merupakan permulaan pengkajian dalam sistem. Dalam tahap ini dicari secara
selektif apa saja yang dibutuhkan dalam analisis sistem. Sistem integrasi
pengembangan
perikanan
tangkap
dan
perikanan
budidaya
dalam
permodalan,
teknologi,
pemasaran,
sarana
prasarana,
dan
kebijakan.
Pada tahap analisis kebutuhan dapat ditentukan komponen-komponen atau
pelaku yang berpengaruh dan berperan dalam sistem atau sub sistem.
Komponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan
tujuannya masing-masing dan saling berintegrasi satu sama lain, serta
berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada. Dari analisis kebutuhan,
komponen-komponen yang berpengaruh adalah nelayan, pembudidaya ikan,
investor, pengusaha, pemerintah, konsumen, lembaga keuangan (bank) dan
lembaga pendidikan.
60
kelompok
masyarakat
yang
melakukan
investasi
atau
61
(2)
(3)
Nelayan
Pembudidaya ikan
Pemasaran terjamin.
Produktivitas meningkat.
Kesejahteraan meningkat.
Pengusaha
(4)
62
(5)
(6)
Konsumen
Diversifikasi produk.
(7)
Instansi Pemerintah
(8)
(9)
Investor
Keuntungan tinggi.
Lembaga Pendidikan
budidaya
memerlukan
perencanaan
yang
baik,
pengalaman,
63
64
Gambar 10.
65
SISTEM INTEGRASI
PENGEMBANGAN PERIKANAN
TANGKAP DAN PERIKANAN
BUDIDAYA
Gambar 11.
66
budidaya
yang
termasuk
jenis
input
ini
adalah
globalisasi
dalam
menghasilkan
keluaran
yang
dikehendaki
dan
berusaha
Konfigurasi Model
Sistem integrasi pengembangan perikanan tangkap dan perikanan
67
AQUADEV.
Paket
program
dirancang
dengan
menggunakan
bahasa
pemograman Visual Basic dan bahasa C yang terdiri dari tiga sistem utama, yaitu
sistem manajemen dialog, sistem manajemen basis data, dan sistem manajemen
basis model. Konfigurasi model sistem penunjang keputusan (SPK) disajikan
pada Gambar 12.
Gambar 12.
68
69
hanya dapat digunakan oleh Pemda Kabupaten atau Propinsi Lampung, tetapi
dapat juga digunakan di daerah lain sesuai dengan permasalahan yang ingin
dipecahkan.
Hasil verifikasi model CAP-AQUADEV di Kabupaten Lampung Selatan
disajikan berurutan, yaitu: (1) sub model potensi SDI, (2) sub model kesesuaian
lahan, (3) sub model pemilihan teknologi penangkapan ikan, (4) sub model
pemilihan komoditas potensial, (5) sub model kelayakan, (6) sub model strategi,
dan (7) sub model kelembagaan.
4
4.1
HASIL
105 105045 Bujur Timur dan 5015 60 Lintang Selatan. Batas-batas wilayah
Kabupaten Lampung Selatan adalah:2
besar dari Teluk Lampung (3.865 km2) dengan panjang garis pantai 140 km di
Teluk Lampung dan 45 km di Pesisir Timur sampai muara Way Sekampung
sebagai batas wilayah dengan Kabupaten Lampung Timur. Tidak kurang dari 51
pulau kecil terdapat di Kabupaten Lampung Selatan, baik berpenghuni maupun
tidak, berukuran kecil maupun besar yakni mulai dari 1 ha hingga 6.000 ha
(Wiryawan et al, 2002)
Pesisir Kabupaten Lampung Selatan membentang dari muara Way
Sekampung di Kecamatan Sragi hingga Desa Bawang di Kecamatan Punduh
Pidada. Pesisir Kabupaten Lampung Selatan terletak di bagian utara dari Teluk
Lampung, sehingga ekosistem di daerah ini dipengaruhi oleh laut dan gunung.
Keuntungan yang didapat dengan lokasi seperti ini adalah di daerah pantai
terdapat sumber-sumber air tanah atau akuifer produktivitas tinggi sehingga
keberadaannya harus dijaga agar tetap dapat memberikan suplai yang cukup
untuk aktivitas masyarakat dan industri di daerah tersebut.
Pesisir dan laut Kabupaten Lampung Selatan termasuk pulau-pulau kecil
yang menyebar mempunyai potensi yang sangat beraneka ragam mulai dari
pasir besi, ikan laut, tambak udang, mineral, ekosistem mangrove, terumbu
karang, padang lamun, flora fauna lainnya serta pariwisata. Dengan batimetrinya
yang relatif dangkal, daerah ini mempunyai karakteristik yang sangat berbeda
antara daerah satu dengan daerah lainnya, kemudian antara satu sel dengan sel
lainnya. Dengan mengetahui potensi sumberdaya yang menonjol di daerah ini
dan selanjutnya isu-isu yang timbul maka dapat ditentukan arahan-arahan
71
pengembangan
yang
bisa
dilakukan
dan
ditentukan
sebagai
acuan
pegembangannya ke depan.
Pantai Kabupaten Lampung Selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan
Teluk
Lampung.
Pantai
Timur
yang
hampir
berorientasi
utara-selatan
mempunyai tipologi pantai berupa alluvium dengan endapan marin dan dengan
relief yang datar dimana lerengnya bervariasi antara 0-3% dan elevasi 1 10 m.
Pantai yang datar ini hanya terdapat pada zona kurang dari 3 km. Pantai yang
terletak di Teluk Lampung terdiri dari dua bagian, yakni antara Tanjung Tua
(ujung paling selatan) ke arah barat laut sampai dengan Bandar Lampung.
Pantai yang satu lagi adalah dari Bandar Lampung ke Selat Legundi.
Menurut Wiryawan et al (2002), bahwa tipologi pantai antara Tanjung Tua
dan Kalianda umumnya berupa volkanik dengan lereng bawah volkan cukup
tertoreh, tuf dan lava intermedier. Reliefnya berupa pegunungan volkan dan
bergunung dengan lereng 8-15%.
sebagian besar tipologi pantai berupa alluvium dengan endapan marin dimana
reliefnya datar dengan lereng 0-3% dan elevasi 1-10 m. Pada pantai antara
Bandar Lampung dengan Selat Legundi, pantainya terjal dan berlekak-lekuk
dengan tipologi pantai perbukitan
lereng curam sampai sangat curam antara 30-75%. Diantara pantai yang terjal
ini, terdapat areal-areal yang sempit berupa alluvium dengan endapan marin
yang datar dengan lereng 0-3%.
Dasar perairan pesisir Kabupaten Lampung Selatan yang terletak di Pantai
Timur Lampung yang mempunyai lereng yang landai dan dangkal. Pantai yang
terletak di Teluk Lampung mempunyai lereng dasar perairan yang relatif curam,
kecuali disekitar pantai Bandar Lampung dimana lereng dasar perairannya lebih
landai. Garis kedalaman 20 m terdapat pada jarak antara 100-500 m dari garis
pantai.
Tipe pasang surut di perairan Teluk Lampung Selatan adalah tipe pasut
campuran dominasi pasut tunggal (Wyrtki, 1961). Berdasarkan peramalan pasut
yang dibuat oleh Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL tahun 2000, indek F di
Panjang adalah 1,7. Hal ini berarti tipe pasutnya adalah campuran dominasi
pasut tunggal. Kisaran pasutnya bervariasi antara 0,4 m (saat pasang perbani)
sampai dengan 1,40 meter (saat pasang purnama). Hasil pengukuran di Pasut
selama 3 hari di Kuala Sekampung memperlihatkan kisaran Pasut rata-rata
adalah 1,47 m. Di pantai Bandar Agung dan Berundung kisaran pasut rata-rata
72
145 cm, sedangkan di Pantai Pematang Pasir kisaran pasut 140 cm. Dengan
demikian kisaran pasut rata-rata adalah 144,25 cm.
Kekuatan arus di perairan laut bervariasi antara 4,5 - 9,7 cm/detik atau ratarata 6,05 cm/detik. Arah arus merambat ke selatan atau barat daya dan
menyusur pantai. Ketinggian gelombang perairan di sepanjang pantai timur
hingga Tulang Bawang relatif kecil, yaitu 10-20 cm dengan gelombang rata-rata
1 gelombang/detik.
Suhu perairan di pantai berkisar antara 280 -29,30C atau rata-rata 28,60C.
Sedangkan salinitas perairan berkisar antara 33-33,5 atau rata-rata 33,12.
Wilayah Lampung Selatan yang pesisirnya merupakan habitat alami terumbu
karang meliputi perairan Teluk Lampung dan Selat Sunda. Berdasarkan
Wiryawan et al (2002) diketahui bahwa kondisi terumbu karang telah mengalami
gangguan akibat penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak dan
bahan kimia. Hal ini terlihat dari proporsi karang mati di perairan Rangai telah
mencapai 30.4% di kedalaman 10 meter. Namun demikian proporsi karang hidup
masih di atas 50% dan kondisi ini hampir sama untuk wilayah Padang Cermin,
Kalianda, Way Muli dan Bakauheni.
Terumbu karang di Teluk Lampung umumnya dari jenis karang tepi dengan
bentangan berkisar 20 m sampai 120 m dari bibir pantai sampai kedalaman 1720 m. Kebanyakan terumbu karang di perairan laut Lampung Selatan adalah
jenis fringing reefs, dengan luasan relatif 20-60 m. Pertumbuhan karang berhenti
pada kedalaman 10-17 m. Sejumlah terumbu karang tipe petch reefs tumbuh
dengan baik di sisi barat Teluk Lampung. Pendataan oleh CRMP (1998),
terdapat sekitar 213 jenis karang keras yang berada di Selat Sunda (Kepulauan
Krakatau, Teluk Lampung, Kalianda), sekalipun keanekaragaman jenis rata-rata
per lokasi agak rendah.
Ekosistem mangrove dibentuk oleh komunitas hutan bakau, terdapat di
pesisir dekat muara sungai dan banyak dipengaruhi oleh pasang surut, air sungai
dan pantai. Tumbuhan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan sebagian
besar didominasi oleh Api-api (Avicenia alba) dan Excoecaria agallocha. Selain
terdapat mangrove sejati juga terdapat mangrove semu yaitu dari jenis Avicenia
marina dan Nypa fruticans. Konsesi Avicenia marina tingkat semai banyak
terdapat di habitat kurang mantap seperti pantai timur yang telah banyak
dikonversi menjadi tambak udang. Di lokasi Way Sekampung-Bakauheni areal
hutan mangrove 840 ha, yang bervegetasi 140 ha. Sebagian areal merupakan
73
74
4.1.2 Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2005 adalah
1.142.435 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 558.012 jiwa dan perempuan
557.423 jiwa (Lampung Selatan dalam angka, 2006). Pertumbuhan penduduk
sejak tahun 2000 sampai tahun 2005 menunjukkan peningkatan sebesar 43.641
jiwa dengan rata-rata pertumbuhan pertahun 0,99%. Proyeksi penduduk
Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan angka pertumbuhan rata-rata
tersebut, pada tahun 2007 diperkirakan sebanyak 1.188.352 jiwa atau 373,6
jiwa/km2.
Kecamatan Natar merupakan kecamatan dengan penduduk paling padat
dengan kepadatan 750,54 jiwa/km2. Sedangkan Kecamatan Punduh Pidada
merupakan kecamatan dengan kepadatan yang paling rendah yaitu 107,70
jiwa/km2 (Tabel 6).
Tabel 6. Kondisi kependudukan Kabupaten Lampung Selatan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Kecamatan
Padang Cermin
Punduh Pidada
Kedondong
Way Lima
Gedung Tataan
Negeri Katon
Tegineneng
Natar
Jati Agung
Tanjung bintang
Katibung
Merbau mataram
Sodomulyo
Candipuro
Kalianda
Rajabasa
Palas
Seragi
Penengahan
Ketapang
Jumlah
Kepadatan
jiwa/km2
228,25
107,70
391,69
271,48
750,54
354,87
300,02
652,07
495,95
388,69
317,61
367,68
420,92
535,12
414,99
206,48
276,88
348,8
280,67
375,27
359,17
75
berdasarkan
pendekatan
perhitungan
dengan
membandingkan
prosentase kelompok umur penduduk wilayah kabupaten, terhadap masingmasing jumlah penduduk kecamatan pesisir, ditunjukkan pada Tabel 7.
Kegiatan
Umur (Th)
0-4
5-9
10-14
15-19
Penengahan
6.018
5.970
6.435
6.130
2.
Rajabasa
2.338
2.319
2.449
2.381
3.
Kalianda
7.555
7.495
8.077
7.696
4.
Padang Cermin
8.178
8.112
8.743
8.330
5.
Punduh pidada
2.723
2.701
2.911
2.774
76
Kegiatan
Potensi (ha)
Penangkapan di Laut
MSY=97.485 Ton
Pemanfaatan
(ha)
24.856,25 Ton
Penangkapan
Perairan Umum
Budidaya Laut
di
3.460
0,43
74,00
4.750
370,00
144,00
Air
4.625
4.050,00
2.788,00
Budidaya
Tambak/Payau
Budidaya Kolam
1.550
1.008,00
805,20
Budidaya Sawah
24.000
175,00
11,35
3
4
Jumlah
Produksi
(Ton)
23.202,50
27.025,05
perkembangan
dari
pemanfaatan
potensi
perikanan
di
77
Kegiatan perikanan
Perikanan tangkap
2.
Budidaya laut
3.
Tambak
4.
Perairan umum
5.
Budidaya
(kolam)
Mina padi
6.
air
tawar
Pemanfaatan (Ton)
Naik/Turun
2006
2007
Selisih
(%)
379
370
-9
2,37
2.781
4.050
1.269
45,63
50
991
1008
17
70
991
175
-816
82,34
Kegiatan perikanan
Perikanan tangkap
2.
Budidaya laut
3.
Tambak
4.
Perairan umum
5.
Budidaya
(kolam)
Mina padi
6.
air
tawar
Naik/Turun
2006
2007
Selisih
(%)
22.499,92
23.202,50
702,58
3,12
28,00
144,00
116,00
414,28
2.884,00
2.788,00
-96,00
3,33
72,40
74,00
1,60
2,21
752,42
602,20
-147.22
19,56
11,35
752,42
741,07
6500,29
78
Laut Khatulistiwa
yang menghasilkan
2.
Padang Cermin
(P. Legundi, P. Seuncal, Tanjung
Putus,
Sidodadi,
Tembiki,
Bawang, Puhawang, Kelagian).
Komoditas
Mutiara
Rumput laut
Kakap
Kerapu
Beronang
Mutiara
Rumput laut
Kakap
Kerapu
Beronang
79
RTP
Kegiatan
kerja
Tenaga Kerja
1998
1999
1998
1999
3.606
3.642
1,00
6.530
6.605
1,15
2.
Perikanan
Tangkap
Budidaya laut
419
442
5,49
1.260
1.314
4,29
3.
Tambak
3.279
3.427
4,51
3.984
4.031
1,18
4.
Perairan umum
70
74
5,71
1.438
1.498
4,17
5.
1.907
2.002
4,98
2.430
2.762
13,17
6.
Mina padi
96
108
12,50
826
864
4,60
1.
4.2
Perikanan Tangkap
Perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomi yang penting di
80
30000
Jumlah (Ton)
25000
20000
15000
10000
5000
0
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
81
Tabel 13.
No
Jumlah (Unit)
Payang
245
Pukat Pantai
124
319
Bagan perahu
267
Bagan tancap
220
191
Rawai tetap
407
Pancing lain
2.159
10
Sero
173
11
Bubu
484
12
Perangkap lain
60
87
800
700
600
500
400
300
200
100
0
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Tanpa Motor
Motor Tempel
Kapal Motor
82
Produksi (ton)
232,7
302,5
1.399,0
820,5
1.366,2
83
Jumlah RTP
2002
172
2003
223
2004
232
2005
234
2006
264
Tabel 16. Perkembangan jumlah benih yang ditanam pada budidaya laut di
Kabupaten Lampung Selatan
Tahun
Jumlah (Ekor/Tangkai)
Kerapu Bebek
Kerapu Macan
Rumput Laut
2002
122.000
198.000
5.300
2003
253.000
259.000
16.900
2004
374.000
171.000
136.700
2005
450.000
271.000
925.000
2006
496.000
739.000
106.200
Tabel 17. Perkembangan produksi kerapu dan rumput laut pada budidaya laut di
Kabupaten Lampung Selatan
Tahun
Produksi (Ton)
Kerapu Bebek
Kerapu Macan
Rumput Laut
2002
135,8
33,0
63,9
2003
67,0
87,3
148,2
2004
55,0
142,0
1.202,0
2005
123,0
264,5
433,0
2006
82,7
221,7
1.061,8
84
4.4
Model CAP-AQUADEV
Cacth (Ton)
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
1,015.00
719.20
1,510.20
1,956.70
1,560.00
1,163.30
1,265.90
Effort (Trip)
Y/f (Ton/Trip)
24,700.00
18,460.00
31,515.00
18,400.00
33,600.00
32,900.00
33,800.00
0.04
0.04
0.05
0.11
0.05
0.04
0.04
85
(1)
Tabel 19. Jenis dan jumlah alat tangkap ikan demersal di Kabupaten Lampung
Selatan.
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Payang
cantrang
Dogol
Pancing
Bubu
Trap
140
209
211
221
250
245
248
85
99
113
127
141
155
169
47
72
85
107
123
132
122
512
743
812
916
2.165
2.159
1.851
46
86
142
131
320
484
421
95
74
90
109
131
187
361
1.524
889
688
9.158
1.630
1.047
Jumlah
Dari hasil observasi terlihat produksi atau hasil tangkapan ikan demersal
terendah 3.382.80 ton pada tahun 2001 dan tertinggi 5.213.40 ton pada tahun
2006. Kenaikan produksi ini kemungkuinan terkait dengan penurunan produksi
dari alat tangkap cantrang dan dogol yang merupakan alat tangkap utama yang
digunakan nelayan di Kabupaten Lampung Selatan.
Pada tahun 2006 terjadi penurunan trip atau hari operasi alat tangkap
cantrang dan dogol yang signifikan sehinga menaikkan produksi alat tangkap
payang yang merupakan alat tangkap sejenis.
Cacth
3,382.80
4,231.60
4,246.70
4,586.00
4,834.00
5,213.40
4,770.30
Effort (x)
14,700
15,025
22,535
21,740
20,359
19,600
10,680
Y/f (y)
0.23
0.28
0.19
0.21
0.24
0.27
0.45
86
Mean
17805.57143
0.265891636
Stdev
4391.983487
0.085663496
intercept (a)
0.554453634
Slop (b)
-1.62063E-05
Hubungan Effort dan CPUE f(x) = 0,5545 1.62063E-05x
Fungsi Produksi P( f ) = 0,5545 f 1.62063E-05 f 2
Msy=-0.25xa2/b
4742.280693
f MSY
17106.13983
Catch (ton/tahun)
MSY
Series1
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
Effort (trip/tahun)
Gambar 17. Kurva produksi lestari sumberdaya ikan demersal di Teluk Lampung
MSY
Series1
y = -2E-05x + 0.55
R2 = 1
5000
10000
15000
Linear (Series1)
20000
25000
Effort (trip)
87
lebih dari 80% dari nilai MSY atau melebihi JTB. Pada tahun 2005 sampai tahun
2007 pemanfaatan sumberdaya ikan demersal Teluk Lampung lebih dari 100%,
hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan demersal mengalami tangkapan
lebih (over fishing), seperti terlihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Teluk Lampung
(2)
Tahun
Produksi
MSY
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
3,382.80
4,231.60
4,246.70
4,586.00
4,834.00
5,213.40
4,770.30
4742.281
4742.281
4742.281
4742.281
4742.281
4742.281
4742.281
71.33
89.23
89.55
96.70
101.93
109.93
100.59
ikan peperek, kembung, tenggiri, ikan ekor kuning, japuh, ikan kurisi dan layur.
Jenis alat tangkap yang digunakan terdiri daripukat pantai, pukat cincin, jarring
insang, jarring klitik, rawai dan pancing tonda, selengkapnya seperti terlihat pada
tebel berikut :
Tabel 22. Jenis dan jumlah alat tangkap ikan pelagis kecil di Kabupaten
Lampung Selatan
Jenis Alat Tangkap
Tahun
Jumlah
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Pukat Pantai
93
108
95
95
130
124
261
906
Pukat Cincin
47
62
54
45
50
47
42
347
72
74
105
65
70
60
265
711
Jaring lingkar
86
89
51
46
48
55
50
425
Jaring Klitik
12
14
27
30
35
26
152
190
154
238
230
336
319
320
1787
Rawai Tuna
95
85
79
52
69
89
88
557
Rawai Hanyut
92
128
198
201
188
191
190
1188
138
152
312
289
387
427
479
2184
72
69
62
70
53
48
69
443
Rawai tetap
Pancing tonda
88
atau hasil tangkapan yang signifikan ini terkait dengan kenaikan jumlah alat
tangkap yang cukup besar. Pada tahun 2002 terjadi penurunan hasil tangkapan
ikan pelagis kecil, hal ini terkait dengan penurunan jumlah effort terhadap ikan
pelagis kecil di Teluk Lampung. Pada tahun 2003 terjadi kenaikan effort yang
signifikan dari 18.460 trip pada tahun 2002 menjadi 31.515 trip, kenaikan jumlah
trip tersebut berpengaruh pada kenaikan jumlah hasil tangkapan ikan pelagis
yang signifikan juga.
Tahun 2005 sampai 2007 terjadi penurunan produksi atau penangkapan
ikan pelagis walaupun jumlah effort yang berlangsung di Teluk Lampung
mengalami pertambahan. Kondisi ini menimbulkan dugaan bahwa sumberdaya
perikanan pelagis kecil di Teluk Lampung telah mengalami penurunan bahkan
mungkin sudah mengalami full eksploitsi atau over fishing.
Tabel 23. Catch, Effort dan CPUE ikan pelagis kecil
Tahun
Cacth
Effort (x)
Y/f (y)
2001 1,015.00
24,700.00
0.04
2002
719.20
18,460.00
0.04
2003 1,510.20
31,515.00
0.05
2004 1,956.70
18,400.00
0.11
2005 1,560.00
33,600.00
0.05
2006 1,163.30
32,900.00
0.04
2007 1,265.90
33,800.00
0.04
Mean
27625
0.050508
Stdev
7005.265282
0.025043
intercept (a)
0.104612
Slop (b)
-2E-06
Hubungan Effort dan CPUE f(x) = 0.105- 2E-06X
Fungsi Produksi P( f ) = 0.105 f- 2E-06 f2
Msy=-0.25xa2/b
1396.931
f MSY
26707.01
89
Catch (ton/tahun)
MSY
Series1
10000
20000
30000
40000
Effort (trip/tahun)
Gambar 19. Kurva produksi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil di Teluk
Lampung
Cacth/Effort (ton)
MSY
Series1
0.04
0.03
0.02
0.01
-
Linear (Series1)
y = -2E-06x + 0.105
R2 = 1
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
Effort (trip)
Gambar 20. Tren produksi dan effort ikan pelagis di Teluk Lampung
Dari Tabel 24. diketahui MSY ikan pelagis kecil di Teluk Lampung 1396,931
ton per tahun, dengan effort optimum 26707 trip per tahun. Produksi ikan pelagis
pada tahun 2001 dan 2002 masih di bawah nilai MSY atau tingkat
pemanfaatannya baru 70%. Pada tahun 2003 terjadi peningkatan upaya atau
effort terhadap sumberdaya ikan pelagis kecil yang meyebabkan terjadinya
penigkatan produksi atau hasil tangkapan yang signifikan bahkan melebihi dari
nilai MSY.
Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Teluk Lampung
sudah mengalami tangkap lebih atau over fishing mulai tahun 2003 sampai tahun
2005, dengan tingkat pemanfaatan mencapai lebih dari100%. Pada tahun 2006
dan 2007 terjadi penurunan produksi atau hasil tangkapan dibandingkan dengan
tahun 2004 atau tahun 2005, sedangkan effort yang berlangsung jumlahnya
90
(3)
Produksi
(ton)
1,015.00
719.20
1,510.20
1,956.70
1,560.00
1,163.30
1,265.90
MSY (ton)
Tk.pemanfaatan (%)
1396.931
1396.931
1396.931
1396.931
1396.931
1396.931
1396.931
72.66
51.48
108.11
140.07
111.67
83.28
90.62
terdiri dari udang, lobster, rajungan dan jenis kepiting lainnya, sedangkan jenis
alat tangkap yang digunakan adalah pukat udang, tramel net, dan sero. Alat
tangkap krustacea umumnya mengalami penurunan jumlahnya dari tahun 2001
sampai tahun 2004 dan meningkat kembali tahun 2005 sampai dengan tahun
2007. Jenis alat tangkap yang paling banyak adalah sero, seperti tergambarkan
pada tabel 25.
Tabel 25. Jenis dan jumlah alat tangkap crustacea
Selatan
di Kabupaten Lampung
No.
Tahun
Pukat Udang
Tramel net
Sero
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah
17
17
15
13
14
14
16
106
35
23
18
56
37
26
21
216
726
876
864
1,139
550
895
995
6,045
yaitu
400,70 ton dan terendah pada tahun 2003 yaitu 28,40 ton. Kenaikan produksi
atau hasil tangkapan ini terkait dengan peningkatan jumlah effort yang dilakukan,
91
penurunan hasil tangkapan yang terjadi pada tahun 2004 sampai 2007, dari
400,70 ton menjadi 72,60 ton juga diikuti dengan penurunan
effort yang
MSY SD Crustacea
Catch (ton/tahun)
300.00
MSY
250.00
200.00
Series1
150.00
100.00
50.00
0.00
-
2,000
4,000
6,000
8,000
Effort (trip/tahun)
92
Series1
y = -6E-06x + 0.076
R2 = 1
1000
2000
3000
4000
5000
6000
MSY
7000
Linear (Series1)
8000
Effort (trip)
mencapai 98,77% yang berarti sama dengan potensi yang tersedia atau full
ekploitated. Sedangkan pada tahun- tahun berikutnya tingkat pemanfaatan
krustacea mengalami penurunan yang signifikan, kemungkinan hal ini sangat
terkait dengan penurunan effort yang dilakukan pada tahun- tahun tersebut.
Tabel 27. Tingkat pemanfaatan crustacea
Tahun
Produksi
MSY
Tk.Manfaat (%)
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
287.00
32.50
28.40
400.70
256.20
145.80
72.60
259.3875
259.3875
259.3875
259.3875
259.3875
259.3875
259.3875
110.65
12.53
10.95
154.48
98.77
56.21
27.99
93
(4)
tangkap yang tidak spesifik atau tidak mempunyai target spesifik, seperti bagan
dan alat tangkap lain. Jenis ikan yang tertangkap didominasi oleh ikan teri dan
udang rebon atau ikan- ikan kecil yang lainnya. Alat tangkap yang digunakan
dalam penangkapan ikan lainnya terdiri dari bagan perahu, bagan tancap, jaring
angkat dan alat lainnya.
Alat tangkap ikan lainnya di Kabupaten Lampung Selatan paling banyak
bagan tancap sebanyak 1819 buah dan yang paling sedikit alat tangkap lainnya
dengan jumlah 783 buah. Pengoperasian alat tangkap ini umumnya statis pada
suatu tempat dan menggunakan bantuan lampu untuk menarik ikan atau udang
berkumpul di bawah lampu.
Tabel 28. Jenis dan jumlah alat tangkap ikan lainnya di Teluk Lampung
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah
Bagan
Perahu
115.00
122.00
115.00
138.00
243.00
267.00
233.00
1,233.00
Bagan Tancap
292.00
280.00
286.00
292.00
235.00
220.00
214.00
1,819.00
Jaring Angkat
Lain
192.00
152.00
105.00
110.00
149.00
156.00
135.00
999.00
Alat Lainnya
137.00
132.00
130.00
126.00
95.00
74.00
89.00
783.00
Tabel 29. Catch, efort dan MSY ikan lainnya di Teluk Lampung
Tahun Cacth
Effort (x)
Y/f (y)
2001 2,691.70
17,250.00
0.16
2002 3,262.90
35,420.00
0.09
2003 2,188.50
19,445.00
0.11
2004 4,162.20
22,080.00
0.19
2005 5,822.50
48,600.00
0.12
2006 6,400.10
53,421.00
0.12
2007 2,449.90
37,740.00
0.06
Mean
33422.28571
0.121963
Stdev
14367.20739
0.040481
intercept (a)
0.163956
Slop (b)
-1.3E-06
Hubungan Effort dan CPUE f(x) =0.164- 1.3E-06X
Fungsi Produksi f(x) =0.164f 1,3E-06f2
Msy=-0.25xa2/b
5348.723
f MSY
65245.75
94
5000
4000
Series1
3000
2000
1000
0
0
20,000
40,000
60,000
80,000
Effort (trip)
Gambar 23. Kurva produksi lestari sumberdaya ikan lainnya di Teluk Lampung
MSY
y = -1E-06x + 0.164
R2 = 1
Series1
Linear (Series1)
Gambar 24. Tren produksi dan effort ikan lainnya di Teluk Lampung
Nilai MSY ikan lainnya di Kabupaten Lampung Selatan adalah 5348,723
ton/ tahun dngan effort optimum 65246 trip. Dari data hasil tangkapan ikan
lainnya di Teluk Lampung menunjukkan bahwa produksi atau hasil tangkapan
berfluktuasi dan cendeung meningkat mulai tahun 2001 sampai tahun 2007,
bahkan pada tahun 2005- 2006 produksi ikan lainnya telah melampaui nilai Msy
atau mengalami over fishing. Peningkatan produksi atau hasil tangkapan tersebut
terkait dengan peningkatan aktifitas penangkapan masing- masing jenis alat
tangkap.
Pada tahun 2005 dan 2006 terjadi peningkatan upaya penangkapan ikan
lain di Kabupaten Lampung Selatan yang signifikan sehungga berpengaruh
terhadap produksinya yang melebihi MSY (over fishing). Tahun 2007 produksi
atau hasil tangkapan ikan jenis lainnya di Teluk Lampung mengalami penurunan
yang signifikan, sekitar 60% dari produksi tahun 2006, pada tahun tersebut juga
terjadi penurunan effort tetapi sekitar 30% dari effort tahun 2006. Kondisi pada
95
dapat
serta
merta
ditingkatkan
karena
indikasi
lainnya
(CPUE)
menunjukkan tren yang menurun. Bisa juga tingkat pemanfaatn ikan lainnya
tahun 2007 tersebut merupakan kondisi terkini sumberdaya ikan lainnya di Teluk
Lampung hanya tinggal 45,8% saja.
Tabel 30. Tingkat pemanfaatan perikanan lainnya di Teluk Lampung
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Produksi
2,691.70
3,262.90
2,188.50
4,162.20
5,822.50
6,400.10
2,449.90
MSY
5348.723
5348.723
5348.723
5348.723
5348.723
5348.723
5348.723
Tk.manfaat(%)
50.32
61.00
40.92
77.82
108.86
119.66
45.80
96
1 0 5 0 0 '
1 0 5 1 0 '
1 0 5 2 0 '
1 05 4 0 '
1 0 5 5 0 '
#
B a n d a r L# a m p u n g
4
J a b#u n g
P a n #ja n g
K i lo m e te r
T a ra# h a n
P a#la s
540'
540'
P a d a n g# C e rn a n
A s a#h a n
530'
530'
1 0 5 3 0 '
S im p a n g# K a lia n d a
K a lia n d a #
K e ta #p a n g
G a y# a m
550'
550'
B a tu #B a la k
B a k a #u h e n i
1 0 5 0 0 '
600'
600'
7
P E TA L O K A S I P E N E L IT I A N
TE LU K LA M P U NG
1 0 5 1 0 '
1 0 5 2 0 '
Keterangan gambar :
1 0 5 3 0 '
1 05 4 0 '
1 0 5 5 0 '
Alternatif Lokasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kalianda
Tarahan
Teluk Hurun
Ringgung
Pulau Puhawang
Tanjung Putus
Pulau Sebesi
Nilai Total
Keterangan
67
69
67
71
81
83
80
Kurang Layak
Kurang Layak
Kurang Layak
Kurang Layak
Layak
Layak
Layak
Nilai per kategori untuk setiap alternatif lokasi dihitung dengan mengalikan
bobot dengan skor. Dari hasil penilaian kelayakan terhadap kriteria kesesuaian
lahan untuk pengembangan perikanan budidaya di KJA sebagai salah satu
kegiatan perikanan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Lampung Selatan
terlihat bahwa lokasi yang layak adalah Pulau Puhawang, Tanjung Putus dan
Pulau Sebesi sedangkan 4 (empat) lokasi lainnya kurang layak, yaitu: Kalianda,
Tarahan, Teluk Hurun dan Ringgung.
97
Perairan Pulau Sebesi dengan nilai 120 adalah lokasi dengan nilai tertinggi
untuk kriteria I (terdiri atas: aspek biofisik dan aseanografi perairan). Sedangkan
Teluk Hurun memiliki nilai terendah untuk kriteria I. Untuk kriteria II (yang terdiri
atas: kedalaman, keterlindungan dan substrat) lokasi yang memiliki nilai tertinggi
adalah Pulau Puhawang dan Tanjung Putus, sedangkan terendah adalah
Kalianda. Sedangkan untuk kriteria III (yang terdiri atas: aspek sosial ekonomi
dan budaya) lokasi yang memiliki nilai tertinggi adalah Pulau Puhawang dan
yang terendah adalah Kalianda dan Teluk Hurun.
Hasil analisis tersebut sesuai dengan hasil pemantauan BBPBL Lampung
kualitas air di 6 lokasi yang tersebar di Teluk Lampung seperti ditampilkan pada
Gambar 26 dan Gambar 27.
70
60
50
40
30
20
10
0
DO
Suhu
pH
Sal
Ka
lia
nd
a
Ta
ra
ha
n
Hu
ru
n
gg
un
g
Ri
n
Pu
ha
w
T.
an
g
TOM
Pu
tu
s
Nilai
Lokasi
Gambar 26.
Terlihat bahwa 4 (empat) parameter yaitu DO, pH, salinitas dan suhu dari 5
(lima) parameter di atas memiliki nilai yang relatif sama antar lokasi pengamatan.
Hanya nilai total organic metter (TOM) yang berbeda antar lokasi pengamanatan
yaitu Ringgung memiliki nilai TOM terendah yaitu 15 ppm dan Hurun memiliki
TOM tertinggi yaitu 65 ppm.
98
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
DIN
Ka
l ia
nd
a
Ta
ra
ha
n
Hu
ru
n
gg
un
g
Ri
n
Pu
ha
w
T.
an
g
PO4
Pu
tu
s
Konsentrasi (ppm)
Lokasi
Gambar 27. Grafik parameter kelarutan senyawa nitrogen (DIN) dan total bahan
organik (TOM) di beberapa lokasi budidaya di Teluk Lampung.
Dari 3 lokasi yang layak untuk pengembangan budiadya laut dengan KJA di
Kabupaten
Lampung
Selatan,
hanya
direkomendasikan
(dua)
lokasi
diantaranya yang dapat ditetapkan sebagai lokasi budidaya KJA, karena Pulau
Sebesi telah ditetapkan sebagai Marine Protected Area (MPA) sehingga kegiatan
yang diperbolehkan dikawasan tersebut sangat terbatas. Disarankan perairan
Pulau
Sebesi
dapat
dijadikan
sebagai
lokasi
pengembangan
kegiatan
model
pemilihan
teknologi
penangkapan
ikan
yang
layak
99
Bubu
Jaring Insang
Pancing
Sero
2002
2003
2004
2005
2006
0
142
131
320
484
354
420
378
406
379
743
812
916
2.165
2.159
82
98
90
165
173
Kriteria
Agregat
1.
Selektivitas tinggi
Sangat Tinggi
2.
Sangat Tinggi
3.
Tinggi
4.
Tinggi
5.
Tinggi
6.
Tinggi
7.
8.
Sangat tinggi
Tinggi
100
Tabel 34. Skala prioritas alat tangkap ideal terpilih di Kabupaten Lampung
Selatan
No.
Skala
1.
Bubu (traps)
Tinggi
2.
Rendah
3.
Pancing (lines)
Sedang
4.
Sero
Sedang
101
Kriteria
Agregat
1.
Kelayakan komoditas
Sedang
2.
Tinggi
3.
Nilai ekonomis
Tinggi
4.
Peluang pasar
Tinggi
5.
Tinggi
6.
Sangat Tinggi
7.
Sangat Tinggi
8.
Tinggi
102
Kerapu
2002
51,5
2003
59,4
262,9
39,8
223,1
2004
9,2
193,1
1.545,9
240,5
2005
18,0
210,6
1.018,6
803,4
2006
4,2
142,9
915,4
422,8
Rajungan
Udang Putih
Udang Lain
2.
Rajungan
Rendah
3.
Udang putih
Sedang
4.
Udang lain
Sedang
4.4.5
Tinggi
Kelayakan investasi
Komoditas yang dapat dibudidayakan, ditangkap dan dibudidayakan serta
103
Komoditas/Alat
IRR
Tangkap
Komoditas Perikanan Budidaya
Vaname Sederhana
2.61
Vaname Semi Intensif
6.01
Vaname Intensif
8.91
Windu Sederhana
3.18
Windu Semi Intensif
5.45
Windu Intensif
2.83
Rumput Lut
Kerapu Macan
Bandeng
Justifikasi Kelayakan
>0,14
B.
10
11
12
13
Pancing Rawai
Pancing Ulur
Jaring Lingkar
Jaring Insang
Justifikasi Kelayakan
26.84 %
20.41 %
25.85 %
39.69 %
> 14 %
NPV df 15 %
B/C
PBP
40.061.075,16
325.740.152,44
889.587.773,06
49.458.712,27
294.335.390,45
270.771.212,94
376.141.242,95
436.475.352,97
94.888.117,18
>0
1.46
1.6
1.49
1.66
1.85
1.44
3.19
2.17
1.35
> 1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
< 3 thn
42.197.079
34.818.970
279.075
38.773.513
>0
1,24
1,12
1,288
1,63
> 1,00
2,5
2,7
2,53
< 3 thn
berdasarkan hasil analisis finansial dengan discount rate 15% menunjukkan nilai
NPV positif, Net B/C lebih besar dari satu, dan IRR diatas tingkat suku bunga
yang wajar (Lampiran 12 Lampiran 24).
4.4.6 Strategi integrasi pengembangan perikanan tangkap dan perikanan
budidaya
Dengan menggunakan teknik AHP pada sub model strategi, hirarki untuk
pemilihan alternatif strategi integrasi pengembangan perikanan tangkap dan
perikanan budidaya terdiri atas fokus, faktor, tujuan dan alternatif dapat
ditentukan prioritasnya. Elemen faktor penting yang mempengaruhi integrasi
pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya adalah (1) SDI, (2)
potensi lahan budidaya laut, (3) SDM, (4) teknologi, (5) permodalan, (6) pasar,
(7) kebijakan pemerintah, (8) sarana dan prasarana; (9) informasi, dan (10)
104
105
sudah
lazim
digunakan
dalam
penentuan
prioritas
untuk
memaksimalkan keuntungan atau efisiensi dari dua kegiatan perikanan atau lebih
yang berlangsung pada waktu atau lokasi yang sama (Morten et al, 2009).
Seperti penelitian Pascoe and Mardle (2001), yang menyatakan bahwa untuk
memaksimalkan keuntungan ekonomi dan menjagakestabilan pekerja dilakukan
analisis menggunakan bioekonomi model
Pada hirarki penentuan alternatif strategi diperoleh hasil bahwa prioritas
alternatif strategi yang dibutuhkan untuk integrasi pengembangan perikanan
tangkap dan perikanan budidaya adalah pengembangan perikanan tangkap
bersisi perikanan budidaya (0,4685), selanjutnya diikuti oleh optimalisasi
perikanan budidaya (0,3434) dan optimalisasi perikanan tangkap (0,1880).
Menurut pakar pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya
adalah alternatif strategi yang berada pada prioritas pertama dalam integrasi
pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Kabupaten
Lampung Selatan. Hal ini dimungkinkan karena kondisi sumberdaya perikanan
tangkap yang sudah menurun dan ketersediaan lokasi potensial untuk budidaya
laut. Untuk dapat melaksanakan integrasi pengembangan perikanan tangkap dan
perikanan budidaya memerlukan upaya yang lebih besar terutama dalam hal
pengorganisasian, pembuatan aturan dan pembinaan pelaksanaanya. Karena
dalam
106
107
ramah lingkungan karena tidak ada intervensi yang intensif terhadap sumberdaya
dan kualitas lingkungan seperti halnya perikanan tangkap dan perikanan
budidaya pada umumnya.
4.4.7 Kelembagaan
Sub model kelembagaan dirancang dengan metode ISM dan digunakan
untuk melakukan identifikasi struktur elemen atau unsur dalam sistem. Analisis
dilakukan
terhadap
elemen
pengguna
yang
terpengaruh
dari
integrasi
terdiri dari 5 sub elemen, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki yang terbagi
dalam 3 level (Gambar 27) dan dibagi dalam empat sektor dalam grafik driver
power-dependence (Gambar 28).
Gambar 29. Hirarki elemen sektor pengguna yang terpengaruh dari integrasi
pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
108
(1)
(2)
4
DRIVER POWER
3
0
2 2
(3)
3 (5)
4 (4)
0
DEPENDENCE
Gambar 30. Grafik driver power dependence untuk elemen pengguna yang
terpengaruh dari integrasi pengembangan perikanan tangkap dan
perikanan budidaya.
Keterangan:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Nelayan
Pembudidaya
Pengusaha
Eksportir
Pedagang alat-alat perikanan
Hasil klasifikasi yang digambarkan pada grafik griver power-dependence
109
bagi
perkembangan
perikanan
tangkap
berbasis
budidaya.
110
7
6
(5)
DRIVER POWER
(1) 4
0
33
(2, 7)
(3, 6)
4
(4)
5
2
1
0
DEPENDENCE
Gambar 32.
111
112
(1)
DRIVER POWER
3
0
(4)
2 2
(3, 4)
3 (2)
0
DEPENDENCE
Apabila kendala keterbatasan modal ini dapat diatasi, maka kendala yang
berada pada level 2 diharapkan juga dapat diselesaikan, karena penyelesaiaan
masalah tersebut banyak diantaranya terkait dengan kebutuhan modal.
Sub elemen kendala yang memiliki daya dorong kuat dan saling
mempengaruhi terhadap elemen yang lain adalah keterbatasan modal (E1) yang
berada dalam sektor III (linkage), sehingga diperlukan kehati-hatian menangani
masalah tersebut. Dalam sektor II (peubah terikat atau dependent) terdapat
kendala keterbatasan sarana dan prasarana (E2), yang berarti kendala tersebut
memiliki daya dorong yang cukup lemah dan dipengaruhi oleh sub elemen yang
lain.
4.
Elemen
Perubahan
yang
mungkin
terjadi
dari
Integrasi
Pengembangan Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya
Berdasarkan hasil analisis ISM, elemen perubahan yang mungkin terjadi
terdiri dari 7 sub elemen yang terbagi dalam 3 level (Gambar 35) dan
digambarkan dalam bentuk grafik driver power dependence pada Gambar 36.
113
Gambar 35. Hirarki elemen perubahan yang mungkin terjadi dari integrasi
pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
Sub elemen yang menjadi elemen kunci pada elemen perubahan adalah
peningkatan pendapatan nelayan pembudidaya (E2) yang berada pada level 2
dan memiliki nilai DP tertinggi (5). Dalam posisinya sebagai variabel penentu,
penyelesaian perubahan ini akan mendorong penyelesaian perubahan lain yang
dapat menghambat upaya integrasi pengembangan perikanan tangkap dan
perikanan budidaya. Apabila perubahan peningkatan pendapatan nelayan
pembudidaya bisa diatasi, maka perubahan sub elemen lainnya yang berada
pada level 1, 2, dan 3 diharapkan juga bisa berjalan dengan baik.
7
6
5
(2)
(3)
33
4 (6)
DRIVER POWER
(4, 7)
0
2
1
0
DEPENDENCE
(1, 5)
5
114
Gambar 36. Grafik driver power dependence elemen perubahan yang mungkin
terjadi dari integrasi pengembangan perikanan tangkap dan
perikanan budidaya.
Berdasarkan plot pada grafik driver power dependence (Gambar 34) terlihat
bahwa keterjaminan pasar produk budidaya (E4) dan penataan ruang laut (E7)
berada dalam sektor IV (peubah bebas atau independent), yang berarti bahwa
peubah ini mempunyai daya dorong kuat dengan nilai DP tinggi, tetapi memiliki
sedikit ketergantungan pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya di
kawasan ini.
Sub elemen perubahan yang memiliki daya dorong kuat dan saling
mempengaruhi terhadap sub elemen lain adalah peningkatan jumlah nelayan
pembudidaya (E1), peningkatan pendapatan nelayan pembudidaya (E2),
peningkatan PAD (E3), dan peningkatan investasi yang berada dalam sektor III
(linkage),
sehingga
diperlukan
prinsip
kehati-hatian
dalam
menangani
5.
yang terbagi dalam 4 level (Gambar 37). Sub elemen tujuan yang menjadi
elemen kunci adalah peningkatan investasi (E5), karena memiliki nilai DP
tertinggi (6) dan berada pada level 1. Keberhasilan pencapaian tujuan tersebut
akan mendorong peningkatan jumlah dan pendapatan nelayan pembudidaya
(E1) yang juga berada pada level 1, peningkatan PAD (E2) dan pengembangan
daerah (E3) pada level 2, optimalisasi potensi SDI (E6), serta sub elemen pada
level 4 yaitu keterjaminan pasar produk budidaya.
115
DRIVER POWER
(5)
(1)
(2)
(6)
(4)
3
0
3
2
(3)
1
0
DEPENDENCE
116
6.
terdiri dari 8 sub elemen dan digambarkan dalam diagram model struktural dari
elemen keberhasilan (Gambar 39) dimana elemen keberhasilan integrasi
pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya terbagi dalam 4
level.
117
DRIVER POWER
(2)
(5)
(7)
(6)
(1)
5
(4)
4
0
3
(8)
(3)
2
1
0
DEPENDENCE
aktivitas
yang
dibutuhkan
dalam
integrasi
pengembangan
perikanan tangkap dan perikanan budidaya disusun dari 6 sub elemen dengan
hirarki yang terbagi dalam 4 level (Gambar 41).
118
Gambar 41. Hirarki elemen aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan
pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya.
Hirarki pada Gambar 39 menempatkan aktivitas koordinasi antar sektor
(E1) pada level 1, yang sekaligus menempatkan elemen tersebut sebagai
elemen kunci pada struktur elemen aktivitas yang akan mendorong aktivitas yang
lain. Perumusan Perda (E2) dan kemudahan akses terhadap teknologi dan
informasi (E4) merupakan sub elemen pada level 2 yang perlu mendapat
perhatian karena aktivitas tersebut akan mendorong sub elemen aktivitas pada
level berikutnya.
(1)
6
(5)
5
DRIVER POWER
(2)
(6)
(4)
(3)
3
0
2
1
0
DEPENDENCE
Gambar 42. Grafik driver power dependence aktivitas yang dibutuhkan guna
perencanaan tindakan dalam pengembangan perikanan tangkap
berbasis budidaya.
119
Berdasarkan
plot
grafik
dependence
driver
power
(Gambar
42)
8.
120
(7)
DRIVER POWER
10
(10)
(3)
(1, 2)
(4)
(5, 6, 8, 9)
6
5
0
4 4 5
10
3
2
1
0
DEPENDENCE
121
sehingga dapat menjadi pendorong yang sangat kuat bagi elemen-elemen yang
lain.
Elemen bank (E3), perguruan tinggi (E7) dan masyarakat (E10) menempati
sektor IV (independent) dan nilai DP yang cukup tinggi (E3 dan E7) dan tinggi
(E10). Hal ini berarti bank, perguruan tinggi dan masyarakat memiliki peran yang
besar
untuk
mempengaruhi
pelaku
yang
lain
dalam
rangka
integrasi
9.
Gambar 45. Hirarki elemen tolok ukur untuk pencapaian tujuan integrasi
pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
122
(5)
(1)
DRIVER POWER
(2)
(6)
(4)
3
(3)
1
0
DEPENDENCE
Gambar 46. Grafik driver dependence power untuk pencapaian tujuan integrasi
pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
Pada level 1 terdapat sub elemen peningkatan PAD (E2) (Gambar 45).
Pada level 2 terdapat peningkatan harga ikan (E5). Level 3 diduduki oleh sub
elemen peningkatan investasi (E3), sedangkan pada level 4 terdapat sub elemen
peningkatan
jumlah
dan
pendapatan
nelayan
pembudidaya
(E1)
dan
perikanan
tangkap
dan
perikanan
budidaya
yang
mempunyai
kekuatan
pendorong
yang
besar
dalam
integrasi
123
rendah dan dipengaruhi oleh sub elemen lain. Hal ini juga dapat diartikan apabila
tolok ukur di sektor lain tercapai, maka akan mendorong tercapainya sub elemen
di sektor II ini.
PEMBAHASAN
produk dan jasa kelautan dan perikanan yang terus meningkat, maka sektor
kelautan dan perikanan berpeluang tinggi untuk menjadi salah satu soko guru
(prime mover) perekonomian nasional. Kondisi perikanan tangkap di Kabupaten
Lampung Selatan dari segi produksi ikan selama tahun 2002-2006 cenderung
mengalami peningkatan (Gambar 14). Perkembangan jumlah perahu atau kapal
penangkap ikan masih didominasi oleh perahu tanpa motor (Gambar 14), hal ini
menunjukkan bahwa perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Lampung
Selatan merupakan perikanan skala kecil, dengan alat tangkap dominan pada
tahun 2006 adalah pancing dan bubu (Tabel 32).
Alat tangkap ini menjadi populer di kalangan nelayan karena mudah
dioperasikan dan murah biayanya. Dilihat dari aspek peralatan tangkap
sebagian besar nelayan masih mempergunakan jenis peralatan yang sederhana
dengan daerah penangkapan masih di sekitar perairan pantai dan dekat dengan
tempat tinggal nelayan. Berbagai kendala penyebab kondisi sederhananya
armada dan alat tangkap yang keseluruhannya berpangkal dari ketidakmampuan
nelayan dalam memperoleh modal kerja dan masih rendahnya pengetahuan dan
keterampilan sumber daya manusia dari masyarakat nelayan, sehingga orientasi
kegiatan kenelayanan masih bersifat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sumberdaya perikanan tangkap yang terdapat diperairan Kabupaten
Lampung Selatan hampir sama dengan perairan di wilayah pengelolaan
perikanan (WPP) 572 lainnya, yaitu jenis ikan pelagis kecil yang bersifat neritik
yaitu kelompok ikan yang menggerombol dan bergerak relatif tidak jauh dari
pantai, ikan demersal dan udang serta ikan pelagis besar yang memiliki sifat
highly migratory.
125
bahkan
mendekati
over
eksploitasi,
sedangkan
potensi
sumberdaya ikan pelagis kecil oseanik hampir belum termanfaatkan. Hal ini
mengingat kemampuan dan daya jelajah armada yang dioperasikan belum
mampu menjangkau ke perairan samudera yang lebih jauh ke tengah.
Pengembangan perikanan tangkap di Lampung Selatan dapat dilakukan
dengan melakukan modernisasi alat tangkap yang dominan dipergunakan oleh
nelayan, yaitu bubu. Modernisasi bubu dapat dilakukan dengan pembuatan
kontruksi bubu dari besi dengan penambahan umpan. Dengan peningkatan
teknologi bubu ini diharapkan akan meningkatkan produktivitas nelayan. Sesuai
dengan penelitian Tomas (2004) bahwa penangkapan menggunakan bubu besi
dengan umpan menghasilkan tangkapan yang lebih banyak daripada bubu dari
bambu tanpa umpan. Peningkatan teknologi alat tangkap bubu ini sesuai dengan
kondisi sumberdaya krustasea yang baru termanfaatkan sebesar 27,99% pada
tahun 2007 (Tabel 27).
Pengembangan
perikanan
tangkap
juga
dapat
dilakukan
dengan
pengembangan alat tangkap bagan sebagai alat tangkap yang mempunyai target
ikan lainnya (seperti teri). Bagan yang perlu dikembangkan adalah bagan perahu,
hal ini terkait target penangkapan yang merupakan jenis ikan yang bergerombol
dan berpindah-pindah sesuai perubahan pasang surut dan arus air laut. Hal ini
sesuai dengan potensi ikan lainnya di Teluk Lampung yang sampai tahun 2007
masih termanfaatkan 45,8% (Tabel 30).
Sedangkan untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan pesisir
diperlukan
upaya
penambahan
stok
melalui
kegiatan
penebaran
dan
126
dan
Campana (2009), menyatakan umur maksimum dan umur saat matang gonad
dapat untuk menduga rata- rata pertumbuhan populasi sementara ukuran tubuh
ikan sebagai indikasi status suatu sumberdaya. Untuk menjaga kelestarian dan
keberlangsungan sumberdaya ikan di Teluk Lampung diperlukan suatu strategi
pengelolaan yang tepat dan komprehensip serta terintegrasi.
5.2
Perikanan Budidaya
Hingga saat ini tingkat pemanfaatan usaha perikanan budidaya masih
sangat rendah, padahal luas perairan yang sesuai untuk kegiatan budidaya
sangat luas, sehingga peluang pengembangan usaha perikanan budidaya di
tanah
air
masih
sangat
besar.
Khususnya
di
perairan
laut,
peluang
127
Kabupaten Lampung Selatan yaitu seluas 18.775 ha, hanya 1,9 % (370 ha) yang
telah digunakan untuk kegiatan budidaya laut.
Kegiatan budidaya perikanan laut (mariculture) dengan beberapa jenis ikan
yang bernilai ekonomis tinggi di Kabupaten Lampung Selatan telah berkembang
pada beberapa lokasi. Kegiatan budidaya laut seperti ikan Kerapu (Epinephalus
spp) dan kerang mutiara sudah mulai dikembangkan melalui proyek budidaya
laut yang dirintis oleh BPPL Lampung Selatan. Ada beberapa unit keramba jaring
apung (KJA) yang dikelola oleh pengusaha perikanan di dalam skala usaha
besar. Sedangkan untuk masyarakat umum masih terbatas pada pemeliharaan
ikan dalam jaring tancap (keramba) yang dipasang di sekitar perairan pantai,
umumnya terdapat disamping rumah-rumah panggung nelayan, ikan yang
dipelihara adalah kerapu bebek dan kerapu macan. Usaha keramba ini telah
berjalan cukup lama namun perkembangannya sangat lambat hal dapat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) keterbatasan keterampilan dalam
hal penggunaan teknologi; (2) sulitnya mendapat benih dan pakan; (3) masih
rendahnya motivasi; dan (4) kurangnya modal untuk usaha.
Lokasi budidaya laut untuk proses pembesaran jenis ikan ekonomis penting
berupa keramba yang terbuat dari kayu dan jaring nylon sudah sangat
berkembang. Nelayan yang berumah di pinggir-pinggir pantai, umumnya
memanfaatkan
lahan
perairan
pantai
sebagai
tempat
keramba.
Usaha
pembesaran ikan tersebut merupakan suatu cara untuk menabung uang bagi
keluarga nelayan di daerah ini. Kegiatan budidaya laut yang berkembang dan
diusahakan nelayan di Kabupaten Lampung Selatan dengan cara sederhana
yaitu menggunakan keramba untuk membesarkan benih ikan karang yang
bernilai ekonomi penting seperti kerapu.
Perkembangan produksi budidaya di Lampung Selatan memiliki trend yang
positif (naik), walaupun berfluktuasi setiap tahunnya (Tabel 10). Perkembangan
produksi budidaya laut ini juga diikuti oleh perkembangan RTP budidaya laut
yang jumlahnya juga mengalami kenaikan (Tabel 12). Jenis ikan yang
dibudidayakan di lampung Selatan masih didominasi oleh kerapu, yaitu kerapu
bebek dan kerapu macan, di mana dari tahun 2002-2006 jumlah benih yang
ditanam semakin bertambah (Tabel 16). Di samping itu berkembang pula usaha
budidaya rumput laut.
Namun kegiatan budidaya di Kabupaten Lampung Selatan yang ada dan
berkembang bukanlah penebaran benih ikan, melainkan kegiatan budidaya laut
128
pengembangan
budidaya
laut
masih
memerlukan
suatu
perubahan budaya dari pelaku perikanan. Hal ini karena kegiatan budidaya
merupakan kegiatan kultivasi yang membutuhkan perhatian, waktu yang lebih
lama, input yang banyak, dan biaya yang lebih mahal. Di sisi lain ketidaktentuan
hasil panen merupakan kendala yang mungkin terjadi.
Pengembangan perikanan budidaya berjalan sangat lambat dikarenakan
adanya berbagai permasalahan yang dihadapi, diantaranya:
(1)
(2)
(3)
Kendala
kelembagaan:
keterbatasan
pelayanan
penyuluhan
oleh
Kendala
teknologi:
penyediaan
teknologi
pembenihan
yang
belum
129
5.3
130
131
effort
2000
Linear (effort)
y = 309.2x - 615697
1000
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
20
15
CPUE
10
Linear (CPUE)
5
0
2000
2002
2004
2006
2008
Tahun
Gambar 48. Tren produksi dan effort perikanan tangkap Provinsi Lampung .
Penurunan potensi sumber daya perikanan tangkap yang diindikasikan
dengan penurunan hasil tangkapan per unit alat tangkap (catch per unit effort)
merupakan fenomena dunia perikanan nasional bahkan internasional. Untuk
132
(1)
sumberdaya perikanan demersal adalah 4742,281 ton per tahun dengan effort
optimum 17106 trip per tahun, seperti pada Gambar 15. Sedangkan tingkat
pemanfaatan SDI demersal di Teluk Lampung sudah mengalami over fishing
sejak tahun 2004 sampai tahun 2007 atau sudah melebihi dari MSY (Tabel 21).
Kondisi ini berkaitan dengan peningkatan effort terhadap sumberdaya ikan
demersal yang beroperasi di perairan Teluk Lampung mulai tahun 2001 (14.700
trip) dan mencapai puncaknya pada tahun 2003 (22.535 trip) dengan tingkat
pemanfaatan atau produksi 89,55% dari potensi SDI demersal.
Tingkat eksploitasi SDI demersal sudah mencapai jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) yaitu 80% dari nilai MSY, jadi sebenarnya mulai tahun 2003
tingkat pemanfaatan SDI demersal Teluk Lampung sudah mencapai eksploitasi
penuh (fully exploitated). Sementara
meskipun dengan effort yang menurun, jumlah effort terendah pada tahun 2007
yaitu 10.680 trip . Penurunan effort kemungkinan terkait dengan penurunan
potensi atau ketersediaan sumberdaya ikan yang sudah mengalami over fishing.
Penurunan sumberdaya ikan demersal di Teluk Lampung juga diketahui dari tren
CPUE ikan demersal yang menurun dari tahun 2001 sampai tahun 2007.
(2)
terus mengalami peningkatan dari tahun 2001 sampai tahun 2007, yang
terindikasi dari kenaikan jumlah effort atau trip penangkapan. Hasil analisa
potensi sumberdaya ikan pelagis menunjukkan bahwa nilai MSY adalah
1396.931 ton per tahun dengan effort optimum 26707 trip per tahun, seperti
Gambar 17.
133
perikanan
sudah
mengalami
penurunan
adalah
terjadinya
tinggi sama dengan nilai MSY (259,388 ton per tahun) dengan effort optimum
6855 trip per tahun, seperti terlihat pada Gambar 19.
Tingkat pemanfaatan sumberdaya krustacea mencapai kondisi over fising
(100%) pada tahun 2001 kemudian turun pada tahun 2002 dan 2003. Sementara
pada tahun 2004 dan tahun 2005 mengalami over exploted atau mencapai lebih
100% dari potensi yang ada, sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 mengalami
mengalami penurunan pemanfaatan dengan tingkat pemanfaatan sumberdaya
krustacea hanya 30%.
134
tertangkap menggunakan alat tangkap bagan. Nilai MSY ikan jenis lainnya di
Teluk Lampung adalah 5348,72 ton per tahun dengan effort optimum 65245,75.
Hasil analisa pemanfaatan sumberdaya ikan lainnya di Teluk Lampung seperti
pada Gambar 21. Pada tahun 2007 pemanfaatan sumberdaya ikan lainnya di
Teluk Lampung masih di bawah nilai MSY yaitu 45% dari potensi sumberdaya
yang ada. Sumberdaya ikan lainnya di Teluk Lampung sebenarnya sudah pernah
mengalami tangkapan lebih (over fishing) yitu pada tahun 2005 dan 2006, pada
tahun- tahun tersebut produksinya melebihi nilai MSY (120%).
Hasil analisa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan jenis lain di Teluk
Lampung menunjukkan bahwa potensi sumberdaya tersebut sudah mengalami
penurunan yang diindikasikan dengan penurunan CPUE. Seperti yang terjadi
pada tahun 2007 walaupun tingkat pemanfaatannya 30% dari potensi yang ada,
tetapi dengan melihat nilai CPUE yang lebih kecil dari tahun 2006 menunjukkan
bahwa sudah terjadi penurunan potensi sehingga tidak memungkinkan untuk
dilakukan penambahan effort atau upaya penangkapan. Upaya yang perlu
dilakukan untuk mempertahankan sumberdaya ikan lain di Teluk Lampung
adalah dengan tidak menambah effort atau dilakukan pembatasan jumlah alat
tangkap dan frekuensi penangkapan atau trip.
Penurunan sumberdaya perikanan terjadi secara global, saat ini 80% dari
stok perikanan dunia sudah mengalami eksploitasi penuh (fully exploited),
eksploitasi lebih (over exploited) bahkan sudah ada yang menunjukkan
kepunahan (collaps) (Mora
beberapa indikasi yang muncul seperti jumlah tangkapan yang semakin menurun,
ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil-kecil dan hilangnya beberapa jenis
ikan endemik (Hartoto, 2000; Worm,2006). McPhie
135
menyatakan umur maksimum dan umur saat matang gonad dapat untuk
menduga rata- rata pertumbuhan populasi sementara ukuran tubuh ikan sebagai
indikasi
status
suatu
sumberdaya.
Untuk
menjaga
kelestarian
dan
oleh
pertumbuhan
(growth),
kematian
alami
(mortality),
dan
bahwa
kapasitas
penangkapan
yang
ada
dewasa
ini
136
ekosisitem,
komunitas
penangkapan
dan
keselamatan
para
penggunanya. Sebagai contoh, lebih tangkap yang terjadi pada sumber daya
akuatik adalah hasil dari efisiensi teknologi penemuan dan penangkapan ikan.
Untuk itu diperlukan suatu pendekatan yang bersifat kehati-hatian dalam
pengembangan teknologi perikanan guna menghindari perubahan mendadak
yang tidak direncanakan terhadap tekanan penangkapan. Termasuk dalam
memperkenalkan atau mengaplikasikan suatu alat atau teknologi baru, juga
harus menggunakan pendekatan kehati-hatian karena suatu teknologi perikanan
akan menghasilkan efek samping terhadap lingkungan dan spesies non-target.
Tujuan dari pengelolaan stok ikan adalah menjamin kelestarian dan
keberlanjutan dari sumber daya ikan sehinga dapat dimanfaatkan oleh generasi
berikutnya. Pengelolaan sumber daya tersebut dengan : close season fishing
(pelarangan
penangkapan
ikan
pada
musim
tertentu),
close
area
137
kelompok nelayan yang ada juga dapat difungsikan sebagai pengawas agar
penutupan pada musim tertentu lebih efektif dan efisien.
(6)
dengan cara penutupan suatu wilayah atau daerah perairan tertentu. Close area
ini biasa diberlakukan pada daerah perairan yang merupakan daerah pemijahan
atau daerah asuhan/ tempat mencari makan anak- anak ikan, seperti daerah
perairan hutan mangrove dan padang lamun. Pelarangan penangkapan ikan di
daerah ekosistem tersebut secara langsung dapat mencegah kepunahan jenis
sumber daya ikan, karena proses regenerasi tetap dapat berlangsung.
Penutupan daerah tertentu ini diharapkan dapat memberikan peluang bagi
spesies ikan tertentu untuk berkembang biak secara alami tanpa diganggu oleh
aktivitas penangkapan. Melakukan pemijahan sesuai dengan sifat alamiahnya,
tumbuh dengan baik dengan memanfaatkan makanan yang ada disekitarnya.
Penutupan daerah penangkapan dimungkinkan juga memberikan peluang bagi
biota laut lainnya dapat tumbuh dengan subur dalam suatu ekosistem sehingga
proses siklus hidup berjalan secara alamiah.
(7)
tidak sama antar satu daerah dengan daerah yang lainnya. Pada suatu daerah
produksi perikanan masih tinggi/produktif, sedang di daerah yang lain telah
mengalami penurunan produksi. Salah
138
pelagik kecil yang sudah mulai berkurang pembatasan alat tangkap dilakukan
pada alat tangkap yang tujuan penangkapannya pada ikan-ikan pelagik kecil.
Hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam pembatasan alat tangkap yang
boleh dioperasikan di laut Jawa.
(8)
penangkapan
ikan.
Sistem
quota
ini
untuk
membatasi
jumlah
penangkapan yang diperbolehkan untuk suatu jenis ikan atau dalam suatu
wilayah perairan
pendugaan stok dalam wilayah tersebut untuk setiap jenis ikan. Sehingga jumlah
dan jenis hasil tangkapan yang diperbolehkan dapat dihitung berdasarkan
pendugaan stok yang ada. Pembatasan jumlah hasil tangkapan ini akan sulit
dilakukan tanpa dilandasai kesadaran yang kuat oleh para nelayan yang ada
disekitar perairan tersebut, mengingat tidak adanya pengawasan yang dilakukan
secara terus menerus. Disamping itu, pembatasan jumlah penangkapan ini akan
berdampak pada jumlah alat tangkap yang dipergunakan di wilayah tertentu dan
jumlah nelayan yang akan melakukan operasi penangkapan. Dengan sistem ini
dapat menjamin tidak terjadi over fishing sumber daya perikanan di suatu wilayah
perairan tersebut, juga proses rekruitmen dan regenerasi dapat tetap
berlangsung secara alamiah dan berkesinambungan.
5.4.2 Sub model kesesuaian lahan
Berdasarkan kondisi perikanan tangkap di Kabupaten Lampung Selatan,
maka pengembangan sistem perikanan tangkap berbasis budidaya laut
membutuhkan kajian kesesuaian lahan, yaitu yang sesuai untuk fungsi dan
peruntukkan budidaya laut yang akan dikembangkan.
Potensi sumber daya lahan pengembangan kawasan perikanan budidaya
dihitung berdasarkan pada ketersediaan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan
usaha
budidaya.
Pemahaman
terhadap
potensi
lahan
perencanaan
dan
pengembangan
budidaya,
yang
meliputi:
139
yang diusahakan, target produksi, dan kebutuhan sarana dan prasarana yang
akan dibangun.
Salah satu tahapan dari pengembangan perikanan tangkap berbasis
budidaya adalah pemilihan lokasi (site selection). Pemilihan lokasi ini mencakup
informasi tentang kondisi biofisik, sosial ekonomi masyarakat dan status sumber
daya ikan endemik. Analisis kesesuaian lahan merupakan tahapan penting
dalam pemilihan lokasi pengembangan agar sesuai dengan kebutuhan jenis ikan
yang akan dikembangkan sehingga meningkatkan keberhasilan proses budidaya
dan pengkayaan stok ikan di lokasi tersebut. Sesuai dengan tahapan dari
pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya (culture based fisheseries)
antara lain pemilihan lokasi (site selection), pemilihan jenis (species selection)
dan penentuan ukuran ikan (stocking size); De Silva et al (2006).
Kajian kesesuaian lahan atau upaya perencanaan penggunaan lahan
sangat penting untuk dilakukan untuk mengetahui optimasi daya dukung dan
manfaat lahan berdasarkan kondisi lahan, potensi, dan sumber daya yang
berinteraksi dengan penduduk setempat atau dengan yang lainnya yang
menghendaki agar daerah tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan
(ruang kegiatan) di masa yang akan datang. Keadaan ini menunjukkan suatu
proses analisis yang menghasilkan optimasi pemanfaatan lahan dan dapat
dijadikan masukan untuk proses penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Menurut Sitorus (2004), manfaat yang mendasar dari evaluasi sumber daya
lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu
serta
memprediksi
konsekuensi-konsekuensi
nilai
ekonominya.
Prinsip
kegiatan
pemanfaatan
SDA
dan
buatan
yang
ada
dengan
140
pemanfaatannya untuk kebutuhan masa yang akan datang akan tercapai sinergi
antar berbagai jenis kegiatan pengelolaan SDA, dengan fungsi lokasi, kualitas
lingkungan, dan estetika wilayah. Menurut Djakapermana dan Djumantri (2002),
pemanfaatan ruang wilayah yang berbasis mengoptimasikan pemanfaatan SDA,
buatan dan lingkungan mempunyai tujuan agar terjadi pengembangan wilayah
yang terus berlanjut secara berkesinambungan.
Sumber daya lahan perikanan budidaya yang masih sangat luas dan belum
sepenuhnya dimanfaatkan, sudah seharusnya dapat dijadikan modal dasar, di
samping perlu perumusan strategi yang jitu terhadap setiap aspek yang
mempengaruhi
usaha
perikanan
budidaya,
untuk
terus
dibangun
dan
ke
depan
harus
mampu
besarnya
potensi
strategi
pembangunan
perikanan
budidaya
yang
mampu
141
penting
berikutnya
yang
perlu
diperhatikan
dalam
perencanaan
Komoditas Potensial
Implementasi sub model pemilihan komoditas potensial diperlukan agar
142
143
UPP
dikembangkan
dalam
rangka
membantu
masyarakat
pembudidaya ikan skala kecil agar memiliki kemampuan teknis dan permodalan,
sehingga dapat meningkatkan daya saingnya. Dalam kaitan itu, maka bagi
masyarakat pembudidaya ikan skala kecil diarahkan untuk dapat bergabung
dalam wadah kelompok pembudidaya ikan (POKDAKAN). Sebagai wadah
pembinaan dan pelayanan pengembangan usaha POKDAKAN, maka pada
setiap kabupaten atau kota agar dibentuk UPP perikanan budidaya.
Pola kemitraan inti plasma diarahkan bagi usaha pembudidayaan ikan
skala besar yang mengembangkan kawasan usaha perikanan budidaya dengan
luas hamparan atau volume usahaPola kemitraan inti plasma ini dimaksudkan
untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui hubungan yang saling
ketergantungan dan saling menguntungkan antara inti dan plasma. Dengan
demikian, usaha perikanan budidaya skala besar akan mendapat dukungan dari
usaha perikanan budidaya skala rakyat dalam kemitraan usaha yang saling
menguntungkan, saling memperkuat dan saling menghidupi.
144
pada
penataan
dan
pengendalian
lingkungan
budidaya.
Pada
pengendalian
lingkungan
budidaya
dapat
dilakukan
dengan
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pakan, penggunaan obat ikan dan bahan
kimia yang tepat dan benar, serta pengelolaan limbah domestik pembudidaya
yang tinggal dan menjaga KJA.
145
kecil dan ikan demersal yang berada pada kedalaman > 200 m yang masih
mungkin ditingkatkan upaya penangkapannya. Sehingga untuk optimalisasi
perikanan tangkap di Kabupaten Lampung Selatan lebih bersifat pada
pengendalian upaya penangkapan dan peningkatan armada dan alat tangkap
untuk mencapai perairan yang lebih jauh ke arah lautan lepas atau keluar dari
perairan Teluk Lampung.
Upaya pengendalian penangkapan yang dapat dilakukan diantaranya
melalui pengatuan alat tangkap, lokasi dan waktu penangkapan serta penetapan
kuota. Disamping itu dengan implementasi perikanan tangkap berbasis budidaya
maka ketersediaan stok pada lokasi tersebut dapat dikendalikan dan kegiatan
penangkapan sesuai aturan yang disepakati dapat berkelanjutan.
(3) Mendorong pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya
Permintaan dan kebutuhan ikan dunia terus meningkat dari tahun ke tahun,
sebagai akibat pertambahan penduduk dan perubahan konsumsi masyarakat ke
arah protein hewani yang lebih sehat. Sementara itu pasokan ikan dari hasil
penangkapan cenderung semakin berkurang, dengan adanya kecenderungan
semakin meningkatnya gejala kelebihan tangkap dan menurunnya kualitas
lingkungan, terutama wilayah perairan tempat ikan memijah, mengasuh dan
membesarkan anak.
Kecenderungan menurunnya peran perikanan tangkap dan tersedianya
sumber daya budidaya perikanan yang cukup besar merupakan alasan untuk
lebih mengembangkan perikanan budidaya. Guna mengatasi keadaan ini, maka
pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya laut merupakan alternatif
yang cukup memberikan harapan. Kegiatan perikanan tangkap berbasis
budidaya berpeluang besar menjadi tumpuan bagi sumber pangan hewani di
masa depan, karena peluang produksi perikanan tangkap yang terus menurun.
Di samping itu pula, peran pemerintah untuk memberikan prioritas kepada
kegiatan budidaya perikanan laut untuk dikembangkan, serta menjaga kestabilan
dan keberlanjutan produksi ikan dari kegiatan penangkapan. Dengan begitu,
146
147
sehingga semua orang bekerja keras dan berlomba untuk memenuhi semua
kebutuhannya. Padahal kita tahu bahwa macam dan jumlah kebutuhan itu
tidak ada batasnya; sedangkan alat pemuas kebutuhan justru terbatas.
(4) Peningakatan PAD
Tidak dapat diingkari bahwa modal dan dana sangat penting bagi berhasilnya pengembangan potensi suatu daerah. Namun bukan berarti tanpa
modal kita lalu tidak dapat memanfaatkan potensi daerah sama sekali. Perlu
disadari pula bahwa sesungguhnya modal atau dana lebih merupakan faktor
pelengkap dan akibat dari pembangunan serta bukan merupakan sebab dari
pembangunan. Dengan demikian tidak perlu dikhawatirkan bahwa suatu
daerah akan menjadi miskin karena PAD nya kecil atau sedikit.
(5) Memperbaiki kualitas SDM
Yang dimaksud disini adalah SDM yang produktif, efisien dan bermoral.
Harus ada kemauan yang kuat dari manusia di daerah yang bersangkutan
untuk membangun, yang akan mendorong masyarakat untuk bekerja keras
dan mau berkorban dan mau melayani.
(6) Mempertahankan fungsi lingkungan
Lingkungan sebagai sumber bahan mentah yang akan diolah di semua
sektor kegiatan, sebagai sumber kesenangan dan rekreasi, serta sebagai
tempat asimilasi limbah secara alami harus terus dipertahankan kualitas
maupun kuantitasnya demi adanya pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development).
(7) Kerjasama antar daerah
Kerjasama antar daerah harus terus digalang demi meningkatkan efisiensi.
Dengan kerjasama daerah diharapkan akan terjadi spesialisasi antar daerah,
sehingga efisiensi dapat ditingkatkan bagi semua pihak yang bekerjasama.
Kerjasama ini dapat dalam bentuk perdagangan ataupun tukar-menukar
tenaga ahli, atau kerjasama bentuk lainnya.
148
adalah
alternatif
yang
perlu
kelembagaannya.
Kegiatan
perikanan
diintensifkan
tangkap
penanganan
berbasis
budidaya
aspek
pada
6
6.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
(1)
(2)
karamba
jaring
apung
(KJA).
Memperhatikan
kondisi
pemanfaatannya saat ini maka pengaturan tata letak unit KJA dan
pengendalian kualitas lingkungan budidaya adalah kegiatan yang perlu
dilakukan dalam rangka optimalisasi pengembangan perikanan budidaya di
Lampung Selatan.
(3)
(4)
budidaya
merupakan
alternatif
pertama
untuk
integrasi
pengembangan perikanan
150
(6)
Pelaku yang memiliki peran sebagai unsur kunci untuk menjadi pendorong
pengembangan adalah nelayan, pembudidaya, dan masyarakat. Untuk
pencapaian tujuan pengembangan, tolok ukur yang dapat dijadikan unsur
kunci adalah peningkatan jumlah dan pendapatan nelayan pembudidaya.
Aktivitas kunci yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan dalam
pengembangan adalah koordinasi antar sektor. Peningkatan pendapatan
nelayan pembudidaya merupakan elemen kunci dalam keberhasilan
pengembangan.
Peningkatan
pendapatan
nelayan
pembudidaya
6.2
Saran
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari penelitian ini adalah:
(1)
(2)
(3)
CAP-AQUADEV
ini,
diperlukan
pengembangan
seperti
DAFTAR PUSTAKA
152
153
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2003. Profil Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung. Lampung. 115 hlm.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2003. Rencana Tata Ruang
Pesisir Teluk Lampung dan Teluk Semangka, Laporan Akhir, CV GEBE
Consultan, Lampung. 145 hlm.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2004. Profil Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung. Lampung. 274 hlm.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2005. Profil Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung. Lampung. 115 hlm.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2006. Profil Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung. Lampung. 114 hlm.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2007. Profil Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung. Lampung.
Direktorat Jenderal Urusan Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil.
2000.
Pengelolaan Tata Ruang Kawasan Pesisir Lampung Untuk Kegiatan Usaha
Masyarakat. Bogor. 150 hlm.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2002. Statistik Perikanan Budidaya.
Dirjen Perikanan Tangkap. 2008. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2001
2006. Jakarta. 136 hlm.
Djamin Z. 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek. Edisi Satu. Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. 167 hlm.
Dwiponggo. 1983. Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut Indonesia. Laporan
Penelitian Perikanan Laut nomor-2. BPPL. Jakarta.
Effendi. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya.
Ernawati, T dan Sumiyono,B. 2009. Fluktuasi Bulanan Hasil Tangkapan
Cantrang yang Berbasis di Pelabuhan Perikanan Pantai Tegal Sari, Kota
Tegal. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol.15 No.1. halaman 69
77. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan efektivitas Manajemen.
Bogor: IPB Press. 147 hlm.
Eriyatno dan Sofyar Fadjar. 2007. Ilmu Riset Kebijakan. Metode Penelitian untuk
Pascasarjana, IPB Press. 79 hlm.
Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 259 hlm.
Fauzi A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan Isu, Sintesis dan Gagasan.
154
155
156
di Perairan Indonesia.
Oceanologi LIPI. Jakarta.
Ditjenkan
Puslitbang
Perikanan-
Puslitbang
157
Cooper (1969)
Ernst (1988)
Hartris Widodo, J, Djamali, A, Aziz, KA, Priyono, B.E, Tampubolon, G.H, Naamin,
N, Nurhakim, S, Mertha, IGS, Uktolseja, J.C.B, Amarullah, M.H, Susanto, K,
Sumiono, B, Boer, M, Mubarak, H. 1996. Potensi dan Penyebaran
Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian
Stok Sumber Daya Ikan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
ari dan Eriyatno 2003
Simatupang, 1995
Dent dan Blackie 1979
Oxman 1985
Rauch Hindin 1988
Martin dan Oxman 1988
Hadisenjaya, 1995
Laporan Tahunan Propinsi Lampung, 2007
CRMP, 1998
Kabupaten Lampung Selatan dalam Angka, 2007
158
Lampiran 1 Produksi ikan demersal, jumlah unit penangkapan dan trip operasi
penangkapan ikan di Teluk Lampung
Payang
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
4,246.70
4,586.00
4,834.00
5,213.40
4,970.30
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
tangkap
tangkap
14,700.00
140.00
209.00
211.00
221.00
250.00
245.00
248.00
15,025.00
22,535.00
21,740.00
20,359.00
19,600.00
10,680.00
cantrang
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
tangkap
tangkap
8,925.00
85.00
1,533.00
99.00
10,412.00
1,752.00
113.00
11,899.00
1,971.00
127.00
13,386.00
2,190.00
141.00
14,873.00
1,752.00
155.00
16,360.00
1,463.00
169.00
17,847.00
Dogol
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
Pancing
No.
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
234.70
308.70
234.70
190.70
116.70
Produksi Per Alat
Tangkap
218.30
331.10
1,729.00
2,511.00
3,696.00
4,191.20
3,141.40
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
tangkap
tangkap
4,230.00
47.00
72.00
85.00
107.00
123.00
132.00
122.00
4,011.00
4,137.00
5,034.00
5,370.00
6,045.00
6,254.00
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
tangkap
tangkap
89,600.00
512.00
743.00
812.00
916.00
2,165.00
2,159.00
1,851.00
92,612.00
263,909.00
146,560.00
346,400.00
345,440.00
443,640.00
159
Bubu
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
tangkap
tangkap
5,520.00
46.00
123.86
86.00
11,653.00
367.20
142.00
131.00
320.00
484.00
421.00
35,804.00
370.50
459.70
681.40
522.20
15,720.00
38,400.00
58,080.00
56,076.00
Trap
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
47.80
69.60
150.00
340.60
664.10
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
tangkap
tangkap
11,400.00
95.00
74.00
90.00
109.00
131.00
187.00
361.00
6,340.00
7,543.00
18,645.00
26,897.00
35,740.00
43,320.00
Lampiran 2 Produksi ikan demersal, trip produksi dan CPUE yang sudah
distandarisasikan di Teluk Lampung
160
Produksi
No. Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Trip
No. Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
CPUE
No. Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Standarisasi
No. Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Payang
cantrang
Dogol
Pancing
Bubu
Trap
3,382.80
1,314.00
303.50
218.30
21.20
64.20
4,231.60
1,533.00
227.90
331.10
123.86
17.10
4,246.70
4,586.00
4,834.00
5,213.40
4,770.30
1,752.00
234.70
308.70
234.70
190.70
116.70
1,729.00
367.20
2,511.00
370.50
3,696.00
459.70
47.80
69.60
150.00
4,191.20
681.40
340.60
3,141.40
522.20
664.10
Payang
1,971.00
2,190.00
1,752.00
1,463.00
cantrang
Dogol
Pancing
Bubu
Trap
14,700
8,925
4,230
89,600
5,520
11,400
15,025
22,535
21,740
20,359
10,412
4,011
4,137
5,034
5,370
92,612
263,909
11,653
19,600
16,360
10,680
17,847
Payang
11,899
13,386
14,873
cantrang
146,560
15,720
346,400
38,400
6,340
7,543
18,645
26,897
6,045
345,440
58,080
35,740
6,254
443,640
56,076
43,320
Dogol
Pancing
35,804
Bubu
Trap
0.230
0.147
0.072
0.002
0.004
0.006
0.282
0.147
0.057
0.004
0.011
0.003
0.188
0.147
0.057
0.007
0.010
0.006
0.211
0.147
0.061
0.017
0.024
0.004
0.237
0.147
0.044
0.011
0.012
0.006
0.266
0.107
0.032
0.012
0.012
0.010
0.447
0.082
0.019
0.007
0.009
0.015
Payang
cantrang
Dogol
Pancing
Bubu
Trap
1.00
0.64
0.31
0.01
0.02
0.02
1.00
0.52
0.20
0.01
0.04
0.01
1.00
0.78
0.30
0.03
0.05
0.03
1.00
0.70
0.29
0.08
0.11
0.02
1.00
0.62
0.18
0.04
0.05
0.02
1.00
0.40
0.12
0.05
0.04
0.04
1.00
0.18
0.04
0.02
0.02
0.03
161
Trip standar
No. Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Payang
cantrang
Dogol
14,700.00
5,710.00
1,318.86
948.63
92.12
278.98
15,025.00
5,443.17
809.20
1,175.63
439.79
60.72
22,535.00
9,296.94
1,245.43
9,174.89
1,948.54
253.65
21,740.00
9,343.55
1,463.40
11,903.43
1,756.36
329.94
20,359.00
9,223.46
988.47
15,566.17
1,936.08
631.74
19,600.00
6,586.72
716.94
15,757.00
2,561.75
1,280.50
10,680.00
3,275.44
261.27
7,033.13
1,169.13
1,486.82
Bubu
Trap
CPUE Standart
No. Tahun Payang
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
cantrang
Dogol
Pancing
Pancing
Bubu
Trap
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.19
0.19
0.19
0.19
0.19
0.19
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
0.45
Lampiran 3 Produksi ikan pelagis, jumlah unit penangkapan dan trip operasi penangkapan ikan di Teluk Lampung
Produksi
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
824.80
2,534.30
Jaring
insang
hanyut
303.50
935.20
397.10
1,015.00
370.80
260.50
314.20
51.70
1,816.90
4,909.00
227.90
1,084.20
195.30
719.20
265.67
384.70
317.00
102.45
1,394.80
998.00
1,025.74
2,286.40
1,239.10
1,235.70
1,030.60
986.70
234.70
308.70
234.70
190.70
116.70
352.20
343.70
392.40
410.80
345.30
22.70
50.80
64.80
66.30
43.20
1,510.20
1,956.70
1,560.00
1,163.30
1,265.90
146.80
475.60
758.50
153.20
47.90
57.80
65.20
56.90
476.20
614.60
137.80
428.60
964.10
77.70
331.20
984.80
54.00
310.50
1,000.50
79.00
Pukat
Pantai
1,024.70
1,074.70
Pukat
Cincin
Jaring
lingkar
Jaring
Klitik
Jaring
insang tetap
Rawai
Tuna
Rawai
Hanyut
Rawai
tetap
Pancing
tonda
Trip
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
26040
5640
Jaring
insang
hanyut
8640
32412
24752
11400
15600
14880
62040
8716
4358
5400
6227
5820
4975
8579
13900
22400
21100
18000
59940
Pukat
Pantai
Pukat
Cincin
Jaring
lingkar
Jaring
Klitik
Jaring
insang tetap
Rawai
Tuna
Rawai
Hanyut
Rawai
tetap
Pancing
tonda
13330
1860
24700
16625
16100
24150
5600
13465
8950
9673
9534
8672
5768
2269
228
324
624
917
950
18460
31515
18400
33600
32900
33800
13462
31290
23114
27410
38269
9993
25728
33120
8960
24064
30960
6224
24448
37528
5543
25634
57500
9643
10257
6656
7595
6846
9045
9876
CPUE
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
0.03
0.45
Jaring
insang
hanyut
0.04
0.07
0.21
0.04
0.02
0.02
0.01
0.01
0.06
0.56
0.03
0.08
0.09
0.04
0.02
0.01
0.01
0.01
0.06
0.52
0.02
0.04
0.10
0.05
0.01
0.02
0.02
0.02
0.09
0.23
0.01
0.04
0.16
0.11
0.01
0.02
0.02
0.02
0.07
0.20
0.01
0.04
0.10
0.05
0.01
0.02
0.03
0.01
0.07
0.18
0.01
0.05
0.07
0.04
0.01
0.01
0.03
0.01
0.02
0.20
0.00
0.06
0.05
0.04
0.01
0.01
0.02
0.01
Pukat
Pantai
Pukat
Cincin
Jaring
lingkar
Jaring
Klitik
Jaring
insang tetap
Rawai
Tuna
Rawai
Hanyut
Rawai
tetap
Pancing
tonda
Standarisasi
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
0.77
10.93
Jaring
insang
hanyut
0.85
1.71
5.20
1.00
0.54
0.39
0.32
0.22
1.44
14.46
0.68
2.07
2.21
1.00
0.51
0.32
0.30
0.27
1.18
10.95
0.35
0.82
2.08
1.00
0.30
0.43
0.41
0.32
0.82
2.16
0.13
0.33
1.47
1.00
0.07
0.17
0.17
0.14
1.42
4.27
0.24
0.89
2.24
1.00
0.16
0.38
0.67
0.27
1.95
5.01
0.30
1.34
2.04
1.00
0.27
0.38
0.74
0.28
0.46
5.30
0.05
1.60
1.21
1.00
0.17
0.32
0.46
0.22
Pukat
Pantai
Pukat
Cincin
Jaring
lingkar
Jaring
Klitik
Jaring
insang tetap
Rawai
Tuna
Rawai
Hanyut
Rawai
tetap
Pancing
tonda
Trip Standarisasi
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
20,071.49
61,672.13
Jaring
insang
hanyut
7,385.67
46,635.11
126,001.31
5,849.60
29,106.82
47,712.82
4,897.74
7,349.74
473.71
31,515.00
3,063.44
9,924.87
15,828.45
3,196.99
9,384.78
11,651.99
2,902.89
3,232.01
477.70
18,400.00
450.43
4,477.99
5,779.44
1,295.81
22,092.86
26,615.08
5,055.08
8,451.69
1,395.69
33,600.00
1,244.92
9,231.38
20,765.23
1,673.54
28,980.17
29,147.03
5,393.30
11,618.09
1,875.07
32,900.00
1,843.96
9,366.87
27,851.73
1,527.21
28,694.89
26,345.26
3,115.93
9,219.64
1,153.46
33,800.00
1,519.25
8,290.47
26,713.72
2,109.33
Rawai
Tuna
Rawai
Hanyut
Pukat
Pantai
Pukat
Cincin
Jaring
lingkar
Jaring
Klitik
22,758.07
9,663.42
27,828.60
5,012.84
Jaring
insang tetap
Rawai
Tuna
Rawai
Hanyut
Rawai
tetap
Pancing
tonda
24,700.00
9,023.41
6,339.26
7,646.05
1,258.12
18,460.00
6,819.06
9,874.25
8,136.57
2,629.63
CPUE Standart
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
0.04
0.04
Jaring
insang
hanyut
0.04
0.04
0.04
0.05
0.05
0.11
0.05
Pukat
Pantai
Pukat
Cincin
Jaring
lingkar
Jaring
Klitik
Jaring
insang tetap
Rawai
tetap
Pancing
tonda
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.11
0.11
0.11
0.11
0.11
0.11
0.11
0.11
0.11
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
165
Lampiran 4 Produksi ikan pelagis, trip produksi dan CPUE yang sudah
Distandarisasikan di Teluk Lampung
Pukat Pantai
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Produksi Per Alat
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
Tangkap
tangkap
tangkap
824.80
26,040.00
93.00
1,816.90
1,394.80
998.00
1,025.74
1,024.70
1,074.70
108.00
95.00
95.00
130.00
124.00
261.00
32,412.00
24,752.00
11,400.00
15,600.00
14,880.00
62,040.00
Pukat Cincin
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Produksi Per Alat
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
Tangkap
tangkap
tangkap
2,534.30
5,640.00
47.00
4,909.00
2,286.40
1,239.10
1,235.70
1,030.60
986.70
62.00
54.00
45.00
50.00
47.00
42.00
8,716.00
4,358.00
5,400.00
6,227.00
5,820.00
4,975.00
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Produksi Per Alat
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
Tangkap
tangkap
tangkap
1,143.50
8,640.00
72.00
1,106.80
1,079.80
1,808.90
1,520.35
1,231.80
4,927.20
74.00
105.00
65.00
70.00
60.00
265.00
8,579.00
13,900.00
22,400.00
21,100.00
18,000.00
59,940.00
Jaring lingkar
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Produksi Per Alat
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
Tangkap
tangkap
tangkap
935.20
13,330.00
86.00
1,084.20
352.20
343.70
392.40
410.80
345.30
89.00
51.00
46.00
48.00
55.00
50.00
13,465.00
8,950.00
9,673.00
9,534.00
8,672.00
5,768.00
166
Jaring Klitik
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Produksi Per Alat
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
Tangkap
tangkap
tangkap
397.10
1,860.00
12.00
195.30
22.70
50.80
64.80
66.30
43.20
14.00
8.00
27.00
30.00
35.00
26.00
2,269.00
228.00
324.00
624.00
917.00
950.00
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Produksi Per Alat
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
Tangkap
tangkap
tangkap
1,015.00
24,700.00
190.00
719.20
1,510.20
1,956.70
1,560.00
1,163.30
1,265.90
154.00
238.00
230.00
336.00
319.00
320.00
18,460.00
31,515.00
18,400.00
33,600.00
32,900.00
33,800.00
Rawai Tuna
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Produksi Per Alat
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
Tangkap
tangkap
tangkap
370.80
16,625.00
95.00
265.67
85.00
13,462.00
146.80
79.00
10,257.00
47.90
57.80
65.20
56.90
52.00
69.00
89.00
88.00
6,656.00
7,595.00
6,846.00
9,045.00
Rawai Hanyut
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Produksi Per Alat
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
Tangkap
tangkap
tangkap
260.50
16,100.00
92.00
31,290.00
23,114.00
331.20
128.00
198.00
201.00
188.00
191.00
310.50
190.00
25,634.00
384.70
475.60
476.20
428.60
25,728.00
24,064.00
24,448.00
167
Rawai tetap
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Produksi Per Alat
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
Tangkap
tangkap
tangkap
314.20
24,150
138
317.00
758.50
614.60
964.10
984.80
1,000.50
152
312
289
387
427
479.00
27410
38,269
33,120
30,960
37,528
57,500
Pancing tonda
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Produksi Per Alat
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
Tangkap
tangkap
tangkap
51.70
5,600.00
72.00
102.45
69.00
9,876.00
153.20
9,993.00
77.70
62.00
70.00
53.00
6,224.00
54.00
48.00
5,543.00
79.00
69.00
9,643.00
137.80
8,960.00
168
Pukat Udang
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Produksi Per Alat
Penangkapan per
tangkap
Tangkap
alat tangkap
132.80
129.40
102.80
97.90
63.60
78.30
68.20
17.00
17.00
15.00
13.00
14.00
14
16
4,760.00
4,831.00
4,692.00
5,728.00
4,629.00
3,754.00
4,185.00
Tramel net
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Produksi Per Alat
Penangkapan per
tangkap
Tangkap
alat tangkap
287.00
5,775.00
35.00
32.50
28.40
400.70
256.20
145.80
72.60
23.00
18.00
56.00
37.00
26.00
21.00
1,864.00
229.00
6,720.00
5,376.00
4,873.00
1,267.00
Sero
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Produksi Per Alat
Penangkapan per
tangkap
Tangkap
alat tangkap
1,337.00
27,050.00
726.00
916.20
876.00
864.00
30,215.00
21,854.00
959.30
1,139.00
19,854.00
501.20
550.00
16,600.00
460.20
895.00
18,672.00
654.80
995.00
17,498.00
1,139.00
169
Produksi
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
Trip
No.
1
2
3
4
5
6
7
CPUE
No.
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Standarisasi
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Pukat Udang
132.80
129.40
102.80
97.90
63.60
78.30
68.20
Pukat Udang
4,760.00
4,831.00
4,692.00
5,728.00
4,629.00
3,754.00
4,185.00
Pukat Udang
Tramel net
Sero
287.00
1,337.00
32.50
1,139.00
28.40
400.70
256.20
145.80
72.60
916.20
Tramel net
959.30
501.20
460.20
654.80
Sero
5,775.00
27,050.00
1,864.00
229.00
6,720.00
5,376.00
4,873.00
1,267.00
30,215.00
21,854.00
Tramel net
19,854.00
16,600.00
18,672.00
17,498.00
Sero
0.03
0.05
0.05
0.03
0.02
0.04
0.02
0.12
0.04
0.02
0.06
0.05
0.01
0.05
0.03
0.02
0.03
0.02
0.02
0.06
0.04
Pukat Udang
Tramel net
Sero
0.56
1.00
0.99
1.54
1.00
2.16
0.18
1.00
0.34
0.29
1.00
0.81
0.29
1.00
0.63
0.70
1.00
0.82
0.28
1.00
0.65
170
Trip Standarisasi
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
CPUE Standarisasi
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Lampiran 7
Pukat Udang
Tramel net
Sero
2,672.20
5,775.00
26,903.05
7,421.59
1,864.00
65,326.03
828.92
229.00
7,387.67
1,641.85
6,720.00
16,088.09
1,334.56
5,376.00
10,516.98
2,616.98
4,873.00
15,381.03
1,190.21
1,267.00
11,427.43
Pukat Udang
Tramel net
Sero
0.05
0.05
0.05
0.02
0.02
0.02
0.12
0.12
0.12
0.06
0.06
0.06
0.05
0.05
0.05
0.03
0.03
0.03
0.06
0.06
0.06
171
Alat Lainya
No.
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
tangkap
tangkap
107.40
1,840.00
137.00
Produksi Per
Alat Tangkap
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
92.70
87.20
78.20
73.90
58.00
46.10
132.00
130.00
126.00
95.00
74.00
89.00
1,364.00
1,254.00
1,137.00
1,038.00
1,367.00
1,076.00
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
tangkap
tangkap
179.10
37,320.00
192.00
Produksi Per
Alat Tangkap
89.20
152.00
30,151.00
41.40
56.90
89.30
105.10
97.90
105.00
110.00
149.00
156.00
135.00
17,263.00
16,853.00
24,741.00
30,543.00
29,547.00
Bagan Tancap
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
tangkap
tangkap
2,895.70
61,320.00
292.00
Produksi Per
Alat Tangkap
62,610.00
65,548.00
1,445.80
280.00
286.00
292.00
235.00
220.00
1,256.50
214.00
37,976.00
2,658.30
2,872.30
3,654.50
2,609.80
46,720.00
40,500.00
39,600.00
Bagan Perahu
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Lampiran 8
Jumlah Unit
Trip Produksi per alat
Penangkapan per alat
tangkap
tangkap
2,691.70
17,250.00
115.00
Produksi Per
Alat Tangkap
3,262.90
2,188.50
4,162.20
5,822.50
6,400.10
2,449.90
122.00
115.00
138.00
243.00
267.00
233.00
35,420.00
19,445.00
22,080.00
48,600.00
53,421.00
37,740.00
172
Produksi
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Bagan Perahu
Bagan Tancap
2,691.70
2,895.70
Jaring Angkat
Lain
179.10
3,262.90
2,658.30
89.20
92.70
2,188.50
2,872.30
4,162.20
3,654.50
5,822.50
2,609.80
6,400.10
1,445.80
2,449.90
1,256.50
41.40
56.90
89.30
105.10
97.90
87.20
78.20
73.90
58.00
46.10
Bagan Perahu
Bagan Tancap
Alat Lainya
107.40
Trip
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jaring Angkat
Lain
37,320
Alat Lainya
17,250
61,320
35,420
19,445
62,610
65,548
22,080
46,720
48,600
40,500
53,421
39,600
37,740
37,976
Bagan Perahu
Bagan Tancap
0.16
0.05
Jaring Angkat
Lain
0.00
0.09
0.04
0.00
0.07
0.11
0.04
0.00
0.07
0.19
0.08
0.00
0.07
0.12
0.06
0.00
0.07
0.12
0.04
0.00
0.04
0.06
0.03
0.00
0.04
Bagan Perahu
Bagan Tancap
1.00
0.30
Jaring Angkat
Lain
0.03
1.00
0.46
0.03
1.00
0.39
0.02
1.00
0.41
0.02
1.00
0.54
0.03
1.00
0.30
0.03
1.00
0.51
0.05
30,151
17,263
16,853
24,741
30,543
29,547
1,840
1,364
1,254
1,137
1,038
1,367
1,076
CPUE
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Alat Lainya
0.06
Standarisasi
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Alat Lainya
0.37
0.74
0.62
0.36
0.59
0.35
0.66
173
Trip standarisasi
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
17,250.00
Jaring Angkat
Lain
18,557.35
1,147.78
35,420.00
28,856.84
968.30
1,006.29
19,445.00
25,520.62
367.84
774.78
22,080.00
19,386.71
301.85
414.84
48,600.00
21,783.82
745.38
616.84
53,421.00
12,067.95
877.26
484.12
37,740.00
19,356.02
1,508.12
710.16
Bagan Perahu
Bagan Tancap
Bagan Perahu
Bagan Tancap
Alat Lainya
688.28
CPUE Standart
No.
1
2
3
4
5
6
7
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Lampiran 9
0.16
Jaring Angkat
Lain
0.16
0.16
0.09
0.09
0.09
0.09
0.11
0.11
0.11
0.11
0.19
0.19
0.19
0.19
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
0.06
0.06
0.06
0.06
Alat Lainya
0.16
174
Kategori
Kisaran Bobot
Optimum
(%)
Kategori 1
0
Suhu ( C)
Salinitas (ppt)
Skor
40
28 - 30
20 - 30
10
10
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
20
20
20
20
45
45
30
30
30
15
15
15
3
2
3
2
1
DO (ppm)
8 - 10
15
3
2
1
DIN (ppm)
nihil
2
1
2
TOM (ppm)
< 25
nihil
1
3
1
15
tidak ada
15
2
1
3
2
1
tidak ada
3
2
3
2
2
1
3
2
Alga blooms
1
Polusi
3
2
1
20 - 40
2
Arus (cm/dt)
2
1
1
Ortho-P04
2
1
3
2
1
Organisme pathogen tidak ada
3
2
3
2
3
2
1
Pergantian air
cepat
10
3
2
3
2
1
Jumlah
100
Nilai Kategori 1
Kategori 2
30
Kedalaman (m)
10 - 20
40
3
2
terlindung
40
2
1
pasir
campur
pecahan
karang
20
1
Nilai Kategori 2
100
2
1
3
2
Jumlah
10
10
15
15
15
10
15
15
15
15
15
10
45
45
30
30
30
15
15
45
45
30
30
30
30
15
15
15
15
10
10
10
10
15
15
10
10
10
10
10
30
30
30
20
20
20
20
92
Substrat
0
5
2
Keterlindungan
0
5
1
3
2
1
86
70
86
82
94
80
80
80
80
120
120 120
120
0
0
0
80
40
40
40
60
60
60
60
40
40
20
54
66
60
90
90
66
175
Kategori
Kisaran
Optimum
Bobot
(%)
Kategori 3
Aspek Legal
Skor
Sesuai RUTRD
20
3
2
1
Kemudahan akses
Mudah
20
3
2
3
2
1
Konflik
Tidak ada
20
3
2
Aman
20
60
60
60
60
40
40
40
Dekat
20
40
40
40
20
20
20
60
40
40
40
40
40
40
60
60
60
0
40
40
40
20
60
40
40
40
40
40
0
0
0
60
1
2
100
0
0
1
3
2
3
2
1
Keamanan
30
2
1
0
0
0
0
0
0 20
201 222 223 224 245 389 187
Nilai Kategori 3
Total Nilai
((1+2+3)/ 300*100)
60
67
67
67
74
117 56
67
69
68
71
82
100 81
Kelayakan
KL
KL
KL
KL
Keterangan
1. Kalianda
2. Tarahan
3. Teluk Hurun
4. Ringgung
5. Pulau Puhawang
6. Tanjung Putus
7. Pulau Sebesi
80 - 100
= layak (L)
50 - 79
< 50
176
= Tinggi
(4) S = Sedang
(5) R = Rendah
(6) SR = Sangat Rendah
(7) PR = Paling Rendah
Tingkat kriteria:
Kriteria 1 (K1) = ST
Kriteria 2 (K2) = ST
Kriteria 3 (K3) = T
Kriteria 4 (K4) = T
Kriteria 5 (K5) = T
Kriteria 6 (K6) = T
Kriteria 7 (K7) = ST
Kriteria 8 (K8) = T
177
Pakar
Pakar
1
Pakar
2
Pakar
3
Pakar
4
Alternatif
Alt 1
Alt 2
Alt 3
Alt 4
Alt 1
Alt 2
Alt 3
Alt 4
Alt 1
Alt 2
Alt 3
Alt 4
Alt 1
Alt 2
Alt 3
Alt 4
K1
ST
R
S
T
ST
S
T
S
T
S
S
S
ST
R
T
R
K2
T
S
ST
S
ST
R
T
S
T
R
T
T
T
R
T
S
K3
T
T
T
T
T
T
S
T
T
S
S
T
T
S
S
S
Kriteria Penilaian
K4
K5
K6
T
T
ST
R
T
R
S
T
T
S
T
S
ST
ST
T
R
S
R
T
T
T
S
T
T
T
T
T
R
S
R
S
S
T
S
S
S
T
ST
T
R
S
R
T
S
T
S
T
T
K7
T
S
ST
T
S
R
T
S
T
R
T
S
T
R
T
S
K8
ST
R
T
S
T
R
T
S
T
R
T
R
T
S
T
S
Alternatif
Pakar 1
Kriteria Penilaian
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
Alt 1
ST
ST
ST
Pakar 2
Alt 1
ST
ST
ST
ST
Pakar 3
Alt 1
Pakar 4
Alt 1
ST
ST
178
V21
V31
V41
Qk = Int 1 + (k *
)
r
179
Alternatif
Pakar 1
Kriteria Penilaian
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
Alt 2
Pakar 2
Alt 2
Pakar 3
Alt 2
Pakar 4
Alt 2
V22
V32
V42
Qk = Int 1 + (k *
)
r
180
xj = R, R, R, R; sehingga bj = R, R, R, R
V1 = max [R v R, S v R, ST v R, P v R]
= max [R, R, R, R]
=R
Sehingga nilai akhir alternatif dua adalah R (rendah)
Alternatif
Pakar 1
Kriteria Penilaian
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
Alt 3
ST
ST
Pakar 2
Alt 3
Pakar 3
Alt 3
Pakar 4
Alt 3
181
Qk = Int 1 + (k *
)
r
Alternatif
Pakar 1
Kriteria Penilaian
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
Alt 4
Pakar 2
Alt 4
Pakar 3
Alt 4
Pakar 4
Alt 4
182
Qk = Int 1 + (k *
)
r
183
= Tinggi
(4) S = Sedang
(5) R = Rendah
(6) SR = Sangat Rendah
(7) PR = Paling Rendah
Tingkat kriteria:
Kriteria 1 (K1) = T
Kriteria 2 (K2) = T
Kriteria 3 (K3) = ST
Kriteria 4 (K4) = T
Kriteria 5 (K5) = T
Kriteria 6 (K6) = ST
Kriteria 7 (K7) = P
Kriteria 8 (K8) = T
184
Pakar
Pakar
1
Pakar
2
Pakar
3
Pakar
4
Alternatif
Alt 1
Alt 2
Alt 3
Alt 4
Alt 1
Alt 2
Alt 3
Alt 4
Alt 1
Alt 2
Alt 3
Alt 4
Alt 1
Alt 2
Alt 3
Alt 4
K1
ST
T
T
T
ST
ST
ST
T
ST
T
ST
T
T
T
T
T
K2
T
S
T
ST
T
S
T
S
T
R
S
R
T
S
S
S
K3
ST
T
ST
ST
ST
ST
ST
T
ST
T
T
T
T
T
T
T
Kriteria Penilaian
K4
K5
K6
ST
T
ST
T
T
T
ST
T
T
T
S
T
ST
S
T
ST
R
S
T
R
S
T
R
S
ST
T
T
T
R
S
ST
S
T
T
S
S
T
S
T
T
R
S
T
S
T
T
S
S
K7
T
T
S
S
T
T
R
S
T
S
T
S
T
S
S
S
K8
P
R
S
S
ST
S
S
S
ST
S
T
S
ST
S
T
S
Alternatif
Pakar 1
Kriteria Penilaian
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
Alt 1
ST
ST
ST
ST
Pakar 2
Alt 1
ST
ST
ST
ST
Pakar 3
Alt 1
ST
ST
ST
ST
Pakar 4
Alt 1
ST
185
V21
V31
V41
Qk = Int 1 + (k *
)
r
186
Alternatif
Pakar 1
Kriteria Penilaian
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
Alt 2
Pakar 2
Alt 2
ST
ST
ST
Pakar 3
Alt 2
Pakar 4
Alt 2
V22
V32
V42
Qk = Int 1 + (k *
)
r
187
xj = R, R, R, R; sehingga bj = R, R, R, R
V1 = max [R v R, S v R, ST v R, P v R]
= max [R, R, R, R]
=R
Sehingga nilai akhir alternatif dua adalah R (rendah)
Alternatif
Pakar 1
Kriteria Penilaian
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
Alt 3
ST
ST
Pakar 2
Alt 3
ST
ST
Pakar 3
Alt 3
ST
ST
Pakar 4
Alt 3
188
Qk = Int 1 + (k *
)
r
Kriteria Penilaian
Alternatif
Pakar 1
Alt 4
K1
T
K2
ST
K3
K4
K5
K6
K7
K8
ST
Pakar 2
Alt 4
Pakar 3
Alt 4
Pakar 4
Alt 4
189
Qk = Int 1 + (k *
)
r
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
0
I
1
2
3
4
Investasi
Perbaikan Tambak
Pompa
Kincir
Peralatan Tambak
1.00 Unit
1.00 Unit
1.00 Paket
2,500,000.00
2,000,000.00
500,000.00
Jumlah
II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Modal Kerja
Benih
Pakan
Kapur
Pupuk
Saponin
Probiotik
Desinfektan
Solar
Tenaga Kerja
Biaya Panen
Jumlah
2,500,000.00
2,000,000.00
500,000.00
5,000,000.00
50,000.00
466.67
500.00
50.00
50.00
27.00
50.00
1.00
6.00
1.00
ekor
kg
kg
kg
kg
kg
kg
Paket
Paket
Paket
25.00
10,000.00
500.00
3,500.00
2,500.00
50,000.00
11,000.00
500,000.00
700,000.00
583,333.33
1,250,000.00
4,666,666.67
250,000.00
175,000.00
125,000.00
1,350,000.00
550,000.00
500,000.00
4,200,000.00
583,333.33
13,650,000.00
5,000,000.00
13,650,000.00
18,650,000.00
No.
IV
1
2
a
b
Uraian
Rugi - Laba
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Modal Kerja
Penyusutan
Volume
Satuan
583.33 kg
Harga
38,000.00
22,166,666.67
14,275,000.00
Keuntungan
7,891,666.67
Per tahun
Rugi-Laba Tahunan
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Keuntungan
13,650,000.00
625,000.00
Jumlah
V
1
2
3
Nilai
0
157,833,333.33
1166.67 kg
38000
44,333,333.3
28,550,000.00
15,783,333.33
44,333,333.3
28,550,000.00
15,783,333.33
44,333,333.3
28,550,000.00
15,783,333.33
44,333,333.3
28,550,000.00
15,783,333.33
1.00
2.00
3.00
4.00
18,680,000.00
44,333,333.33
44,333,333.33
44,333,333.33
44,333,333.33
62,983,333.33
44,333,333.33
44,333,333.33
44,333,333.33
5,000,000.00
28,550,000.00
33,550,000.00
28,550,000.00
28,550,000.00
28,550,000.00
28,550,000.00
28,550,000.00
28,550,000.00
VI Cash Flow
A. Pemasukan
1 Modal Awal
2 Hasil Penjualan
Jumlah A
B Pengeluaran
1 Investasi
2 Biaya Operasional
Jumlah B
No.
Uraian
Volume
Satuan
Harga
Nilai
0
1
29,433,333.33
2
15,783,333.33
3
15,783,333.33
4
15,783,333.33
29,433,333.33
45,216,666.67
61,000,000.00
29,433,333.33
45,216,666.67
61,000,000.00
76,783,333.33
44,333,333.33
0.87
38,550,724.64
44,333,333.33
0.67
33,522,369.25
44,333,333.33
0.66
29,149,886.30
44,333,333.33
0.57
25,347,727.22
5,000,000.00
1.00
5,000,000.00
28,550,000.00
0.87
24,826,086.96
28,550,000.00
0.76
21,587,901.70
28,550,000.00
0.66
18,772,088.44
28,550,000.00
0.57
16,323,555.16
Net Cashflow
(5,000,000.00)
13,724,637.68
11,934,467.55
10,377,797.87
9,024,172.06
NVP df 15 %
40,061,075.16
C Balance
D Saldo Awal
E Saldo Akhir
VII Analisis Finansial
A Cash Inflow
df 15 %
Net Cash Inflow
B Cash Outflow
Investasi
df 15 %
Net Cash Outflow
1.46
Tahun Ke
1.00
2.61
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
0
I
1
2
3
4
Investasi
Perbaikan Tambak
Pompa
Kincir
Peralatan Tambak
1.00
1.00
1.00
1.00
Unit
Unit
Paket
Paket
2,500,000.00
2,000,000.00
12,000,000.00
500,000.00
Jumlah
II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Modal Kerja
Benih
Pakan
Kapur
Pupuk
Saponin
Probiotik
Desinfektan
Solar
Tenaga Kerja
Biaya Panen
Jumlah
2,500,000.00
2,000,000.00
12,000,000.00
500,000.00
17,000,000.00
400,000.00
5,600.00
500.00
50.00
50.00
137.00
50.00
1.00
6.00
1.00
ekor
kg
kg
kg
kg
kg
kg
Paket
Paket
Paket
25.00
10,000.00
500.00
3,500.00
2,500.00
50,000.00
11,000.00
3,500,000.00
1,400,000.00
4,000,000.00
10,000,000.00
56,000,000.00
250,000.00
175,000.00
125,000.00
6,850,000.00
550,000.00
3,500,000.00
8,400,000.00
4,000,000.00
89,850,000.00
17,000,000.00
89,850,000.00
106,850,000.00
No.
IV
1
2
a
b
Uraian
Rugi - Laba
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Modal Kerja
Penyusutan
Volume
Satuan
4,000.00 kg
Harga
38,000.00
304,000,000.00
183,950,000.00
120,050,000.00
304,000,000.00
183,950,000.00
120,050,000.00
304,000,000.00
183,950,000.00
120,050,000.00
304,000,000.00
183,950,000.00
120,050,000.00
1.00
2.00
3.00
4.00
106,850,000.00
304,000,000.00
304,000,000.00
304,000,000.00
304,000,000.00
410,850,000.00
304,000,000.00
304,000,000.00
304,000,000.00
17,000,000.00
183,950,000.00
200,950,000.00
183,950,000.00
183,950,000.00
183,950,000.00
183,950,000.00
183,950,000.00
183,950,000.00
152,000,000.00
89,850,000.00
2,125,000.00
Jumlah
91,975,000.00
Keuntungan
60,025,000.00
Per tahun
V
1
2
3
Nilai
0
Rugi-Laba Tahunan
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Keuntungan
120,050,000.00
8,000.00 kg
38,000.00
VI Cash Flow
A. Pemasukan
1 Modal Awal
2 Hasil Penjualan
Jumlah A
B Pengeluaran
1 Investasi
2 Biaya Operasional
Jumlah B
No.
Uraian
Volume
Satuan
Harga
Nilai
0
1
209,900,000.00
2
120,050,000.00
3
120,050,000.00
4
120,050,000.00
209,900,000.00
329,950,000.00
450,000,000.00
209,900,000.00
329,950,000.00
450,000,000.00
570,050,000.00
304,000,000.00
0.87
264,347,826.09
304,000,000.00
0.76
229,867,674.86
304,000,000.00
0.66
199,884,934.66
304,000,000.00
0.57
173,812,986.66
17,000,000.00
1.00
17,000,000.00
183,950,000.00
0.87
159,956,521.74
183,950,000.00
0.76
139,092,627.60
183,950,000.00
0.66
120,950,110.96
183,950,000.00
0.57
105,174,009.53
Net Cashflow
(17,000,000.00)
104,391,304.35
90,775,047.26
78,934,823.70
68,638,977.13
NVP df 15 %
325,740,152.44
C Balance
D Saldo Awal
E Saldo Akhir
VII Analisis Finansial
A Cash Inflow
df 15 %
Net Cash Inflow
B Cash Outflow
Investasi
df 15 %
Net Cash Outflow
1,6
Tahun Ke
1.00
6.01
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
0
I
1
2
3
4
Investasi
Perbaikan Tambak
Pompa
Kincir
Peralatan Tambak
1.00
1.00
1.00
1.00
Unit
Unit
Paket
Paket
2,500,000.00
4,000,000.00
24,000,000.00
500,000.00
Jumlah
II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Modal Kerja
Benih
Pakan
Kapur
Pupuk
Saponin
Probiotik
Desinfektan
Solar
Tenaga Kerja
Biaya Panen
Jumlah
2,500,000.00
4,000,000.00
24,000,000.00
500,000.00
31,000,000.00
1,500,000.00
22,500.00
500.00
50.00
50.00
190.00
50.00
1.00
6.00
1.00
ekor
kg
kg
kg
kg
kg
kg
Paket
Paket
Paket
25.00
10,000.00
500.00
3,500.00
2,500.00
50,000.00
11,000.00
7,500,000.00
2,800,000.00
12,500,000.00
37,500,000.00
225,000,000.00
250,000.00
175,000.00
125,000.00
9,500,000.00
550,000.00
7,500,000.00
16,800,000.00
12,500,000.00
309,900,000.00
31,000,000.00
309,900,000.00
340,900,000.00
No.
IV
1
2
a
b
V
1
2
3
Uraian
Rugi - Laba
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Modal Kerja
Penyusutan
Volume
Satuan
12,500.00 kg
Harga
38,000.00
Nilai
0
475,000,000.00
309,900,000.00
3,875,000.00
Jumlah
313,775,000.00
Keuntungan
161,225,000.00
Per tahun
322,450,000.00
Rugi-Laba Tahunan
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Keuntungan
25,000.00 kg
38,000.00
950,000,000.00
627,550,000.00
322,450,000.00
950,000,000.00
627,550,000.00
322,450,000.00
950,000,000.00
627,550,000.00
322,450,000.00
950,000,000.00
627,550,000.00
322,450,000.00
1.00
2.00
3.00
4.00
340,900,000.00
950,000,000.00
950,000,000.00
950,000,000.00
950,000,000.00
1,290,900,000.00
950,000,000.00
950,000,000.00
950,000,000.00
31,000,000.00
627,550,000.00
627,550,000.00
627,550,000.00
627,550,000.00
VI Cash Flow
A. Pemasukan
1 Modal Awal
2 Hasil Penjualan
Jumlah A
B Pengeluaran
1 Investasi
2 Biaya Operasional
No.
Uraian
Volume
Satuan
Harga
Nilai
0
1
658,550,000.00
2
627,550,000.00
3
627,550,000.00
4
627,550,000.00
632,350,000.00
322,450,000.00
322,450,000.00
322,450,000.00
632,350,000.00
954,800,000.00
1,277,250,000.00
632,350,000.00
954,800,000.00
1,277,250,000.00
1,599,700,000.00
950,000,000.00
0.87
826,086,956.52
950,000,000.00
0.76
718,336,483.93
950,000,000.00
0.66
624,640,420.81
950,000,000.00
0.57
543,165,583.31
31,000,000.00
1.00
31,000,000.00
627,550,000.00
0.87
545,695,652.17
627,550,000.00
0.76
474,517,958.41
627,550,000.00
0.66
412,624,311.66
627,550,000.00
0.57
358,803,749.27
Net Cashflow
(31,000,000.00)
280,391,304.35
243,818,525.52
212,016,109.15
184,361,834.04
NVP df 15 %
889,587,773.06
Jumlah B
C Balance
D Saldo Awal
E Saldo Akhir
VII Analisis Finansial
A Cash Inflow
df 15 %
Net Cash Inflow
B Cash Outflow
Investasi
df 15 %
Net Cash Outflow
1.49
Tahun Ke
1.00
8.91
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
0
I
1
2
3
4
Investasi
Perbaikan Tambak
Pompa
Kincir
Peralatan Tambak
1.00
1.00
1.00
Unit
Unit
Paket
Paket
2,500,000.00
2,000,000.00
500,000.00
Jumlah
II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Modal Kerja
Benih
Pakan
Kapur
Pupuk
Saponin
Probiotik
Desinfektan
Solar
Tenaga Kerja
Biaya Panen
Jumlah
2,500,000.00
2,000,000.00
500,000.00
5,000,000.00
25,000.00
350.00
500.00
50.00
50.00
27.00
50.00
1.00
6.00
1.00
ekor
kg
kg
kg
kg
kg
kg
Paket
Paket
Paket
25.00
10,000.00
500.00
3,500.00
2,500.00
50,000.00
11,000.00
500,000.00
700,000.00
437,500.00
625,000.00
3,500,000.00
250,000.00
175,000.00
125,000.00
1,350,000.00
550,000.00
500,000.00
4,200,000.00
437,500.00
11,712,500.00
5,000,000.00
11,712,500.00
16,712,500.00
No.
IV
1
2
a
b
Uraian
Rugi - Laba
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Modal Kerja
Penyusutan
Volume
Satuan
437.50 kg
Harga
50,000.00
21,875,000.00
12,337,500.00
Keuntungan
9,537,500.00
Per tahun
Rugi-Laba Tahunan
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Keuntungan
11,712,500.00
625,000.00
Jumlah
V
1
2
3
Nilai
0
19,075,000.00
875.00 kg
50,000.00
43,750,000.00
24,675,000.00
19,075,000.00
43,750,000.00
24,675,000.00
19,075,000.00
43,750,000.00
24,675,000.00
19,075,000.00
43,750,000.00
24,675,000.00
19,075,000.00
1.00
2.00
3.00
4.00
16,712,500.00
43,750,000.00
43,750,000.00
43,750,000.00
43,750,000.00
60,462,500.00
43,750,000.00
43,750,000.00
43,750,000.00
5,000,000.00
24,675,000.00
29,675,000.00
24,675,000.00
24,675,000.00
24,675,000.00
24,675,000.00
24,675,000.00
24,675,000.00
VI Cash Flow
A. Pemasukan
1 Modal Awal
2 Hasil Penjualan
Jumlah A
B Pengeluaran
1 Investasi
2 Biaya Operasional
Jumlah B
No.
Uraian
Volume
Satuan
Harga
Nilai
0
1
30,787,500.00
2
19,075,000.00
3
19,075,000.00
4
19,075,000.00
30,787,500.00
49,862,500.00
68,937,500.00
30,787,500.00
49,862,500.00
68,937,500.00
88,012,500.00
43,750,000.00
0.87
38,043,478.26
43,750,000.00
0.76
33,081,285.44
43,750,000.00
0.66
28,766,335.17
43,750,000.00
0.57
25,014,204.49
5,000,000.00
1.00
5,000,000.00
627,550,000.00
0.87
21,456,521.74
627,550,000.00
0.76
18,657,844.99
627,550,000.00
0.66
16,224,213.04
627,550,000.00
0.57
14,108,011.34
Net Cashflow
(5,000,000.00)
16,586,956.52
14,423,440.45
12,542,122.13
10,906,193.16
NVP df 15 %
49,458,712.27
C Balance
D Saldo Awal
E Saldo Akhir
VII Analisis Finansial
A Cash Inflow
df 15 %
Net Cash Inflow
B Cash Outflow
Investasi
df 15 %
Net Cash Outflow
1.66
Tahun Ke
1.00
3.18
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
0
I
1
2
3
4
Investasi
Perbaikan Tambak
Pompa
Kincir
Peralatan Tambak
1.00
1.00
1.00
1.00
Unit
Unit
Paket
Paket
2,500,000.00
2,000,000.00
12,000,000.00
500,000.00
Jumlah
II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Modal Kerja
Benih
Pakan
Kapur
Pupuk
Saponin
Probiotik
Desinfektan
Solar
Tenaga Kerja
Biaya Panen
Jumlah
2,500,000.00
2,000,000.00
12,000,000.00
500,000.00
17,000,000.00
150,000.00
3,150.00
500.00
50.00
50.00
137.00
50.00
1.00
6.00
1.00
ekor
kg
kg
kg
kg
kg
kg
Paket
Paket
Paket
25.00
10,000.00
500.00
3,500.00
2,500.00
50,000.00
11,000.00
2,000,000.00
1,400,000.00
2,250,000.00
3,750,000.00
31,500,000.00
250,000.00
175,000.00
125,000.00
6,850,000.00
550,000.00
2,000,000.00
8,400,000.00
2,250,000.00
55,850,000.00
17,000,000.00
55,850,000.00
72,850,000.00
IV
1
2
a
b
Rugi - Laba
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Modal Kerja
Penyusutan
2,250.00 kg
50,000.00
55,850,000.00
2,125,000.00
Jumlah
57,975,000.00
Keuntungan
54,525,000.00
Per tahun
V
1
2
3
112,500,000.00
Rugi-Laba Tahunan
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Keuntungan
109,050,000.00
4,500.00 kg
50,000.00
225,000,000.00
115,950,000.00
109,050,000.00
225,000,000.00
115,950,000.00
109,050,000.00
225,000,000.00
115,950,000.00
109,050,000.00
225,000,000.00
115,950,000.00
109,050,000.00
1.00
2.00
3.00
4.00
72,850,000.00
225,000,000.00
225,000,000.00
225,000,000.00
225,000,000.00
297,850,000.00
225,000,000.00
225,000,000.00
225,000,000.00
B Pengeluaran
1 Investasi
2 Biaya Operasional
Jumlah B
17,000,000.00
115,950,000.00
132,950,000.00
115,950,000.00
115,950,000.00
115,950,000.00
115,950,000.00
115,950,000.00
115,950,000.00
C Balance
164,900,000.00
109,050,000.00
109,050,000.00
109,050,000.00
164,900,000.00
273,950,000.00
383,000,000.00
273,950,000.00
383,000,000.00
492,050,000.00
VI Cash Flow
A. Pemasukan
1 Modal Awal
2 Hasil Penjualan
Jumlah A
D Saldo Awal
E Saldo Akhir
164,900,000.00
225,000,000.00
0.87
195,652,173.91
225,000,000.00
0.76
170,132,325.14
225,000,000.00
0.66
147,941,152.30
225,000,000.00
0.57
128,644,480.26
17,000,000.00
1.00
17,000,000.00
115,950,000.00
0.87
100,826,086.96
114,950,000.00
0.76
87,674,858.22
115,950,000.00
0.66
76,239,007.15
115,950,000.00
0.57
66,294,788.83
Net Cashflow
(17,000,000.00)
94,826,086.96
82,457,466.92
71,702,145.15
62,349,691.43
NVP df 15 %
294,335,390.45
B Cash Outflow
Investasi
df 15 %
Net Cash Outflow
1.85
Tahun Ke
1.00
5.45
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
0
I
1
2
3
4
Investasi
Perbaikan Tambak
Pompa
Kincir
Peralatan Tambak
1.00
1.00
1.00
1.00
Unit
Unit
Paket
Paket
2,500,000.00
4,000,000.00
24,000,000.00
500,000.00
Jumlah
II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Modal Kerja
Benih
Pakan
Kapur
Pupuk
Saponin
Probiotik
Desinfektan
Solar
Tenaga Kerja
Biaya Panen
Jumlah
2,500,000.00
4,000,000.00
24,000,000.00
500,000.00
31,000,000.00
250,000.00
5,625.00
500.00
50.00
50.00
190.00
50.00
1.00
6.00
1.00
ekor
kg
kg
kg
kg
kg
kg
Paket
Paket
Paket
25.00
10,000.00
500.00
3,500.00
2,500.00
50,000.00
11,000.00
6,500,000.00
2,800,000.00
3,125,000.00
6,250,000.00
56,250,000.00
250,000.00
175,000.00
125,000.00
9,500,000.00
550,000.00
6,500,000.00
16,800,000.00
3,125,000.00
99,525,000.00
31,000,000.00
99,525,000.00
130,525,000.00
No.
IV
1
2
a
b
Uraian
Rugi - Laba
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Modal Kerja
Penyusutan
Volume
Satuan
3,125.00 kg
Harga
50,000.00
312,500,000.00
206,800,000.00
105,700,000.00
312,500,000.00
206,800,000.00
105,700,000.00
312,500,000.00
206,800,000.00
105,700,000.00
312,500,000.00
206,800,000.00
105,700,000.00
1.00
2.00
3.00
4.00
130,525,000.00
312,500,000.00
312,500,000.00
312,500,000.00
312,500,000.00
443,025,000.00
312,500,000.00
312,500,000.00
312,500,000.00
31,000,000.00
206,800,000.00
237,800,000.00
206,800,000.00
206,800,000.00
206,800,000.00
206,800,000.00
206,800,000.00
206,800,000.00
156,250,000.00
103,400,000.00
Keuntungan
52,850,000.00
Per tahun
Rugi-Laba Tahunan
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Keuntungan
99,525,000.00
3,875,000.00
Jumlah
V
1
2
3
Nilai
0
105,700,000.00
6,250.00 kg
50,000.00
VI Cash Flow
A. Pemasukan
1 Modal Awal
2 Hasil Penjualan
Jumlah A
B Pengeluaran
1 Investasi
2 Biaya Operasional
Jumlah B
No.
Uraian
Volume
Satuan
Harga
Nilai
0
1
205,225,000.00
2
105,700,000.00
3
105,700,000.00
4
105,700,000.00
205,225,000.00
310,925,000.00
416,625,000.00
205,225,000.00
310,925,000.00
416,625,000.00
522,325,000.00
312,500,000.00
0.87
271,739,130.43
312,500,000.00
0.76
236,294,896.03
312,500,000.00
0.66
205,473,822.63
312,500,000.00
0.57
178,672,889.25
31,000,000.00
1.00
31,000,000.00
206,800,000.00
0.87
179,826,086.96
206,800,000.00
0.76
156,370,510.40
206,800,000.00
0.66
135,974,356.87
206,800,000.00
0.57
118,238,571.19
Net Cashflow
(31,000,000.00)
91,913,043.48
79,924,385.63
69,499,465.77
60,434,318.06
NVP df 15 %
270,771,212.94
C Balance
D Saldo Awal
E Saldo Akhir
VII Analisis Finansial
A Cash Inflow
df 15 %
Net Cash Inflow
B Cash Outflow
Investasi
df 15 %
Net Cash Outflow
1.44
Tahun Ke
1.00
2.83
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
0
I
1
2
3
4
5
6
7
8
Investasi
Para-para
Jukung
Peralatan Budidaya
Jangkar
Bambu
Tali PE Jangkar
Tali PE Rentang
Tali PE D 15
15.00
5.00
5.00
20.00
40.00
30.00
165.00
100.00
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
Unit
125,000.00
1,250,000.00
200,000.00
50,000.00
10,000.00
20,000.00
20,500.00
20,000.00
Jumlah
II
1
2
3
4
Modal Kerja
Bibit
Tenaga Kerja Tetap
Tenaga Kerja Tidak Teta
Biaya lain
Jumlah
1,875,000.00
6,250,000.00
1,000,000.00
1,000,000.00
400,000.00
600,000.00
3,382,500.00
2,000,000.00
16,507,500.00
3,000.00
10.00
5.00
1.00
kg
orang
orang
paket
1,500.00
425,000.00
325,000.00
3,139,200.00
4,500,000.00
4,250,000.00
1,625,000.00
3,139,200.00
13,514,200.00
16,507,500.00
13,514,200.00
30,021,700.00
No.
IV
1
2
a
b
Uraian
Rugi - Laba
Hasil Produksi
Biaya-biaya
Modal Kerja
Penyusutan
Volume
Satuan
12,000.00 kg
Harga
4,000.00
192,000,000.00
54,468,750.00
137,531,250.00
192,000,000.00
54,468,750.00
137,531,250.00
192,000,000.00
54,468,750.00
137,531,250.00
192,000,000.00
54,468,750.00
137,531,250.00
1.00
2.00
3.00
4.00
30,021,700.00
192,000,000.00
192,000,000.00
192,000,000.00
192,000,000.00
222,021,700.00
192,000,000.00
192,000,000.00
192,000,000.00
16,507,500.00
54,468,750.00
70,976,250.00
54,468,750.00
54,468,750.00
54,468,750.00
54,468,750.00
54,468,750.00
54,468,750.00
48,000,000.00
13,514,200.00
117,187.50
Jumlah
13,631,387.50
Keuntungan
34,368,612.50
Per tahun
V
1
2
3
Nilai
0
Rugi-Laba Tahunan
Hasil Produksi
Biaya Operasional
Keuntungan
137,474,450.00
48,000.00 kg
4,000.00
VI Cash Flow
A. Pemasukan
1 Modal Awal
2 Hasil Penjualan
Jumlah A
B Pengeluaran
1 Investasi
2 Biaya Operasional
Jumlah B
Uraian
Volume
Satuan
Harga
Nilai
0
1
151,045,450.00
2
137,531,250.00
3
137,531,250.00
4
137,531,250.00
151,045,450.00
288,576,700.00
426,107,950.00
151,045,450.00
288,576,700.00
426,107,950.00
563,639,200.00
192,000,000.00
0.87
166,956,521.74
192,000,000.00
0.76
145,179,584.12
192,000,000.00
0.66
126,243,116.63
192,000,000.00
0.57
109,776,623.15
16,507,500.00
1.00
16,507,500.00
54,468,750.00
0.87
47,364,130.43
54,468,750.00
0.76
41,186,200.38
54,468,750.00
0.66
35,814,087.29
54,468,750.00
0.57
31,142,684.60
Net Cashflow
(16,507,500.00)
119,592,391.30
103,993,383.74
90,429,029.34
78,633,938.56
NVP df 15 %
376,141,242.95
Balance
Saldo Awal
Saldo Akhir
Analisis Finansial
Cash Inflow
df 15 %
Net Cash Inflow
Cash Outflow
Investasi
df 15 %
Net Cash Outflow
3.19
Tahun Ke
1.00
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
0
I Investasi
1 Pembuatan Kolam
1.00 Unit
20,000,000.00
Jumlah
II
1
2
3
Modal Kerja
Benih
Pakan
Biaya Lain
20,000,000.00
20,000,000.00
8,300.00 ekor
21,600.00 kg
1.00 paket
3,000.00
2,500.00
15,780,000.00
Jumlah
24,900,000.00
54,000,000.00
15,780,000.00
94,680,000.00
20,000,000.00
94,680,000.00
Jumlah
IV Rugi - Laba
1 Hasil Produksi
2 Biaya-biaya
Benih
Pakan
Penyusutan
Jumlah
114,680,000.00
2,697.50 kg
8,300.00 ekor
21,600.00 kg
70,000.00
188,825,000.00
3,000.00
2,500.00
24,900,000.00
54,000,000.00
3,333,333.33
82,233,333.33
No.
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
Keuntungan
106,591,666.67
Per tahun
159,887,500.00
V Rugi-Laba Tahunan
1 Hasil Produksi
4,046.25
2 Biaya-biaya
Benih
12,450.00
Pakan
32,400.00
Kapur
Tenaga Kerja
Penyusutan
Biaya Modal
Jumlah
Keuntungan
kg
ekor
kg
kg
orang
Tahun
70,000.00
283,237,500.00
283,237,500.00
283,237,500.00
283,237,500.00
3,000.00
2,500.00
-
37,350,000.00
81,000,000.00
5,000,000.00
123,350,000.00
159,887,500.00
37,350,000.00
81,000,000.00
5,000,000.00
123,350,000.00
159,887,500.00
37,350,000.00
81,000,000.00
5,000,000.00
123,350,000.00
159,887,500.00
37,350,000.00
81,000,000.00
5,000,000.00
123,350,000.00
159,887,500.00
114,680,000.00
283,237,500.00
283,237,500.00
283,237,500.00
283,237,500.00
397,917,500.00
283,237,500.00
283,237,500.00
283,237,500.00
VI Cash Flow
A. Pemasukan
1 Modal Awal
2 Hasil Penjualan
Jumlah A
No.
Uraian
Volume
Satuan
Harga
Nilai
0
B Pengeluaran
1 Investasi
Benih
Pakan
Tenaga Kerja
Penyusutan
Biaya Modal
Jumlah B
C Balance
D Saldo Awal
20,000,000.00
37,350,000.00
81,000,000.00
5,000,000.00
-
37,350,000.00
81,000,000.00
5,000,000.00
-
37,350,000.00
81,000,000.00
5,000,000.00
-
37,350,000.00
81,000,000.00
5,000,000.00
-
143,350,000.00
123,350,000.00
123,350,000.00
123,350,000.00
254,567,500.00
159,887,500.00
159,887,500.00
159,887,500.00
254,567,500.00
414,455,000.00
574,342,500.00
254,567,500.00
414,455,000.00
574,342,500.00
734,230,000.00
283,237,500.00
0.87
246,293,478.26
283,237,500.00
0.76
214,168,241.97
283,237,500.00
0.66
186,233,253.88
283,237,500.00
0.57
161,941,959.90
123,350,000.00
0.87
107,260,869.57
139,032,608.70
123,350,000.00
0.76
93,270,321.36
120,897,920.60
123,350,000.00
0.66
81,104,627.27
105,128,626.61
123,350,000.00
0.57
70,525,762.84
91,416,197.05
E Saldo Akhir
Tahun Ke
20,000,000.00
1.00
20,000,000.00
(20,000,000.00)
436,475,352.97
2.17
1.00
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
0
I Investasi
1 Pembuatan Kolam
1.00 Unit
15,000,000.00
Jumlah
II
1
2
3
Modal Kerja
Benih
Pakan
Biaya Lain
16,000.00 ekor
8,320.00 kg
1.00 paket
600.00
4,000.00
8,576,000.00
9,600,000.00
33,280,000.00
8,576,000.00
51,456,000.00
15,000,000.00
51,456,000.00
Jumlah
Per tahun
15,000,000.00
15,000,000.00
Jumlah
IV Rugi - Laba
1 Hasil Produksi
2 Biaya-biaya
Benih
Pakan
Penyusutan
Jumlah
Keuntungan
66,456,000.00
6,400.00 kg
16,000.00 ekor
8,320.00 kg
10,000.00
64,000,000.00
600.00
4,000.00
9,600,000.00
33,280,000.00
1,875,000.00
44,755,000.00
19,245,000.00
38,490,000.00
No.
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
0
V Rugi-Laba Tahunan
1 Hasil Produksi
12,800.00
2 Biaya-biaya
Benih
32,000.00
Pakan
16,640.00
Kapur
Tenaga Kerja
Penyusutan
Biaya Modal
Jumlah
Keuntungan
kg
ekor
kg
kg
orang
Tahun
10,000.00
128,000,000.00
128,000,000.00
128,000,000.00
128,000,000.00
600.00
4,000.00
-
19,200,000.00
66,560,000.00
3,750,000.00
89,510,000.00
38,490,000.00
19,200,000.00
66,560,000.00
3,750,000.00
89,510,000.00
38,490,000.00
19,200,000.00
66,560,000.00
3,750,000.00
89,510,000.00
38,490,000.00
19,200,000.00
66,560,000.00
3,750,000.00
89,510,000.00
38,490,000.00
66,456,000.00
128,000,000.00
128,000,000.00
128,000,000.00
128,000,000.00
194,456,000.00
128,000,000.00
128,000,000.00
128,000,000.00
15,000,000.00
19,200,000.00
66,560,000.00
3,750,000.00
-
19,200,000.00
66,560,000.00
3,750,000.00
-
19,200,000.00
66,560,000.00
3,750,000.00
-
19,200,000.00
66,560,000.00
3,750,000.00
-
VI Cash Flow
A. Pemasukan
1 Modal Awal
2 Hasil Penjualan
Jumlah A
B Pengeluaran
1 Investasi
Benih
Pakan
Tenaga Kerja
Penyusutan
Biaya Modal
No.
Uraian
Volume
Satuan
Nilai
Harga
0
Jumlah B
104,510,000.00
89,510,000.00
89,510,000.00
89,510,000.00
89,946,000.00
38,490,000.00
38,490,000.00
38,490,000.00
89,946,000.00
128,436,000.00
166,926,000.00
89,946,000.00
128,436,000.00
166,926,000.00
205,416,000.00
128,000,000.00
0.87
111,304,347.83
128,000,000.00
0.76
96,786,389.41
128,000,000.00
0.66
84,162,077.75
128,000,000.00
0.57
73,184,415.44
15,000,000.00
1.00
15,000,000.00
89,510,000.00
0.87
77,834,782.61
89,510,000.00
0.76
67,682,419.66
89,510,000.00
0.66
58,854,277.96
89,510,000.00
0.57
51,177,633.01
Net Cashflow
(15,000,000.00)
33,469,565.22
29,103,969.75
25,307,799.79
22,006,782.42
NVP df 15 %
Net B/C Ratio
PBP
94,888,117.18
1.35
1.00
C Balance
D Saldo Awal
E Saldo Akhir
VII Analisis Finansial
A Cash Inflow
df 15 %
Net Cash Inflow
B Cash Outflow
Investasi
df 15 %
Net Cash Outflow
Tahun Ke
217
No.
Uraian
Tahun
0
A. Arus Masuk
1. Total Penjualan
2. Kredit
- Investasi
- Modal Kerja
81,000,000
23,520,000
3. Modal Sendiri
- Investasi
- Modal Kerja
54,000,000
15,680,000
174,200,000
-
135,000,000
39,200,000
174,200,000
174,200,000
-
332,100,000
332,100,000
332,100,000
332,100,000
292,900,000
332,100,000
332,100,000
48,000,000
380,100,000
380,100,000
196,000,000
34,840,000
12,712,233
4,978,165
12,000,000
260,530,398
212,978,165
235,200,000
34,840,000
7,834,633
5,709,805
12,000,000
295,584,438
252,909,805
235,200,000
34,840,000
2,957,033
6,441,445
12,000,000
291,438,478
253,641,445
71,569,602
36,515,562
88,661,522
(174,200,000)
1.0000
(174,200,000)
79,921,835
0.8772
70,106,873
79,190,195
0.7695
60,934,284
126,458,555
0.6750
85,355,923
E. Cummulative
(174,200,000)
(104,093,127)
(43,158,844)
42,197,079
42,197,079
26.84 %
1.24
2.5 Tahun
218
Uraian
Tahun
0
550,800,000
550,800,000
550,800,000
293,093,000
-
550,800,000
480,307,000
550,800,000
550,800,000
73,000,000
623,800,000
623,800,000
352,465,000
58,618,600
21,377,852
6,699,622
439,161,074
359,164,622
442,958,000
58,618,600
13,171,248
7,930,613
502,678,461
430,888,613
422,958,000
58,618,600
4,964,644
9,161,603
495,702,847
432,119,603
111,638,926
48,121,539
128,097,153
121,142,378
0.8772
106,265,244
119,911,387
0.7695
92,267,919
191,680,397
0.6750
129,378,808
(186,827,756)
(94,559,838)
34,818,970
A. Arus Masuk
1. Total Penjualan
2. Kredit
- Investasi
- Modal Kerja
3. Modal Sendiri
- Investasi
- Modal Kerja
4. Nilai Sisa Proyek
Total Arus Masuk
Arus Masuk untuk Menghitung IR
133,560,000
42,295,800
89,040,000
28,197,200
(293,093,000)
34,818,970
20.41 %
1.12
2.7 Tahun
Uraian
Pendapatan
Dana Modal Sendiri
Kredit Investasi
Kredit Modal Kerja
Jumlah
290,791
828,840
51,872
989,304
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
1,050,000
52,500
52,500
52,500
52,500
52,500
52,500
52,500
52,500
52,500
56,000
525,000
129,500
122,132
3,814
114,536
1,003,483
56,000
525,000
129,500
110,853
5,506
114,536
993,895
56,000
525,000
129,500
99,573
7,198
114,536
984,308
56,000
525,000
129,500
88,294
8,890
114,536
974,720
56,000
525,000
129,500
77,014
10,582
114,536
965,132
56,000
525,000
129,500
65,735
12,274
114,536
955,545
56,000
525,000
129,500
54,455
13,966
114,536
945,887
56,000
525,000
129,500
43,178
15,658
114,536
938,370
56,000
525,000
129,500
31,898
17,350
114,536
928,782
56,105
281,494
0.71818
202,185
(404,524)
35,892
279,802
0.60863
170,296
(124,822)
75,280
278,110
0.51579
143,446
153,288
84,868
276,418
0.43711
120,825
419,864
94
274,726
0.37043
101,787
395,551
104,043
273,034
0.31393
85,712
374,802
113,630
271,342
0.28660
72,187
357,055
123,218
269,650
0.22646
60,794
341,838
895,200
74,104
989,304
279,075
25.85 %
1.288
46,517
283,186
0.84746
239,988
(686,118)
Uraian
18,480,000
42,700,000
420,000
123,669,000
123,669,000
123,669,000
123,669,000
123,669,000
61,600,000
-
123,669,000
123,669,000
123,669,000
123,669,000
123,669,000
123,669,000
123,669,000
123,669,000
123,669,000
123,669,000
91,047,600
21,770,000
4,971,313
2,331,313
120,120,226
93,378,913
91,047,600
21,350,000
1,734,688
2,816,807
116,949,094
93,864,497
91,047,600
91,047,600
91,047,600
3,077,010
94,124,610
94,124,610
3,077,010
94,124,610
94,124,610
3,077,010
94,124,610
94,124,610
3 Total cashflow
3,548,774
6,719,906
29,544,390
29,544,390
29,544,390
4 Kumulatif Cashflow
3,548,774
10,268,680
39,813,070
69,357,460
98,901,850
30,290,087
29,804,593
29,544,390
29,544,390
29,544,390
1 Inflow
a. Pendapatan
b. Dana Sendiri
c. Kredit Investasi
d. Kredit Modal Kerja
e. Nilai Sisa
Jumlah
Inflow untuk IRR
2 Outflow
a. Biaya Investasi
b. Biaya Modal Kerja
c. Biaya Operasional
d. Angsuran Pokok
e. Biaya Bunga Bank
f. Pajak 15 %
Jumlah
Outflow untuk IRR
60,540,000
569,048
61,109,048
61,109,048
(61,109,048)
38,773,513
1.63
39.69 %
2.53
1.46
221
Rachability Matrix
jenis
Eij
A
0
O
0
V
1
X
1
Eji
1
0
0
1
5
1
1
0
0
1
5
1
1
0
0
1
222
D
L
2
3
DP
4
1
4
1
3
2
4
1
R
5
5
3
2
2
1
1
2
3
3
SIM Final
F. Revisi SS
2
3
1
V
V
1
A
2
3
4
5
4
A
A
A
5
V
A
X
V
D
Power Dependence
e
G. Matrik Driver
Data x
y
1
2
5
2
4
5
3
4
3
4
4
2
5
3
2
m model struk
ktural
H. Diagram
223
A.
B.
1
2
3
4
5
6
7
Rachability Matrix
jenis
Eij
A
0
O
0
V
1
X
1
Eji
1
0
0
1
3
4
5
2
4
3
6
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
4
2
4
3
5
2
224
DP
R
4
5
4
4
5
4
5
2
1
2
2
1
1
1
F. Revisi SS
SIM Final
1
2
3
1
A
V
2
A
3
4
5
6
7
4
V
X
O
5
O
O
X
X
G.
G Matrik Driiver Power Dependence
D
Data x
y
1
3
4
2
5
5
3
4
4
4
6
4
5
4
5
6
4
4
7
5
5
H. Diagram model
m
strukttural
6
O
X
X
A
V
7
X
X
O
X
X
O
225
A.
B.
1
2
3
4
5
Rachability Matrix
jenis
Eij
A
0
O
0
V
1
X
1
Eji
1
0
0
1
5
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
4
2
R
3
1
2
3
1
4
5
1
0
0
0
1
2
2
226
4
2
2
2
2
1
2
2
2
2
4
A
A
A
5
V
A
X
V
y
4
3
2
1
2
4
2
2
2
2
Diagram
D
mod
del struktural
227
A.
B.
1
2
3
4
5
6
7
Rachability Matrix
jenis
Eij
A
0
O
0
V
1
X
1
Eji
1
0
0
1
5
0
1
1
1
0
0
0
6
0
1
1
1
1
0
1
7
A
O
O
O
X
X
7
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
6
0
1
1
7
1
0
0
0
0
0
228
4
5
6
7
0
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
D
L
5
1
4
2
4
2
3
3
5
1
4
2
3
3
DP
R
4
5
4
4
4
3
4
2
1
2
2
2
3
2
4
A
A
A
5
V
A
X
V
y
5
4
4
3
5
4
3
4
5
4
4
4
3
4
6
V
X
V
V
V
7
V
A
X
V
X
A
229
A.
B.
1
2
3
4
5
6
Tenttukan Eleme
en Yang ingin
n dikaji : TUJ
JUAN
Tentukan Sub Ele
emennya :
Penin
ngkatan jumla
ah dan penda
apatan nelaya
an
Penin
ngkatan PAD
Peng
gembangan daerah
Keterrjaminan pasa
ar produk perrikanan budid
daya
Penin
ngkatan invesstasi
Optim
malisasi poten
nsi SDI
Rachability Matrix
jenis
Eij
A
0
O
0
V
1
X
1
Eji
1
0
0
1
C. Membua
at tabel SSIM (STRUCTUR
RAL SELF
INTERACTIION MATRIX) awal
1
2
3
4
5
1
X
V
A
X
2
V
A
X
3
O
X
4
A
5
6
6
X
O
O
O
X
230
6
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
5
1
4
2
4
2
2
4
4
A
A
A
6
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
5
1
3
3
5
V
A
X
V
6
V
X
V
V
V
V
A
X
V
X
A
V
A
X
V
X
A
X
V
A
X
V
X
A
X
X
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
231
F. Diagram model
m
struktural
A.
B.
1
2
3
4
5
6
7
8
en Yang ingin
n dikaji :
Tenttukan Eleme
KEBERHASILAN
emennya :
Tentukan Sub Ele
Penu
urunan angka kemiskinan dan
d pengangguran
Penin
ngkatan pend
dapatan nelayyan pembudid
daya
Penin
ngkatan PAD dan PNBP
Penin
ngkatan harga
a ikan
Penin
ngkatan nilai dan volume produksi
p
Penin
ngkatan pang
gsa pasar
Penin
ngkatan invesstasi
Kebe
erlanjutan bud
didaya dan SD
DI
Rachability Matrix
jenis
Eij
A
0
O
0
V
1
X
1
Eji
1
0
0
1
C. Membua
at tabel SSIM (STRUCTUR
RAL SELF IN
NTERACTION
N MATRIX)
232
awal
1
1
2
3
4
5
6
7
8
V
X
X
X
A
X
V
A
A
X
X
X
X
X
6
1
1
0
0
1
1
0
1
7
1
1
1
1
1
1
1
0
X
X
A
A
V
X
O
V
O
O
X
O
O
8
1
1
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
6
2
5
3
6
2
6
2
6
1
1
0
0
1
1
0
1
5
3
7
1
1
1
1
1
1
1
0
7
1
1
1
0
0
1
1
1
0
5
3
8
0
1
0
0
1
0
0
1
3
4
233
DP
R
6
8
3
4
7
7
6
2
3
1
5
4
2
2
3
6
4
A
A
A
5
V
A
X
V
6
V
X
V
V
V
7
V
A
X
V
X
A
8
V
A
X
V
X
A
X
V
A
X
V
X
A
X
X
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
234
A.
B.
1
2
3
4
5
6
Tenttukan Eleme
en Yang ingin
n dikaji : AKT
TIVITAS
Tentukan Sub Ele
emennya :
Koord
dinasi antar sektor
s
Perumusan perda
a
m kondusif dan
n aman
Mencciptakan iklim
Kemu
udahan aksess terhadap teknologi dan in
nformasi
Monitoring dan pe
engelolaan pe
erikanan budid
daya
alisasi kelayakan perikanan budidaya
Sosia
Rachability Matrix
Eij
jenis
0
A
0
O
1
V
1
X
Eji
1
0
0
1
C. Membua
at tabel SSIM (STRUCTUR
RAL SELF
INTERACTIION MATRIX) awal
1
2
3
4
5
6
1
X
X
X
X
X
2
X
A
V
X
3
O
O
A
4
X
X
5
O
6
D.RM (Reac
chability Mattrix)
4
1
2
3
1
1
1
1
1
6
1
235
2
3
4
5
6
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
0
1
6
1
5
2
4
3
5
2
4
A
A
A
y
6
5
4
5
4
3
6
5
3
4
5
4
1
0
0
1
0
1
4
3
3
4
5
V
A
X
V
6
1
1
0
1
1
0
6
V
X
V
V
V
V
A
X
V
X
A
V
A
X
V
X
A
X
V
A
X
V
X
A
X
X
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
236
A.
B.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tenttukan Eleme
en Yang ingin
n dikaji : PEL
LAKU
Tentukan Sub Ele
emennya :
Nelayyan
Pemb
budidaya
Bankk (lembaga ke
euangan)
Pemkkab
Pemp
prop
Pemp
pus
Perguruan tinggi
at
Cama
Lurah
h
Masy
yarakat sekita
ar
Rachability Matrix
jenis
Eij
A
0
O
0
V
1
X
1
Eji
1
0
0
1
C. Membua
at tabel SSIM (STRUCTUR
RAL SELF IN
NTERACTION
N MATRIX) aw
wal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
X
X
X
X
X
X
X
1
X
X
237
2
3
4
5
6
7
8
9
10
X
V
X
V
X
X
V
X
X
5
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
6
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
X
O
A
A
A
7
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
X
V
X
X
X
V
8
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
X
V
X
X
X
V
X
9
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
X
X
A
A
A
X
A
A
10
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
10
1
10
1
5
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10
1
10
1
10
1
4
3
10
1
10
1
4
A
5
V
6
V
7
V
8
V
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
V
10
A
238
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
A
A
X
V
X
V
V
V
A
X
V
X
A
A
X
V
X
A
X
A
X
V
X
A
X
X
A
A
A
A
A
A
A
A
A.
B.
1
Tenttukan Eleme
en Yang ingin
n dikaji : TOL
LOK UKUR
Tentukan Sub Ele
emennya :
Penin
ngkatan jumla
ah dan penda
apatan nelaya
an pembudida
aya
A
A
A
A
A
A
A
A
A
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
239
2
3
4
5
6
Peningkatan PAD
Peningkatan investasi
Keterjaminan pasar
Pengembangan daerah
Peningkatan harga ikan
Rachability Matrix
jenis
Eij
A
0
O
0
V
1
X
1
Eji
1
0
0
1
6
X
X
X
V
A
6
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
3
4
6
1
4
3
2
5
6
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
4
3
5
2
240
4
A
A
A
5
V
A
X
V
Diagram
D
mod
del struktural
6
V
X
V
V
V
241
1. Pelaksanaan Penelitian
242
243
244
245
c) Tombak
246
e) Bagan
g) Tramel Net
h) Purse Seine
247
a) Produk Pembenihan
248
249
250
Home
Selamat Datang
Status Log in
Menu
SDI
Kesesuaian Lahan
Pemilihan Teknologi
Penangkapan
Pemilihan Komoditas
Potensial
Kelayakan Usaha
Strategi Pengembangan
Kelembagaan
In Put Data
Menu
SDI
Kesesuaian Lahan
Pemilihan Teknologi
Penangkapan
Pemilihan Komoditas
Potensial
Kelayakan Usaha
Strategi Pengembangan
Kelembagaan
Produksi
Pelagis
Demersal
Crustacea
Ikan Lainnya
Trip per Tahun
Pelagis
Demersal
Crustacea
Ikan Lainnya
CPUE
Pelagis
Demersal
Crustacea
Ikan Lainnya
MSY
Pelagis
Demersal
Crustacea
Ikan Lainnya
251
Menu
SDI
Kesesuaian Lahan
Pemilihan Teknologi
Penangkapan
Pemilihan Komoditas
Potensial
Kelayakan Usaha
Strategi Pengembangan
Kelembagaan
Faktor Utama
Suhu
Salinitas
DO
TOM
Orthoposfat
Arus
Poluasi
Alga Bloom
Organisme Patogen
Faktor Pendukung
Kedalaman
Keterlindungan
Substrat
Faktor Tambahan
Aspek Legal
Kemudahan Akses
Konflik
Keamanan
Akses dengan Pasar
Hasil
No
Lokasi
Utama
Menu
SDI
Kesesuaian Lahan
Pemilihan Teknologi
Penangkapan
Pemilihan Komoditas
Potensial
Kelayakan Usaha
Strategi Pengembangan
Kelembagaan
Tidak destruktif
Tidak membahayakan
nelayan
Menghaslkan ikan
bermutu
Produk tidak
membahayakan
konsumen
Hasil Tangkapan
terbuang minimum
Dampak terhadap
keaneka ragaman
sumberdaya hayati
minimum
Tidak menangkap
spesies yang dilindungi
Nilai per
Faktor
Nilai
Total
Ket
Nilai
Total
Ket
dst
Hasil
No
Lokasi
Nilai per
Faktor
Utama
dst
252
Menu
SDI
Kesesuaian Lahan
Pemilihan Teknologi
Penangkapan
Pemilihan Komoditas
Potensial
Kelayakan Usaha
Strategi Pengembangan
Kelembagaan
Menu
SDI
Kesesuaian Lahan
Pemilihan Teknologi
Penangkapan
Pemilihan Komoditas
Potensial
Kelayakan Usaha
Strategi Pengembangan
Kelembagaan
Input Data
Hasil
Kelayakan komoditas
Ketersediaan dan
kemudahan teknologi
Nilai ekonomis
Peluang pasar
Penyerapan tenaga
kerja
Dampak ganda thd
sektor lain
Dampak terhadap
lingkungan
No
Input Data
Nilai Total
Ket
Hasil
No
JenisAlat
Tangkap
Alat Tangkap/
Komoditas
NPV
IRR
B/ C
253
Menu
Input Data
SDI
Hasil
Kesesuaian Lahan
Pemilihan Teknologi
Penangkapan
Pemilihan Komoditas
Potensial
Kelayakan Usaha
Strategi Pengembangan
Kelembagaan
Perbandingan
Berpasangan
Fokus
Faktor
Tujuan
Alternatif
Input Data
Hasil
Menu
SDI
Kesesuaian Lahan
Pemilihan Teknologi
Penangkapan
Pemilihan Komoditas
Potensial
Kelayakan Usaha
Strategi Pengembangan
Kelembagaan
Pengguna
Kebutuhan
Kendala
Perubahan
Tujuan
Keberhasilan
Aktivitas yang
Dibutuhkan
Pelaku
Tolok Ukur