Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Kemunculan berbagai macam skandal antara auditor dan kliennya (teraudit)
menyebabkan penurunan kepercayaan publik terhadap profesionalisma auditor. Hal ini
tidak dapat dihindarkan karena posisi auditor yang mengakibatkan ia tidak dapat
bertindak profesional. Di dalam pedoman Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG, 2006) dikatakan bahwa auditor dipilih dan diangkat oleh RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham) melalui dewan komisaris. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak
didapati RUPS menyerahkan kewenangannya kepada dewan direksi. Dalam kondisi
demikian, dewan direksi memiliki posisi yang lebih kuat untuk mengatur pelaksanaan
audit terhadap laporan keuangan perusahaan. Di sisi auditor, kelangsungan usaha
mungkin juga menjadi pertimbangan ketika menerima penugasan audit. Hal ini
mengakibatkan auditor tidak dapat bertindak profesional sehingga pada gilirannya tidak
dapat bertindak independen. Kasus Enron menunjukkan bukti bahwa auditor tidak
berdaya menghadapi teraudit ketika teraudit dapat memberikan pendapatan yang besar
bagi dirinya (Zeff, 2003).
Munculnya skandal-skandal audit menimbulkan reaksi dari IAI (Ikatan Akuntan
Indonesia), IAPI (Institute Akuntan Publik Indonesia), dan pemerintah untuk mengatur
pekerjaaan akuntan dan auditor. Untuk meningkatkan profesionalisma auditor, IAI dan
IAPI telah membuat kebijakan untuk mengatur kembali proses pendidikan akuntansi di
Indonesia (Akuntan Indonesia, 2012: 8). Kebijkan ini dilakukan untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan auditor. Di samping itu, Pemerintah Indonesia juga telah
mengesahkan UU Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan
Pemerintah Nomor 84 Tahun 2012 tentang Komite Profesi Akuntan Publik. Salah satu
tugas Komite Profesi Akuntan Publik adalah memberikan pertimbangan terhadap
kebijakan pemberdayaan, pembinaan, dan pengawasan akuntan publik dan KAP. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan, tata kelola yang baik, dan
keperluan perpajakan.
Kebijakan IAI dan IAPI serta pengesahan dua peraturan di atas diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pekerjaan auditor dan pada akhirnya akan meningkatkan
kepercayaan publik terhadap pasar modal Indonesia. Di sisi lain, kedua peraturan di atas
meningkatkan risiko bagi auditor dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini dapat
menimbulkan kekhawatiran bagi auditor bahwa ia kemungkinan akan mendapat sanksi
profesional ketika keliru dalam memberikan opini audit. Kekhawatiran auditor
mendapat sanksi profesional memungkinkan auditor berhati-hati dalam memberikan
opini. Hal ini akan meningkatkan independensi auditor. Oleh karena itu, kekhawatiran
mendapat sanksi profesional tidak hanya dipengaruhi oleh ada tidaknya peraturan yang
mengatur tetapi juga apakah peraturan tersebut dilaksanakan dengan baik atau tidak.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah kekhawatiran mendapat sanksi
profesional berperan penting dalam peningkatan kinerja auditor.
Penelitian ini
mendasarkan pada teori kognitif sosial (social cognitive theory). Teori kognitif sosial
menyatakan bahwa dalam membuat keputusan individu terdapat tiga elemen yang
saling terkait satu sama lain yaitu perilaku, kognitif, dan lingkungan. Pengembangan
kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat orang tersebut membuat
keputusan. Anggraini et al. (2013) menemukan bahwa pengembangan profesionalisma
auditor dipengaruhi oleh tempat auditor bekerja. Hal ini berarti lingkungan kerja
berpengaruh terhadap kognitif, yang ditunjukkan oleh profesionalisma. Selain itu,
lingkungan kerja juga berpengaruh terhadap perilaku, yang ditunjukkan oleh
independensi. Penelitian ini mengidentifikasi lingkungan hukum sebagai faktor yang
diduga berpengaruh terhadap pengembangan kognitif dan perilaku seseorang. Berdasar
teori kognitif sosial, kekhawatiran mendapat sanksi profesional merupakan suatu hasil
proses kognitif yang terbentuk dari pengalaman individu dalam mempersepsikan
lingkungan hukum. Pengalaman auditor di dalam suatu lingkungan hukum akan
menimbulkan persepsi dan penilaian terhadap risiko terkena sanksi profesional. Hal ini
akan menimbulkan tingkat kekhawatiran mendapat sanksi profesional.
Penelitian ini menunjukkan bukti empiris bahwa pertama, tidak ada perbedaan
kekhawatiran mendapat sanksi profesional antara auditor yang bekerja di KAP big 4
maupun non big 4. Kedua, terdapat pengaruh kekhawatiran mendapat sanksi profesional
pada independensi auditor. Hal ini berarti mendukung teori kognitif sosial bahwa
kognitif berpengaruh pada perilaku. Ketiga, terdapat efek moderasi kekhawatiran
mendapat sanksi profesional pada hubungan antara profesionalisma dan independensi
auditor. Akan tetapi efek moderasi ini berkebalikan dengan hipotesis karena efek
moderasi bersifat negatif. Hal ini berarti profesionalisma dan kekhawatiran mendapat
sanksi profesional bersifat substitusi dalam meningkatkan independensi auditor. Jika
auditor kurang profesional tetapi ia memiliki tingkat kekhawatiran mendapat sanksi
profesional yang tinggi maka independensinya akan tinggi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada pemerintah dan Komite
Profesi Akuntan Publik mengenai peran penegakan hukum (law enforcement) dalam
meningkatkan kinerja auditor dan akhirnya juga kualitas laporan keuangan. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti terhadap peran pelaksanaan aturan
yang efektif dalam mengubah perilaku auditor menuju ke arah yang lebih baik.
4 (Favere-Marches, 2000; Khurara dan Raman, 2004; Francis dan Wang, 2008; dan
Michas, 2011).
investor akan mempengaruhi perilaku auditor. Francis dan Wang (2008) menemukan
bahwa tingkat perlindungan investor di suatu negara memiliki pengaruh kuat pada
kinerja KAP big 4. KAP big 4 yang beroperasi di negara dengan tingkat perlindungan
investor yang lemah menunjukkan kualitas audit yang tidak lebih bagus dibandingkan
KAP non big 4. Tingkat perlindungan investor yang lemah mengakibatkan teraudit
berani untuk menekan auditor agar memenuhi keinginan dirinya (Fan dan Wong, 2005).
Di sisi lain, auditor juga berani untuk tidak bertindak independen karena risiko litigasi
yang dihadapinya rendah (Francis et al., 2002; Francis dan Wang, 2008). Auditor di
Indonesia kemungkinan juga cenderung untuk bertindak tidak independen karena
menurut La Porta et al., (2006), Indonesia termasuk negara dengan karakteristik tingkat
perlindungan investor yang lemah.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki karakteristik
kepemilikan yang terkonsentrasi (Siregar, 2006). Kepemilikan yang terkonsentrasi
mengakibatkan ekspropriasi dari pemegang saham mayoritas pada pemegang saham
minoritas. Dominasi pemegang saham mayoritas di dalam perusahaan juga ditunjukkan
oleh kurangnya pemisahan yang jelas antara manager dan pemegang saham mayoritas
karena manager juga dijabat oleh pemegang saham mayoritas. Di dalam perusahaan
yang kepemilikannya terkonsentrasi pada keluarga, manager atau direksi dan komisaris
yang bukan independen umumnya berasal atau masih memiliki hubungan keluarga
dengan pemegang saham mayoritas. Dalam kondisi ini, komisaris independen pun
kemungkinan juga tidak dapat berfungsi secara optimal karena dominasi pemegang
saham mayoritas yang sangat kuat. Bahkan berdasarkan penelusuran terhadap hasil
rapat umum pemegang saham (RUPS),
sama di masa depan. Hal ini berarti, munculan negatif dari suatu tindakan yang diambil
akan menurunkan bias kognitif yang terjadi dalam pemrosesan informasi yang
dilakukan oleh auditor. Semakin tinggi risiko mendapatkan sanksi profesional semakin
tinggi kekhawatiran auditor mendapat sanksi profesional dan selanjutnya kekhawatiran
ini akan meningkatkan independensi bagi auditor.
Apabila aturan-aturan yang berlaku tersebut dapat dijalankan dengan baik maka
auditor yang melanggar aturan akan terkena sanksi oleh organisasi profesinya atau
pemerintah. Menurut UU Nomor 5 Tahun 2011, ancaman hukuman yang dapat
dijatuhkan pada akuntan publik atau auditor tidak hanya sebatas pada pemberian sanksi
dengan melakukan pembekuan sementara atau pencabutan ijin untuk berpraktik, tetapi
pemerintah juga berwenang untuk menjatuhkan ancaman pidana kepada auditor yang
melakukan pelanggaran etika profesi yang berat.
Melumad dan Thoman (1990) menemukan bahwa adanya ancaman litigasi
memungkinkan auditor memutuskan untuk bekerja dan membuat laporan secara benar
mengenai temuan-temuannya untuk mengurangi prospek terjadinya kerugian di masa
depan. Ancaman litigasi yang tinggi menyebabkan auditor berusaha untuk mengurangi
risiko ini dengan cara meningkatkan kualitas dan perencanaan audit, meningkatkan
ongkos audit, lebih sering mengeluarkan opini dengan modifikasi, dan lebih selektif
memilih klien (Khrishnan dan Khrishnan, 1997). Farmer et al. (1987) menemukan
bahwa ancaman litigasi mengakibatkan auditor menjadi berhati-hati dalam memeriksa
laporan keuangan.
dengan KAP non big 4. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Gendron et al. (2006)
dan Suddaby et al. (2009). Hasil penelitian-penelitian di atas sejalan dengan
argumentasi dari teori kognitif sosial bahwa lingkungan akan berpengaruh terhadap
kognitif dan perilaku seseorang. Menurut teori kognitif sosial, pengalaman pribadi dan
orang lain akan berpengaruh pada pembentukan efikasi diri. Efikasi diri ini akan
berpengaruh pada regulasi diri. Profesionalisma dan independensi yang lebih rendah
pada auditor di KAP big 4 dibandingkan auditor di KAP non big 4 dapat disebabkan
karena auditor di KAP big 4 lebih berani menghadapi risiko mendapat sanksi
profesional dibandingkan dengan auditor di KAP non big 4. Hal ini dikarenakan auditor
di KAP big 4 mungkin mempersepsikan dirinya tidak akan terkena sanksi profesional
karena KAP big 4 memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menghindarinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Francis et al. (2002), Khurara dan Raman
(2004), Francis dan Wang (2008), dan Michas (2011) menunjukkan bahwa tingkat
proteksi investor pada suatu negara berpengaruh pada kinerja auditor di KAP big 4.
Jeong dan Rho (2004), dengan menggunakan sampel perusahaan-perusahaan di Korea,
menemukan bahwa kualitas audit (yang diproksi dengan akrual diskresioner) antara
KAP big 4 dan non big 4 tidak berbeda. Hwang dan Chang (2010) menemukan bahwa
lingkungan litigasi memiliki pengaruh signifikan pada keputusan auditor.
Indonesia termasuk negara dengan tingkat perlindungan investor yang lemah dan
juga memiliki karakteristik penegakan hukum yang lemah pula (La Porta et al., 2006).
Selain itu, Moore et al. (2006) juga mengatakan bahwa kelompok yang memiliki
kekuasaan yang lebih besar dapat mempengaruhi regulator dalam membuat peraturan.
Di Indonesia, organisasi-organisasi profesi yang ada sebagian besar didominasi oleh
orang atau kelompok yang memiliki pengaruh yang kuat karena mereka sanggup untuk
mendanai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi profesi tersebut. Hal yang
sama juga terjadi di dalam IAPI, anggota organisasi yang memiliki pengaruh yang kuat
adalah auditor-auditor yang berasal dari KAP-KAP besar termasuk KAP big 4. Hal ini
dapat dipahami karena KAP big 4 memiliki jumlah auditor yang banyak dan memiliki
sumber dana yang besar.
Dengan kekuatan politis dari KAP tempat auditor bekerja kemungkinan dapat
menyebabkan auditor menjadi lebih berani untuk tidak tunduk terhadap peraturan.
Ketika auditor berpersepsi bahwa KAP tempat ia bekerja dapat melindungi dirinya dari
pengenaan sanksi akibat kelalaiannya dalam melaksanakan pengauditan dengan benar
maka kekhawatiran mendapat sanksi profesional akan rendah. Auditor di KAP big 4
kemungkinan akan memiliki kepercayaan diri yang lebih besar bahwa ia mampu untuk
menghindari pengenaaan sanksi profesional sehingga kekhawatiran mendapat sanksi
profesional rendah.
Oleh karena itu, konteks kerja diduga berpengaruh pada besarnya kekhawatiran
mendapatkan sanksi profesional ketika auditor tidak melaksanakan pengauditan sesuai
dengan standar. Auditor di KAP big 4 akan merasa lebih berani untuk menghadapi
risiko ini dibandingkan auditor yang bekerja di KAP non big 4 karena merasa memiliki
kemampuan yang lebih besar untuk mengatasi dilema etis yang dihadapi. Jadi,
kekhawatiran auditor di KAP non big 4 akan mendapatkan sanksi profesional lebih
besar dibandingkan auditor di KAP big 4. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis
alternatif sebagai berikut:
H1: Auditor yang bekerja di KAP big 4 memiliki kekhawatiran mendapat sanksi
profesional yang lebih rendah dibandingkan dengan auditor yang bekerja di
KAP non big 4.
4. Kekhawatiran
Mendapat
Sanksi
Profesional,
Profesionalisma
dan
Independensi Auditor
Penelitian mengenai kualitas audit antara KAP big 4 dan non big 4 yang dilakukan
setelah skandal Enron, menunjukkan bahwa auditor di KAP big 4 menjadi lebih berhatihati dalam melaksanakan jasa audit (misalnya Fargher et al., 2001). Hal ini dilakukan
untuk mengembalikan reputasi KAP big 4 setelah reputasi ini sempat dihancurkan oleh
Andersen dalam skandal Enron. Lu (2006) menemukan bahwa adanya penggantian
auditor tidak menurunkan independensi dan kualitas audit pada perioda sesudah muncul
skandal Enron. Rama dan Read (2006) juga menemukan bahwa munculnya SOX Acts
tahun 2002 menyebabkan auditor semakin berhati-hati dalam memberikan jasanya,
terutama ketika ia mendapat tugas pertama kali setelah menggantikan auditor yang
lama.
Hasil penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa setelah skandal-skandal
audit terungkap maka persepsi terhadap risiko yang akan ditanggung ketika auditor
salah dalam memberikan opini semakin besar. Ketika teraudit terbukti melakukan
kecurangan dan auditor tidak mengetahuinya maka bagi auditor, selain sanksi yang akan
diterima, juga reputasinya akan hancur.
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas audit dan peranan ini
menjadi semakin besar ketika terdapat mekanisme pemberian sanksi yang efektif.
Hasil penelitian Anggraini et al. (2013) menunjukkan bahwa profesionalisma
auditor berpengaruh pada independensinya terhadap teraudit. Profesionalisma
merupakan hasil dari proses pengembangan kognitif yang dialami oleh auditor dalam
suatu lingkungan kerja tertentu. Hal yang sama adalah kekhawatiran mendapat sanksi
profesional. Kekhawatiran mendapat sanksi profesional dari organisasi profesinya juga
akan menyebabkan auditor berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini
berarti semakin tinggi kekhawatiran auditor akan mendapat sanksi profesional maka ia
akan semakin independen terhadap teraudit. Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan
adalah:
H2: Kekhawatiran auditor mendapat sanksi profesional berpengaruh positif pada
independensinya terhadap teraudit.
METODA PENELITIAN
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian (partisipan) dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di KAP
big 4 dan KAP non big 4. Metoda penyampelan yang digunakan adalah purposive
sampling karena KAP yang didatangi didasarkan pada alamat yang bisa ditemukan oleh
peneliti. Kuesioner diberikan kepada auditor dengan jabatan partner sampai auditor
yunior pada KAP-KAP yang ada di Jakarta, Surabaya, Semarang, Denpasar, dan
Yogyakarta.
2. Metoda Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010-2011 dengan metoda survei berbasis skenario.
Dalam skenario yang dibuat, partisipan (dalam hal ini adalah auditor) dihadapkan pada
permasalahan untuk mengikuti keinginan klien mereka, sementara ia dihadapkan pada
aturan yang mengatur pekerjaannya dan apabila ia tidak mentaati maka akan mendapat
sanksi berupa pembekuan ijin berpraktik. Subjek diminta bertindak seolah-olah sebagai
partner di sebuah KAP dan harus membuat keputusan untuk memenuhi keinginan
teraudit atau tidak.
Dengan menggunakan subjek auditor, penelitian terhadap pembuatan keputusan
oleh profesional akan lebih mendekati dengan kondisi yang sebenarnya di dalam praktik
sehingga penelitian ini diharapkan dapat menangkap perilaku profesional dalam
mengatasi dilema etis yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil
oleh profesional akan cenderung didasarkan pada pengalaman mereka selama
melakukan pengauditan.
Skenario yang digunakan berupa kasus yang menunjukkan perbedaan penilaian
antara auditor dan teraudit terhadap estimasi cadangan persediaan yang telah usang.
Auditor internal telah menyetujui estimasi yang dibuat oleh perusahaan kerena
menganggap bahwa estimasi yang dibuat tidak berbeda secara signifikan dengan
estimasi yang dibuat pada tahun yang lalu.
Subjek dibagi menjadi empat level yang dimulai dari partner, manager,
auditor senior, dan auditor yunior. Penilaian dilakukan berdasarkan
peringkat jabatan. Partner yang menduduki jabatan tertinggi diberi nilai 4
sampai auditor yunior yang menduduki jabatan terendah diberi nilai 1.
2) Gender (GND i )
Penelitian ini mengukur variabel gender dengan memberi nilai 1 pada
subyek wanita dan 0 pada subyek pria.
3) Pengalaman (PGLM1 i , PGLM2 i dan UM i )
Pengalaman diukur dengan tiga cara, yaitu lama responden bekerja di KAP
(PGLM1 i ) dan lama responden menjadi auditor (PGLM2 i ).
4) Konteks Kerja (BIGi)
Konteks kerja merupakan variabel dummi, jika auditor bekerja di KAP big
4 diberi angka 1 sedangkan jika tidak diberi angka 0.
4. Model Penelitian dan Metoda Pengujian
Model penelitian beserta metoda pengujiannya adalah sbb.:
a. Pengujian hipotesis 1 dilakukan dengan Uji Beda Sampel Independen
(Independent Sample Test)
Hipotesis 4 terdukung jika rata-rata SP i,BIG 4 < rata-rata SP i,NON BIG 4 .
Keterangan:
SP i,BIG 4 = Kekhawatiran mendapat sanksi profesional dari auditor yang bekerja di
KAP big 4
SP i,NON BIG 4 = Kekhawatiran mendapat sanksi profesional dari auditor yang bekerja di
KAP non big 4
b. Pengujian hipotesis 2 dan 3 dilakukan dengan Analisis Regresi Berganda
Model pengujian:
INDP i = 0 + 1 SP i + 4 PROFS i * SP i +Variabel Kontrol+ i
Keterangan:
INDP i = Tingkat Independensi Auditor i
PROFS i = Tingkat Profesionalisma Auditor i
SP i = Kekhawatiran mendapat sanksi profesional
Variabel kontrol meliputi:
JAB i = Jabatan auditor
GND i = Gender
interaksi SP i *PROFS i merupakan faktor penjelas bagi INDP i . Dengan kata lain
kekhawatiran
mendapat
sanksi
profesional
memoderasi
hubungan
Kedua,
REFERENSI
Anggraini, F.R.R., Z. Baridwan; Suwardjono; dan H. Basuki. 2013. Role of Work
Context in the Effectiveness of Auditor Professionalism Development: Case in
Indonesia. Working Paper.
Bandura, A. 2001. Social Cognitive Theory: An Agentic Perspective. Annual Review
Psychology, 52:1-26.
Clarkson, P. M., Emby, C., dan V. W.-S. Watt. 2002. Debiasing the Outcome Effect:
The Role of Instructions in an Audit Litigation Setting. Auditing: A Journal of
Practice & Theory, 21(2): 7-20.
Fan, J. P. H., dan T. J. Wong 2005. Do External Auditors Perform a Corporate
Governance Role in Emerging Markets? Evidence from East Asia. Journal of
Accounting Research, Vol. 43(1): 35-72.
Fargher, N., M. H. Taylor, dan D. T. Simon 2001. The demand for auditor reputation
across international markets for audit services. The International Journal of
Accounting, 36(4): 407-421.
Farmer, T.A., L.E. Rittenberg, dan G.M. Trompeter. 1987. An Investigation of the
Impact of Economic and Organizational Factors on Auditor Independence.
Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 7 (1): 1-14.
Favere-Marches, M. 2000. Audit Quality in ASEAN. The International Journal of
Accounting 35 (1):121-149.
Francis, J.R. dan D.Wang. 2008. The Joint Effect of Investor Protection and Big 4
Audits on Earnings Quality Around the World. Contemporary Accounting
Research, Vol. 25 (1): 157-191.
Gendron, Y., R. Suddaby, and H. Lam. 2006. An Examination of the Ethical
Commitment of Professional Accountants to Auditor Independence. Journal of
Business Ethics, Vol. 64: 169-193
Grant, J., R. Bricker, dan R. Shiptsova. 1996. Audit Quality and Professional SelfRegulation: A Social Dilema Perspective and Laboratory Investigation.
Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 15 (1): 142-156.
Jones, J., D. W. Massey, dan L. Thorne. 2003. Auditors Ethical Reasoning: Insights
from Past Research and Implications for the Future. Journal of Accounting
Literature 22:45-103.
Khrishnan, J. dan J. Krishnan. 1997. Litigation Risk and Auditor Resignations. The
Accounting Review, Vol. 72 (4): 539-560
Khurana, I. K., dan K. K. Raman. 2004. Litigation Risk and the Financial Reporting
Credibility of Big 4 versus Non-Big 4 Audits: Evidence from Anglo-American
Countries. Accounting Review 79 (2):473-495.
KNKG. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Komite
Nasional Kebijakan Governance.
LaPorta, R., F. Lopez-De-Silanes, dan A. Shleifer. 2006. What Works in Securities
Laws? The Journal of Finance, Vol. 61 (1): 1-32
Li, C. 2009. Does Client Importance Affect Auditor Independence at the Office Level?
Empirical Evidence from Going-Concern Opinions. Contemporary Accounting
Research, Vol. 26 (1): 201-230.
Lu, T. 2006. Does Opinion Shopping Impair Auditor Independence and Audit Quality?
Journal of Accounting Research, 44(3): 561-583.
Lui, S.S., H. Ngo, dan A.W.Tsang. 2003. Socialized to be a Professional: a Study of the
Professionalism of Accountants in Hong Kong. International Journal of Human
Resource Management, Vol. 14 (7): 1192-1205.
Melumad, N. D. dan L. Thoman. 1990. On Auditors and the Courts in an Adverse
Selection Setting. Journal of Accounting Research, Vol. 28 (1): 77-120.
Michas, P. N. 2011. The Importance of Audit Profession Development in Emerging
Market Countries. Accounting Review 86 (5):1731-1764.
Moore, D. A., P. E. Tetlock, L. Tanlu, dan M. H. Bazerman. 2006. Conflicts of Interest
and the Case of Auditor Independence: Moral Seduction and Strategic Issue
Cycling. Academy of Management Review 31 (1):10-29.
NN. 2012. Ikatan Akuntan Indonesia: 55 Tahun Merentang Zaman. Akuntan Indonesia,
Desember: 7-9.
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2012 tentang Komite Profesi Akuntan Publik.
Rama, D. V. dan W. J. Read. 2006. Resignations by the Big 4 and the Market for Audit
Services. Accounting Horizons, 20(2): 97-109.
Salancik, G.R. dan J. Pfeffer. 1978. A Social Information Processing Approach to Job
Attitudes and Task Design. Administrative Science Quarterly, Vol. 23: 224-253.
Siregar, B. 2006. Pemisahan Hak Aliran Kas dan Hak Kontrol dalam Struktur
Kepemilikan Ultimat. Disertasi, Universitas Gadjah Mada. Tidak
dipublikasikan.
Suddaby, R., Y. Gendron, and H. Lam. 2009. The organizational context of
professionalism in accounting. Accounting, Organizations and Society 34 (34):409-427.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
Zeff, S.A. 2003. How the U.S. Accounting Profession Got Where It Is Today: Part I.
Accounting Horizon, Vol. 17 (3): 189-205.
LAMPIRAN
Tabel 1.
Statistik Deskriptif
Rata-rata
Minimum
Maksimum
Deviasi
Standar
Big 4
Non-
Big 4
big 4
Kekhawatiran Mendapat 7,99
Non-
Big 4
big 4
Non-
Big
Non-
big 4
big 4
8,29
3,00
2,00
10,00
10,00
1,50
1,38
14,00
15,58
7,00
10,00
20,00
20,00
3,04
2,17
Profesio-nalisma
85,09
90,01
58,00
75,00
106,0
108,00
8,33
6,50
(PROFS i )
Tabel 2.
Variabel
SP i
Tabel 3.
Kelompok
Rata-rata
BIG 4
7,990
NON-BIG 4
8,289
Uji t (Sign)
-1,408 (0,161)
Uji t (Sig.)
Adjusted R2
Uji F
0,26
22,644
SP i
0,408**
3,312 (0,001)
PROFS i
0,143**
6,281 (0,000)
GENDER i
-0,137*
-2,145 (0,033)
(0,000)
SP i
3,111**
2,584 (0,011)
PROFS i
0,385**
3,520 (0,001)
SP i * PROFS i
-0,030*
-2,257 (0,25)
GENDER i
-0,131*
-2,068 (0,040)
0,276
18,638
(0,000)