You are on page 1of 201

DINAMIKA KOMUNIKASI DALAM PENGAMBILAN

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PEMUDA


(Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi di KNPI Provinsi Banten)

NEKA FITRIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS


DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Dinamika Komunikasi
dalam Pengembangan Pemuda
(Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi di KNPI Provinsi Banten) adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tugas
akhir ini.
Bogor, Agustus 2010

Neka Fitriyah
I352080031

ABSTRACT

NEKA FITRIYAH. Communication Dynamic in the Policy Making of Youth


Development (Study Case in Policy Making of Leadership, Management and
Organization Learning in KNPI Banten Province). Under the supervision of
DJUARA P. LUBIS and SUTISNA RIYANTO
National Committee for Indonesian Youth in Banten Province (KNPI Banten)
is a potential organization in developing and empowering local youth. Supports from
50 Local Youth Organization and 8 KNPI regencies enabling KNPI to contribute
positively to the local youth. Communication Organization aspect very determines
the policy making process and the dynamics of internal organization, therefore the
main issue from this research was to explain the communication process in KNPI in
Banten Province, especially in organizing the desire from the organization members
in the policy making process. This research aimed to describe and constructivis the
scientific facts that related with the communication dynamics that happened in KNPI
in Banten Province, and the final outputs from this research were expected to
contribute scientifically for the communication science development especially in the
field of communication organization. Contructism paradigm was used to reveal the
policy making process and used to analyze barrier, pressure, and contradiction that
occurred. This research was designed qualitatively with case study method, was
conducted over three months and had taken place in KNPI in Banten Province. The
informants were selected by using snowball method. The result described that the
most frequent communication pattern used were Informal Participative
Communication Pattern, interpersonal, transactional and circular. Whereas the
communication climate that affected the policy making were the system and adopted
organizational norm. The most dominant internal factor that affected the policy is the
leadership factor and ideology, meanwhile the external factor that affected the policy
is local political factor, where the government needs an institutional support and in
the other hand KNPI had to keep their independency in political discourse.
Keyword: Communication, KNPI Banten Province, Communication Climate.

RINGKASAN
NEKA FITRIYAH: Dinamika Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan
Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan
Manajemen Organisasi di KNPI Provinsi Banten. Dibimbing oleh DJUARA P.
LUBIS dan SUTISNA RIYANTO.
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Banten yang didirikan
bersamaan dengan terbentuknya Provinsi Banten tahun 2000, merupakan organisasi
yang memiliki potensi besar dalam pengembangan dan pemberdayaan pemuda lokal.
Dengan dukungan limapuluh organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) sebagai
anggota, delapan KNPI kabupaten dan kota sebagai perpanjangan tangan pengurus
daerah, tentu partisipasinya dalam pengembangan pemuda menjadi lebih mudah
dilakukan. Permasalahannya adalah sejauhmana kebijakan pengembangan pemuda
diambil oleh KNPI Provinsi Banten untuk pemberdayaan pemuda lokal, seperti apa
perumusannya, bagaimana proses pengambilan kebijakan, adakah konspirasi politik
di dalamnya, apa motif yang melatarbelakanginya, jaringan komunikasi apa saja
yang menyosialisasikan kebijakan sehingga kebijakan tersebut tepat sasaran, berdaya
guna dan seterusnya.
KNPI Provinsi Banten di satu sisi hampir selalu dihadapkan pada masalahmasalah dalam usahanya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sehingga
membutuhkan solusi-solusi yang dianggapnya rasional. Sementara itu di sisi lain,
terdapat kelompok-kelompok kepentingan (interest group) yang juga selalu berusaha
mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri. Oleh karena itu semua aktivitas dan
komunikasi dalam pengambilan kebijakan harus merepresentasikan kedua hal
tersebut (Hickson, 1987). Kepentingan-kepentingan antar kelompok di KNPI Provinsi
Banten dalam pengambilan kebijakan merupakan perjuangan-perjuangan tanpa akhir
sehingga memerlukan pendekatan atau strategi-komunikasi agar kepentingankepentingan tersebut tidak merusak sistem yang sudah dibangun dalam organisasi.
Dalam konteks komunikasi, kondisi seperti itu terjadi diduga salah satunya,
karena kuatnya intensitas komunikasi yang dimainkan, karena itu yang menjadi
permasalahan penelitian ini adalah (1). Bagaimanakah pola komunikasi dalam
pengambilan kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten, (2). Seperti
apakah iklim komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan pengeembangan
pemuda di KNPI Provinsi Banten, (3). Faktor-faktor internal dan eksternal apa
sajakah yang mempengaruhi iklim dan pola komunikasi dalam pengambilan
kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten. Penelitian ini merupakan
penelitian kulaitatif dengan metode studi kasus. Paradigma konstruktivis digunakan
untuk melihat konstruksi dari realitas pengambilan kebijakan. Penelitian dilaksanakan
selama tiga bulan bertempat di KNPI Provinsi Banten. Sumber data primer dalam
penelitian ini diperoleh dari informan. Penentuan informan dilakukan dengan
purposive. Prosedur pemilihan informan dilakukan dengan teknik snowball yaitu
penentuan sampling dimulai dari informan kunci dan berkembang mengikuti
informasi atau data yang diperlukan.

Hasil penelitian menunjukkan, komunikasi downward dan upward dalam


komunikasi organisasi di KNPI Provinsi Banten secara bersamaan dapat digabungkan
dalam bermacam-macam aliran komunikasi. Seperti pola aliran rantai, dan aliran
roda. Pola komunikasi upward terjadi dalam aktivitas pencarian informasi, dimana
semua pihak dalam organisasi ini meminta keterangan pada pimpinan yang memiliki
jabatan struktural lebih tinggi. Sedangkan komunikasi horizontal dan diagonal terjadi
manakala ada konsolidasi tentang kebijakan yang akan diambil dan proses klarifikasi
tentang isu-isu tertentu. Pola komunikasi yang dimainkan KNPI Provinsi Banten,
lebih terlihat sebagai pola interaksional, transaksional dan partisipatif. Komunikasi
yang berlangsung dalam rapat di KNPI Provinsi Banten bersifat dua arah dan ada
dialog, di mana setiap anggota memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat
bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan
(relationship) antara dua anggota atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa
semua perilaku adalah komunikatif.
Iklim komunikasi di KNPI Provinsi Banten merupakan suatu sistem dari nilainilai, kepercayaan dan norma yang dianut. Pada dasarnya iklim komunikasi yang ada
dipengaruhi oleh perilaku anggota dan OKP yang memiliki karakteristik tingkah laku
berbeda sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Perbedaan atau kesenjangan antara
persepsi anggota dengan persepsi pengurus terhadap kebijakan yang akan diambil,
salah satu dikarenakan iklim komunikasi yang dirasakan dan diharapkan tidak sesuai.
Faktor yang mempengaruhi proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan
dan manjemen organisasi di KNPI Provinsi Banten terdiri dari: Faktor internal, terdiri
dari faktor ideologi, politik, budaya organisasi, kepemimpinan dan faktor anggota.
Faktor eksternal yang mempengaruhi proses
pengambilan kebijakan pelatih
kepemimpinan dan manajemen organisasi di KNPI Provinsi Banten terdiri dari:
faktor kebijakan pemda, politik lokal. Faktor kebijakan pemda, dalam banyak hal
kebijakan pemerintah kurang memperhatikan pembangunan bidang kepemudaan,
sektor pembangunan..
Kesimpulan umum penelitian ini adalah Pola komunikasi yang terjadi dalam
pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten terdiri dari: pola komunikasi
downward dan upward, pola komunikasi horizontal, pola komunikasi diagonal, Iklim
komunikasi yang terjadi di KNPI Provinsi Banten dalam pengambilan kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, diartikulasikan dengan sikap
mendukung anggota untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi. Faktor eksternal dan internal yang
mempengaruhi kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi adalah:
faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah daerah dan realitas politik lokal.
Sedangkan factor internal terdiri dari faktor ideologi, kepemimpinan, budaya
organisasi dan anggota serta OKP yang berhimpun.
Kata kunci: komunikasi, dinamika komunikasi, KNPI Provinsi Banten.

Hak Cipta milik IPB 2010


Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip Hak Cipta sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan

hanya

untuk

kepentingan

pendidikan,

penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau


tinjauan masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

DINAMIKA KOMUNIKASI DALAM PENGAMBILAN


KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PEMUDA
(Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi di KNPI Provinsi Banten)

NEKA FITRIYAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Penguji Luar Komisi pada Sidang Tesis: Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi.

Judul

Nama
NRP

: Dinamika

Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan


Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan

:
:

Kepemimpinan dan Manajemen Organisasian di KNPI Provinsi


Banten).
Neka Fitriyah
I352080031

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS


Ketua

Ir. Sutisna Riyanto, MS


Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor
Komunikasi Pembangunan
Pertanian pada Pedesaan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 05 Agustus 2010

Tanggal Lulus:

...dan berbicaralah kepada mereka


dengan pembicaraan yang berbekas
pada jiwa mereka
(Alquran : 4:5)

Aku persembahkan tesis ini untuk suamiku tercinta Khoirul Umam dan putri kecilku
yang cantik Firza Khoirul Qalbani, semoga cinta dan keshalehan mendasari setiap
langkah kita. Amiin.

PRAKATA
Alhamdulillah, akhirnya tesis Dinamika Komunikasi dalam Pengambilan
Kebijakan Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasian di KNPI Provinsi Banten), rampung
ditulis oleh penulis. Gagasan tesis ini berasal dari berbagai keresahan penulis
mengenai realitas komunikasi yang terjadi, khususnya di organisasi KNPI Provinsi
Banten.
Penelitian ini banyak mendapat sambutan dari aktivis KNPI Provinsi Banten
karena berbagai kebutuhan pengelolaan komunikasi organisasi yang sulit diterapkan,
dan karena KNPI Provinsi Banten secara institusional menginginkan perubahan
mendasar dari berbagai sisi terutama dalam persoalan komunikasi. Karena itu lahirlah
gagasan bagaimana penelitian ini dirancang dan dilaksanakan.
Penulisan tesis ini dibagi kedalam empat bab: pendahuluan, tinjauan pustaka,
metodelogi penelitian dan simpulan serta saran. Pendahuluan menggambarkan
permasalahan-permasalahan keorganisasian yang dihadapi KNPI Provinsi Banten
dalam penegelolaan potensi dan wewenang yang dimilikinya. Permasalahan ini
salahsatunya dikarenakan adanya ketimpangan komunikasi dan perbedaan persepsi
sehingga menimbulkan berbagai benturan dan kepentingan. Bab dua lebih banyak
menggambarkan tinjauan teoritik dan kajian keorganisasian yang menjadi acuan
dalam perumusan variabel penelitian. Sedangkan bab tiga mengeksplorasi metode,
pedekatan dan merumuskan apasajakah yang dijadikan variabel penelitian sehingga
rancangan penelitiannya mudah diterapkan dan dianalisis.
Pembahasan pada bab empat menggambarkan kajian dan temuan lapangan
tentang pola komunikasi, iklim komunikasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten. Dalam bab empat ini juga,
dipaparkan realitas komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan serta
hubungan-hubungan kelompok kepentingan dan jaringan komunikasi yang turut
menentukan arah dan kualitas kebijakan yang diambil. Tentu pembahasan ini diikat
dan mengacu pada satu term komunikasi dan dianalisis berdasarkan bingkai
komunikasi. Adapun bab lima merupakan simpulan dari hasil temuan penelitian
dan saran-saran yang dapat dimanfaatkan oleh KNPI Provinsi Banten.
Selama proses penelitian dan penulisan tesis ini, tidak sedikit hambatan
rintangan yang dihadapi penulis, dan penulis meyakini bahwa tidak ada gading yang
tak retak, tidak ada karya tulis yang sempurna, tidak ada lembaran putih yang tidak
berbecak, tidak ada manusia yang sempurna dan seterusnya. Untuk itu penulis
berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukkan, saran dan
kritik dalam penyempurnaan tesis ini. Untuk itu saya memberikan penghargaan yang
setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih kepada:

1. Bpk. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS dan Bpk. Ir. Sutisna Riyanto, MS selaku
pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya.
2. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si selaku penguji luar komisi pada sidang
tesis atas saran dan kritiknya.
3. Bpk. Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS selaku penguji yang mewakili Program
Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian Pedesaan
4. Bpk. Dr. Ir. Djuara P. Lubis selaku koordinator Mayor Komunikasi
Pembangunan Pertanian Pedesaan
5. Rektor IPB, Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, yang telah memberikan
kesempatan bagi penulis untuk mengikuti pendidikan Strata 2 di IPB.
6. Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Dekan Fisip Untirta,
Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan izin belajar kepada
penulis.
7. Dirjen DIKTI yang telah memberikan beasiswa pendidikan melalui BPPS
kepada penulis.
8. Ketua dan Pengurus KNPI Provinsi Banten yang telah memberikan izin
penelitian dan membantu kelancaran penelitian selama di lapangan.
9. Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Banten yang telah memberikan banyak
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
10. Temanteman seperjuangan Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan angkatan 2008, yang telah memberikan support selama kuliah
sampai penyusunan tesis ini rampung.
11. Suami dan putri tercintaku yang turut berkorban banyak dan banyak
terabaikan selama mengikuti pendidikan di IPB.
12. Ayah, Ibu, kakanda dan adinda terimakasih atas doa dan dukungannya.

Terakhir penulis ucapkan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan


ilmu komunikasi organisasi dan semoga dapat dijadikan rujukan bagi pengembangan
ilmu komunikasi khususnya komunikasi organisasi.

Bogor, Agustus 2010.

Neka Fitriyah.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 11 Agustus 1977 dari ayah E. Soetina dan Ibu
Yoyoh Rodiyah. Penulis merupakan putri keenam dari delapan bersaudara.
Tahun 1995 penulis lulus dari MA SMI Bogor dan pada tahun 2001 penulis
menyelesaikan studi Strata 1 di Universitas Sam Ratulangi Manado di Jurusan Ilmu
Komunikasi. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan, seperti HMI, FKMM dan pada semester 5 kuliah Strata 1 sudah aktif
bekerja sebagai announcer di radio swasta Manado.
Tahun 2003 sampai dengan sekarang penulis menekuni profesi sebagai staf
pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Untirta Serang Banten dan di samping
profesi sebagai staf pengajar, penulis aktif di radio swasta di Serang sebagai pengisi
acara Bincang Komunikasi. Penulis juga aktif
dalam berbagai kegiatan
keorganisasian seperti KNPI dan LSP Banten. Penulis memperoleh kesempatan
melanjutkan Strata 2 di Sekolah Pascasarjana IPB melalui beasiswa pendidikan
Pascasarjana (BPPS) pada tahun 2008.

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR GAMBAR...... ................................................................................ xv


DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. ..... xvii
1. PENDAHULUAN......................................................................................
1.1.Latar Belakang ..............................................................................
1.2.Rumusan Masalah ..........................................................................
1.3.Tujuan Penelitian ...........................................................................
1.4.Manfaat Penelitian .........................................................................

1
1
7
7
7

2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................


2.1.Teori-Teori Komunikasi.................................................................
2.1.2. Pengertian Komunikasi ........................................................
2.2.3. Model Komunikasi...............................................................
2.2.4. Teori Interaksi Simbolik ......................................................

9
9
9
10
12

2.2.Teori Komunikasi Organisasi ........................................................


2.2.1. Pengertian Organisasi dan Komunikasi Organisasi .............
2.2.3. Pola dan Fungsi Komunikasi Organisasi .............................
2.2.4. Iklim Komunikasi Organisasi ..............................................

18
18
24
28

2.3.Jaringan Komunikasi......................................................................
2.3.1. Pengertian Jaringan Komunikasi .........................................
2.3.2. Bentuk-Bentuk Jaringan Komunikasi..................................
2.3.3. Peranan Jaringan Komunikasi .............................................

31
31
32
34

2.4.Teori-Teori Kebijakan....................................................................
2.4.1. Pengertian Kebijakan...........................................................
2.4.2. Teori Pengambilan Kebijakan .............................................

35
35
38

2.5.Kajian-Kajian KNPI dan Organisasi..............................................


2.6.Kerangka Pemikiran.......................................................................
2.7.Definisi Konsepsional ....................................................................

40
44
48

3. METODE PENELITIAN .........................................................................


3.1.Paradigma Penelitian......................................................................
3.2.Desain Penelitian ...........................................................................
3.3.Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
3.4.Data dan Sumber Data ..................................................................
3.5.Teknik Pengumpulan Data ............................................................
3.6.Teknik Analisa Data.......................................................................

52
52
55
57
57
60
61

3.7.Pengujian Validitas ........................................................................


3.8.Tahapan Penelitian .........................................................................

61
63

4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................


4.1.Profil KNPI Provinsi Banten ......................................................
4.1.1. Sejarah KNPI Provinsi Banten...........................................
4.1.2. Visi dan Misi KNPI Provinsi Banten .................................
4.1.3. Struktur Organisasi KNPI Provinsi Banten .......................
4.1.4. Program Kerja KNPI Provinsi Banten ..............................
4.1.5. Anggota KNPI Proinsi Banten ...........................................

64
64
64
68
69
70
72

4.2.Proses pengambilan Kebijakan Pelatihan


Kepemimnpinan dan Manajemen organisasi............................

74

4.2.1. Kebijakan Susunan Panitia Pengarah


dan Panitia Pelaksana.........................................................
4.2.2. Kebijakan Kriteria Peserta Pelatihan .................................
4.2.3. Kebijakan Kriteria Narasumber dan Format Pelatihan ......
4.2.4. Model Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organisasi ................................................

76
80
84
87

4.2.5. Resume ..............................................................................

89

4.3.Pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan


Pelatihan kepemimpinan dan manajemen Organisasi .............

91

4.3.1.
4.3.2.
4.3.3.
4.3.4.
4.3.5.
4.3.6.

Pola Komunikasi Downward dan Upward ........................


Pola Komunikasi Horizontal .............................................
Pola Komunikasi Diagonal ...............................................
Aliran Komunikasi dalam Pengambilan Keputusan ..........
Jaringan Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan........
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Komunikasi
dalam Pengambilan Kebijakan...........................................

91
94
97
100
112

4.3.7. Resume...............................................................................

125

4.4.Iklim Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan


Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi............
4.4.1. Dukungan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan ..........
4.4.2. Partisipasi Anggota dalam Pengambilan Kebijakan ..........
4.4.3. Kepercayaan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan ......
4.4.4. Keterbukaan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan ......
4.4.5. Resume ..............................................................................

127
131
133
137
138
142

4.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan


Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi............

143

123

4.5.1. Faktor Internal ...................................................................

144

4.5.1.1. Faktor Ideologi ......................................................

144

4.5.1.2. Faktor Budaya Organisasi .....................................

146

4.5.1.3. Faktor Kepemimpinan...........................................

148

4.5.2. Faktor Eksternal ................................................................. 150


4.5.2.1. Faktor Politik Lokal.........................................
150
4.5.2.2. Faktor Kebijakan Pemerintah.........................
152
4.5.3. Resume .............................................................................. 154
5. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
5.1. Simpulan........................................................................................
5.2. Saran..............................................................................................

156
156
158

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

160

LAMPIRAN....................................................................................................

167

DAFTAR TABEL
Halaman

1.

Klasifikasi Anggota OKP di KNPI Provinsi Banten .............................................

74

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1. Model Elemen Organisasi ..........................................................................

22

2.

Bagian yang berinteraksi dalam Komunikasi Organisasi .........................

27

3.

Hambatan Komunikasi dalam Organisasi.................................................

31

4.

Jaringan Komunikasi ................................................................................

33

5.

Proses pembuatan kebijakan .....................................................................

37

6.

Kerangka Pemikiran..................................................................................

47

7.

Struktur organisasi KNPI Provinsi Banten ..............................................

69

8.

Struktur Kepanitiaan Pelatihan Pelatihan Kepemimpinan


dan Manajemen Organisasi.......................................................................

78

Proses Pengambilan Kebijakan Kriteria Peserta Pelatihan


Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi .............................................

81

10. Persinggungan Ide dan Gagasan OKP dalam Menentukan


Kriteria Peserta Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi .................................................................................................

83

11. Perbedaan Orientasi OKP dalam Format Pelatihan


Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi .............................................

86

12. Pola Komunikasi Pimpinan dan Anggota dalam


Menentukan Perintah dan Laporan ..........................................................

93

13. Transaksi Konsolidasi dan Negosiasi Kebijakan


Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ...........................

95

14. Alur Konfirmasi atas Kebijkan Anggaran Pelatihan


Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi .............................................

98

15. Pengarahan dan Penjelasan Informasi Kebijakan


Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi .............................

101

9.

16. Proses Pengambilan Tokoh yang Orasi di Acara


Seremonial Pelatiahan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi .................................................................................................

102

17. Proses Komunikasi dan Pemecahan Masalah Anggaran


Panitia Pelaksana Pelatihan Kepemimpinan dan
Manajemen Organisasi..............................................................................

103

18. Pola Komunikasi Panitia dalam pengambilan Pelatihan


Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................

106

19. Perilaku Deviant dalam Pengambilan Kebijakan


Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi .............................

109

20. Pola Komunikasi Formal dan Informal dalam Pengambilan


Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi .................................................................................................

111

21. Klik dalam Pengambilan Kebijakan Pelatihan


Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................

114

22. Mekanisme Interaksi Jaringan Komunikasi dalam


Pengambilan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi .................................................................................................

115

23. Jaringan Komunikasi Informal dalam Pengambilan


Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi...........

121

24. Keterhubungan Faktor yang Mempengaruhi Pola


Komunikasi dalam Pengambilan Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organisasi.......................................................................

125

25. Iklim Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan


Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi .............................

141

26. Pemetaan Ideologi di KNPI Provinsi Banten dalam


Pengambilan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi .................................................................................................

145

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Jadwal Penelitian..................................................................................

168

2. Panduan Pertanyaan Penelitiaan ..........................................................

169

3. Catatan Harian Penelitian.....................................................................

174

4. Foto-Foto Rapat Pengambilan Kebijakan dan Suasana


Pelaksanaan Pelatihan .........................................................................

180

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemuda adalah individu yang sedang mengalami perkembangan emosional,
sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia yang potensial saat ini maupun masa
datang. Melihat potensi yang dimiliki pemuda sangat strategis dalam pembangunan,
maka diperlukan kebijakan pengembangan pemuda dari berbagai pihak, sehingga
pemuda sebagai salah satu unsur pembangunan benar-benar disiapkan dan diberdayakan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam kebijakan pembangunan pemuda,
Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga memasukan unsur pemuda sebagai agen
sosial (Kepmenpora, 2008), artinya pemuda diharapkan mampu menjadi pelopor,
penggerak, problem solver bagi masyarakatnya.
Terkait dengan pengembangan pemuda, upaya pembangunan nasional di bidang
kepemudaan telah berhasil meningkatkan partisipasi pemuda, namun pencapaian
tersebut masih jauh dari harapan sehingga masih banyak yang harus diperbaiki.
Permasalahan pokok dalam pengembangan pemuda adalah rendahnya kualitas pemuda
yang ditandai dengan: rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya minat baca, rendahnya
partisipasi angkatan kerja, masih tingginya angka pengangguran dan adanya
kecendrungan masalah sosial di kalangan pemuda (BPS, 2003).
Data dari Indeks Pembangunan Manusia HDI (Human Development Index)
menggambarkan bahwa posisi Indonesia masih rendah. UNDP Report tahun 2008
menunjukkan bahwa HDI Indonesia pada tahun 2006 berada pada urutan ke 109 dari
179 negara. Data lain juga menujukkan kontradiksi antara potensi pemuda yang
notabene usia produktif dengan kontribusi pemuda dalam pembangunan dan masalahmasalah pemuda itu sendiri. Data Kementrian Pemuda dan Olahraga menunjukkan
rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pemuda yaitu sekitar 65,9 persen
mengindikasikan lemahnya tingkat partisipasi pemuda dalam pembangunan nasional.
Banyaknya masalah sosial di kalangan pemuda juga menurut Bappenas telah mencapai
kondisi mengkhawatirkan, sehingga dapat merusak jati diri dan masa depan pemuda.
Menghadapi tantangan dan permasalahan seperti ini, disisi lain melihat potensi
besar yang dimiliki pemuda, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi
Banten yang didirikan bersamaan dengan terbentuknya Provinsi Banten tahun 2000,
merupakan organisasi yang memiliki potensi besar dalam

pengembangan dan

pemberdayaan pemuda lokal. Dengan dukungan lima puluh organisasi kemasyarakatan

pemuda (OKP) sebagai anggota, delapan KNPI kabupaten dan kota sebagai
perpanjangan tangan pengurus daerah, tentu partisipasi pengembangan pemuda menjadi
lebih mudah dilakukan. Permasalahannya adalah sejauhmana kebijakan pengembangan
pemuda diambil oleh KNPI Provinsi Banten untuk pemberdayaan pemuda lokal, seperti
apa perumusannya, bagaimana proses pengambilan kebijakan, adakah konspirasi politik
didalamnya, apa motif yang melatarbelakanginya, jaringan komunikasi apa saja yang
mensosialisasikan kebijakan sehingga kebijakan tersebut tepat sasaran, berdaya guna
dan seterusnya.
Beberapa kebijakan dalam pengembangan pemuda tentu diambil oleh KNPI
Provinsi

Banten,

umpamanya

beasiswa

pendidikan

bagi

pemuda,

pelatihan

kewirausahaan pemuda lokal, studi banding pemuda Banten ke Bali tahun 2008,
pertukaran pelajar dan pemuda Internasional 2008 atau kebijakan-kebijakan
pengembangan lainnya (Draft Raker KNPI Provinsi Banten, 2008). Tetapi dalam proses
pengambilan kebijakan pemuda sering kali suatu kebijakan tertentu kurang
mencerminkan tujuan atau kepentingan pengembangan pemuda dan organisasi. Ini
menunjukkan bahwa didalam organisasi KNPI Provinsi Banten juga terjadi tindakan
atau aktivitas yang menyimpang dari rasionalitas organisasi.
Rapat kerja ke dua KNPI Provinsi Banten yang dilaksanakan pada Desember
2009 di Tanggerang, merupakan forum pengambilan kebijakan. Program-program
secara internal dan external diputuskan dengan maksud agar tercapai keterarahan
pembinaan, pengembangan dan peningkatan yang berkesinambungan. Dalam rangka
mempersiapkan pemuda yang berkualitas, berkemampuan, profesional dan mandiri
diperlukan partisipasi aktif pemuda bagi terwujudnya cita-cita pembangunan daerah dan
pembangunan nasional.
Salah satu program dalam rapat kerja ke dua KNPI Provinsi Banten bidang
Organisasi dan Kepemudaan adalah Pelatihan kepemimpinan manajemen dan
keorganisasian yang dilaksanakan pada tahun 2010, sifat kegiatannya dilakukan secara
berkala dengan sumber anggaran dari KNPI Provinsi Banten. Program ini dibuat dengan
tujuan untuk mempersiapkan dan memberdayakan SDM internal organisasi agar kaderkadernya siap menjadi pemimpin yang menciptakan situasi kondusif dalam rangka
penguatan organisasi. Program ini juga bertujuan untuk mempersiapkan kader-kader
KNPI Provinsi Banten menjadi pemimpin di masyarakat yang mampu memberi nilai
positif bagi laju pembangunan daerah.

KNPI Provinsi Banten disatu sisi hampir selalu dihadapkan pada masalahmasalah dalam usahanya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sehingga
membutuhkan solusi-solusi yang dianggapnya rasional. Sementara itu disisi lain,
terdapat kelompok-kelompok kepentingan (interest group) yang juga selalu berusaha
mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri. Oleh karena itu semua aktivitas dan kebijakan
yang diambil harus merepresentasikan kedua hal tersebut (Hickson, 1987). Seperti
halnya di dalam KNPI Provinsi Banten, kepentingan-kepentingan antar kelompok dalam
pengambilan

kebijakan

merupakan

perjuangan-perjuangan

tanpa

akhir.

Perlu

pendekatan-pendekatan atau strategi-strategi komunikasi agar kepentingan-kepentingan


tersebut tidak mengganggu sistem yang sudah dibangun dalam organisasi.
KNPI Provinsi Banten dalam prakteknya menemui berbagai kesulitan dalam
mengelola organisasi terlebih ketika proses pengambilan kebijakan. Banyaknya anggota
Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang tergabung, secara tidak langsung
membentuk klik tersendiri sesuai dengan orientasi, ideologi, etnis, politis masingmasing anggota. Nyata dilapangan bahwa klik ini membangun rasa solidaritas,
kebersamaan dan memiliki perjuangan-perjuangan tertentu. Kelompok-kelompok ini
sangat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan. Tidak sedikit kebijakan yang diambil
belum berlandaskan semangat profesionalisme tetapi dikendalikan oleh solidaritas klik
tadi. Fenomena dukung mendukung, tolak menolak, setuju tidak setuju umum sekali
terjadi dalam perdebatan pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten.
Permasalahan makin rumit manakala semua klik mempunyai tujuan dan kepentingan
yang sama, sehingga terjadi gesekan, gap atau situasi yang kurang kondusif bagi
jalannya organisasi.
Akibatnya komunikasi hanya berlangsung searah, tidak memberikan rangsangan
positif bagi OKP untuk membangun hubungan timabal balik yang setara dan saling
mempengaruhi. Komunikasi yang berkenaan dengan pengembangan dan pemberdayaan
pemuda seperti dinilai Muhatadi, tampak masih belum melahirkan kreativitas
pembangunan dari bawah secara optimal. Aspirasi OKP tidak tersampaikan secara utuh
sehingga dapat membuka peluang terjadinya miskomunikasi. Padahal, dalam kehidupan
politik, selain dapat menciptakan terhambatnya prose komunikasi, miskomunikasi juga
dapat mengahambat dinamika internal KNPI Provinsi Banten. Sebaliknya, jika
komunikasi yang dilakukan ini wajar, maka dapat melahirkan partisipasi OKP secara
signifikan.dengan menggunakkan kerangka teoritik dan dalam kenyataan situasi
komunikasi internal KNPI Provinsi Banten, dinamika komunikasi KNPI Provinsi

Banten disitulah ditempatkan. Beberapa implikasi logis, terlihat diantaranya pada


dinamika kehidupan komunikasi baik secara kelembagaan maupun perorangan.
Iklim komunikasi dan situasi yang kurang kondusif ini sering sekali terjadi di
organisasi manapun, dan sebenarnya dapat dicegah manakala proses dan kualitas
komunikasi dapat memenuhi kebutuhan anggota. Tetapi tidak semua organisasi
memahami pentingnya komunikasi dalam mengintegrasikan semua kelompok dan
kepentingan agar tidak terjebak pada persaingan yang tidak sehat. Setiap teori organisasi
yang tuntas, komunikasi menduduki tempat utama, karena susunan, keluwesan dan
cakupan organisasi secara keseluruhan ditentukan oleh teknik komunikasinya (Barnard,
1958). Selanjutnya Barnard melihat komunikasi itulah yang menentukan kedinamisan
suatu organisasi; Komunikasi merupakan kekuatan utama dalam membentuk organisasi
dan komunikasi yang membuat dinamis suatu sistem kerjasama dalam organisasi dan
menghubungkann tujuan organisasi pada partisipasi orang di dalamnya (Barnard 1985).
Kuncinya terletak pada pengemasan komunikasi, pola komunikasi, transaksi komunikasi
dan strategi komunikasi yang dimainkan sehingga mampu mencairkan suasana.
Iklim komunikasi yang berlangsung di KNPI Provinsi Banten mencerminkan
bahwa sebenarnya kebijakan yang diambil hanya formalitas dalam forum rapat saja,
karena sesungguhnya terjadi banyak praktek-praktek lobbying di luar yang justru
menentukan kualitas kebijakan itu sendiri. Lobbying dilakukan oleh anggota-anggota
KNPI untuk meluluskan kebijakan yang diambil, karena sadar adanya kepentingan dan
kekuatan-kekuatan lain yang berpengaruh terhadap orientasi kebijakan pengembangan
pemuda. Lobbying juga dilakukan banyak anggota KNPI karena pola-pola komunikasi
yang berlangsung di forum-forum formal kurang memuaskan dan tidak memberi
harapan serta solusi.
Dalam prakteknya pola-pola komunikasi, strategi komunikasi yang umum
dikenal, diterapkan dan diyakini mampu menjadi solusi atas permasalahan yang terjadi,
tidak sesederhana seperti apa yang dipelajari. Banyak ditemukan hal-hal lain yang turut
menentukan kualitas komunikasi dalam organisasi. Seperti tingkat pendidikan,
lingkungan, pengalaman, umur seseorang, jenis kelamin, jabatan, profesi, bargaining
politis dan seterusnya. Faktor-faktor ini terlihat manakala ada tarik ulur kebijakan
karena persepsi-persepsi, pemahaman, orientasi dan kepentingan yang berbeda antar
sesama anggota.
Arus komunikasi yang terjadi secara internal terlihat sangat fluktuatif, misalnya
komunikasi

menguat manakala kebijakan yang

diambil memberi keuntungan-

keuntungan baik secara politis maupun secara organisatoris bagi anggotanya, tetapi
beberapa fakta dilapangan mengindikasikan komunikasi melemah manakala tidak ada
keuntungan signifikan dalam kebijakan yang diambil. Bahkan komunikasi juga
menguat atau melemah manakala terjadi aksi dukung-mendukung, tolak menolak
sesama OKP dalam penentuan kebijakan.
Dibutuhkan satu bentuk jaringan komunikasi yang merupakan suatu struktur
saluran dimana informasi mengalir dari individu satu ke individu lainnya. Jaringan ini
mengandung alur informasi, dan mencerminkan interaksi formal antar anggota
organisasi. Di KNPI Provinsi Banten individu-individu yang terlibat dalam lingkaran
jaringan komunikasi berfungsi dan bekerja agar bagaimana kebijakan-kebijakan yang
diambil steril dari kepentingan-kepentingan pihak luar. Individu-individu yang berperan
sebagai gate keeper yaitu orang melakukan filtering terhadap informasi yang masuk
sebelum dikomunikasikan kepada anggota, filtering patut dilakukan karena tidak semua
anggota dengan bahasa dan perilaku yang sama dapat memahami informasi dengan
serta merta. Opinion leader dan cosmopolit menempati posisi yang penting dalam
jaringan komunikasi.
Dua peran inilah sebenarnya yang mampu mengendalikan kebijakan-kebijakan
agar tidak ada campur tangan dari pihak yang tidak berkepentingan.

Jaringan

komunikasi di KNPI Provinsi Banten juga difungsikan untuk mendistribusikan dan


mensosialisasikan informasi kebijakan-kebijakan yang telah diambil. Berbagai kasus
dilapangan terjadi manakala ada penguasaan dan proteksi atas informasi tentang
kebijakan. Proteksi dilakukan karena ada ancaman atau keuntungan yang dapat diraih
dan tidak ingin jatuh ketangan lain. Kepakuman atau kemacetan informasi yang
disebabkan ego pribadi membuat organisasi tidak berjalan sehat dan kondusif.
Dalam organisasi KNPI Provinsi Banten, peran, posisi seseorang dalam struktur
mempengaruhi kewibawaan dalam berorganisasi, karena secara inherent posisi struktur
seseorang menunjukkan kewenangan, tingkat pengalaman, kapasitas, pemahaman
organisatoris dan bargaining politik yang dimiliki. Sehingga dalam beberapa praktek
komunikasi, terjadi penguasaan pesan yang didominasi oleh individu pada posisi
tertentu. Menariknya justru tarik ulur komunikasi dan arus komunikasi bersumber dari
opinion leader organisasi KNPI Provinsi Banten yang memiliki jabatan-jabatan
strategis.
Permasalahan yang muncul kemudian adalah bagi individu-individu baik dari
sisi pengalaman, pemahaman yang bebeda dan bargaining politis yang relatif rendah,

sehingga terjadi banyak hambatan-hambatan komunikasi yang mempengaruhi


kebijakan. Individu-individu ini terisolasi dan nyaris tidak tersentuh oleh opinion leader,
karena mengasingkan diri dari aktivitas keorganisasian. Walaupun terisolasi kumpulan
individu ini tetap keberadaannya sangat diperlukan dalam legitimasi kebijakan. Untuk
menjembataninya diperlukan seorang bridge yang menghubungkan dengan kelompok
yang lain. Sehingga kemudian

gap yang cukup tajam dalam pengelolaan dan

penguasaan pesan komunikasi dapat dihindari.


Jika kondisi ini tidak disiasati tentu berpengaruh terhadap kualitas kebijakan
yang diambil di KNPI Provinsi Banten, karena dalam proses pengambilan kebijakan
terjadi komunikasi yang timpang yang mengisyaratkan timpangnya pemahaman dan
orientasi. Ketimpangan ini dipertajam dengan kepentingan-kepentingan diluar
organisasi yang mengakibatkan terjadinya tekanan-tekanan atau gesekan-gesekan
politis, sehingga kebijakan begitu alot (lama) diputuskan. Padahal kebijakan tidak
berhenti pada tahap pemutusan tetapi ada pekerjaan yang lebih besar yaitu sosialisasi
dan pelaksanaan kebijakan.
Dalam kondisi seperti inilah terlihat begitu dinamisnya komunikasi yang
dimainkan KNPI Provinsi Banten dan inilah yang membuat KNPI Provinsi Banten
terlihat sebagai organisasi yang dinamis dan disisi lain organisasi yang fluktuatif dan
yang menurut peneliti menarik untuk diteliti khususnya pada program bidang
keorganisasian tentang pelatihan kepemimpinan dan manajemen keorganisasian.
Menjadi menarik karena disatu sisi KNPI Provinsi Banten sebagai organisasi yang tepat
dan bertanggung jawab atas pengembangan dan pemeberdayaan pemuda lokal, disisi
lain organisasi ini mewadahi berbagai OKP yang tentu memiliki kekhasan, orientasi,
kepentingan dan tujuan tersendiri. Sehingga tidak mudah bagi KNPI Provinsi Banten
untuk mewadahinya dan menjaga nilai keberhimpunan sebagai perekat seluruh OKP
anggota.
Penelitian ini menjadi penting dilakukan untuk menganalisis aktivitas-aktivitas
komunikasi,iklim komunikasi dan interaksi dalam organisasi sehingga ditemukan
saluran, pola atau bentuk komunikasi yang efektif dalam pengambilan kebijakan. Selain
itu, penelitian ini juga penting dilakukan agar temuan-temuan dilapangan dapat menjadi
acuan sehingga persoalan-persoalan komunikasi dalam organisasi khususnya di KNPI
Provinsi Banten dapat dihindari dan tercipta satu pola hubungan komunikasi yang
harmonis dalam organisasi.

1.2. Rumusan Masalah


Uraian latar belakang masalah diatas, mengilustrasikan fluktuasi sikap dan
perilaku komunikasi di KNPI Provinsi Banten, hal ini didasarkan pada satu asumsi
bahwa, begitu banyak anggota OKP yang diwadahi dan kelompok kepentingan yang
turut menentukan arah kebijakan yang diambil. Kondisi inilah yang membuat KNPI
tetap hidup dalam kebesaran anggotanya. Dalam konteks komunikasi, kondisi seperti itu
terjadi diduga salah satunya, karena kuatnya arus kegiatan komunikasi yang dimainkan
KNPI, karena itu yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah bagaimana proses
berlangsungnya komunikasi KNPI khususnya dalam

upaya mensiasati kehendak

anggotanya dalam pengambilan kebijakan. Dalam kajian tersebut penelitian ini


mencoba mengungkap masalah-masalah pokok dari objek studi sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan pengembangan
pemuda di KNPI Provinsi Banten?
2. Seperti apakah iklim komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan
pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten?
3. Faktor-faktor internal dan eksternal apa sajakah yang mempengaruhi pengambilan
kebijakan proses pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bermaksud menemukan dan mendeskripsikan fakta-fakta ilmiah
(scientific finding) berkenaan dengan dinamika komunikasi yang terjadi di KNPI
Provinsi Banten ketika proses pengambilan kebijakan berlangsung. Sedangkan yang
menjadi tujuan utama penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan pengembangan
pemuda di KNPI Provinsi Banten.
2. Mengkaji

iklim komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan

pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten.


3. Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal apa sajakah yang mempengaruhi
proses pengambilan kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten.

1.4. Manfaat Penelitian


Capaian terakhir dari penelitian ini, secara akademik diharapkan dapat
memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembagan ilmu komunikasi, khususnya pada

bidang komunikasi organisasi. Dari temuan-temuan ilmiah diharapkan pula dapat


dibangun suatu kerangka ilmiah menuju teori-teori baru dalam bidang ilmu komunikasi.
Studi komunikasi organisasi yang difokuskan pada dinamika komunikasi dalam
pengambilan kebijakan pengembangan pemuda diharapkan juga menjadi masukan bagi
para peneliti yang memiliki perhatian pada masalah-masalah komunikasi organisasi.
Dalam penelitian ini dapat dipandang sebagai fakta-fakta ilmiah (scientific fact) yang
dapat dikembangkan dalam studi-studi lebih lanjut, baik dalam lapangan penelitian yang
sama maupun dalam lapangan yang berbeda tetapi memiliki kaitan keilmuan yang relatif
sama.
Secara pragmatis penelitian ini dapat memiliki practical necessity, sehingga hasil
penelitiannya diharapkan dapat berguna bagi kepentingan pembangunan masyarakat,
berkenaan dengan pengembangan bidang organisasi. Misalnya bagi

para pembuat

keputusan, baik tingkat regional maupun nasional. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi salah bahan masukan sekaligus memberikan sumbangan pemikiran untuk
dijadikan bahan pertimbangan dalam proses pembuatan kebijakan.
Diletakkan dalam konteks pribadi, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
peneliti karena ada pencerahan, pemahaman baru bahwa realitas yang tampak baik
dipermukaan adalah sesuatu yang semu, karena setiap realitas yang ada, terdapat unsur
kepentingan kaum dominan dibelakangnya, dan pada akhirnya bertujuan untuk
memanipulasi kenyataan yang ada pada realitas sosial di masyarakat.
Selanjutnya penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam menganalisis kuasakuasa yang ada dan bermain dalam pengambilan kebijakan. OKP sebagai suatu sistem
dominasi KNPI, dan KNPI sebagai suatu sistem dominasi OKP bukanlah sebagai
kelompok yang bebas nilai, namun didominasi oleh kelompok kepentingan dan elit
dibelakangnya. Dalam menganalisisnya, terjadi stigma suatu realitas sosial yang
terkesan dogmatis dari pada ilmiah, hal ini dilandasi pemahaman ideologis dari unsurunsur yang bermain dalam ranah realitas tersebut.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori-Teori Komunikasi


2.1.1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi manusia
dapat saling berhubungan satu sama lain, tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam
komunikasi (Muhammad 2002). Bermacam-macam definisi yang dikemukakan untuk
memberi batasan terhadap apa yang dimakasud komunikasi dari berbagai aspek.
Definisi-definisi tersebut disesuaikan dengan bidang dan tujuan-tujuan tertentu yang
terkandung. Berikut dari beberapa definisi dalam melihat keanekaragaman yang berguna
untuk menarik pengertian yang umum dari komunikasi.
Louis Forsadle (1981) mendefinisikan Communication is the poses by the
which an individual transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other
individual. Dengan kata lain komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus
yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Louis
Forsdale (1981) Communication is the proses by which a system is esthablished,
maintained and altered by mens of shares signal that operate according to rules
komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga
dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah. Dalam definisi ini
kata signal berupa simbol verbal atau nonverbal yang mempunyai aturan tertentu
sehingga dapat memahmi maksud yang terkandung.
Ruber (1988) memberikan definisi mengenai komunikasi manusia yang lebih
komprehensif sebagai berikut: Komunikasi manusia adalah suatu proses melalui dimana
individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat
menciptakan, mengirimkan, menggunakan

informasi untuk mengkoordinasikan

lingkungannya dengan orang lain.


Seiler (1982) memberikan definisi komunikasi yang lebih universal: komunikasi
adalah proses dengan nama simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima, dan
diberi arti. Menurut Stephen Robbins, setiap orang selalu mengadakan komunikasi,
baik ketika berada dalam suatu organisasi atau tidak. Sebelum komunikasi itu dapat
berlangsung diperlukan adanya suatu tujuan yang dinayatakan sebagai suatu pesan yang
disampaikan. Pesan ini dikirim melalui suatu sumber (pengirim) dan penerima. Pesan
diubah dalam bentuk simbolik (disebut pengkodean atau pembuat kode) dan melewati
media (saluran) ke penerima,

yang mengubah kembali pesan pengirim (disebut

10

pembacaan kode). Hasilnya adalah suatu penyampain maksud dari satu orang kepada
orang lain
Koontz (1999) menjelaskan proses komunikasi sebagai proses yang mencakup
pengiriman, menyampaikan pesan baik, ide, gagasan, pikiran melalui suatu saluran
yang telah dipilih kepada penerima. Burack dan Mathys menjelaskan secara singkat
proses komunikasi sebagai berikut: Komunikasi adalah proses pertukaran informasi dan
penyampain pengertian diantara orang-orang. Oleh karena komunikasi demikian
merupakan suatu bagian integral dari semua kegiatan manajerial, maka suatu pengertian
tentang bagaimana proses bekerja merupakan langkah pertama yang penting untuk
memperbaiki, baik komunikasi antar perseorangan maupun komunikasi organisasional.
Proses komunikasi dimulai dengan pengirim yang mempunyai suatu ide dan
tujuan untuk mengirimkan suatu pesan, kemudian mengkodekan atau mengubah ide
menjadi bentuk pesan: kata-kata, gerak badan, seperti gerak isyarat atau ekspresi wajah,
atau simbol-simbol seperti gambar, diagram, atau tulisan. Kemudian pesan disampaikan
melalui salah satu dari bermacam-macam saluran, misalnya orang, telepon, atau tulisan.
Sebagai kemungkinan lain, informasi dapat disimpan untuk digunakan dikemudian hari,
seperti halnya dalam laporan-laporan, dan analisis-analisis. Dari sudut pandangan
penerima pesan itu kemudian dibaca atau diubah menjadi istilah-istilah yang
mempunyai arti baginya.

2.1.2. Model Komunikasi


Pada hakikatnya komunikasi merupakan suatu proses berupa pengiriman stimulus,
pemberian signal, pengiriman informasi dan simbol. Menurut West (2008), ada tiga
model komunikasi yang paling utama. Model merupakan representasi sederhana dari
proses komunikasi. Ketiga model tersebut adalah komunikasi sebagai aksi (model
linier), komunikasi sebagai interaksi (model interaksional) dan komunikasi sebagai
transaksi (model transaksional).
Ketiga model yang dikemukakan oleh West ini secara simultan banyak terjadi
di organisasi-organisasi manapun, baik organisasi politik, pemerintahan atau organisasi
kemasyarakatan seperti KNPI. Misalnya di organisasi KNPI Provinsi Banten proses
interaksi bisa berjalan searah manakala ada intruksi berupa tugas dari pimpinan kepada
pengurus atau anggota, atau pemberitaan keorganisasiaan melalui surat. Model
interaksional biasanya tampak pada pertemuan-pertemuan antar anggota, antar pimpinan
atau pertemuan dengan organisasi lain, interaksi disini dimaknai sebagai satu proses

11

menjaga hubungan harmonis, menjaga citra diri, dan pemenuhan informasi. Begitu
pula model transaksional sangat nampak pada acara rapat misalnya, dimana muatan
perdebatan wacana, ide, gagasan, atau muatan kepentingan lebih mudah terlihat dan
dinamis. Komunikasi transaksional dimaknai bagaimana semua unsur yang terlibat
bersikap kooperatif terhadap kebijakan yang diambil, sikap kooperatif ini tentunya
dipengaruhi oleh kualitas pesan yang menunjang pemahaman orang lain tujuan yang
dimaksud,

sehingga semua unsur

yang

terlibat memiliki kesepahaman bersama

keputusan yang diambil. Begitu juga perilaku komunikasi yang nampak secara verbal
meyakinkan pihak lain bahwa sesungguhnya kebijakan yang diambil membawa
keuntungan-keuntungan bagi pengembangan organisasi. Dalam penelitian ini, ketiga
model komunikasi diatas digunakan agar memudahkan dalam pengamatan dinamika
komunikasi yang terjadi di dalam KNPI ketika proses pengambilan kebijakan
pengembangan pemuda berlangsung, sehingga perlu kiranya model-model tersebut
dijelaskan lebih rinci.
Komunikasi

sebagai model linier pertama kali diungkapkan oleh Claude

Shannon pada tahun 1949. Elemen kunci pada model ini adalah sebuah sumber (source)
yang mengirimkan pesan (massage) kepada penerima (receiver) yang menerima pesan
tersebut. Komunikasi juga melibatkan gangguan (noise), yang merupakan semua hal
yang tidak dimaksudkan oleh sumber informasi. Ada empat jenis gangguan. Pertama,
gangguan semantik yang berhubungan dengan slogan, jargon atau bahasa-bahasa
spesialisasi yang digunakan secara perorangan dan kelompok. Kedua, gangguan fisik
(eksternal) yaitu gangguan yang berada di luar penerima. Ketiga, gangguan psikologis
merujuk pada prasangka, bias dan kecenderungan yang dimiliki oleh komunikator
terhadap satu sama lainnya atau terhadap pesan itu sendiri. Keempat, gangguan
fisiologis adalah gangguan yang bersifat biologis terhadap proses komunikasi.
Komunikasi sebagai interaksi: Model Interaksional pertama kali diperkenalkan
oleh Schramm

pada tahun 1954. Model ini menolak asumsi model linier bahwa

seseorang hanyalah pengirim atau penerima. Hal ini merupakan pandangan yang sempit
terhadap partisipan-partisipan dalam proses komunikasi. Sedangkan model interaksional
menurut Schramm (1954) dalam West (2008), mengemukan bahwa kita juga harus
mengamati hubungan antara seorang pengirim dengan penerima. Model ini menekankan
pada

proses komunikasi dua arah, yaitu dari pengirim kepada penerima dan dari

penerima kepada pengirim. Proses ini terjadi secara melingkar. Proses ini

12

mengilustrasikan bahwa seseorang dapat menjadi pengirim maupun penerima dalam


sebuah interaksi, tetapi tidak dapat menjadi keduanya sekaligus.
Satu elemen penting bagi model komunikasi interaksional adalah umpan balik
(feed back), atau tanggapan terhadap suatu pesan. Umpan balik juga dapat berupa
verbal dan nonverbal, dapat disengaja ataupun tidak disengaja. Umpan balik juga
membantu para komunikator untuk mengetahui apakah pesan mereka telah
tersampaikan atau tidak dan sejauh mana pencapaian makna terjadi. Dalam model
interaksional, umpan balik terjadi setelah pesan diterima, tidak pada saat pesan sedang
dikirim. Elemen terakhir dalam model interaksional adalah bidang pengalaman (field of
experience). Seseorang atau bagaimana budaya, pengalaman dan keturunan seseorang
mempengaruhi kemampuannya untuk berkomunikasi dengan satu sama lainnya (West,
2008).
Komunikasi sebagai transaksi, model komunikasi transaksional (transactional
model of communication) awalnya diperkenalkan oleh Barnlund pada tahun 1970.
Model ini menggaris bawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara
terus menerus dalam sebuah episode komunikasi. Model transaksional berarti
komunikasi bersifat kooperatif, pengirim dan penerima sama-sama bertanggung jawab
terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi. Dalam model komunikasi
linier, makna dikirim dari satu orang ke orang lainnya. Dalam komunikasi interaksional,
makna dicapai melalui umpan balik dari pengirim dan penerima. Dalam model
transaksional ini, orang membangun kesamaan makna.
Model transaksional menuntut menyadari pengaruh satu pesan terhadap pesan
lainnya. Satu pesan dibangun dari pesan sebelumnya, karena itu ada saling
ketergantungan antara masing-masing komponen komunikasi. Perubahan di satu
komponen mengubah yang lainnya juga. Model transaksional juga berasumsi bahwa
para komunikator menegosiasikan makna (Muhamad, 2002).

2.1.3. Teori Interaksi Simbolik


Dalam tradisi interaksional, komunikasi berarti bersifat sosial, sehingga
penjelasan kognitif merupakan penjelasan yang bersifat sekunder. Dalam pandangan
mereka,

seluruh konvensi sosial menjadi mapan, bertahan, dan berubah melalui

interaksi sosial. Interaksionalisme simbolis merupakan perkembangan teori sosiologi


yang menaruh perhatian pada hal komunikasi dan masyarakat, bahwa makna dan

13

struktur sosial tercipta dan terpelihara dalam interaksi sosial. Barbara Ballis Lal
mengungkap enam premis dasar yang melandasi pemikiran interaksionisme simbolis,
yaitu (1) orang selalu membuat keputusan dan bertindak berdasarkan pemahaman
subjektif terhadap situasi dimana mereka berada; (2) kehidupan sosial terdiri bukan atas
struktur, melainkan proses interaksi yang secara konstan berubah; (3) bahasa merupakan
bagian dari kehidupan sosial yang memegang peran penting dalam usaha pemahaman
manusia atas pengalaman mereka; (4) dunia terdiri atas objek sosial yang dinamai dan
diberi arti secara sosial; (5) tindakan manusia selalu didasarkan atas interpretasi; dan (6)
seperti halnya objek sosial, objek individual juga didefinisikan melalui interaksi sosial
(Littlejohn. 2002).
Aliran interaksionalisme simbolis terbagi dalam dua aliran, yaitu aliran Chicago
dan aliran Lowa. Aliran Chicago, aliran ini dirintis oleh Goerge Herbert Mead yang
kemudian dilanjutkan oleh Herbert Blumer. Blumer percaya bahwa untuk mempelajari
manusia tidak bisa menggunakan cara yang sama dengan cara mempelajari bendabenda. Mempelajari manusia harus dapat berempati terhadap subjek penelitiannya,
memasuki struktur pengalamannya, dan berusaha memahami nilai yang dipercaya setiap
orang. Oleh karena itu, dalam karya Mead, sebagai pelopor teori ini, disebut tiga konsep
pokok yang menurut Mead, merupakan aspek penting dalam memahami proses tindakan
sosial (social act), meliputi masyarakat (society), diri (self), dan pikiran (mind)
(Littlejohn, 2002).
Masyarakat terdiri atas perilaku kerja sama (cooperative behaviour) seluruh
anggotanya. Kerja sama sendiri menurut Mead, berarti pembacaan atas tindakan (action)
dan maksud tindakan (intention) orang lain serta cara meresponnya yang dilakukan
dengan cara patut. Pembacaan dilakukan dengan interpretasi, yaitu percakapan internal,
terhadap tindakan dan maksud tindakan individual yang dilakukan melalui significant
symbols atau isyarat yang maknanya disepakati secara sosial. Tindakan sosial sebagai
bentuk kerja sama sosial, terdiri atas tiga bagian yang saling berhubungan, yaitu isyarat
permulaan, respons, dan hasil atau makna tindakan bagi para peserta komunikasi.
Sebuah tindakan bersama (joint action), misalnya pengambilan kebijakan selalu terdiri
atas saling terkaitan (interlinkage) dari interaksi yang lebih kecil. Dengan demikian,
dapat dikatakan masyarakat terdiri atas jaringan tindakan sosial yang maknanya
ditentukan oleh tindakan dan respons individual dengan menggunakan simbol.
Konsep ketiga yang disebut Mead adalah pikiran. Menurutnya, pikiran bukanlah
sesuatu, melainkan sebuah proses:

kemampuan untuk menggunakan simbol dalam

14

merespon diri sendiri, sehingga berpikir menjadi mungkin. Dalam hal ini, objek hanya
dapat dianggap sebagai objek melalui proses berpikir simbolis. Lebih jauh, Blumer
membedakan tiga macam objek, yaitu objek fisik (sesuatu atau things), objek sosial
(people atau orang),

dan objek abstrak (ideas atau ide-ide). Setiap orang

memperlakukan objeknya secara berbeda, sehingga, misalnya, seorang aktivis dapat


dianggap sebagai things ketimbang people (Littlejohn, 2002).
Aliran Lowa, berbeda dengan Blumer yang menolak pendekatan objektif dalam
penelitian manusia. Manford Kuhn, salah satu tokoh aliran Lowa berpendapat bahwa
metode objektif lebih mungkin berhasil daripada metode lembut yang digunakan oleh
Blumer. Kuhn berusaha mengembangkan setidaknya dua langkah baru, yaitu pertama,
membuat konsep tentang diri (self) menjadi lebih konkret; dan kedua, membuat usaha
tersebut mungkin. Namun demikian, tetap melandaskan pemikirannya pada premis
dasar teori Mead. Bagi Kuhn, penamaan objek adalah penting, karena menam sesuatu
selalu membawa serta maknanya. Oleh karena itu, pertama, menekankan pentingnya
bahasa dalam berpikir dan berkomunikasi. Seperti juga Blumer dan Mead, Kuhn juga
menekankan pentingnya kedudukan objek dalam dunia manusia.

Baginya,

merupakan aspek dari realitas seseorang, baik berupa sesuatu (things),

objek
kualitas

(quality), peristiwa (event), maupun situasi (state of affairs).


Konsep kedua yang dikemukakan

oleh Kuhn adalah tentang perencanaan

tindakan (plan of action), yaitu pola tingkah laku seseorang terhadap objek tertentu.
Karena perencanaan diarahkan oleh sikap (attitude), yaitu pernyataan verbal yang
menunjukkan nilai tujuan tindakan, maka sikap, bagi Kuhn, dapat diukur. Konsep
ketiga yang dikemuk oleh Kuhn, serupa dengan konsep significant other yang
dikemukakan oleh Mead, adalah orientational other. Konsep ini mengacu pada orang
tertentu yang memberikan pengaruh terhadap kehidupan seseorang. Orang-orang ini
biasanya merupakan (1) orang yang mempunyai komitmen emosional dan psikologis
dengan individu tertentu; (2) seseorang yang mempengaruhi kerangka konseptual, kosa
kata, dan kategori seorang lainnya; (3) seorang yang berbeda dari orang tersebut; dan (4)
orang-orang yang keberadaannya menjaga kelangsungan konsep diri orang tertentu
(Littlejohn. 2002) .
Perluasan Interaksionisme: Erving Goffman, dengan menggunakan analogi
permainan drama, Goffman berasumsi bahwa setiap orang selalu berusaha memberi
makna bagi peristiwa yang ditemuinya sehari-hari. Hal ini berarti bahwa interpretasi

15

terhadap situasi merupakan definisi situasi. Definisi ini dapat dipecah menjadi dua,
pertama, strip atau rangkaian tindakan; dan kedua, frame atau pola penataan dasar yang
digunakan dalam mendefinisikan strip. Analisis bingkai (frame) berarti

mengkaji

bagaimana pengalaman ditata dalam diri seseorang melalui kerangka kerja (framework),
yaitu model yang digunakan seseorang dalam memahami pengalamannya. Kerangka
kerja dapat berupa kerangka kerja alami (natural framework), yaitu peristiwa alam yang
terjadi tidak berdasarkan arahan, dan kerangka kerja sosial (social framework), yaitu
peristiwa yang terjadi berdasarkan arahan dan dapat dikendalikan. Lebih jauh Goffman
membedakan kerangka kerja dua macam jenis kerangka kerja, yaitu, pertama, kerangka
kerja primer (primary framework), yaitu unit penataan dasar, misalnya berpakaian;
dan kedua, kerangka kerja sekunder (secondary framework), penggunaan penataan
dasar pada kerangka kerja primer demi tujuan tertentu.
Dalam konteks analisis bingkai ini aktivitas komunikasi dilihat berdasarkan
perjumpaan muka (face engagement/encounter) yang terjadi dalam interaksi antar orang
yang dilakukan secara terfokus. Dalam hal ini, isyarat memegang peran penting dalam
pemaknaan hubungan, seperti kebutuhan terhadap definisi mutual terhadap situasi.
Goffman percaya bahwa secara literer terbatasi oleh dramatisasi. Sebab, seperti halnya
audiens yang menangkap karakter yang dibawa aktor melalui peran tertentu dalam
pementasan drama, dalam menjumpai orang lain kita selalu menghadirkan karakter
tertentu. Adapun dalam mendefinisikan situasi, menurut Goffman, dapat melalui dua
bagian proses, yaitu (1) berusaha mendapatkan informasi tentang orang lain dalam
situasi tersebut; dan (2) memberikan informasi tentang diri. Pertukaran ini biasanya
terjadi secara tidak langsung

melalui observasi

tingkah

laku orang lain dan

menstrukturkan tingkah laku pribadi untuk mendatangkan impresi pada diri orang lain
(Littlejohn, 2002) .
Teori Struktrasi, gagasan yang terdapat dalam interaksionisme simbolis secara
umum berkaitan dengan mikro proses, yaitu interaksi aktual antar orang hingga tingkat
kemungkinan yang paling kecil, yang berpengaruh membentuk makrostruktur
masyarakat. Namun gagasan tersebut tidak membahas kebalikannya, yaitu pengaruh
makro struktur terhadap mikro proses. Teori strukturasi, yang dikemukakan oleh
Anthony Giddens, berusaha menjelaskan secara lebih lengkap hubungan mikro-makro
tersebut. Dalam pandangan Giddens tindakan manusia merupakan proses produksi dan
reproduksi

beragam sistem sosial. Dengan kata lain, dalam komunikasi,

para

16

pesertanya bertindak strategis untuk mencapai tujuan mereka yang kemudian


menghasilkan struktur yang berbalik mempengaruhi

tindakan mereka selanjutnya.

Sebab, meskipun bertindak dalam rangka melengkapi keinginan, pada saat yang sama
tindakan tersebut menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan (unintended
consequences) dan

menjadikan sebuah struktur sosial mapan dan mempengaruhi

tindakan kita selanjutnya. Oleh karena itu, Donald Ellis menyebutkan bahwa interaksi
dan struktur sosial merupakan entitas teranyam (braided entity). Dalam praktek aktual,
di mana lebih dari sebuah struktur bertemu, dapat terjadi dua hal, pertama mediasi,
struktur yang satu memperantarai hadirnya struktur lain; dan kedua, kontradiksi, struktur
yang satu mengatasi struktur yang lainnya.
Proses Simbolis dalam Teori Konvergensi, Kenneth Burke. Untuk memahami
komunikasi dalam pandangan Burke, harus mengetahui konsepnya tentang tindakan
yang berarti juga mengerti beberapa ide sentral yang dikemukakannya, seperti: simbol,
bahasa, dan

komunikasi.

Tindakan dipahami oleh Burke seperti dipahami dalam

drama, bahwa tindakan (action) berbeda dengan gerakan (motion). Tindakan terdiri
atas tingkah laku yang bertujuan dan bermakna, sedangkan gerakan tidak. Tindakan
memandang manusia sebagai makhluk biologis dan neurologis yang berbeda dari
makhluk lain karena tingkah laku penggunaan simbol (symbol-using), yaitu kemampuan
bertindak. Bagi Burke, manusia menciptakan simbol (symbol-creating) untuk menamai
sesuatu, menggunakan simbol (symbol-using) untuk berkomunikasi, dan mengabaikan
simbol (symbol-misusing) yang tidak menguntungkan (Littlejohn, 2002).
Adapun dalam hal bahasa, Burke memandang setiap kata selalu bersifat
emosional dan tidak pernah netral. Maksudnya setiap sikap, putusan, dan perasaan
selalu terdapat dalam bahasa yang digunakan. Untuk memahami ini, perlu menilik
konsep Burke tentang rasa bersalah (guilt), yaitu perasaan dan tekanan yang terdapat
pada diri seseorang akibat penggunaan simbol, misalnya kegelisahan, benci diri sendiri
(self-hatred), dan kebencian. Menurut Burke guilt diakibatkan oleh tiga hal, yaitu (1)
negatif, rasa bersalah dalam hal ini dipandang sebagai akibat dari mengikuti peraturan
yang bertentangan dengan aturan lain; (2) prinsip perfeksi, dalam hal ini rasa bersalah
dihasilkan dari ketidaksesuaian antara yang ideal dengan kenyataan; dan (3) prinsip
hirarkis, dalam hal ini rasa bersalah merupakan hasil dari persaingan dan perbedaan
yang pada akhirnya membentuk sebuah hirarki. Seluruh tindakan dan komunikasi,
menurut Burke, didasari oleh guilt, yaitu untuk mengusir rasa bersalah.

17

Lebih jauh, dalam menjelaskan komunikasi, Burke menggunakan beberapa


istilah yang bersinonim, yaitu konsubstansialitas (consubstantiality), identifikasi
(identification), persuasi (persuasion), komunikasi (communication), dan retorika
(rethoric). Konsubstansialitas menyatakan makna substansi yang dibagi bersama antar
individu dalam masyarakat, sedangkan identifikasi, lawan dari pembedaan (division),
menyatakan peningkatan pemahaman yang bermaksud persuasi dan atau komunikasi
yang efektif.

Burke selanjutnya membedakan tiga macam identifikasi, yaitu (1)

identifikasi material, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi, misalnya, benda,
kebutuhan, dan kepemilikan yang terwujud dalam hal, seperti memiliki mobil yang
sama; (2) identifikasi idealistik, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi, misalnya,
nilai, sikap, perasaan, dan ide yang terwujud dalam hal, seperti menjadi anggota
organisasi yang sama; dan (3) identifikasi formal, merupakan hasil dari abstraksi yang
berasal dari pemaknaan peristiwa yang menempatkan kelompok-kelompok tertentu
dalam pihak tertentu. Lebih singkat, menurut Burke komunikasi lebih sukses jika
identifikasi lebih besar dari divisi. Komunikasi yang sukses dapat dilakukan dengan
strategi, dalam hal ini berarti retorika, yang memiliki jumlah hampir tak terbatas.
Meskipun tidak menyebut beragam strategi yang mungkin digunakan seseorang
dalam sebuah peristiwa retoris, Burke menyediakan kerangka kerja analisis dasar untuk
mengkaji tindakan yang disebutnya lima sisi dramatis (dramatistic pentad), meliputi
tindakan (act), adegan (scene) atau situasi dan seting kejadian, pelaku (agent), fungsi
pelaku (agency), dan tujuan (purpose).
Teori Konvergensi Simbolis yang dikembangkan oleh Ernest Boemann, John
Cragan, dan Donald Shield. Teori yang dikenal juga dengan sebutan analisis tema
fantasi (fantasy-theme analysis) ini berkaitan dengan kegunaan narasi dalam
komunikasi. Tema fantasi merupakan bagian dari drama atau cerita besar yang lebih
rumit yang disebut visi retoris (rethorical vision), yang secara esensial berarti
pandangan tentang bagaimana sesuatu terjadi atau terjadi. Visi retoris membentuk cara
memahami realitas dalam wilayah yang tidak bisa dialami langsung, melainkan melalui
reproduksi simbolis. Sebuah tema fantasi, bahkan visi retoris yang lebih besar, biasanya
terdiri atas karakter (characters), bangunan cerita (plot line), seting atau scene yang
terdiri atas lokasi, properti, lingkungan sosiokultural, dan sumber yang melegitimasi
cerita (sanctioning agent) (Littlejohn, 2002).

18

Dalam keseharian, visi retoris menjadi mapan melalui tema fantasi yang dimiliki
bersama dan membuat kelompok tersebut lebih peka terhadap cara memandang sesuatu.
Dengan kata lain, visi retoris menjaga kesadaran bersama (shared consciousness)
komunitas tertentu, sebab memiliki struktur dalam yang memperlihatkan dan
mempengaruhi cara

memandang realitas. Meskipun demikian, visi retoris dapat

berubah, berkembang, atau bertambah melalui komunikasi publik yang biasanya


menawarkan sebuah visi baru melalui tiga macam analogi, yaitu (1) analogi kebenaran,
berhubungan dengan bagaimana kita dapat hidup secara bermoral; (2) analogi sosial,
berkaitan dengan bagaimana seharusnya kita berhubungan dengan orang lain; dan (3)
analogi pragmatis, berkaitan dengan cara kita melakukan sesuatu.

2.2. Teori-Teori Komunikasi Organisasi


2.2.1. Pengertian Organisasi dan Komunikasi Organisasi
Griffin (2003), membahas komunikasi organisasi dengan mengikuti teori
management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan
efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori manajemen klasikal adalah sebagai berikut:
(1). Kesatuan komando, suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan; (2).
Rantai skalar, garis otoritas dari atasan ke bawah, yang bergerak dari atas sampai ke
bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando,
harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi;
(3). Divisi pekerjaan, manejemen perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat
spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara
efisien; (4). Tanggungjawab dan otoritas, perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk
memberi order dan ketaatan seksama suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung
jawab dan otoritas harus dicapai; (5). Disiplin, ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan
tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui; (6).
Mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum, melalui contoh
peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.
Selanjutnya, Griffin (2003) menyadur tiga pendekatan untuk membahas
komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut: Pendekatan
sistem. Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur
hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan unsur
dari inovasi. Organisasi sebagai kehidupan organisasi harus terus menerus beradaptasi

19

kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup.


Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui
pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan

informasi. Weick meyakini organisasi

bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak


kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada
situasi yang mengacaukan, pimpinan harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturanaturan.
Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam bidang
komunikasi karena menggunakan komunikasi sebagai basis pengorganisasian manusia
dan memberikan dasar logika untuk memahami bagaimana orang berorganisasi.
Menurutnya, kegiatan-kegiatan pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan
ketidakpastian dari informasi yang diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling
(Muhammad, 2008). Dengan menggunakan istilah ketidakjelasan untuk mengatakan
ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan kurangnya predictability. Semua
informasi dari lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas
pengorganisasian dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.
Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang bersandar pada
sebuah rangkaian tiga proses: penentuan (enachment) seleksi (selection) penyimpanan
(retention).
Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang
tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa
ada ketidakjelasan. Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspekaspek tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit
bidang, dengan menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh
organisasi. Proses ini menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal.
Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang digunakan pada masa
mendatang. Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi
yang sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasi (Mouzelis, 1985).
Sedemikian jauh, teori ini mempercayai bahwa organisasi bergerak dari proses
pengorganisasian ke proses lain dengan cara yang sudah tertentu: penentuan; seleksi;
penyimpanan; dan pemilihan. Bukan begitu halnya. Sub-sub kelompok individual dalam
organisasi terus menerus melakukan kegiatan didalam proses-proses ini untuk
menemukan aspek-aspek lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen tertentu
dari organisasi mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari proses-proses

20

organisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian setiap saat. Artinya ini
mengindikasikan bahwa didalam organisasi terdapat siklus perilaku.
Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling bersambungan
yang memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman tentang pengertianpengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku,
tindakan-tindakan anggota dikendalikan oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu
pilihan-pilihan rutinitas yang digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah
dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau penyimpanan).
Pendekatan budaya, asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia
bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang
sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli ethnografi,
peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi.
Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup
(way

of

live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang

membedakannya dari budaya-budaya lainnya.


Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa budaya
bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah suatu
organisasi. Budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari anggota-anggotanya.
Tindakan-tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya mencapai sasaran-sasaran jangka
pendek tetapi juga menciptakan atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku
tugas resmi dari para karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling
membumi juga memberi kontribusi bagi budaya tersebut. Pendekatan ini mengkaji cara
individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan tipe-tipe
aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat pemahaman ( Pace,
Faules, 2005).
Pendekatan kritik. Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini,
menganggap bahwa kepentingan-kepentingan organisasi sudah mendominasi hampir
semua aspek lainnya dalam masyarakat. Kehidupan banyak ditentukan oleh keputusankeputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi, atau
manajerialisme (Robbins, 2002).
Ada bermacam-macam pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan
organisasi. Schein (1982) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu koordinasi
rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui
pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Ia juga

21

menjabarkan bahwa organisasi mempunyai karakteristik tertentu, struktur, tujuan, saling


berhubungan satu dengan yang lainnya dan tergantung kepada komunikasi manusia
untuk mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut. Sifat tergantung antara
satu bagian dengan bagian lain menandakan bahwa organisasi yang dimaksud Schein
merupakan suatu sistem. Kochler (1976) mengat bahwa organisasi adalah sistem
hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasikan usaha suatu kelompok orang untuk
mencapai tujuan tertentu. Wright (1977) organisasi adalah suatu bentuk system terbuka
dari aktivitas yang dikoordinasi oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan
bersama.
Dari ketiga definisi tersebut ada tiga hal yang sama-sama dikemukakan yaitu:
organisasi merupakan suatu sistem,

mengkoordinasikan aktivitas dalam mencapai

tujuan bersama atau tujuan umum. Dikatakan suatu sistem karena organisasi itu sendiri
dari berbagai bagian yang saling tergantung satu sama lain. Setiap organisasi
memerlukan koordinasi supaya masing-masing bagian dari organisasi bekerja menurut
semestinya dan tidak mengganggu bagian yang lainnya. Tanpa koordinasi sulitlah
organisasi itu berfungsi dengan baik. Ciri selanjutnya adalah setiap organisasi memiliki
aktivitas sesuai dengan jenis organisasi. Suatu organisasi terbentuk apabila suatu usaha
memerlukan usaha lebih satu orang untuk menyelesaikannya. Kondisi ini timbul
disebabkan oleh karena tugas yang terlalu besar, kompleks untuk ditangani satu orang.
Oleh karena itu suatu organisasi melibatkan banyak orang dalam interaksi dan
kerjasama.
Organisasi merupakan suatu stuktur tertentu yang berhubungan dengan manusia
yang tumbuh dan bertambah matang melalui skema yang didesain dengan aturan-aturan
tertentu. Elemen pertumbuhan yang didesain adalah suatu respon rasional terhadap
tekanan dari dalam untuk memperluas atau membentuk hubungan kembali karena
diperlukan secara fungsional. Dalam perkembangannya organisasi sangat bervariasi ada
yang sangat sederhana ada pula yang sangat kompleks. Maka untuk membantu
memahami organisasi ada beberapa elemen dasar dari organisasi yang saling berkaitan
satu dengan lainnya.

22

Struktur Sosial

Teknologi

Tujuan

Partisipan
Gambar 1
Model Elemen Organisasi
Sumber: Muhammad, 2008: Komunikasi Organisasi.
1. Struktur sosial: pola atau aturan hubungan yang ada antara partisipan didalam
suatu organisasi. Struktur sosial menurut Davis (Scott, 1981) dapat dipisahkan
menjadi dua komponen yaitu struktur normatif dan struktur tingkah laku. Struktur
normatif

mencakup nilai, norma dan peranan yang diharapkan, nilai adalah

kriteria yang digunakan dalam memilih tujuan, tingkah laku. Sedangkan norma
adalah aturan umum mengenai tingkah laku yang dapat digunakan sebagai
pedoman dalam mengejar tujuan. Struktur tingkah laku adalah tingkah laku yang
diperlihatkan manusia dalam organisasi yang merupakan pola atau jaringan
tingkah laku.
2. Partisipan: individu-individu yang memberikan kontribusi kepada organisasi.
Keterlibatan masing-masing organisasi sangat bervariasi, tingkat keahlian dan
keterampilan yang dibawa partisipan ke dalam organisasi adalah sangat berbedabeda, oleh karena itu susunan struktural didalam organisasi mestilah dirancang
untuk disesuaikan dengan tingkat keterampilan. Tingkat keterampilan ini hampir
selalu diikuti oleh perbedaan kekuasaan dan tuntutan otonomik.
3. Tujuan: adalah cita-cita bersama yang menjadi pengikat semua anggota
organisasi, merupakan suatu titik sentral petunjuk dalam menganalisis organisasi.
Tujuan dibatasi sebagai suatu konsepsi akhir yang diingini, atau kondisi yang
partisipan usah mempengaruhinya, melalui aktivitas tugas mereka.

23

4. Teknologi: penggunaan alat-alat atau perlengkapan juga pengetahuan, teknik,


keterampilan partisipan. Tiap-tiap organisasi memiliki teknologi dan melakukan
pekerjaannya.
5. Lingkungan; keadaan fisik tertentu, teknologi, kebudayaan dan lingkungan sosial
terhadap mana organisasi tersebut harus menyesuaikan diri.

Dalam membahas pengertian komunikasi organisasi sebaiknya diuraikan


terminologi yang melekat pada konteks komunikasi organisasi, yaitu komunikasi dan
organisasi. Komunikasi berasal dari bahasa latin communis atau common dalam
Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai
kesamaan makna, commonness.

Atau dengan ungkapan yang lain, melalui

komunikasi kita mencoba berbagai

informasi,

gagasan atau sikap kita dengan

partisipan lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita


mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan
organisasi didalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto,
2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri
dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja didalam
organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam
organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi.
Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial.
Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.
Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harfiah
berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara
para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.
Everett M. Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan
organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert
Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan
organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengkoordinasikan sumber bahan dan
sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
Mengenai organisasi, salah satu definisi menyebutkan bahwa organisasi
merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang

24

dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan (Etzioni, 1998). Dari
batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
1. Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua
individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti
pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
2. Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang
komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya.

Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang


telah diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang komunikasi dalam organisasi
secara sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia (human communication) yang terjadi
dalam kontek organisasi. Atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi
organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat
hubungannya saling bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of
interdependent relationships).

2.2.2. Pola dan Fungsi Komunikasi Organisasi


Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi
meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal.

Masing-masing arus

komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. Ronald Adler dan
George Rodman (1997) dalam buku Understanding Human Communication, mencoba
menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi
tersebut sebagai berikut: Downward communication, yaitu komunikasi yang
berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan
pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah: a.
Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction); b. Penjelasan dari
pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale); c.
Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and
practices); d. Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan
(subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke
atas ini adalah: a. Penyampaian informal tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas
yang sudah dilaksanakan; b. Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan

25

pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan; c. Penyampaian
saran-saran perbaikan dari bawahan; d. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang
dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
Horizontal communication, yaitu tindakan komunikasi ini berlangsung di antara
para anggota ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus
komunikasi horisontal ini adalah: a. Memperbaiki koordinasi tugas; b. Upaya
pemecahan masalah; c. Saling berbagi informasi; d. Upaya pemecahan konflik; e.
Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
Pada tataran teoritis, paling tidak ada dua perspektif komunikasi, yaitu:
Perspektif Kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif
kognitif adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan
makna atau berbagi informasi tentang satu objek atau kejadian. Informasi adalah
sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui
penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima
secara akurat, receiver memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender, oleh
karena itu tindakanak komunikasi telah terjadi.
Perspektif Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang
komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik dimana sender berusaha mendapatkan
satu efek yang dikehendakinya pada receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX
Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambanglambang verbal dimana simbol verbal tersebut bertindakanak sebagai stimuli untuk
memperoleh respons. Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu
pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver (Pangewa, 2004).
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya
yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi
itu. Ilmu komunikasi mempertany bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam
organisasi, metode dan teknik apa yang dipergun, media apa yang dipakai, bagaimana
prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawabanjawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah bahan telaah untuk selanjutnya
menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis
organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi
tertentu pada saat komunikasi dilancarkan. Dalam perspektif lain Sendjaja (1994)
menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:

26

1. Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemprosesan


informasi.
2. Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku
dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi
regulatif, yaitu: a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran
manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan
semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya
perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya; b. Berkaitan dengan
pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya,
bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan
tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan
tidak selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan.
4. Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyedi saluran yang
memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.
Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu: a.
Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut
(buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi; b. Saluran komunikasi
informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja,
pertandingan olah raga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini
menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri
karyawan terhadap organisasi.

Conrad dalam Tubbs dan Moss, 2005 mengidentifikasikan tiga fungsi komunikasi
organisasi sebagai berikut: fungsi perintah; fungsi relasional; fungsi manajemen ambigu.
1. Fungsi perintah berkenaan dengan angota-anggota organisasi mempunyai hak dan
kewajiban membicar, menerima, menafsirkan dan bertindakanak atas suatu
perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah koordinasi diantara sejumlah anggota
yang bergantung dalam organisasi tersebut.
2. Fungsi relasional berkenaan dengan komunikasi memperbolehkan anggotaanggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif hubungan personal
dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam pekerjaan mempengaruhi
kinerja pekerjaan (job performance) dalam berbagai cara. Misal: kepuasan kerja;
aliran komunikasi ke bawah maupun ke atas dalam hirarki organisasional, dan

27

tingkat pelaksanaan perintah. Pentingnya dalam hubungan antar personal yang


baik lebih terasa dalam pekerjaan ketika anda merasa bahwa banyak hhubungan
yang perlu dilakukan
lakukan tidak anda pilih, tetapi diharuskan oleh lingkungan
organisasi, sehingga hubungan menjadi kurang stabil, lebih memacu konflik,
kurang ditaati, dsb.
3. Fungsi manajemen ambigu berkenaan dengan pilihan dalam situasi organisasi
sering dibuat dalam keadaan yang sangat ambigu. Misal: motivasi berganda
muncul karena pilihan yang diambil mempengaruhi rekan kerja dan organisasi,
demikian juga diri sendiri; tujuan organisasi tidak jelas dan konteks yang
mengharuskan adanya pilihan tersebut
tersebut adanya pilihan tersebut mungkin tidak
jelas.

Dalam proses keorganisasian, aktivitas-aktivitas


aktivitas aktivitas keseharian organisasi terlihat
dalam interaksi yang berlangsung dalam aktivitas organisasi baik secara formal maupun
informal. Iklim organisasi tentunya mempengaruhi kualitas dan intensitas interaksi
yang berlangsung, iklim komunikasi terdiri dari
da persepsi-persepsi
persepsi atas unsur
unsur-unsur dan
pengaruh unsur-unsur
unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini didefinisikan,
disepakati, dikembangkan dan dikokohkan secara
secara berkesinambungan melalui interaksi
dengan anggota organisasi lainnya. Pengaruh ini menghasilkan pedoman keputusan
keputusankeputusan dan tindakan-tindakan
tindakan individu dan mempengaruhi pesan-pesan
pesan organisasi
organisasi.

Gambar 2
Bagian-bagian
bagian yang Berinteraksi Dalam Komunikasi Organisasi
Sumber: Pace, Faules, 2008. Komunikasi Organisasi
Organisasi.

28

Gambar 2. menunjukkan cara dan urutan perkembangan iklim komunikasi dalam


suatu organisasi dan mengidentifikasi komponen-komponen yang berperan serta dalam
iklim tersebut. Suatu iklim komunikasi berkembang dalam konteks organisasi dapat
diringkaskan menjadi lima kategori besar: organisasi, pekerjaan dalam organisasi,
praktik-praktik pengelolaan, struktur organisasi dan pedoman organisasi.
1. Anggota

organisasi:

orang-orang

yang

melaksanakan

pekerjaan

organisasi,

membentuk dana terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemikiran yang meliputi konsepkonsep, penggunaan bahasa, pemecahan masalah dan pembentukan gagasan, terlibat
dalam kegiatan perasaan yang mencakup emosi, keinginan, dan aspek-aspek perilaku
manusia. (Bois, 1978).
2. Pekerjaan dalam organisasi; pekerjaan yang dilakukan anggota organisasi terdiri dari
tugas-tugas formal informal, tugas ini menghasilkan produk dan memberikan
pelayanan organisasi. Pekerjaan ini ditandai oleh tiga dimensi universal; isi, keperluan
dan konteks (Ivancevich, Donnelly, 1991).
3. Praktik-praktik pengelolaan: menyelesaikan pekerjaan melalui usaha orang lainnya.
Terdiri dari aspek perencanaan, pengorganisasian, penyusunan kepegawaian,
pengarahan, pengendalian (Mac Kenzie, 1969).
4. Struktur organisasi: hubungan-hubungan antara tugas-tugas yang dilaksanakan oleh
anggota-anggota organisasi. Struktur organisasi ditentukan oleh tiga variable kunci:
kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi (Robbins, 1989).
5. Pedoman organisasi: serangkaian pernyataan yang mempengaruhi, mengendalikan dan
memberi arahan bagi anggota organisasi dalam mengambil keputusan dan tindakan.

2.2.3. Iklim Komunikasi Organisasi


Iklim komunikasi, di pihak lain merupakan gabungan dari persepsi-persepsisuatu solusi makro mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respon, harapanharapan konflik-konflik antar personal dan kesempatan bagi tumbuh organisasi tersebut.
Iklim komunikasi sebuah organisasi mempengaruhi kehidupan dan aktivitas organisasi
(Retno, 2000). Iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting daripada keterampilanketerampilan atau teknik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan organisasi
yang efektif (Redding, Karassick, 1973). Iklim komunikasi penting karena
menjembatani praktek-praktek pengelolaan sumber daya dan produktivitas. Perubahan
iklim pada gilirannya mempengaruhi kinerja dan produktivitas (Pace,.Faules, 2005)

29

Selanjutnya Denis (1975), mengemukakan iklim komunikasi sebagai kualitas


pengalaman yang bersifat objektif mengenai lingkungan internal organisasi yang
mencakup persepsi anggota organisasi terhadap pesan dan hubungan pesan dengan
kejadian yang terjadi di dalam organisasi. (Redding, 1973) mengemukakan lima dimensi
penting dari iklim komunikasi: (1) Supportiveness, hubungan komunikasi dilandasi
dengan penghargaan terhadap sesama; (2). Partisipasi membuat keputusan; (3).
Kepercayaan; (4). Keterbukaan dan keterusterangan; (5). Tujuan kinerja yang tinggi,
pada tingkat mana tujuan kinerja dikomunikasikan dengan jelas.
Selanjutnya Muhammad (2007) mengemukakan iklim komunikasi sebagai
kualitas pengalaman yang bersifat objektif mengenai lingkungan internal organisasi
yang mencakup persepsi anggota organisasi terhadap pesan dan hubungan pesan dengan
kejadian yang terjadi di dalam organisasi. Yang menjadi pokok persoalan utama dari
iklim komunikasi adalah: (1). Persepsi mengenai sumber komunikasi dan hubungannya
dalam organisasi; (2). Persepsi mengenai tersedianya informasi bagi anggota organisasi;
(3). Persepsi mengenai organisasi itu sendiri.
Iklim komunikasi organisasi merupakan fungsi kegiatan yang terdapat dalam
organisasi untuk menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa organisasi memberi
kepercayaan dan mendorong, memberi kebebasan dalam mengambil resiko; memberi
tanggung jawab dan mengerjakan tugas-tugas, menyediakan informasi yang cukup
mendalam terbuka dan cukup tentang organisasi, secara aktif memberi penyuluhan
kepada anggota sehingga ada keterlibatan penting bagi keputusan-keputusan dalam
organisasi, dan menaruh perhatian pada pekerjaan yang bermutu tinggi dan memberi
tantangan
Iklim komunikasi tertentu memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku
individu.

Keputusan-keputusan

yang

diambil

oleh

anggota

organisasi

untuk

melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif, untuk mengikatkan diri mereka dengan
organisasi, (Gouzley, 1992). Untuk bersikap jujur dalam bekerja, untuk meraih
kesempatan dalam organisasi secara bersemangat, untuk mendukung para rekan dan
anggota organisasi lainnya, untuk melaksanakan tugas secara kreatif, dan untuk
menawarkan gagasan-gagasan inovatif bagi penyempurnaan organisasi dan operasinya,
semua ini dipengaruhi oleh iklim komunikasi. Iklim yang negatif dapat benar-benar
merusak keputusan yang dibuat mengenai bagaimana anggota bekerja dan berpartisipasi
untuk organisasi ( Pace, Fauls, 2005)

30

(Pace, Fauls, 2005) menyebutkan iklim komunikasi dapat menjadi salah satu
pengaruh yang paling penting dalam produktivitas organisasi, karena iklim
mempengaruhi usaha secara fisik dalam bentuk mengangkat, berbicara, atau berjalan,
penggunaan pikiran mental dalam bentuk berpikir, menganalisis dan memecahkan
masalah.
Proses-proses interaksi yang terlibat dalam perkembangan iklim komunikasi
memberi andil pada beberapa pengaruh penting dalam restrukturisasi, reorganisasi, dan
dalam menghidupkan kembali unsur-unsur dasar organisasi. Iklim komunikasi yang
kuat dan positif seringkali menghasilkan praktik-praktik pengelolaan dan pedoman
organisasi yang lebih mendukung. Penggunaan mekanisme untuk meningkatkan iklim,
kenyataannya tidak sekedar mempengaruhi iklim, melainkan menyebabkan perubahan
mendasar yang lebih banyak dalam proses-proses mendasar yang membentuk bahan dan
substansi organisasi. Sebaliknya, sebagai suatu fenomena

interaktif perubahan-

perubahan dalam suatu sistem kerja organisasi dapat berpengaruh positif pada persepsi
atas iklim komunikasi dalam suatu organisasi. Misalnya pelaksanaan program pelatihan,
tim-tim kerja, program-program monitoring dapat mempengaruhi persepsi mengenai
bagaimana organisasi menunjukkan, kepercayaan, kejujuran. Dapat disimpulkan bahwa
iklim komunikasi dalam organisasi mempunyai konsekuensi penting bagi pergantian
dan masa kerja anggota dalam organisasi. Iklim komunikasi yang positif cenderung
meningkatkan dan mendukung komitmen dalam organisasi (Pace, Faules, 2005).
Keefektifan komunikasi dalam organisasi sangat penting bagi kelancaran dan
keefektifan proses-proses organisasi secara keseluruhan (Azanil, 2003). Upaya
pengefektifan komunikasi perlu memperhatikan berbagai faktor yang terkait yang sering
memunculkan

hambatan-hambatan

yang

menyebabkan

komunikasi

organisasi

terhambat. Hambatan-hambatan komunikasi pada dasarnya disebabkan faktor personal


dan faktor organisasi dan proses komunikasi itu sendiri
Faktor-faktor penghambat komunikasi (barriers) meliputi persepsi, bahasa, tata
bahasa, (sematic) cara penyampaian (infections), daya tarik personal, emosi,
pemahaman (preconceived notion), perhatian, penyusuanan kata (wordiness), dan
asumsi (inferences) (Lionberger, Gwin, 1982)
Sejalan dengan pendapat diatas, Lionberger dan Gwin (1982) menjelaskan
beberapa hambatan dalam komunikasi interpersonal meliputi: perbedaan persepsi,
penggunaan bahasa yang abstrak, penggunaan kata-kata emosional, dominasi sumber,
rendahnya kredibilitas sumber dan dominasi kepentingan sumber. Sementara Berlo

31

(1960)) menguraikan sebagi perbedaan umur, perbedaan status, perbedaan persepsi.


Efendy (2001)) mengklasifikasikan
mengklasifikasikan hambatan komunikasi menjadi empat bagian:
hambatan sosio-antropsikologis,
psikologis, hambatan semantic, hambatan mekanis, dan hambatan
ekologis.

Gambar 3
Sumber: Muhammad, 2008: Komunikasi Organisasi
Organisasi.

Hambatan komunikasi dalam organisasi terjadi diantara individu baik dalam hal
formal maupun informal pada setiap pola komunikasi. Hambatan komunikasi ini dapat
terjadi karena adanya perbedaan kerangka acuan
acuan dan pengalaman antara komunikator
dann komunikan (Muhammad, 2008) akibatnya kedua belah pihak yang terlibat dalam
proses komunikasi berbeda dalam menafsirkan makna.

2.3. Jaringan Komunikasi


2.3.1. Pengertian Jaringan Komunikasi
Jaringan komunikasi adalah penggambaran who
ho say to whom (siapa berbicara
kepada siapa) dalam suatu sistem sosial. Jaringan komunikasi menggambarkan
komunikasi interpersonal, dimana terdapat pemuka-pemuka
pemuka
opini dan pengikut yang
saling memiliki hubungan komunikasi
k
pada suatu topik tertentu, yang terjadi dalam suatu
sistem sosial tertentu seperti sebuah desa, sebuah organisasi, ataupun
pun sebuah perusahaan
(Gonzales, 1993).

32

Pengertian jaringan komunikasi menurut Rogers, Kinchaid (1981) adalah suatu


jaringan yang terdiri dari individu-individu yang saling berhubungan, yang dihubungkan
oleh arus komunikasi yang terpola. Knoke dan Kuklinski dalam Rogers, Kinchaid
(1981) melihat jaringan komunikasi sebagai suatu jenis hubungan yang secara khusus
merangkai individu-individu. Obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa. Sedangkan Farace
(Berberg dan Chaffee, 1987) melihat jaringan komunikasi sebagai suatu pola yang
teratur dari kontak antara person yang dapat diidentifikasi sebagai pertukaran informasi
yang dialami seseorang didalam sistem sosialnya.
Dari berbagai pengertian tersebut di atas, yang dimaksudkan dengan jaringan
komunikasi dalam penelitian ini adalah rangkaian hubungan diantara individu sebagai
akibat terjadinya pertukaran informasi, sehingga membentuk pola-pola atau modelmodel jaringan komunikasi tertentu. Dalam suatu jaringan komunikasi, terdapat
pemuka-pemuka opini, yaitu orang yang mempengaruhi orang-orang lain secara teratur
pada isu-isu tertentu (Agusyanto, 2007).

2.3.2. Bentuk-bentuk Jaringan Komunikasi


Jaringan komunikasi organisasi merupakan suatu struktur saluran dimana
informasi melewatinya dari individu satu ke individu lainnya. Jaringan tersebut
mengandung alur informasi, dan mencerminkan interaksi formal antar anggota
organisasi. Beberapa jaringan yang berbeda beroperasi di dalam organisasi kerja (lihat
gambar). Jaringan rantai merupakan suatu pola komunikasi yang ada pada birokrasi dan
organisasi lain dimana terdapat suatu rantai formal komando. Informasi melintasi hirarki
organisasi baik ke atas maupun ke bawah dengan pertukaran antara satu orang dan dua
orang lainnyasatu diatas dan satu dibawah posisi seseorang itu sendiri. Bergantung
pada ukurannya, organisasi mungkin memiliki beberapa rantai komunikasi yang
menghubungkan tingkatan-tingkatan organisasi yang lebih tinggi dan lebih bawah.
Meskipun rantai tersebut hanya memiliki kapasitas dua-jalur, ini digunakan terutama
untuk komunikasi kebawah (Santosa, 2004).
Jaringan roda memasukkan satu orang yang berkomunikasi dengan masingmasing dari sejumlah orang lainnya. Jaringan Y memasukkan dua orang sentral yang
menyampaikan informasi kepada yang lainnya pada batas luar suatu pengelompokkan.
Pada jaringan ini, seperti pada jaringan rantai, sejumlah saluran terbuka dibatasi, dan
komunikasi

disentralisasi

atau

dipusatkan.

Orang

hanya

bisa

secara

resmi

berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja. Pada jaringan Pinwheel, seluruh

33

saluran terbuka. Setiap orang berkomunikasi dengan setiap orang lainnya. Pinwheel ini
memberikan contoh suatu struktur komunikasi yang terdesentralisasi. Jaringan
terpusat/sentralisasi dan disentralisasi memiliki kegunaan yang berbeda. Sebagai contoh,
struktur desentralisasi dapat lebih efektif untuk pemecahan masalah secara kreatif,
sedangkan strukur desentralisasi lebih bagus untuk perger informasi yang cepat
(Santosa, 2004).

Gambar 4
Jaringan Komunikasi
Sumber: Deddy, 2008. Metode Komunikasi dalam Organisasi.
Karakteristik pemuka-pemuka opini ini bervariasi menurut tipe kelompok yang
mereka pengaruhi, Jika pemuka opini terdapat dalam kelompok-kelompok yang bersifat
inovatif, maka mereka biasanya lebih inovatif daripada anggota kelompok, meskipun
pemuka opini seringkali bukan termasuk inovator yang pertama kali menerapkan
inovasi. Di pihak lain, pemuka-pemuka opini dari kelompok-kelompok yang konservatif
juga bersikap agak konservatif (Gouzley, 1992).
Pada proses pengambilan kebijakan, baik dari tahap identifikasi sampai
pengambilan kebijakan dalam suatu organisasi sehingga terjadi pemahaman dan tujuan
bersama kebijakan yang diambil. tetapi, pada beberapa kasus tertentu pemuka pemuka
opini menentang pengadopsian suatu inovasi. Proses komunikasi pada jaringan
komunikasi merupakan suatu proses yang dua arah dan interaktif diantara partisipanpartisipan yang terlibat. Berlo (1960) menganggap partisipan-parsitisipan ini sebagai

34

transciever, karena keduanya mengirim dan menerima pesan-pesan. Jadi tidak hanya
menjalankan satu fungsi sebagai penerima atau pengirim pesan belaka.
Proses komunikasi yang terjadi dalam jaringan komunikasi dapat dijelaskan
dengan menggunakan model konvergen sebagai berikut (Berlo, 1960; Rogers dan
Kincaid, 1983):
1. Satu informasi bisa mengandung beberapa pengertian tergantung pada
konteksnya, dan untuk mengambil pengertian tergantung pada frame of
reference.
2. Terciptanya kesamaan makna suatu informasi antara komunikator dan komunikan
merupakan tujuan utama berkomunikasi.
3. Hubungan interaktif antara komunikator dengan komunikan menggunakan saluran
jaringan komunikasi, yaitu saluran untuk menyampaikan pesan dari satu orang
kepada orang lain.

Dari hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi terjadi bila ada
kesamaan pengertian terhadap informasi dari pelaku-pelaku yang berkomunikasi dengan
menggunakan jaringan komunikasi yang menghubungkan individu dengan inidividu,
atau individu dengan kelompok. Atau proses komunikasi untuk menciptakan
kebersamaan, memunculkan mutual understanding dan persetujuan yang sama
sehingga terbentuk tindakan dan perilaku yang sama dan melandasi jaringan komunikasi
(Agusyanto, 2007).

2.3.3. Peranan Jaringan Komunikasi


Klik dalam jaringan komunikasi adalah bagian dari sistem (sub sistem) dimana
anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan
anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi (Rogers, Kincaid, 1983). Dalam
proses difusi, untuk mendapatkan informasi bagi anggota kelompok, dalam jaringan
komunikasi terdapat peranan-peranan sebagai berikut (Rogers dan Kincaid, 1983):
1. Liaison Officer (LO), yaitu orang yang menghubungkan dua atau lebih
kelompok/sub kelompok, tetapi LO bukan anggota salah satu kelompok/sub
kelompok.
2. Gate keeper, yaitu orang melakukan filtering terhadap informasi yang masuk
sebelum dikomunikasikan kepada anggota kelompok/sub kelompok.

35

3. Bridge, yaitu anggota suatu kelompok/sub kelompok yang berhubungan dengan


kelompok/ sub kelompok lainnya.
4. Isolate, yaitu mereka yang tersisih dalam suatu kelompok/sub kelompok
5. Cosmopolit,

yaitu

seseorang

dalam

kelompok/sub

kelompok

yang

menghubungkan kelompok/sub kelompok dengan kelompok/sub kelompok


lainnya atau pihak luar.
6. Opinion Leader, yaitu orang yang menjadi pemuka pendapat dalam suatu
kelompok/sub kelompok Opinion Leader dalam jaringan komunikasi ditunjukkan
dengan adanya individu yang mempunyai jumlah hubungan komunikasi lebih
banyak daripada rata-rata jumlah hubungan komunikasi individu-individu lain
dalam jaringan komunikasi, khususnya hubungan komunikasi yang mengarah
pada individu tersebut.

2.4. Teori-Teori Kebijakan


2.4.1. Pengertian Kebijakan
Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan.
Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do). Definisi ini
dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain dari David Easton,
Lasswell dan Kaplan, dan Carl Friedrich. Easton menyebutkan kebijakan pemerintah
sebagai kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan. Ini
mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan
kehidupan masyarakat (Solichin, 2008). Tidak ada suatu organisasi lain yang
wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Sementara
Lasswell dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan,
menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan,
nilai dan praktek (a projected program of goals, values and practices). Carl Friedrich
mengat bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal),
sasaran (objektive) atau kehendak (purpose).
Istilah kebijakan yang dimaksud dalam materi ini disepadankan dengan kata
bahasa Inggris policy yang dibed dari kata wisdom yang berarti kebijakanaksanaan
atau kearifan. Kebijakan sosial terdiri dari dua kata yang memiliki banyak makna,
yakni kata kebijakan dan kata sosial (sosial). Untuk menghindari ambiguitas istilah
tersebut, ada baiknya diskusikan terlebih dahulu mengenai pengertian keduanya.

36

Menurut Ealau dan Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku
yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya
maupun yang mentaatinya. (Suharto, 1997). Kamus Webster memberi pengertian
kebijakan sebagai prinsip atau cara bertindakanak yang dipilih untuk mengarahkan
pengambilan keputusan. Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang
mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu (Suharto, 1997).
Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented)
dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan demikian dapat dinayatakan
bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk
mengarahkan cara-cara bertindakanak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam
mencapai tujuan tertentu.
H. Hugh Heglo dalam Wahab A.S (2008) menyebutkan kebijakan sebagai a
course of action intended to accomplish some end, atau sebagai suatu tindakan yang
bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Heglo ini selanjutnya diuraikan
oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan. Pertama, tujuan. Di sini
yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk dicapai (the desired
ends to be achieved). Bukan suatu tujuan yang sekedar diinginkan saja. Dalam
kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar
keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan
bernegara tidak perlu diperhitungkan. Baru diperhitungkan kalau ada usaha untuk
mencapainya, dan ada faktor pendukung yang diperlukan. Kedua, rencana atau
proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya. Ketiga, program
atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai
tujuan yang dimaksud. Keempat, keputusan, yakni tindakan tertentu yang diambil untuk
menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan
mengevaluasi program dalam masyarakat.
Selanjutnya Heglo mengatakan bahwa kebijakan lebih dapat digolongkan
sebagai suatu alat analisis daripada sebagai suatu rumusan kata-kata. Sebab itu, katanya,
isi dari suatu kebijakan lebih dapat dipahami oleh para analis daripada oleh para
perumus dan pelaksana kebijakan itu sendiri. Bertolak dari sini, Jones merumuskan
kebijakan sebagai behavioral consistency and repeatitiveness associated with efforts
in and through government to resolve public problems (perilaku yang tetap dan
berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui pemerintah
untuk memecahkan masalah umum). Definisi ini memberi makna bahwa kebijakan itu

37

bersifat dinamis, ini dibicarakan secara khusus dalam bagian lain, dalam hubungan
dengan sifat dari kebijakan. Adapun tahapan pembuatan kebijakan dapat digambarkan
seperti gambar di bawah ini:
Identifikasi masalah atau tujuan

Pengembangan alternatif

Penilaian alternatif

Penentuan pilihan

Pelaksanaan pilihan

Pemantauan pelaksanaan

Gambar 5
Proses pembuatan kebijakan
Sumber: Pangewa, Perilaku Keorganisasian 2004
1. Identifikasi masalah; mengenali masalah yang sebenarnya terjadi sehingga
pemecahannya dapat dilakukan dengan tepat. Apabila pengenalan masalahnya
keliru, maka kebijakan yang diambil tidak efektif karena tidak mengenai sasaran
dan inti masalahnya.
2. Pengembangan alternatif; berbagai kemungkinan yang dapat diambil untuk
mnegatasi masalah yang diras semua alternatif masing-masing diidentifikasi
keuntungan dan kelebihannya, yang mencakup berbagai aspek yang diperkirakan
mampu mempengaruhi efektifitas organisasi secara keseluruhan.
3. Penilaian terhadap alternatif: pertimbangan yang digunakan untuk melakukan
penilaian terutama menyangkut segi-segi konsekuensi yang lebih menguntungkan
dan yang paling kecil kerugiannya dari masing-masing alternatif. Setiap alternatif
harus dinilai berdasarkan tujuan dan sumber daya organisasi.
4. Pemilihan alternatif: merupakan

tindakanak

lanjut dari penilaian setelah

mempertimbangkan berbagai keuntungan dan kerugian, maka pilihan yang

38

diambil adalah pilihan optimal yaitu pilihan yng memberi banyak keuntungan
tetapi tidak menimbulkan kerugian yang berarti.
5. Pelaksanaan pilihan: implementasi dari pilihan yang telah disepakati.
6. Pemantauan terhadap pelaksanaan: agar keputusan yang telah dibuat dan
kemudian dilaksanakan mencapai sasaran yang telah ditentukan, pelaksanaannya
perlu dipantau, sehingga memperoleh umpan balik yang berguna dalam
menyempurnakan kegiatan selanjutnya sehingga pembuatan keputusan tersebut
memberikan hasil yang diharapkan dan merupakan suatu proses yang
berkelanjutan.

2.4.2. Teori Pengambilan Kebijakan


Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu yang
dilakukan oleh seorang aktor atau beberapa aktor berkenaan dengan suatu masalah.
Tindakan para aktor kebijakan dapat berupa pengambilan keputusan yang biasanya
bukan merupakan keputusan tunggal, artinya kebijakan diambil dengan cara mengambil
beberapa keputusan yang saling terkait dengan masalah yang ada. Pengambilan
keputusan dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif terbaik dari beberapa pilihan
alternatif yang tersedia. Ada beberapa teori yang paling sering digunakan dalam
mengambil kebijakan yaitu:
Teori Rasional Komprehensif adalah teori pengambilan keputusan yang biasa
digunakan dan diterima oleh banyak kalangan adalah teori rasional komprehensif yang
mempunyai beberapa unsur: a. Pembuatan keputusan dihadapkan pada suatu masalah
tertentu yang dapat dibed dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai
masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain (dapat diurutkan menurut
prioritas masalah); b. Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran yang menjadi pedoman
pembuat keputusan sangat jelas dan dapat diurutkan prioritasnya/kepentingannya.
Bermacam-macam alternatif untuk memecahkan masalah diteliti secara seksama. Asas
biaya manfaat atau sebab-akibat digunakan untuk menentukan prioritas. Setiap alternatif
dan implikasi yang menyertainya dipakai untuk membandingkan dengan alternatif lain.
Pembuat keputusan memilih alternatif terbaik untuk mencapai tujuan, nilai, dan sasaran
yang ditetapkan (Pangewa, 2004).
Pengambilan keputusan itu sebenarnya tidak berhadapan dengan masalahmasalah yang konkrit tetapi mereka seringkali mengambil keputusan yang kurang tepat
terhadap akar permasalahan. Teori rasional komprehensif ini menuntut hal-hal yang

39

tidak rasional dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambil
keputusan memiliki cukup informasi mengenai berbagai alternatif sehingga mampu
meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada, serta
memperhitungkan asas biaya manfaatnya dan mempertimbangkan banyak masalah yang
saling berkaitan
Pengambil keputusan sering kali memiliki konflik kepentingan antara nilai-nilai
sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Karena teori ini
mengasumsikan bahwa fakta-fakta dan nilai-nilai yang ada dapat dibedakan dengan
mudah, tetapi kenyataannya sulit membedakan antara fakta di lapangan dengan nilainilai yang ada (Carmelita, 2002).
Teori Inkramental; teori ini dalam mengambil keputusan dengan cara
menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan dan merupakan model yang
sering ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil keputusan. Teori ini
memiliki pokok-pokok pikiran sebagai berikut. a. Pemilihan tujuan atau sasaran dan
analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapainya merupakan hal yang
saling terkait; b. Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa
alternatif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah, dan alternatif-alternatif
ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marjinal; c. Setiap alternatif hanya
sebagian kecil saja yang dievaluasi mengenai sebab dan akibatnya; d. Masalah yang
dihadapi oleh pembuat keputusan di redefinisikan secara teratur dan memberikan
kemungkinan untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana sehingga
dampak dari masalah lebih dapat ditanggulangi. Tidak ada keputusan atau cara
pemecahan masalah yang tepat bagi setiap masalah. Sehingga keputusan yang baik
terletak pada berbagai analisis yang mendasari kesepakatan guna mengambil keputusan.
Pembuatan keputusan inkremental ini sifatnya adalah memperbaiki atau melengkapi
keputusan yang telah dibuat sebelumnya guna mendapatkan penyempurnaan.
Karena diambil berdasarkan berbagai analisis maka sangat tepat diterapkan bagi
organisasi yang memiliki struktur majemuk. Keputusan dan kebijakan diambil dengan
dasar saling percaya diantara berbagai pihak sehingga secara politis lebih aman. Kondisi
yang realistik diberbagai negara bahwa dalam mengambil keputusan/kebijakan para
pengambil keputusan dihadapkan pada situasi kurang baik seperti kurang cukup waktu,
kurang pengalaman, dan kurangnya sumber-sumber lain yang dipakai untuk analisis
secara komprehensif. Teori ini dapat dikatakan sebagai model pengambilan keputusan
yang membuahkan hasil terbatas, praktis dan dapat diterima.

40

Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scaning Theory), penganjur teori ini adalah
ahli sosiologi organisasi Etzioni A (1998). Etzioni setuju terhadap kritik-kritik para
teoritisi inkremental yang diarahkan pada teori rasional komprehensif,

tetapi juga

menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang terdapat pada teori inkremental.


Misalnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan penganut model
inkremental

lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari

kelompok-kelompok yang kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu


mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat, sementara itu kepentingankepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan yang secara politis tidak mampu
mengorganisasikan kepentingannya praktis

terabaikan. Lebih lanjut dengan

memusatkan perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangka pendek dan hanya berusaha


untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam kebijakan-kebijakan yang ada
sekarang, maka model inkremental cenderung mengabaikan peluang bagi perlunya
pembaruan sosial (sosial inovation) yang mendasar.
Beberapa kelemahan tersebut menjadi dasar konsep baru yaitu seperti yang
dikemuk oleh ahli sosiologi organisasi Aitai Etzioni yaitu pengamatan terpadu (Mixid
Scaning) sebagai suatu pendekatan untuk mengambil keputusan baik yang bersifat
fundamental maupun inkremental. Keputusan-keputusan inkremental memberikan
arahan dasar dan melapangkan jalan bagi keputusan-keputusan fundamental sesudah
keputusan-keputusan itu tercapai.
Model pengamatan terpadu menurut Etzioni

memungkinkan para pembuat

keputusan menggunakan teori rasional komprehensif dan teori inkremental pada situasi
yang berbeda-beda. Model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan
pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif
dan model inkremental dalam proses pengambilan keputusan.

2.5. Kajian-Kajian KNPI dan Organisasi


Meskipun perhatian masyarakat dan para pakar dari berbagai disiplin ilmu cukup
besar, tetapi studi akademik khususnya berkenaan dengan fenomena kebijakan
pengembangan pemuda di KNPI masih relatif langka. Besarnya perhatian masyarakat
terhadap keterlibatan organisasi ini dapat dilihat pada kenyataan munculnya berbagai
tulisan lepas, baik yang dipublikasi media massa maupun yang hanya disajikan dalam
forum-forum terbatas. Selama peristiwa peralihan kekuasaan Orde Baru ke Orde

41

Reformasi saja misalnya berbagai tulisan yang menyoroti keberadaan KNPI terbit di
halaman-halaman berbagai media cetak.
Sedangkan tulisan-tulisan yang lebih bersifat akademik dengan pendekatanpendekatan serta metodelogi tertentu yang dilakukan oleh para pakar sesuai dengan
bidang yang ditekuninya, sampai persiapan penelitian ini dilakukan, masih relatif
terbatas. Ketika Armin Mustamin Toputiri menyunting buku tentang Pemuda dan
Dinamika Kebangsaan karya Idrus Marham mengakui sekaligus menyesalkan betapa
peran keberhimpunan KNPI semakin dipertanyakan. Di dalam buku tersebut bahkan
dituliskan hampir lima puluh persen OKP anggota KNPI sudah mati suri, artinya baik
fungsi dan peran KNPI semakin banyak mengalami pergeseran. Namun demikian
selama satu dasawarsa teakhir ini perhatian

ilmiah berkenaan dengan KNPI, baik

menyangkut perjalanan organisasinya maupun kultur dan orientasi politik yang


dianutnya tampak semakin bertambah banyak.
Beberapa referansi yang memberikan informasi perkembangan KNPI relatif
semakin lengkap terpublikasikan diantaranya jurnal Debat: Dedikasi Pemuda buat
Tanah Air Demokrasi kepemimpinan pemuda,

generasi Muda Dalam ketahanan

Nasional, merajut kejayaan Bangsa Melalui Strategi kebudayaan, sebuah Inspirasi


kepemimpinan Pemuda, Pemuda dan Dinamika kebangsaan.adalah referansi yang cukup
representatif yang membicarakan peran, fungsi, perkembangan dan harapan-harapan
tentang keharusan pemuda mengambil peran dalam pembangunan.
Khusus mengenai penelitian KNPI, penelitian Pasca Sarjana UGM Peranan
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dalam pembangunan politik: studi kasus
KNPI Jawa Timur, yang dimuat di Jurnal Berkala Penelitian Pasca Sarjana UGM tahun
1995, VIII (3) membahas sejauh mana KNPI berperan dan berkiprah dalam perpolitikan
daerah melalui aktivitas-aktivitasnya dan program-program kerja yang dibuatnya,
beberapa temuan diantaranya bahwa KNPI mempunyai peranan pragmatis dalam politik
daerah dan memiliki potensi besar untuk mendorong iklim politik yang berkembang.
Pada kurun waktu 1990an juga mulai banyak kajian tentang KNPI yang
dilakukan secara akademik. Beberapa temuan yang diperolehnya dipaparkan bahwa
KNPI sebagai wadah berhimpunnya OKP memainkan peranan penting dalam
pemberdayaan dan pengembangan pemuda.
Hasil penelitian keorganisasian dan tulisan-tulisan tentang KNPI. seperti
dipaparkan diatas, selain digunakan sebagai bahan rujukan kepustakaan dalam
penelitian ini dijadikan kerangka dasar yang menjadi alat analitis untuk melihat posisi

42

penelitian diantara penelitian-penelitian lain yang menyangkut dinamika komunikasi


organisasi KNPI sebagai masalah utamanya. Karena itu dengan menggunakan kerangka
tersebut

penelitian ini tidak melibatkan diri pada wacana pergulatan politik yang

dimainkannya, tetapi lebih menganalisis proses komunikasinya, baik dari sisi


komunikasi organisasi dan komunikasi politik. Artinya berbagai fenomena sosial KNPI
yang digunakankan dalam laporan hasil penelitian ini nanti digunakan untuk melihat
peta perilaku komunikasi yang secara objektif dimainkan oleh KNPI, baik sebagai
organisasi ataupun sebagai individu, kelompok elite yang membuat organisasi tersebut
menjadi dinamis.
Selain masih sulitnya memperoleh informasi penelitian tentang KNPI yang
memfokuskan pada aspek komunikasi organisasi dan politik yang dikembangkannya,
penelitian-penelitian dalam bidang komunikasi politik secara umumpun masih relatif
langka dilakukan dengan mengangkat peranan organisasi sosial politik. Semua buku
atau tulisan-tulisan lepas yang membicarakan tema pokok komunikasi politik-sejauh
yang diperoleh masih pada kegiatan-kegiatan politik praktis. Buku Political
Communication, Issues and Sytrategic For Research, misalnya selain mengungkapkan
landasan-landasan teoritik komunikasi politik, juga banyak mengungkap kasus-kasus
dilapangan yang masih terbatas pada kegiatan-kegiatan politik praktis.
Demikian juga D. Nimmo dan Keith R Sanders dalam Handbook of political
Communication (1981) lebih banyak mengungkap masalah komunikasi politik dalam
kasus kegiatan politik praktis dalam kaitannya peran media massa. Dalam konteks
komunikasi politik, dalam kata pendahuluannya, D. Nimmo dan

Keith R Sabders

(1981) antara lain mengungkapkan bahwa pengaruh-pengaruh politik dimobilisasi dan


ditransmisikan antara institusi pemerintahan formal disatu sisi dan perilaku pemilih
masyarakat disisi lain.
Artinya adalah bahwa komunikasi politik yang berujung pada efek atau tidak
adanya pengaruh politik dinayatakan pada indikasi perilaku memilih (voting behavior)
masyarakat yang menjadi sasaran komunikasi tersebut. Seolah-olah komunikasi politik
itu terbatas pada momentum pemilihan pemimpin suatu negara. Padahal seperti
dipaparkan secara ringkas, konsep komunikasi politik itu mencakup segala bentuk
komunikasi yang dilakukan dengan maksud penyebaran pesan-pesan politik dari pihakpihak tertentu untuk memperoleh dukungan massa. Karena itu harus dipahami sebagai
bentuk energi yang menjadi penggerak utama sistem politik, dan atau dalam istilah
Alfian, sebagai aliran darah yang menggerakkan kehidupan politik suatu bangsa.

43

Dalam kurun waktu 2000 sampai 2009 seperti yang diangkat dalam penelitianbanyak penelitian yang dianggap representatif untuk dijadikan bahan rujukan. Penelitian
penelitian Carmelita (2002) tentang

Faktor-Faktor yang berhubungan dengan olah

komunikasi kelompok pada proses pengambilan keputusan inovasi misalnya


memberikan gambaran deskriptif mengenai bagaimana proses pengambilan keputusan
dilakukan dan apa saja variabel-variabel yang terakait sehingga keputusan inovasi
didasarkan pada pemahaman pentingnya inovasi dan bukan dilandaskan pada program
pemerintah. Beberapa penelitian lainnya adalah Efektivitas komunikasi organisasi
pelaksana program Kredit Usaha Tani (KUT) di kabupaten Cianjur dari Retno (2000)
yang

membahas sejauhmana komunikasi organisasi efektif dalam melaksanakan

program KUT adakah faktor-faktor lain yang berhubungan dengan efektivitas organisasi
sehingga program KUT bisa terlaksana. Purwo Santosa (2004) dalam Proses Kebijakan
Partisipatif, menggambarkan dengan jelas bagaimana kebijakan itu diambil, siapa yang
menjadi sasaran dan apakah tujuan dari pengambilan kebijakan tersebut. Keseluruhan
bahan pusataka ini memberikan pemahaman mengenai bagaimana proses komunikasi
berlangsung dalam pengambilan kebijakan khususnya dalam sebuah organisasi, hingga
organisasi mengalami peran yang begitu sentral. Sudianto (2004) meneliti tentang
komunikasi sebagai mobilitas sosial, memaparkan dengan jelas bahwa organisasi
mempunyai fungsi yang sangat efektif untuk mobilisasi dan membangun partisipasi
masyarakat. Adanya kesalingtergantungan antara sesama anggota dalam melaksanakan
tugas organisasi diyakini Sudianto sebagai potensi besar untuk mengoptimalkan fungsi
organisasi.
Lain halnya lagi dengan penelitian Makhya (2000), proses pengambilan
keputusan dan kebijakan di era desentralisasi studi di kota Metro lampung. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa desentralisasi ternyata hampir tidak membawa
perubahan terhadap proses pembuatan kebijakan yang lebih partisipatif. Pendekatan dari
atas ke bawah (top-down approach) masih menjadi norma yang berlaku, namun sudah
mulai dilakukan beberapa pembaharuan dengan melibatkan civil society organization
dalam proses pengambilan kebijakan. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa faktor
kedekatan pimpinan dan anggota atau bawahan mempengaruhi kualitas kebijakankan
yang diambil. Sehingga memang membutuhkan kontrol lebih jauh dan partisipasi
masyarakat.

44

2.6. Kerangka Pemikiran


Dinamika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu keadaan yang
berubah-rubah, atau suatu perkembangan yang pasang surut dan pasang naik.
Digunakan istilah ini didasarkan pada kenyataan adanya fluktuasi dalam perilaku
komunikasi KNPI Provinsi Banten dalam pengambilan kebijakan dinamika juga
menggambarkan suatu keadaan yang tidak statis, selalu bergerak dari suatu situasi ke
situasi yang lain (Muhtadi, 2002).
Dinamika berarti tingkah laku individu yang satu secara langsung mempengaruhi
individu yang lain secara timbal balik. Jadi dinamika berarti adanya interaksi dan
interdependensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain
secara timbal balik dan antara anggota kelompok secara keseluruhan. Dynamic is fact or
concepts which refer to conditions of change, expecially to forces (Santosa, 2004).
Ada tiga teori yang menjadi landasan utama penelitian ini. Pertama yang
berkenaan dengan proses sosialisasi pesan-pesan kebijakan. Untuk menjelaskan proses
tersebut,

digunakan

teori

dari

Krech

(1962)

yang

menyebutkan

bahwa

Communications-the interchange of meaning among people occur mainly through


language and its possible to the degree to which individuals have common cognition,
ant and attitude. Teori ini paling tidak menyebutkan dua hal penting yang terlibat
dalam proses komunikasi, yakni faktor bahasa dan faktor kesamaan-kesamaan
individual pada aspek-aspek kognisi (cognition), kehendak (wants) dan sikap (attitude).
Bahasa dalam hal ini merupakan simbol komunikasi yang meliputi kata-kata, yang oleh
Kerch disebut sebagai alat kontrol perilakunya sendiri dan juga perilaku orang lain.
Dalam konteks pengambilan kebijakan, secara spesifik teori ini lebih jauh
menjelaskan bahwa proses pengambilan kebijakan (decision making) itu meliputi aspekaspek bagaimana individu atau kelompok mengidentifikasi masalah, memilih alternatif,
mengembangkan alternatif, memilih dan melaksanakan kebijakan. Dengan demikian,
secara implisit teori ini juga menjelaskan bahwa pengambilan kebijakan selalu
melibatkan aspek-aspek pendidikan politik, kesadaran politik dan partisipasi politik
(Pangewa, 2004).
Kedua, teori yang berkenaan dengan proses perumusan pesan-pesan komunikasi.
Menurut Krech (1962), pesan-pesan komunikasi pada umumnya dirumuskan dengan
mempertimbangkan konteks verbal dan konteks non verbal. Kedua konteks ini
dipertimbangkan karena pada tahap tertentu dan keduanya dapat mempengaruhi proses
pemaknaan terhadap simbol-simbol yang digunakan. Secara verbal, kata-kata pada

45

dasarnya tidak berdiri sendiri. Setiap rumusan verbal yang dijadikan sebagai simbol
komunikasi selalu berkaitan dengan variabel-variabel lain, seperti struktur pesan, makna
yang terkandung di dalamnya, dan lain sebagainya. Selain itu, konteks non verbal juga
merupakan anasir penting dalam penentuan makna dari setiap pesan-pesan yang
disampaikan.
Ketiga, teori yang berkenaan dengan konteks kelompok dan jaringan komunikasi
dimana suatu interaksi dapat berlangsung. Untuk menggambarkan situasi komunikasi
yang berlangsung dalam KNPI-seperti yang menjadi objek penelitian ini-digunakan
teori efektifitas kelompok Krech (1962) yang menyat bahwa the effectiveness of a
group is determined partly by the nature of the interactions among yhe membersleadeship style, interdependence of motivation, friendship relations. Teori ini berguna,
khususnya untuk melihat hubungan antar kelompok, antar klik dan jaringan komunikasi
ketika berlangsung proses penyebaran pesan-pesan komunikasi yang bermuatan
kebijakan.
Selanjutnya persoalan dinamika komunikasi KNPI, dapat dikaji melalui analisis
sistem dengan pendekatan fungsionalisme struktural (structural fungtionalism) dari
Talcot Parsons. Penentuan pendekatan ini dilakukan dengan mendasarkan pada satu
asumsi bahwa kegiatan pengambilan kebijakan di KNPI, terutama yang berkaitan
dengan struktur yang melingkupi, merupakan fenomena sosial yang berfungsi antara
lain: (1) pencapaian tujuan (goal attainment) atau disebut juga penentuan tujuan; (2)
integrasi (integration), (3) penyesuaian atau adaptasi (adaption), (4) pemeliharaan pola
yang tidak selalu tampil (latency, pattern maintence).
Fungsi-fungsi tersebut dijalankan oleh dan melalui struktur-struktur yang ada
didalamnya terdapat sejumlah pelaku yang menjalankan peran-peran tertentu. Karena
itu, dalam

dinamika keorganisasian di KNPI Provinsi Banten, keberadaan KNPI

Provinsi Banten dengan segala instrumen yang dimilikinya-merupakan salah satu, dan
berfungsi sebagai struktur yang terlibat dalam kesatuan sistem. Atas dasar fungsi-fungsi
seperti ini maka kegiatan pengambilan kebijakan yang dilakukan mengikuti dinamika
internal dan dinamika sosial yang terjadi, baik dalam konteks struktur hierarki maupun
dalam rentang jaringan komunikasi yang menjadi basis keberadaannya. Karena itu
sebagai bagian dari kegiatan komunikasi, pengambilan kebijakan juga sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bagaimana pesan-pesan yang bermuatan kebijakan itu
diolah, dirumuskan, ditransmisikan dan diterima melalui saluran situasional dimana dan
pada saat bagaimana komunikasi itu dilakukan. dengan menggunakan analisis sistem

46

seperti ini, faktor-faktor yang berpengaruh itu juga dapat dipet dalam kesatuan sistem
dengan masing-masing fungsi yang diperankannya. Jadi faktor-faktor arus komunikasi,
jaringan sosial, keberadaan klik, hambatan dan peluang komunikasi dan hubungan sosial
antar pelaku komunikasi (Pangewa, 2004).
Dalam konteks inilah, dinamika komunikasi dalam pengambilan kebijakan dapat
dijabarkan. Fluktuasi sikap dan perilaku komunikasi selama yang terjadi karena adanya
pertimbangan tuntutan partisipasi yang dianutnya disatu pihak, dan di pihak lain juga
dipengaruhi oleh rumusan pesan-pesan komunikasi yang disosialisasikan sebagai salah
satu representasi dari kebijakan pengembangan pemuda di KNPI.

47

Faktor internal
KNPI
Ideologi
Budaya Organisasi
Kepemimpinan
Anggota

Dinamika Komunikasi
Pola Komunikasi
Organisasi
Komunikasi Upward
Komunikasi Downward
Komunikasi Horizontal
Komunikasi Diagonal

Faktor eksternal
KNPI
Kebijakan Pemda
Politik lokal

Iklim Komunikasi
Dukungan
Partisipasi
Kepercayaan
Keterbukaan

Gambar 6
Kerangka Pemikiran

Keterangan:
___________________ Menunjukkan hubungan
Menunjukkan proses komunikasi

Proses perumusan
kebijakan
Pengembangan
pemuda

Kebijakan
pelatihan
kepemimpinan
manajemen
keorganisasian

48

48

2.7. Definisi Konsepsional


Definisi konseptual dalam penelitian ini terdiri dari definisi variabel-variabel
yang diteliti dalam lingkup dinamika komunikasi dalam pengambilan kebijakan.
Variabel-variabel ini ditentukan berdasarkan pada asumsi tingkat keterhubungan
dan variasi antar variabel. Pendefinisian ini diupayakan dapat memberi batasan
atas makna dan realitas yang diteliti sehingga data yang diperoleh lebih spesifik
dan dapat memperkaya dan menyempurnakan hasil penelitian. Adapun definisi
variabel tersebut adalah:
1.

Dinamika komunikasi dalam penelitian ini adalah suatu kondisi yang


berubah-rubah, atau suatu perkembangan yang pasang surut dan pasang naik.
Digunakan istilah ini didasarkan pada kenyataan adanya fluktuasi dalam
perilaku komunikasi KNPI Provinsi Banten dalam pengambilan kebijakan
dinamika juga menggambarkan suatu keadaan yang tidak statis, selalu
bergerak dari suatu situasi ke siatuasi yang lain.

2.

Faktor internal merupakan ciri-ciri variabel yang ada di dalam lingkungan


organisasi KNPI Provinsi Banten.

3.

Faktor eksternal merupakan ciri-ciri variabel yang ada di luar lingkungan


organisasi KNPI Provinsi Banten.

4.

Ideologi dalam penelitian ini dimaknai sebagai kumpulan gagasan-gagasan,


ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang
menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia dan seluruh realitas yang
dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.
Dalam penelitian ini ideologi diartikulasikan pada orientasi-orientasi OKP
yang menganut pemahan ideologi tertentu yang ada di KNPI Provinsi Banten.
Sehingga secara opersional OKP-OKP ini lah secara khas, unik memiliki
tingkat konsistensi yang tinggi, dan menjabarkan makna ideologinya dalam
berbagai orientasi, pandangan hidup dan perilaku berorganisasi.
Dalam operasional penelitian, OKP-OKP ini dipilih dan dipilah berdasarkan
orientasi ideologi yang dimiliki.

5.

Diferensiasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah unsur-unsur


perbedaan diantara kelompok kepentingan yang melahirkan ketegangan dan
memicu terjadinya konflik.

49

49

6.

Ketimpangan (gap) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah situasi


ketidakadilan atau adanya dominasi oleh satu kelompok atau lebih dalam
proses

pengambilan

kebijakan

sehingga

kelompok

lain

merasa

termarjinalisasi.
7.

Kelompok kepentingan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejumlah


kelompok semu yang memiliki kepentingan nyata atau tersembunyi yang
telah disadari.

8.

Aktor adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan kebijakan dan


dalam berinteraksi. Dapat berupa individu kelompok maupun organisasi
dengan keterlibatan baik secara langsung maupun tidak langsung.

9.

Konflik dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pertentangan yang tidak


nyata yaitu adanya ketegangan yang muncul anatara kelompok kepentingan
dalam kebijakan yang diambil. Dalam penelitian ini konflik yang diamati
adalah konflik laten yaitu pertentangan yang tidak nyata yaitu adanya
ketegangan yang muncul anatara kelompok kepentingan dalam kebijakan
yang diambil.

10. Jaringan komunikasi merupakan suatu hubungan yang terdiri dari individuindividu yang saling berinteraksi yang dihubungkan oleh arus komunikasi
yang terpola.
11. Jaringan komunikasi formal merupakan suatu hubungan mengikat yang
terbentuk berdasarkan pada struktur yang ada di KNPI Provinsi Banten.
12. Jaringan informal merupakan suatu hubungan mengikat yang terbentuk
berdasarkan pada keterikatan yang tidak terikat pada struktur anggota dan
pengurus yang ada di KNPI Provinsi Banten.
13. Jaringan interest

merupakan suatu hubungan mengikat yang terbentuk

berdasarkan pada kepentingan anggota dan pengurus

yang ada di KNPI

Provinsi Banten.
14. Jaringan sentiment merupakan suatu hubungan mengikat yang terbentuk
berdasarkan pada keterikatan emosi anggota dan pengurus yang ada di KNPI
Provinsi Banten.

50

50

15. Jaringan power merupakan suatu hubungan mengikat yang terbentuk


berdasarkan pada kekuasaan yang dimiliki oleh anggota dan pengurus yang
ada di KNPI Provinsi Banten.
16. Klik dalam jaringan komunikasi adalah bagian dari sistem (sub sistem)
dimana anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain
dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi.
17. Kebijakan dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu keputusan
organisasi tentang sesuatu hal yang menyangkut aktivitas dan pengembangan
organisasi.
18. Kebijakan Pemda merupakan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah
daerah, dalam penelitian ini difokuskan pada kebijakan mengenai
pengembangan dan pemberdayaan pemuda lokal.
19. Iklim Organisasi dalam penelitian ini merupakan persepsi individu mengenai
berbagai aspek lingkungan organisasinya. Iklim organisasi menyangkut
semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh individu di dalam suatu
organisasi yang dimaknai anggota-anggota.
20. Budaya Organisasi dalam penelitian ini secara sederhana dapat diartikan
sebagai nilai-nilai dan cara bertindak yang dianut KNPI Provinsi Banten
dalam hubungannya dengan pihak luar.
21. Kepemimpinan dimaksudkan sebagai hubungan yang ada dalam diri
seseorang atau pemimpin, mempengaruhi anggota lain untuk bekerja secara
sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan.
22. Anggota dalam penelitian ini adalah OKP-OKP yang berhimpun di KNPI
Provinsi Banten.
23. Pola Komunikasi dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai satu bentuk
komunikasi yang terus menerus dan digunakan ketika berinteraksi dalam
rangka pengambilan kebijakan.
24. Pola komunikasi upward merupakan bentuk komunikasi dari atas kebawah,
dalam penelitian ini pola komunikasi yang dimaksud adalah pola komunikasi
dari pimpinan kepada anggota.

51

51

25. Pola komunikasi downward

merupakan bentuk komunikasi dari bawah

keatas, dalam penelitian ini pola komunikasi yang dimaksud adalah pola
komunikasi dari anggota kepada pimpinan.
26. Pola komunikasi horizontal merupakan bentuk komunikasi yang terjadi
anatara sesame anggota atau sesame pengurus yang memiliki tingkat
kewenangan yang sama.
27. Pola komunikasi diagonal merupakan bentuk komunikasi yang terjadi antara
pengurus dan anggota dan lintas bidang.
28. Iklim Komunikasi dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu situasi dan
kondisi komunikasi yang menggambarkan lingkungan internal dan eksternal
dalam berkomunikasi yang dimaknai anggota-anggota.
29. Dukungan dalam penelitian ini adalah sikap yang menunjukkan kesediaan,
komitmen dan konsisitensi anggota terhadap kebijakan yang diambil.
30. Partisipasi merupakan dukungan nyata anggota dan pimpinan untuk terlibat
dan berkontribusi dalam pengambilan kebijakan.
31. Kepercayaan dalam penelitian ini merupakan sifat keyakinan anggota untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan menyangkut kebijakan yang diambil.
Kepercayaan menyangkut kredibilitas yang dimiliki anggota dan pengurus di
KNPI Provinsi Banten.
32. Keterbukaan dalam penelitian ini merupakan sikap jujur anggota dan
pengurus ketika memberikan informasi dan pesan terkait kebijakan yang
diambil.
33. Suhu politik dimaknai sebagai situasi atau kondisi politik lokal yang sedang
terjadi dan memiliki korelasi terhadap kebijakan yang diambil.

52

52

3. METODE PENELITIAN
3.1. Paradigma Penelitian
Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau
untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan
oleh para filsuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model-model tertentu.
Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma menurut Bogdan
dan Biklen (1982), adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang
bersama, konsep atau preposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur
(bagian dan hubungan) atau bagaimana bagian-bagian berfungsi (perilaku yang
didalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola komunikasi dalam
pengambilan kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten, karena
dalam banyak hal tampak proses pengambilan kebijakan yang kurang profesional.
Untuk mengkaji faktor-faktor internal dan eksternal KNPI Provinsi Banten dalam
pengambilan kebijakan pengembangan pemuda, khususnya dalam menyiasati dan
mensikapi kecendrungan adanya kepentingan-kepentingan diluar organisasi. Oleh
karena itu penelitian ini mengarah kepada konstruksi realitas organisasi yang
menekankan pada konstalasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan
reproduksi makna dalam pengambilan kebijakan. Mengacu pada pemikiran ini
maka paradigma penelitian yang dipilih adalah paradigma konstruktivis, yaitu
paradigma yang memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap
socially meaningfull action (tindakan sosial yang penuh arti) melalui pengamatan
langsung terhadap perilaku sosial dalam setting keseharian yang alamiah, agar
mampu menafsirkan bagaimna para pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan
dan memelihara dunia sosial mereka (Hidayat,1999).
Dalam penadangan konstruktivisme, bahasa tidak hanya dilihat sebagai
alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai
penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor
sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek
memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam
setiap wacana. Komunikasi dipahami, diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-

53

53

pernyataan yang bertujuan dan setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan
penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri
sang pembicara. Oleh karena itu analisis dapat dilakukan demi membongkar
maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi (Ardianto, Bambang, 2007).
Perbedaan antar paradigma yang satu dengan yang lainnya menurut
Denzim dan Lincon (1994) pada dasarnya dapat dilihat dari tiga elemen yaitu:
ontologi, epitimologi dan metodelogis. Mengacu pada pemikiran tersebut, ada
beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan pada
paradigma kritis dalam penelitian ini yaitu:
1.

Secara ontologi paradigma konstruktivistis memandang bahwa realitas


merupakan konstruksi sosial, dimana kebenaran suatu realitas bersifat relatif,
berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Dalam
pandangan paradigma konstruktivistis realitas hadir sebagai konstruksi
mental, dipahami secara beragam berdasarkan pengalaman serta konteks lokal
dan spesifik para individu yang bersangkutan (Hidayat, 1999). Dalam
penelitian ini Organisasi KNPI Provinsi Banten memiliki kekhasan sebagai
organisasi modern yang tingkat heterogenitasnya sangat tinggi dan memiliki
konstruksi sosial yang spesifik.

2.

Secara episteimologis paradigma konstruktivistis memandang bahwa


pemahaman tentang suatu realitas atau temuan penelitian merupakan produk
interaksi peneliti dengan tineliti. Hubungan epistemologis anatara peneliti
dengan teneliti, menurut paradigma konstruktivistis bersifat satu kesatuan,
subjektif dan merupakan hasil perpaduan interaksi diantara keduanya. (Salim,
2001). Dalam konteks ini data yang diperoleh merupakan hasil interaksi
peneliti dengan anggota dan pengurus KNPI Provinsi Banten melalui
interaksi yang sedekat mungkin dengan subjek penelitian baik melalui metode
observasi participant ataupun wawancara mendalam.

3.

Secara Metodelogis, paradigma konstruktivis menekankan empati dan


interaksi dialektik antara peneliti dan informan untuk merekonstruksi realitas
yang diteliti melalui metode-metode penelitian kualitatif. Dalam konteks ini
untuk memperoleh data peneliti menekankan interaksi dialektis anatara
peneliti dan tineliti, terutama melalui pendekatan observasi participant.

54

54

Paradigma konstruktivistis merefleksikan diri atas tindakan komunikatif


yang sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek yang memiliki pilihan
bebas, walaupun lingkungan sosial membatasi apa yang dapat dan telah
dilakukan. jadi tindakan komunikatif dianggap sebagi tindakan sukarela,
berdasarkan pilihan subjeknya. Paradigm ini juga beranggapan bahwa
penegtahuan bersifat kontekstual, maksudnya pengetahuan merupakan produk
yang dipengaruhi ruang waktu dan akan dapat berubah sesuai pergesaran
waktu.Prinsip dasar konstruktivisme adalah bahwa tindakan ditentukan oleh
konstruk diri sekaligus juga konstruk lingkuan luar diri. Komunikasipun
dirumuskan demikian, ditentukan oleh diri ditengah pengaruh lingkungan luar
(Ardianto, Bambang, 2007).
Paradigma konstruktivistis merupakan bagian dari pendekatan penelitian
kualitatif. Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami situasi sosial,
peristiwa, peran, kelompok atau interaksi tertentu.

Penelitian ini merupakan

sebuah proses investigasi dimana secara bertahap berusaha memahami fenomena


sosial dengan membedakan, membandingkan, meniru mengkatalogkan dan
mengelompokkan objek studi (Miles, Haberman, 1992). Pada pendekatan ini,
dibuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, opini dan wacana yang
dimiliki informan, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998).
Penelitian ini lebih menekankan pada makna yang terikat nilai, interaksi
sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data yang
sudah ditafsirkan. Bagi penelitian kualitatif, realitas sosial adalah wujud bentukan
(konstruksi) para subjek penelitian yaitu peneliti dan tineliti. Dalam penelitian ini
peristiwa atau gejala sosial yang diteliti adalah dinamika komunikasi dalam
pengambilan kebijakan-proses komunikasi yang berlangsung dalam aktivitas
pengambilan kebijakan serta siapa aktor-aktor yang terlibat dalam perumusan
kebijakan. Selanjutnya paradigma ini digunakan juga untuk menganalisis
rintangan-rintangan, tekanan-tekanan dan kontradiksi yang menghambat proses
pengambilan kebijakan. Masyarakat, individu dan organisasi merupakan
kehidupan dalam suatu dunia yang dikarakterisasi oleh suatu keadaan yang saling
mempengaruhi antara kesadaran individu dan prinsip objektivasi dalam dunia
eksternal.

55

55

Di KNPI Provinsi Banten, pengambilan kebijakan merupakan suatu proses


dimana semua unsur terlibat, terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain
untuk memperkuat, mempertajam atau bahkan memanipulasi sebuah fakta yang
mendasari pengambilan kebijakan. Tetapi disisi lain ada upaya-upaya emansipasi
diri dari kooptasi, penguasaan dan aliansi yang dihasilkan dari hubunganhubungan kekuasaan di dalam organisasi. Paradigma ini menggambarkan situasi
organisasi KNPI Provinsi Banten dengan segala aktivitas komunikasinya
termasuk hal-hal yang berkaitan dengan politik pengambilan kebijakan.

3.2. Desain Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
studi kasus, yang melakukan penelitian secara terinci tentang seseorang (individu)
atau sesuatu unit sosial selama kurun waktu tertentu. Metode ini melibatkan
penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap
perilaku seseorang individu (Sevilla dkk, 1993). Sebagai sebuah metode, studi
kasus memiliki keunikan atau keunggulan tersendiri dalam kancah penelitian
sosial. Secara umum studi kasus memberikan akses atau peluang yang luas kepada
peneliti untuk menelaah secara mendalam, detail, intensif dan menyeluruh
terhadap unit sosial yang diteliti. Disamping itu, studi kasus juga dapat
mengantarkan peneliti memasuki unit-unit sosial terkecil seperti perhimpunan,
kelompok, dan berbagai bentuk unit sosial lainnya.

Jadi studi kasus dalam

khazanah metodelogi dikenal sebagai suatu studi yang bersifat komprehensif,


intens, rinci dan mendalam serta diarahkan sebagai uapaya menelaah masalahmasalah atau fenomena yang bersifat kontemporer.
Sebuah definisi yang lebih tegas dan bersifat teknis sehingga sangat
membantu tentang studi kasus diberikan oleh Yin (1996) yang menyebutkan
bahwa studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam
konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak
tampak dengan tegas dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan. Lebih terinci
studi kasus mengisyaratkan keunggulan-keunggulan berikut:

56

56

1.

Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antar


variabel serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman
yang lebih luas.

2.

Studi kasus

memberikan kesempatan-kesempatan untuk memperoleh

wawasan mengenai konsep-konsep dasar perilaku manusia. Melalui


penyelidikan intensif dapat ditemukan karakteristik dan hubungan-hubungan
yang (mungkin) tidak diharapkan/diduga sebelumnya.
3.

Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat


berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi
perencanaan penelitian yang lebih besar dan dalam rangka pengembangan
ilmu-ilmu sosial.

Di samping tiga keunggulan di atas, studi kasus dapat memiliki


keunggulan spesifik lainnya, seperti dikutip Ardianto dan Bambang (2007)) yakni;
(1) bersifat luwes berkenaan dengan metode pengumpulan data yang digunakan;
(2) keluwesan studi kasus menjangkau dimensi yang sesungguhnya dari topik
yang diselidiki; (3) dapat dilaksanakan secara praktis didalam banyak lingkungan
sosial; (4) studi kasus menawarkan kesempatan menguji teori dan (5) studi kasus
bisa sangat murah bergantung pada jangkauan penyelidikan dan tipe teknik
pengumpulan data yang digunakan.
Diletakkan dalam konteks pendekatan kualitatif studi kasus atau desain
penelitian studi kasus tidaklah kaku sifatnya, desain ini menawarkan keluwesan
dan sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan perkembangan yang lebih
menarik, unik dan penting dari fakta empiris yang tengah dicermati. Hal ini tidak
berarti terjadi inkonsistensi. Sebab fenomena dan praktek-praktek sosial sebagai
sasaran buruan penelitian kualitatif tidak bersifat mekanistis melainkan penuh
dinamika dan keunikan dan karenanya tidak bisa diciptakan menurut kehendak
peneliti (Bungin, 2003).
Dalam penelitian ini studi kasus difokuskan pada kebijakan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi. Kasus ini dipilih berdasarkan pada
argumen bahwa kebijakan ini diambil pada bulan Maret 2010, sesuai dengan
waktu penelitian sehingga peneliti dapat mengamati aktivitas komunikasi dalam

57

57

pengambilan kebijakannya dengan menyeluruh. Selanjutnya kebijakan ini


merupakan salah satu kebijakan pengembangan pemuda lokal yang berbasis
partisipasi pemuda dan memiliki relevansi dengan bidang ilmu komunikasi
pembangunan yang dipelajari secara akademik oleh peneliti. Selain itu kasus ini
merupakan kasus yang mudah di akses oleh peneliti dibandingankan dengan kasus
yang lain, baik dari sisi konten komunikasi, kebijakan ataupun aktor-aktor yang
terlibat dalam pengambilan kebijakan.

3.3. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di KNPI Provinsi Banten, dengan alasan KNPI
Provinsi Banten merupakan wadah keberhimpunan OKP di tingkat Provinsi
dengan kultur Banten yang masih melekat. Penelitian akan dilaksanakan dalam
kurun waktu tiga bulan antara bulan Maret-Mei 2010, dengan asumsi waktu
tersebut mencukupi dalam mengumpulkan data dari mulai proses dan tahapan
penelitian yang harus dilakukan. Penelitian difokuskan pada program bidang
organisasi dengan kasus kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
keorganisasian.

3.4. Data dan Sumber Data


Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari
informan. Penentuan

informan dilakukan dengan sengaja (purposive) yaitu

memilih informan yang sesuai dengan desain penelitian. Prosedur pemilihan


informan dilakukan dengan teknik snowball yaitu penentuan sampling dimulai
dari

informan kunci dan berkembang mengikuti informasi atau data yang

diperlukan. Pada saat yang sama semua event komunikasi dalam aktivitas
pengambilan kebijakan turut diamati untuk penyempurnaan data. Proses
penggalian data juga mempertimbangkan triangulasi.
Dalam kaitan ini ada lima kriteria untuk pemilihan sampel key informan
atau informan yang dijadikan sumber pengambilan data diantaranya:
1.

Subyek yang telah cukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau
medan aktivitas yang menjadi informasi, melainkan juga menghayati secara
sungguh-sungguh sebagai akibat dari keterlibatan yang cukup lama dengan

58

58

lingkungan atau kegiatan yang bersangkutan. Ini biasanya ditandai oleh


kemampuannya dalam

memberikan informasi tentang sesuatu yang

ditanyakan.
2.

Subyek yang masih terlibat secara aktif pada lingkungan atau kegiatan yang
menjadi perhatian penelitian.

3.

Subyek yang mempunyai cukup banyak waktu atau kesempatan untuk


diwawancarai.

4.

Subyek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau


dipersiapkan terlebih dahulu.

5.

Subyek yang sebelumnya tergolong cukup asing dengan penelitian sehingga


lebih mudah menggali informasi (Bungin, 2003).

Data penelitian diambil dari KNPI Provinsi Banten dan beberapa informan
dijadikan key informan atau informan diantaranya: Ketua KNPI dan Sekjen KNPI
Provinsi Banten, Ketua Bidang organisasi dan kaderisasi. Ketua Bidang Politik,
hukum dan HAM, Ketua Bidang Keagamaan, Dinas Pemuda dan Olahraga
Provinsi Banten, tokoh masyarakat, pengamat politik lokal, anggota DPRD yang
terkait dan Bebrapa OKP yang berhimpun di KNPI Provinsi Banten turut menjadi
informan dalam penelitian ini, seperti OKP HMI, IMM, PMII dan Gema Budhis.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data tentang: 1). Iklim
komunikasi; (1) Dukungan, hubungan komunikasi dilandasi dengan penghargaan
terhadap sesama anggota KNPI Provinsi Banten dalam berinteraksi ketika
pengambilan kebijakan; (2). Partisipasi anggota KNPI Provinsi Banten dalam
pengambilan kebijakan, bentuk dan kualitas dari partisipasi tersebut; (3).
Kepercayaan dan sisitem nilai organisasi yang dianut dalam aktivitas
keorganisasian dan dalam pengambilan kebijakan; (4). Keterbukaan dan
keterusterangan antar sesama anggota KNPI Provinsi Banten dan pihak terkait
dalam mengelola, memanfaatkan sumberdaya dan dalam pengambilan kebijakan
serta menghadapi konflik keorganisasian; (5). Tujuan kinerja yang tinggi, pada
tingkat mana tujuan kinerja dikomunikasikan dengan jelas dipahami serta diserap
anggota KNPI Provinsi Banten sehingga tercermin dalam setiap kebijakan dan
arah serta program kerja. Data ini terakumulasi dalam kasus kebijakan pelatihan

59

59

kepemimpinan

dan

manajemen

keorganisasian

sebagai

acuan

dalam

mengidentifikasi setiap informasi yang didapat.


Data tentang kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
keorganisasian merupakan kasus yang akan melihat dinamika komunikasi yang
terjadi dan dapat dilihat dari pola komunikasi organisasi meliputi; Upward
Communication,

Downward

Communication,

Horizontal

Communication.

Bagaimana dan pada peristiwa-peristiwa komunikasi seperti apa pola-pola


komunikasi ini digunakan oleh KNPI Provinsi Banten, seberapa besar
intensitasnya, sejauhmana efektivitasnya dalam pengambilan kebijakan, serta
adakah dampaknya baik pada perilaku individu maupun perilaku dan budaya
organisasi KNPI Provinsi Banten dan seperti apa tarik-ulur komunikasi yang
terjadi, adakah komunikasi yang berlangsung menguat atau melemah, dan adakah
faktor diluar komunikasi yang menentukan arus komunikasi yang berlangsung.
Jaringan Komunikasi yang ada di KNPI Provinsi Banten termasuk data
yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Seperti apa karakteristik-karakteristik
jaringan komunikasi yang ada di KNPI Provinsi Banten. Bagaimana jaringan ini
bekerja dan berfungsi bagi pengembangan organisasi. Seperti apa kontribusinya,
sejauhmana perannya dalam mensiasati serta menyikapi adanya kelompok
kepentingan di internal organisasi, maupun kepentingan-kepentingan dari pihak
luar. Khususnya dalam pengembilan kebijakan organisasi.
Faktor internal organisasi: (1). Ideologi, merupakan suatu sistem
kepercayaan dan keyakinan yang dianut

individu atau masyarakat yang

berpengaruh terhadap orientasi dan cara pandangan politis dan hidup. Ideologi
yang ada di KNPI Provinsi Banten sangat beragam dan perlu diidentifikasi guna
melihat sejauhmana ideologi ini berpengaruh dalam setiap pengembilan
kebijakan; Adapun (2). Politis menunjukkan sejauhmana individu dan anggota
organisasi memiliki bargaining politis atau kekuatan yang dimiliki sehingga
mampu atau mampu mengendalikan organisasi dalam setiap pengembilan
kebijakan; (3). Etnis adalah latar belakang budaya yang membentuk solidaritas
dan sistem tertentu dalam organisasi dan ini diduga akan berpengaruh terhadap
proses dan pengambilan kebijakan. Apakah solidaritas etnis dan antar etnis
tertentu turut menentukan kebijakan yang akan diambil. Apa reaksi-reaksi yang

60

60

diberikan ketika kebijakan yang diambil tidak sesuai seperti apa yang diharapkan
anggota lain; (4). Lingkungan terdiri dari unsur-unsur organisasi yang ada dalam
KNPI Provinsi Banten, sistem nilai, norma, budaya dan kepercayaan yang dianut.
Data faktor eksternal yang diambil dalam penelitian ini adalah kebijakan
pemda Provinsi Banten, suhu politik lokal yang terjadi di Provinsi Banten. Seperti
apa bentuk-bentuk kebijakannya, sejauhmana kebijakan itu dicerna dan
dilaksanakan oleh KNPI Provinsi Banten, adakah kepentingan dan intervensi
didalamnya,

dan

bagaimanakah

pihak-pihak

luar

berkontribusi

dalam

pengembilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten.


3.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi, yaitu suatu teknik pemilihan (selection), pengubahan (provocation)
dan pencatatan (recording) serta pengodean (encoding) serangkaian perilaku
atau suasana yang berkaitan dengan organisme terkait sesuai dengan tujuan
empiris (tests of behaviors and setting) untuk tujuan empiris (Bungin, 2003).
Jenis observasi partisipasif tepat digunakan dalam penelitian ini, dimana
peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang
mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.
2. Wawancara mendalam

tak berstruktur, yang memungkinkan pihak yang

diteliti untuk mendefinisikan dirinya dan lingkungannya, tidak sekedar


menjawab pertanyaan. Wawancara merupakan proses interaksi dan komunikasi
artinya berusaha mengadakan interaksi dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kepada objek peneliti meliputi: anggota, pengurus dan pejabat
terkait dengan KNPI Provinsi Banten.
3. Studi Literatur, yaitu penelusuran kepustakaan dan penelaahannya

Dalam

teknik ini penelaahan terhadap buku ilmiah, hasil penelitian peneliti yang
dianggap layak, untuk memperoleh rujukan maupun perbandingan teoritik
akademik terkait. Selain itu juga untuk memperoleh data sekunder yang
dilakukan terhadap berbagai dokumen antara lain meliputi: buku-buku terbaru,
hasil penelitian, kelembagaan organisasi, dan lain-lain.

61

61

4. Dokumentasi, yaitu penelusuran informasi melalui dokumentasi yang dimiliki


organisasi atau tersimpan sebagai file.
5. Dokumentasi dapat berupa berkas, foto, film, berita yang terkait dengan objek
penelitian. Metode-metode ini masing-masing digunakan sesuai situasi, kondisi
dan kebutuhan

penelitian. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis

berdasarkan pada penggunaan data tersebut (Bungin, 2003).


3.6. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
mengolah dan menganalisa data-data yang terkumpul menjadi data yang
sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna. Adapun prosedur analisa
datanya dibagi dalam lima langkah, yaitu:
1.

Mengorganisasi data: cara ini dilakukan dengan membaca berulang kali data
yang ada sehingga dapat menemukan data yang sesuai dengan penelitian dan
membuang data yang tidak sesuai.

2.

Membuat kategori, menentukan tema, dan pola: langkah kedua ialah


menentukan kategori yang merupakan proses yang cukup rumit karena harus
mengelompokkan data yang ada

ke dalam suatu kategori dengan tema

masing-masing sehingga pola keteraturan data menjadi terlihat secara jelas.


3.

Mencari eksplanasi alternatif data: proses berikutnya ialah peneliti


memberikan keterangan yang masuk akal data yang ada dan peneliti harus
mampu menerangkan data tersebut didasarkan pada hubungan logika makna
yang terkandung dalam data tersebut.

4.

Menulis laporan: penulisan laporan merupakan bagian analisa kualitatif


yang tidak terpisahkan dan dalam

laporan ini peneliti harus mampu

menuliskan kata, frasa dan kalimat serta pengertian secara tepat yang dapat
digunakan untuk mendeskripsikan data dan hasil analisanya.
3.7. Pengujian Validitas
Secara bahasa konsep validitas adalah kesahihan; kebenaran yang
diperkuat oleh bukti atau data yang sesuai. Secara istilah definisi validitas adalah:
Kesesuaian antara definisi operasional dengan konsep yang mau diukur. Gay

62

62

(1983) The most simplistic definition of validity is that it is the degree to which a
test measured what it is supposed to measured. Validitas dapat dimaknai sebagai
ketepatan dalam memberikan interpretasi terhadap hasil pengukurannya.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa sebenarnya validitas
adalah suatu proses untuk mengukur dan menggambarkan objek atau keadaan
suatu aspek sesuai dengan fakta. Dalam konsep validitas terdapat dua makna yang
terkandung didalamnya, yaitu relevans dan accuracy. Relevansi menunjuk pada
kemampuan instrumen untuk memerankan fungsi untuk apa instrumen tersebut
dimaksudkan (what it is intended to measure). Accuracy menunjuk ketepatan
instrumen untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang diukur secara tepat, yang
berarti dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Pengujian validitas data dalam penelitian kualitatif

ini meliputi uji

kredibilitas:
1.

Perpanjangan pengamatan,

melakukan pengamatan dilapangan/lokasi

penelitian. Artinya hubungan peneliti dengan partisipan/narasumber semakin


akrab, terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang
disembunyikan lagi.
2.

Peningkatan ketekunan dalam penelitian, melakukan pengecekan kembali


apakah data yang yang telah ditemukan salah atau benar. Peneliti juga dapat
memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis.

3.

Triangulasi, pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu: Triangulasi sumber, Triangulasi teknik pengumpulan data,
Triangulasi waktu pengumpulan data.

4.

Analisis kasus negatif. Peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan
bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang
berbeda atau bertentangan dengan temuannya, berarti data yang ditemukan
sudah dapat dipercaya.

5.

Memberchek. Proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi


data. Tujuan memberchek untuk mengetahui sejauhmana data yang diperoleh
sesuai apa yang diberikan pemberi data.

63

63

3.8. Tahapan Penelitian


Pada garis besarnya, tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini
dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
1. Tahap seleksi dan identifikasi sumber informasi: tahap ini akan menentukan
key informan yang paling berpengaruh dalam pengambilan kebijakan untuk
selanjutnya dihimpun data secara umum berkenaan dengan masalah yang
diteliti dan dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam dan terbuka,
agar dapat diperoleh informasi yang luas mengenai hal-hal yang umum dari
objek yang diteliti. Kemudian informasi itu dianalisis untuk mendapatkan halhal yang menonjol, menarik, penting dan dianggap berguna untuk dikaji lebih
lanjut. Untuk selanjutnya informasi dari

key informan yang sudah

diwawancarai akan membantu menentukan key informan manalagi yang harus


diwawancarai terkait keterlibatannya dalam pengambilan kebijkan.
2. Tahap eksplorasi: tahap ini fokus penelitian sudah lebih jelas sehingga dapat
dihimpun data atau informasi yang lebih terarah dan spesifik. Pada tahap ini
semua data dieksplorasi untuk mendapatkan data serta menerjemahkan
informasi yang sudah didapat. Data tentang proses perumusan dan penentuan
kebijakan dan dinamika komunikasi yang terjadi didalamnya menjadi data
yang dibutuhkan untuk dieksplorasi. Baik observasi maupun wawancara dapat
dilakukan secara lebih terstruktur dan mendalam sehingga dapat diperoleh
infomasi yang lebih mendalam dan bermakna.
3. Tahap memberchek: tahap ini semua informasi yang diperoleh baik melalui
pengamatan ataupun wawancara dan yang sejak semula dianalisis dituangkan
di chek kebenaran dan kevalidannya dengan strategi mengkonfirmasi ulang
semua data yang sudah dihimpun. Kemudian membuat laporan penelitian
yang selanjutnya divalidasi agar hasil penelitian dapat dipercaya. Pada tahap
ini pula terbuka untuk melakukan perbaikan atau pelurusan dan perluasan
informasi yang menurut informan kurang tepat.

64

64

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Profil Knpi Provinsi Banten
4.1.2. Sejarah KNPI Provinsi Banten
KNPI lahir ditandai oleh Deklarasi Pemuda pada tanggal 23 Juli 1973
yang merupakan bentuk kesadaran pemuda Indonesia peran pentingnya sebagai
ahli waris cita-cita bangsa, sekaligus generasi penerus bangsa. KNPI sebagai
wadah berhimpun berbagai organisasi kepemudaan pada hakikatnya adalah
laboratorium kepemimpinan masa depan. Semangat zaman (zeitgeist) pada tahun
1973 adalah semangat pembangunan era baru Indonesia, dimana terjadi transisi
dari Orde Lama ke Orde Baru. Dengan spirit pembangunan, generasi muda pada
saat itu sangat bersemangat untuk berkumpul dan bahu-membahu membangun
visi baru bangsa Indonesia. Gerakan kaum muda waktu itu "mendukung
sepenuhnya" gerakan Orde Baru yang dianggap "benar-benar baru". Oleh karena
itulah, pendirian KNPI terkait penguasa Orde Baru (Masad Masrur, 2008).
Sebagaimana diketahui bahwa struktur kekuasaan selama ini menganggap
KNPI sebagai satu-satunya representasi organisasi kepemudaan. Hal ini terbukti
misalnya, dari segi anggaran organisasi yang mengalokasikan anggaran khusus
untuk KNPI. Karena itulah KNPI kemudian sangat bergantung pada political
will penguasa, sebagaimana para penguasa "sangat berkepentingan" terhadap
KNPI. Sebagai salah satu organisasi besar, KNPI merupakan wadah
berhimpunnya pemuda dan organisasi sosial kepemudaan yang memiliki akar
struktur yang sangat kuat dan kokoh ke masyarakat.
Sejarah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) bermula dari
kegagalan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) sebagai wadah generasi
mahasiswa untuk melanjutkan perannya dalam masa Orde Baru. Berkurangnya
peran KAMI sebagai wadah persatuan dan kesatuan generasi muda mahasiswa
menimbulkan situasi tidak menentu dalam melanjutkan peranan kaum muda
pada masa berikutnya. Kaum muda, baik secara individual maupun secara
organisasi sulit untuk melakukan gerakan mencapai sasaran bersama ditengah
situasi konflik nasional.
Keretakan di tubuh KAMI mulai tumbuh, baik langsung maupun tidak
langsung, ketika masing-masing organisasi yang tergabung dalam KAMI seperti

65

65

HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katolik


Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), GMNI
(Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) dan PMII (Persatuan Mahasiswa
Islam Indonesia), Organisasi Mahasiswa Lokal (Somal), Gerakan Mahasiswa
Sosialis (Gemsos), Ikatan Mahasiswa Bandung (Imaba), dan Ikatan Mahasiswa
Djakarta (Imada), mulai kembali ke akar primordialnya baik secara ideologi
maupun politik. Walaupun afiliasi itu terlalu langsung, pertentangan ideologis
antar partai politik tercermin dalam tataran gerakan mahasiswa. Namun begitu,
satu hal yang masih disadari adalah bahwa peran yang lebih berarti yang dapat
dimainkan oleh kaum muda dalam kehidupan bangsa dan negara bisa dilakukan
apabila persatuan dan kesatuan sebagai semangat tetap dijiwai kaum muda dan
pengejawantahan dalam wujud fisik seperti yang pernah dilakukan KAMI
(Masad Masrur, 2008).
Sewaktu

melakukan

kiprah

sendiri-sendiri,

pertanyaan-pertanyaan

tentang persatuan dan kesatuan pemuda serta perwujudan fisiknya menjadi suatu
yang lebih sentral dalam pemikiran kaum muda. Dalam keadaan ini, kaum muda
menyadari bahwa diperlukan suatu orientasi baru dalam melihat persoalan
bangsa dan negara. Orientasi baru tersebut berorientasi pada pemikiran yang
jauh melebihi kelompoknya sendiri, sehingga dapat menjangkau seluruh bangsa
dimasa kini dan masa yang datang. Masalah ini juga menjadi perhatian kekuatan
sosial politik yang tengah tumbuh sebagai suatu gejala dalam kehidupan politik
di Indonesia yaitu Golongan Karya (Golkar) sebagai fenomena baru dalam
sistem politik di Indonesia.
KNPI yang didirikan pada tanggal 23 Juli 1973, dimaksudkan oleh para
elite politik masa itu menjadi salah satu lembaga mitra pemerintah, dan melalui
lembaga ini, para elite politik pada masa itu yang mayoritas dari Golongan Karya
dan ABRI berkepentingan untuk menyeragamkan pembinaan generasi muda
dalam satu atap. Konsekuensi logis pembinaan satu atap ini secara perlahan
adalah terjadinya kooptasi terhadap potensi generasi muda disatu pihak dan
penyeragaman terhadap keberagaman latar belakang Organisasi Kemasyaraktan
Pemuda (OKP) yang berhimpun (Masad Masrur, 2008).

66

66

Kekuatan terbesar KNPI sesungguhnya berada di tangan OKP, sehingga


dengan dikuatkannya peran KNPI tersebut tidak menjadikan KNPI sebagai OKP
baru, tetapi KNPI lebih menjadi regulator, agregator bahkan supervisi sehingga
OKP yang berhimpun di KNPI dapat berdaya dan maksimal dalam melakukan
perkaderan generasi

bangsa ke depan yang lebih baik. Pola rekruitmen

kepengurusan KNPI mayoritas harus melalui rekomendasi OKP seperti maksud


dan tujuan semula.

Sehingga keanekaragaman,

kebhinekaan dan persatuan

bangsa lebih tercermin dari berbagai lintas ideologi, agama, politik dan
keanekaragaman lainnya yang berkembang di masyarakat Indonesia khususnya
Banten. KNPI merupakan representasi dari ke Indonesiaan, sehingga KNPI
menjadi perekat persatuan pemuda Indonesia.
Cita-cita ideal yang hendak dicapai dengan keberhimpunan, secara
eksponensial bukan keberhimpunan secara struktural kelembagaan tapi untuk
menyamakan gerakan dan langkahnya dalam melanjutkan kesinambungan
pembangunan nasional, dalam arti bahwa ingin adanya kesamaan pandangan
dalam memainkan peran yang menjadi tanggungjawabnya sebagai generasi
penerus. Kesamaan pandangan ini tidak mereka maknai sebagai keseragaman,
tetapi diterjemahkan pada kesamaan cita-cita ideal yang hendak dicapai, yaitu
menjaga keutuhan dan keberlangsungan negara-bangsa yang berazaskan
Pancasila, UUD 1945, dan piranti kenegaraan lainnya.
Atas dasar sejarah kelahirannya itulah, sehingga jati diri KNPI sampai
pada usianya yang ke-37 tahun 2010 ini, tetap pada jati dirinya sebagai wadah
berhimpun OKP secara sukarela (kata lain dari non-struktural), dalam arti
OKP tidak dibawahi KNPI, dan KNPI tidak memiliki hubungan struktural
dengan OKP. Untuknya personalia kepengurusan KNPI hanyalah akumulasi
secara eksponensial perutusan OKP

untuk menjalankan peran dan fungsi

sebagai jembatan komunikasi timbal balik antara KNPI dengan OKP masingmasing, sehingga setiap problematika kepemudaan dapat terkomunikasikan
secara diametral diantara organisasi kepemudaan yang ada.
Melalui proses komunikasi seperti itulah, dapat dicipta proses
transformasi nilai-nilai yang hendak dipersamakan gerakan dan langkahnya,
sebagaimana asas dasar dari tujuan pendirian KNPI. Tentu saja yang menjadi

67

67

soal, sejauhmanakah perutusan eksponen dimaksud mampu memerankan


keberadaannya serta memainkan perannya secara dialektik, sebab bagaimanapun
secara sosiologis keberhimpunan OKP mengandung sejumlah konsekuensi
strategis untuk ikut saling pengaruh mempengaruhi kehendak dan kepentingan
diantara OKP itu sendiri, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dan pada
titik ini, berdasarkan perjalanan sejarah 37 tahun keberadaan KNPI, kenyataan
seperti itu bukanlah suatu yang niscaya.
Selaras dengan keberadaan KNPI sebagai wadah berhimpun OKP, KNPI
Provinsi Banten yang lahir bersamaan dengan Provinsi Banten pada tanggal 09
Oktober 2000, memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar untuk mampu
berkembang dan lahir sebagai pendobrak dan pembaharu demi kemajuan
ekonomi, khususnya penciptaan golongan masyarakat ekonomi menengah baru.
Pemantapan dan pengembangan jati diri pemuda Banten yang dijiwai oleh
wawasan kebangsaan yang tinggi, nilai-nilai kejuangan, serta penghargaan
terhadap budaya-budaya lokal, sikap kritis, konstruktif, solutif dan pembudayaan
sikap disiplin terhadap norma dan aturan yang berlaku, serta kepemimpinan
melalui proses kaderisasi.
KNPI Provinsi Banten memiliki arah dan kebijakan yang sesuai dengan
kebutuhan,

kepentingan

dan

budaya

lokal

memiliki

program-program

pemberdayaan dan pengembangan pemuda yang meliputi: (1). Lingkup


organisasi dan kaderisasi. (2). Politik, hukum dan HAM, (3). Kesehatan dan
lingkungan hidup. (4) Sosial budaya dan pariwisata. (5).

Pertahanan dan

keamanan. (6). Pemberdayaan ekonomi dan KUMKM. (7). Pemberdayaan


perempuan.

(8). Riset dan pengembangan teknologi. (9). Kerjasama antar

lembaga. (10) Pengembangan potensi kelautan dan perikanan. (11). Kehutanan


dan pertanian (12). Industri perdagangan dan tenaga kerja (13). Olah raga dan
sumberdaya energi dan keagamaan.
Program-program diatas diperuntukan agar KNPI Provinsi Banten
mampu mengantisipasi dan menanggapi perkembangan global secara kritis dan
proaktif, terutama yang berkaitan dengan ketahanan nasional. Selain itu
program-program

diatas

juga

diperuntukan

bagi

peningkatan

kualitas

komunikasi dan peningkatan kualitas partisipasi antara KNPI dengan OKP dan

68

68

antara KNPI dengan wadah kemahasiswaan, LSM serta institusi-institusi


kepemudaan lainnya.
Pengembangan

dan

peningkatan

potensi

serta

kualitas

pemuda

dilaksanakan dalam rangka memberi nilai tambah pada aspek ketaqwaan, mental
ideologis, wawasan kebangsaan, kepemimpinan, pengetahuan dan keterampilan
sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Sekaligus mampu menjawab berbagai permasalahan
yang berkembang seperti: pemantapan demokrasi, pelaksanaan

HAM,

pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, peningkatan kesejahteraan rakyat,


peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memberikan jaminan terhadap
keamanan, kesehatan, produktivitas, estetika dan budaya manusia serta
penegakkan supremasi hukum.

4.1.2. Visi dan Misi KNPI Provinsi Banten


KNPI Provinsi Banten sebagai wadah berhimpun organisasi pemuda
diwilayah Provinsi Banten merupakan manifestasi dari harapan serta cita-cita
bangsa dan penerus kepemimpinan nasional. Adapun Visi KNPI Provinsi Banten
adalah Menjadikan KNPI sebagai Perekat Persatuan Bangsa. Sedangkan
Misinya adalah:
1.

Menjalankan amanat perjuangan kepemudaan yang berorientasi pada


kemerdekaan berpendapat, demokratisasi dan keadilan.

2.

Mengembangkan

serta

meneguhkan

eksistensi

kepemudaan

yang

berdimensi pada kemandirian dan moralitas.


3.

Melakukan upaya-upaya strategis bagi penciptaan perdamaian Bangsa,


tegaknya hak azasi manusia dan kesejahteraan.

4.

Merekatkan komunikasi antar organisasi kepemudaan sebagai entitas


pemuda Indonesia.

5.

Melakukan mediasi antar unsur bagi terciptanya kesatuan dan persatuan


nasional.

6.

Membangun otoritas kepemudaan yang bersendi pada penghormatan atas


kemajemukan suku, budaya, agama dan adat istiadat.

7.

Mewujudkan persaudaraan kebangsaan dan patriotism.

69

69

8.

Membangun komunikasi dan kerjasama antar Provinsi dan Bangsa (Draft


Raker KNPI Provinsi Banten 2008).

4.1.3. Struktur Organisasi KNPI Provinsi Banten


Struktur KNPI Provinsi Banten merupakanakan bentuk hirarki formal
yang menggambarkan jabatan dan kewenangan pengurus. Di KNPI Provinsi
Banten struktur pengurus terdiri dari: ketua, sekretaris, bendahara, ketua bidang,
wakil

sekretaris, wakil bendahara dan komisi. Ketua sebagai komando yang

memiliki garis kewenangan tertinggi. Dalam menjalankan tugasnya ketua dibantu


oleh sekretaris, bendahara dan ketua bidang (Kabid). Sekretaris berfungsi untuk
membantu ketua dalam hal kesekretariatan dan persoalan internal organisasi,
bendahara bertugas sebagai pengelola sumber keuangan internal organisasi, dan
kabid bertugas membidangi program dan persoalan internal organisasi. Di KNPI
Provinsi Banten ketua bidang terdiri dari sembilan bidang yang operasionalnya
dibantu wakil bidang dan komisi. OKP merupakan anggota dari KNPI Provinsi
Banten. Adapun struktur organisasi KNPI Provinsi Banten dapat diskemakan
dalam gambar tujuh seperti dibawah ini.

Ketua

Sekretaris

Bendahara

Wakil Sekretaris

Wakil Bendahara

Kabid 1

Kabid 2

Kabid 3

Kabid 4

Kabid 5

Kabid 6

Kabid 7

Kabid 8

Kabid 9

Wakil
sekretaris

Wakil
sekretaris

Wakil
sekretaris

Wakil
sekretaris

Wakil
sekretaris

Wakil
sekretaris

Wakil
sekretaris

Wakil
sekretaris

Wakil
sekretaris

Komisi

Komisi

Komisi

Komisi

Komisi

Komisi

Komisi

Komisi

Komisi

OKP

Gambar 7
Struktur organisasi KNPI Provinsi Banten
Sumber: Profil KNPI Provinsi Banten 2008-2009

70

70

Rincian dari ketua-ketua bidang diatas adalah sebagai berikut: Kabid 1,


Bidang Organisasi. Kabid 2, Bidang Pendidikan dan SDM Pemuda. Kabid 3,
Bidang Politik Hukum dan HAM. Kabid 4, Bidang Kelautan dan Perikanan.
Kabid 5, Bidang Sosial Budaya dan Pariwisata. Kabid 6, Bidang Kesehatan dan
Lingkungan Hidup. Kabid 7, Bidang Keagamaan. Kabid 8, Bidang Olahraga.
Kabid 9, Bidang Kehutanan dan Pertanian. Adapun tugas dan program kerja dari
masing-masing bidang dijabarkan dalam pembahasan tentang program kerja
KNPI Provinsi Banten.
4.1.4. Program Kerja KNPI Provinsi Banten
Selaras dengan keberadaan KNPI Provinsi Banten sebagai wadah
berhimpun kepemudaan dengan memperhatikan strategi program maka ruang
lingkup pelaksanaan programnya meliputi hal-hal strategis sesuai dengan bidangbidang terkait. Adapun program pengembangan pemuda lokal
2009/2010

diantaranya:

Bidang Organisasi

meliputi

untuk periode

program:

Pelatihan

kepemimpinan dan manajemen keorganisasian, penyediaan sistem informasi data


base kepemudaan lokal, membangun kemitraan dengan seluruh instansi
pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Bidang Pendidikan dan SDM Pemuda
program pembangunan pemuda lokal diantaranya meliputi: Studi pembangunan
pemuda Banten, Civic education, Pelatihan penulisan karya ilmah, Pelatihan
achievement motivation. Bidang Politik, Kajian Politik pemuda, Pelatihan
pendidikan politik daerah, Dialog dengan partai-partai, networking politik pemuda
lokal.

Bidang Hukum HAM: Membentuk jaringan pemantau, pelaporan dan

advokasi pemuda, membentuk lembaga asistensi hukum bagi masyarakat lokal,


Training advokasi dan bantuan hukum pemuda lokal.
Bidang Sosial Budaya dan Pariwisata: Workshop pengembangan konsep
pariwisata religius dan budaya, gerakan pemuda sadar wisata, pelatihan cindera
mata lokal Banten untuk pemuda, pembentukan lembaga kursus bahasa asing
pemuda. Komisi pertahanan dan keamanan: Seminar pemuda tentang Hankam,
pelatihan bela Negara, penanggulangan narkoba dan AIDS bagi generasi muda,
dialog kebhinekaan. Komisi Riset dan Pengembangan Teknologi: Pelatihan dan

71

71

penelitian riset ilmiah: pelatihan teknologi pengembangan pemuda, pelatihan


jurnalistik, award.
Bidang Kesehatan dan Lingkungan Hidup: Pelatihan SAR dan
pembentukan satgas pemuda bersama, gerakan penghijauan, bakti sosial. Bidang
Kelautan dan Perikanan, pelatihan budidaya perikanan laut bagi pemuda nelayan.
pelatihan manajemen pengelolaan hasil laut, seminar kelautan. Bidang
keagamaan: Wisata rohani pemuda, dialog pemuda dan kerukunan umat
beragama, tabligh akbar pemuda. Bidang Kehutanan dan Pertanian: seminar
kehutanan, magang pertanian dan pemuda pelopor pertanian, pelatihan dan
rekruitmen SP3 Sarjana penggerakan pertanian pedesaan. Bidang Olahraga:
Turnamen olahraga tingkat nasional, pembentukan klub olahraga pemuda lokal.
Berdasarkan program kerja diatas, ada dua bentuk strategi yang digunakan
KNPI Provinsi Banten dalam melaksanakan programnya. Pertama, Strategi jangka
pendek yang merupakan rangkaian untuk mewujudkan strategi jangka panjang
dengan menitik beratkan pada kondisi lokal dan meliputi: Membangun hubungan
kemitraan

dengan

pemerintah,

meningkatkan

pola

pembinaan

potensi

kewirausahaan pemuda, memberi dukungan optimal bagi OKP anggota,


menetapkan fungsi dan keberadaan KNPI sebagai wadah berhimpun OKP.
Strategi jangka panjang KNPI Provinsi Banten meliputi: upaya-upaya
menciptakan iklim pemuda yang kondusif dalam rangka menumbuhkan komitmen
dan penjiwaan yang tinggi terhadap wawasan kebangsaan moral dan etika, 2).
Peningkatan keberanian moral, konsistensi dalam mengartikulasikan kepentingan
dan aspirasi pemuda, memperkokoh rasa kebersamaan, persatuan dan kesatuan di
kalangan pemuda lokal, menanamkan jiwa entrepreneurship terhadap pemuda
lokal.
Adapun strategi pelaksanaan program-program tersebut dibagi menjadi
tiga bagian pertama strategi kegiatan mandiri yaitu kegiatan yang dilaksanakan
sepenuhnya oleh KNPI Provinsi Banten tanpa melibatkan pihak lain. Kegiatan ini
ditujukan untuk melakukan konsolidasi internal organisasi. Kedua, kegiatan
kemitraan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara bersama-sama antara KNPI
Provinsi Banten dengan lembaga lain seperti pemerintah dan swasta, sesuai
dengan kesepakatan. Kemitraan ini dimaksudkan agar terjalin komunikasi dan

72

72

kerjasama yang baik antara OKP dengan KNPI. Ketiga, kegiatan partisipasi yaitu
kegiatan yang dilaksanakan oleh OKP atau lembaga lain yang mengikutsert KNPI
secara kelembagaan. Strategi ini ditujukan untuk mendukung program OKP
terutama program strategis yang sudah disiapkan KNPI.
Dalam melaksanakan program tersebut KNPI Provinsi Banten tentu
membutuhkan anggaran untuk bisa menjalankan program dengan sukses. Ada
beberapa strategi pendanaan yang direncanakan oleh KNPI Provinsi Banten yaitu
dengan strategi pendanaan swasta dimana dana diperoleh dari sumbangan
pengurus atau nilai lebih atau profit yang dihasilkan oleh lembaga usaha dibawah
KNPI. Dana mandiri yaitu merupakan bantuan langsung yang diberikan oleh
lembaga mitra baik pemerintah, swasta maupun perorangan. Bantuan fasilitas
merupakan bantuan untuk memfasilitasi kegiatan yang dilaksanakan dapat berupa
akomodasi, konsumsi, transportasi dan komunikasi. Dan bantuan mediasi yaitu
bantuan yang diberikan perorangan atau swasta untuk mengakses sumber-sumber
bantuan, sehingga KNPI dapat memperoleh bantuan dari mediasi tersebut.
Program kerja KNPI Provinsi Banten yang menjadi obyek atau kasus yang
diteliti adalah program di Bidang organisasi yakni pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi. Program ini merupakan representasi dari tanggung jawab
institusional

KNPI

Provinsi

Banten

dalam

upaya

pengembangan

dan

pemeberdayaan pemuda lokal. Program pelatihan ini diikuti oleh anggota KNPI
Provinsi Banten baik oleh pengurus maupun anggota dan OKP-OKP yang
berhimpun. Asumsinya dalam proses perumusan kebijakannya terjadi dinamika
komunikasi baik secara internal maupun eksternal organisasi.

4.1.5. Anggota KNPI Provinsi Banten


Pada hakekatnya seluruh pemuda Indonesia adalah Anggota KNPI dan
Anggota KNPI adalah Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang
mengakui eksistensi KNPI sebagai wadah perekat persatuan dan kesatuan pemuda
Indonesia, hak dan kewajiban anggota diatur dalam ART KNPI. Organisasi KNPI
terdiri dari Majelis Pemuda Indonesia dan Dewan Pengurus Majelis Pemuda
Indonesia

merupakan

forum

koordinasi

dan

konsultasi

Organisasi

Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang berhimpun di KNPI guna memberikan

73

73

masukan-masukan dan saran-saran yang konstruktif dan strategis untuk kemajuan


KNPI. Majelis Pemuda Indonesia hanya memiliki sifat koordinasi dari pusat
sampai ke daerah. Dewan Pengurus mempunyai hubungan hierarki dan vertikal
dari pusat sampai kecamatan.
Anggota KNPI adalah OKP-OKP pemuda lokal dengan pola rekruitmen
kepengurusan KNPI mayoritas harus melalui rekomendasi OKP seperti maksud
dan tujuan semula. Sehingga warna keanekaragaman, kebhinekaan dan persatuan
bangsa lebih tercermin dari berbagai lintas ideologi, agama, politik dan
keanekaragaman lainnya yang berkembang di masyarakat Indonesia.
KNPI Banten adalah wadah berhimpun Organisasi kemasyarakatan
pemuda (OKP) di Provinsi Banten, berjumlah limapuluh OKP Organisasi, secara
garis besar dapat di golongkan berdasarkan basis: OKP yang berafiliasi dengan
partai, OKP yang berbasis agama dan OKP KNPI Kabupaten dan Kota. Basis
Partai Politik: Kekaryaan (GOLKAR) Fokusmaker, AMPI, BMK 1957, BM
Kosgoro, Gema Kosgoro, IPTI, WKI. PAN: BM PAN. PPP: GMPI, GPK, AMK.
PDI-P: BMI. PBB: Pemuda Bulan Bintang (PBB). PKS: Gema Keadilan,
KAMMI. PKB: Garda Bangsa. Basis Agama Islam (1). Muhammadiyah: Pemuda
Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Nasiyatul Aisyiah, Ikatan
Remaja Muhammadiyah.(2). Nahdathul Ulama (NU): Fatayat NU, Ikatan PutraPutri NU, Ikatan Pelajar NU, PMII, GP Anshor. (3). PERTI: Pemuda Islam.
Masumi: Pemuda Muslimin Indonesia. Alkhaeriyah: Himpunan Pemuda AlKhaeriyah (4). HPA. Mathlaul Anwar: Gema MA, HIPAMA, HIMMA. Basis
Islam Non Ormas: HMI, BKPRMI, Basis Agama Budha: Gema Budhis. Basis
Nasionalis: GMNI, GPPI, Pemuda Demokrat Indonesia (PDI), MPI, PPI, PPAPRI
Basis Militer: GM FKPPI, PPM. Basis Kedaerahan: Angkatan Muda Banten
Indonesia (AMB). Adapun DPD KNPI Provinsi Banten terdiri dari DPD KNPI
Kota Serang, DPD KNPI Kab.Serang, DPD KNPI Kota Cilegon, DPD KNPI Kab.
Pandeglang, DPD KNPI Kab. Lebak, DPD KNPI Kab. Tanggerang, DPD KNPI
Kota Tanggerang dan DPD KNPI Kota Tanggerang.
Jumlah pengklasifikasian OKP didasarkan pada orientasi ideologi dan
politik serta ciri khas unik yang melekat dalam OKP tersebut. Pengklasifikasian
tersebut secara tidak langsung membuat OKP yang berhimpun memiliki

74

74

kelompok-kelompok dan orientasi tersendiri yang terus diperjuangkan masingmasing OKP. Pengklasifikasian ini, dapat

digambarkan seperti pada gambar

delapan dibawah ini:


Tabel 1
Klasifikasi Anggota OKP di KNPI Provinsi Banten
Sumber: Profil KNPI Provinsi Banten 2008-2009
OKP yang berafiliasi
dengan Partai Politik

OKP berbasis Agama

OKP berbasis
Nasionalis

OKP KNPI
Kabupaten dan Kota

Kekaryaan
Fokusmaker
AMPI
BMK
BM Kosgoro
Gema Kosgoro
IPTI
WKI
PAN
BM PAN
PPPGMPI
GPK
AMK
PDI-P
BMI
PBB
Gema Keadilan
KAMMI
Garda Bangsa

PM
IMM
Nasiyatul Aisyiah
IRM
Fatayat NU
IPP NU
IP NU
PMII
GP Anshor
PIM
PMI
HPA
Gema MA
HIPAMA
HIMMA
HMI
BKPMRI
Gema Budhis

GMNI
GPPI
PDI
MPI
PPI
PAPPRI
GM FKPPI
PPM
AMB

KNPI Kab. Serang


KNPI Kota Serang
KNPI Kab. Lebak
KNPI Kab.
Pandeglang
KNPI Kota Cilegon
KNPI Kab.
Tanggerang
KNPI Kota
Tanggerang Selatan

Pada dasarnya pengklasifikasian ini selain didasarkan pada empat kategori


diatas, khususnya dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi, OKP-OKP ini terbagi-bagi kembali dalam berbagai
kelompok kepentingan. Pengelompokkan ini terbentuk berdasarkan pada orientasi
dan persepsi yang berbeda antar sesama OKP anggota, dan akan diperjelas pada
pembahasan mengenai proses pengambilan kebijakan dan dalam pola komunikasi
dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi.

4.2. Proses Pengambilan Kebijakan


Manajemen Organisasi

Pelatihan

Kepemimpianan

Dan

KNPI sebagai organisasi yang bermartabat memiliki ruang-ruang


demokrasi yang tidak terbatas dan luwes. Politik yang berlangsung dalam ruang

75

75

pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten idealnyanya berjalan konsisten


dengan dimensi-dimensi nilai yang dianut,

serta dapat memfasilitasi dan

membuahkan kebijakan-kebijakan terbaik yang diperlukan bagi suksesnya


perjuangan organisasi. Artinya dalam banyak hal KNPI mampu menciptakan
nuansa organisasi yang demokratis tanpa ada pihak yang dirugikan atau pihak
yang diuntungkan karena kebijakan yang diambil. Semua pihak duduk bersama
memperjuangkan nilai-nilai organisasi dan bertanggung jawab atas semua
konsekuensi. Baik ide, gagasan yang muncul sebagai aspirasi anggota, diarahkan
untuk pembinaan, pengembangan dan pemeberdayaan pemuda, sehingga KNPI
sebagai wadah berkiprah pemuda siap dan kuat dengan berbagai tuntutan zaman.
Beberapa informan menggambarkan posisi KNPI Provinsi Banten yang
banyak mendapatkan tuntutan ditengah arus demokrasi yang kuat, dan disisi lain
adanya intervensi dari pihak luar yang turut mempengaruhi kualitas kebijakan.
Dalam kondisi seperti ini, seharusnya KNPI Provinsi Banten memiliki jati diri dan
nilai perjuangan yang kuat, dipertahankan dan mampu mengahdapi berbagai
intervensi dengan tetap mengedepankan daya kritisnya. Informan selanjutnya
mencerit bahwa KNPI Provinsi Banten memiliki ruang-ruang demokrasi, dalam
pengerakantian setiap anggota mempunyai kesempatan dan hak yang sama dalam
proses penentuan kebijakan. Tetapi proses ini sedikit diwarnai arogansi pengurus
dalam mengarahkan kebijakan yang

diambil. Beberapa catatan dari proses

pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten lebih kepada siapa aktor yang
sedang memegang otoritas dan proyek tersebut.
Rapat pertama pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi dilaksanakan pada tanggal

15 Maret 2010. Rapat ini

dihadiri oleh beberapa unsur: (1). Unsur pimpinan, yakni Ketua, Bendahara,
Sekretaris, Kabid Organisasi, Kabid Pendidikan dan SDM, Kabid Keagamaan,
Kabid Politik Hukum, Kabid Olahraga, Kabid Sosial Budaya dan Pariwisata,
Wakil Bidang Organisasi, Wakil Bidang Keagamaan, dan Wakil Bidang Sosial
Budaya dan Pariwisata. (2). Unsur OKP yakni: HMI, PMII, IMM, Fokusmaker,
Muhammadiyah, NU, Perti, AMPI, PPI, PPM, FKPP, PPM, BKPMRI , BMK,
AMPI, BM PAN, PPP, GPK, Kosgoro, AMB, PPARI dan Gema Budhis. (3).

76

76

Unsur KNPI yakni: KNPI Kota Serang, KNPI Kota Cilegon, KNPI Kabupaten
Serang, KNPI Pandeglang dan KNPI Kabupaten dan Kota Tanggerang.
Dalam forum rapat ini beberapa agenda yang dibahas antara lain: urgensi
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, susunan panitia
pelaksana dan panita pengarah, format dan konten acara pelatihan, sistem
penganggaran dan follow up dari akhir kegiatan pelatihan. Kebijakan ini
direncanakan dan dipikirkan oleh pimpinan KNPI Provinsi Banten sebagai
salahsatu bentuk pemberdayaan dan pengembangan potensi pemuda lokal agar
memiliki keterampilan dan wawasan keorganisasian yang memadai. Berbagai
unsur dilibatkan dan turut hadir untuk memperoleh gambaran dan pandangan
berbagai pihak mengenai kebijakan yang diambil.
4.2.1. Kebijakan Susunan Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana
Secara garis besar urgensi pengambilan kebijakan pelatihan dan
kepemimpinan manajemen organisasi disampaikan oleh pimpinan rapat dalam
hal ini ketua bidang organisasi. Urgensi kebijakan ini dipahami oleh anggota
rapat, baik dari sisi kepentingan organisasi dan tujuan organisasi. Kebijakan ini
diyakini sebagai sarana pemberdayaan dan pengembangan pemuda lokal.
Persoalan yang dipertanyakan anggota rapat lebih kepada mekanisme pelatihan,
format acara dan beberapa masalah teknis operasional seperti susunan panitia.
Pengambilan

kebijakan

pelatihan

kepemimpinan

dan

manajemen

organisasi, diaktualisasikan dengan sikap akomodatif dan kooperatif pimpinan


terhadap kebutuhan dan kepentingan semua bidang dan kepentingan anggota
secara keseluruhan. Aspirasi dari pihak-pihak lain yang belum atau belum bisa
terakomodir diselesaikan atau dibicar dalam forum-forum informal. Dan apabila
pengambilan kebijakan dalam forum rapat formal kurang memuaskan, maka
forum-forum

informal dapat menjadi alternatif yang sering dilakukan

pengambilan kebijakan.
Sebenarnya di KNPI Provinsi Banten, karena jarak sekretariat yang cukup jauh,
terkadang rapat-rapat dilakukan dengan koordinasi lewat telpon, atau pertemuanpertemuan informal dan dilakukan dikantor pribadi ketua di jln Bayangkara.
Kecuali ada rapat-rapat untuk pengambilan kebijakan yang besar dan berpengaruh
terhadap kondisi dan perkembangan KNPI Provinsi Banten serta harus melibatkan
banyak anggota. Beberapa pekerjaan dan proyek yang ada diserahkan kepada

77

77

bidang yang bersangkutan atau pada kader yang kompeten. Jikapun ada kebijakan
atau persepsi dan orientasi yang tidak menemukan titik temu proses lobby biasa
dilakukan (Sktr).

Usulan-usulan siapa yang


pelaksana

dan

susunan

panitia

menjadi panitia pengarah, ketua panitia


pelaksana

menjadi

materi

rapat

yang

diperdebatkan. Beberapa OKP. Bahan perdebatan lebih mengarah kepada siapa


yang

menjadi ketua panitia pelaksana. Beberapa argumen dari informan

menceritakan beberapa keuntungan yang dapat diambil jika seseorang menjadi


ketua panitia pelaksana diantaranya: kredibilitas OKP, akses politik dan jaringan
dan pengalaman untuk mendapatkan peran dan jenjang yang lebih tinggi.
Anggota rapat yang merupakan perwakilan OKP dan KNPI Kabupaten dan
Kota, memiliki orientasi dan persepsi yang berbeda menganai ketua panitia
pelaksana. Perbedaan persepsi dan orientasi ini lebih didasarkan pada kepentingan
masing-masing OKP, yang berorientasi pada keuntungan politis yang bisa
didapat. HMI, IMM, PMII, Muhammadiyah, NU dan Fokusmaker berpendapat
bahwa ketua panitia pelaksana harus memiliki komitmen keorganisasian dan aktif
dalam berbagai event pengembangan organisasi dan pemberdayaan pemuda. OKP
ini lebih mendukung bahwa yang menjadi ketua panitia pelaksana harus berasal
dari OKP yang sudah memiliki kredibilitas dan jaringan alumni yang memadai.
Sedangkan AMPI, PPI, PPM, FKPP, PPM, BKPMRI , BMK, GMNI dan Gema
Budhis berorientasi pada ketua panitia yang memiliki orientasi pada isu-isu
kerakyatan. Harapan dari OKP ini adalah ketua panitia yang mampu
memberdayakan anggotanya melalui kebijakan yang diambil. Lain halnya lagi
dengan kelompok OKP KNPI Kabupaten dan Kota yang lebih sependapat dengan
pimpinan dan pengurus KNPI Provinsi Banten bahwa ketua panitia harus
memiliki pengalaman organisasi yang tinggi sehingga dalam menjalankan
tugasnya mampu melakasanakan tugas dengan semaksimal mungkin.
Persepsi dan orientasi OKP yang muncul dalam penentuan ketua panitia
dan susunan panitia, didasarkan pada realitas bahwa selama ini KNPI Provinsi
Banten sangat elitis dan tidak bisa menjangkau OKP yang ada dibawahnya.
Beberapa informan yang menjadi anggota rapat menjelasakan bahwa panitia
pelaksana pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi merupakan starting
point

bagi OKP untuk mendapatkan akses dan peluang yang lebih besar.

78

78

Perdebatan ini terlihat ketika masing-masing anggota mengemukakan pendapat


dan argumennya. Nyata dilapangan bahwa benturan kepentingan ini menjadi
potensi konflik, karena masing-masing kelompok berusaha mempertahankan
gagasannya.
Perdebatan mengenai ketua panitia pelaksana pada akhirnya diputuskan
berdasarkan refresentasi anggota rapat yang hadir dengan kriteria: aktif dalam
berbagai event keorganisasian dan pemberdayaan pemuda baik di internal
organisasi maupun ekternal organisasi. Telah mengikuti latihan kepemimpinan
tahap dua dan memiliki kecakapan dalam berfikir dan beriperilaku serta memiliki
jaringan dan citra yang baik di KNPI Provinsi Banten. Adapun susunan
kepanitiaan didasarkan pada refresentasi OKP yang hadir dan kompetensi yang
dimiliki anggota. Adapaun struktur kepanitiaan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi dapat dilihat pada gambar delapan:

MPI Banten

Panitia
Pengarah

Panitia
Pelakasana

Pimpinan KNPI Provinsi Banten


Ketua KNPI Kabupaten dan Kota
Ketua panitia pelaksna (ex officio)

HMI

PPI

Humas dan
Kesekretariatan
Fokusmaker
MPI
GPPI
PMI
AMB

Sekretaris
Panitia

Ketua Panitia

Seksi Acara

Seksi Akomodasi

PPAPRI
HIPA MA
HIMMA MA
HMI
PPM

HPA
IPTI
AMS
HMI

Bendahara
Panita

HMI

Seksi Publikasi
Dokumentasi

Seksi
Komsumsi

GARDA BANGSA
GMPI
GPK
IMM
HMI

FATAYAT NU
IPPNU
IRM
BKPMRI

Gambar 8
Struktur Kepanitiaan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
Sumber: Draft Rapat KNPI Provinsi Banten 2010

Dari gambar delapan dapat terlihat refresentasi dari OKP yang berhimpun
di KNPI Provinsi Banten. Penseleksian susunan panitia ini didasarkan pada
kebutuhan dalam melaksanakan pelatihan kepemimpinan dan manajmen

79

79

organisasi. Seksi-seksi membantu ketua panitia dan bekerja sesuai dengan


tanggung jawab masing-masing. Perbedaan persepsi dan orientasi dari OKP dapat
difasilitasi dengan melibatkan semua komponen dalam struktur kepanitiaan.

Awalnya kami sedikit kecewa karena dalam pengambilan kebijakan ini lebih
peran dan struktur kepanitiaan didominansi oleh OKP tertentu, tapi memang ada
kriteris-kriteria yang memadai yang dimiliki OKP tersebut sehingga kami merasa
yakin pelatihan ini akan berjalan baik dan sukses. Mengenai pendapat yang
berbeda sebenarnya karena KNPI Provinsi Banten yang kurang melibatkan OKP
dalam aktivitas internal organisasi. (pm).

Persinggungan dan perpotongan kepentingan dalam pengambilan kebijakan


pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi menjadi hal yang biasa terjadi
dalam pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten. Disatu sisi kondisi ini
memperlihatkan keberagaman variasi dalam berpendapat dan orientasi. Disisi lain,
dengan kondisi seperti ini memperlihatkan sebuah iklim yang kurang kondusif bagi
pengambilan kebijakan. Artinya ada saja pihak-pihak yang mengintervensi dan
harus diakomodir, dan dilain pihak ada kelompok yang secara nyata menjadi
kelompok minor yang harus menyetujui setiap kebijakan yang diambil.
Praktek lobbying teramati dalam KNPI Provinsi Banten, karena forumforum formal sangat terbatas bahasan dan cakupannya. Dalam rapat penentuan
ketua panitia dan susunan panitia pelaksana pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi, lobbying dilakukan ketika break rapat, mengenai urgensi
kebijakan dan susunan panitia yang dibentuk. Ini dilakukan pimpinan dengan
argumen efisiensi dan efektivitas, terkait tidak semua pengurus aktif dan terlibat
didalamnya. Banyak persoalan dan kepentingan yang tidak dapat dibuka dan
dibahas dalam forum rapat formal. Banyak hal yang ditutupi dalam rapat ini dan
hanya bisa diungkapkan dalam forum-forum

informal. Menurut beberapa

informan salah satu sebabnya adalah, sikap transparansi yang kurang


teraktualisasinya dalam komunikasi informal di KNPI Provinsi Banten. Ada
pihak-pihak dalam rapat ini yang dengan sengaja melakukan praktek-praktek
inkonstitusional, sehingga kemudian terjadi perdebatan panjang untuk hal-hal
yang mudah diselesaikan.

80

80

Lobby di KNPI Provinsi Banten menjadi momen yang penting dan


menentukan, beberapa persoalan yang menjadi perdebatan panjang dan tidak
menemukan titik temu dalam forum formal, biasanya mudah mencair manakala
praktek-praktek lobby dilakukan terlebih untuk masalah-masalah politik yang
mensyaratkan seseuatu yang tidak bisa diungkap dalam rapat formal. Efek lobby
yang dihasilkan signifikan terhadap kebijakan dan orientasi politik yang diusung.
Lobby-lobby juga dilakukan dalam rangka konsolidasi pimpinan dan sosialisasi
kebijakan yang harus dilaksanakan oleh semua pihak (Bdorg).

Kepentingan-kepentingan yang muncul dalam pengambilan kebijakan


ketua panitia pelaksana pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi,
dominan pada proses

penentuan kebijakan (enachment),

seleksi kebijakan

(selection) dan tahap keputusan-penyimpanan (retention). Proses penseleksian


informasi ini kekuatannya tergantung kepada seberapa besar penguasaan
informasi dan seberapa kompeten anggota bisa mempersuasi anggota lainnya.

Dalam rapat keorganisasian di KNPI Provinsi Banten yang paling sulit adalah
ketika semua pihak merasa pendapatnya paling benar dan harus diakomodir. Ini
menyulitkan karena tidak semua gagasan dapat diterima dan sesuai dengan tujuan
dari kebijakan itu sendiri. Dengan perdebatan dan memberikan penjelasan
mendasar bisa mengurangi tarik ulur komunikasi, tetapi yang paling menentukan
adalah kesepakatan bersama. Kesepakatan bersama tentu mudah manakala terjadi
kesamaan persepsi dan orientasi serta nilai yang diperjuangkan (Bdorg).

Dalam tahapan pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan


manajemen organisasi, proses perdebatan lebih didasarkan pada persepsi dan
orientasi anggota yang berbeda, walaupun memiliki tujuan yang sama.
Perbedaan-perbedaan ini diperkuat dengan adanya kelompok kepentingan yang
memiliki tujuan kelompok yang dipertahankan dalam setiap proses pengambilan
kebijakan.

4.2.2. Kebijakan Kriteria Peserta Pelatihan


Agenda selanjutnya dalam rapat ini adalah kriteria peserta pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi. Kriteria ini perlu dirumuskan oleh
semua anggota agar kebijakan yang diambil tepat sasaran dan berdampak bagi
pengembangan organisasi. Gambar dibawah ini memeperlihatkan lebih jelas
bagaimana

tahapan

pengambilan

kebijakan

kriteria

peserta

pelatihan

kepemimpinan dan manajemen organisasi berlangsung. Dalam gambar ini terlihat


unsur-unsur yang yang berrmain dan mempengaruhi kebijakan yang diambil.

81

81

Kesemua unsur ini berkolaborasi dan bersinergi mengoptimalkan jaringan


komunikasi yang

diperlukan dalam

mempersuasi anggota lain, untuk

berkelompok dan sependapat dengan ide yang dikemukakan.


Persinggungan dan perpotongan ini terjadi pada setiap tahapan pengambilan
kebijakan, dari tahap identifikasi, pengembangan masalah, penentuan dan
pelaksanaan kebijakan. Pengendali dalam perdebatan ini adalah kelompokkelompok kepentingan yang terus mempersuasi anggota baik dalam forum formal
maupun forum informal. Forum informal lebih banyak dimanfaatkan kelompok
ini, dan forum formal dijadikan sarana legitimasi formal dalam pengambilan
kebijakan. Lebih jelas tahapan pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten
dapa terlihat pada gambar sembilan:

Internal Organisasi

Jaringan Formal
Identifikasi masalah

Pengembangan
alternatif
Kelompok
kepentingan

Jaringan
komunikasi
Penentuan

Pelaksanaan
Eksternal Organisasi

Jaringan Informal

Gambar 9
Proses Pengambilan Kebijakan Kriteria Peserta Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organiasasi
Keterangan:
.............. Menujukkan hubungan
Menunjukkan arah

Gambar sembilan imenggambarkan tahapan pengambilan kebijakan yang


terdiri dari empat tahap, pada setiap tahapan yang diambil ada beberapa factor
yang turut mempengaruhi dan saling bersinggungan satu sama lain. Seperti
jaringan komunikasi, kelompok kepentingan yang turut bersinggungan dan
menentukan kualitas serta arah kebijakan yang diambil.
Tahap awal dalam pengambilan kebijakan kriteria peserta pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi adalah identifikasi masalah. Pada tahap
ini semua ide-ide, gagasan dan pendapat dari semua anggota rapat dikumpulkan
dan diidentifikasi bersama. Semua pihak yang terlibat dalam rapat ini diberi

82

82

kesempatan untuk mengemukan pendapat tanpa ada dominasi. Tahap seleksi


dalam pengambilan kebijakan ini

dapat teramati juga ketika anggota

rapat

bersikukuh agar peserta pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi


adalah ketua-ketua OKP, dengan argumen mereka lebih membutuhkan pelatihan
tersebut dibandingkan anggota yang lain.
Anggota lain berpendapat bahwa peserta pelatihan tidak dibatasi dengan
kriteria ketua, karena pelatihan ini diperuntukkan bagi pengembangan organisasi
kedepan dan setiap anggota memiliki kesempatan dan hak yang sama. Beberapa
kriteria penentuan peserta pelatihan dievaluasi kembali, baik ketua dan panitia
merumuskan kembali kriteria-kriteria yang diperlukan. Disinilah mulai terlihat
adanya persingungan dan kepentingan-kepentingan pihak lain yang saling
berpotongan. Anggota OKP yang berbasasi partai seperti Fokusmaker, AMPI,
BMK, BM Kosgoro, IPTI berpendapat bahwa: peserta pelatihan tidak dibatasi
dengan kriteria ketua. Argumen ini diajukan dengan dasar bahwa banyak kaderkader organisasi ini yang belum mengikuti pelatihan kepemimpinan, dan
diharapkan setelah mengikuti pelatihan dapat memiliki akses yang lebih besar di
KNPI Provinsi Banten.
KNPI kabupaten dan Kota lebih menyepakati bahwa peserta yang ikut
dalam pelatihan hanya terdiri dari ketua-ketua OKP dan Ketua KNPI Kabupaten
dan Kota. Kelompok ini mempunyai strategi untuk mengarahkan peserta pelatihan
dalam jaringan tim sukses dalam musywarah Provinsi bulan Oktober 2010. Dengan
membentuk jaringan ini perumusan strategi lebih mudah dan lebih solid. Bagi
organisasi yang berbasis kedaerahan seperti AMB dan basis Islam non ormas
seperti HMI, PMII, IMM dan BKPMRI lebih cenderung bahwa kriteria peserta
tidak terbatas pada ketua tetapi lebih pada kompetensi yang dimiliki, sehingga
diperlukan alat uji materil seperti pembuatan makalah dan jenjang pelatihan kader
yang sudah diikuti.
Semakin nyata, dalam perdebatan yang berlangsung, ada beberapa gejala
yang menurut hasil observasi mengaburkan makna kriteria yang dimaksud
sehingga kesepahaman bersama nyaris tidak tercapai. Proses seleksi ini
memungkinkan anggota-anggota untuk menerima aspek-aspek tertentu dan
menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Proses ini menghilangkan lebih

83

83

banyak ketidakjelasan dari informasi awal, tetapi pada proses ini juga semakin
terlihat mana saja pendapat, gagasan atau

ide yang dapat atau

tidak dapat

diakomodir dan diputuskan. Dan jika diskem dalam bentuk gambar, terlihat jelas
bagaimana persinggungan dan perpotongan ide dan gagasan yang diusung OKP.
Masing-masing OKP memiliki orientasi yang berbeda sehingga satu sama lain
berusaha mempertahankan pendapat masing-masing.
Perbenturan dan perbedaan pendapat ini dapat digambarkan seperti gambar
sepuluh:
Daerah p
Persinggungan ide

Fokusmaker
AMPI
BMK
BM Kosgoro

AMB
HMI
PMII

6 KNPI
Kabupaten
dan 2 KNPI kota

IMM

Gamabar 10
Persinggungan Ide dan Gagasan OKP dalam Menentukan Kriteria
Peserta pelatihan Kepemimpinan dan Manajmen Organisasi

Gambar sepuluh memperlihatkan adanya persinggungan dan perpotongan


kelompok-kelompok yang berbeda persepsi dan orientasi mengenai kriteria
peserta pelatihan. Dalam gambar ini juga memperjelas bahwa ada pendapat yang
masih bisa dikompromnikan dan dinegosiasikan sehingga tercapai keputusan
bersama. Pada akhirnya keputusan kriteria bahwa peserta pelatihan adalah ketua
OKP

ditiadakan dan diganti dengan anggota yang minimal sudah mengikuti

pelatihan kader tingkat dua, diputuskan melalui situasi yang syarat dengan
perdebatan. Masing-masing kelompok saling

memeprtahankan

ide dan

gagasannya. Jadi siapa saja anggota yang sudah mengikuti pelatihan kader tingkat
dua diperbolehkan untuk ikut dengan persyaratan membuat makalah tentang
kepemimpinan minimal sepuluh halaman. Kepentingan-kepentingan yang

84

84

tersembunyi lebih kepada kepentingan pengembangan organisasi yang format dan


alur pelaksanaannya berbeda orientasi.

Bagi organisasi yang sifatnya homogen mungkin proses tarik ulur penngambilan
kebijakan tidak serumit dalam organisasi yang heterogen seperti KNPI Provinsi
Banten yang mewadahi 50 OKP dan 7 KNPI Kabupaten Kota. Tingkat
heterogenitas ini disisi lain bisa menjadi potensi untuk pemberdayaan SDM disisi
lain munculnya persepsi dan orientasi yang berbeda sehingga KNPI Provinsi
Banten syarat dengan kelompok kepentingan. Dalam pengambilan kebijakan ini
sering terlihat dan biasanya diekspresikan dengan aksi dukung mendukung atau
tolak menolak, yang pada intinya pertarungan kekuatan politik bukan idealisme
semata (Sktr).

Penentuan merupakan proses akhir dalam pengambilan kebijakan kriteria


peserta pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, dimana
tertentu yang

ide-ide

diputuskan, dipertahankan diintegrasikan ke dalam kebijakan

pelatihan kepemimpinan. Ketika keputusan kriteria peserta pelatihan diambil. Jika


diamati lebih menegedapankan prinsip akomodatif dan kooperatif pimpinan.
Beberapa pertimbangan yang masuk dipelajari dan dipertimbangan oleh pimpinan
baik dari sisi positif ataupun negatifny, dan selama keputusan itu tidak melanggar
kaidah organisasi maka sikap kooperatif lebih menguntungkan organisasi. Dengan
kata lain, tidak ada pihak-pihak atau kelompok yang merasa tidak dipedulikan
atau tidak dihargai. Sudah tentu ketika kebijakan pelatihan kepemimpinan tentang
kriteria peserta disepakati, selanjutnya disosialisasikan dan menjadi kriteria yang
sudah tidak bisa diganggu gugat kembali. Proses ini memerlukan keterampilan,
kematangan berfikir dan keberanian semua pihak, karena tidak sedikit interupsi
menjelang putusan diambil. Tetapi kalau kebijakan tentang kriteria peserta tidak
segerakana diambil justru terjadi chaos kembali dan mengancam keharmonisan
organisasi.

4.2.3. Kebijakan Kriteria Narasumber dan Format Pelatihan


Panitia dan anggota yang terdiri dari OKP-OKP merumuskan bersama
format materi pelatihan

kepemimpinan dan manajemen organisasi. Format

pelatihan terdiri dari topik-topik materi yang diberikan, narasumber yang mengisi
materi, anggaran yang diperlukan, tempat pelatihan dan follow up dari pelatihan
ini. Semua OKP yang tergabung dalam kepanitian tersebar dalam beberapa seksi,
diantaranya seksi acara, seksi kesekretariatan, Humas, seksi dokumentasi, dan

85

85

seksi konsumsi. Dinamika komunikasi lebih terlihat dalam perumusan format


materi pelatihan: materi apa saja yang disampaikan, siapa yang mengisi materi
dan yang menjadi moderator.
HMI, IMM, BKPMRI, PMII, GMNI, BKPMRI, FKPP, PPI dan peserta
lainnya dalam kepanitian ini secara berkelompok merumuskan format acara.
Pandangan

dari

HMI

menggambarkan

bahwa

muatan

acara

pelatihan

kepimimpinan menekankann lebih pada model kepemimpinan organisasi dan


politik. Sedangkan GMNI, PPI, FKPP berpendapat format pelatihan yang lebih
menekankan model pelatihan kepemimpinan seperti pola LSM dimana model ini
lebih mengedapankan aspek informal dan kesetaraan. Sedangkan IMM, HMI,
PMII dan BKPMRI lebih menekankan pada format pelatihan yang berbasis pada
nilai keagamaan dan nilai-nilai lokal.
Benturan orientasi dan persepsi ini, didasarkan pada kultur organisasi dan
ideologi yang dianut. AMPI, PDI, BP PAN yang dinilai sebagai organisasi yang
sukses dengan kader-kader yang menduduki jabatan publik dan politis,
mmepengaruhi cara pandang dan orientasi kadernya baik dalam hal berperilaku
maupun dalam orientasi kebijakan. GMNI, PPI, GPI, FKPP sebagai organisasi
yang lebih pro pada permasalahan kesetaraan dan partisipasi. Sedangkan HMI,
IMM dan PMII merupakan organisasi kemahasiswaan yang berbasis agama Islam
dan berorientasi kuat pada penanaman nilai agama pada setiap aspek kehidupan.
Perbedaan persepsi dan orientasi internal kepanitian pelatihan ini, selalu teramati
pada proses-proses berikutnya, seperti perumusan siapa yang menjadi narasumber
dan moderator di setiap materi yang disampaikan pada pelatihan kepemimpinan
dan manajemen organisasi.
Pimpinan

rapat yang merupakan pengurus KNPI Provinsi Banten,

mencoba menengahi perbedaan pendapat diantara peserta rapat dengan


memberikan penjelasan bahwa format acara pelatihan kepemimpinan dan
mnajmen organisasi harus lebih mengedepankan kepentingan pemeberdayaan dan
pengembangan pemuda secara internal. Adapun format acara bisa disikapi sebagai
penguatan pemuda agar lebih memperdalam kemampuan dan kompetensinya.
Penjelasan yang diberikan pimpinan rapat tidak berdampak pada orientasi dan

86

86

perbedaan pendapat sesame peserta. Dapat digambarkan perbedaan pendapat ini


seperti pada gambar 11:

Model pelatihan berorientasi


kepemimpinan organisasi politik

AMPI
PDI
BM PAN
BMK

Model pelatihan dan


kepemimpinan LSM

HMI
IMM
PMII
BKPMRI

GMNI
PPI
GPPI
FKPP

Model pelatihan bebasis


nilai agama dan nilai
lokal

Gambar 11
Perbedaan Orientasi OKP dalam Format
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi

Perbedaan orientasi dan persepsi ini, menurut beberapa informan lebih


didasarkan pada cara berfikir masing-masing peserta yang berbeda sejak awal.
Gambar diatas memperlihatkan perbedaan orientasi dan persepsi masing-masing
OKP mengenai format pelatihan. Perbedaan ini cukup signifikan dan membuat
proses pengambilan kebijakan membutuhkan waktu lebih lama. Secara teratur
OKP yang berbeda pendapat dan orientasi ini membentuk kelompok tersendiri
dan berusaha mempertahankan pendapatnya dengan mempertaruhkan konstituen
dibawahnya. Pada akhirnya pimpinan rapat memberi pengarahan kembali bahwa
kebijakan mengenai format acara pelatihan lebih pada pelatihan kepemimpinan
berbasis organisasi dan pemberdayaan.
kebijakan

Dibantu beberapa unsur pimpinan

mengenai format acara disepakati sebagai wadah pemberdayaan

pemuda dan bukan sebagai sarana pelatihan politis. Unsur-unsur pimpinan KNPI
Provinsi Banten

menjelaskan dan mempersuasi anggota rapat agar agenda

organisasi lebih dikedepankan dibandingkan dengan kepentingan-kepentingan


pribadi atau kepentingan kelompok.

87

87

Kami sering berbeda pendapat dan orientasi dan kami memiliki kelompok-kelompok
sendiri yang sepemikiran dan sealiran. Biasanya kami berdebat mengenai sesuatu sampai
pada akhirnya perdebatan itu menemukan titik toleransi dimana setiap kelompok dari
kami pendapatnya dijadikan keputusan bersama (fk).

Perumusan kebijakan mengenai narasumber yang memberi materi


pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi disepakati menjadi empat
kriteria. Empat unsur yang mewakili: unsur akademisi, praktisi, praktisi berbasis
akademis dan unsur organisasi. Penetapan kriteria ini kemudian dijabarkan dalam
memilih beberapa usulan nama-nama narasumber yang menjadi pemateri.
Komposisi narasumber terdiri dari narasumber lokal dan beberapa narasumber
dibawakan oleh tokoh nasional.

4.2.4. Model Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen


Dalam beberapa praktek pengambilan kebijakan, khususnya kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, KNPI Provinsi Banten
mencoba dan berusaha menerapkan dan memadukan model-model kebijakan yang
sesuai dengan kebutuhan dan situasi lokal. Dalam hubungan itu dapat
diidentifikasi antara lain model-model pengambilan kebijakan yang

diadopsi

oleh KNPI Provinsi Banten, diantaranya adalah: model proses (kebijakan


dipandang sebagai aktivitas politik), model elite (kebijakan dipandang sebagai
preferensi elite), model kelompok (kebijakan dipandang sebagai konsensus
kelompok).
Model pengambilan kebijakan yang diambil dalam pengembangan organisasi
KNPI Provinsi Banten lebih ke pengambilan kebijakan organisasi dilakukan
dengan musyawarah dan mufakat, apa bila tidak tercapai dilakukan dengan voting
atau aklamasi. Dalam kebijakan yang fundamental harus melibatkan OKP sebagai
pemegang mandat KNPI, secara operasional melalui rapat pleno dengan pengurus
harian. Tetapi jika ditelaah kebijakan yang diambil lebih merujuk pada model
kebijakan preferensi elite, kebijakan sebagai konsensus kelompok dan kebijakan
sebagai aktivitas politik (Bdpdksd).

Model elite, model kelompok dan model proses, mendasari dalam


pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan di KNPI Provinsi Banten.
Model-model ini sesungguhnya merupakan simplikasi dari realitas yang jauh
lebih kompleks dan dinamik. Ketika proses pengambilan kebijakan pelatihan

88

88

kepemimpinan dan manajemen organisasi berlangsung, menurut hasil observasi


lapangan sebenarnya tidak hanya menunjukkan model tertentu, tetapi merupakan
kolaborasi dari ketiga model diatas, yang semua unsur-unsurnya nampak nyata.
Kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi diambil
karena ada preferensi dari elite fungsionaris KNPI itu sendiri, dan beberapa
informan mebenarkan bahwa kebijakan yang diambil sebagai konsensus dari
kebutuhan kelompok-kelompok OKP anggota yang menginginkan adanya
pembaharuan dan pemberdayaan pemimpin. Kebijakan sebagai proses politik juga
disepakati oleh semua pihak karena didalamnya banyak tarik ulur pandangan,
gagasan dan kepentingan yang saling beradu. Yang dilihat oleh KNPI Provinsi
Banten lebih kepada kebijakan yang mengakomodir kepentingan semua pihak,
sehingga tidak ada kelompok yang merasa dirugikan atau diuntungkan.

Yang paling berpengaruh dalam pengambilan kebijakan adalah Pimpinan OKP


yang berhimpun di KNPI. Karena OKP adalah pemegang mandat KNPI. Factor
di luar yang dapat mempengaruhi kebijakan KNPI adalah situasi politik yang ada
dan keputusan rapat pimpinan OKP melalui rapat Majelis Pemuda Indonesia
(MPI). Hampir semua organisasi dan pengurus memiliki kepentingan, baik dalam
perspektif kesamaan idiologis, politik atau dasar kesamaan tertentu. (Sktr).

Di samping dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis, proses


pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten dipengaruhi pula oleh sistem
organisasi, budaya organisasi dan jaringan komunikasi. Faktor-faktor tersebut
diperhitungkan dalam pengembangan

model sebagai dasar penyusunan pola

kebijakan pelatihan kepemimpinan dan mnajmen organisasi. Faktor eksternal


lebih kepada unsur penganggaran yang disedi pemerintah, atau pemerintah yang
harus selalu diposisikan sebagai mitra strategis dalam setiap aktivitas
keorganisasian. Sedangkan kondisi politik internal lebih kepada arus dan tarik ulur
politik elite organisasi yang membutuhkan dukungan dari OKP-OKP anggota.
Beberapa pengamat politik dan tokoh masyarakat Banten berpendapat
Sebenarnya tidak masalah jikalau kader KNPI Provinsi Banten memiliki afiliasi
dengan partai politik, tetapi tidak serta merta menurunkan daya kritis lembaga,
KNPI Provinsi Banten harus mampu menjaga jarak sosial yang aman terhadap
pemerintah, karena KNPI Provinsi Banten bukan organisasi pemerintah sehingga

89

89

harus mampu menjaga independensinya, serta bersikap kritis dan konstruktif


terhadap pemerintah. Ini penting untuk dilakukan mengingat saat ini stigma yang
melekat pada KNPI Provinsi Banten adalah bagian dari pemerintah atau terlalu
berpihak pada pemerintah.

Nilai pragmatis KNPI Provinsi Banten lebih dominan dibandingkan dengan nilai
idealisme yang harus diusung. Padahal begitu banyak yang membutuhkan kontrol
dari lembaga pemuda atau KNPI dan begitu banyak pemberdayaan-pemberdayaan
yang harus dilakukan sebagai tanggung jawab moral terhadap masyarakat.
Pemerintah hanyalah mitra strategis yang
mendorong kiprah KNPI di
masyarakat (Dspr).

Secara implisit gambaran tentang proses pengambilan kebijakan di KNPI


Provinsi Banten, menunjukkan sebuah realitas organisasi yang syarat dengan
nilai-nilai politis dan kurang prosedural dilihat dari proses pengambilan kebijakan
itu sendiri. Kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi diambil
berdasarkan kebutuhan dan aspirasi anggota, tetapi proses pengambilan kebijakan
lebih diserahkan kepada bidang organisasi yang n mengkomandoi seluruh
kebijakan yang terkait, sehingga tidak terlihat jelas bagaimana tarik ulur yang
terjadi didalamnya. Ada dominasi, stratifikasi dalam merumuskan kebijakan dan
ada pihak-pihak yang terkooptasi dengan kebijakan yang diambil

4.2.5. Resume
Proses pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten dibagi dalam
empat tahap, yakni tahap identifikasi masalah, pengembangan alternatif,
penentuan kebijakan dan tahap pelaksanaan. Semua tahapan diobservasi
menunjukkan bahwa banyak factor yang turut berpengaruh dalam penentuan
kebijakan faktor budaya organisasi, faktor kepemimpinan dan ideologi, faktor
kebijakan pemda dan suhu politik setempat yang turut terlibat dalam politik
kebijakan internal. Sehingga memunculkan domain baru yaitu kelompok
kepentingan. Kelompok kepentingan merupakan sejumlah kelompok semu yang
memiliki kepentingan nyata atau kepentingan tersembunyi yang telah disadari.
Kepentingan-kepentingan yang muncul dalam praktek komunikasi, khususnya
dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi, dominan pada kepentingan kelompok internal. Kelompok kepentingan

90

90

ini muncul pada proses penentuan kebijakan (enachment), seleksi kebijakan


(selection) dan tahap keputusan-penyimpanan (retention). Pada tahap penentuan,
menggambarkan proses pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang
tidak jelas dari luar, dikumpulkan dan diseleksi bersama. Proses penseleksian
informasi ini kekuatannya tergantung kepada seberapa besar penguasaan
informasi dan seberapa hebat anggota bisa mempersuasi anggota lainnya.
Dalam prakteknya proses pengambilan kebijakan dipengaruhi oleh faktor
politik internal organisasi, dimana kepentingan organisasi, kepentingan kelompok
dan kepentingan pemerintah saling berbenturan. Peta politik dalam pengambilan
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi. Persinggungan,
pertemuan dan perbenturan kepentingan serta orientasi berkolaborasi dan
bersinergi dalam proses pengambilan kebijakan. Semua kepentingan ini beradu
dalam ranah kebijakan, sehingga kemudian pihak-pihak yang mempunyai
kompetensilah yang mampu mengarahkan kebijakan yang diambil. Ketua bidang
organisasi KNPI Provinsi Banten bertanggung jawab dalam kebijakan ini dan
memberikan penjelasan dan menunjukkan otoritasnya dalam pengambilann
kebijakan.
Pengambilan

kebijakan, khususnya kebijakan pelatihan kepemimpinan

dan manajemen organisasi, KNPI Provinsi Banten

mencoba dan berusaha

menerapkan dan memadukan model-model kebijakan yang sesuai dengan


kebutuhan dan situasi lokal. Dalam hubungan itu dapat diidentifikasi antara lain
model-model pengambilan kebijakan yang diadopsi oleh KNPI Provinsi Banten,
diantaranya adalah: model proses (kebijakan dipandang sebagai aktivitas politik),
model elite (kebijakan dipandang sebagai preferensi elite), model kelompok
(kebijakan dipandang sebagai konsensus kelompok). Ketiga model terakumulasi
dalam kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi. Modelmodel ini teramati dalam hasil dan proses pengambilan kebijakan, sehingga dapat
dianalisis kriteria dan makna dari kebijakan yang diambil.

91

91

4.3. Pola Komunikasi dalam Pengambilan


Kepemimpinan Dan Manajemen Organisasi

Kebiijakan

Pelatihan

Pembahasan dari hasil penelitian mengenai pola komunikasi dalam


pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten menyangkut interaksi, struktur
dan fungsi organisasi, hubungan antar kader, arus komunikasi dan proses
pengorganisasian serta gaya berkomunikasi dalam pengambilan kebijakan. Pola
komunikasi organisasi di KNPI Provinsi Banten diberi batasan sebagai arus pesan
dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain
meliputi arus komunikasi vertikal, horisontal dan diagonal, adapun sifatnya
berbentuk linear, transaksional, sirkuler dan interpersonal.
Aliran komunikasi di KNPI Provinsi Banten merupakan proses dinamik
dimana pesan-pesan secara tetap dan berkesinambungan dicipt, ditampilkan dan
diinterpretasikan dalam sebuah wacana kebijakan. Observasi terhadap aliran
komunikasi

ini

dilakukan

untuk

mengetahui

bagaimana

informasi

itu

terdistribusikan, bagaimana pola-pola distribusinya dan siapa saja yang terlibat


dalam proses penyebaran informasi tersebut. Dari hasil observasi, diantaranya
menunjukkan aliran komunikasi berpengaruh terhadap efektivitas pengambilan
kebijakan baik dalam kaitannya dengan hubungan-hubungan antar anggota
ataupun dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan.

4.3.1. Pola Komunikasi Downward dan Upward


Pola-pola komunikasi yang ada di KNPI Provinsi Banten secara umum
terjadi juga dalam proses komunikasi pada organisasi manapun. Artinya praktekpraktek komunikasi yang teramati, secara normatif

berlaku umum pada

organisasi-organisasi yang ada. Perbedaannya adalah fokus bahasan yang


mengeksplorasi lebih banyak apasaja yang mendasari dan motif bahwa pola-pola
komunikasi tersebut dilakukan di KNPI Provinsi Banten.
Kader-kader KNPI Provinsi Banten secara keseluruhan telihat dalam aliran
komunikasi, terutama kader yang berada pada pimpinan seperti ketua, wakil
ketua, pimpinan OKP. Secara formal elemen-elemen tersebut memiliki kekuasaan
untuk mempengaruhi perilaku dan keputusan anggota

yang secara struktural

organisatoris berada di bawahnya. Sebagian pengurus menggunakan kekuasaan

92

92

dengan efektif, sehingga mampu menumbuhkan motivasi

anggota dalam

mengemban tugasnya dengan lebih baik. Power ini dimanfaatkan juga untuk
mempengaruhi anggota lainnya agar memberikan dukungan yang maksimal
terhadap kebijakan yang diambil.
Fakta di lapangan menggambarkan sebagian pengurus tidak mampu
memakai kekuasaan yang dimilikinya dengan efektif, sehingga terjadi
ketimpangan dalam mendistribusikan informasi dan dalam pengambilan
kebijakan. Sehingga kemudian timbul sikap negatif yang diakibatkan oleh
ketimpangan dan ketidakberdayaan yang dimiliki sebagian pengurus dan anggota.
Kondisi ini terus berlarut sampai pada titik toleransi dan kesepahaman bersama
tentang kebijakan yang diambil.
Beberapa informan menginformasikan, kekuasaan yang dimiliki anggota
dan pengurus mempengaruhi dan menentukan pola-pola komunikasi yang
digunakan dalam pengambilan kebijakan. Di KNPI Provinsi Banten, pola
komunikasi bukan hanya menyangkut arah komunikasi tetapi juga kredibilitas
sumber dan kredibilitas pesan yang disampaikan. Kredibilitas pesan dimiliki oleh
kader yang memiliki tingkat kecukupan informasi yang tinggi dan biasanya
dimiliki oleh pengurus-pengurus inti, karena berbagai kemudahan akses yang
dimilikinya. Bagi kader yang tingkat kecukupan informasinya rendah dengan
mudah dapat terpersuasi.

Kadang dalam rapat di KNPI Provinsi Banten terjadi banyak praktek-praktek


dominasi komunikasi, walaupun ruang komunikasi terbuka luas tetapi sepertinya
ada aturan yang tak tampak dan mengikat semua elemen yang terkait didalamnya.
Seperti bagaimana pengurus inti mendominasi dan menggerakankan OKP agar
mendukung kebijakan yang diambil dan pada saat yang bersamaan karena
keterbatasan informasi OKP yang bersangkutan menyetujui kesepakatan yang
dibuat (okp).

Praktek-praktek persuasi di KNPI Provinsi Banten menunjukkan sebuah


proses komunikasi dan wujud adanya kekuatan yang dimiliki anggota dan
pengurus. Disisi lain adanya pihak yang harus melegitimasi sebuah kebijakan
dengan suara dan nada tertentu. Upaya-upaya dilakukan dengan menggunakan
pola-pola komunikasi yang mampu menjembatani antara kepentingan kelompok
dengan kepentingan pengembangan organisasi. Artinya aliran komunikasi tentang
kebijakan yang diambil, dibatasi pada lingkaran pengurus dan anggota. Dalam

93

93

kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, pola komunikasi


ini teramati ketika pimpinan yang berperan sebagai panitia pengarah menentukan
muatan-muatan apa saja yang harus terkandung dalam pelatihan ini. Dipihak lain,
anggota yang berperan sebagai panitia pelaksana hanya mendengarkan arahan dan
instruksi yang harus dijalankan, dan pada saat yang bersamaan panitia pelaksana
mempertanyakan kembali maksud dan tujuan dari materi pengarahan yang
dimaksud.

Pola komunikasi downward


dan upward

Pimpinan

Anggota
Gambar 12
Pola komunikasi pimpinan dan anggota dalam
memberikan perintah dan laporan

Keterangan
Menunjukkan hubungan timbal balik

Komunikasi donwnward dan upward terlihat dalam gambar ketiga belas


yang menggambarkan proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi di KNPI Provinsi Banten. Pola komunikasi ini terjadi juga
ketika ada penjelasan dari pimpinan rapat mengenai penting dan urgennya
kebijakan pengembangan pemuda dilakukan. Sebaliknya proses komunikasi
downward berlangsung ketika anggota-anggota rapat menanyakan apa saja yang
harus dirumuskan dan dilakukan oleh organisasi. Pola komunikasi ini juga
berlangsung ketika rapat-rapat selanjutnya dimana pimpinan memberikan
instruksi dan anggota memberikan laporan atas progress yang sudah dicapai oleh
panitia pelaksana. Secara normatif pola komunikasi ini berlangsung atas

94

94

kesadaran dan kewajiban semua pihak memberikan penjelasan, namun dalam


situasi lain pola komunikasi ini cenderung kaku dan membatasi hubungan
internal.
Di KNPI provinsi Banten pola komunikasi seperti inilah muncul dominasi
dan kooptasi oleh pihak tertentu. Dalam pola komunikasi seperti ini hubungan
yang dibangun sangat formal dan tidak ada unsur kesetaraan. Dalam prakteknya
bentuk komunikasi ini jarang digunakan KNPI Provinsi Banten dalam
pengambilan kebijakan khususnya kebijakan pelatihan

kepemimpinan dan

manajmen organisasi. Selain terlihat kaku pola komunikasi ini mengabaikan


banyak hal terutama keterbukaan dan kenyamanan berkomunikasi.
Pola komunikasi downward dan upward teramati juga dalam beberapa
praktek komunikasi informal. Pola komunikasi ini memperlihatkan bagaimana
kepentingan-kepentingan yang ada dalam pengambilan kebijakan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi dikendalikan. Artinya pihak pimpinan
dalam hal ini panitia pengarah mencoba memberikan instruksi tegas bahwa
kebijakan ini adalah kebijakan pengembangan organisasi yang harus dilaksanakan
dan tidak perlu diperdebatkan. Dalam pola komunikasi ini terlihat adanya
dominasi pimpinan dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi.
4.3.2. Pola Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal teramati ketika ada upaya konsolidasi dan
negosiasi dari pimpinan mengenai kebijakan yang diambil. Pola komunikasi ini
terjadi antara sesama anggota yang memiliki peran dan kapasitas yang setara
dalam pengambilan kebijakan, sehingga semua anggota bebas berpendapat tanpa
ada tekanan dan dominasi struktural. Pola komunikasi ini mengedepankan unsur
kesetaraan, sehingga semua anggota dapat dengan mudah mengemukakan
pendapatnya. Dalam pola komunikasi ini, memungkinkan terjadi perdebatan
panjang akibat perbedaan persepsi dan orientasi masing-masing angota.
Setidaknya dalam pola komunikasi ini,

terjadi interaksi yang menunjukkan

adanya negosiasi, persuasi dan transaksi kebijakan pelatihan kepemimpinan dan


manajemen organisasi antara anggota OKP dengan OKP yang lainnya.

95

95

Pola komunikasi ini teramati juga dalam praktek komunikasi informal


dimana OKP-OKP tertentu memberikan pandangan dan pendapatnya menegnai
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi. Dalam praktek komunikasi
ini, masing-masing OKP lebih terbuka mengungkapkan pendapat dan perbedaan
persepsinya. Artinya situasi yang dipilih ketika berinteraksi menentuka kualitas
interaksi yang terjadi. Dalam prakteknya pola komunikasi ini terlihat sederhana
dan mengedapkan prinsip kesetaraan. Pola komunikasi ini dapat digambarkan
seperti dibawah ini:

Pola komunikasi horizontal

Anggota

Anggota

Gambar 13
Trnasaksi, Konsolidasi dan Negosiasi Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
Keterangan
Menunjukkan hubungan timbal balik

Gambar 13 menjelaskan suatu kebijakan yang harus dikonsolidasikan,


dinegosiasikan antar sesame anggota sehingga tercapai kesepahaman bersama akn
urgenitas kebijkan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisais.Pola
komunikasi horizontal dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi terlihat signifikan ketika rapat pertama. Dalam rapat ini
OKP yang menjadi anggota rapat, memiliki persepsi dan orientasi yang berbeda
mengenai kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi.
Beberapa OKP berpendapat bahwa pelatihan ini tidak penting dan tidak
bermuatan pemberdayaan pemuda, dengan argumen bahwa semua OKP yang

96

96

berhimpun adalah pemimpin yang sudah terbiasa berorganisasi dan telah banyak
mengikuti pelatihan kepemimpinan.
OKP lain mengemukakan pendapat yang berbeda pendapat berargumen
bahwa, pelatihan ini tetap dibutuhkan dalam upaya pemberdayaan pemuda karena
format pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi di KNPI Provinsi
Banten berbeda dengan format pelatihan yang diselenggarakan masing-masing
anggota. Pelatihan yang biasa dilakukan OKP adalah pola pelatihan pengkaderan
yang beorientasi pada nilai keorganisasian homogen, sehingga pola pelatihannya
menjadi spesifik dan mengandung nilai-nilai tertentu. Sedangkan pelatihan
kepemimpinan yang diselenggarakan KNPI Provinsi Banten lebih bernilai
universal dan mengedapkan prinsip kepemimpinan yang plural, sehingga
pelatihan ini tetap diperlukan untuk pengembangan dan pemberdayaan pemuda.
KNPI kabupaten dan kota, berpendapat bahwa pelatihan ini diperlukan
bukan saja untuk pengembangan dan pemberdayaan pemuda, tetapi juga pelatihan
ini menjadi tiket untuk menempati jabatan struktural di KNPI Provinsi Banten.
Pandangan ini lebih bermuatan politis karena mengedepankan unsur regenerasi
yang berbasis pada kompetensi dan pengalaman anggota. Dalam prakteknya
semua OKP yang terlibat dalam rapat penentuan kebijakan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi saling berkolaborasi dan bersinergi
sesuai orientasi masing-masing agar kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi berdampak bagi pemberdayaan dan pengembangan
pemuda.
Pendapat lain yang teramati dalam pengambilan kebijakan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi adalah bahwa kebijakan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi lebih pada persoalan proyek bukan atas
dasar pengembangan organisasi dan pemberdayaan pemuda. Pendapat ini
didasarkan pada pengelolaan kebijakan yang selama ini bersifat pragmatis dan
sesaat. Isu ini beredar dikalangan OKP anggota, dan dipahami sebagai sesuatu
yang pragmatis bukan untuk pemberdayaan dan pengembangan pemuda.
Pendapat-pendapat yang berbeda mengenai kebijakan pelatihan kepemimpinan
dan manajemen organisasi menimbulkan persepsi dan orientasi yang berbeda
ditataran pimpinan dan OKP.

97

97

Perdebatan dan persepsi yang berbeda ini, membuat anggota dan beberapa
OKP berkumpul memberikan penjelasan lebih lanjut tentang pendapat masingmasing,

bahwa

diperuntukkan

pelatihan
bagi

kepemimpian

pengembangan

dan

dan

manajemen

pemberdayaan

organisasi
anggota

ini

secara

keseluruhan. Semua pihak dapat terlibat dan berpartisipasi sesuai kemampuan


dan porsinya. Adapun persoalan proyek, hanya menyangkut anggaran yang
diperlukan dalam kegiatan pelatihan.
Perbedaan pendapat dan orientasi ini merupakan situasi yang kurang
kondusif bagi keharmonisan organisasi dan pencitraan diluar. Sehingga pimpinan
pada saat bersamaan memberikan opsi-opsi bagi anggota yang ingin terlibat.
Disinilah muncul praktek-praktek negosiasi untuk mengkomunikasikan aspirasi
anggota yang belum teraspirasikan. Pola komunikasi ini lebih mencerminkan nilai
kebersamaan dan kesetaraan, dimana semua pihak yang terlibat satu sama lain
saling memberi kesempatan dan penghargaan sehingga informasi yang
disampaikan dan diterima jelas. Dalam pola komunikasi ini juga terlihat adanya
kesadaran bersama bahwa tujuan organisasi yang harus diutamakan, sehingga
konflik yang timbul tidak berkepanjangan.
4.3.3. Pola Komunikasi Diagonal
Pola komunikasi diagonal mencerminkan keterlibatan banyak pihak dari
peran dan fungsi yang berbeda. Komunikasi bentuk ini dilakukan oleh KNPI
Provinsi Banten ketika ada permasalahan yang melibatkan banyak unsur.
Komunikasi pola ini banyak teramati ketika proses pengambilan kebijakan
pelatihankepemimpinan dan manajemen organisasi, diskusi internal atau pada
praktek konfirmasi dan konsolidasi atas permasalahan yang timbul. Majelis
Pemuda Indonesia (MPI) sebagai dewan kehormatan KNPI Provinsi Banten,
beberapa ketua OKP dan pimpinan turut terlibat dalam diskusi hearing dengan
komisi anggaran menyangkut anggaran yang

dialokasikan pemerintah untuk

keperluan organisasi dan belum terealisasikan. Baik pimpinan KNPI, MPI dan
komisi anggaran yang mewakili, bertanya dan menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan.

98

98

Titik permasalahan yang ditemukan adalah

mata anggaran yang cukup

besar dan kesedian anggaran yang terbatas serta persoalan ketertiban administrasi.
Semua pihak dalam posisi ini merasa telah melakukan pekerjaannya dengan benar
dan sesuai prosedur. Pola komunikasi diagonal memungkinkan pihak yang terlibat
untuk berafiliasi atau menjalin hubungan dengan berbagai pihak, sehingga ada
opsi dukung mendukung dan tolak menolak atas permasalahan anggaran yang
belum terealisasikan. Gambar dibawah ini menggambarkan suatu hubungan dan
persinggungan yang terjadi dalam pengambilan kebijakan.

MPI Provinsi
Banten

Pengrus KNPI
Provinsi Banten

Panitia
pelaksana

Bendahara
Panitia

Sekretaris
Panitia

Gambar 14
Alur Konfirmasi atas Kebijakan Anggaran Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organisasi
Keterangan
______ Menunjukkan hubungan formal
............ Menunjukkan hubungan informal

Gambar 14 menjelaskan bahwa dalam pola komunikasi diagonal


perbedaan persepsi dan orientasi anggota mengenai anggaran pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi, dikonfirmasi keberbagai pihak sampai
pada titik kesepahaman bersama. Persinggungan dan perpotongan kepentingan
yang terjadi, tergambarkan pada gambar limabelas. Pola komunikasi ini terjadi
ketika penentuan jumlah anggaran yang didasarkan pada anggaran yang terbatas,
dan disilain kebutuhan anggaran pelatihan yang tidak sesuai. Panitia pelaksana
dalam hal ini sekretaris dan bendahara panitia, berusaha berinteraksi dengan
pimpinan dan MPI untuk mencari solusi atas permasalahan yang terjadi. Pimpinan
dan MPI secara bergantian mengemukakan pendapat dan berinteraksi untuk
menemukan solusi atas persoalan anggaran.

99

99

Perbedaan persepsi dan orientasi akhirnya dapat diatasi dengan kesepakatan


bahwa anggaran yang dibutuhkan panitia pelaksana dapat disiasati dengan
memanfaatkan jaringan alumni yang dapat memberikan bantuan, dan kerjasama
dengan pihak pemerintah dalam pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi. Semua pihak yang terlibat dalam kasus ini berinteraksi dan
bertransaksi agar diperoleh kepijakan yang tepat.
Pola komunikasi yang dimainkan KNPI Provinsi Banten dalam kondisi ini,
lebih terlihat sebagai pola interaksional,

transaksional. Komunikasi yang

berlangsung dalam rapat di KNPI Provinsi Banten bersifat dua arah dan ada
dialog, di mana setiap anggota memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat
bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan
(relationship) antara dua anggota atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa
semua perilaku adalah komunikatif, dan tidak ada satupun yang tidak dapat
dikomunikasikan.
Karena KNPI adalah organisasi modern, maka pola komunikasi harus dibangun
dengan menggun semua pola dan media yang dapat lebih mampu menjangkau
konstituennya. Penggunaan pola komunikasi berbasis IT untuk pemuda terdidik di
perkotaan sangat efektif untuk mengakomodasi mereka, tetapi pola komunikasi
interpersonal dengan pendekatan cultural juga masih relevan dilakukan guna
merangkul kalangan pemuda di perdesaan (Pgmt).

Weick melihat KNPI Provinsi Banten ini sebagai kehidupan organisasi


yang harus terus menerus beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam
orde untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian yang dijalankan merupakan
proses memahami informasi yang samar-samar melalui pembuatan, pemilihan,
dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi ini bertahan dan tumbuh
subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsert banyak kebebasan (freeflowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi
yang sulit, semua pihak harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan.

4.3.4. Aliran Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan


Dimensi vertikal, horizontal dan diagonal dalam komunikasi organisasi di
KNPI Provinsi Banten secara bersamaan dapat digabungkan dalam bermacam-

100

100

macam aliran komunikasi. Seperti pola aliran rantai, dan aliran roda. Kebanyakan
yang diteliti dari aliran komunikasi ini terfokus dalam kelompok-kelompok yang
terlibat dalam proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi. Akibatnya, kesimpulan-kesimpulan penelitian mempunyai
penerapan yang terbatas karena keadaan dan tidak semua jaringan komunikasi
terlibat secara bersamaan. Beberapa aliran informasi yang terjadi, menunjukkan
adanya arus komunikasi yang tumpang tindih antara pola aliran roda dan aliran
rantai dalam pengambilan kebijakan.
Observasi mengenai pola komunikasi ini dipertajam dengan afiliasi internal
di tubuh KNPI Provinsi Banten. Perumusan siapa tokoh nasional yang akan
memberikan orasi pada acara seremonial pembukaan pelatihan kepemimpinan,
adalah persoalan yang syarat dengan kepentingan. Karena pada komunikasi
jenjang ini,

mempermudah akses pribadi dan OKP konstituen yang

mengusungnya. Selain itu ada beberapa kriteria tokoh yang melekat secara pribadi
seperti integritas yang tinggi terhadap isu kepemudaan dan komtensi inteltual dan
karir. Beberapa OKP berorientasi pada ideologi nasionalis seperti GPPI, PDI,
PAPRI, MPI dan PPI, menyusun strategi agar tokoh yang memberikan orasi
berasal dari kader KNPI yang memiliki kompetensi dibidang keorganisasian dan
memiliki kompetensi politik. Kelompok ini terbangun atas kesadaran dan ikatan
emosional kelembagaan yang porsi keterwakilannya dalam KNPI Provinsi Banten
belum memadai. Harapan dari kelompok ini orasi ilmiah disampaikan oleh tokoh
yang direkomendasikannya memudahkan pengembangan organisasi kedepan
karena dapat memberi akses komunikasi dan akses politik kedepan.
Organisasi yang berbasis agama seperti HMI, PMII, IMM, GP Ansor dan
Fatayat NU, membentuk satu pola komunikasi lingkaran dan berargumen bahwa
tokoh yang akan membawakan orasi harus memiliki kompetensi dalam bidang
keagamaan, keorganisasian dan kepemudaan serta akses terhadap pengembangan
organisasi. Kriteria ini menguntungkan organisasi tertentu karena akses yang
terbuka mengantarkan organisasinya berafiliasi dengan pusat pimpinan nasional.
Sedangkan unsur pimpinan seperti ketua, ketua bidang dan ketua KNPI kabupaten
dan kota lebih cenderung memilih tokoh HMI dengan pertimbangan bahwa tokoh

101

101

ini memiliki kompetensi dalam berbagai hal dan kooperatif dalam memberi akses
bagi pengembangan organisasi. Persoalan ini dapat diskemakan dalam gambar 15:
Aliran roda

Peserta
Pelatihan

Panitia
Pelaksana

Pengurus
KNPI

OKP

Anggota
KNPI

Gambar 15
Pengarahan dan Penjelasan Informasi Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organisasi
Keterangan
Menunjukkan alur informasi

Prinsipnya semua OKP yang terhimpun menyetujui siapapun yang


membawakan orasi, tetapi OKP-OKP ini ingin diberi kesempatan lebih dalam
berkarya di KNPI Provinsi Banten. Beberapa OKP dan anggota yang kurang aktif
membentuk kelompok tersendiri selain kelompok diatas. Kelompok ini lebih
menekankan kesempatan dan kesetaraan dalam pengambilan kebijakan termasuk
penentuan tokoh yang memberikan orasi dalam acara seremonial pembukaan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi.
Pada aliran lingkaran, pihak-pihak yang terlibat berinteraksi satu sama lain
untuk menjelaskan atau memadukan pendapat yang lainnya. Semua pihak secara
bersamaan dan bergiliran bergerak mencari informasi dari satu titik ke titik yang
lainnya secara berestafet. Pada aliran komunikasi ini sangat mungkin terjadinya
bias komunikasi, karena pada prosesnya ada sirkulasi dimana informasi belum
tentu dipahami bersama. Tetapi aliran komunikasi ini juga memberikan berbagai
kemudahan dan keuntungan yakni semua pihak yang terlibat memiliki
kewenangan dan kapasitas masing-masing dalam memberikan informasi. Dalam

102

102

situasi seperti ini pola komunikasi terlihat sangat linear dan mengarah pada satu
titik. Proses dan alur komunikasi yang terjadi dalam penentuan kebijakan ini
digambarkan pada gambar 16 dibawah ini:

Ketua

Pengurus
KNPI

OKP

Panitia
Pelaksana

Gambar 16
Proses Pengambilan Kebijakan Tokoh yang Orasi dalam Acara
Seremonial Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi

Berbeda dengan aliran lingkaran, aliran rantai dalam pengambilan


kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, menunjukkan
suatu hirarki vertikal atau horizontal berlapis-lapis, dimana komunikasi hanya
dapat bergerakan menuju keatas atau kebawah. Dalam proses pengambilan
kebijakan di KNPI Provinsi Banten, jenis aliran ini terdapat dalam hubungan
struktural

garis langsung tanpa ada penyimpangan. Misalnya, ketika rapat

kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi tanggal 23 Maret


2010 panitia memberikan penjelasan tentang anggaran yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelatihan nanti. Tentu secara bersamaan ketua panitia mengajukan
kepada komisi anggaran, terkait dana yang dibutuhkan dan komisi anggaran
mengkonsultasikannya dengan Ketua. Kelima individu ini menunjukkan suatu
jaringan rantai, dimana satu pesan dimulai dan dialirkan dari satu unit ke unit

103

103

yang lain. Hirarki aliran ini sebenarnya juga terkait dengan pihak
pihak-pihak yang
berwenang mengambil kebijakan.
Aliran rantai terlihat signifikan ketika ada persoalan yang terjadi di tubuh
KNPI Provinsi Banten. Konfirmasikan dilakukan dari satu anggota ke anggota
lain secara horizontal, dan masing-masing
masing masing anggota mencari informasi kepada
pengurus terkait. Anggota-anggota
Anggota
gota ini bergerakan secara beraturan menuju satu
titik untuk mencari penjelasan atas permasalahan yang terjadi. Pada kondisi
normal, aliran rantai ini lebih sederhana dalam penyelesaian masalah dan semua
anggota terlibat aktif dalam pemecahannya.

Ketika terjadi miscommunication antara panitia dan komisi anggaran mengenai


dana yang disedi untuk pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi,
dimana panitia menganggap ada penyimpangan dana komisi anggaran sementara
komisi anggaran seperti biasa anggaran dicairkan
dicairkan dua tahap, tahap pertama
pertama, tujuh
puluh persen dan tahap kedua,
kedua tiga puluh persen setelah laporan kegiatan selesai.
Panitia pelaksana khususnya bendahara mencari penjelasan mengenai pencairan
dana tersebut, dan kemudian panitia bergegas menghadap Sekretaris
kretaris KNPI
Provinsi Banten untuk mencari pembenaran dan akhirnya panitia memperoleh
penjelasan valid dari Ketua (Bdrpnt).
Pola komunikasi rantai dalam pemecahan masalah anggaran panitia pelaksana
dilakukan dari satu titik ke titik yang lainnya sampai tercapai kesepahaman bersama
mengenai anggara yang diajukan dan ada di KNPI Provinsi Banten. Pola komunikasi ini
dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini:

Ketua

Komisi
anggaran

Bidang
organisasi

Bendahara
Panitia

Gambar 17
Proses komunikasi dalam Pemecahan Masalah
M
Anggaran
Panitia Pelaksana Pelatihan

Aliran
liran rantai dalam praktek komunikasi di KNPI Provinsi Banten dapat
teramati ketika konsolidasi pimpinan OKP pada tanggal 28 Maret 2010. A
Agenda
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi dikonsolidasikan
pengurus KNPI Provinsi Banten secara berantai. Beberapa ketua OKP
menyatakan lebih menginginkan pemberdayaan pemuda melalui pelatihan dan
pendidikan, ada juga yang berpendapat dengan meningkatkan lembaga
lembaga-lembaga

104

104

riset dan teknologi serta kewirausahaan. Ide-ide ini ditampung untuk kemudian
dirapatkan dalam forum rapat kerja KNPI Provinsi Banten untuk kemudian
dikonsolidasikan dengan pemerintah terkait.
Seperti beberapa contoh kasus diatas, setiap informasi yang diperoleh di
satu jenjang menunjukan jenjang informasi berikutnya dan lebih memperjelas.
Selain ada keuntungannya aliran rantai ini juga memiliki kerugian, diantaranya
lambat, memungkinkan terjadinya distorsi informasi yang diperoleh multi
persepsi dan interpretasi. Berdasarkan pengamatan aliran rantai ini sangat efektif
untuk kebijakan organisasi yang sifatnya tertutup,

rahasia atau kebijakan

strategis. Untuk itu dibutuhkan kemampuan akurasi penyampaian pesan, daya


ingat yang baik dan disiplin yang tinggi dari semua pihak.
Proses penyebaran informasi dengan aliran ini lebih menekankan siapa
berbicara kepada siapa. Informasi yang disampaikan secara berurutan dari satu
anggota ke anggota yang lain dilakukan secara tidak bersamaan. Artinya aliran
informasi yang berjalan bertahap sampai pada satu titik dimana informasi
menemukan kebenarannya. Bentuk komunikasi aliran ini, bersifat antar personal
dalam situasi informal. Di KNPI Provinsi Banten aliran ini memiliki beberapa
keuntungan khususnya dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan
dan manajemen organisasi. Keuntungan tersebut diantaranya: lebih menjamin
kerahasiaan informasi, lebih mendekatkan hubungan antar anggota, keterangan
yang diperoleh membuat informasi lebih jelas dan semakin bisa dipahami.
Pola aliran informasi yang lebih memungkinkan anggota-anggota KNPI
Provinsi Banten saling mempengaruhi satu sama lain adalah pola aliran lingkaran.
Semua pihak berkomunikasi satu sama lainnya hanya melalui sejenis sistem
pengulangan sirkuler. Tidak seorangpun dapat berhubungan langsung dengan
semua anggota lainnya, demikian pula tidak ada anggota yang memiliki akses
langsung terhadap seluruh informasi yang diperlukan

untuk memecahkan

persoalan, hubungan yang terjadi sirkuler dan lebih pada komunikasi


transaksional.
Semua anggota yang menjadi panitia dalam pelaksanaan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi, terlibat dalam benturan perbedaan
persepsi dan orientasi yang didasarkan pada kebutuhan. Semua pihak bergerak

105

105

dan berinisiatif mencari dan memberi penjelasan agar tercipta satu suasana
komunikasi yang saling mendukung satu sama lain. Dalam kondisi ini semua
pihak yang terlibat tidak memiliki informasi yang sempurna sehingga pertukaran
informasi menjadi mutlak dilakukan. yang terjadi adalah semua anggota
membicarakan secara bersama-sama tanpa ada dominasi manapun, murni dengan
tujuan mencari penjelasan. Kasus lain dalam aliran informasi ini sama persis
ketika panitia pelaksana mencari informasi tentang anggaran pelaksanaan kegiatan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi.
Waktu itu saya tidak percaya dengan anggaran yang diberikan oleh komisi
anggaran, sehingga saya dan panitia lain menghadap Sekretaris dan kemudian
menghadap ketum, dari situ kami panitia duduk bersama saling bertukar dan
memberi pandangan agar anggaran yang diberikan dapat ditambah karena tidak
sesuai kebutuhan. Beberapa panitia menyampaikan strategi pendanaan, panitia
yang lain ada yang menyampaikan tentang sumber pendanaan dari luar. Begitulah
dinamika komunikasi yang terjadi pada saat rapat (Bdrpnt).

Berdasarkan hasil observasi, bentuk aliran komunikasi yang menunjukkan


suatu hirarki bertingkat dimana terdapat komunikasi vertikal antara pengurus
KNPI Provinsi Banten dengan anggota, dan komunikasi horizontal terjadi pada
tingkat paling rendah sekalipun. Aliran semua saluran memungkinkan tiap
anggota KNPI Provinsi Banten berkomunikasi secara bebas dengan anggota
lainnya tanpa ada sekat dan hubungan hirarki yang mengatur pola-pola
didalamnya. Semua pihak dapat mengakses komunikasi secara bebas dan tidak
ada dominasi struktural yang menghambat proses komunikasi. Beberapa informan
membenarkan bahwa aliran semua saluran sifatnya tidak kaku, mencerminkan
komunikasi yang setara, dan memunginkan semua pihak berinteraksi dengan
leluasa bahkan dalam suasana yang paling informal sekalipun.
Dari aliran-aliran yang telah teramati, salah satu yang sering terjadi adalah
aliran semua saluran. Aliran ini dalam beberapa hal identik dengan aliran
lingkaran, aliran semua saluran tidak mempunyai posisi pusat, dimana aliran
pesan terlihat sentralistik. Dalam aliran ini tidak ada pembatasan-pembatasan,
semua anggota adalah sama. Ketika terjadi perdebatan dalam rapat pelaksanaan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen, tidak seorang anggotapun baik formal
maupun informal mempunyai posisi menonjol sehingga mampu mengendalikan

106

106

anggota yang lain. Semua anggota bebas untuk mengemukakan sudut pandangan
tanpa ada tekanan, paksaan dan ancaman.
Dari berbagai pola dan aliran komunikasi yang teramatai dalam penelitian
dapat digambarkan secara bersamaan, bagaimana proses komunikasi dan interaksi
terjadi ketika pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi berlangsung:

Panitia Pengarah
MPI Banten
Upward
Communication
Downward
Communication

Sekretaris
Panitia

Komunikasi
Diagonal

Ketua
Panitia
Pelaksana

Acara

Humas

Bendahara
Panitia

Protokoler

Komisi Konsumsi Akomodasi

Dokumentasi
Publikasi

Komunikasi Multi Saluran

Komunikasi Horizontal

Gambar 18
Pola Komunikasi Panitia dalam Pengambilan Kebijakan Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen organisasi
Mengamati arah dan aliran komunikasi di KNPI Provinsi Banten dalam
pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi pada
gambar 18, salah satu aliran komunikasi tersebut mengalir dan disusun
berdasarkan hubungan kerja. Aliran-aliran ini disebut pola komunikasi yang
merupakan aspek-aspek struktural dari kelompok-kelompok yang ada. Aliran ini
membuat suatu realitas bagaimana kelompok-kelompok itu saling tergantung dan
bagaimana

hubungan

diantara

anggota-anggotanya.

Juga

menunjukkan

107

107

pemeliharaan komunikasi secara keseluruhan seperti komunikasi vertikal,


horizontal dan seterusnya.
Proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan manajemen dan
organisasi, pada awalnya komunikasinya sangat linear dari satu titik ke titik yang
lain. Artinya komunikasi yang dibangun tidak mendapat hambatan atau benturan
kepentingan. Tetapi pada perumusan konten acara semua pihak yang ada dalam
perumusan kebijakan memiliki persepsi dan kepentingan yang berbeda, sehingga
prosesnya menjadi panjang. Panitia pengarah, panitia pelaksana dan MPI secara
bergantian memberikan pandangan mengenai kebijakan pelatihan kepemimpinan
dan manajemen organisasi. Tetapi yang paling dominan berbicara adalah ketua
bidang organisasi, karena selain bidang dan tanggung jawabnya, dianggap lebih
paham dengan wacana organisasi dan kepemimpinan. Dengan mudah ketua
bidang organisasi ini mempersuasi setiap kebijakan yang terkandung dan diambil
terkait pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi.

Dominasi komunikasi biasanya dimiliki oleh pengurus-pengurus yang memiliki


tingkat kematangan yang tinggi, baik kematangan berfikir, emosi dan pengalaman
yang banyak dalam keorganisasian. Sehingga biasanya pengurus yang sudah
mencapai kualifikasi seperti ini memiliki akses dan tingkat kecukupan informasi
yang tinggi dan dipercaya menangani event-event yang sifatnya proyek atau
kebijakan taktis organisasi. Di KNPI Provinsi Banten tidak ada satupun pengurus
yang menghambat akses informasi jika ada yang membutuhkan (Kbham).

Peristiwa dominasi ini terjadi dalam pengambilan kebijakan di KNPI


Provinsi Banten, sehingga menimbulkan ketidakharmonisan komunikasi. Kondisi
ini terjadi di KNPI Provinsi Banten dan memerlukan rekayasa komunikasi atau
communication engineering, yang bertujuan mengurangi kepakuman dan
hambatan komunikasi yang berlangsung. Penyebab utama ketidakharmonisan
komunikasi adalah kegagalan komunikasi yang sudah mencapai kegagalan
komunikasi sekunder (Secodary communication breakdown), sehingga pemulihan
kegagalan ini memerlukan waktu cukup lama, rumit dan unik. Oleh karena itu,
sebelum communication breakdown terjadi diperlukan tindakan preventif dengan
jalan menempatkan komunikasi menjadi salah satu aspek penting dalam
organisasi. Seperti diungkap Barnard yang percaya dengan kekuatan komunikasi
dalam organisasi Setiap teori organisasi yang tuntas, komunikasi menduduki

108

108

tempat utama, karena susunan, keluwesan dan cakupan organisasi secara


keseluruhan ditentukan oleh pola komunikasinya (Barnard 1977).

Persoalan dan konflik dalam organisasi merupakan hal yang biasa dihadapai
organisasi manapun, perbedaanya adalah bagaimana mengelola konflik ini agar
tidak menjadi bumerang bagi semua pihak dan menumpulkan semangat
organisasi. Biasanya di KNPI Provinsi Banten ketika ada yang terlibat konflik
muncul ketegangan-ketegangan akibat dari kesalahpahaman atau ketidakjelasan
informasi yang diterima. Memerlukan waktu dan interaksi yang intesif dimana
semua pihak dengan ikhlas saling menjelaskan dan menerima kesalahan (Sktr).

Konflik di KNPI Provinsi Banten, dipandang disfungsional bila


mengakibatkan perubahan terhadap struktur sosial yang ada. Dan sebaliknya
dipandang fungsional bila membantu atau melindungi status quo. Berdasarkan hal
ini perubahan tentang format pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi
datang dari pihak luar. Intervensi pihak luar, dianggap oleh panita pelaksana
menyinggung atau mengganggu keseimbangan sistem yang ada sehingga
perubahan dianggap sebagai sesuatu yang disfungsional. Perilaku-perilaku yang
dianggap tidak sesuai dengan norma dan kepentingan tertentu dianggap deviant.
Dengan demikian secara sederhana bisa dipahami bahwa perbedaan pendapat dan
orientasi yang ada cenderung mengabaikan deviasi dari pola yang biasa dianut
KNPI Provinsi Banten.
Fakta dalam kasus komunikasi KNPI Provinsi Banten diatas jika diamati,
pada awalnya semua pihak yang terkait dengan konflik akibat perbedaan orientasi
dan persepsi, membentuk kelompok kepentingan. Benturan dari berbagai
kepentingan ini menimbulkan konflik yang jika tidak terselesaikan maka terjadi
perilaku

menyimpang.

Perilaku

menyimpang

kemampuan menyerap informasi yang lemah atau

biasanya

disebabkan

oleh

kompetensi anggota yang

kurang memadai dalam hal kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen


organisasi.

109

109

Kebijakan
Kepentingan
kelompok

Konflik
kebijakan

Deviant

Gambar 19
Perilaku Deviant dalam Pengambilan Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi

Perilaku menyimpang dalam kebijakan pelatihan kepemimpinan dan


manajemen organisasi ditandai dengan sikap apriori terhadap aktivitas
keorganisasian khususnya pada pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisas seperti terlihat pada gambar 19. Pimpinan KNPI Provinsi Banten dan
semua unsur yang terlibat, akhirnya secara perlahan saling memberi kesempatan
untuk membuka diri dan mengklarifikasi, sehingga timbul kesepahaman bersama
dan tujuan komunikasi tercapai. Semua informasi yang mengalir sedikit banyak
sifatnya menjelaskan informasi yang keliru dan mencairkan suasana kaku, dan
aktivitas-aktivitas organisasi dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau
ketidakjelasan.
Pola komunikasi yang berlangsung di KNPI Provinsi Banten
sesederhana seperti

yang dipelajari dalam

tidak

teori-teori komunikasi. Beberapa

praktek komunikasi mengindikasikan kepentingan-kepentingan tersembunyi dan


kadang proses komunikasi kehilangan arah dan kurang bermanfaat, walaupun
pada akhirnya tercapai kesepahaman bersama. Relevan dengan pendapat Weick
yang memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner, proses yang

110

110

didalamnya

kental

dengan

tarik-ulur

komunikasi

yang

secara

natural

membutuhkan waktu dalam pencapaian tujuan.


Konsep suatu share mengisyaratkan bahwa peristiwa-peristiwa dan
hubungan bergerak serta berubah secara berkesinambungan. Sehingga menjadi
peristiwa yang dinamis. Jadi aliran informasi di KNPI Provinsi Banten sebenarnya
adalah suatu proses yang dinamik dan tetap mempertahankan pesan sesuai dengan
makna

yang ditampilkan kemudian diinterprestasikan. Proses ini sebenarnya

dapat terus berlangsung dan berubah secara konstan, artinya komunikasi di KNPI
Provinsi Banten bukanlah suatu yang terjadi kemudian berhenti. Kesulitan yang
dihadapi KNPI Provinsi Banten dalam melaksanakan pelatihan kepemimpinan
dan manajemen organisasi, antara lain menyangkut aspek konten komunikasi dan
unsur budaya.
Pola komunikasi formal dan informal teramati dalam proses pengambilan
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi. Pola komunikasi
formal terikat oleh sistem dan struktur organisasi KNPI Provinsi Banten, bersifat
vertikal, horizontal dengan aliran roda dan rantai. Sedangkan pola komunikasi
informal terkait dengan jaringan komunikasi dan kepentingan. Menggunakan pola
komunikasi horizontal dan diagonal bersifat transaksional dan sirkuler. Praktek
komunikasi yang sering terjadi dalam pengambilan kebijakan adalah pola
komunikasi informal. Pola komunikasi ini lebih banyak melibatkan jaringanjaringan komunikasi dan kelompok kepentingan.
Gambar 20 merupakan intisari dari gambar-gambar yang menggambarkan
tentang pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan
dan manajemen organisasi. Beberapa aspek-aspek dan kepentingan serta jaringan
komunikasi

saling berbenturan

dan

berpotongan.

Benturan-benturan

ini

didasarkan pada persoalan orientasi dan persepsi yang berbeda. Tetapi pada
akhirnya perbedaan pendapat dan orientasi ini dapat teratasi dengan kepentingan
yang diwadahi dan semangat mengembangkan organisasi, sehingga kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi dapat terealisasikan.

111

111

Liaison
Gatekeeper
Bridge
Cosmopolit
Isolate
Opinion Leader
Jaringan
komunikasi

Ketua

Pengurus

Kelompok
Kepentingan

Anggota

Profesi
Kekuasaan
Sentiment

Gambar 20
Pola komunikasi formal dan informal dalam pengambilan kebijakan

Keterangan
Menunjukkan komunikasi formal
menunjukkan komunikasi informal

Gambar ini menunjukkan satu pola komunikasi formal antara ketua dan
pengurus dan anggota dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi. Pola komunikasi ini turut juga dipengaruhi oleh kelompok
kepentingan dan jaringan komunikasi, tetapi dua unsure ini berinteraksi lebih
banyak dalam forum-forum informal.Dua pola komunikasi lain yang dapat
digambarkan dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi di KNPI Provinsi Banten: pola pertama

komunikasi

formal, yang sangat menyerupai struktur organisasi. Ada saluran-saluran formal


melalui mana komunikasi mengalir. Misalnya panitia pelaksana dapat
berkonsolidasi secara formal dengan ketua bidang satu melalui ketua bidang
organisasi. Prosedur komunikasi ini disisi lain melindungi semua pihak dalam
organisasi

dari informasi yang tidak diperlukan dan menguatkan struktur

kekuasaan. Tetapi jika dianalisis komunikasi seperti ini bersifat kaku dan
membatasi.
Pola kedua, komunikasi informal, yang disebut grapevine. Komunikasi
informal ini terjadi diluar saluran-saluran yang telah ditentukan, dan dilakukan
dalam interaksi tatap muka atau dengan acara-acara informal seperti jamuan,

112

112

sarasehan dan lain-lain. Kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen


organisasi membutuhkan lobby. Dalam kerja kepanitian pola komunikasi informal
digunakan oleh ketua dalam berkomunikasi dalam acara jamuan, sarasehan atau
perjalanan. Semua pihak di KNPI Provinsi Banten mempunyai peranan dalam
jaringan komunikasi formal dan informal. Kedua peranan ini mempengaruhi
seberapa banyak informasi yang diterima dan

didistribusikan dalam proses

pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi.


Luasnya jaringan komunikasi formal di KNPI Provinsi Banten, mempengaruhi
aspek sentralisasinya. Sehingga kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi diambil sebagian diambil atas prakarsa pengurus inti.
Beberapa jaringan komunikasi dalam peristiwa tertentu disentralisasikan dimana
komunikasi mengalir melalui posisi pemimpin.

4.3.5. Jaringan Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan


Agusyanto

2007

memberikan

satu

bentuk

metafora

lain

yang

mengibaratkan bahwa organisasi adalah sebagai sebuah jaringan (Organizational


Network). Jaringan adalah struktur-struktur sosial yang dicipt melalui komunikasi
di antara anggota-anggota dan kelompok-kelompok. Ketika semua pihak
berkomunikasi mengenai kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi, sebenarnya semua pihak yang terlibat sedang membuat kontak-kontak
dan pola-pola hubungan. Organisasi dipahami mampu membangun realita sosial.
Jaringan adalah saluran-saluran melalui mana pengaruh dan kekuasaan dijalankan,
tidak hanya pimpinan dengan cara formal tetapi juga informal diantara para
anggota organisasi.
Kebijakan pelatihan kepemimpinan manajemen dan keorganisasin
diputuskan melalui proses dan situasi yang dinamis. Jaringan dalam pengambilan
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi memiliki fungsi
dan perannya masing-masing. Informasi yang dialirkan pada jaringan komuniksi,
dihubungkan oleh garis yang menghubungkan lingkaran-lingkaran yang
menunjukkan siapa berkomunikasi dengan siapa.
KNPI Provinsi Banten secara sederhana terdiri dari anggota-anggota,
kelompok-kelompok OKP yang memiliki peran-peran ganda. Pertama: anggota

113

113

sebagai anggota organisasi dalam bertindak selalu dikait-kaitkan dengan struktur


yang ada dimana anggota bersangkutan hidup dan tinggal. Sementara itu sebagai
kelompok, anggota ini dikaitkan dengan anggota-anggota lain dalam kelompok
yang ada di KNPI Provinsi Banten, biasanya berdasarkan klik-klik yang mengatur
pola hidup masing-masing. Seperti klik berdasarkan almamater organisasi, klik
berdasarkan profesi, klik berdasarkan pandangan ideologi, atau klik pimpinan.
Lebih rinci kelompok-kelompok kepentingan yang ada di KNPI Provinsi
Banten terbagi kedalam beberapa kategori klik yang memiliki solidaritas kuat.
Klik-klik inilah yang sering berbenturan dalam berbagai kegiatan organisasi.
Dalam proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi, klik organisasi dan klik pimpinan memiliki orientasi yang berlainan.
Misalnya ketika pimpinan berpendapat bahwa kepanitian yang terbentuk direkrut
sesuai dengan kompetensi anggota. Tetapi klik organisasi lebih cenderung agar
rekruitmen kepanitian berdasarkan refrensentasi OKP anggota sehingga lebih
banyak yang dilibatkan dan yang diberi kesempatan. Adapun klik profesi dan klik
ideologi lebih menekankan pada kesediaan dan kesanggupan masing-masing
anggota, sehingga partisipasi yang muncul kemudian berdasarkan kesadaran
penuh.
Perdebatan dan perbenturan ini semakin menguat ketika klik pimpinan
lebih bersifat koopertaif dan akomodatif. Klik-klik yang lain berprinsip bahwa
tidak semua aspek dalam pengambilan kebijakan dapat diterima, sehingga ada
pendapat yang disetujui dan ditolak. Kelebihan dari klik pimpinan adalah power
yang dimiliki, sehingga ketika perdebatan masih berlanjut, dengan tegas klik
pimpinan memberi arahan untuk menjelaskan lebih lanjut, bahwa kepanitian yang
direkrut berdasarkan refresentasi jumlah OKP anggota dan keterwakilan. Gambar
21 di bawah ini mempetakan bagaimana posisi masing-masing klik diatas.

114

114

HMI
PMII
KAMI
IMM
dll

Organisasi

Akademisi
PNS
Pengusaha
Pejabat publik
Anggota
DPRD

Profesi

Klik
di KNPI
Provinsi
Banten

Ideologi

Pimpinan

Kebangsan
Marhaen
Agama

Ketua OKP
Pengurus Inti
Majelis
Pemuda

Gambar 21
Klik dalam Pengambilan Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organisasi

Pengelompokkan

klik-klik

ini

didasarkan

pada

nilai-nilai

yang

diperjuangkannya dan orientasi yang cenderung berbeda satu sama lain. dalam
prakteknya klik-klik ini mempunyai nilai-nilai yang diperjuangkan dan terus
dipertahankan masing-masing. Klik-klik ini teramati ketika adanya perbedaan
orientasi dan persepsi dalam setiap pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi
Banten. Lebih lanjut klik-klik ini berperan dalam membentuk jaringan komunikasi
dan membentuk kelompok tersendiri sehingga unsur kepentingan dan politis
dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi
menjadi signifikan. Beberapa catatan hasil penelitian menunjukkan bahwa klikklik ini tebangun atas dasar persamaan dan kewenangan yang dimiliki, sehingga
solidaritas kelompok ini terus dipertahankan dalam setiap pengambilan kebijakan.
Khusus dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi klik-klik ini berfungsi membentuk jaringan di KNPI
Provinsi Banten dan merupakan kelompok yang didefinisikan sebagai anggota
yang frekuensinya sering saling berhubungan satu sama lain dengan kelompok
lainnya.

Klik-klik ini berperan dalam jaringan komunikasi sebagai kelompok

penyendiri (Isolate/loners), jembatan (bridge), penghubung (liasson), penjaga


gawang (gate keepers) pemimpin pendapat (opinion leader). Klik adalah bagian

115

115

dari suatu sistem jaringan komunikasi yang anggota-anggotanya


anggota anggotanya relatif lebih
sering berhubungan satu sama lain antar anggotanya.
Peran klik-kl
klik
ik dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan
dan manajemen organisasi, membentuk alur komunikasi dan interaksi yang
menunjukkan adanya keterhubungan dan informasi yang harus diterima dan
disampaikan. Disisi lain ada beberapa informasi yang harus diredam atau dicegah
yang diperkirakan akan mengganggu aktivitas pengambilan kebijakan, seperti
informasi mengenai kepentingan pihak eksternal yang memiliki orientasi berbeda
dan kepentingan khusus terhadap KNPI Provinsi Banten. Secara garis besar
keterhubungan anatar klik ini dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini:

Gambar 22
Mekanisme Interaksi Jaringan Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi

Gambar 22 menggambarkan satu perilaku komunikasi dan alur


komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan
dan manajemen organisasi di KNPI Provinsi Banten.
Banten. Perilaku dan alur
komunikasi ini merupakan interaksi melalui mana anggota bert
bertukar informasi
dengan anggota lain.
lain Elemen yang menghubungkan komunikasi inilah yang
disebut sebagai jaringan
ngan komunikasi
komunikasi yang memiliki struktur dan sistem tersendiri
yang membedakannya
nya dengan interaksi ditempat lain. Jaringan sos
sosial yang ada di
KNPI Provinsi Banten dipahami
dipah
sebagai suatu rangkaian hubungan
hubungan-hubungan

116

116

yang dibuat oleh seorang individu atau anggota disekitar dan berpusat pada
dirinya sendiri berdasarkan atas perbandingan.
Dalam jaringan ini klik-klik ada yang berperan sebagai kelompok
penyendiri (Isolate/loners). Kelompok ini terdiri dari beberapa aktivis yunior yang
tidak lagi memiliki jabatan dalam struktur sehingga kurang termotivasi dan
idealismenya dalam berorganisasi sangat rendah. Biasanya kelompok ini merasa
kurang puas dengan kebijakan-kebijakan yang diambil di KNPI Provinsi Banten
tetapi tidak memiliki kemampuan dalam menyampaikan atau mengakses
komunikasi lebih jauh sehingga timbul adalah sikap negatif diantara

anggota-

anggota muda yang baru dan belum memiliki pengalaman. Kelompok ini dalam
proses pengambilan kebijakan lebih banyak diam dan tidak dilibatkan dalam
pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan mnajemen organisasi.
Proses penyebaran informasi yang bersifat teknis dalam pengambilan
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, semisal masalah
prosedur organisasi dilakukan oleh sekretaris KNPI, para ketua OKP kepada para
anggota-anggotanya.

Klik atau kelompok ini berperan sebagai

jembatan

(bridge); yaitu anggota klik yang memiliki sejumlah kontak yang menonjol
dalam kontak antar kelompok, juga menjalin kontak dengan anggota klik
lain. Sekretaris sebagai pengontak langsung antara dua kelompok kepentingan
atau lebih.
OKP-OKP memiliki peran sebagai penghubung (liason). Pihak-pihak ini
mengaitkan dua klik atau lebih, tetapi bukan anggota panitia yang dihubungkan
tersebut. OKP menghubungkan dan

mengaitkan satuan-satuan organisasi

bersama-sama dan menggambarkan anggota-anggota yang bertindak sebagai


penyaring informasi tentang urgennya kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi. Selain itu ada anggota yang berperan sebagai humas yang
fungsinya sebagai transformator kedua setelah ketua dalam menyampaikan
beberapa informasi tentang pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi.
Informasi dialirkan baik kepada sesama ketua, kepada majelis pemuda,
ketua OKP, kepada para anggota atau staff. Humas fungsinya hampir sama
dengan penjaga gawang (Gate keepers), yaitu anggota yang secara strategis
ditempatkan dalam jaringan agar dapat melakukan pengendalian atas pesan apa

117

yang

117

disebarkan melalui sistem tersebut. Dalam hal ini gate keepers yang

diperankan oleh wakil ketua satu dan wakil ketua dua dan juga dibantu oleh wakil
sekertaris.
Anggota KNPI Provinsi Banten yang sudah senior berfungsi sebagai
pemimpin pendapat (Opinion Leaders) dalam memberi pengertian dan pengaruh
bagi pentingnya kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi.
Opinion leaders memberi masukan

dan memiliki

pengaruh

kuat untuk

mempersuasi anggota dalam beberapa kebijakan. Anggota-anggota ini menjadi


mediator ketika ada issue konflik yang ditimbulkan dalam pengambilan
kebijakan, atau ketika ada beberapa tuntutan karena terjadi ketidakpuasan dari
sistem yang diberlakukan oleh pimpinan.
Selain pimpinan, secara internal yang terkait dengan KNPI Provinsi
Banten yaitu Majelis Pemuda Indonesia daerah Banten dari dan Dinas Pemuda
dan Olahraga. Pemimpin pendapat (Opinion leader) adalah anggota tanpa jabatan
formal

dalam

semua

sistem

sosial

yang

membimbing

pendapat

dan

mempengaruhi anggota-anggota dalam keputusan. Pihak-pihak inilah yang


mengawasi permasalahan yang ada, dan dipercayai anggota-anggota lainnya untuk
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Jaringan-jaringan komunikasi ini di KNPI Provinsi Banten merupakan
aspek-aspek struktural dari kelompok kepentingan. Jaringan-jaringan ini
menunjukkan kepada semua pihak bagaimana kelompok-kelompok ini saling
tergantung dan bagaimana hubungan kerja di antara anggota-anggotanya.
Jaringan-jaringan komuniksi ini juga menunjukkan pemeliharaan umum
organisasi, hubungan atasan-bawahan, dan sampai pada suatu tingkat, kepuasan
dan tercapainya kecukupan informasi.
Jaringan kosmopolit dalam proses pengambilan kebijakan ini dipegang
oleh humas dan ketua bidang organisasi. Dalam hal ini Humas berperan sebagai
mediator komunikasi antara lembaga dengan anggota, pemerintah atau dengan
KNPI kabupaten dan kota. Ketua KNPI berkomunikasi dengan KNPI tingkat
kota. Atau anggota secara individu dalam rangka peningkatan profesionalisme
berkomunikasi dengan individu lain secara inter personal atau melalui komunikasi
massa.

118

118

KNPI harus mampu membangun jaringan komunikasi yang multikompleks,


menjangkau semua komunitas pemuda, dan membangun keberhimpunan yang
mutualistis antar jaringan, sehingga eksistensi KNPI secara nyata diras oleh tiaptiap anggota dan jaringan terkait. Jaringan yang dimaksud tidak hanya terikat pada
jaringan politik yang terlihat lebih kuat, tetapi jaringan primordial pun patut
dikembangkan.(Pgmtpltk)

Jaringan komunikasi dalam pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi


Banten terbentuk atas dasar hubungan sosial yang bermakna pada tujuan-tujuan
yang spesifik atau khusus yang ingin dicapai oleh para anggota, dan bila tujuan
tersebut tercapai biasanya hubungan-hubungan tersebut tidak berkelanjutan.
Kondisi ini terjadi manakala ada event-event keorganisasian ataupun kegiatankegitan yang sifatnya teknis operasional seperti kepanitian atau tim sukses.
Setelah kegiatan pelatihan kepemimpinan manajemen dan keorganisasian usai,
hubungan yang terjalin memudar seusai pelaksanaan pelatihan tersebut. Panitia
yang biasanya rutin mengadakan pertemuan dan mengerjakan pekerjaan secara
bersama dan penuh tanggung jawab,

terhenti manakala semua aspek dalam

pekerjaan tersebut telah dilaksanakan. Hubungan dan tujuan tersebut terwujud


spesifik, struktur dan jaringan yang terbentuk di KNPI Provinsi Banten mudah
berubah-rubah.
KNPI Provinsi Banten memiliki program kerja yang cukup banyak dan biasanya
langsung dikelola oleh bidang bidang bersangkutan. Terkadang dalam proses dan
pelaksanaannya bidang-bidang ini tidak saling mengetahui karena konsentrasi
dengan program masing-masing. Semua anggota disibukkan dengan pekerjaan
bidang dan semua pihak berlomba untuk mensukseskan program tersebut. Tetapi
biasanya ketika kegiatan atau proyek itu selesai kondisinya kembali pada
aktivitas keseharian biasa dimana semua anggota berinteraksi secara intens
(Sktr).

Tujuan-tujuan lain, tidak sekongkrit dan spesifik seperti pelatihan


kepemimpinan dan manajemn organisasi. Jaringan yang terbentuk bisa menjadi
relatif stabil. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, tindakan atau interaksi
yang terjadi dalam jaringan interest dievaluasi berdasar tujuan-tujuan relasional
tersebut. Pertukaran atau negosiasi yang terjadi dalam jaringan kepentingan di
KNPI Provinsi Banten ini diatur oleh kepentingan-kepentingan para pelaku yang
terlibat didalamnya dan serangkaian norma-norma . Dalam kehidupan
berorganisasi di KNPI Provinsi Banten, jaringan-jaringan ini secara terus menerus
saling berpotongan dan pertemuan-pertemuan tersebut membuat kaku bagi pelaku

119

119

yang bersangkutan karena logika situasional atau struktur sosial dari masingmasing tipe jaringan berbeda satu sama lain.
Realitas dilapangan menunjukkan beberapa anggota KNPI Provinsi
Banten menjadi pengurus partai dan menjadi calon legislatif dari partai-partai
tertentu. Hasil studi dokumentasi menunjukkan bahwa anggota KNPI Provinsi
Banten berkiprah sedikitnya di tujuh partai besar dalam Pilkada 2009, diantaranya
partai Golkar, PAN, PPI, PPP, PDIP, Gerakanindra, dan Hanura. Maka dapat saja
atau seringkali terlihat kontradiksi antara tindakan-tindakan dengan sikap yang
pelaku tunjukkan. Aturan-aturan atau norma-norma dan nilai-nilai yang lahir dari
perpotongan ketiga tipe jaringan inilah yang berlaku, akibatnya aturan-aturan
formal apapun, begitu juga dengan norma-norma dan nilai-nilai yang terdapat
pada organisasi tidak dapat diterapkan sepenuhnya dalam realitas kehidupan
berorganisasi.
Dukung mendukung atau tolak menolak menjadi fenomena yang biasa
dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi, kuatnya arus kepentingan dari luar dan perbedaan orientasi dan
persepsi mendasari perdebatan dalam pengambilan kebijakan. Bila ditinjau dari
hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial yang ada di KNPI Provinsi
Banten, hubungan yang ada dapat dibedakan menjadi tiga jenis jaringan sosial:
(1) Jaringan interest atau jaringan kepentingan dimana hubungan sosial yang
membentuknya adalah hubungan sosial yang bermuatan kepentingan, (2).
Jaringan sentiment atau jaringan emosi yang terbentuk atas dasar hubunganhubungan emosi dan (3). Jaringan Power dimana hubungan-hubungan sosial yang
membentuknya yang bermuatan kekuasaan.
Konfigurasi-konfigurasi dalam jaringan power dalam pengambilan
kebijakan pelatihan dan kepemimpinan di KNPI Provinsi Banten terlihat memiliki
keterhubungan yang sangat kuat antar pelaku didalamnya, secara sengaja atau
diatur sebelumnya. Tipe jaringan ini muncul manakala pencapaian tujuan-tujuan
memerlukan tindakan kolektif, seperti kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi. Hubungan ini ditujukan pada pencapian kondisi-kondisi
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi jaringan ini bekerja

120

120

dan membentuk keterhubungan guna suksesnya pelatihan tersebut. Bagaiman


ketua KNPI Provinsi Banten, ketua panitia pelaksana dan tim pengarah bekerja
memaksimalkan power yang dibutuhkan dalam setiap proses pengambilan
kebijakan yang terkait dengan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi.
Jaringan power, melakukan negosiasi mengenai aturan-aturan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi melahirkan konteks-konteks relasional
di tubuh KNPI provinsi Banten. Unit-unit relasional yang terjadi bersifat artifisial
dan direncanakan atau distrukturkan secara sengaja oleh pemilik-pemilik power,
sehingga diperlukan pusat power yang secara terus menerus mengkaji ulang
kinerja semu yang terlibat dalam proses pengambilan kebijakan. Pusat Power
dimiliki oleh ketua KNPI Provinsi Banten.
Jaringan emosi terbentuk atas hubungan-hubungan sosial dimana
hubungan itu menjadi tujuan tind sosial. Misalnya dalam hubungan kepanitian,
hubungan almamater dan sejenisnya. Struktur sosial yang dibentuk oleh hubungan
emosi ini cenderung lebih kuat dan permanen. Maka konsekuensi atau mekanisme
yang fungsinya menjamin stabilitas struktur yang ada sehingga dapat membatasi
suatu tindakan yang cenderung mengganggu kepermanenan struktur jaringan
tersebut.
KNPI Provinsi Banten yang mewadahi limapuluh OKP,

membuat

pimpinan dan kader dibawahnya terkotak-kotak dan membuat jaringan sesuai


dengan

kultur

organisasi

yang

membesarkannya.

Kebijakan

pelatihan

kepemimpinan dan manajemen organisasi berjalan didukung jaringan kekuasaan


didalamnya. Jaringan power ini berperan dalam menentukan siapa yang terlibat
dan siapa yang tidak

dilibatkan. Penentuam ini berdasarkan power dan

kompetensi yang dimiliki ketua bidang organisasi. Ketua bidang organisasi ketika
pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi
membuat konfiguarasi-konfigurasi saling keterhubungan antar anggota di
dalamnya secara sengaja. Bentuk-bentuk jaringan informal ini dapat terlihat pada
gambar dibawah ini:

121

121

Etnis
Pertemanan
Persaudaraan
Ideologi

Profesi

Sentiment
Kepentingan

Pimpinan
Ketua
OKP

Aktivis partai
Pengusaha

Akademisi
PNS
Pejabat
Publik
Anggota
DPRD

Kekuasaan

Gambar 23
Jaringan Komunikasi Informal dalam Pengambilan Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
Gambar ini menunjukkan satu jaringan komunikasi informal di KNPI
Provinsi Banten. Jaringan informal ini dikembangkan dalam satu solidaritas
pertemanan dan kepentingan. Sebagai contoh sekretaris panitia dan bendahara
panitia berasal dari OKP yang berbeda, tetapi bergabung secara politis dalam satu
wadah Partai Amanat Nasional. Pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi membutuhkan tind dan dukungan kolektif dan konfigurasi saling
keterhubungan antar anggota secara permanen sehingga kepanitian dipilih secara
selektif berdasarkan kompetensi dan klik-klik yang menghubungkan satu sama
lain.
Jaringan komunikasi di KNPI Provinsi Banten memiliki dua arah yang mengkaji
struktur sosial yang memusatkan perhatian pada hubungan organisasi. Pertama
mengkaji perilaku dan tind anggota yang dapat dilihat dari interaksi dimana
anggota yang satu memiliki ketergantungan pada anggota lainnya. Kedua jaringan
komunikasi berusaha memfokuskan perhatian kepda proses internal dan dinamika
yang inheren didalam hubungan-hubungan sosial (bgm).

Jaringan yang kuat dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan


dan manajemen organisasi adalah jaringan emosi, yang terbentuk atas hubungan-

122

122

hubungan sosial dan kultural. Hubungan ini disisi lain menjadi tujuan tindakan
sosial misalnya dalam pertemanan, hubungan kerabat, hubungan organisasi yang
mengusung atau kesamaan ideologi yang dianut. Faktanya ketua bidang organisasi
yang memprakarsai proyek ini sama-sama berasal dari HMI dengan ketua panitia
pelaksana kegiatan, membuat struktur dan mekanisme kerja makin solid sehingga
kerja kepanitian menjadi mudah dilakukan. Struktur sosial yang dibangun dalam
hubungan ini biasanya lebih kuat dan permanen.
Fenomena ini dipertegas ketika panitia pelaksana bekerjakeras secara
sukarela berpartisipasi dalam semua proses yang menyangkut pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi. Ketika diwawancara motif partisipasi
yang ada salahsatunya dilandasi ikatan emosional dan kultural yang mengikat
panitia. Ketua bidang organisasi yang berasal dari HMI tentu didukung kuat oleh
sesama anggota HMI dan kader-kader dibawahnya secara militan. Anggota yang
ada di jaringan organisasi ini membantu secara sukarela dikarena ada ikatan
emosional dan tanggung jawab yang diemban.

Fenomena aktual di KNPI

Provinsi Banten, adanya militansi terhadap organisasi yang membesarkannya.

Sebenarnya ketka keputusan memilih ketua panitia pelaksana dari HMI bukan
persoalan politik atau adanya kepentingan atau ada tangan-tangan. Keputusan ini
murni karena forum rapat memutuskan bahwa ketua panitia yang kompeten
dalam hal ini dimiliki oleh anggota dari HMI, adapun anggota-anggota lain
dilibatkan dan dibutuhkan partisipasinya dalam susunan kepanitian, sehingga
semua elemen yang ada di KNPI Provinsi Banten diberi kesempatan dan akses
untuk mengembangkan organisasi ini (Sktr).

Hasil observasi menggambarkan bahwa jaringan komunikasi di KNPI


Provinsi Banten memiliki hubungan

dengan kinerja dan orientasi organisasi.

Sepanjang sejarahnya, tidak ada konflik organisasi yang signifikan terjadi, tetapi
beberapa

catatan

perjalanannya

menyebutkan

bahwa

jaringan-jaringan

komunikasi yang muncul dapat mempertajam konflik yang selama ini ada.
Bagaimana pimpinan KNPI Provinsi Banten memutuskan untuk memilih ketua
panitia pelaksana pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi bukan tanpa
perjuangan, dan tanpa intrik didalamnya. Tetapi keberpihakan ini menjadi sangat
sederhana diputuskan diforum formal,

karena sesungguhnya banyak unsur

123

123

pimpinan bermain dengan memanfaatkan jaringan yang sudah terbentuk secara


internal di KNPI Provinsi Banten.
4.3.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Komunikasi dalam
Pengambilan Kebijakan
Berkaitan dengan pola komunikasi yang berlangsung dalam pengambilan
kebijakan di KNPI Provinsi Banten dan berdasarkan observasi, salah satu yang
mempengaruhi pola komunikasi adalah struktur hierarki organisasi dan sistem
yang dianut. Beberapa hasil penelitian membenarkan bagaimana posisi dan
jabatan anggota berpengaruh terhadap pola komunikasi yang digunakan. Ego
struktural yang secara melekat pada kader-kader di KNPI Provinsi Banten. Ada
sistem yang membangun yang secara implicit mengatur pola-pola komunikasi
yang berlangsung.

Struktur hierarki pengurus merupakan hal yang berpengaruh dalam pola


komunikasi yang selama ini berlangsung di KNPI Provinsi Banten, umpanya
Ketua pola komunikasi nya lebih bersifat instruksi dan mengenai pola-pola
langkah strategis organisasi, sedangkan anggota yang lain atau pimpinan yang
lain lebih bersifat komfirmasi atas instruksi yang disampaikan ketua. Kedua pola
komunikasi ini berjalan secara resiprok dan transaksional sehingga ada suasana
dinamik yang mewarnai proses komunikasi yang berlangsung (Bgm).

Peristiwa ini terobservasi ketika berlangsungnya aktivitas diluar aktivitas


keorganisasian. Suasana yang santai, interaksi yang sangat akrab sesama anggota
dapat berubah secara spontan ketika pengurus inti datang atau masuk. Reaksi
spontan didasarkan pada rasa hormat dan segan kepada pemimpin, tetapi suasana
ini

mudah mencair manakala pemimpin mulai berkomunikasi dengan yang

lainnya. Atau pada forum-forum formal, dimana anggota yang lainnya belum
berani berbicara manakala pimpinan belum mulai bicara, perdebatan apapun
berakhir manakala pimpinan sudah mengambil keputusan. Peristiwa ini
menegaskan bahwa struktur hierarki, budaya organisasi dan jaringan komunikasi
mempengaruhi interaksi dan pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan.
Bagan dibawah ini menjelaskan unsur-unsur apa saja yang mempengaruhi pola
komunikasi dalam pengambilan kebijakan.

124

124

Struktur prosedur kerja adalah pedoman dalam melakukan aktivitas keorganisasian atau
pengambilan kebijakan untuk memudahkan semua pihak merealisasikan cita-cita
organisasi. Struktur dan pedoman ini jangan diterjemahkan secara kaku, tetapi semua
pihak harus memandang positif bahwa setiap kebijakan yang diambil harus berdasarkan
kepentingan organisasi dan tidak semua kebijakan mendapat dukungan penuh dari semua
pihak, minimal bahwa proses yang ditempuh tidak menyalahi prosedur. Masalah
ketidaksepahaman itu biasa di KNPI Provinsi Banten tetapi biasanya mencair manakala
ada pembagian jobs atau proyek yang merata. (Kt).

Pendekatan sistem dari Karl Weick menjadi faktual dengan kondisi KNPI
Provinsi Banten. Pendekatan ini menganggap struktur hirarki, garis rantai
komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan faktor-faktor yang
berpengaruh pada komunikasi organisasi. Hasil observasi dan wawancara ketika
rapat pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi
dan panitia menanyakan kepada ketua pelaksana, siapa saja yang menjadi nara
sumber dan tidak sepakat dengan pola pengemasan acara yang terlalu banyak
teori. Disisi lain ketua mengusulkan beberapa nara sumber lokal yang kompeten
dan berargumen, bahwa landasan teori juga penting untuk menambah wawasan
peserta. Perdebatan ini cukup lama karena masing-masing memiliki persepsi dan
orientasi yang berbeda terhadap pelaksanaan pelatihan tersebut.
Perdebatan ini tidak selesai dengan pengambilan kebijakan akhir oleh
ketua. Efeknya menjadi berkembang pada kualitas interaksi anggota dan aktivitas
keorganisasian. Ketika rapat selesai, kejengkelan-kejengkelan dalam rapat turut
mempengaruhi pola interaksi dengan yang lain. Pihak yang merasa diuntungkan
dan dirugikan memiliki persepsi negatif satu sama lain, sehingga terjadi
kebuntuan komunikasi. Jika digambarkan benturan tersebut
dibawah ini:

terlihat seperti

125

125

Sistem
organisasi

Pola
komunikasi

Budaya
organisasi

Jaringan
komunikasi

Menunjukan arah komunikasi dan hubungan

Gambar 24
Keterhubungan Faktor yang Mempengaruhi Pola Komunikasi
dalam Pengambilan Kebijakan

Gambar ini menunjukkan secara nyata bahwa ada tiga factor utama yang
mempengaruhi pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan. Factor budaya
organisasi, jaringan komunikasi dan sisitem organisasi. Budaya organisasi lebih
kepada kebiasaan-kebiasaan komunikasi yang dilakukan anggota KNPI Provinsi
Banten termasuk dalam cara penyampaian pendapat, intonasi suara dan ekspresi
ketika berbeda pendapat. Sistem organisasi yang dimaksud adalah unit-unit
organisasi yang saling berkolaborasi sehingga membentuk sistem dan mekanisme
komunikasi

tersendiri.

Adapun

jaringan

komunikasi

merupakan

unsur

perpanjangan dari peran-peran yang dimainkan klik-klik di KNPI Provinsi Banten


dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi.

4.3.7. Resume
Pola komunikasi dalam penelitian ini ditafsirkan sebagai arus pesan dalam
suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain meliputi
arus komunikasi vertikal, horisontal dan diagonal, adapun sifatnya berbentuk
linear, transaksional, sirkuler dan interpersonal. Pola-pola komunikasi ini tidak

126

126

terlepas dari arah dan aliran komunikasi yang terjadi. Pola komunikasi downward
dan upward terjadi ketika ada instruksi dari pimpinan atau laporan mengenai
informasi yang diterima oleh anggota.
Pola komunikasi horizontal terjadi ketika ada konfirmasi dan konsolidasi
yang dilakukan anggota atas permasalahan yang sedang dihadapi. Sedangkan
komunikasi diagonal teramati dalam kegiatan negosiasi kebijakan yang diambil.
Negosiasi berlangsung antara pimpinan, anggota dan OKP. Beberapa sistem nilai,
budaya organisasi yang dianut dan jaringan komunikasi yang ada membentuk
klik-klik tersendiri dalam proses pengambilan kebijakan. Klik-klik ini secara
informal diikat oleh kepentingan bersama sehingga memiliki solidaritas yang
tinggi. Tentu ikatan kuat ini dilatarbelgi oleh ideologi yang dianut dan
kepentingan yang secara bersama diperjuangkan.
Dua

pola

komunikasi

dalam

pengambilan

kebijakan

pelatihan

kepemimpinan dan manajemen organisasi. pola pertama komunikasi formal, yang


sangat menyerupai struktur organisasi. Ada saluran-saluran formal melalui mana
komunikasi mengalir
Pengambilan

kebijakan

pelatihan

kepemimpinan

dan

manajemen

organisasi, dipengaruhi juga oleh beberap faktor: budaya, ideologi, sistem dan
norma yang dianut, jaringan komunikasi dan kekuasaan yang dimiliki anggota.
Elemen-elemen ini berkolaborasi dan bersinggungan membentuk kelompok
tersendiri sampai pada titik, bahwa tujuan dan harapannya dapat terwujud.
jaringan komunikasi

di KNPI Provinsi Banten memiliki hubungan

dengan

kinerja dan orientasi organisasi. Sepanjang sejarahnya, tidak ada konflik


organisasi yang signifikan terjadi, tetapi beberapa catatan perjalanannya
menyebutkan

bahwa

jaringan-jaringan

komunikasi

yang

muncul

dapat

mempertajam konflik yang selama ini ada. Hubungan yang ada dapat dibedakan
menjadi tiga jenis jaringan sosial: (1) Jaringan interest atau jaringan kepentingan
dimana hubungan sosial yang membentuknya adalah hubungan sosial yang
bermuatan kepentingan, (2). Jaringan sentiment atau jaringan emosi yang
terbentuk atas dasar hubungan-hubungan emosi dan (3). Jaringan Power dimana
hubungan-hubungan sosial yang membentuknya yang bermuatan kekuasaan.

127

127

Faktor lain yang mempengaruhi pola komunikasi dalam pengambilan


kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi adalah faktor
kepemimpinan, budaya organisasi dan sisitem organisasi. Pemimpin di KNPI
Provinsi Banten bersikap kooperatif dan moderat, sehingga tujuan dari kelompokkelompok kepentingan selalu diwadahi agar tidak menimbulkan konflik
organisasi. Konflik di KNPI Provinsi Banten, dipandang disfungsional bila
mengakibatkan perubahan terhadap struktur sosial yang ada, dan sebaliknya
dipandang fungsional bila membantu atau melindungi status quo.

4.4. Iklim Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan Pelatihan


Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
Iklim komunikasi di KNPI Provinsi Banten merupakan suatu sistem dari
nilai-nilai, kepercayaan dan norma yang dianut. Pada dasarnya iklim komunikasi
yang ada dipengaruhi oleh perilaku anggota dan OKP yang memiliki karakteristik
tingkah laku berbeda sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Perbedaan atau
kesenjangan antara persepsi anggota dengan persepsi pengurus terhadap kebijakan
yang

diambil, salah satu dikaren iklim komunikasi yang dirasakan dan

diharapkan tidak sesuai. Maka situasi seperti ini memungkinkan terciptanya


ketidakpuasan bagi semua pihak, sehingga menimbulkan penyalahgunaan hak
dan kewajiban yang mengakibatkan tujuan organisasi tidak dapat dipenuhi secara
optimal.
Iklim komunikasi di KNPI Provinsi Banten secara informal penuh dengan
persaudaraan mendorong para anggota organisasi berkomunikasi secara terbuka,
rileks, ramah dengan anggota lainnya. Dalam praktek formal seperti pengambilan
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, iklim yang kurang
kondusif terjadi dimana beberapa anggota tidak berani berkomunikasi secara
terbuka. Persoalan perbedaan persepsi dan orientasi nampak ketika proses
pengambilan kebijakan. Realitas di KNPI Provinsi Banten menggambarkan
bahwa kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi diputuskan
dengan kondisi iklim komunikasi yang berubah-rubah. Dapat dijelaskan bahwa
iklim komunikasi memainkan peranan sentral dalam mendorong anggota untuk

128

128

beraktivitas dalam mencapai tujuan, bahwa iklim komunikasi organisasi memiliki


pengaruh yang cukup penting dalam memotivasi anggota.
Iklim komunikasi yang teramati dalam penelitian ini, menggambarkan
iklim komunikasi yang positif cenderung meningkatkan dan mendukung
komitmen organisasi. Sedangkan iklim komunikasi yang kuat seringkali
menghasilkan praktik-praktik pengelolaan dan interaksi yang lebih mendukung
aktivitas keorganisasian, seperti ketika pengambilan kebijakan. Iklim komunikasi
organisasi yang positif tidak hanya menguntungkan organisasi namun juga
penting bagi kehidupan anggota di dalam organisasi tersebut.

Proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manjemen


organisasi di KNPI Provinsi Banten berlangsung dengan suasana keterbukaan dan
saling memberi dukungan sehingga kebijakan baik tentang pelaksanaan ataupun
format pelatihan dan berbagai hal yang terkait mencapai kesepakatan, walaupun
tidak dipungkiri banyak perdebatan dan gagasan yang tidak diakomodir karena
berbagai hal (Pnt).

Dari uraian mengenai iklim organisasi di KNPI Provinsi Banten, dapat


dilihat pentingnya peran iklim komunikasi organisasi bagi kehidupan sebuah
organisasi termasuk dalam pengambilan kebijakan. Iklim komunikasi secara
teoritik terdiri dari dukungan, partisipasi, kepercayaan, keterbukaan maka
kesemua elemen tersebut bermain dan berkontribusi dalam proses pengambilan
kebijakan (Muhammad A. 2002). Kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen diambil karena ada

dukungan

kuat. Dukungan dari pimpinan,

anggota, dukungan anggaran. Dukungan lainnya bersifatnya persetujuan anggota


atas kebijakan yang diambil, kerjasama dalam perumusan format dan pelaksanaan
acara, dan dukungan yang sifatnya moral seperti memberikan semangat kepada
semua pihak dalam melaksanakankaan kebijakan yang sudah diambil.
Secara akademis iklim komunikasi terdiri dari resepsi-resepsi atas unsurunsur organisasi dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi.
Sehingga iklim komunikasi organisasi dianggap sebagai kualitas pengalaman
yang bersifat obyektif mengenai lingkungan internal organisasi, yang mencakup
persepsi anggota organisasi terhadap pesan dan hubungan pesan dengan kejadian
yang terjadi di dalam organisasi (Pace, Faules.

2002). Secara nyata iklim

komunikasi menjadi variabel dalam aktivitas KNPI Provinsi Banten khususnya

129

129

dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen


organisasi. Artinya walaupun banyak benturan pendapat dan kepentingan, semua
pihak menyadari bahwa tujuan dari pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi ini untuk pemberdayaan dan pengembangan pemuda. Budaya egaliter
dalam pengambilan kebijakan membuat iklim organisasi semakin kondusif dalam
berbagai hal. Terciptanya iklim komunikasi yang kondusif di KNPI Provinsi
Banten merupakan rangkaian tak terputus dari setiap interaksi dan kepercayaan
yang diberikan semua pihak.
Iklim komunikasi organisasi di KNPI Provinsi Banten merupakan fungsi
kegiatan organisasi untuk menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa di
KNPI Provinsi Banten mempercayai OKP dan memberi OKP kebebasan dalam
mengambil resiko, mendorong OKP dan memberi OKP tanggung jawab dalam
mengerjakan tugas-tugas dan menyediakan informasi yang terbuka dan cukup
tentang organisasi, mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh
informasi yang dapat dipercayai secara aktif memberi pengarahan kepada OKP
sehingga dapat melihat bahwa keterlibatan mereka penting bagi kebijakankebijakan organisasi.
Iklim komunikasi di KNPI Provinsi Banten secara kasat mata kondusif, artinya
semua mekanisme keorganisasian dapat dijalankan sesuai dengan prosedur.
Tetapi kalau dilihat lebih dekat ada berbagai macam kondisi-kondisi yang
mengancam keharmonisan berorganisasi, bagaimana ketidakpercayaan menjadi
alasan dasar mengapa organisasi tidak memiliki progress dan kurang kritis dalam
mengkritisi keadaan lingkungan sekitar. Bagaimana pengkhianatan terhadap
teman dan kooptasi terjadi ketika pengambilan kebijakan, ini nyata terjadi pada
organisasi modern setingkat KNPI (okp).

Iklim komunikasi di KNPI Provinsi Banten secara tidak langsung


mempengaruhi cara hidup anggota-anggotanya: kepada siapa anggota berbicara,
siapa saja yang disukai, bagaimana perasaan masing-masing anggota, bagaimana
kegiatan kerja berlangsung dan bagaimana perkembangan anggota di dalam
organisasi, sehingga kemudian tidak ada permasalahan atau ancaman-ancaman
internal yang sesungguhnya dapat diselesaikan dengan baik. Hasil observasi dan
wawancara menggambarkan, KNPI Provinsi Banten secara organisatoris secara
bertahap berusaha menciptakan iklim komunikasi yang kondusif, dimana sikap
egalitarian menjadi prinsip yang harus terrealisasikan dan sikap dan perilaku.

130

130

Menurut Redding, yang dikutip oleh Pace dan Fules menyatakan bahwa
Iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting dari pada keterampilan atau
teknik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan suatu organisasi yang
efektif. Dari sini dapat dilihat bahwa iklim komunikasi di dalam sebuah organisasi
perlu untuk diperhatikan agar dapat menciptakan sebuah organisasi yang efektif.
Iklim komunikasi tertentu memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku
anggota.
Sebenarnya banyak permasalahan di KNPI Provinsi Banten yang bisa
diselesaikan dengan komunikasi, artinya mudah dilakukan. tetapi biasanya KNPI
Provinsi Banten ini lebih berkutat pada aturan dan prosedur sehingga terlihat kaku
dan tidak fleksibel dalam menangani masalah. Permasalahan terkadang dibiarkan
tanpa ada penyelesaian. Sehingga kerap terjadi kebekuan-kebekuan akibat saling
tidak percaya atau peka terhadap masalah yang terjadi (msr)

Kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi diambil,


mengaharuskan semua pihak melaksanakan program secara efektif, mengikatkan
diri dengan organisasi, bersikap jujur dalam bekerja, meraih kesempatan dalam
organisasi secara bersemangat, mendukung para rekan dan anggota organisasi
lainnya, melaksanakan tugas secara kreatif, dan untuk menawarkan gagasangagasan inovatif bagi penyempurnaan organisasi. Strategi seperti ini terobservasi,
salah satunya disebabkan oleh iklim komunikasi. Iklim yang positif dapat
memotivasi anggota untuk berpartisipasi dalam berorganisasi. Iklim komunikasi
yang penuh rasa persaudaraan mendorong para anggota organisasi untuk
berkomunikasi secara terbuka, rileks, ramah dengan anggota yang lain. Sedangkan
iklim komunikasi yang negatif menjadikan anggota tidak berani berkomunikasi
secara terbuka dan penuh rasa persaudaraan. Jadi, iklim komunikasi memainkan
peranan sentral dalam mendorong anggota organisasi untuk mencurahkan usaha
kepada pekerjaan mereka dalam organisasi. Faktanya, pembagian tugas masingmasing bidang dalam kepanitian pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi dapat dikomunikasikan dengan baik.
Dari uraian di atas mengenai iklim komunikasi organisasi, dapat melihat
pentingnya peran iklim komunikasi organisasi bagi kehidupan organisasi. Iklim
komunikasi yang efektif di KNPI Provinsi Banten ditentukan oleh pihakpihak
yang terlibat di dalamnya, yaitu pengurus dan anggota. Komunikasi efektif antara
pimpinan dan anggota dibangun berdasarkan hubungan interpersonal. Iklim ini

131

131

secara efektif terjadi di KNPI Provinsi Banten apabila semua mampu menciptakan
kondisi yang kondusif dalam pengambilan kebijakan.
4.4.1. Dukungan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan
Sikap supportif dikalangan anggota KNPI Provinsi Banten teramati
melalui interaksi. Sikap supportif teramati ketika semua pihak saling memberi
penghargaan terhadap apapun yang dikerj dan diraih. Penghargaan menjadi spirit
tersendiri bagi semua pihak khususnya dalam proses pengambilan kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi. Artinya baik pimpinan
ataupun anggota secara bersamaan saling mendukung kinerja masing-masing.
Penghargaan dapat berupa sikap penerimaan dan kebersahajaan dalam
berinteraksi dan dalam mengemuk pendapat. Fakta ketika panitia pelaksana
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi memberikan apresiasi yang
tinggi kepada bendahara panitia dalam mengusut dan mencari informasi tentang
kejelasan anggaran yang diterima, membuat semua panitia merasa bahwa
kinerjanya dihargai dan dibutuhkan. Selanjutnya ketika penghargaan sudah mulai
tumbuh antara sesama anggota dan pimpinan, kepercayaan yang ada benar-benar
dapat dijaga dengan baik.
Ada hubungan yang sirkuler antara iklim organisasi dengan iklim komunikasi.
Tingkah laku komunikasi mengarahkan pada perkembangan iklim, diantaranya
iklim organisasi. Iklim organisasi biasanya dipengaruhi oleh bermacam-macam
cara organisasi bertingkah laku dan berkomunikasi. Iklim komunikasi yang penuh
persaudaraan mendorong anggota untuk berkomunikasi secara terbuka, rileks
ramah tamah dengan anggota yang lain. Sedangkan iklim yang negatif
menjadikan anggota tidak berani berkomunikasi secara terbuka dan penuh rasa
persaudaraan (Sktr).

Hubungan interpersonal yang terjadi di KNPI Provinsi Banten menentukan


kualitas iklim komunikasi yang ada, dimana terdapat sikap mendukung
(supportiveness). Sikap suportif merupakan sikap yang mengurangi sikap
defensif. Sikap ini muncul bila anggota tidak dapat menerima, tidak jujur dan
tidak empatik. Sikap defensif mengakibatkan interaksi menjadi tidak efektif, dan
komunikasi defensif dapat terjadi karena faktorfaktor personal (ketakutan,
kecemasan, harga diri yang rendah) atau faktorfaktor situasional lain.

132

132

Dalam proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan


manajemen organisasi, pengurus dan anggota secara supportif menyelesaikan
setiap pekerjaan yang ada. Sikap mendukung ini terwujud di KNPI Provinsi
Banten karena semua pihak bersedia menghargai ideide atau pendapat, tanggap
ketika berinteraksi. Salah satu informan mencerit bahwa banyak anggota panitia
yang tidak aktif menjadi aktif karena merasa dihargai, dibutuhkan dan diberikan
akses yang luas dalam berkomunikasi. Di sisi lain pimpinan yang peka terhadap
kebutuhan

organisasi,

sehingga

berusaha

semaksimal

mengkin

untuk

mengoptimalkan potensi yang dimiliki anggota.

Selama ini pimpinan KNPI Provinsi Banten selalu berperan dan mendukung
terciptanya suasana dan aktivitas organisasi yang kondusif bagi pengembangan
organisasi dan anggota. Sikap yang terbuka dan menghargai semua ide, gagasan
OKP memberi kami merasa dihargai dan lebih mudah mengaspirasikan
pandangan OKP. Tetapi kadang-kadang ada pula praktek-praktek yang membuat
kami sebagai anggota OKP kecewa dengan sikap KNPI Provinsi Banten yang
terjebak dengan politik praktis (Ktgb).

Dukungan di KNPI Provinsi Banten menjadi modal dasar dalam


berinteraksi dan proses pengambilan kebijakan. Artinya, tanpa sikap supportif,
tidak ada kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi. Bahkan
lebih jauh lagi, dukungan adalah alat transaksi kebijakan sehingga dapat tercipta
komunikasi dua arah yang pada gilirannya menjamin terlaksananya program
organisasi yang amanah. Dalam proses pengambilan kebijakan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi, sikap supportif ini terlihat ketika
semua pihak membutuhkan dukungan dalam perumusan dan perencanaan
kebijakan yang diambil. Hasil observasi dan wawancara menggambarkan bahwa
panitia pelaksana selalu mendukung kebijakan yang diambil. Terlepas siapa yang
diberi kepercayaan mengelola proyek tersebut, semua anggota dan pengurus bahu
membahu dalam mensukseskan pelaksanaan kebijakan tersebut. Tetapi dukungan
ini didasari oleh kepentingan- kepentingan kelompok dan individu yang memberi
dukungan. Sehingga dalam prosesnya ada saja pihak yang saling berbenturan.
Ketika Ketua panitia dan seksi dokumentasi dan publikasi merumuskan
media mana saja yang dilibatkan dalam acara ini, pihak media meminta agar
acara yang dibuat menonjolkan kapasitas media sehingga media tersebut

133

133

mendapatkan pencitraan positif di khalayak publik. Beberapa anggota dan


pengurus memaklumi

harapan dari pihak media, karena ada prinsip saling

menguntungkan dan saling membantu. Inilah sebenarnya bentuk-bentuk dukungan


yang jika dkritisi bermuatan kepentingan dan untuk keuntungan pribadi.
Sikap supportif ini juga teraktualisasikan ketika anggota dan pimpinan
berani bertanggung jawab terhadap kebijakan yang diambil, artinya konsekuensi
yang timbul dari kebijakan yang diambil, mampu dihadapi dengan penuh
dedikasi. Dalam proses perumusan sampai pelaksanaan pelatihan ini, semua
panitia dan pengurus KNPI Provinsi Banten melaksanakan acara tersebut sesuai
dengan target-target yang sudah dirumuskan. Ketua panitia pelaksana dalam hal
ini berani berkata tidak terhadap argumen dari kelompok-kelompok kepentingan
yang mengaburkan nilai dan pelaksanaan kebijakan.

4.4.2. Partisipasi Anggota dalam Pengambilan Kebijakan


Partisipasi merupakan konstruk kesadaran kritis yang diwujudkan dalam
fragsisnya sebagai sebuah kesepakatan bersama untuk melakukan sebuah kegiatan
atas dasar keinginan yang sama dari sebuah kehidupan berorganisasi atau
bermasyarakat. Partisipasi di sebuah tatanan organisasi merupakan salah satu
bentuk dari penjabaran konotatif seseorang atas dasar kesepahaman, kemauan dan
kemampuan yang dimiliki dari setiap anggota. Pengerakantian lain dari partisipasi
dalam berorganisasi adalah keterlibatan anggota sukarela oleh anggota dalam
suatu perubahan yang dikehendakinya.
Makna partisipatoris di KNPI Provinsi Banten memiliki pengertian yang
mengarah kepada kematangan dialog antara anggota dan pimpinan. Partisipasi
dilakukan pada tahap persiapan pengambilan kebijakan, pelaksanaan dan
monitoring proyek. Tahapan ini dilakukan panitia pelaksana pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi agar memperoleh informasi tentang
konteks-konteks lokal, dan manfaat apa yang dihasilkan dari kebijakan yang
diambil. Partisipatoris dimaknai di

KNPI Provinsi Banten sebagai upaya

keterlibatan anggota dalam pengambilan kebijakan.


Strategi kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi
meletakkan partisipasi aktif anggota kedalam efektifitas, efisiensi, dan sikap

134

134

kemandirian. Secara khusus, pemberdayaan dilaksanakan melalui kegiatan


perumusan format dan konteks kegiatan pelatihan. Beberapa anggota terlibat
untuk berpartisipasi dalam kegiatan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Seksi dokumentasi dan publikasi diprakarsai oleh anggota yang background
akademiknya dari jurusan komunikasi, sedangkan kesekretariatan dan bendahara
dipegang oleh anggota dengan latarbelakng studi ilmu ekonomi. Adapaun
koordinator lapangan salahsatunya dipegang oleh anggota dengan background
ilmu teknik. Partisipasi bentuk ini mudah dilakukan banyak pihak karena didasari
pada pengetahuan akademik. Beberapa ahli menyimpulkan bahwa jaminan
pembangunan berkelanjutan sebuah organisasi adalah partisipasi anggota: bahwa
partisipasi anggota melalui organisasi, saat ini merupakan kunci partisipasi efektif
untuk mengatasi masalah sosial kepemudaan.
Ada dua hal yang mendukung terjadinya partisipasi dalam tubuh KNPI
Provinsi Banten dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi, yaitu: (1) ada unsur yang mendukung untuk berpartisipasi
dalam organisasi. (2) terdapat iklim atau lingkungan (environmental factors) yang
memungkinkan terjadinya partisipasi. Partisipasi disini dipahami anggota bahwa
semua pihak dalam organisasi ini, turut serta dalam berbagai aktivitas dan juga
mendapat kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses pengambilan
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi.
Beberapa bentuk partisipasi terlihat nyata dalam aktivitas pengambilan
kebijakanpelatihan kepemimpinan dan manajmen organisasi, yang dipengaruhi
oleh fungsi dan peran masing-masing anggota. Partisipasi kosultatif dilakukan
oleh anggota dengan cara berkonsultasi serta menganalisis masalah dan
pemecahannya. Partisipasi konsultatif dilakukan karena pemahaman yang terbatas
dari panitian sehingga memerlukan penjelasan lebih lanjut. Dalam kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, diawal-awalnya, ketua
bidang organisasi yang memprakarsai proyek ini lebih banyak menerima
konsultasi dari anggota lain, karena belum ada kejelasan dan pemahaman
bersama.
Ketika ketua bidang organisasi mengajak saya berdiskusi tentang kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi dan pentingnya pelatihan
tersebut bagi anggota dan pengembangan organisasi, saya lebih banyak bertanya
dan mendengarkan penjelasan dan penjelasan. Ada beberapa hal yang belum saya

135

135

pahami khususnya mengenai format pelaksanaan dan out put yang dihasilkan,
tentu dalam kesempatan diskusi ini saya bertanya terus menerus agar dapat
penjelasan yang akurat, dan saya sangat senang karena ketua bidang organisasi
selalu berusaha menjelaskan lebih detail, walaupun saya sedikit lambat
memahaminya (okp).

Selain partisipasi konsultatif, partisipasi interaktif terlihat signifikan


dilakukan dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi. Partisipasi ini teramati ketika anggota berperan dalam menganalisis
perencanaan kegiatan pelaksanaan pelatihan dan pembentukan atau penguatan
kelembagaan. Di KNPI Provinsi Banten bentuk partisipasi ini, memiliki
kecenderungan melibatkan metode interdisipliner yang mencari keragaman
perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis, sehingga semua
pihak memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan-keputusan
sudah diambil. Dalam partisipasi interaktif ini semua pihak memiliki andil dan
akses dalam keseluruhan proses kegiatan.
Partisipasi mandiri (self mobilization) teramati ketika anggota

panitia

mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk
mengubah sistem atau nilai-nilai yang dijunjung, mengembangkan kontak dengan
lembaga lain untuk mendapatkan dukungan teknis dan sumberdaya yang
diperlukan. Unsur utama dalam partisipasi adalah adanya kesadaran dan
kesukarelaan dalam berperilaku yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
partisipan, sehingga dalam berperilaku didasari oleh motivasi yang dimiliki,
terutama motivasi instrinsik yang tinggi, baik dalam proses pengambilan
keputusan maupun dalam implementasi dan menikmati hasil-hasil dari perilaku
tersebut. Faktanya ketika anggaran kegiatan tidak mencukupi, bendahara panitia
dan seksi anggaran bergerakan mencari sumber dana diluar yang bisa
dimanfaatkan, dengan inisiatif sendiri.
Partisipasi dikembangkan dalam tubuh KNPI Provinsi Banten, khususnya
dalam proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi. Ada tiga alasan yang menyebabkan dilakukan dan didorong untuk
tumbuhnya partisipasi di KNPI Provinsi Banten yaitu: (a) Pimpinan memperoleh
informasi mengenai kondisi anggota yang sesungguhnya sehingga dapat
merumuskan strategi yang tepat. (b). Dengan dikembangkannya partisipasi, semua

136

136

pihak menjadi lebih percaya bahwa program yang ada dalam taraf pemberdayaan
pemuda menjadikan semua pihak terlibat secara langsung dalam proses, persiapan
dan perencanaannya. (c). Adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak
demokrasi bila anggota dilibatkan dalam pengembangan dan pemberdayaan
(Hikmat Herry, 2006).
Dalam proses berorganisasi, KNPI Provinsi Banten tidak terlepas dari
peran semua pihak untuk ikut berpartisipasi dalam menjalankan organisasi,
dimana didalamnya terdapat kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan budaya.
Dalam proses partisipasi yang berbasis pegembangan pemuda lokal tidak sematamata sebagai sebuah kegiatan yang hanya menghasilkan sebuah nilai
kebersamaan, tetapi juga menghasilkan sebuah tatanan

yang siap untuk

menciptakan dinamisasi, kemandirian dan mental untuk menunjukan identitas


sebuah karakter dalam kehidupan berorganisasi.
Partisipasi dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi dimulai dari sebuah perencanaan. Perencanaan mengenai
rancangan program-program atau langkah-langkah yang harus dijalan dalam
sebuah kepanitiaan, yakni panitia pelatihan kepmimpinan dan manajemen
organisasi. Peran serta struktur dalam hal ini yaitu KNPI Provinsi Banten dan
organisasi adalah menindaklanjuti sebuah perencanaan yang disusun panitia
pelaksana sebagai awal langkah sebuah partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan.
Panitia pelaksana pelatihan dalam hal ini berkoordinasi dan bekerjasama
dengan pihak lain untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan tersebut.
Pihak-pihak lain yang berpartisipasi dalam kegiatan ini adalah: nara sumber,
sponsor dana, media dan masyarakat setempat. Narasumber berasal dari kalangan
akademisi, pemerintah daerah, praktisi, partai. Sponsor berasal dari lembagalembaga pemerintah dan non pemerintah atau donatur tidak terikat. Sedangkan
media melibatkan media cetak dan elektronik seperti televisi lokal dan radio lokal.
Dengan kejelasan panitia dalam membuat perencanan yang terstruktur
tentang pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, maka anggota panitia
bisa menjelaskan makna sesungguhnya dari partisipasi itu sendiri, tidak sekedar
kegiatan fragsisnya melainkan nilai dari sebuah partisipasi yang dibangun. Dalam
proses pengorganisasiannya, partisipasi kepanitian ini tidak terlepas dari dinamika

137

137

kehidupan beranggota yang mempunyai perbedaan persepsi dan orientasi. Pada


hakekatnya partisipasi panitia pelaksana merupakan wujud dari pemberdayaan
anggota di KNPI Provinsi Banten, dimana anggota selalu diberi dan memberi
ruang untuk mengaktulisasikan segala kemampuan dalam satu tujuan bersama
yaitu KNPI Provinsi Banten kearah yang lebih baik.

4.4.3. Kepercayaan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan


Kepercayaan dalam pengambilan kebijakan merupakan modal yang
penting, sikap ini mencerminkan konsistensi dan kompetensi semua pihak.
Kepercayaan yang dibangun di KNPI Provinsi Banten berdasarkan pada rasa
empati dan aspiratif terhadap ide-ide dan gagasan yang disampaikan. Disisi lain
kepercayaan juga merupakan alat transaksi dalam menegosiasikan kebijakan yang
diambil. Di KNPI Provinsi Banten kepercayaan diartikulasikan dengan sikap
saling mengontrol satu sama lain agar kebijakan yang sudah diambil berjalan
sesuai dengan prosedur dan sesuai dengan tujuan bersama.
Dalam

menjalankan programnya, ketua bidang

organisasi dan ketua

panitia pelaksana saling mengontrol atas perkembangan pelaksanaan kegiatan


sesuai yang telah direncanakan. Panitia pelaksana dalam menjalankan tugasnya,
tidak

sedikit

menerima

ketidakpercayaan

dari

berbagai

pihak,

bahkan

dilingkungan internalnya sendiri. Menurut hasil observasi dan wawancara,


ketidakpercayaan

terjadi

karena ada pihak yang tidak melaksanakan

komitmennya terhadap pihak lain. Konsekuensinya, kepercayaan yang ada


berubah menjadi ketidakpercayaan. Seperti keraguan panitia dan komisi anggaran
atas biaya yang dibutuhkan panitia pelaksana. Dengan sendirinya hubungan kedua
belah pihak menjadi kurang baik. Hal yang menarik di KNPI Provinsi Banten
adalah bahwa kepercayaan dan ketidakpercayaan bisa muncul pada saat yang
sama dalam suatu hubungan kerja. Ketika pimpinan memberi
kepada salah satu

kepercayaan

OKP anggota agar mencari sponsor dalam pembiayaan

pelaksanaan pelatihan, didasari pada kepercayaan dan reputasi yang dimiliki OKP.
Dalam konteks inilah, kepercayaan muncul karena prestasi dan citra dari OKP
yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh pimpinan melalui berbagai sumber

138

138

menjadi pertimbangan dalam menunjuk OKP tersebut dan pimpinan memiliki


target dari acara tersebut.

Beberapa waktu lalu kami berbincang dengan pimpinan KNPI Provinsi Banten,
kala itu ada tiga pengurus inti termasuk ketua. Secara khusus mereka memberikan
penghargaan karena gerakan OKP yang kritis. Dan pada saat yang bersamaan
kami bisa menjalin komunikasi yang harmonis dengan berbagai pihak. Untuk itu
kami dilibatkan sepenuhnya dalam acara pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi. Tentu kami merasa senang dan bangga karena tidak semua OKP diberi
kepercayaan untuk terlibat acara ini. ( okp).

Kepercayaan antara pimpinan, panitia dan OKP dapat terjaga, jika


kinerjanya baik. Artinya, terjadi hubungan kesalingpercayaan keadaan sebaliknya
bisa terjadi dengan munculnya ketidakpercayaan karena pihak-pihak terkait tidak
bekerja sesuai yang diharapkan. Hubungan ini bisa terjadi karena berbagai alasan
yang antara lain dalam komitmen dilaksanakannya hasil musyawarah sebelumnya.

Beberapa kali saya kecewa terhadap anggota saya yang bekerja tanpa
sepengetahuann dan justru membuat reputasi KNPI Provinsi Banten menjadi
negatif dimata masyarakat dan pemerintah. Sebenarnya ini bisa dihindari
manakala ada koordinasi dan sesuai dengan apa yang disepakati. tidak ada sangsi
yang tegas dari organisasi tetapi setidaknya ada hukuman moral dari anggota yang
lain, ketidakpercayaan. (Kt).

Tidak semua kader KNPI Provinsi Banten mendapatkan kepercayaan


untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan, dan tidak semua pengurus selalu
sukses menjalankan program kerjanya serta menghasilkan tingkat kinerja yang
tinggi. Dengan demikian, semua pihak dalam organisasi ini harus saling berempati
dengan kondisi yang dialami pihak lain. Kaitan antara kinerja, kepuasan kerja dan
kepercayaan dalam iklim organisasi teramati pada kualitas kebijakan yang
diambil. Kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi diambil
dalam situasi penuh kepercayaan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kepercayaan
dalam iklim komunikasi organisasi merupakan hal penting yang tidak boleh
diabaikan, tetapi harus diperhatikan oleh organisasi.

4.4.4. Keterbukaan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan


Kondisi keterbukaan dalam pengambilan kebijakan dapat diwujudkan bila
pengurus maupun anggota dapat berinteraksi secara jujur terhadap informasi yang

139

139

dimiliki. Umpanya dalam forum pengambilan kebijakan atau forum-forum yang


mensyaratkan sikap kesalingterbukaan, sehingga putusannya dilandaskan pada
sikap saling percaya.
Interaksi informal di KNPI Provinsi Banten biasanya berlangsung dengan sangat
spontan dan dalam suasana yang rileks. Berbagai obrolan menyangkut realitas
berorganisasi atau sekedar guyon membuat interaksi semakin mencair. Tentu
kondisi saling terbuka dan kejujuran dalam forum formal biasanya terbawa pada
forum-forum formal seperti pengambilan kebijakan. Dan komunikasi informal
lebih memungkinkan merubah persepsi dan orientasi anggota terhadap kebijakan
tertentu (Bdorg).

Komunikasi tatap muka bisa menjadi jembatan untuk mengubah sikap,


pendapat dan perilaku anggota yang tidak sejalan dengan kepentingan organisasi.
Keterbukaan mengisyaratkan agar pimpinan dalam hal ini Ketua KNPI Provinsi
Banten bersedia menerima kritikkritik dan saran yang disampaikan anggota,
entah itu kritik yang bersifat pribadi atau kritik atas kebijakan yang diambil.
Dengan sikap bersedia menerima kritik dan saran, berarti pimpinan dapat
mengakui perasaan dan pikiran yang disampaikan oleh anggota sehingga
pimpinan juga bersedia menyebarkan informasi baru yang menyangkut kegiatan
kegiatan organisasi.
Kualitas keterbukaan di KNPI Provinsi Banten sedikitnya mengacu tiga
aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, pimpinan yang terbuka kepada
anggota

yang

diajaknya

berinteraksi.

Kedua

mengacu

pada

kesediaan

komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap informasi yang dimiliki. Aspek
ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran. Ketiga, terbuka dalam
pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan
harus dipertanggungjawabkan. Komunikasi interpersonal antar anggota KNPI
Provinsi Banten yang efektif perlu didukung oleh sikap empati dari pihakpihak
yang berkomunikasi.
Dalam komunikasi antara pimpinan dan anggota perlu tumbuh sikap
empati. Kondisi empati dapat terwujud bila pimpinan KNPI Provinsi Banten
memberikan perhatian kepada anggota dan dapat mengetahui apa yang sedang
dialami anggota berkaitan dengan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi. Panitia pelaksana pelatihan berusaha mengenal kader, baik

140

140

keinginan, kemampuan dan pengalamannya sehingga panitia mengetahui apa


yang diras oleh anggota panitia secara keseluruhan.

Ketika terjadi perdebatan yang panjang di KNPI Provinsi Banten, sebenarnya


masalahnya adalah bagaimana agar pimpinan dan anggota berempati terhadap
cara pandang, gagasan dan pengalaman anggota yang lain. Karena semakin alot
perdebatan berlangsung menunjukkan bahwa satu sama lain kurang berempati
terhadap ide yang lain. Empati ini juga biasanya bisa tumbuh dengan mudah
manakala ada interaksi yang intensif dan terarah (okp).

Sikap terbuka dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan


menejemen organisasi sedikitnya mengacu pada dua aspek komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika pimpinan atau
anggota memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Anggota atau
pimpinan yang merasa positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan perasaan
tersebut kepada anggota lain dan merefleksikannya dalam sikap dan interaksi
sehari-hari. Kedua, perasaan positif pada situasi komunikasi dalam berinteraksi.
Sikap positif ini dapat dijelaskan lebih jauh dengan istilah dorongan yang dapat
berbentuk pujian atau penghargaan. Dorongan positif mendukung citra pribadi
dan organisasi lebih baik dimata publik.
Terbuka terhadap situasi komunikasi dalam pengambilan kebijakan
khususnya kebijakan kepemimpinan dan pelatihan organisasi di KNPI Provinsi
Banten sangat fluktuatif. Dalam pengerakantian situasi ini bisa sangat politis atau
bahkan situasi normal biasa tanpa ada kepentingan dan orientasi tertentu. Proses
pengambilan kebijakan menurut hasil observasi sangat politis dalam pengertian
bahwa setiap anggota atau OKP anggota memiliki persepsi dan orientasi masingmasing sehingga terjadi perbauran ide dan gagasan yang saling berbenturan.
Situasi ini semakin kuat manakala tidak tercapai kesepakatan atas kebijakan yang
diambil. Dan sebaliknya membaik ketika ada kata mufakat dari semua pihak.
Situasi dan kondisi inilah yang terbiasa dan sudah dipahami oleh pimpinan
organisasi, sehingga

perdebatan apapun yang terjadi berakhir

dengan kata

mufakat. Adapun persepsi dan orientasi yang berbeda dipahami dengan bijak
sebagai dinamika komunikasi internal dalam pengambilan kebijakan. Kondisi ini
membuat KNPI Provinsi Banten terlihat sebagai organisasi yang dinamis baik dari

141

141

sisi program maupun dari sisi komunikasi yang dibangun baik secara internal
ataupun eksternal.
Keterhubungan beberapa variabel iklim komunikasi di KNPI Provinsi
Banten dapat digambarkan secara garis besar seperti dibawah ini:

Kepercayaan
Keterbukaan

Partisipasi

Dukungan
Pertimbangan
subjektif dan
objektif

Budaya lokal

Kebijakan pelatihan kepemimpinan


dan manajemen organisasi

Gambar 25
Iklim Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi

Gambar ini menunjukkan satu keterhubungan dan sistem dari iklim


komunikasi yang saling berkolaborasi dan bersinergi dalam pengambilan
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi. Variabel
dukungan, kepercayaan, partisipasi dan keterbukaan merupakan variabel yang
memiliki satu kesatuan dan terinternalisasi dalam pribadi anggota di KNPI
Provinsi Banten. Lebih tegas bahwa keempat variabelini dijadikan alat transaksi
dalam pengambilan kebijakan, sehingga kebijakan yang diambil merupakan
apresiasi dari ide dan gagasan anggota dan bentuk tanggung jawab anggota
terhadap pengembangan KNPI Provinsi Banten.

142

142

4.4.5. Resume
Iklim komunikasi dalam pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten
merupakan hal yang menentukan kualitas kebijakan, dan interaksi yang terjadi
dalam proses pengambilan kebijakan. Ditemukan bahwa terdapat bukti yang kuat
bahwa kebijakan yang diambil dipengaruhi oleh iklim organisasi yang terbentuk.
Iklim komunikasi organisasi

mampu membawa para anggotanya dalam

meningkatkan prestasi pencapaian tujuan organisasi. Ada beberapa faktor yang


mempengaruhi iklim komunikasi dalam pengambilan kebijakan diantaranya faktor
budaya lokal, dan pertimbangan-pertimbangan subjektif obyektif dalam
pengambilan kebijakan, sehingga prosesnya menjadi unik dan khas. Faktor
budaya lokal menggambarkan perilaku anggota KNPI Provinsi Banten yang
menjunjung tinggi budaya lokal, penghargaan dan kesetaraan. Sikap-sikap inilah
yang membuat iklim komunikasi dalam pengambilan kebijakan menjadi kondusif.
Sedangkan pertimbangan subjektif dan obyektif dimaksudkan bahwa
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, didasarkan pada
tinjauan logis berdasarkan pada kebutuhan pemuda dan pengembangan organisasi.
Pertimbangan subjektif artinya kebijakan ini manfaatnya dapat diterima oleh
semua pihak, baik internal organisasi maupun pihak eksternal organisasi.
Faktor-faktor yang teramati dalam iklim organisasi di KNPI Provinsi
Banten diantaranya; faktor dukungan, partisipasi, kepercayaan dan keterbukaan.
Supportiveness dimaknai sebagai dukungan anggota dan semua pihak dalam
pengambilan kebijakan. Dukungan dapat berupa kesediaan untuk memikirkan,
merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang

diambil. Partisipasi disini

dimaknai dengan keterlibatan anggota secara nyata dalam membuat perencanaan,


baik perencanaan teknis maupun perencanaan non teknis yang diperlukan dalam
pelaksanaan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi.
Sedangkan kepercayaan dalam pengambilan kebijakan diartikualsikan
dalam sikap saling memberi kepercayaan satu sama lain, dan saling memberi
penghargaan atas kinerja yang telah dicapai. Kepercayaan menyangkut reputasi
dan prestasi yang sudah diraih. Keterbukaan dimaknai sebagai sikap jujur dalam
memberi informasi dan berinteraksi. Artinya dalam proses pengambilan kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi kejujuran menjadi alat

143

143

transaksi kebijakan yang diambil, dimana semua pihak secara terbuka


memberikan pandangan dan kritiknya.
Kualitas keterbukaan di KNPI Provinsi Banten sedikitnya mengacu dua
aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, pimpinan yang terbuka kepada
anggota yang diajaknya berinteraksi. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu
pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap informasi yang
dimiliki. Aspek ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran. Terbuka
dalam pengerakantian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang
dilontarkan harus dipertanggungjawabkan.
4.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
Proses pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten setidaknya
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya. Faktor internal yang terdiri dari
faktor ideologi, politik internal organisasi, kepemimpinan, budaya organisasi dan
anggota. Sedangkan faktor eksternal organisasi lebih kepada aspek kebijakan
pemerintah daerah dan suhu politik lokal. Beberapa faktor ini dalam prakteknya
secara nyata saling berbenturan dan saling berpotongan. Kondisi ini disebabkan
salahsatunya oleh faktor kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang berusaha
memperjuangan tujuan dan target masing-masing. Tidak bisa dihindari, proses
pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi di
KNPI Provinsi Banten terlihat politis.
Garis-garis yang saling berhubungan menunjukkan adanya pengaruh
dan hubungan dalam proses pengambilan kebijakan yang diambil. Hubungan ini
juga terkait dengan kepentingan yang ada di KNPI Provinsi Banten, sehingga
persinggungan yang ada menyentuh pada persoalan politik lokal dan kebijakan
pemerintah daerah. Faktanya kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi diputuskan dengan konsekuensi menyesuaikan kebijakan pemda
mengenai anggaran dan keterlibatan aktor partai politik didalamnya. Sehingga
proses dan pelaksanaannya memiliki berbagai konsekuensi yang harus di hadapi
KNPI Provinsi Banten.

144

144

4.5.1. Faktor Internal


4.5.1.1.Faktor Ideologi
Pada tanggal 18 April 2010 di KNPI Provinsi Banten, ketika rapat
keempat tentang pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, anggotaanggota yang kecewa dengan ketidak aktifan anggota lainnya dalam menjalankan
agenda-agenda pelatihan kebijakan kepemimpinan organisasi yang telah
disepakati meyakini bahwa akar masalah dari ketidakatifan ini adalah lemahnya
keyakinan ideologi. Agenda-agenda yang telah disepakati tidak berjalan karena
para anggota rapat tidak melaksanakan keputusan tersebut. Ketika diadakan rapat
evaluasi, ditemukan bahwa salah satu argumentasi yang mendasarinya adalah
persoalan ideologi.

KNPI memiliki keanekaragaman termasuk perbedaan idiologi diantara idiologi


yang ada, yaitu, Agama, Nasionalis dan kebangsaan. Jelas berbeda karena
berangkat dari suatu pemahaman yang berbeda. Penganut idiologi mayoritas di
KNPI Banten adalah Agama (Islam) jika pun ada penganut agama Lain (Budha)
dengan OKP Gema Budhis, terlihat secara operasional dalam bentuk kegiatan
banyak kegiatan2 keagamaan (Islam) PHBI misalnya. Tetapi tidak ada kegiatan
keagamaan lain (Bdorg).

Beberapa kalangan mendefinisikan istilah ideologi sebagai sebuah


doktrin yang ingin mengubah dunia. Ada juga yang mengualifikasikan ideologi
sebagai sesuatu yang visioner. Beberapa literatur

mengualifikasikannya

ideologi sebagai sesuatu yang bersifat hipotetis, tak terkat, dan tidak realistis.
Karl Marx mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan
berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik
atau sosial ekonomi. Gunawan Setiardjo mengemukakan bahwa ideologi adalah
seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan
pedoman dan cita-cita hidup. Eatwell dan Wright, mengkategori ideologi kedalam
beberapa hal: pertama, ideologi sebagai pemikiran politik; kedua, ideologi sebagai
norma dan keyakinan; ketiga, ideologi sebagai bahasa, simbol, dan mitos,
keempat, ideologi sebagai kekuasaan elit.
Ideologi-ideologi di KNPI Provinsi Banten

tumbuh dan mengakar di

kalangan anggota jauh sebelum menjadi anggota di KNPI. Setelah masuk dan
aktif di KNPI barulah terlihat organisasi mana yang membesarkannya. Apakah

145

145

HMI, PMII, GMNI, IMM, dan lain-lain. Karena setiap organisasi memiliki polapola pengkaderan berbeda dan unik yang mempengaruhi pola pandang dan
perilaku kadernya. Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan, secara garis
besar ideologi di KNPI Provinsi Banten terbagi menjadi empat: ideologi yang
berbasis agama, marhaen, kemahsiswaan dan nasionalis. Dalam penelitian ini
ideologi direpresentasikan pada anggota OKP-OKP yang secara institusional
menganut ideologi tersebut, sehingga dapat digolongkan pada berbagai kategori.
Secara garis besar kategori-kategori tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:

Kemahasiswaan
HMI
PMII
IMM

Marhaen
GMNI
PDI
dll

Agama
Muhamdiyah
Nu
Ideologi
di KNPI
Provinsi
Bantean

Perti dll
Nasionalis
AMPI
PPI
PPM
FKPP
PPM dll

Gambar 26
Pemetaan OKP di KNPI Provinsi Banten Menurut Ideologi
dalam Pengambilan Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi

Ideologi di KNPI Provinsi Banten difahami sebagai cerminan berfikir


anggota atau masyarakat yang sekaligus mengantarkan menuju cita-citanya.
Ideologi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi
merupakan suatu pilihan yang jelas membawa komitmen (keterikatan) untuk
mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis anggota, maka
semakin tinggi pula komitmennya untuk melaksanakannya (Weber Max, 2000).

146

146

Ideologi di KNPI Provinsi Banten beragam tetapi keragaman ini justru


memperkuat organisasi, semua perilaku dan pola berfikir kader sedikit banyak
dipengarui oleh ideologi yang dianut, Ideologi merupakan cerminan cara berfikir
anggota atau masyarakat yang sekaligus membentuk anggota atau masyarakat itu
menuju cita-citanya. Ideologi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu
keyakinan. Ideologi merupakan suatu pilihan yang jelas membawa komitmen
(keterikatan) untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis
anggota, maka semakin tinggi pula komitmennya untuk melaksanakannya
(Sktr,).

Pada dasarnya di KNPI Provinsi Banten semua ideologi itu diikat dengan
komitmen nasionalisme. Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila, dengan komitmen
itu tidak ada lagi dominasi ideologi tertentu. Tetapi selama jalannya organisasi
benturan-benturan ideologis mulai terasa dan berdampak. Beberapa benturan
dapat terlihat dari ketidaksepahaman yang tidak mendasar. Besar kecilnya faktor
ideologi menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan tentu dilihat dari
kadar kompetensi anggota yang menganut ideologi tersebut.
Ketika rapat konsolidasi tentang kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi, terlihat bahwa faktor ideologi menjadi dasar semua pihak
terkait dalam berinteraksi dan dalam bertransaksi. Interaksi ditafsirkan sebagai
upaya mengkomunikasikan informasi menyangkut kebijakan yang diambil dan
transaksi difahami sebagai upaya mewujudkan kebijakan tersebut sebagai sebuah
kebijakan organisasi yang harus didukung semua pihak. Semua pihak yang
terlibat mencoba mengidentifikasi orientasi dan persepsi anggota dan pengurus
agar memudahkan proses dan pelaksanaan kebijakan.

4.5.1.2. Faktor Budaya Organisasi


KNPI Provinsi Banten memiliki budaya komunikasi yang menjadi salah
satu identitasnya, khususnya dalam kerangka pemenuhan kebutuhan interaksi dan
pertukaran informasi. Termasuk dalam memainkan peran-peran komunikasi, baik
diantara sesamanya (in-group) maupun ketika berhubungan dengan komunitas
yang ada di luar komunitasnya. Ciri-ciri ini, berbeda dari komunitas lain pada
umumnya yang juga memiliki ciri tersendiri dalam berkomunikasi. Budaya
komunikasi KNPI Provinsi Banten secara umum berakar pada pandangan
nasionalis kepemudaan. Budaya nasionalisme ini menjadi dasar semua perilaku
organisasi, termasuk perilaku komunikasi anggota-anggotanya. Prinsip karakter

147

147

kepemudaan

yang mengutamakan keseimbangan orientasi dalam memahami

aktivitas politik daerah.


Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi
masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana
dengan baik dan oleh karena itu diajarkan atau diwariskan kepada angota-anggota
baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasa terkait dengan
masalah-masalah tersebut (Pangewa, 2004).

Sedangkan budaya organisasi di

KNPI Provinsi Banten dipahami sebagai pokok penyelesaian masalah-masalah


ekternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh semua
anggota dan kemudian mewariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang
tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah
terkait seperti di atas.
Pimpinan dan anggota KNPI Provinsi Banten memahami bahwa
komponen-komponen budaya seperti adat istiadat, tradisi, peraturan, aturanaturan, kebijaksanaan dan prosedur dapat membuat kebijakan menjadi lebih
mudah dijalankan dan meningkatkan produktivitas organisasi. Budaya organisasi
yang dimiliki membuat anggota lainnya merasakan kenyamanan, keamanan,
kebersamaan, rasa tanggung jawab, turut memiliki. Untuk itu, perlu ada upaya
serius

dari

seluruh

SDM

organisasi

(Stake holder) untuk

memlihara

keberadaannya.

Dinamika di KNPI menurut saya cenderung tidak konstruktif, karena budaya dan
iklim yang terbangun belum berorientasi pada kemapanan berorganisasi, sehingga
perbedaan cara pandang tiap-tiap anggota yang memiliki latarbelakang dan
ideologi berbeda tersebut seringkali tidak dapat dipertemukan dan menjadi
konflik internal yang menghambat kemajuan organisasi. Kondisi ini diperparah
dengan kepentingan pihak luar yang turut mempengaruhinya (Pegmt).

Ada dua macam pendekatan dalam pengambilan kebijakan yang menjadi


budaya di KNPI Provinsi Banten Pertama pendekatan obyektif dan pendekatan
subjektif. Pendekatan ini hakikat dari masalah pengambilan kebijakan saat
mewujudkan tindakan. Perilaku atau sikap adalah masalah formalitas atau normanorma yang ada dalam peta kognisi anggota untuk melakukan apa yang telah

148

148

biasa dilakukan organisasi dalam menentukan alternatif terbaik. Dengan kata lain
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi dilakukan dengan
pendekatan dan ukuran-ukuran prosedural yang diterima semua pihak. Kedua
adalah pendekatan subjektif, yang lebih mengutamakan masalah ukuran nilai
anggota secara pribadi, yang disebut kepuasan atau kegunaan. Kegunaan atau
kepuasan tersebut bersifat pribadi, tetapi sangat ditentukan oleh organisasi dan
budaya

yang

dianutnya.

Artinya

secara

subjektif

kebijakan

pelatihan

kepemimpinan dan manajemen organisasi dirasa manfaatnya secara individu.


Dalam proses pengembangannya, budaya organisasi di KNPI Provinsi
Banten dipengaruhi oleh faktor-faktor: kebijakan organisasi (Organisation
Wisdom), gaya Organisasi (Organisation Style), dan jati diri Organisasi
(Organisation Identity). Kebijakan Organisasi (Organisation Wisdom) ditunjang
oleh Filosofi Organisasi (serangkaian nilai-nilai yang menjelaskan bagaimana
Organisasi dengan pelanggan, produk atau pelayanannya, bagaimana anggota
berhubungan satu sama lain, sikap, perilaku, gaya pakaian, dan lain-lain serta apa
yang bisa mempengaruhi semangat, keterampilan yang dimiliki dan pengetahuan
yang terakumulasi dalam Organisasi. Jati diri Organisasi (Organisation Identity)
ditunjang oleh Citra Organisasi, Kredo (semboyan) Organisasi, dan proyeksi
Organisasi atau apa yang ditonjolkan Organisasi. Gaya Organisasi (Organisation
style) ditunjang oleh profil anggota, pengembagan SDM dan atau bagaimana
penampilan KNPI Provinsi Banten tersebut di lingkungan Organisasi lainnya
(Muhammad, 2002).

4.5.1.3. Faktor Kepemimpinan


Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda-beda pada masing-masing
anggota organisasi. Konsep tentang kepemimpinan didefinisikan sesuai dengan
persfektif individual dan aspek fenomenal. Kepemimpinan di KNPI Provinsi
Banten didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku,
pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi hubungan peran, serta persepsi
oleh orang lain mengenai keabsahan pengaruh (Syamsudin A,2009).
Ketua KNPI Provinsi periode sekarang berasal dari organisasi IMM
(Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) yang berprofesi sebagai pengusaha,

149

149

bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan memiliki prinsip


akomodatif terhadap kebutuhan semua pihak. Beberapa informan ketika
diwawancarai, mengakui karakter dan prinsip yang dimiliki sang ketua cenderung
lebih memilih jalan tengah dan menghindari konflik dan terkesan kurang memiliki
progress bagi pengembangan organisasi. Style yang kooperatif membuat langkah
organisasi menjadi lamban, karena semua perhatiannya terfokus pada penataan
internal lembaga.

Saya sebagai pemimpin lebih memilih sikap kooperatif dan akomodatif dengan
berbagai pihak terutama dari sisi internal organisasi. Sikap ini penting bagi
anggota pemimpin untuk menjaga stabilitas dan harmonitas, terbukti beberapa
persoalan yang muncul dan ketika saya kooperatif sikap ini cukup menyelesaikan
masalah, adapun kalau ada penilaian bahwa saya kurang memiliki progress dalam
organisasi, silahkan dilihat bagaimana program-program KNPI Provinsi Banten
dijalankan dan berjalan sukses. Dalam setiap periode selalu ada pihak yang
menilai hanya dari sisi negative dan itu biasa dalam berorganisasi (Kt).

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengamat politik lokal dan tokoh


masyarakat, menggambarkan bahwa KNPI Provinsi Banten idealnya memiliki
pemimpin yang kredibel, mampu menuntun organisasi sesuai dengan asas-asas
modern, sekaligus bersedia memberikan manfaat kepada anggota dan masyarakat
luas lainnya. Keberhasilan pengambilan kebijakan tidak terlepas dari pemimpin
yang memiliki nilai produktifitas dan prestasi. Pemimpin yang lahir di KNPI
Provinsi Banten adakalanya muncul karena bakat yang luar biasa yang dibawanya
sejak lahir. Paham inilah yang menciptakan teori deterministis. Dalam situasi lain,
seorang pemimpin lahir karena proses sosial dalam masyarakat, salah satu faham
inilah yang dianut oleh KNPI Provinsi Banten, bahwa pemimpin harus
mempunyai naluri kepemimpinan yang peka sehingga mampu menangkap
kebutuhan anggota dan mempunyai insting pengembangan organisasi kedepan.
KNPI Provinsi Banten membutuhkan seorang pemimpin yang mampu
menumbuhkan daya kritis pemuda dalam menyikapi pemerintah dan
memaksimalkan kiprah dan peran organisasinya di tengah-tengah masyarakat.
Pemimpin yang secara manajerial mampu mengayomi anggotanya dan pemimpin
yang memiliki progress bagi organisasi. Dan tentu pemimpin yang tidak terjebak
dalam pragmatisme politik praktis yang justru menumpulkan semangat organisasi
dalam mengkritisi kebijakan pemerintah (Tkh).

150

150

Karakteristik kepemimpinan KNPI Provinsi Banten idealnya berdasarkan


kemampuan intektual, pemimpin yang mempunyai ide atau gagasan kreatif, kritis
dan berani tampil. Pemimpin yang dituntut mempunyai basis pengetahuan yang
sangat mungkin melakukan perubahan konstruktif di tengah-tengah masyarakat
baik internal maupun eksternal. KNPI Provinsi Banten merupakan ujung tombak
kiprah pemuda lokal, oleh karena itu basis intelektualisme merupakan prasyarat
penting bagi pemimpin (Tokoh masyarakat). Pemahaman intelektual merupakan
sebuah komitmen alamiah, mampu mengambil jarak pada kekuasaan dan mampu
mempertahankan suatu perspektif kritis atas kekuasaan yang berkembang di
daerah.

4.5.2. Faktor Eksternal


4.5.2.1. Faktor Politik Lokal
Tuntutan

peran signifikasi pemuda dalam mendorong keberpihakan

pembangunan kepada masyarakat utamanya dalam mengatasi problematika daerah


di kalangan pemuda. Pemuda ditempatkan sebagai lokomotif dalam mendorong
perubahan masyarakat kearah yang lebih baik.

Dorongan

tuntutan tersebut,

membuat KNPI sebagai wadah perjuangan pemuda menjadi inspirasi dalam


merumuskan kebijakan organisasinya, dengan dituangkan dalam programprogram kegiatannya, seperti halnya dengan membuat program kegiatan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi, diharapkan dapat memberikan
pelatihan kepada pemuda agar mandiri dalam bidang organisasi tidak tergantung
pada kondisi dan situasi organisasi lain.
Faktor politik, mendorong kebijakan keorganisasian, terutama dalam
politik pemuda. Upaya mendorong pemerintah agar pengambilan kebijakannya
berpihak kepada pemberdayaan pemuda menuntut peran politik KNPI, dan harus
berhadapan dengan pemerintah atau kekuatan politik lainnya. Hasil wawancara
dan observasi menunjukkan, pada moment-moment tertentu KNPI mengambil
langkah lain dalam upaya memperjuangkan semangat pembangunan dan
pemberdayaan. Dalam banyak hal, ada dan banyak kebijakan pemerintah yang
kurang memperhatikan pembangunan bidang kepemudaan. Sektor pembangunan
SDM kepemudaan masih menjadi hal yang belum mendapatkan porsi yang

151

151

memadai, sehingga cenderung masih diabaikan dan tidak konsisten serta tidak
berkelanjutan bagi pemberdayaan kepemudaan.
Beberapa informan menginfomrsikan bahwa realitas politik yang terjadi
di daerah Banten, secara tidak langsung mempengaruhi suhu aktivitas dan
orientasi kebijakan organisasi. Angota-anggota KNPI Provinsi Banten yang
terlibat dalam partai politik, memiliki orientasi dan persepsi agar kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajmen organisasi lebih bermuatan pada model
kepemimpinan politik. Ini dimaksudkan agar pergantian kepemimpinan partai
diisi oleh kader-kader KNPI Provinsi Banten yang

memiliki basis pelatihan

kepemimpinan politik. Arah kebijakan ini dipertahankan oleh kader-kader partai


yang juga kader KNPI Provinsi Banten.
Faktor politik menurut beberapa informan, berpengaruh ketika KNPI
Provinsi Banten secara terbuka meminta dukungan politis pada praktisi partai
untuk kebijakan yang

diambil. Kebijakan pelatihan kepemimpinan dan

manajemen organisasi melibatkan unsur partai dalam pelaksanaannya sehingga


ada beberapa konten atau materi pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi yang diisi oleh praktisi partai dan berorientasi politis. Sebenarnya
faktor politik tidak berpengaruh ketika KNPI Provinsi Banten secara institusional
tidak meminta dukungan. Dukungan yang dimaksud KNPI Provinsi Banten
biasanya berupa dukungan anggaran, atau dukungan legislasi atas kebiajakn yang
diambil.
Keunikan ekspresi politik yang dimainkan cenderung tidak konstan.
Banyak himbauan masyarakat

agar KNPI Provinsi Banten tidak berpolitik

praktis, tetapi secara bersamaan kader-kader di dalamnya secara terbuka telah


berkiprah dalam partai, baik ketika menjelang pemilu atau pilkada. Inilah salah
satu bentuk keunikan komunikasi yang harus diperankan KNPI Provinsi Banten.
Artinya KNPI Provinsi Banten harus mampu menjelaskan kiprah dan perannya
dalam berpolitik tetapi tetap dituntut idealisme dan independendsinya.
Menurut hasil wawancara dengan ketua bidang organisasi,

dalam

kerangka sistem politik, realitas politik yang ada di Banten menggambarkan


adanya proses dan fungsi yang dilalui KNPI Provinsi Banten sesuai dengan
tuntutan situasional. Dan semua fungsi yang ditampilkan oleh suatu sistem

152

152

organisasi, seperti mengkritisi kondisi politik, mengawal dan turut memberikan


kontrol politik, dilaksanakan melalui sarana komunikasi. Lewat komunikasi
inilah, KNPI Provinsi Banten dan pihak terkait, serta para tokoh masyarakat dan
pemuka agama lainnya memperjuangkan nilai daerah.
Proses politik yang berlangsung dalam pengambilan kebijakan, baik secara
kultural maupun struktural, mengantarkan KNPI Provinsi Banten dalam realitas
politik yang

dilematis. Berkaitan dengan realitas tersebut, terdapat beberapa

unsur komunikasi yang menyiratkan fungsinya yang masih belum jelas diketahui.
Keterkaitan KNPI Provinsi Banten sebagai organisasi yang independen dan
dengan sikap dan perilaku politik kadernya yang secara terbuka terlibat dalam
partai. Dalam banyak hal menarik diamati, untuk mengungkap lebih jauh
hubungan-hubungan kausalitas diantara faktor-faktor yang memungkinkan KNPI
Provinsi Banten bepolitik praktis. Dinamika sosial politik daerah Banten dikaji
bukan saja karena faktor pengaruh yang besar, tetapi juga karena kenyataan
bahwa sebagai organisasi kepemudaan, KNPI Provinsi Banten menampilkan
nasiolisme kepemudaan yang khas. Ekspresi politiknya terlihat dalam bentuk
kekuatan-kekuatan komunikasinya, dan dalam politik daerah.

4.5.2.2. Faktor Kebijakan Pemerintah


Beberapa informan dalam penelitiannya ini menginformasikan bagaimana
pengaruh kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap kiprah KNPI Provinsi Banten.
Dalam banyak hal ada dan banyak kebijakan pemerintah yang terkadang kurang
memperhatikan terhadap pembangunan bidang kepemudaan, sektor pembangunan
SDM kepemudaan masih menjadi hal yang belum mendapatkan porsi yang
memadai, sehingga cenderung masih diabaikan dan tidak konsisten serta tidak
berkelanjutan bagi pemberdayaan pemuda lokal kedepan. Kebijakan-kebijakan
yang kurang berpihak pada pemuda ini, menjadi tanggung jawab KNPI Provinsi
Banten

agar

merumuskan

berbagai

kebijakan

yang

berorientasi

pada

pemberdayaan dan pengembangan pemuda lokal. Beberapa kebijakan dirumuskan


dan diambil KNPI Provinsi Banten seperti kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi.

153

153

Pemerintah memiliki program-program yang dikhususkan bagi pemuda, baik


untuk peningkatan SDM ataupun kegiatan yang sifatnya teknis operasioanl.
Tetapi dibandingkan dengan kebutuhan pengembangan dan pemberdayaan
pemuda lokal sangat jauh dari harapan. Program-program lebih banyak bersifat
teknis operasional dan cenderung formalitas belaka. Dari itu pemerintah
terkadang mencampuri kepentingan KNPI Provinsi Banten, baik dari sisi
anggaran, masalah kebijakan bahkan masalah operasional sekalipun (Kborg)

Prinsipnya KNPI Provinsi Banten dan pemerintah memiliki hubungan


strategis dalam mengemban amanat pemberdayaan pemuda. Beberapa praktek
keterhubungan masih terlihat dalam beberapa kegiatan strategis dimana
pemerintah dan KNPI Provinsi Banten saling membantu, mendukung dan
menguatkan satu sama lain. Kegiatan apapun di KNPI Provinsi Banten selalu
melibatkan pemerintah daerah. Begitu juga ketika pemerintah sudah mulai
terganggu dengan aksi-aksi pemuda yang mengaspirasikan daya kritisnya melalui
demonstrasi,

KNPI diminta untuk menjadi mediator dalam menyelesaikan

tuntutan yang dimaksud.

Pemerintah dalam hal ini Dispora, memiliki hubungan kemitraan strategis


dengan KNPI Provinsi Banten. Tetapi kalau masalah kebijakan dan programprogram kami secara formal tidak memiliki intervensi dalam bentuk apapun.
Program Dispora dan KNPI berjalan masing-masing, walaupun terkadang saling
berkoordinasi. Dispora hanya sebagai legislator atas semua kebijakan yang
diambil KNPI (Kbdsp).

Pemerintah daerah yang diwakili Dispora Provinsi Banten ketika


diwawancarai, menjelaskan bahwa ada persoalan-persoalan prinsip organisasi
yang tidak bisa diselesaikan dalam hubungan kemitraan. KNPI Provinsi Banten
dan pemda setempat memiliki kewenangan dan orientasi yang berbeda, dan
intervensi dilakukan dengan jaringan komunikasi yang sudah dibangun
sebelumnya. Beberapa informan dari KNPI Provinsi Banten dan beberapa OKP
membenarkan bahwa terjadi intervensi dan pengabaian pemerintah terhadap
KNPI. Namun persoalan ini tidak menghambat kiprah KNPI Provinsi Banten
secara kelembagaan. Dalam beberapa praktek pemerintah daerah makin memberi
ruang yang kecil bagi kiprah KNPI Provinsi Banten kedepan.

154

154

4.5.3. Resume
Secara internal ada beberapa aspek yang melekat dan mempengaruhi
dinamika komunikasi dalam pengambilan kebijakan diantaranya: ideologi, jumlah
anggota, struktur hierarki dan struktur pengurus, faktor budaya organisasi. Budaya
komunikasi KNPI Provinsi Banten secara umum berakar pada pandangan
nasionalis kepemudaan. Budaya nasionalisme ini menjadi dasar semua perilaku
organisasi, termasuk perilaku komunikasi anggota-anggotanya. Prinsip karakter
kepemudaan

yang mengutamakan keseimbangan orientasi dalam memahami

aktivitas politik daerah.


Sedangkan faktor eksternal yang turut mewarnai dinamika komunikasi
dalam pengambilan kebijakan adalah: faktor kebijakan pemerintah daerah dan
suhu politik daerah. Faktor eksternal dan internal ini mewarnai dinamika
komunikasi yang ada, dan semua faktor ini menentukan pola komunikasi yang
harus digunakan. Dua macam pendekatan dalam pengambilan kebijakan yang
menjadi budaya di KNPI Provinsi Banten Pertama pendekatan obyektif dan
pendekatan subjektif. Kepemimpinan di KNPI Provinsi Banten didefinisikan
dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang
lain, pola-pola interaksi hubungan peran, serta persepsi oleh orang lain mengenai
keabsahan pengaruh
Pendekatan ini hakikat dari masalah pengambilan kebijakan saat
mewujudkan tindakan. Perilaku atau sikap adalah masalah formalitas atau normanorma yang ada dalam peta kognisi anggota untuk melakukan apa yang telah
biasa dilakukan organisasi dalam menentukan alternatif terbaik. Dengan kata lain
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi dilakukan dengan
pendekatan dan ukuran-ukuran prosedural yang diterima semua pihak. Kedua
adalah pendekatan subjektif, yang lebih mengutamakan masalah ukuran nilai
anggota secara pribadi, yang disebut kepuasan atau kegunaan. Kegunaan atau
kepuasan tersebut bersifat pribadi, tetapi sangat ditentukan oleh organisasi dan
budaya

yang

dianutnya.

Artinya

secara

subjektif

kebijakan

pelatihan

kepemimpinan dan manajemen organisasi dirasa manfaatnya secara individu.


Di KNPI Provinsi Banten semua ideologi itu diikat dengan komitmen
nasionalisme. Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila. Berdasarkan hasil observasi

155

155

dan pengamatan, secara garis besar ideologi di KNPI Provinsi Banten terbagi
menjadi empat: nasionalis, agama, marhaen, kemahasiswaan dan kebangsaan.
Faktor politik sering amat dominan dalam mendorong kebijakan keorganisasian,
terutama dalam memainkan peran politik kepemudaan sebagai upaya mendorong
pemerintah agar pengambilan kebijakannya berpihak kepada masyarakat banyak,
peran politik kepemudaan KNPI terkadang harus berhadapan dengan pemerintah
atau kekuatan politik lainnya, sehingga terkadang mengharuskan bagi KNPI untuk
mengambil langkah lain dalam memainkan peran politiknya. Prinsipnya KNPI
Provinsi Banten dan pemerintah memiliki hubungan strategis dalam mengemban
amanat pemberdayaan pemuda.
Proses politik yang berlangsung dalam pengambilan kebijakan, baik secara
kultural maupun struktural, mengantarkan KNPI Provinsi Banten dalam realitas
politik yang

dilematis. Kebijakan pemerintah yang terkadang kurang

memperhatikan terhadap pembangunan bidang kepemudaan, sektor pembangunan


SDM kepemudaan masih menjadi hal yang belum mendapatkan porsi yang
memadai, sehingga cenderung masih diabaikan dan tidak konsisten serta tidak
berkelanjutan bagi pemberdayaan pemuda lokal kedepan. Kebijakan-kebijakan
yang kurang berpihak pada pemuda ini, menjadi tanggung jawab KNPI Provinsi
Banten

agar

merumuskan

berbagai

kebijakan

yang

berorientasi

pada

pemberdayaan dan pengembangan pemuda lokal. Beberapa kebijakan dirumuskan


dan diambil KNPI Provinsi Banten seperti kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi.

156

156

5. SIMPULAN DAN SARAN


5.1. Simpulan
Penelitian tentang pengambilan kebijakan pengembangan pemuda di KNPI
Provinsi Banten menyimpulkan dinamika komunikasi dipengaruhi beberbagai
faktor, baik faktor internal organisasi ataupun faktor eksternal organisasi. Faktorfaktor tersebut saling bersinggungan dan berpotongan satu sama lain sehingga
membentuk jaringan-jaringan tersendiri dan membentuk kelompok-kelompok
kepentingan, yang menjadikan komunikasi organisasi makin dinamis, sehingga
berdasarkan hasil kajian dan analisis dapat disimpulkan:
1.

Pola komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi


Banten terdiri dari:
a) Pola komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan di KNPI
Provinsi Banten, berpola downward dan upward,

digunakan ketika

ada pengarahan dari pimpinan kepada anggota, dan atau ketika ada
laporan dari anggota kepada pimpinan mengenai informasi yang
menyangkut kebijakan yang diambil. Arah komunikasinya bersifat
linear dan formal serta terikat pada struktur hierarki forma organisasil.
b) Pola komunikasi horizontal, dilakukan ketika konsolidasi antar
anggota dan pengurus, dan negosiasi atas kebijakan yang diambil.
Bersifat transaksional, serta melibatkan jaringan komunikasi formal
dan informal.
c) Pola komunikasi diagonal, dilakukan untuk mengkonfirmasi atas
permasalahan yang diakibatkan oleh kebijakan yang diambil, bersifat
transaksional, lintas struktural dan melibatkan lebih banyak pihak
dalam organisasi.
2.

Iklim komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan di KNPI


Provinsi Banten terdiri dari:
a) Dukungan, merupakan kesediaan anggota dan pengurus untuk terlibat
dan

bekerja

dalam

proses

pengambilan

kebijakan,

yang

representasinya sesuai dengan kewenangan dan kapasitas masingmasing anggota dan pengurus.

157

157

b) Partisipasi, merupakan keterlibatan anggota secara sukarela dalam


pengambilan dan pelaksanaan kebijakan, paritisipasi di KNPI Provinsi
Banten berbentuk partisipasi fungsional yang didasarkan pada
orientasi fungsional anggota dan pengurus organisasi.
c) Kepercayaan, merupakan integrasi dari sikap konsistensi dan
tanggung jawab anggota dan pengurus dalam pengambilan kebijakan
yang teraktualisasikan dengan komitmen dan sikap saling memberi
penjelasan serta saling menguatkan antara satu anggota dengan
anggota lain dalam proses pengambilan kebijakan.
d) Keterbukaan, dimaknai sebagai sikap jujur dalam memberikan
informasi yang mengacu pada dua aspek; pimpinan yang terbuka
kepada anggota dan kesediaan pimpinan dan anggota untuk
berinteraksi dengan jujur dalam merumuskan kebijakan yang diambil.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pelatihan kepemimpinan dan

manjemen organisasi di KNPI Provinsi Banten terdiri dari:


a) Faktor internal, terdiri dari faktor ideologi, budaya organisasi,
kepemimpinan dan faktor anggota.
Ideologi di KNPI Provinsi Banten terbagi menjadi empat: kebangsaan,
kemahasiswaaan, agama dan marhaen.
Budaya organisasi, mengacu pada nilai-nilai lokal dan berdasarkan
pada

dua

pertimbangan,

yakni

pertimbangan

objektif

dan

pertimbangan subjektif dalam pengambilan kebijakan.


Kepemimpinan, menjadi faktor penentu arah dan kualitas kebijakan,
bentuk kepemimpinan di KNPI provinsi Banten bersifat struktural
hirarkis.
Anggota KNPI Provinsi Banten terdiri dari OKP yang berhimpun dan
KNPI Kabupaten dan Kota, dalam proses pengambilan kebijakan
setiap anggota memiliki perilaku berbeda dan khas sesuai tingkat
kebutuhan terhadap kebijakan yang diambil.
b)

Faktor eksternal yang mempengaruhi proses pengambilan kebijakan


pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi di KNPI Provinsi
Banten terdiri dari: faktor kebijakan pemda, politik lokal.

158

158

Faktor kebijakan pemda, merupakan program-program dari


pemrintah setempat yang diperuntukkan bagi pengembangan
pemuda lokal. Dalam satusisi kebijakan pemerintah daerah kurang
mengapresiasikan pengembangan pemuda sehingga mendorong
pemerintah untuk terlibat dalam persoalan-persoalan internal KNPI
Provinsi Banten.
Politik lokal, merupakan kondisi atau realitas politik yang terjadi di
daerah, yang memiliki keterhubungan dengan kondisi internal
KNPI Provinsi Banten. Kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi tidak memiliki nilai politis, tetapi orientasi
dan

konteks

kebijakannya

diintervensi

pihak

luar

yang

membutuhkan dukungan politis.

5.2. Saran
Secara umum dinamika komunikasi dalam pengambilan kebijakan yang
terjadi di KNPI Provinsi Banten merupakan suatu kondisi yang bersifat kompleks
baik dilihat dari komunikator maupun dari komunikan. Dalam situasi semacam ini
tentu tidak mudah untuk merumuskan pola komunikasi yang dapat digunakan
dalam pengambilan kebijakan, beberapa saran dapat diberikan berdasarkan hasil
penelitian diantaranya:
1. Dengan keberagaman anggota di KNPI Provinsi Banten hendaknya

pola

komunikasi yang digunakan dalam pengambilan kebijakan berpola pada


komunikasi partisipatoris dengan arah aliran komunikasi horizontal dan
diagonal. Pola komunikasi seperti ini, lebih mengedapankan nilai kebersamaan,
penghargaan dan dapat meminimalisir praktek dominasi komunikasi yang
kerap terjadi.
2. Iklim komunikasi dalam pengambilan kebijakan idealnya berdasarkan pada
sikap logis dan supportif semua pihak, sehingga kebijakan yang diambil tidak
diwaranai dengan kepentingan-kepentingan yang mengaburkan nilai dan etika
organisasi.

159

159

3. Faktor internal organisasi seharusnya menjadi potensi kekuatan dalam


membangun jaringan komunikasi khusunya dalam proses pengambilan
kebijakan, sehingga tidak ada kelompok kepentingan yang mencapai tujuan
masing-masing dan mengaburkan makna kebijakan yang diambil.
4. KNPI

Provinsi

Banten

harus

mampu

menghindarkan

organisasi

darikepentingan politik pragmatis dengan tidak melibatkan diri pada momentmoment politis sehingga kebijakan yang diambil steril dan tidak dipengaruhi
kepentingan pihak luar dan cita-cita pengembangan pemuda lokal lebih mudah
dilakukan.

160

160

DAFTAR PUSTAKA

Agus M. 2008. Teori Komunikasi. Modul 10. Universitas Terbuka: Jakarta.


Agusyanto R. 2007. Jaringan Sosial Dalam Organisasi. Jakarta: Grafindo
Persada.
Aloliliweri. 1995. Sosiologi Organisasi. edisi 5. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Bandung.
Alfat

Abdul Fatah. 20008. KNPI dan Patronasi dalam


Peran.www.knpi.or.id. diakses tanggal 05 Februari 2010.

Degradasi

Aloliliweri. 1995. Sosiologi Organisasi. Edisi 5. Bandung: PT Citra Aditya Bakti


Bandung.
Alvin

A G, Carl E L. 1998. Komunikasi Kelompok. Jakarta: Universitas


Indonesia Press.

Ardianto Elvinaro, Anees Q. Bambang. 2007.


Bandung: Siombiosa Rekatama Media.

Filsafat Ilmu Komunikasi.

Apriliana. 2009. Desain Pelatihan Ketahanan Pemuda. (Thesis) Jakarta:


Pascasarjana Universitas Indonesia.
Azainil, 2003, Analisis Hambatan Komunikasi Oganisasi Pemerintah Desa di
Kabupaten Bogor (Thesis). Bogor: Pascasarjana IPB.
Barlund.dc.1970. Transacsional Modal of Communication. (in Kaka Sereno dan
CD mortension Editor : Foundation and Communication Theory) New
York: Harver.
Barnard David Q. 1977. The Measurement of Communication Climate in
Organizations: The Releability of a New Inventory. Brigham: Young
University Provo.
Berlo, D.1960. The Process of Communication: Un Introduction to Theory In
Practise. San Francisco: Rinehart Press.
Bisri CH, Eva R. Penyunting. 2002 Model Penelitian Agama dan Dinamika
Sosial. Raja Grafindo Persada Jakarta.
Black

JA, DJ Champion. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial


(Penerjemah E.Koeswara dkk). Bandung: Eresco.

161

161

Bogdan RC, SK Biklen 1982. Qualitative Research for Education: an


Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.
Bois Samual. 1978. The Art of Awarenees. Dubuqua Lowa: Wm C. Brown.
Bungin B. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.
_______ 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Carmelita M. 2002. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Komunikasi
Kelompok Pada Proses Pengambilan Keputusan Inovasi. (Thesis)
Bogor: Pascasarjana IPB.
Claude Shannon dan Wever W. 1949. The Mathematical Theory of
Communication. Urbana: University of Illinois Press.
Creswell

JW. 1998. Research Design Qualitative-Quantitative and Mixed


Methods Approaches, London: Sage Publication.

Dan D Nimmo. 1985. Komunikasi Politik. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Data Statistik BPS 2003,http.www.bps.go.id/sector/population.www.datastatistikindonesia.com. diakses tanggal 05 Februari 2010.
Deddy

KPA,
2008.
Metode
Komunikasi
dalam
Organisasi.
www.mediakomunika.or.id. Diakses tanggal 05 Februari 2010

DeFleur Melvin L. 1993. Fundamentals of Human Communication. California:


MyField Publishing Company.
Denzim, Lincon 1994. Interpretive Biography; Qualitative Research Method
Series 17. California: Sage Publications.
Draft Rapat Kerja ke 1-2 DPD KNPI Provinsi Banten. 2008. Banten.Knpibanten
Press.
Eddy

S. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keefektifan


Organisasi Pemerintah Daerah (Thesis) Bogor: Pascasarjana IPB.

Epstein AL, Mitchell J Clyde. 1961. The Network and Urban Social
Organization, Social network in Urban Situations. Manchesther:
Manchesther University Press.
Effendi Onong Uchyana. 1994. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosdakarya
______ 2001. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

162

162

______2002. Dinamika Komunikasi. Bandung PT. Remaja Rosdakarya.


Erving

Goffman.
2010.
Dramaturgy
and
On-Line
Relationship.
www.socio.demon.co.uk.magazine. diakses 05 Februari 2010.

Etzioni A. 1998. Organisasi-Organisasi Modern. Jakarta: Universitas Indonesia


Press
Franzt Rogerakan S, X-Efficiency . Theory Evidence and Application. Boston:
Kluwer Academic Published.
Griffin. 2003. A First Look at Communication Theory. London: McGrraw-Hill
Companies.
Goldhaber Gerakanald M. 1986. Organizational Communication. New York:
Lowa Wm. Brown Publisher.
Guba, Egon G. Ed. 1990. The Paradigm Dialog. Newbury Park. London New
Delhi: Sage Publications.
Gouzley Ruth M. 1992. Organization Climate and Communication Climate
Management Communication Quarterly.
California: Sage
Publications.
Hickson DJ. 1987. Decision Making at the Top of Organizations, Annual review
of Sociology, New York.
Hidayat DN. 1999. Paradigma Klasik dan Hypoyheco Method. Bahan penunjang
kuliah Metodelogi Penelitian soaial Program studi Ilmu-ilmu sosial.
Jakarta: Program Pascasajan universitas Indonesia.
Hikmat, Herry. dan Kusn, Adimihasdja. 2006. Strategi
Masyarakat. Bandung: Humaniora.

Pemberdayaan

Ibrahim S. 2001. Komunikasi Sebagai Faktor Determinan pengendalian Konflik


Keorganisasian. Mediator.
Jurnal Komunikasi Vol 2.Bandung:
Unisba.
Ivancevich dan Donneley. 1991. Organisasi dan Manajemen: Perilaku Struktur
Proses. Jakarta: Erlangga.
Keputusan Menteri Pemuda dan Olah Raga 2008. Usia Produktif Pemuda.
www.menpora.or.id. diakses tanggal 05 Februari 2010.
Koehler, Jerry W. 1976.
Oraganizational Communication: Behavioral
Perspective. New York: Holt Rinehat and Winston.

163

163

Koontz, Harold dan Cyrill ODonnell, Weiher. 1999. Principles of Management.


Edisi ke 4, New York: McGraw-Hill.
Kraush Sidney. 1978. The effect of Mass Communication Political Behavior.
London: Penn University Press.
Krech David. 1962. Individual in Societty; A Texbook of Social Psychologgy,
McGraw-Hill Kogakusha Ltd, California.7. Handling Berries in
Communication. New York: Harper & Row.
Kuswarno E. 2001. Efektivitas Organisasi. Jurnal Komunikasi Mediator Vol 2.
Bandung: Unisba.
Lee Irving J. dan Laura L. Lee. 1995. Handling Barries in Communicatio. New
York: Harper dan Row.
Linda L. Putnman dan Michael E. pancanowsky. 1983. Communication and
Organizations: An Intepretative Approach. California: Sage
Publications.
Lionberger, Gwin, 1982. Social Change in Communications Structure:
Comparative study of farmers in two communitics, rural sociological
society monografh. Morgantown west: Virginia University.
Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Communication (edisi ketujuh).
Belmont. New York: Thomson Learning.
Louis Forsadle. 1981. Perspective
House.

on Communication. New York: Random

MacKenzie R. Alex. 1969. The Management Process in 3-D. Australi: Harvard


Bussines
Makhya S.

2000, Proses Pengambilan Keputusan Dan Kebijakan Di Era


Desentralisasi Studi di Kota Metro Lampung, hasil peneletian
Bappeda Lampung.

Masad Masrur. 2009. Sejarah Singkat KNPI,www.knpi.or.id. diakses 05 Februari


2010.
Masdina E. dkk 2008. Generasi Muda dalam Ketahanan Nasional. Jakarta:
Kemenegpora.
Miles B Matthew, Huberman A Michael 1992. Analisis Data Kualitatif. Buku
sumber tentang metode-metode baru, Jakarta: Universitas Indonesia
Press.

164

Mouzelis

164

Nicos P. 1985. Organizations And Bureaucrazy: An Analysis Of


Modern Theories (edisi ke 5) London: Rotledge & Kegan Paul.

Muhammad A, 2008, Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.


Muhtadi SA. 2002, Dinamika Komunikasi NU: Studi Atas Pembaharuan Politik
NU Dalam Proses Sosialisasinya Antara Tahun 1970-1990. Hasil
Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nasution

Z. 2004, Komunikasi Pembangunan Pengenalan Teori dan


Penerapannya, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Pangewa Maharuddin, 2004. Perilaku Keorganisasian. Jakarta: Departemen


Pendidikan Nasional.
Patton.M.Q.1990. Qualitative Evaluation and Reasearch Methode. Newbury
Park, London. New Delhi : Sage Publication
Pool De Sola. 1973. Communication System, dalam hanbook of Communication.
Itheal De Sola Pool & wilbur Schramm, III Skokie Rand McNelly.
Profil KNPI Provinsi Banten 2008-2009. 2008. Banten: Knpipress.
Pruitt DG, Rubin J.Z. 2004. Teori konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ramli N. 2009. Peran Organisai Dalam Menjaga Persatuan dan Kesatuan, Jurnal
DEBAT Vol 1, No 1. Jakarta: Kemenpora.
Read E. 1062. Upward Communication in Industrial Hierarchie, Human
Relations. California: Mc Graw-Hill Kogakusha.
Redding W Charles, BW Karasick. 1973. Communication within the
Organization: An Interpretive Review of Theory and Research. New
York: Industrial Communication Council.
Ritzer G, Goodman DJ. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Predana
Media Group.
Ronald A, George R. 1997. Understanding Human Communication. California:
Kogakusha: Mc Graw-Hill.
Ruber Brent. D. 1988. Communication and Human Behavior.
Macmilland Publishing Company.

New York:

R Wane Pace, Don FF. 2005. Komunikasi Organisasi, Mulyana Deddy Editor.
Bandung: PT. Rosdakarya.
Robbins PS. 2002. Prinsip- Perilaku Organisasi. Surabaya: Erlangga.

165

165

Retno S Agung. 2000. Efektivitas Komunikasi Organisasi Pelaksana Program


Kredit Usaha Tani (Thesis) Bogor: Pasca Sarjana IPB.
Rogers

M Everett, Kincaid, D. Lawrence. 1981. Communication Network,


Toward a New Paradigm For Research. New York: The Free Press.

Santosa Slamet, 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.


Salim A. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: PT Tiara
Wacana.
Sandjaja, 1994. Teori-Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Scott W Richard. 1981. Organization: Rational Natural and Open System,
Prentice Hall, New Jersey.
Seiler William J. Boudhuin, 1982. Communication in Business and Profesional
Organization. California: Addison Wesley Publishing Company.
Sevilla CO. 1993. Pengantar metode Penelitian (penerjemah Alimuddin Tuwu dan
Alam syah). Jakarta: UI Press.
Solichin Abdul Wahab. 1991. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Suaharto Eddi, 1997. Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: dalam
Spektrum Pemikiran. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan.
Sudianto, 2009. Komunikasi Organisasi Sebagai Mobilitas Sosial Hasil penelitian.
Sudianto

2008, Komunikasi Organisasi Sebagai Mobilitas


www.mediakomunika. Diakses 05 Februari 2010.

Sosial.

Sunaryo L. 2008. Pengaruh Hambatan Komunikasi Terhadap Iklim Komunikasi


Organisasi Di Rumah Sakit Swasta Surabaya. (Thesis). Jakarta: Petra
Christian University.
Sutaryo. 2005. Sosiologi Komunikasi. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.
Syamsudin A. 2009, Pemuda Dalam Pembangunan Ekonomi Dan Keamanan
Negara, Jurnal DEBAT Vol 1, No 1, 2009. Jakarta: Kepmenpora.
Tubbs Stewart, Moss Sylvia. 2005. Human Communication: Konteks-Konteks
Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

166

166

Umar H. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi Sebuah Pendekatan


Kuantitatif . Bandung: Rosdakarya.
Wahab AS. 2008. Pengantar Analisis Kebijakankan Publik. Malang: UMM
Malang.
Weber Max. 2000. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Surabaya: Pustaka
Promentha.
Weick Karl E. 1980. Organizational Communication; Toward a Research
Agenda, California: Sage Publications.
West R Turner LH. 2008. Teori Komunikasi Analisis & Aplikasi. Jakarta:
Salemba Humanika.
Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Winiasarana
Indonesia.
Wright R. Grandfrort. 1977. The Nature of Organization. Dickenson. California:
Publishing Company.
Yin RK, M djauzi Mudzakir penerjemah. 1996. Studi Kasus: Desain dan Metode.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

167

167

LAMPIRAN

171

Lampiran 1: Jadwal Penelitian

No

Jenis Kegiatan

Waktu Pelaksanaan
Februari
1

1.

3.

4.

5.

6.

Maret
4

Keterangan

April
4

Mei
4

Juni
3

Persiapan turun lapangan


a. Sidang Komisi
b. Perbaikan proposal
c. Pengrusan izin lapangan
Penelitian Lapangan
a. Observasi
b. Wawancara
c. Dokumentasi
d. Studi Literatur
Penyusunan Laporan penelitian
a. Pembahsan dan hasil
a. Menguji hasil
b. Kesimpulan dan hasil
c. Revisi Laporan
Persiapan Seminar
a. Konsultasi hasil dan
pembahasan
b. Persiapan sidang komisi
dan seminar
Sidkom dan seminar

16 8

169

Lampiran 2: Panduan Pertanyaan Penelitian


No

A
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

11.
12.
13.
14.
15.

B
1.

2.
3.

4.
5.

6.

Pertanyaan

Kebijakan
Pada kondisi dan situasi seperti apakah kebijakan di
KNPI harus diambil?
Apa saja yang menjadi landasan dalam pengambilan
kebijakan di KNPI?
Motif-motif seperti apakah yang mendorong bahwa
kebijakan harus segera diambil?
Bagaimanakah
proses
pengambilan
kebijakan
berlangsung?
Kebijakan-kebijakan seperti apakah yang biasa
diputuskan di KNPI?
Siapa sajakah yang terlibat dan harus dilibatkan dalam
pengambilan kebijakan di KNPI?
Dalam forum-forum bagaimanakah kebijakan di KNPI
diambil?
Kebijakan-kebijakan seperti apakah yang biasa
diputuskan di KNPI?
Siapakah yang paling berpengaruh dalam pengambilan
kebijakan dan mengapa?
Adakah faktor-faktor di luar KNPI yang turut
mempengaruhi kebijakan yang akan diambil di KNPI
dan mengapa?
Adakah perdebatan dan tarik ulur sesama anggota
dalam pengambilan kebijkan di KNPI dan mengapa?
Bagaimanakah perdebatan dan tarik ulur dalam
pengambilan kebijkan di KNPI itu berlangsung?
Adakah kelompok kepentinga di KNPI yang
mempengaruhi proses pengambilan kebijakan?
Bagaimanakah sikap KNPI dalam menghadapi
kelompok kepentingan?
Setelah kebijakan dimabil apa sajakah langkah-langkah
berikut yang di KNPI?
Faktor internal KNPI
Ideologi
Adakah ideologi-ideologi yang dianut oleh anggota
KNPI, apa saja dan bagaimana ideologi tersebut
berpengaruh?
Apakah ideologi-ideologi yang dianut berbeda satu
sama lain dan mengapa?
Bagaimana dan seperti apakah ideologi yang dianut
mempengaruhi cara berpikir anggota dalam
pengambilan kebijakan?
Adakah benturan-benturan antara anggota yang
disebabkan ideologi yang berbeda?
Bagaimana strategi KNPI untuk menghimpun ideologi
yang berbeda
Politik
Apakah dan bagaimanakah anggota KNPI dapat
memiliki kekuatan politik satu sama lain?

Jawaban

Keterangan

170

7.
8.
9.

10.

11.

12.
13.
14.

15.

16.
17.

18.
19.
20.

21.
22.
23.
24.
25.
26.

C.
1.

Apakah kekuatan yang dimiliki berimbang satu sama


lain dan mengapa?
Bagaimanakah kekuatan politik yang dimiliki anggota
mempengaruhi kebijakan di KNPI?
Bagaimanakah KNPI memberdayakan kekuatan politik
khususnya dalam pengambilan dan pelaksanakan
kebijakan?
Bagaimana stratrgi KNPI untuk menghimpun ideologi
yang berbeda
Etnis
Seberapa ragam etnis atau latar belakang budaya yang
melekat pada anggota dan bagaimana ragam etnis itu
bisa berhimpun di KNPI?
Apakah ragam etnis yang dimiliki anggota berpengaruh
terhadap perilaku dan budaya organisasi KNPI?
Seberapa besarkan pengaruh etnis anggota dalam
pengambilan kebijakan di KNPI?
Adakah dan seperti apakah benturan-benturan politik
yang terjadi di KNPI yang dilatarbelakangi oleh
perbedaan etnis?
Apakah perbedaan etnis anggota memberi corak
tersendiri dalam proses pengambilan kebijakan di
KNPI, mengapa dan bagaimana?
Budaya organisasi
Budaya organisasi seperti apakah yang tercipta di
KNPI khususnya dalam pengambilan kebijakan?
Bagaimanakah budaya organisasi berpengaruh
terhadap perilaku organisasi khususnya dalam
pengambilan kebijakan di KNPI?
Bagaimanakah sikap dan persepsi anggota dalam
proses pengambilan kebijakan di KNPI?
Nilai-nilai seperti apakah yang dianut anggota dalam
proses pengambilan kebijakan di KNPI?
Interaksi-interaksi seperti apakah yang dibangun
anggota dalam aktivitas keorganisasian khususnya
dalam pengambilan kebijan?
Anggota KNPI
Berapa dan siapa sajakah yang menjadi anggota KNPI?
Adakah persyaratan-persayaratan khusus menjadi
anggota KNPI?
Seberapa besar dan seberapa jauh anggota bisa terlibat
dalam pengambilan kebijakan?
Seperti apakah pengaruh anggota dalam pengambilan
kebijakan di KNPI?
Adakah anggota yang mendominasi anggota lain dalam
pengambilan kebijakan di KNPI dan mengapa?
Apakah kebijakan yang diambil KNPI memenuhi
harapan dan kebutuhan anggota?
Faktor eksternal
Kebijakan Pemda
Kebijakan-kebijakan pemda seperti apakah yang
berpengaruh dan harus dilaksanakan oleh KNPI?

171

2.
3.
4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.
11.
12.

13.

14.

15.
16.
17.
18.

D
1.

2.
3.
4.

Adakah campur tangan pemda dalam pengambilan


kebijakan yang akan diambil oleh KNPI dan mengapa?
Konsekuensi seperti apakah yang akan di dapat KNPI
jika melaksanakan atau menolak kepentingan pemda?
Apakah kebijakan-kebijakan yang diambil KNPI
sejalan dengan kebijakan yang diambil pemda, dan
adakah kepentingan-kepentingan pihak luar?
Adakah pressure-pressure yang dilakukan pemda agar
kebijakan yang diambil KNPI sesuai dengan
kepentingan pemda dan mengapa?
Bagaimana KNPI menyikapi adanya kepentingan dan
campur tangan pihak luar yang akan berpengaruh
terhadap pengambilan kebijakan?
Selama ini berhasilkah KNPI meminimalisir pressure
dari pihak luar dan mampu menciptakah hubungan
yang harmonis dengan pemda?
Selama ini apakah pemda membutuhkan dukungan dari
KNPI dan bentuk dukungan seperti apakah yang
dilakukan KNPI?
Bagaimanakah komunikasi yang di bangun KNPI
dalam membina hubungan dengan menpora
Kebijakan Menpora
Kebijakan-kebijakan menpora seperti apakah yang
berpengaruh dan harus dilaksanakan oleh KNPI?
Apakah kebijakan menpora tersebut sejalan dan sesuai
dengan kebutuhan dan kultur KNPI di daerah?
Bagaimanakah KNPI provinsi Banten melakukan
koordinasi dengan menpora dalam pelaksanaan
kebijakan menpora tersebut?
Adakah pressure dari menpora dalam aktivitas
keorganisasian
khususnya
dalam pengambilan
kebijakan?
Bagaimanakah komunikasi yang di bangun KNPI
dalam membina hubungan dengan menpora?
Masyarakat
Pada posisi dan situasi seperti apakah masyarakat
dilibatkan di KNPI?
Apakah masyarakat terlibat dan berpengaruh dalam
pengambilan kebijakan?
Apakah kondisi dan kebutuhan masyarakat menjadi
bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan?
Bagaianakah
pandangan-pandangan
masyarakat
tentang kebijakan yang diambil KNPI?
Dinamika Komunikasi
Bagaimanakah dinamika komunikasi yang terjadi di
KNPI khususnya dalam pengambilan kebijakan dan
mengapa?
Seperti apakah tarik ulur komunikasi ketika proses
pengambilan kebijkan di KNPI?
Adakah perbedaan persepsi dan kepentingan diantara
anggota sehingga terjadi perdebatan yang cukup alot?
Bahasa dan simbol seperti apakah yang muncul ketika
proses pengambilan kebijakan?

172

5.

6.

7.
8.
9.

10.
11.

12.
13.

14.
15.

16.

17.

18.

19.
20.

E.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Adakah ketegangan-ketegangan dalam pengambilan


kebijakan yang dilatarbelakangi oleh kepentingan
diluar organisasi dan mengapa?
Bentuk komunikasi seperti apakah yang dibangun
KNPI dalam pengambilan kebijakan sehingga
kebijakan yang diambil sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan organisasi?
Bagaimanakah komunikasi yang berlangsung dalam
pengambilan kebijakan di KNPI?
Siapakah yang mendominasi komunikasi dalam
pengambilan kebijakan di KNPI dan mengapa?
Apakah pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan
cenderung top down dan bagaiman respon yang
diberikan?
Pola komunikasi
Pola komunikasi bagaimanakah yang biasa digunakan
dalam proses pengambilan kebijakan di KNPI?
Apakah pola komunikasi yang digunakan tepat dan
berpengaruh terhadap kualitas kebijakan yang diambil
KNPI?
Bagaimanakah respon-respon yang diberikan ketika
pesan kebijakan disampaikan?
Bagaimanakah pola komunikasi yang terjadi antara
pimpinan dan aggota KNPI ketika pengambilan
kebijakan berlangsung?
Pola komunikasi bagaimanakah yang mendominasi
ketika proses pengambilan kebijakan?
Apakah pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan
cenderung top down dan bagaimana respon yang
diberikan?
Bagaimanakah pola komunikasi diagonal terjadi dalam
proses pengambilan kebijakan di KNPI dan seperti apa
tarik ulurnya?
Bagaimanakah pola komunikasi downward terjadi
dalam proses pengambilan kebijakan di KNPI dan
seperti apa tarik ulurnya?
Bagaimakah pola komunikasi yang berlangsung dalam
pengambilan kebijakan dalam forum informal,
berbedakah dan dimana letak perbedaannya?
Komunikasi seperti apakah yang cenderung dilakukan
KNPI dalam pengambilan kebijakan?
Seberapa kuatkah arus komunikasi dan tarik ulur yang
berlangsung dalam pengambilan kebijajkan?
Iklim komunikasi
Seperti apakah iklim komunikasi di KNPI khususnya
dalam pengambilan kebijakan?
Bagaimanakah iklim komunikasi berpengaruh terhadap
pengngambilan kebijakan di KNPI?
Apakah sikap supportive dilakukan anggota KNPI
khususnya dalam pengambilan kebijkan?
Apakah KNPI membuka ruang partisipasi seluasluasnya khususnya bilan kebijakan?
Sejauhmana partisipasi anggota KNPI khususnya
dalam pengambilan kebijakan?
Bagaimanakah kepercayaan antar anggota dapat
dibangun sehingga mengahasilkan kebijakan yang

173

7.
8.

9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

17.

18.

19.
20.

21.

22.
23.
24.

25.
26.

berkualitas?
Apakah anggota satu samalain saling mempercayai,
sehingga tercipta situasi yang kondusif?
Adakah keterbukaan dan keterusterangan anggota
dalam mengutarakan masalah atau konflik yang terjadi
di KNPI?
Baagaimanakah struktur organisasi di KNPI?
Bagaimanakah praktik-praktik pengelolaan organisasi
khusunya dalam pengambilan kebijakan?
Pedoman organisasi seperti apakah yang digunakan
anggota khususnya dalam pengambilan kebijakan?
Bagaimanakah reaksi yang diberikan anggota dalam
pengambilan kebijakan?
Apakah kebijakan yang diambil objektif dan mudah
dipahami?
Apakah anggota organisasi merasa puas dan nyaman
dengan iklim yang tecipta di KNPI?
Apakah anggota memfokuskan komunikasi kepada
pengambilan kebijakan secara bersama?
Bagaimanakan anggota berkomunikasi secara spontan
dalam pengambilan kebijakan dan merespon terhadap
situasi yang terjadi.
bagaimanakah anggota memperlakukan anggorta yang
lain sebagai teman dan tidak menekankan kepada
kedudukan dan kekuasaan?
Bagaimanakah anggota bersifat fleksibel dan
menyesuaikan diri pada situasi komunikasi yang
berbeda khususnya dalam pengambilan kebijakan?
Apakah anggota berkomunikasi secara emosional dan
subjektif dalam pengambilan kebijakan?
Bagaimana mobilitas anggota dalam pengambilan
kebijakan?
Jaringan komunikasi
Jaringan komunikasi seperti apakah yang ada dan
optimal digunakan khususnya dalam ppengambilan
kebijakan dan mengapa?
Sejauh mana peran Gate Keeper di KNPI khusunya
dalam pengambilan kebijakan?
Sejauhmana peran Bridge ketika menjembatani
berbagai kepentingan dalam pengambilan kebijakan?
Adakah pihak yang terisolasi, termarginalisasi dan
terkooptasi oleh pihak lain khususnya dalam
pengambilan kebijakan?
Sejauh mana peran Cosmopolit di KNPI khusunya
dalam pengambilan kebijakan?
Sejauh mana peran Opinion Leader dan Liaison Officer
di KNPI khusunya dalam pengambilan kebijakan?

174

Lampiran 3: Catatan Harian Penelitian


No

Tgl/bln/thn

1.

08/03/10

2.

09/03/10

3.

10/03/10

4.

11/03/10

5.

12/03/10

6.

13/03/10

7.

14/03/10

8.

15-17/03/10

9.

18-19/03/10

Jenis Kegiatan
dan Nara
sumber

Temuan/ hasil di
lapangan

Kunjungan ke
KNPI dan
observrasi pra
wawancara
Kunjungan ke
Dispora
provinsi Banten
Kunjungan ke
beberapa tokoh
masyarakat
Kunjungan ke
HMI dan PMII
Serang
Kunjungan ke
PI dan AMPI
Evaluasi dan
menyusun
jadwal
wawancara
Membuat janji
wawancara
dengan nara
sumber
Wawancara
dengan Ketum
KNPI Provinsi
Banten

Wawancara
Sekjen KNPI

Alat yang
digunakan

Keterangan

Kesedian KNPI secara


institusional untuk
membantu penelitian

Kesedian Dispora secara


institusional untuk
membantu penelitian
Kesedian tokoh masyarakat
untuk membantu penelitian

Kesedian pengurus HMI


dan PMII untuk membantu
penelitian
Kesedian pengurus PI dan
AMPI untuk membantu
penelitian
Jadwal wawancara

Proses
dan
prosedur
pengambilan kebijakan dan
pola-pola komunikasi yang
biasa dilakukan di KNPI
1. Sangat
procedural
dan ormatif.
2. Pola
komunikasi
lebih ke sirkuler
siapa
saja
yang
memiliki informasi
dan kewenangan.
3. kebijakan
diambil
berdasarkan
musayawarah
dan
mufakat.
4. Diperlukan tindakan
tegas dalam meredam
berbagai kelompok
kepentingan.
Faktor
internal
yang
mempengaruhi kebijakan
1. Jumlah anggota
OKP.
2. Senioritas
3. Power
4. Ideology

175

10.

20-21/03/10

Menyusun hasil
laporan

11.

22-23/03/10

Wawancawa
Kabid
organisasi KNPI

12.

24-25/03/10

13.

26/03/10

14.

27-28/03/10

15.

29-30/03/10

Wawancara
Ketum HMI dan
PMII

16.

31/03/10

Wawancara
dengan PI dan
AMPI

17.

01-03/04/10

Wawancara
dengan Dispora:
Kabid
kepemudaan

Bab IV pembahasan tesis

Program
Pelatihan
Kepemimpinan
dan
Manajemen
1. Dilaksanakan
berdasarkan kebutuhan
akan
pemberdayaan
dan
pengembangan
pemuda di KNPI
2. Peserta
melibatkan
unsure pimpinan dalam
KNPI dan OKP yang
berhimpun
3. Muatan
materi
pelatihan didasarkan
pada kebutuhan dan
kepentingan
KNPI
kedepan.
Wawancara
Tarik
ulur
kebijakan
Kabid
didasarkan pada
1. Perbedaan
kepentingan
dan
orientasi
2. Asas pemerataan dan
keadilan
3. Tingkat bargaining
politk yang variatif.
Wawancara
Pola komunikasi di KNPI
dengan Kabid
lebih ke vetikal dan
menunggu sumber dari
pimpinan
Evaluasi
dan Pembahasan Bab IV
penyusunan
laporan
penelitian
Pola
pengambilan
kebijakan
dan
proses
sosialisasi kebijakan yang
macet dan kurang aspiratif.
Komunikasi yang searah
dan kurang responsive
Lebih ke penguatan ke
lembagaan
KNPI
disbanding
dengan
penguatan anggota OKP.
Arogansi KNPI dalam
pengambilan kebijakan dan
prinsip kemitraan yang
kurang
mencerminkan
keharmonisan komunikasi
Tidak ada intervensi dari
pihak
Dispora
karena
masing-masing
institusi
memiliki program masing-

176

dan 2 kasie
dibawahnya

18.

04/04/10

Wawancara
dengan tokoh
masyarakat:
Najmudin Busro

19.

05/04/10

Wawancara
dengan anggota
Dewan provinsi

20.

06-07/04/10

Wawancara
dengan
ketua
KNPI

masing.
Konsep kemitraan dalam
penyususnan program dan
anggaran.
Saling proaktif dalam
membina
dan
mengembangan
potensi
kepemudaan.
KNPI harus mempunyai
jati diri dan tegas dalam
mengkritisi kondisi social
politim pemerintahan.
Konsep
independensi
KNPI yang perlu di revisi.
Kiprah KNPI harus mampu
memberdayaankan pemuda
tidak hanya pada persoalan
politik.
KNPI harus lebih kritis dan
tidak
terjebak
pada
idealism semu.
Pola-pola komunikasi yang
dibangun
harus
lebih
aspiratif dan kontinu
KNPI berupaya optimal
menjalankan tugas yang
diemban, secara procedural
dan tidak ada masalah
signifikan
yang dapat
mengganggu
kinerja
organisasi
Komunikasi yang dibangun
di KNPI khususnya dalam
pengambilan
kebijakan
adalah komunikasi aspiratif
dimana semua elemen yg
terkait diberi kesempatan
mengungkapkan ide dan
gagasannya.
Keuatan
politik
yang
dimiliki
masing-masing
anggota
lebih
kepada
kemampuan
dan
pengalaman
berkiprah
didunia
politik
yg
bersangkutan baik secra
internal ataupun di partai
tertentu.
Keragaman dalam tubuh
KNPI merupakan potensi
untuk pengembangan dan
pemberdayaan
KNPI
kedepan dan memudahkan
optimalisasi SDM

177

21.

08-09/04/10

Wawancara
dengan sekjen
KNPI

KNPI merupakan wadah


berhimpun
organisasi
pemuda,
yang
sluruh
aktivitas keorganisasiannya
di atur oleh AD/ART.
Komunikasi yang dibangun
baik
internal
ataupun
eksternal khususnya dalam
pengambilan
kebijakan
merupakan
komunikasi
partisipatif

22.

09-10/04/10

Review
hasil
wawancara dan
perivikasi data

23.

11-12/04/10

Wawancara
dengan
kabid
organisasi

Ideologi yang ada di KNPI


didasarkan pada organisasi
asal anggota dan biasanya
memiliki apiliasi dengan
partai tertentu.
Penyusunan bab 4.

Kebijakan
pelatihan
maajemen organisasi dan
kepemimpinanan
didasarkan pada kebutuhan
akan
pemberdayaan
pemuda dan mengasah
kualitas sdm yang dimiliki
anggota.
Peserta
yang
akan
dilibatkan adalah seluruh
pengurus
dan
OKP
perwakilan anggotta.
Perdebatan
dalam
pengambilan
kebijakan
terjadi dikarena perbedaan
persepsi mengenai konsep
pelatihan, penentuan nara
sumber dan anggaran yang
diperlukan dan anggaran
yang tersedia.

24.

11-12/04/10

Wawancara
dengan
kabid
hukum
dan
HAM

Tarik ulur komunikasi


terjadi dikarenakan ada
orientasi dan kebutuhan
yang berbeda, mengenai
keterlibatan pengurus dan
anggota yang dipilih.
Kebijakan diambil dikarena
ada kebutuhan atau ada
desakan dari pihak tertentu
baik mengenai program
internal ataupun kiprah
KNPI diluar.

178

25.

13/04/10

Mengikuti rapat
di
KNPI
observasi dan
wawancara
dengan
beberapa
pengurus

26.

14/04/10

27.

15/04/10

28.

16-17/04/10

29/

18-19/04/10

30.

20/04/10

Turut
serta
hearing dengan
DPRD Provinsi
Banten terkait
dengan
peruntukkan
anggaran KNPI
Turut
dalam
kegiatan temu
KNPI dengan
dewan terkait
dengan
anggaran
yg
ditetapkan
(Lobying)
Kroscek
data
hasil wawancara
dengan ketum
dan
sekjen
KNPI
Review
dan
kroscek semua
ta.da
Wawancara
dengan tokoh
masyarakat dan
pengamat
politik Banten :
Gandung
Ismanto

31.

21/04/10

Wawancara
dengan
pengurus

Kebijakan
pelatihan
kepemimpinan
dan
manajemen
organisasi
merupakan
kebijakan
pengembangan organisasi
yg
didasarkan
pada
kebutuhan
akan
pengembangan organisasi
yang diperuntukkan bagi
pemuda anggota OKP.
KNPI mendapatkan dana
hibah yang bisa dicairkan
melalui
rekomendasi
Dispora Provinsi Banten.

Anggota dewan sudah


mengalokasikan
dana
anggaran untuk KNPI
persoalan pencairan sesuai
dengan prosedur yang
ditetapkan
melalui
pemerintah setempat.
Penyempurnaan
data
tentang pengaruh ideology
terhadap orientasi dan
keyakinan anggota KNPI
Pembahsan bab IV

Kiprah
KNPI
di
masyarakat jangan terlalu
pragmatis
dan
sibuk
dengan urusan politik
belaka.
KNPI masih memegang
peranan strategis sebagai
wadah
berhimpunnya
pemuda, namun KNPI
harus mengubah orientasi
organisasinya
dari
pendekatan yang terlalu
formalistic
dan
progovernment
menjadi
pendekatan yang lebih
fungsional dna pro civil
society. Dengan demikian
maka KNPI akan lebih
disegani dan diminati oleh
organisasi-organisasi
kepemudaan yang ada
Program KNPI hraus lebih
pro dengan kepentingan
perempuan
dan

179

IPPNU

pemeberdayaan
masyarakat.
Pola-pola
komunikasi
sudah harus dirubah agar
tidak cenderung formal dan
sentralistik

32.

22/04/10

Mengikuti rapat
di KNPI

33.

23-24/04/10

Wawancara
ulang
dengan
ketua
bidang
organisasi

34.

25-26

35.

27-28/04/10

Kroscek semua
data yg sudah
terhimpun
Kroscek
data
yang
dudah
terhimpun

Pelaksanaan
pelatihan
kepemimpinan manajemen
organisasi ditetapkan di
Hotel Mahadria Serang
pada tanggal 13-16 juli
2010.
Factor di luar yang dapat
mempengaruhi kebijakan
knpi adalah situasi politik
yang ada dan keputusan
rapat
pimpinan
OKP
melalui
rapat
Majelis
Pemuda Indonesia ( MPI ).
Yang paling berpengaruh
dalam
pengambilan
kebijakan adalah Pimpinan
OKP yang berhimpun di
knpi. Karena OKP adalah
pemegang mandate KNPI.
Konfirmasi ulang hasil data
ke ketua HMI, PMII dan
HMI
Konfirmasi
ke
kabid
hukum dan Ham, Dispora
dan tokoh masyarakat.

180

Lampiran 3: Foto-Fo
Foto Rapat Pengambilan Kebijakan dan Suasana
uasana Pelaksanaan
Pelatihan
elatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi

181

You might also like