You are on page 1of 48

LAPORAN HASIL DISKUSI

PROBLEM-BASED LEARNING
PBL Blok Clinic
Skenario Saya Siap Diet Mandiri
Minggu ke-6
Tanggal 22 Maret 2016 s.d. 31 Maret 2016

Grup:B
1
2
3
4

Saila Nur Siti Khodijah


Shafiyyah Maimunah
Hayu Iyaka Nastaina
Atik Faizatitin

135070307111001
135070301111023
135070300111022
135070307111010

5
6
7
8

Oktoviani Tri Handini


Dea Nur Farida
Astre Primadita
Stefani Marina Dyah

135070301111063
135070301111068
135070300111019
135070301111048

Retnaningtyas
Dini Ratnasari
Fardani Maknun
Erfi Fauziya Rahmah
Atha Audia
Eka Suci Kantari
Dea Orinda Putri
Bilqis Rindang F
Alviena Ramadhan

135070301111003
135070301111051
135070301111005
135070307111017
135070307111013
135070307111005
135070300111039
135070300111013

9
10
11
12
13
14
15
16

Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran


Universitas Brawijaya
Malang
2016

DAFTAR ISI
1

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2
ISI.................................................................................................................................
A. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI............................................................................3
B. SKENARIO................................................................................................................. 3
C. DAFTAR UNCLEAR TERM........................................................................................... 3
D. DAFTAR CUES........................................................................................................... 6
E. DAFTAR LEARNING OBJECTIVE.................................................................................. 6
F. HASIL BRAINSTORMING............................................................................................. 6
G. HIPOTESIS ............................................................................................................... 13
H. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE........................................................................13
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.................................................................................41
REFERENSI / DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 42
TIM PENYUSUN.............................................................................................................. 44

ISI
A. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI
Ahli gizi diharapkan mampu membuat perencanaan diet untuk kondisi penyakit

Diabetes Melitus
Ahli gizi diharapkan mampu membuat perencanaan diet dengan pendekatan

carbohidrat counting
B. SKENARIO
Pasien Ny. B adalah pasien poli gizi. Ny. B usia 47 tahun, menikah dan mempunyai
dua anak usia 20 dan 18 tahun. Di diagnose DM tipe 1 sejak 23 tahun yang lalu.
Ny. B bekerja wiraswasta sebagai pembuat souvenir dirumahnya dan bekerja bila
ada pesanan.
2

Tinggi badan Ny. B: 167,8 cm dan berat badan: 64 kg. Berat badannya mengalami
peningkatan 4,5 kg dalam 5 tahun terakhir. Target glukosa darah setelah makan
yang dianjurkan oleh dokter yang merawat Ny. B adalah 100-140 mg/dl. Plasma
HBA1C secara pertahap mengalami peningkatan diatas normal dalam beberapa
tahun terakhir.
Ny. B telah mendapatkan dosis insulin kerja cepat sebagai insulin prandial, dan
insulin long acting sebagai insulin basal untuk malam hari. Selain itu Ny. B juga
diberikan pedoman dosis insulin tambahan bila kenaikan glukosa darahnya
mengalami peningkatan. Ny. B menceritakan memiliki retinophaty, hipertensi
sedang yang terkontrol.
Ny. B terbiasa sarapan jam 8 pagi, makan siang jam 13.00 dan makan malam jam
18.30. Kegiatan hariannya adalah mengatur bengkel kerjanya tempat membuat
souvenir, berjalan kaki sekitar rumah yang juga menjadi bengkel kerjanya dan
mengatur pajangan souvenir di rak-rak khusus.
Ny. B mengatakan, glukosa darah puasanya cenderung normal namun glukosa
darah 2 pp sering diatas normal. Seringkali merasa lapar yang sangat saat
dibengkel kerjanya. Ahli gizi di poli diharapkan mampu membuatkan perencanaan
diet yang tepat sesuai dengan kondisi Ny. B untuk mencegah terjadinya fluktuasi
glukosa darah sehingga Ny. B tetap sehat dan dapat beraktivitas secara normal
dengan pendekatan carbohidrat counting.
C. DAFTAR UNCLEAR TERMS
N

Unclear Term

O
1.

Diabetes Mellitus Atau disebut dengan insulin-dependent diabetes mellitus


Tipe 1

Definisi

(IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin) dicirikan


dengan hilangnya/ rusaknya sel beta penghasil insulin
pada pulau-pulau Langerhans sehingga terjadi kekurangan
insulin pada tubuh. Penyebab terbanyaknya adalah karena
reaksi

autoimunitas

yang

menghancurkan

sel

beta

pancreas. Reaksi autoimunitas tersebut dipicu oleh adanya


infeksi pada tubuh. (Qurratuaeni, 2009)
2.

Retinophaty

Semua penyakit bukan radang pada retina. Yakni berkaitan


dengan diabetes mellitus yang mungkin merupakan tipe
latar

belakang

mikroaneurisma,

yang

secara

perdarahan

progresif
pungtata

ditandai

oleh

in-traretina,

eksudat kuning seperti lilin, bercak seperti kapas, dan


edema macula. (Kamus Dorland)
3.

Insulin

Long Atau disebut sebagai insulin kerja panjang. Adalah insulin

Acting

yang mula kerjanya sekitar 4-6 jam, dengan masa puncak


3

14-20 jam dan masa kerja 24-36 jam. Contoh dari insulin
ini seperti: Protamin Zinc Sulfat. (IONI, 2000 dalam
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005)
4.

5.

Insulin

Adalah jumlah insulin yang diperlukan pasien akibat

Tambahan

kenaikan kebutuhan insulin yang disebabkan penyakit atau

HbA1C

stres. (Eko, 2011)


Hemoglobin sel darah merah yang mengikat glukosa,
sebagai petunjuk kontrol glikemik dalam 3 bulan terakhir.
(PERKENI, 2011)
Komponen minor paling besar dari sel darah manusia yang
terdiri dari ikatan antara hemoglobin dan glukosa dengan
kadar normal 3,5-5 % sebagai baku emas untuk penilaian
homeostatis

glukosa

dalam

penatalaksanaan

pasien

diabetes mellitus. (Paputungan dan Sanusi, 2014)


Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
menegakkan
Association,

diagnosis
2010

dalam

DM

(American

Surasmiati,

Diabetes

2014).

HbA1c

menggambarkan pemantauan gula darah pada penderita


DM atau yang disebut sebagai kontrol glikemik. Kontrol
glikemik yang buruk ditandai dengan tingginya kadar
HbA1c yaitu lebih dari 7% (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia, 2011 dalam Surasmiati, 2014). Buruknya kontrol
glikemik

pada

terjadinya

pasien

komplikasi

DM
akut

akan

meningkatkan

maupun

kronis

risiko

dari

DM.

(Schneider et al., 2003; American Diabetes Association,


2010 dalam Surasmiati, 2014). Hemoglobin terglikasi atau
HbA1c adalah salah satu fraksi hemoglobin didalam tubuh
manusia yang berikatan dengan glukosa secara enzimatik.
Kadar HbA1c yang terukur mencerminkan kadar glukosa
rata-rata pada waktu 3 bulan yang lalu sesuai dengan
umur sel darah merah manusia yaitu 100-120 hari (Nathan
et al., 2008 dalam Surasmiati, 2014). Keuntungan dalam
melakukan pemeriksaan HbA1c dalam mendiagosis DM
antara lain tidak diperlukan puasa sehingga nyaman untuk
pasien,

hasil

hiperglikemik

yang
selama

stabil

untuk

tiga

bulan

memantau
yang

lalu

kondisi
tanpa

dipengaruhi kondisi stres dan sakit. Selain itu, HbA1c


4

dapat digunakan sebagai tes saring bagi seseorang


dengan risiko tinggi terkena DM. (Kilpatrick et al., 2009;
WHO, 2011 dalam Surasmiati, 2014).
Setiap peningkatan HbA1C sebesar 1% sama dengan
peningkatan glukosa darah sebanyak 29 mg/dl. (WHO,
2011)

6.

Karbohidrat

Suatu metode pendekatan dalam melakukan perencanaan

Counting

makan bagi orang-orang dengan diabetes melitus tipe 1


atau

tipe

dengan

cara

mengidentifikasi

jumlah

karbohidrat dalam makanan yang dimakan setiap hari


(berpedoman

pada

jumlah

total

karbohidrat

yang

dikonsumsi, bukan pada jenis karbohidratnya). Metode ini


biasanya dikombinasikan dengan metode memakai Indeks
Glikemik dan Glycemic Load. Karbohidrat termasuk gula,
pati, dan serat. Menghitung karbohidrat (carbohydrate
counting) dapat membantu mengontrol kadar glukosa
darah, karena karbohidrat mempengaruhi glukosa darah
lebih dari nutrisi lainnya. (National Institute of Diabetes
and Digestive and Kidney Disease, 2013)
Metode prencanaan makanan bagi penderita diabetes
mellitus, pengguna MDI (Multiple Daily Insulin) dengan
melakukan perhitungan jumlah gram atau satuan penukar
karbohidrat dalam makanan dan kudapan. (Oktriza, dkk.,
2012)
Suatu metode pendekatan dalam melakukan perencanaan
makan dengan berpedoman pada jumlah total karbohidrat
yang

dikonsumsi,

bukan

pada

jenis

karbohidratnya.

(Hartono, 2011)
7.

Insulin prandial

Jumlah insulin yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan


makanan ke dalam bentuk energi cadangan sehingga tidak
terjadi hiperglikemia post pandrial dan diberikan setelah
makan. (Eko 2011)

8.

Insulin Basal

9.

Adalah jumlah insulin eksogen per unit waktu yang


diperlukan untuk mencegah hiperglikemia puasa akibat
gluconeogenesis serta mencegah ketogenesis yang tidak
terdeteksi. (Eko, 2011)
Glukosa Darah 2 Pemeriksaan yang dilakukan 2 jam setelah makan biasa.
PP

Insulin basal adalah insulin yang harus ada dalam tubuh


bahkan dalam kondisi tidak mengonsumsi makanan.
(Frasher Health Diabetes Education, 2009)

Selama 2 jam tersebut pasien tidak melakukan latihan


jasmani berat. (Immanuel, 2009)

10
.

Glukosa Darah

Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah pasien berpuasa

Puasa

8 jam dengan kadar normal <100 mg/dl, pre diabetes 100


125 mg/dl dan diabetes >126 mg/dl. (Standiford,2013)

D. CUES
Ahli gizi mampu membuat perencanaan diet sesuai kondisi Ny. B untuk mencegah
fluktuasi glukosa darah sehingga Ny. B tetap sehat dan dapat beraktivitas secara
normal dengan pendekatan carbohidrat counting.
E. DAFTAR LEARNING OBJECTIVE
1. Bagaimana patofisiologi, etiologi, sign symptom, dan dampak ( retinophaty &
hipertensi) dari DM tipe 1?
2. Bagaimana hubungan penyakit Ny. B dengan status gizi?
3. Bagaimana cara untuk menghitung carbohidrat counting, perhitungan rasio
insulin dengan karbohidrat, dan perhitungan kebutuhan insulin Ny. B?
4. Bagaimana asuhan gizi yang tepat untuk skenario?
5. Bagaimana preskripsi diet Ny. B (perhitungan kebutuhan zat gizi, pengaturan
jam makan terkait pemberian dosis insulin, aktifitas fisik, jenis bahan makanan,
cara pengolahan, dan ukuran porsi) ?
F. HASIL BRAINSTORMING
1. Bagaimana patofisiologi, etiologi, sign symptom, dan dampak ( retinophaty &
hipertensi) dari DM tipe 1?
Patofisiologi:
Adalah keadaan karena tidak adanya produksi insulin pada sel beta pankreas
yang disebabkan karena kelainan dari lahir atau pankreas mengalami
kerusakan.

Sehingga

akan

terjadi

hiperglikemi,

dehidrasi,

ketoasidosis

diabetikum yg dapat berkembang menjadi mual dan muntah.


Etiologi:
Abnormalitas fungsi pancreas
Usia dan keturunan
Kelainan sejak lahir
Adanya tumor pada pankreas
Gaya hidup dan obesitas
Sign symptom:
6

Hiperglikemi dan fluktuasi glukosa darah


Polyuria, polidipsi, dan polifagia
Terdapat glukosa dalam urin
Mual muntah, penurunan berat badan, dan sering lapar
Mudah lelah, menggigil, pingsan, kurus
Dampak:
Mempengaruhi retina menjadi kabur dan mengalami kebutaan
Ada mikropati (menyebabkan kebutaan) dan makropati (gangguan luka

sulit sembuh, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein)


Menyebabkan komplikasi (kegagalan ginjal, kerusakan retina, dan syaraf)
Terkait kondisi hipertensi pada diabetes melitus yakni adanya kondisi

penyakit lain seperti gangguan ginjal


2. Bagaimana hubungan penyakit Ny. B dengan status gizi?
Adanya mual muntah bisa berdampak pada status gizi kurang
Cenderung gizi kurang karena ada gangguan metabolisme karbohidrat,

protein, dan lemak


Obesitas karena poliphagi dan polidhipsi
Diabetes melitus menyebabkan obesitas karena sering lapar yang

sangat, suka makan, dan penambahan berat badan


Pola makan tidak terkontrol, gula darah naik berisiko status gizi lebih

dengan kejadian penyakit degenerative meningkat


3. Bagaimana cara untuk menghitung carbohidrat counting, perhitungan rasio
insulin dengan karbohidrat, dan perhitungan kebutuhan insulin Ny. B?
Perhitungan carbohidrat counting:
Pada prinsipnya untuk mengukur 1 karbohidrat per unitnya/ per servingnya =
15 gr karbohidrat.
Misalnya, kebutuhan Ny. B sebesar 1800 kkal, dan kebutuhan karbohidratnya
sebesar 275 gram, maka untuk mengetahui berapa karbohidrat yang
dibutuhkan oleh Ny. B untuk setiap kali makan adalah sebagai berikut:
275 gr karbohidrat dibagi ke dalam 3 kali makan utama dan 2 kali snack.
Sebagai contoh untuk makan pagi Ny. B membutuhkan 45 gr karbohidrat. Maka
45 gr karbohidrat = 3 carb serving yang dapat dipenuhi dengan konsumsi 2
potong/slice roti dan setengah cup/gelas jus buah.
Perhitungan rasio insulin dengan karbohidrat

dan

perhitungan

kebutuhan insulin:
Yakni dengan menggunakan kebutuhan total insulin harian (total dosis harian)
yang diperoleh dari penjumlahan antara insulin prandial dan insulin basal
sebesar (7+5+6+24 unit insulin) = 42
4. Bagaimana asuhan gizi yang tepat untuk skenario?
ASSESSMENT
DATA DASAR
SINTESA DATA
Antropometri:

NC

Tinggi

Perubahan nilai and snack

Peningkatan

lab

asupan

167,8 cm

badan:

DIAGNOSA
-

INTERVENSI

2.2 ND 1.1 Meal


dengan cara

MONEV
FH-

1.2.2

Berat badan: 64 kg

dihubungkan

modifikasi

karbohidrat >

IMT = 22,72 kg/m2

dengan

menu diet

65%

dalam

(normal)

penyakit

sesuai kondisi

satu

minggu

Biokimia:
Target

Plasma

HBA1C pasien ditandai pasien

glukosa cenderung

darah Ny. B (100- meningkat


140 mg/dl)

HBA1C pp meningkat

meningkat

diatas

dimonitor

HBA1C

setiap

hari.

Metode

yang

dan (tepat jumlah,


darah jenis, dan

2 pp meningkat
Penurunan

normal

kebutuhan zat

Glukosa

darah

gizi tertentu

puasa normal
Glukosa

(karbohidrat)

darah

disebabkan

pp diatas normal

karena kondisi

dan

2x

snack

dan

Food

Diary

menjadi

pemberiannya

normal

Terkait

dipantau

perubahan

minggu

nilai lab

setiap

gr (58,84%)
Konsumsi kafein

(HBA1C dan

gula darah

tinggi
Konsumsi lemak

2 pp)

merasa

sehari

FFQ/SemiFFQ,

dan jadwal

bekerja

3x

kesehatan lain

recall,

nilai

hipertensi sedang Saring lapar saat

makan

tenaga

food

dosis insulin

sedang

Dietary:

dengan

berupa

Perubahan

Retinophaty,

lapar saat bekerja

Koordinasi

dapat

pemberian

hipertensi

Sering

RC 1.1

digunakan

BD.

Fisik Klinis

yang terkontrol

jadwal) makan

terkait

Retinophaty,

Pola

dengan plasma menurut 3J

Glukosa darah 2 glukosa

Plasma

dengan

penyakit
pasien ditandai
dengan hasil
recall intake
karbohidrat
292 gr

Energi: 1985 kcal


Karbohidrat: 292

(58,84%)

biokimia

atau
cek

glukosa darah
RC

1.3

Sarapan (8 pagi), tinggi


Konsumsi tinggi
makan
siang
Karbohidrat
(13.00),
dan

kolaborasi

makan

lain

malam

dengan
tenaga medis
terkait

(18.30)

pemberian

Pagi:

pemberian

Nasi+sayur+lauk

dosis

insulin

hewani

dan

jadwal

(daging/ayam/telur

pemberiannya

)+
tempe/tahu/pengg
anti nabati
Energi: 620 kkal
8

Protein: 15%
Lemak: 38%
Karbohidrat: 60%=
93 gr
Snack siang:
Pisang

ambon+

kopi pahit
Energi: 100 kkal
Protein: 0%
Lemak: 0%
Karbohidrat: 96%=
24 gr
Siang:
Nasi+sayur+lauk
hewani
(daging/ayam/telur
)+
tempe/tahu/pengg
anti nabati
Energy: 720 kkal
Protein: 17%
Lemak: 39%
Karbohidrat: 54%=
98 gr
Snack sore:
Pisang
ambon+kopi pahit
Energy: 100 kkal
Protein: 0%
Lemak: 0%
Karbohidrat: 96%=
24 gr
Malam:
Roti tawar dioles
dengan
margarin+kacang
rebus+

pisang

kepok kecil kukus


9

Energy: 445 kkal


Protein: 17%
Lemak: 53%
Karbohidrat: 48%=
53 gr
Pola

makan

weekend
makan

saat
untuk

pagi

makan

dan

malam

sama dengan hari


biasa, tapi untuk
makan
sering

siang
konsumsi

makanan siap saji


diluar
Mie Godok Pak KR
Energy: 539 kkal
Protein: 18%
Lemak: 55%
Karbohidrat: 27%=
36 gr
Rawon Bu GT
Energy: 550 kkal

Diagnosa

Protein: 22%

tipe 1

DM

Lemak: 21%
Karbohidrat: 57%=
78 gr
Bakso KT
Energy: 791,8 kkal
Protein: 23%
Lemak; 51,5%
Karbohidrat: 26%=
51 gr
Ekologi :
Dosis

insulin

prandial:
Sebelum sarapan=
7 unit
10

Sebelum

makan

siang= 5 unit
Sebelum

evening

meal= 6 unit
Dosis insulin basal:
24 unit diberikan
jam 21.30-22.00
Diagnose DM tipe
1
Mempunyai

orang anak
Bekerja
wiraswasta
(pembuat
souvenir)

5. Bagaimana preskripsi diet Ny. B (perhitungan kebutuhan zat gizi, pengaturan


jam makan terkait pemberian dosis insulin, aktifitas fisik, jenis bahan makanan,
cara pengolahan, dan ukuran porsi) ?
Tujuan:
1. Membantu memperbaiki kebiasaan makan
2. Mengurangi progresivitas penyakit dan
3. Menurunkan gejala sering merasa lapar (polifagi)
4. Memberikan makanan sesuai dengan 3J (tepat jenis, jumlah, dan jadwal)
terkait DM type 1
5. Mempertahankan status gizi normal
6. Mencegah terjadinya fluktuasi glukosa darah
Prinsip:
Rendah kolesterol, Tinggi serat
Syarat:
Energi 25 kkal/kg BB/ hari
Karbohidrat 45-65 % diutamakan karbohidrat kompleks
Protein 15-20 %
Lemak 20-25 %
Serat 25-35 gr/hari diutamakan serat larut air
Kolesterol <300 mg/hari
Konsumsi gula murni < 5%
Cairan 8 gelas/hari
Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi:
Energi: 1600 kkal
Karbohidrat: 55% x 1600/4= 220 gr
Protein: 20% x 1600/4= 80 gr
Lemak: 25% x 1600/9= 44,44 gr
Jenis Bahan Makanan:
11

1. Bahan makanan yang diperbolehkan


Roti, gandum, nasi merah, singkong, kentang, ubi, mie
Daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, ikan
Tahu, tempe, dan kacang-kacangan
Sayur, dan buah rendah GI (Glikemix index) sperti apel
2. Bahan makanan yang dibatasi
Semangka, nasi putih, pemanis buatan, sirup, kecap, minuman soda
Roti dan biscuit yg gurih/asin
Cake, selai,dodol, dsb
Cara pengolahan:
Direbus, dikukus, ditim
Ditumis, dipanggang, disetup,
Dipoaching, dipure/dihaluskan, dsb
Aktifitas Fisik:
Lari, bersepeda, jogging, jalan kaki,
Senam aerobic dengan durasi 30 menit selama 3-5 kali/minggu
Aktifitas fisik yang minim risiko cedera untuk diabetes mellitus yang
mengalami komplikasi
Pengaturan Jam Makan & Ukuran Porsi:
Pengaturan makan dengan pemberian insulin dapat diberikan pada saat
setelah makan kemudian di berikan insulin long acting 1 kali setiap malam.
Dengan pembagian sebagai berikut: pagi jam (06.30), siang jam (13.00),

dan malam jam (18.30).


Untuk porsi makanan dapat diberikan sebagai contoh nasi 7-8 sdm, sayur
50-100 gr, lauk hewani/lauk nabati 45-50 gr, buah 1-1/2 potong, roti 1-2
potong, jus buah 1-1/2 gelas, dst.

G. HIPOTESIS
(lampiran)
H. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVES
1. Bagaimana patofisiologi, etiologi, sign symptom, dan dampak ( retinophaty &
hipertensi) dari DM tipe 1?
Patofisiologi
DM tipe 1 berkembang sebagai akibat dari faktor genetik, lingkungan, dan
faktor imunologi yang menghancur-kan sel-sel pancreas. Gejala DM tidak
akan muncul pada seorang individu hingga 80% sel pankreas dihancurkan.
Umumnya berkembang dari masa anak anak dan bermanifestasi saat remaja
yang kemudian berprogres seiring bertambahnya umur. Diabetes mellitus tipe I
adalah kondisi dimana sel beta dalam kelenjar pulau Langerhans dihancurkan
oleh reaksi autoimun dalam tubuh. Reaksi autoimun terjadi karena radang sel
insulitis, sehingga timbul antibodi ICA (Islet Cell Antibody) dan reaksi antigen
antibodi sel beta dengan ICA ( sel mengalami infiltrasi karena diaktifkan T
12

Lymphosyt ). Secara patologi terlihat adanya peradangan pankreas ( insulitis )


yang ditandai dengan adanya infiltrasi makrofag dan limfosit T teraktivasi di
sekitar dan di dalam sel islet, kadang dijumpai virus yang merusak sitoplasma
sel. Sehingga kerusakan ini akan menyebabkan terbentuknya antibodi ICA
( Islet Cell Antibody ) yang mengganggu produksi insulin. Insulitis bisa
disebabkan oleh virus, seperti virus cocksakie, rubella, herpes dan lain lain.
Virus tersebut berkaitan dengan antibody ICA yang merupakan predictor yang
cukup akurat pada DM tipe I, dimana autoimun ini menyerang secara selektif
terhadap sel-sel beta. Insulitis hanya menyerang sel beta, biasanya sel alfa dan
sel delta tetap utuh. Petanda destruksi imun yang dapat diperiksa adalah
autoantibody islet cell, autoantibody insulin, dan autoantibody glutamic acid
decarboxylase (GAD65). Satu atau lebih antibody tersebut terdeteksi pada 8085% penderita hiperglikemi saat awal deteksi. Akibat dari kondisi tersebut
adalah sangat rendahnya produksi insulin (di bawah 10% produksi insulin
normal). Pada tahap ini, insulin tidak lagi sanggup untuk menurunkan kadar
gula dalam darah dengan cepat saat seseorang mengonsumsi makanan,
sehingga menimbulkan hiperglikemia postpandrial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah mencapai kadar di atas 180 mg/dL, ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar. Akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan kedalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotic.
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan maka pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (polyuria) dan rasa haus
(polydipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolism protein dan lemak
yang

menyebabkan

penurunan

berat

badan.

Pasien

dapat

megalami

peningkatan selera makan (polifagia) akibat penurunan simpanan kalori.


Seseorang yang terkena DM tipe I sangat tergantung pada penyuntikan insulin
karena tidak ada lagi insulin yang diproduksi oleh tubuh. Apabila tidak
mendapatkan suntikan insulin secara teratur maka penderita akan drop karena
tubuh tidak dapat bertahan dalam kondisi kadar gula darah yang terlalu tinggi.
(Wahyuningsih, 2013; (Kemenkes dan WHO Indonesia, 2013); (Yuriska, F.,
2009); (Istiarini, 2009); Palanimuthu, 2011; Ghayut, 2012)

13

Etiologi
Etiologi DM tipe 1 menurut Perkeni yaitu: destruksi sel beta, umumnya
menjurus ke defisiensi insulin absolut:

Autoimun, atau
Idiopatik (Istiarini, 2009)

Penyebab Autoimun

Penyakit autoimun: sistem imun menyerang sel tubuh

Genetik: Adanya varian gen yang menginstruksikan membuat protein


yaitu Human Leukocyte Antigents (HLA) pada sel darah putih. Protein
yang diproduksi oleh gen HLA membantu menentukan apakah sistem
imun mengenali sel sebagai bagian dari tubuh atau benda asing
(NIDDK, 2011)

Virus dan bakteri virus penyebab DM adalah rubella, mumps, dan


human coxsackievirus B4 melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel
beta. Virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga,
virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta. Sedangkan bakteri masih belum bisa
dideteksi, tapi menurut ahli mengatakan bahwa bakteri juga berperan
penting menjadi penyebab timbulnya DM

14

Bahan toksik atau beracun bahan beracun yang mampu merusak sel
beta secara langsung adalah alloxan, pyrineuron (rodentisida), dan
streptozoctin (produk dari sejenis jamur) (Suriani, 2012)

Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1


sebagai berikut:
1. Hipotesis sinar matahari
Teori

yang

paling

terakhir

adalah

"hipotesis

sinar

matahari,"

yang

menyatakan bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan, dimana


akan mengurangi paparan sinar matahari kepada anak-anak, yang akan
mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa
vitamin D memainkan peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin
(Penckofer, Kouba, Wallis, & Emanuele, 2008). Berkurangnya kadar vitamin
D, dan jarang terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-masing telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 1.
2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan"
Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen,
dimana kita menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan
hipersensitivitas autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi
insulin di dalam tubuh oleh leukosit. Dalam penelitian lain, peneliti telah
menemukan bahwa lebih banyak eksposur untuk mikroba dan virus kepada
anak-anak, semakin kecil kemungkinan mereka menderita penyakit reaksi
hipersensitif seperti alergi. Penelitian yang berkelanjutan menunjukkan
bahwa "pelatihan" dari sistem kekebalan tubuh mungkin berlaku untuk
pencegahan

tipe

diabetes

(Curry,

2009).

Kukrija

dan

Maclaren

menunjukkan bahwa pencegahan diabetes tipe 1 mungkin yang akan


datang melalui penggunaan imunostimulasi, yakni memaparkankan anakanak kepada bakteri dan virus yang ada di dunia, tetapi yang tidak
menyebabkan efek samping imunosupresi.
3. Hipotesis Susu Sapi
Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu
formula pada 6 bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan
pada

sistem

kekebalan

tubuh

dan

meningkatkan

risiko

untuk

mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian hari. Dimana protein


susu sapi hampir identik dengan protein pada permukaan sel beta pankreas
yang memproduksi insulin, sehingga mereka yang rentan dan peka
terhadap susu sapi maka akan direspon oleh leukosit, dan selanjutnya akan
menyerang sel sendiri yang menyebabkan kerusakan sel beta pankreas
15

sehingga terjadi dibetes mellitus tipe 1. Peningkatan pemberian ASI di 1980


tidak menyebabkan penurunan terjadinya diabetes tipe 1, tetapi terjadi
peningkatan dua kali lipat diabetes mellitus tipe 1. Namun, kejadian
diabetes tipe 1 lebih rendah pada bayi yang diberi ASI selama 3 bulan
(Ekoe, Zimmet, & Williams, 2001).
4. Hipotesis POP
Hipotesis ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap polutan organik yang
persisten (POP) meningkatkan risiko kedua jenis diabetes. Publikasi jurnal
oleh Institut Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan menunjukkan peningkatan
yang signifikan secara statistik dalam tingkat rawat inap untuk diabetes dari
populasi yang berada di tempat Kode ZIP yang mengandung limbah
beracun (Kouznetsova, Huang, Ma, Lessner, & Carpenter, 2007).
5. Hipotesis Akselerator
Sebuah teori yang menunjukkan bahwa tipe 1 diabetes merupakan bagian
sederhana dari kontinum yang sama dari tipe 2, tetapi muncul lebih dulu.
Hipotesis akselerator menyatakan bahwa peningkatan berat dan tinggi
anak-anak

pada

kecenderungan

abad

terakhir

mereka

untuk

ini

telah

"dipercepat",

mengembangkan

tipe

sehingga
1

dengan

menyebabkan sel beta di pankreas di bawah tekanan untuk produksi insulin.


Beberapa kelompok mendukung teori ini, tetapi hipotesis ini belum merata
diterima oleh profesional diabetes (O'Connell, Donath, & Cameron, 2007).
Factor risiko

Dapat dimodifikasi yaitu terkait perilaku hidup yang kurang sehat seperti
berat

badan

lebih,

obesitas,

kurangnya

aktivitas

fisik,

hipertensi,

dyslipidemia, diet tidak sehat, dan merokok


Tidak dapat dimodifikasi seperti ras dan etnik, umur, jenis kelamin,
riwayat keluarga dengan DM, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan

>4kg (Kemenkes RI 2014)


Faktor tetap:
Umur
Jenis kelamin
Genetik
Suku
Riwayat keluarga
Faktor perilaku:
Konsumsi zat gizi
Aktifitas fisik
Faktor sosial:
Status kerja
Pendidikan
Faktor intermediet:
16

Obesitas
Hipertensi
Penyakit mental serius
Kondisi psikologis

(garnita,2011)

Genetik atau Faktor Keturunan


Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan.
Anggota

keluarga

penderita

DM

memiliki

kemungkinan

lebih

besar

terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak


menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan
penyakit yang terpaut kromosom seks. Biasanya kaum laki-laki menjadi
penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang
membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya (Maulana, 2008).
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang
bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes

Mellitus.
Asupan Makanan
Diabetes mellitus dikenal sebagai penyakit yang berhubungan dengan
asupan makanan, baik sebagai faktor penyebab maupun pengobatan.
Asupan makanan yang berlebihan merupakan faktor risiko pertama yang
diketahui menyebabkan DM. Salah satu asupan makanan tersebut yaitu
asupan karbohidrat. Semakin berlebihan asupan makanan semakin besar

kemungkinan terjangkitnya DM (Maulana, 2008)


Obesitas
Retensi insulin paling sering dihubungkan dengan kegemukan atau obesitas.
Pada kegemukan atau obesitas, sel-sel lemak juga ikut gemuk dan sel
seperti ini akan menghasilkan beberapa zat yang digolongkan sebagai
adipositokin yang jumlahnya lebih banyak dari keadaan pada waktu tidak
gemuk. Zat-zat itulah yang menyebabkan resistensi terhadap insulin
(Hartini, 2009). Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar
glukosa

darah,

pada

derajat

kegemukan

dengan

IMT

>

23

dapat

menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.


Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari

dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.


Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma

17

insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien
Diabetes.
Sign symptom
Gejala khas DM :

Polidipsia (sering haus) karena tubuh merespon untuk mengganti cairan


tubuh yang hilang)

Poliuria (suka buang air kencing) karena ginjal berusaha mengeluarkan


gula darah yang berlebihan

Polifagia (sering merasa lapar)

Berat badan menurun karena cadangan lemak dan protein banyak


dipecah sebagai energi untuk menggantikan glukosa

Hiperglikemia karena glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel

Diabetic ketoacidosis (nafas bau keton) karena pengaruh metabolisme


lemak

Gejala tidak khas DM :

Lemas karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Juga bisa karena
glukoneogenesis juga memerlukan energi sehingga glukosa yang ada
digunakan untuk melakukan aktivitas sedikit / tidak ada.

Kesemutan

Luka yang sulit sembuh

Gatal

Penglihatan kabur

Disfungsi ereksi (pada pria)

Pruritus vulva (pada wanita)


(Diabetes UK, 2012)

Gejala-gejala diabetes tipe 1 cenderung datang tiba-tiba dan mungkin termasuk:


18

Mulut kering
Penurunan berat badan terus menerus.
Meningkatkan nafsu makan.
Kurangnya energi, mengantuk.

Banyak orang dengan diabetes tipe 1 mempunyai kondisi kulit yang aneh,
termasuk:
- Infeksi bakteri
- Infeksi jamur
- Gatal, kulit kering, sirkulasi yang buruk
Anak perempuan dengan diabetes tipe 1 lebih mungkin untuk mendapatkan
infeksi jamur kelamin. Bayi dapat mengembangkan kandidiasis, bentuk parah dari
ruam popok yang disebabkan oleh jamur yang dapat dengan mudah menyebar

dari daerah popok ke paha dan perut.


(Itokindo, 2011)
peningkatan produksi benda keton (Istiarini, 2009 hal 7)
Nafsu makan menurun (Kemenkes dan WHO Indonesia, 2013)
Gangguan elektrolit (Mahan dan Escott, 2008)
Sesak nafas: Kemungkinan diagnosanya adalah bronkopneumonia. Apabila
disertai gejala lemas, kadang juga didiagnosis sebagai malaria. Padahal gejala
sesak nafasnya apabila diamati pola nafasnya adalah tipe Kusmaull (nafas cepat
dan dalam)

yang sangat

berbeda dengan tipe nafas pada bronkopneumonia.

Nafas Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis.


Nyeri perut: Seringkali dikira sebagai peritonitis

penderita DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis.


Tidak sadar: Keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada kemungkinan
diagnosis

seperti malaria

serebral,

atau appendicitis. Pada

meningitis, ensefalitis,

ataupun

cedera

kepala (Brink SJ, dkk. 2010 dalam Marini, 2015)

Dampak
Akut:

Hiperglikemi
hiperglikemi dapat menyebabkan ketoasidosis hepatikum, atau dapat pula
mengalami hipoglikemi yang disebabkan oleh dosis insulin berlebihan dan
jadwal pemberian yang kurang tepat serta penggunaan glukosa yang
berlebihan.

Sumber

energy

didapatkan

dari

pemecahan

lemak

yang
19

menghasilkan

keton.

Keton

dapat

merubah

keseimbangan

pH

yang

mengakibatkan asidosis metabolic. Hiperglikemia juga menyebabkan Koma


Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK), yaitu sindrom KHHNK
ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis.
Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali
disertai ganguan neurolis dengan atau tanpa adanya ketosis (Soewondo, 2006).

Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga
normal. Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang
melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih
dianggap

normal.

Kadar

glukosa

plasma

kira-kira

10

lebih

tinggi

dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena


eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa
arteri lebih tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler
diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006).
Kronis:
a. Makrovaskular penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak dan
penyakit pembuluh darah perifer.
b. Mikrovaskular:
- Retinopati yang merupakan salah satu penyebab utama kebutaan terjadi
-

akibat kerusakan pembuluh darah kecil pada retina.


Nefropati
Neuropati merupakan kerusakan saraf dan apabila terjadi dikaki akan
meningkatkan kejadian ulkus kaki, infeksi dan amputasi kaki.
(Kemenkes 2014 dan IDAI 2009)

Selain itu juga berdampak pada:


-

Peningkatan resiko penyakit kronis berat


Peningkatan resiko disabilitas
Peningkatan resiko mortalitas premature
Komplikasi jangka panjang meliputi :
Peningkatan resiko penyakit infeksi
Peningkatan resiko katarak
Peningkatan resiko depresi
(Gandy dkk, 2014)
20

Hubungan Retinopati dengan DM


Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab utama
kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes,
yaitu :
Retinopati
Retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang
sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah

retina.
Katarak
Lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga
menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya

glukosa darah yang tinggi.


Glaucoma
Terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata
( Ndraha, 2014)

Retinopati :
DM Tipe 1

hiperglikem

retinopati

Aktivasi stres
oksidatif,
inflamasi &
beberapa
Kerusakan patologis
kapiller ginjal & syaraf
perifer

Degenerasi
pembuluh
darah

Micro
vasculer
disease

(Pescosolido et al, 2015)

Hubungan diabetes dan hipertensi


Pada ginjal, resistensi insulin dan hiperinsulinemia berhubungan dengan sindrom
metabolik, terlihat pada adanya inflamasi lokal yang merupakan jalur patofisiologi
yang penting untukpenyakit ginjal kronis. Insulin mungkin menyebabkan renal
fibrosis melalui stimulasi dari sel mesangial dan sel tubulus proximal untuk
memproduksi TGF-b (Perlstein dkk, 2007). Juga, insulin menstimulasi produksi dari
IGF-1 oleh sel otot polos pembuluh darah dan sel tipe lainnya, dimana hal tersebut
berimplikasi pada terjadinya penyakit Ginjal Diabetik (Khaimisi dkk, 2002). Penyakit
ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah pada penderita diabetes mellitus
dengan komplikasi penyakit ginjal kronis.
21

Secara umum diperkirakan hipertensi dijumpai dua kali lebih banyak pada populasi
diabetes

dibanding

non

diabetes.

Hipertensi

diketahui

mempercepat

dan

memperberat penyulit-penyulit akibat diabetes seperti penyakit jantung koroner,


stroke, nefropati diabetik, retinopati diabetik, dan penyakit kardiovaskular akibat
diabetes, yang meningkat dua kali lipat bila disertai hipertensi. Hipertensi
merupakan faktor utama dari harapan hidup dan komplikasi pada pasien diabetes
dan menentukan evaluasi dari nefropati dan retinopati penderita diabetes
khususnya.
Adapun

salah

satu

penyebab

terjadinya

hipertensi

adalah

resistensi

insulin/hiperinsulinemia. Kaitan hipertensi primer dengan resistensi insulin telah


diketahui sejak beberapa tahun silam, terutama pada pasien gemuk. Insulin
merupakan zat penekan karena meningkatkan kadar ketekolamin dan reabsorpsi
natrium (Saseen dan Carter, 2005). Berdasarkan macam gejala menurut Julias, dkk
Gejala lokal:

Perubahan kebiasaan buang air

Timbulnya rasa mual dan nyeri disertai mual dan muntah saat buang air
besar, terjadi akibat sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh masa
tumor

Adanya distensi yang mungkin dirasakan oleh penderita

Gejala umum:
- BB turun tanpa sebab yang jelas ( ini gejala yang paling umum di semua
jenis keganasan)
- Hilangnya nafsu makan
- Anemia, pasien tampak pucat
- Sering merasa lelah
(Julias,dkk, 2010)
2. Bagaimana hubungan penyakit Ny. B dengan status gizi?
Efek ketiadaan atau kurangnya insulin menyebabkan glukosa darah tetap
tinggi karena tidak ada yang memfasilitasi transport glukosa ke sel otot,
liver, maupun adipose sehingga

keadaan kurang energi.


Keadaan kurang energi

sel-sel tubuh meresponny asebagai

dikompensasi

dengan

pemecahan

berbagai

simpanan energi. Diawali dengan pemecahan glikogen yang ada di liver dan
otot yang mengakibatkan penurunan massa otot.
22

Ketiadaan insulin menyebabkan peningkatan lipolisis akibat peningkatan


aktivitas lipase sensitif hormon. Lipolisis yang menghidrolisis simpanan TG
menghasilkan asam lemak dan gliserol sehingga kadarnya meningkat dalam
darah.

Peningkatan

asam

lemak

dalam

darah

memicu

liver

untuk

mengkonversi asam lemak tersebut menjadi fosfolipid dan kolesterol.


Peningkatan

fosfolipid

dan

kolesterol

dalam

darah

tersebut

dapat

menyebabkan aterosklerosis dan dislipidemia.


Ketiadaan insulin menyebabkan peningkatan penggunaan lemak sebagai
sumber energi namun tidak semua bagian lemak dapat digunakan,
sehingga menyisakan bahan bernama benda keton. Benda keton yang
terlalu banyak di cairan tubuh disebut ketosis. Ketosis ini menyebabkan

asidosis dan koma yang dapat berakibat pada kematian


Ketiadaan insulin menyebabkan peningkatan katabolisme

protein,

berhentinya sintesis protein, inaktivasi sejumlah gen, dan peningkatan


kadar asam amino dalam darah. Peningkatan penggunaan asam amino
sebagai energi menyebabkan penurunan fungsi organ, protein wasting, dan
peningkatan ekskresi urea di urin. Pemecahan protein yang berlebihan juga
berakibat pada penurunan cadangan protein yang terlihat jelas di otot,
sehingga pasien bisa malnutrisi. (Guyton and Hall 2006; Gandy et al, 2014)
3. Bagaimana cara untuk menghitung carbohidrat counting, perhitungan rasio
insulin dengan karbohidrat, dan perhitungan kebutuhan insulin Ny. B?
Perhitungan Kebutuhan Insulin
ICR adalah perbandingan jumlah asupan karbohidrat dengan unit insulin untuk
mengontrolnya, biasanya diexpresikan dengan u:c, u sebagai unit insulin, c
sebagai gram karbohidrat. ICR tergantung pada sensitivitas insulin. Umumnya,
seseorang yang lebih sensitive terhadap insulin, 1 unit insulin dapat
mengontrol lebih banyak karbohidrat. Juga, beberapa orang yang resisten
insulin pada waktu yang berbeda (hari, bulan )atau aktivitas yang berbeda
dalam satu hari, biasanya membutuhkan lebih dari satu ICR. Contohnya, ICR
seseorang saat makan pagi harus lebih tinggi daripada insulin harian lainnya
(lebih banyak insulin yang dibutuhkan pada aktu makan pagi untuk mengontrol
karbohidrat dalam jumah yang sama sepanjang hari).
ICR dapat dikalkulasi dengan menggunakan beberapa metode. Metode
manapun yang dipakai dipilih yang paling tepat. Jika memungkinkan setelah
menggunakan

satu

metode,

digunakan

juga

metode

lainnya

untuk

perbandingan validitas rasio. Jika dosis insulin basal tidak tepat, maka proses
untuk menentukan ICR seseorang akan lama dan hasilnya tidak konsisten.
Untuk orang yang menggunakan insulin pump, paling baik untuk mengevaluasi
dan menentukan nilai basal yang benar,sebelum memulai insulin pump atau
23

menentukan ICR yang tepat. Dosis insulin basal harus benar atau ICR dan CF
tidak akan bekerja.

Metode 1 (Daftar makanan, dosis insulin bolus dan informasi self monitoring
blood glucose / SMBG)
Pasien melakukan SMBG paling tidak 1 minggu, terdiri dari:
KGD Puasa, sebelum makan dan 1-2 jam setelah makan
Dosis insulin bolus preprandial
Jumlah karbohidrat yang dikonsumsi pada saat makan, snack dan
waktu lainnya, seperti untuk terapi hipoglikemi ( menolong pasien
untuk makan karbohidrat dalam jumlah yang sama pada saat makan
pagi, siang dan malam dan snack yang dicatat selama 1 minggu)
Olahraga, penyakit, stress, mens dan konsumsi alcohol, mencakup
waktu dan facto-factor lainnya yang berhubungan (seperti durasi,
insensitas olahraga, pre/ onset/durasi mens, jumlah alcohol, dan
sebagainya).
Metode ini adalah yang paling efektif jika pasien mencatat SMBG yang
mengindikasikan konsistensi KGDS sebelum dan sesudah makan dalam
batas target. Jika KGD tidak terkontrol, atau asupan karbohidrat bervariasi,
atau bila terlalu banyak factor lain yang mempengaruhi KGD selama
dilakukan pencatatan, maka metode ini tidak akan menghasilkan ICR yang
akurat.

Metode 2 (Aturan 500)


Metode ini, digunakan secara luas untuk menentukan ICR berdasarkan TDD
(total daily dose) dari insulin dibagi 500. Hasilnya adalah jumlah karbohidrat
yang dapat dikontrol oleh 1 unit insulin rapid- acting untuk menurunkan
KGD dalam batas target dalam 3- 4 jam setelah makan, atau 1 unit insulin
rapid- acting akan mengontrol dalam 5-6 jam setelah makan. Beberapa
klinisi menemukan bahwa TDD dibagi 450( lebih baik dari 500)adalah lebih
akurat untuk insulin dan untuk orang yang kurang sensitive terhadap
insulin.
Contoh:
Dosis insulin basal: 8 unit insulin glargine 2 kali sehari
Dosis insulin bolus: insulin aspart sebelum makan pagi 5 unit,
sebelum makan siang 6 unit dan sebelum makan malam 7 unit
24

TDD: 8+8+5+6+7 =34 unit


KGD puasa, sebelum makan dan 2 jam setelah makan dalam batas
target 5. 500: 34+ 14,7
ICR adalah 1 unit untuk 15 g karbohidrat, atau 1: 15
Saat ini, beberapa klinisi menggunakan formula lain dan metode kalkulasi
yang berdasarkan pada penelitian mereka, sebagai contoh, formula
( 217/TDD) + 3 = ICR.
Contoh:
TDD dalah 38 unit
217: 34= 6,38

6,38 + 3 = 9,38, sekitar 10


ICR dalah 1 unit untuk 10 g karbohidrat, atau 1 : 10
Perhitungan ICR menggunakan metode 2, aturan 450. Diketahui sesuai
skenario, dosis insulin basal = 24 unit. Dosis insulin bolus = sebelum
sarapan 7 unit, sebelum makan siang 5 unit, sebelum makan malam 6 unit.
Total Daily Dose = 24+7+5+6 = 42 unit.
ICR = 450 : TDD
= 450 : 4
= 10,7
Jadi ICR adalah 1 unit untuk 11 gram karbohidrat atau 1 : 11

Metode 3 (Menggunakan formula yang berdasarkan pada berat badan dan


TDD)
Menggunakan berat badan masih merupakan cara lain untuk menentukan
suatu ICR. Menggunakan metode ini , mengalikan berat badan dalam
pounds (BW) dengan 2,8 dan kemudian hasilnya dibagi dengan TDD,
memformulasikan 2,8(BW)/ TDD= ICR.
Contoh:
BW adalah 168 pounds dan TDD adalah 38 unit
168 x 2,8 = 470,4 : 34 = 13,8 (sekitar 14)
ICR adalah 1 unit untuk 14 g karbohidrat

Metode 4 (Menggunakan CF untuk menghitung ICR)

25

Ketika seseorang dihitung CF nya, kemudian mengalikannya dengan 0,33


merupakan cara
lain untuk menghitung ICR.
Contoh:
CF adalah 60 mg/dl
60 x 0,33 = 19,8 (sekitar 20)
ICR adalah 1 unit untuk 20 g karbohidrat (ADA, 2008 dalam Rosdiana,
2013)

Menentukan ICR
Berdasarkan berat badan
Semakin berat seseorang
dapat

dikonversi

oleh

maka akan semakin sedikit karbohidrat yang

insulin,

maka

ICR

dapat

ditentukan

dengan

menggunakan tabel berikut :


Berat

ICR
(Lbs)
< 60
1 : 30
60 80
1 : 25
81 100
1 : 20
101 120
1 : 18
121 140
1 : 15
141 170
1 : 12
171 200
1 : 10
201 230
1:8
231 270
1:6
> 270
1:5
Fine tuning and veryfying I:C ratios
Melakukakan pencatatan glukosa darah sebelum dan 3-4 jam setelah makan
tanda adanya asupan makanan lain di waktu tersebut serta tanpa
melakukan aktivitas fisik. Hal ini dilakukan selama 10 14 hari, dara data

glukosa darah tersebut kemudian dicari nilai glukosa darah yang stabil.
(Scheiner, 2007)
Menghitung Insulin Harian Total (IHT) = 0,5 unit x BB
Dosis insulin harian total dibagi menjadi 2 yaitu insulin prandial total (IPT)
dan insulin basal total (IBT).
IPT = 60% x IHT
IPT dibagi menjadi 3 secara merata untuk dosis sarapan, makan siang dan
makan malam
IBT = 40% x IHT
(Eko, 2011)

26

Perhitungan Karbohidrat Counting


Tahapan Advanced Carbohydrate Counting:
Step 1
Identifikasi makanan-makanan yang mengandung karbohidrat
Step 2
Hitung total karbohidrat yang dikandung (dikurangi serat dan alkohol jika
ada)
Step 3
Tentukan dosis insulin dengan membagi total karbohidrat dengan rasio
insulin-karbohidratnya (ICR)
Step 4
Cek gula darah sebelum makan kemudian catat pada diari
Step 5
Tentukan Insulin Sensitivity Factor (Correction Factor)
Step 6
Hitung insulin tambahan/correction bolus dengan membagi hasil antara
glukosa darah sebelum makan dengan glukosa darah target, kemudian bagi
dengan

ISR.

Tujuan

pemberian

insulin

tambahan

ini

adalah

untuk

mendapatkan kadar glukosa darah yang diinginkan setelah makan +


pemberian insulin prandial
Step 7
Penyesuaian dengan aktivitas:
Jika merencanakan aktivitas fisik 2 jam setelah injeksi insulin maka dosis
insulin prandial dikurangi 50%
Jika merencanakan aktivitas fisik 2-3 jam setelah injeksi insulin maka dosis
insulin prandial dikurangi 25%
Step 8
27

Injeksi, makan, dan catat ke dalam buku diari


Step 9
Cek glukosa darah setelah injeksi dan evaluasi ISF dan ICR (Fraser Health,
2009)
Cara menghitung jumlah karbohidrat dalam makanan:
Membaca label makanan
- Melihat kandungan karbohidrat pada makanan yang dicantumkan per

100 gr atau per sajian


Melihat jumlah karbohidrat

karbohidrat)
Kandungan karbohidrat dalam takaran saji dikalikan dengan jumlahyang

dengan

angka

yang

terbesar

dikonsumsi
Contoh :
1 slice roti gandum kandungan KH = 19 gram
ika mengonsumsi 2 slice roti maka, 19 x 2 = 38 gram
Pengukuran dan penimbangan berat
- Menimbang porsi makanan yang dikonsumsi
- Melihat daftar bahan makanan untuk mengetahui
-

(total

kandungan

krabohidrat setiap 100 gram


Membagi kandungan karbohidrat tiap 100 gram bahan makanan dengan
100 untuk mengetahui kandungan karbohidrat tiap gramnya
Mengalikan hasil tersebut dengan jumlah yang dikonsumsi
Contoh :
Jumlah pasta yang dimakan = 40 gr
Kandungan KH dalam 100 gram pasta = 75
Kandungan KH tiap 1 gram pasta = 75 : 100 = 0,75 gram
Kandungan KH yang dikonsumsi = 0,75 x 40 = 30 gram
Untuk masakan olahan atau resep tertentu menggunakan langkah
seperti diatas, akan tetapi menghitung karbohidrat pada masing-masing

bahan makanan yang digunakan untuk mengetahui karbohidrat total.


Menggunakan Carbohydrat Calculator
- Berupa tabel dengan angka yang menunjukkan berat bahan makanan,
kandungan karbohidrat per 100 gram, serta jumlah karbohidrat yang
-

dikonsumsi
Melihat total kandungan karbohidrat pada tabel karbohidrat
Mengukur berat bahan makanan yang dikonsumsi
Menentukan jumlah karbohidrat dalam makanan yang dikonsumsi
dengan mencari titik temu antara kolom berat yang dikonsumsi dan
kolom kandungan 100 gram karbohidrat per 100 gram bahan makanan

28

Contoh :
Konsumsi sereal jagung = 45 gram
Kandungan KH per 100 gram sereal jagung = 65 gram
Kandungan KH yang dikonsumsi adalah 29 gram, seperti pada tabel
dibawah ini

(SNDRI, 2010)

4. Bagaimana asuhan gizi yang tepat untuk skenario?


Assessment

Data Dasar
Antropometri

Sintesa Data

29

Berat Badan: 64 kg

Status gizi normal

Tinggi Badan: 167,8 cm


IMT = BB/TB2
= 64 / (167,82)
= 22,7 kg/cm2
Biokimia
-

Plasma HBA1C

Plasma HBA1C dan GD2PP

mengalami

Diabetes Melitus

peningkatan di atas
-

normal
Glukosa darah 2 PP
sering di atas normal

Fisik Klinis
-

Seringkali merasa

lapar yang sangat


Retinophaty
Hipertensi sedang
yang terkontrol

Dietary
-

Makan pagi jam 08.00

Polifagia
Retinophaty
Hipertensi sedang

Konsumsi kafein tinggi


Konsumsi energi harian

berlebih: 1985 kkal (113%)


Konsumsi karbohidrat harian
berlebih: 292 g (111%)

dengan nasi, sayur,


lauk hewani
(daging/ayam/telur) +
tempe/tahu/pengganti
nabati (E: 620 kkal, P:
15%, L: 38%, Kh: 60%
-

= 93 g)
Snack pagi dengan
pisang ambon dan kopi
pahit (E: 100 kkal,
P:0%, L: 0%, Kh: 96%

= 24 g)
Makan siang jam 13.00
dengan nasi, sayur,
lauk hewani
(daging/ayam/telur) +
30

tempe/tahu/pengganti
nabati (E: 720 kkal, P:
17%, L: 39%, Kh: 54%
-

= 98 g)
Snack sore dengan
pisang ambon dan kopi
pahit (E: 100 kkal,
P:0%, L: 0%, Kh: 96%

= 24 g)
Makan malam jam
18.30 dengan roti
tawar dioles margarin,
kacang rebus, dan 1

pisang kepok kecil

ICR = 450 : 42

kukus (E: 445 kkal, P:


17%, L: 53%, Kh: 48%
-

= 11 : 1

pagi dan malam sama

Makan pagi dan snack pagi :


= 93 g + 24 g
= 117/11
= 11 unit insulin

dengan hari biasa

sebelumnya diberikan 7 unit

= 53 g)
Saat weekend makan

namun saat makan


siang lebih sering

mengkonsumsi
makanan siap saji di
keluarga. Pilihan
makanan yang sering

dikonsumsi adalah:
Mie Godok Pak KR (E:
55%, Kh: 27% = 36 g)
Rawon bu GT (E: 550
kkal, P: 22%, L: 21%,

hiperglikemi
Makan siang saat weekend:
Mi godok:
= 36 g/11
= 3 unit insulin sebelumnya
diberikan 5 unit hiperglikemi
Rawon:
= 78 g/11
= 7 unit insulin sebelumnya

539 kkal, P: 18%, L:


-

hiperglikemi
Makan siang dan snack sore:
= 98 g + 24 g
= 122/11
= 11 unit insulin
sebelumnya diberikan 5 unit

restoran bersama

Aktivitas fisik tergolong rendah


Kebutuhan insulin:

diberikan 5 unit hipoglikemi


Bakso:
= 51 g/11
= 5 unit insulin sebelumnya

Kh: 57% = 78 g)
Bakso KT (E: 791,8
kkal, P: 23%, L: 51,5%,

Ekologi

diberikan 5 unit sesuai


Makan malam :
= 53/11
= 5 unit insulin sebelumnya

diberikan 6 unit hipoglikemi

Kh: 26% = 51 g)

Ny. B usia 47 tahun,

31

menikah, mempunyai
2 anak usia 20 dan 18
-

Insulin yang diberikan untuk


Ny. B belum tepat

tahun
Bekerja wiraswasta
sebagai pembuat
souvenir di rumahnya
dan bekerja bila ada

pesanan
Kegiatan harian adalah
mengatur bengkel
kerjanya tempat
membuat souvenir,
berjalan kaku sekitar
rumah yang juga
menjadi bengkel
kerjanya dan
mengatur pajangan
souvenir di rak-rak

khusus
Menggunakan insulin

prandial:
Sebelum sarapan: 7

Unit
Sebelum makan siang:

5 Unit
Sebelum makan

malam: 6 Unit
Menggunakan insulin
Long acting/basal: 24
Unit jam 21.30 22.00

Diagnosa
NI 1.3 Kelebihan Energi Intake dikaitkan dengan DM tipe 1 ditandai dengan
presentase energy pada hasil recall pasien yaitu 113%
NI 5.8.2 Asupan KH berlebih berkaitan dengan kondisi DM tipe 1 pasien ditandai
dengan total asupan KH pasien sebesar 291,6 gr (105,6%)
NC 2.2 Perubahan data lab terkait gizi dihubungkan dengan DM Tipe 1 ditandai
dengan GD@PP tinggi dan HbA1C tinggi
32

NB 1.7 Pemilihan bahan makanan yang salah karena kurang terpapar informasi
terkait gizi ditandai dengan asupan lemak tinggi dan konsumsi kopi
Intervensi
E Pemberian edukasi gizi kepada pasieen terkait jenis, jumlah, dan jadwal makan
yang tepat
RC Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain terkait pemberian dosis insulin
Monev
BD 1.5.3 HbA1C mengalami penurunan dan mencapai normal ketika cek darah
PD 1.1.5 Rasa lapar berkurang dipantau tiap 2 jam setelah injeksi insulin
1.

Keluhan pasien

Tidak ada

Di monev setiap
hari

2.

Kadar gula darah

- Gula darah puasa

Di cek setiap

90-130 mg/dl
- Gula darah 2 jam

sebelum makan

setelah makan

dan 2 jam setelah


makan

<180 mg/dl
3.

HbA1C

<7 %

Di monev setiap 3
bulan sekali

4.

Intake makan

5.

Berat badan

100% memenuhi

DI monev setiap

kebutuhan

hari

BBI terpenuhi

Di monev setiap

pasien

minggu

(Sudoyo dkk, 2009; Homenta, 2012)

5. Bagaimana preskripsi diet Ny. B (perhitungan kebutuhan zat gizi, pengaturan


jam makan terkait pemberian dosis insulin, aktifitas fisik, jenis bahan makanan,
cara pengolahan, dan ukuran porsi) ?
Tujuan

Meningkatkan kesehatan umum melalui pilihan makanan sehat dan

aktivitas fisik
Memenuhi kebutuhan gizi individu
Mempertahankan berat badan normal
(Katsilambros 2014)
33

Menormalkan kadar glukosa darah dengan menyeimbangkan asupan

makanan dengan insulin


Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal
Memberi cukup energi
Mencegah penyakit komplikasi seperti hipoglikemi
Memperbaiki kebiasaan makan untuk memperbaiki control metabolic
yang baik
(Wahyuningsih, 2013)

Prinsip

Low GI dan GL menurunkan resiko peningkatan glukosa darah


Mengatur konsumsi KH dengan Carbohydrat Counting

Syarat

Energi diberikan cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat

badan normal.
Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15 % dari kebutuhan energi total.
Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total,
dalam bentuk <10% dari kebutuhan energi total dalam bentuk lemak
jenuh, 10 % dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sianya dari lemak
tidak jenuh tunggal. Asupan kolesterol makanan dibatasi

300 mg /

hari.
Kebutuhan karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total, yaitu 60 70%.
Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak
diperbolehkan kecuali digunakan sebagai bumbu. Apabila kadar glukosa
darah sudah terkendali, diperbolehkan mengkonsumsi gula murni

sampai 5% dari kebutuhan energi total.


Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas. Gula alternatif adalah

gula pemanis selain sakarosa.


(Wahyuningsih, 2013)
Asupan serat dianjurkan 25 g / hari dengan mengutamakan serat larut

air yang terdapat dalam sayur dan buah.


Vitamin C dikonsumsi sebesar 120 mg / hari untuk meminimalisir

pembentuka AGEs
(Setiawan dan Suhartono, 2005)
Pemberian makan memperhatikan 3J ( tepat jumlah, jenis, jadwal)
Zat gizi mikro:
Vitamin A 600 mcg
Vitamin C 90 mg
Vitamin E 15 mg
Selenium 30 mcg
Kromium 35 mcg
Zink 13 mg
Magnesium 350 mg
34

Vitamin dan mikromineral berfungsi untuk melindungi pasien dari

stress oksidatif dan mengendalikan glukosa darah


(Katsilambros, 2014)
Prinsip dasar pengaturan jadwal makan penderita diabetes mellitus
adalah 3 kali makan utama dan 3 kali makanan selingan yang diberikan

dalam interval 3 jam.


Natrium
Anjuran asupan natrium yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama

dengan 6-7 gram (1 sdt) garam dapur.


Pasien dengan hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400mg.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit. (Perkeni,

2011)
Cara Pengolahan
Cara pengolahan makanan yang direkomendasikan adalah dikukus,

disetup, direbus, dipanggang (Almatsier, 2010)


Pengolahan dengan cara diperbolehkan akan tetapi tidak lebih dari 1

macam bahan makanan dalam 1 waktu makan (Wahyuni, 2006)


Aktifitas Fisik
Respons penderita DM tipe-1 terhadap suatu jenis olahraga sangat individual,
karena itu perlu mengikuti merupakan acuan dan prinsip umum. Prinsip latihan
jasmani bagi penderita diabetes sama dengan prinsip latihan jasmani secara
umum, yaitu memenuhi beberapa hal seperti :
Frekuensi
Jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali

per minggu
Intensitas
Ringan dan sedang (60-70% maksimum heart rate)
Durasi selam 30-60 menit. (Depkes RI, 2005)
Jenis
Olahraga yang disarankan adalah olahraga yang bersifat CRIPE (continuous,
rhythmical, interval, progressive, endurance training). Latihan jasmani
endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, serta
membuat jantung dan tulang kuat, mengurangi stress dan meningkatan
aliran darah. Aerobik juga menurunkan risiko DM tipe 2, penyakit jantung
dan stroke dengan menjaga kadar gula, kolesterol dan tekanan darah dalam

rentang normal. Contoh seperti berjalan, jogging, berenang, dan bersepeda.


(Regina, 2012; Mahan et al., 2008)
Aktivitas fisik dengan intensitas sedang dapat meningkatkan uptake glukosa

8-10 gram/jam sehingga perlu menambahkan 15 g KH/30-60 menit


Jika aktifitas fisik dilakukan < 30 menit maka tidak direkomendasikan
penambahan karbohidrat maupun insulin
(Mahan dan Escoff-Stump, 2008)
35

Penderita diabetes melitus boleh melakukan kegiatan jasmani jika GD < 250
mg, jika GD > 250 mg saat melakukan latihan jasmani akan terjadi
pembakaran lemak akibat pemakaian glukosa oleh otot terganggu, hal ini
membahayakan

tubuh

dan

dapat

menyebabkan

terjadinya

ketoasidosis (Soehartono, 2004 dalam Rachmawati, 2010)


Tahapan dalam latihan jasmani sangat diperlukan agar

otot

komatidak

memperoleh beban secara mendadak, yaitu:


Warm-up (pemanasan), dilakukan 5-10 menit untuk meningkatkan
denyut nadi dan suhu tubuh
Conditioning (latihan inti), dilakukan dengan irama lebih cepat 20-30

menit untuk meningkatkan kerja paru dan jantung


Cooling down (pendinginan), tempo lambat selama 5-10 menit
Stretching (peregangan) dilakukan kurang lebih 5 menit, Peregangan
Beberapa jenis latihan fleksibilitas seperti yoga dan tai chi melibatkan
meditasi dan teknik bernapas sehingga mengurangi stress. Lakukan latihan
peregangan 5 10 menit sebelum berolah raga (pemanasan) dan lakukan
lagi setelah berolah raga (pendinginan).
(Qurratuaeni, 2009; Gultom, 2012; Regina, 2012)

Bagi penderita DM tipe-1 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan


sebelum, selama, dan setelah berolahraga. Ada beberapa penyesuaian diet,
insulin, dan cara monitoring gula darah agar aman berolahraga, antara lain:
a. Sebelum berolah raga
Tentukan waktu, lama, jenis, intensitas olahraga. Diskusikan dengan
pelatih/guru olah raga dan konsultasikan dengan dokter.
Asupan karbohidrat dalam 1-3 jam sebelum olahraga.
Cek kontrol metabolik, minimal 2 kali sebelum berolahraga.
Jika kadar Gula Darah (GD) <90 mg/dL dan cenderung turun,

tambahkan ekstra karbohidrat.


Jika kadar Gula Darah 90-250

karbohidrat (tergantung lama aktifitas dan respons individual).


Jika Gula Darah >250 mg/dL dan keton urin/darah (+), tunda olahraga

sampai Gula Darah normal dengan insulin.


Bila olahraga aerobik, perkirakan energi yang dikeluarkan dan tentukan

apakah penyesuaian insulin atau tambahan karbohidrat diperlukan.


Bila olahraga anaerobik atau olah raga saat panas, atau olahraga

kompetisi insulin dapat dinaikkan.


Pertimbangkan pemberian cairan untuk menjaga hidrasi (250 mL pada

mg/dL,

tidak

diperlukan

ekstra

20 menit sebelum olahraga).


b. Selama berolah raga
Monitor Gula Darah setiap 30 menit.
Teruskan asupan cairan (250 ml tiap 20-30 menit).
Konsumsi karbohidrat tiap 20-30 menit, bila diperlukan.
c. Setelah berolah raga
36

Monitor Gula Darah, termasuk sepanjang malam (terutama bila tidak

biasa dengan program olahraga yang sedang dijalani).


Pertimbangkan mengubah terapi insulin.
Pertimbangkan tambahan karbohidrat kerja lambat dalam 1-2 jam
setelah olahraga untuk menghindari hipoglikemia awitan lambat.
Hipoglikemia awitan lambat dapat terjadi dalam interval 2 x 24 jam

setelah latihan.
(Sudoyo dkk, 2006; IDAI, 2009)
Perhitungan kebutuhan zat gizi dan Dosis Insulin
Perhitungan kebutuhan energi baru untuk Ny. B
Energi = 25 kcal/kgBB
Energi basal = 25 x 64 = 1600 kkal
Faktor aktivitas = 20% x 1600 = 320 kkal
Faktor usia = 5% x 1600 = 80 kkal
Total kebutuhan energi = 1600 + 320 80 = 1840 kkal
Protein = 15% x 1840 = 276 / 4 = 69 g
Lemak = 25% x 1840 = 460 / 9 = 51 g
Karbohidrat = 60% x 1840 = 1104 / 4 = 276 g
Kebutuhan insulin yang baru
Kebutuhan energi Ny. B 1840 kkal, kebutuhan karbohidrat 276 g
ICR = 11
Pagi KH 25% = 25 x 276 / 100 = 69 / 11 = 6 unit insulin
Siang KH 30% = 30 x 276 / 100 = 82,8 / 11 = 8 unit insulin
Malam KH 20% = 20 x 276 / 100 = 55,2 / 11 = 5 unit insulin
Snack 25% = 25 x 276 /100 = 69 / 11 = 6 unit insulin
(PERKENI, 2011)

Perhitungan kebutuhan insulin menurut Cheng and Zinman, 2005


Insulin Harian Total (IHT) = 0,5 unit x BB (kg)
= 0,5 x 64
= 32 unit
Insulin Prandial Total (IPT)

= 60% x IHT
= 60% x 32
= 19, 2 unit 19 unit

Insulin Basal Total (IBT)

= 40% x IHT
= 40% x 32
= 12, 8 unit 13 unit

Prinsip dasar pengaturan jadwal makan penderita diabetes mellitus adalah


3 kali makan utama dan 3 kali makanan selingan yang diberikan dalam
interval 3 jam
Perhitungan insulin pada saat weekend, apabila ICR=11:1
37

Makan di Mie Godog Pak KR = 4 unit


Makan di Rawon Bu GT = 7 unit
Makan di Bakso KT = 5 unit
Jenis Bahan Makanan
Bahan makanan

Dianjurkan

Dibatasi

Sumber

Karbohidrat

Sumber karbohidrat

karbohidrat

kompleks yaitu

dibatasi: bubur,

nasi, roti, mie,

singkong,ubi, sagu,

kentang

gandum,pasta,

Dihindari

jagung, talas,
havermout,sereal,ke
tan, makaroni
Sumber protein

Ayam tanpa

Hewani tinggi lemak

Keju, abon,

hewani

kulit, ikan, telur

jenuh (kornet, sosis,

dendeng,

rendah

sarden, otak, jeroan,

susu full

kolesterol atau

kuning telur)

cream

putih telur,

Makanan

daging tidak

yang

berlemak

mengandung
banyak
natrium :
ikan asin,
telur asin,
makanan
yang
diawetkan

Sumber protein

Tempe, tahu,

nabati

kacang hijau,
kacang merah ,
kacang tanah,
kacang kedele

Sayuran

Sayur tinggi

Bayam, buncis,

serat:

daun melinjo, labu

kangkung,

siam, daun

oyong,

singkong, daun
38

ketimun, tomat,

ketela, jagung

labu air,

muda, kapri, kacang

kembang kol,

panjang, wortel,

lobak, saledri,

pare, daun katuk

selada, terong
Buah buahan

Jeruk, apel,

Nanas, anggur,

Buah-buahan

pepaya, jambu

mangga, sirsak,

yang manis

air, salak,

pisang, alpukat,

dan

belimbing

sawo, semangka,

diawetkan:

(sesuai

nangka masak

durian,

kebutuhan)

nangka,
alpukat,
kurma,
manisan
buah

Minuman

Minuman
yang
mengandung
alkohol, susu
kental manis,
soft drink,
yoghurt,

Lain-lain

Makanan

Makanan yang

Gula pasir,

dengan IG

digoreng dan

gula merah,

rendah

menggunakan

gula batu,

contohnya

santan kental,

madu

whole grain

kecap, saus tiram

dan kacangkacangan

Makanan/min
uman yang
manis: cake,
kue-kue
manis, dodol,
tarcis, sirup,
selai, manis,
coklat,
permen,
tape,
39

mayonaise
Makanan
yang
mengandung
tinggi
lemak : cake,
makanan
fastfood,
gorengan
Makanan GI
tinggi >70 :
roti tawar,
keripik
(kemenkes RI, 2011) (Azrimaidaliza, 2011; Agustien, 2013) (Wahyuningsih, 2013
dan Katsilambros dkk, 2014)

A.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


KESIMPULAN
Perencanaan diet untuk pasien dengan kondisi Diabetes Mellitus (Tipe 1) dapat
dilakukan

dengan

pendekatan

karbohidrat

counting.

Dalam

metode

ini

perhitungan kebutuhan karbohidrat dalam sehari di tentukan dalam ukuran per


serving karbohidrat yang mana 1 carb serving/choice = 15 gram karbohidrat.
Selain itu pada pasien diabetes dengan terapi insulin perlu adanya perhitungan
kebutuhan insulin. Untuk menghitung berapa insulin yang dibutuhkan diperlukan
40

angka perbandingan antara insulin dengan karbohidrat (ICR) dan total dosis insulin
harian (TTD). Dimana untuk kasus ini kebutuhan insulin pasien adalah: Pagi (6
unit), Siang (8 unit), Malam (5 unit), Snack (6 unit). Sedangkan pada hari weekend
sebesar: Mie Godok (4 unit), Rawon (7 unit), dan Bakso (5 unit). Dimana ICR (1:11)
dengan insulin harian total 32 unit, insulin prandial 19 unit, dan insulin basal 13
unit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian dosis insulin sebelumya
dengan hasil perhitungan diperoleh pasien dalam kondisi hiperglikemi dan
hipoglikemi.
B.

REKOMENDASI
Skenario dalam PBL yang diberikan pada minggu keenam ini dapat menambah
dan memperdalam pengetahuan mahasiswa mengenai bagaimana merencanakan
menu diet yang tepat sesuai dengan kondisi penyakit diabetes mellitus.
Menggunakan pendekatan karbohidrat counting dalam menentukan kebutuhan
atau porsi karbohidrat sehari. Serta menentukan rasio antara insulin dengan
karbohidrat untuk menghitung kebutuhan insulin pasien diabetes mellitus.
Mahasiswa mendapatkan skenario yang mirip dengan kasus di lapangan sebagai
bekal bagi mahasiswa saat bertemu dengan pasien secara langsung ataupun saat
pre DI.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Guyton, Arthur C., Hall, John E. 2006. Textbook of Medical Physiology. Kanada:

2.

Saunders
Gandy, Joan Webster, Madden, Angela, Holdsworth, Michelle. 2014. Gizi dan

3.

Dietetika. Jakarta: EGC


Agustien, Rinnelya. 2013. Efek Hiperglikemia Postprandial terhadap Kemampuan
Memori Jangka Pendek Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Cipondoh

4.

Tangerang. Depok
Azrimaidaliza. 2011. Asupan Zat Gizi dan Penyakit Diabetes Mellitus
41

5.
6.
7.

Kemenkes RI, 2011. Diet Diabetes Mellitus.


Katsilambros, Nikolas. 2014. Asuhan Gizi Klinik. Jakarta : EGC
Wahyuningsih, Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet pada Pasien. Yogyakarta : Graha

8.

Ilmu
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Indonesia 2011. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.


9.
Fraser Health Diabetes Education. 2009. Advanced Carbohydrate Counting.
10. Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet Edisi Baru. Gramedia: Jakarta
11. Sudoyo, A.W. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Jakarta : EGC
12. Qurratuaeni. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terkendalinya Kdar
Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUP Fatmawati. Jakarta
13. Gultom, Yuni Thiodora. 2012. Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus tentang
Manajemen Diabetes Mellitus di RS Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Jakarta
Pusat
14. Wahyuni, Endang S. 2006. Evaluasi Tatalaksana Terapi Diet pada Penderita Diabetes
Melitus di Ruang inap Badan RSUD Dr. M Ashari pemalang. Universitas Diponegoro
Semarang. Skripsi
15. Rachmawati, Ova. 2010. Hubungan Latihan Jasmani terhadap Kadar Glukosa darah
penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi
16. Mahan, L. Kathleen et al., 2008. Krauses Food and Nutrition Therapy,
17. Diabetes UK. 2010. Key Statistics on Diabetes.
18. Garnita, Dita, 2012. Faktor Resiko Diabetes Mellitus di Indonesia. Fakultas
Kesehatan Masyarakat.
19. Hernaningtyas, Linda Febryana. 2012. Hipertensi, Obesitas Sentral dan Diabetes
Mellitus (Komponen Sindrom Metabolik) Sebagai Prediktor Kejadian Penyakit Ginjal
Kronik: Studi Kohort Retrospektif pada Penduduk Kecamatan Blahbatuh Gianyar
Bali. Universitas Udayana Bali.
20. Homenta, Heriyannis. 2012.

Diabetes

Mellitus

Tipe

I.

Fakultas

Kedokteran

Universitas Brawijaya Malang.


21. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes
Mellitus Tipe 1. World Diabetes Foundation. ISBN 978-979-8421-38-9
22. Istiarini, Chatarina Hatri. 2009. Pengaruh Terapi Refleksologi terhadap Kadar Gula
Darah pada Klien DM tipe II dalam Konteks Asuhan Keperawatan di Sleman
Yogyakarta. Tesis. Universitas Indonesia
23. Kemenkes RI dan WHO Indonesia. 2013. Buku Saku Asuhan Gizi di Puskesmas.
Pedoman Pelayanan Gizi bagi Petugas Kesehatan
24. Kemenkes RI. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes
25. Mahan, L.K., dan Escott-Stump. 2008. Krauses Food and Nutrition Therapy. 12 th ed
26. Ozougwu, et al. 2013. The pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2
diabetes mellitus.
27. Pescosolido, Nicola, Rusciano Dario. 2015. Diabetic Retinopathy and Hypertension.
SciMedCentral.
28. www.itokindo.org (free pdf - Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat) Agt
2011 diakses tanggal 22 Maret 2016
29. Yuriska, F., 2009. Efek aloksan terhadap kadar glukosa darah tikus wistar(Doctoral
dissertation, Medical faculty).
42

30. Eko, Vincea. 2011. Terapi Diabetes Mellitus. RSUD Belitung Timur
31. Surasmiati, Ni Made Ayu. 2014. Hba1c yang Tinggi sebagai Faktor Risiko Rendahnya
Sekresi Air Mata Pasien Diabetes Melitus Pasca Fakoemulsifikasi. Tesis Program
Magister Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Denpasar
32. WHO. 2011. Use of Glycated Hemoglobin (HbA1C) in the Diagnosis of Diabetes
Melitus Frasher Health Diabetes Education. 2009. Advanced Carbohydrat Counting
33. SNDRI. 2010. A Practical Guide to Support You through Your Diabetes Treatment Plan
An Intruduction to Carbohydrate Counting
34. Scheiner, Gary. 2007. Insulin to carb Ratios Made easy. Intergrated Diabetes
Servivce LLC
35. WHO. 2011. Use of Glycated Hemoglobin (HbA1C) in the Diagnosis of Diabetes
Melitus
36. Frasher Health Diabetes Education. 2009. Advanced Carbohydrat Counting

TIM PENYUSUN

A. KETUA

: Hayu Iyaka Nastaina

135070300111022

B. SEKRETARIS :

C. ANGGOTA

1. Saila Nur Siti Khodijah

135070307111001

2. Dea Nur Farida


:

135070301111068

1
2

Erfi Fauziya Rahma


Stefani Marina

135070301111005
135070301111048

Dyah
43

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Shafiyyah Maimunah
Atik Faizatitin
Oktoviani Tri Handini
Astre Primadita
Dini Ratnasari
Fardani Maknun
Eka Suci Kantari
Atha Audia
Dea Orinda
Bilqis Rindang F
Alviena Ramadhan

135070301111023
135070307111010
135070301111063
135070300111019
135070301111003
135070301111051
135070307111013
135070307111017
135070307111005
135070300111039
135070300111013

D. FASILITATOR : Mief Quranin Setyohadi


E. PROSES DISKUSI
1. KEMAMPUAN FASILITATOR DALAM MEMFASILITASI
Fasilitator kami mampu mengamati siapa mahasiswa yang aktif dan kurang
aktif, mampu mendorong mahasiswa yang kurang aktif untuk berpendapat dan
lebih aktif dalam diskusi serta mengarahkan diskusi sesuai dengan tujuan PBL.
Fasilitator dapat memancing mahasiswa lebih berpikir kritis, menanggapi
pendapat anggota lain, serta memunculkan hal-hal yang detail.

2. KOMPETENSI/HASIL BELAJAR YANG DICAPAI OLEH ANGGOTA DISKUSI


a. Anggota diskusi mampu membuat perencanaan diet yang tepat dan
b.

sesuai untuk pasien dengan kondisi penyakit diabetes mellitus.


Anggota diskusi mampu mengetahui dan memahami cara untuk
menghitung

kebutuhan

zat

gizi

pasien

(karbohidrat)

dengan

menggunakan pendekatan karbohidrat counting.

44

LAMPIRAN
HIPOTESIS
Patofisiologi
Diabetes mellitus terjadi
karena adanya destruksi
sel beta pankreas
karena sebab autoimun
dan idiopatik. Reaksi
autoimun terjadi
dikarenakan radang sel
beta insulitis sehingga
timbul antibodi ICA dan
reaksi antigen antibodi
sel beta dengan ICA
yang hasilnya akan
mengakibatkan
Etiologi
Faktor genetik
Virus/bakteri
Bahan toksin atau
beracun
Faktor Resiko
1. Dapat dimodifikasi
- Obesitas
- Kurangnya
aktivitas fisik
- Diet tak sehat
- Hipertensi
- Merokok
- Dislipidemia
2. Tidak dapat
dimodifikasi
- Ras dan etnik
- Umur
- Jenis kelamin
- Riwayat keluarga
dengan DM
- Riwayat
melahirkan bayi
dengan berat
badan >4kg

Ny. B

Diabetes Mellitus

Carbohydrate
counting
ICR yang
digunakan
berdasarkan total
dosis insulin
sehari adalah 1:11
yang berarti 1 unit
insukin dapat

Hubungan dengan
status gizi:
Kurangnya insulin akan
mengakibatkan glukosa
darah tetap tinggi
karena tidak ada yang
memfasilitasi untuk
sampai ke sel-sel lain.
Akibatnya sel
kekurangan bahan
Diet RS
untuk menghasilkan
energy. Kompensasi
untuk menghasilkan
energy
akhirnya diambil
parenter
dari cadangan lemak
al
maupun protein. Jika
peristiwa ini
berlangsung lama akan

Assessment
a. Antropometri
status gizi
normal
b. Biokimia
Plasma HBA1C
dan GD2PP
c. Fisik klinis
Polifagia,
retinophaty,
hpertensi
sedang
d. Dietary
Konsumsi
energi harian
berlebih 1985
kkal (113%)
dan konsumsi
karbohidrat
harian berlebih
292 g (111%)
e. Ekologi
aktivitas fisik

45

Sign Symptomp
Polifagi, polidipsi,
poliuri, penurunan berat
badan, penglihatan
mata kabur, kesemutan,
gatal-gatal

Dampak
1. Komplikasi Akut:
Ketoasidosis
diabetikum
2. Komplikasi Kronis
- Komplikasi
makrovaskuler:
hipertensi
Insulin merupakan
zat penekan
karena
meningkatkan
kadar ketekolamin
dan reabsorpsi
natrium
- Komplikasi
mikrovaskuler:
retinopati
degenerasi
pembuluh darah
yang
mengakibatkan
kerusakan
patologis kapiler
dan syaraf perifer

Diagnosa
NI- 1.3 Kelebihan
energi intake
NI 5.8.2 Asupan
KH berlebih
NC 2.2 Perubahan
data lab terkait
gizi
NB 1.7 Pemilihan
bahan makanan
yang salah
Intervensi
E Pemberian
edukasi gizi

Preskripsi Diet

RC Kolaborasi
dengan tenaga
kesehatan lain

Monev
HBA1C, rasa
lapar, kadar gula
darah, intake
makan, berat
badan pasien

Tujuan
- Menormalkan kadar
glukosa darah
- Mempertahankan berat
badan normal
- Mencegah penyakit
komplikasi
Prinsip
Mengatur konsumsi
karbohidrat dengan
carbohydrate counting

46

Syarat
-

Energi 25 kkal/kg BB
Karbohidrat 60-70%
Protein 10-15%
Lemak 20-25%
Natrium <2400 mg
Serat 25 gr/hari
Pemberian makan dengan
3 J (tepat jumlah, jenis,
jadwal)
Cara Pengolahan: dikukus,
disetup, direbus,
Aktivitas Fisik

Frekuensi 3-5 kali per


minggu, intensitas ringan,
durasi 30-60
menit,dianjurkan olahraga
yang bersifat aerobic seperti
jogging, jalan santai,
Perhitungan kebutuhan
energi dan zat makro
E= 1840 kkal
P= 69 g
L= 51 g
KH= 276 g
Kebutuhan insulin:
Pagi = 6 unit
Siang= 8 unit
Malam= 5 unit
Snack= 6 unit
Insulin basal= 7 unit
Bahan makanan yang
dianjurkan: karbohidrat
kompleks dan low GI
Bahan makanan yang
dibatasi: protein hewani
yang tinggi lemak jenuh dan
makanan yang mengandung
tinggi natrium
Bahan makanan yang
dihindari: gula sederhana

47

Pengaturan Jam Makan


3 kali makan utama dan 3
kali makanan selingan yang
diberikan dalam interval 3
jam

48

You might also like