You are on page 1of 16

EFFECT OF RETENTION POND PLACEMENT

TOWARD FLOOD
Imam Safii1, Sri Harto Br.2, Bambang Agus Kironoto3

Abstract

One of the ways in efforting ground water conservation and runoff control is
making retention pond. Concerned with runoff control, the real quantity effect of
retention pond is needed. Up till now, only qualitative effect of retention pond is
known, meanwhile study of its quantitative effect has never been done. Purpose of
this research is studying the function of retention pond to control runoff. This
research is done to find out how much effect of retention pond in various sizes at
each placement toward runoff reduction.
Research is done by simulating and exploring various sizes of retention
ponds at each placement and its effect toward runoff reduction. Concerned with
simulation at each placement of retention pond, Coyo Basin is divided into 7
subbasins, where the control point of each subbasin will alternatively be located
with retention pond. Simulation is done to find out effect of various sizes of
retention pond at each placement toward runoff and then compare it with runoff
without retention pond.
Result of this research shows that placement of retention pond at upstream
area is more effective, where with same size of retention pond, it can give more
runoff reduction. Based on peak discharge reduction, placement of retention pond
at downstream area is better, where more runoff reduction is got.

Key words : retention pond, runoff reduction.

1)
Master Program on Natural Disaster Management, Gadjah Mada University,
Yogyakarta.
2)
Department of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Engineering, Gadjah
Mada University, Yogyakarta.
3)
Department of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Engineering, Gadjah
Mada University, Yogyakarta.
PENDAHULUAN

Pembuatan kolam retensi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
dalam upaya konservasi air tanah dan pengendalian limpasan permukaan (banjir).
Dalam upaya pengendalian limpasan permukaan, diperlukan besaran yang nyata
dari pengaruh kolam retensi tersebut terhadap limpasan permukaan. Selama ini
yang baru diketahui adalah pengaruhnya secara kualitatif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji fungsi ganda kolam retensi,
yaitu untuk mengurangi limpasan permukaan dan sebagai upaya konservasi air
tanah. Terkait dengan fungsi kolam retensi untuk mengurangi limpasan
permukaan, kajian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kolam
retensi dengan berbagai ukuran dan perletakan terhadap pengurangan limpasan
permukaan.
Kolam retensi merupakan daerah/kolam yang digunakan untuk mengurangi
volume dan puncak limpasan, dimana air ditahan tidak dilepas ke wilayah hilir
dan biasanya hilang hanya dengan infiltrasi melalui dasar kolam yang porus atau
dengan evaporasi atau penguapan. Selain untuk mengurangi volume dan puncak
limpasan, kolam retensi juga dapat mendukung konservasi air tanah (Bedient dan
Huber, 1992).

LANDASAN TEORI

Untuk mengalirkan debit banjir ke dalam kolam retensi, diperlukan saluran


yang menghubungkan sungai dengan kolam retensi. Terkait dengan fungsi kolam
retensi sebagai pengendali banjir, kolam retensi hanya difungsikan pada saat
terjadi banjir. Pada saat kondisi normal, kolam retensi tidak difungsikan, sehingga
pada saat terjadi banjir kolam retensi siap digunakan, baik volume maupun
kemampuannya untuk meresapkan air ke dalam tanah. Untuk memenuhi kriteria
tersebut, elevasi dasar saluran penghubung dibuat lebih tinggi dari elevasi dasar
sungai. Debit yang mengalir ke dalam saluran penghubung adalah sama dengan
debit yang melalui peluap samping.
Untuk mencari pengaruh volume kolam retensi terhadap pengurangan
limpasan permukaan secara nyata, perlu dilakukan simulasi dengan cara

1
eksplorasi berbagai volume kolam retensi untuk tiap-tiap perletakan kolam
retensi. Alternatif perletakan kolam retensi adalah di titik kontrol subDAS-
subDAS dan di sebelah hilir pertemuan anak sungai dengan sungai utama.
Dalam simulasi kolam retensi, pada saat debit banjir masuk ke dalam kolam
retensi, proses infiltrasi mulai berlangsung. Hal ini berarti terjadi pengurangan
volume air bersamaan dengan bertambahnya volume air di dalam kolam retensi.
Dengan demikian, maka pengurangan volume limpasan permukaan di sungai
lebih besar dari pada kapasitas tampung kolam retensi. Dalam penelitian ini,
proses infiltrasi yang terjadi bersamaan dengan masuknya debit banjir ke dalam
kolam retensi tidak diperhitungkan, sehingga pengurangan volume limpasan
permukaan di sungai adalah sama dengan volume kolam retensi. Dengan
demikian, pengurangan limpasan permukaan hasil perhitungan lebih kecil dari
pada yang seharusnya terjadi.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di DAS Coyo yang terletak di wilayah Kabupaten
Grobogan Propinsi Jawa Tengah. DAS Coyo mempunyai luas 92,37 km 2 yang
meliputi sebagian wilayah Kecamatan Pulo Kulon dan Kecamatan Kradenan dan
bermuara di Sungai Lusi.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

2
Ketersediaan Data
Data yang dapat dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari
instansi terkait, yaitu.
1. data hujan harian selama 15 tahun terakhir (1993 – 2007),
2. peta RBI tahun 2000,
3. peta tata guna lahan tahun 2006,
4. data jenis tanah.

Tahapan Penelitian
Langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut ini.
1. Studi pustaka dan pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini.
2. Penghitungan hujan harian rata-rata DAS dengan metode poligon thiessen dan
hujan rancangan dengan analisis frekuensi.
3. Pengubahan hujan rancangan menjadi hujan jam-jaman dengan distribusi
hujan rumusan Edy Sukoso (2004).
4. Pembagian DAS Coyo menjadi beberapa subDAS, di mana tiap-tiap titik
kontrol subDAS menjadi alternatif perletakan kolam retensi.
5. Penghitungan hidrograf satuan subDAS-subDAS dengan menggunakan HSS
Gama 1.
6. Penghitungan debit racangan subDAS-subDAS dengan mengalikan hidrograf
satuan dengan hujan efektif. Hujan efektif dihasilkan dengan mengurangi
distribusi hujan jam-jaman dengan index phi ().
7. Penelusuran aliran dengan menggunakan cara Muskingum - Cunge.
8. Penghitungan banjir rancangan DAS Coyo dengan menjumlahkan debit
rancangan subDAS-subDAS yang telah melalui penelusuran aliran.
9. Penghitungan banjir rancangan DAS Coyo dengan kolam retensi, dilakukan
dengan menjumlahkan debit rancangan subDAS-subDAS yang telah melalui
penelusuran aliran dengan disertai simulasi kolam retensi.

3
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hujan Rancangan
Untuk memperkirakan besarnya hujan rancangan dengan kala ulang
tertentu, digunakan analisis frekuensi. Dari uji kecocokan data dengan pengujian
Smirnov Kolmogorov dan Chi-kuadrat, diketahui bahwa yang paling baik adalah
menggunakan distribusi Log-Pearson III. Terkait dengan fungsi kolam retensi
sebagai upaya pengendalian banjir, maka digunakan hujan rancangan dengan kala
ulang 20 tahun dengan kedalaman hujan 163,8 mm.

Distribusi Hujan Jam-jaman


Distribusi hujan jam-jaman idealnya diperoleh dengan pencermatan terhadap
data hujan jam-jaman hasil rekaman alat ukur hujan otomatis di daerah setempat.
Karena keterbatasan data hujan jam-jaman, maka dalam penelitian ini digunakan
pola distribusi hujan jam-jaman rumusan Edy Sukoso (2004) yang dikembangkan
di DAS Bedog di wilayah Yogyakarta dengan asumsi distribusi hujannya
mendekati kondisi di DAS Coyo. Distribusi hujan jam-jaman DAS Coyo hasil
penerapan pola distribusi hujan DAS Bedog ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Hujan DAS Coyo dengan Kala Ulang 20 Tahun

Jam ke-
Distribusi Hujan (mm)
1 2 3 4 5 6 7 8
Tiap jam 18,41 29,02 34,10 33,28 24,53 13,87 7,19 3,37
Kumulatif 18,41 47,43 81,53 114,81 139,34 153,22 160,41 163,78

Hidrograf Satuan SubDAS-subDAS


Untuk menghitung debit rancangan subDAS-subDAS pada DAS Coyo,
digunakan HSS GAMA 1. Untuk subDAS B, di mana luas DAS kecil, yaitu 0,92
km2 dan jumlah ordo sungai hanya 3, maka digunakan HSS Nakayasu yang
dimodifikasi dengan rumusan Totok Haricahyono (2003).
Dari hasil perhitungan hidrograf satuan seluruh subDAS terlihat bahwa
hidrograf satuan subDAS 1 lebih besar dari pada subDAS yang lain, sedangkan
hidrograf satuan subDAS B paling kecil. Hal ini terjadi karena luas subDAS 1

4
jauh lebih besar sedangkan luas subDAS B jauh lebih kecil dari pada subDAS
yang lain. Grafik hidrograf satuan subDAS-subDAS di DAS Coyo selengkapnya
disajikan dalam Gambar 2.
HSS Gama 1 SubDAS 1 HSS Gama 1 SubDAS 2
3.50 3.50

3.00 3.00
HS HS
2.50
D ebit (m/s)

2.50

D ebit (m/s)
HS Terkoreksi HS Terkoreksi
3

3
2.00 2.00

1.50 1.50

1.00 1.00

0.50 0.50

0.00 0.00
0 5 10 15 20 25 30 0 5 10 15 20 25 30

Jam Jam

HSS Gama 1 SubDAS 3 HSS Gama 1 SubDAS 4

3.50 3.50

3.00 3.00
HS HS
2.50
D e b it (m/s )
D e b it (m/s )

2.50
HS Terkoreksi HS Terkoreksi
3
3

2.00 2.00

1.50 1.50

1.00 1.00

0.50 0.50

0.00 0.00
0 5 10 15 20 25 30 0 5 10 15 20 25 30

Jam Jam

HSS Gama 1 SubDAS A HSS Nakayasu SubDAS B

3.50 3.50

3.00 3.00 HS Durasi 0,25 Jam


HS
2.50 2.50
D ebit (m/s)
D ebit (m/s)

HS Durasi 1 Jam
HS Terkoreksi
3
3

2.00 2.00

1.50 1.50

1.00 1.00

0.50 0.50

0.00 0.00
0 5 10 15 20 25 30 0 5 10 15 20 25 30

Jam Jam

Gambar 2. Hidrograf Satuan SubDAS-subDAS di DAS Coyo

Debit Rancangan SubDAS-subDAS


Perhitungan debit rancangan subDAS-subDAS ditentukan berdasarkan hujan
rancangan DAS Coyo yang didistribusikan ke dalam hujan jam-jaman. Hidrograf
debit rancangan subDAS dihitung dengan mengalikan hujan efektif dengan
hidrograf satuan. Hujan efektif dapat diperoleh dengan mengurangi distribusi
hujan jam-jaman dengan index phi () yang telah dihitung dengan HSS GAMA 1.
Untuk subDAS B, hujan efektif dihitung dengan metode SCS-CN.

5
Dari hasil perhitungan debit rancangan subDAS-subDAS dapat dilihat bahwa
hidrograf debit rancangan subDAS 1 lebih besar dari pada subDAS yang lain. Hal
ini terjadi karena hidrograf satuan subDAS 1 lebih besar dari subDAS yang lain,
sedangkan hujan efektifnya relatif tidak jauh berbeda. Grafik debit rancangan
subDAS-subDAS pada DAS Coyo ditunjukkan pada Gambar 3.
120

100
SubDAS 1
80 SubDAS 2
/s )

SubDAS 3
D e b it ( 3m

SubDAS 4
60 SubDAS A
SubDAS B

40

20

0
0 5 10 15 20 25 30 35
Jam

Gambar 3. Grafik Debit Rancangan SubDAS-subDAS di DAS Coyo

Penelusuran Aliran
Dalam penelitian ini, penelusuran aliran dari satu titik kontrol ke titik
kontrol di sebelah hilirnya menggunakan cara Muskingum – Cunge. Agar
persamaan penelusuran dapat dihitung, maka lebar sungai (B) diasumsikan sama
dengan 10 meter untuk sungai di daerah hulu dan 20 meter untuk sungai di daerah
hilir serta nilai koefisien kekasaran Manning sama dengan 0,03. Asumsi lebar
sungai tersebut dilakukan berdasarkan pada keterangan dinas terkait, yaitu Dinas
Pengairan Kabupaten Grobogan. Nilai Ks dan X untuk tiap-tiap penggal sungai
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Koefisien Tampungan (Ks) dan Faktor Pemberat (X)
Penggal Elevasi Elevasi Panjang Lebar q0 ck
Kelandaian Ks X
Sungai hulu (m) hilir (m) (km) (m) (m2/s) (m/s)
TK1-TK5 50,76 41,87 3,16 10 0,0028 3,62 3,72 0,24 0,45
TK2-TK5 42,65 41,87 0,54 10 0,0014 2,37 3,70 0,04 0,09
TK3-TK6 40,12 39,17 0,33 10 0,0029 2,42 3,34 0,03 0,12
TK5-TK6 41,87 39,17 1,56 20 0,0017 3,20 3,53 0,12 0,33
TK4-TK7 33,29 32,30 0,17 10 0,0058 2,27 3,18 0,01 0,14
TK6-TK7 39,17 32,30 4,96 20 0,0014 4,19 3,80 0,36 0,42

6
Banjir Rancangan DAS Coyo
Banjir rancangan dihitung secara bertahap dimulai dari titik kontrol sebelah
hulu sampai titik kontrol TK 7 di sebelah hilir, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.
SubDAS
TK 7 TK 4 4

TK 3
SubDAS SubDAS
3 TK 6 B

TK 2
SubDAS SubDAS
3 TK 5 2

TK 1
SubDAS
1

Gambar 4. Skema Tahapan Perhitungan Banjir Rancangan DAS Coyo

Banjir rancangan di titik kontrol TK 1 sama dengan debit rancangan


subDAS 1, karena titik kontrol TK 1 merupakan titik kontrol subDAS 1.
Demikian pula dengan banjir rancangan di titik kontrol TK 2, TK 3 dan TK 4,
masing-masing sama dengan debit rancangan subDAS 2, subDAS 3 dan subDAS
4. Banjir rancangan di titik kontrol TK 5 merupakan hasil penjumlahan dari debit
rancangan subDAS A dengan hasil penelusuran banjir rancangan dari titik kontrol
TK 1 dan TK 2. Banjir rancangan di titik kontrol TK 6 merupakan hasil
penjumlahan dari debit rancangan subDAS B dengan hasil penelusuran banjir
rancangan dari titik kontrol TK 3 dan TK 5. Banjir rancangan di titik kontrol TK 7
merupakan banjir rancangan DAS Coyo, adalah hasil penjumlahan dari debit
rancangan subDAS C dengan hasil penelusuran banjir rancangan dari titik kontrol
TK 4 dan TK 6. Grafik banjir rancangan DAS Coyo ditunjukkan pada Gambar 5.

7
350

300

250

D eb it (m/s)
200
3

150

100

50

0
0 5 10 15 20 25 30 35

Jam

Gambar 5. Grafik Banjir Rancangan DAS Coyo

Banjir Rancangan DAS Coyo dengan Kolam Retensi


Banjir rancangan DAS Coyo dengan kolam retensi dihitung dengan cara
yang sama, dengan disertai simulasi kolam retensi. Skema perhitungan banjir
rancangan dengan kolam retensi di titik kontrol TK 1 disajikan dalam Gambar 6.
SubDAS
TK 7 TK 4 4

TK 3
SubDAS SubDAS
3 TK 6 B

TK 2
SubDAS SubDAS
3 TK 5 2

TK 1 Keterangan:
TK= Titik Kontrol
SubDAS Kolam Retensi
1

Gambar 6. Skema Perhitungan Banjir Rancangan DAS Coyo dengan Kolam Retensi di
Titik Kontrol TK 1

Dalam simulasi kolam retensi, pada saat debit banjir masuk ke dalam kolam
retensi, proses infiltrasi mulai berlangsung. Dalam penelitian ini, proses infiltrasi
yang terjadi bersamaan dengan masuknya debit banjir ke dalam kolam retensi
tidak diperhitungkan, sehingga pengurangan volume limpasan permukaan di

8
sungai adalah sama dengan volume kolam retensi. Dengan demikian, pengurangan
limpasan permukaan hasil perhitungan lebih kecil dari pada yang seharusnya
terjadi.
Dalam melakukan simulasi untuk suatu volume kolam retensi, tinggi dan
lebar peluap samping ditentukan dengan cara coba-coba sedemikian rupa sehingga
didapatkan pengurangan debit puncak terbesar di titik kontrol TK 7. Hasil
pengurangan debit puncak di titik kontrol TK 7 akibat kolam retensi di titik
kontrol TK 1 dengan volume 1.000.000 m3 dengan berbagai tinggi dan lebar
peluap samping disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengurangan Debit Puncak di Titik Kontrol TK 7 akibat Kolam Retensi
di Titik Kontrol TK 1 dengan Volume 1.000.000 m3 dengan Berbagai Tinggi (Hb)
dan Lebar (L) Peluap Samping

Hb Pengurangan Debit Puncak di Titik Kontrol TK 7 (m3/s)


(m)
L= 100 m L= 200 m L= 300 m L= 400 m L= 500 m L= 600 m
1,00 66,81 73,97 77,28 79,28 80,65 78,25
1,25 58,65 65,66 68,96 70,98 72,38 73,43
1,50 50,24 56,90 60,11 62,09 63,48 64,51
1,75 41,87 48,09 51,14 53,06 54,40 55,41
2,00 33,28 38,92 41,75 43,55 44,82 45,78

Dari Tabel 3 terlihat bahwa perletakan kolam retensi di titik kontrol TK 1


dengan volume 1.000.000 m3 menghasilkan pengurangan debit puncak di titik
kontrol TK 7 terbesar, yaitu 80,65 m3/s untuk tinggi peluap samping 1 m dan lebar
500 m. Dengan demikian, ditentukan tinggi peluap samping adalah 1 m dan lebar
peluap samping sama dengan 500 m.
Simulasi kolam retensi dilakukan untuk mencari pengurangan debit puncak
terbesar di titik kontrol TK 7 (titik kontrol DAS Coyo). Oleh karena itu,
penentuan tinggi dan lebar peluap samping dilakukan dengan memprioritaskan
untuk mencari pengurangan debit puncak terbesar di titik kontrol TK 7. Hal ini
memungkinkan pengurangan debit puncak di sungai sebelah hilir kolam retensi
tidak signifikan. Grafik hasil perhitungan simulasi kolam retensi di titik kontrol
TK 1 dengan volume 1.000.000 m3 disajikan pada Gambar 7.

9
a. Banjir Rancangan di Titik Kontrol TK 1 b. Banjir Rancangan di Titik Kontrol TK 7

120 350

300
100

250
80
Tanpa Kolam Retensi
Tanpa Kolam Retensi

200
D e b it (m/s )

Dengan Kolam Retensi

D e b it (m/s )
Dengan Kolam Retensi
3

3
60

150

40
100

20
50

0 0
0 5 10 15 20 25 30 35 0 5 10 15 20 25 30 35

Jam Jam

Gambar 7. Banjir Rancangan DAS Coyo dengan Kolam Retensi di Titik Kontrol TK 1
dengan Volume 1.000.000 m3

Dari Gambar 7.a terlihat bahwa di titik kontrol TK 1, terjadi pengurangan


debit yang besar sampai jam ke-5, setelah itu berkurang hingga pada jam ke-7
tidak terjadi pengurangan debit di sungai. Hal ini terjadi karena setelah jam ke-5,
kolam retensi hampir penuh, sehingga hanya mampu menampung sedikit air. Pada
jam ke-7 tidak terjadi pengurangan debit di sungai karena kolam retensi sudah
terisi penuh. Hal yang sama juga terjadi di titik kontrol TK 7 pada Gambar 7.b, di
mana setelah jam ke-6 pengurangan debit yang terjadi kecil.
Dari berbagai simulasi volume kolam retensi yang dilakukan, diperoleh hasil
bahwa masing-masing perletakan kolam retensi mempunyai volume optimum
yang berbeda-beda. Volume optimum kolam retensi adalah volume kolam retensi
yang menghasilkan pengurangan debit puncak yang terbesar di titik kontrol TK 7
(titik kontrol DAS Coyo), di mana apabila volume kolam retensi diperbesar, tidak
memberikan perbedaan pengurangan limpasan yang sebanding atau tidak
memberikan perbedaan pengurangan limpasan sama sekali, seperti ditunjukkan
pada Gambar 8.

10
a. Banjir Rancangan di TK 1 dengan b. Banjir Rancangan di TK 7 dengan
Volume Kolam 1.000.000 m3 Volume Kolam 1.000.000 m3
BANJIR RANCANGAN DI T IT IK KONT ROL BANJIR RANCANGAN DAS COYO
TK 1
120 350

300
100

250
80
Tanpa Kolam Retensi
Tanpa Kolam Retensi
D e b it /s( m)

D e b it /s( m)
Dengan Kolam Retensi 200
Dengan Kolam Retensi

3
3

60

150

40
100

20
50

0 0
0 5 10 15 20 25 30 35 0 5 10 15 20 25 30 35

Jam Jam

c. Banjir Rancangan di TK 1 dengan d. Banjir Rancangan di TK 7 dengan


Volume Kolam 1.100.000 m3 Volume Kolam 1.100.000 m3
BANJIR RANCANGAN DI TITIK KONT ROL BANJIR RANCANGAN DAS COYO
TK 1
120 350

300
100

250
80
Tanpa Kolam Retensi
Tanpa Kolam Retensi
D e b it / s( m)

D e b it /s( m)

Dengan Kolam Retensi 200


Dengan Kolam Retensi
3
3

60

150

40
100

20
50

0 0
0 5 10 15 20 25 30 35 0 5 10 15 20 25 30 35

Jam Jam

Gambar 8. Perbandingan Banjir Rancangan akibat Kolam Retensi di Titik Kontrol TK 1


dengan Volume 1.000.000 m3 (Optimum) dan 1.100.000 m3

Pada Gambar 8.a dan 8.c terlihat bahwa sampai jam ke-5, besarnya
pengurangan debit di titik kontrol TK 1 untuk volume kolam retensi 1.000.000 m 3
dan 1.100.000 m3 adalah sama. Pada jam ke-6 terjadi perbedaan, di mana untuk
volume kolam retensi 1.100.000 m3 pengurangan debit di sungai lebih besar. Hal
ini terjadi karena dengan volume kolam yang lebih besar, maka debit yang
dialirkan ke dalamnya lebih besar, sehingga pengurangan debit di sungai menjadi
lebih besar pula. Namun demikian, pengurangan debit puncaknya tidak berbeda,
karena debit puncak untuk kedua volume kolam retensi terjadi pada jam ke-7 yang
tidak mengalami pengurangan karena kolam retensi sudah terisi penuh. Pada
Gambar 8.b dan 8.d terlihat bahwa debit puncak terjadi pada jam ke-5. Dengan
penambahan volume kolam retensi, terjadi pengurangan debit yang lebih besar

11
pada jam ke-6 dan ke-7, sehingga pengurangan debit puncaknya tidak jauh
berbeda.
Dari simulasi berbagai volume kolam retensi pada tiap-tiap titik kontrol
menghasilkan pengurangan debit puncak yang bervariasi seperti disajikan dalam
Gambar 9.

Pengaruh Perletakan Kolam Retensi di Pengaruh Perletakan Kolam Retensi di


Titik Kontrol TK 1 terhadap Banjir Titik Kontrol TK 2 terhadap Banjir
Rancangan Rancangan
60 60
Di Tit ik Ko ntro l DAS Co yo Di Titik Ko ntro l DAS
Co yo
Di Sung ai Seb elah Hilir Ko lam
40 Retens i 40 Di S unga i S e be la h Hilir
Ko la m R e te ns i

20 20

0 0
0 2 4 6 8 10 12 14 0 2 4 6 8 10
Volume Kolam Retensi ( x 100.000 m3 ) Volume Kolam Retensi ( x 100.000 m3 )

Pengaruh Perletakan Kolam Retensi di Pengaruh Perletakan Kolam Retensi di


Titik Kontrol TK 3 terhadap Banjir Titik Kontrol TK 4 terhadap Banjir
Rancangan Rancangan
80 80
Di Titik Ko ntro l DAS Di Titik Ko ntro l DAS
C o yo Co yo
60 60
Di S unga i S e be la h Hilir Di S unga i S e be la h Hilir
Ko la m Re te ns i Ko la m R e te ns i
40 40

20 20

0 0
0 2 4 6 8 10 0 2 4 6 8 10
Volume Kolam Retensi ( x 100.000 m3 ) Volume Kolam Retensi ( x 100.000 m3 )

Pengaruh Perletakan Kolam Retensi di Pengaruh Perletakan Kolam Retensi di


Titik Kontrol TK 5 terhadap Banjir Titik Kontrol TK 6 terhadap Banjir
Rancangan Rancangan
80 80

60 60

40 40
Di Titik Ko ntro l DAS Di Titik Ko ntro l DAS
20 Co yo 20 Co yo
Di S unga i S e be la h Hilir Di S unga i S e be la h Hilir
Ko la m R e te ns i Ko la m R e te ns i
0 0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50 60
Volume Kolam Retensi ( x 100.000 m3 ) Volume Kolam Retensi ( x 100.000 m3 )

Gambar 9. Pengaruh Kolam Retensi terhadap Banjir Rancangan

12
Dari Gambar 9 terlihat bahwa pengaruh volume kolam retensi di tiap-tiap
titik kontrol terhadap pengurangan debit puncak banjir rancangan DAS Coyo
mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu semakin besar volume kolam
retensi, semakin besar pengurangan debit puncak banjir rancangan DAS Coyo.
Sampai batas volume optimum kolam retensi, hubungan antara volume kolam
retensi dan pengurangan debit puncak cenderung linear, sedangkan untuk volume
lebih besar dari volume optimum kolam retensi, pengurangan debit puncak
konstan.
Untuk mencari perletakan kolam retensi yang paling efektif, pengurangan
limpasan permukaan pada tiap-tiap perletakan tersebut perlu dibandingkan.
Karena volume kolam retensi yang disimulasikan berbeda-beda, maka perlu
dilakukan konversi untuk menyamakan volume kolam retensi, dengan asumsi
bahwa pengurangan limpasan permukaan yang dihasilkan berbanding lurus
terhadap volume kolam retensi. Perhitungan konversi volume kolam retensi
beserta hasil pengurangan limpasan permukaan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perhitungan Pengurangan Limpasan Permukaan / m 3 Kolam Retensi


Volume Pengurangan Limpasan
Luas Pengurangan Limpasan
Titik Optimum Permukaan DAS Coyo /
SubDAS Permukaan DAS Coyo
Kontrol Kolam Retensi m3 Kolam Retensi
(km2) 3
(m ) 3
Debit (m /s) % Debit (m3/s) %
TK 1 29,79 1.000.000 80,65 25,33 0,000081 0,000025
TK 2 16,56 400.000 43,96 13,81 0,000110 0,000035
TK 3 16,42 600.000 44,16 13,87 0,000074 0,000023
TK 4 19,65 600.000 39,22 12,32 0,000065 0,000021
TK 5 50,06 2.500.000 139,66 43,87 0,000056 0,000018
TK 6 87,05 4.000.000 190,43 59,81 0,000048 0,000015

Dari Tabel 4 terlihat bahwa perletakan kolam retensi di titik kontrol TK 2


paling efektif dengan pengurangan limpasan permukaan sebesar 0,00011 m 3/s per
m3 kolam retensi. Jika dilihat dari pengurangan debit puncak, untuk mengurangi
limpasan permukaan sebesar-besarnya di titik kontrol DAS Coyo dapat dibuat
kolam retensi di titik kontrol TK 6 sebesar 4.000.000 m 3, dengan pengurangan
limpasan sebesar 190,43 m3/s atau 59,81 %.

KESIMPULAN

13
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab-bab terdahulu, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hubungan antara volume kolam retensi dengan limpasan permukaan
cenderung linear sampai volume optimum kolam retensi, di mana semakin
besar kolam retensi, semakin besar pengaruhnya terhadap pengurangan
limpasan permukaan. Volume kolam retensi di atas volume optimum
memberikan hasil pengurangan limpasan permukaan yang konstan.
2. Dilihat dari segi efektifitas, penempatan kolam retensi di daerah hulu dengan
luas daerah tangkapan kecil adalah yang paling tepat, di mana pengurangan
limpasan permukaan yang dihasilkan lebih besar untuk volume kolam retensi
yang sama.
3. Penempatan kolam retensi yang paling tepat dilihat dari pengurangan debit
puncak adalah di daerah hilir dengan luas daerah tangkapan yang besar, di
mana pengurangan limpasan permukaan yang dihasilkan lebih besar besar.
4. Hasil penelitian pada butir (1) sampai (3) tersebut didapatkan dengan
beberapa asumsi, seperti; kondisi sungai yang diperkirakan, infiltrasi pada
dasar kolam retensi yang diabaikan dan distribusi hujan dengan pendekatan
di daerah lain, sehingga memungkinkan terjadi perbedaan yang cukup besar
pada kondisi sesungguhnya di lapangan

SARAN

Beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:


1. Untuk mendapatkan pengurangan limpasan permukaan yang maksimal di
titik kontrol DAS Coyo, sebaiknya dibuat kolam retensi di daerah hilir, di
mana pengurangan limpasan permukaan yang dihasilkan lebih besar.
2. Dalam penelitian ini, banyak dilakukan asumsi untuk menentukan parameter-
parameter karena tidak tersedia data yang diperlukan. Dalam praktek
pembuatan kolam retensi yang sesungguhnya, perlu dilakukan pengukuran
di lapangan sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat.

14
3. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan simulasi kolam retensi
dengan kombinasi berbagai perletakan kolam retensi, sehingga dengan
keterbatasan lahan dari masing-masing lokasi perletakan, didapatkan hasil
pengurangan limpasan permukaan yang semaksimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Bedient, P.B. and Huber, W.C., 1992, Hydrology and Floodplain Analysis, second
edition, Addison-Wesley Publishing Company.

Dake, J.M.K., 1985, Hidrolika Teknik, edisi kedua, Erlangga, Jakarta.

Edy Sukoso, 2004, Perbandingan Tingkat Ketelitian Pemakaian Persamaan Hujan


Jam-jaman dan Agihan Jam-jaman Terukur terhadap Hidrograf Banjir
Rancangan (Tesis), Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Nur Yuwono, 1977, Hidrolika I, PT Hanindita, Yogyakarta.

Ponce, V.M., 1989, Engineering Hydrology, Principles and Practices, Prentice


Hall, New Jersey.

Robert J. Kodoatie dan Roestam Syarif, 2006, Pengelolaan Bencana Terpadu,


Yarsif Watampone (Anggota IKAPI). Jakarta.

Sri Harto Br., 1993, Analisis Hidrologi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sri Harto Br., 2000, Hidrologi : Teori, Masalah, Penyelesaian, Nafiri Offset,
Yogyakarta.

Subramanya, K., 2007, Engineering Hydrology, second edition, McGraw-Hill


Publishing Company Limited.

Suripin, 2004, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Andi Offset, Yogyakarta

Totok Haricahyono, 2003, Modifikasi Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu


Berdasarkan Parameter DAS (Tesis), Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

15

You might also like