You are on page 1of 13

Working Paper Series No.

11 April 2006 First Draft

Pembelajaran Klinik
Studi Kasus di Jurusan Keperawatan Singkawang Poltekes Pontianak

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi

Katakunci: kompetensi manajemen kinerja supervisor klinik

-Tidak Untuk DisitasiProgram Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2007

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

CLINICAL LEARNING AT SINGKAWANG NURSING DEPARTMENT OF PONTIANAK HEALTH POLYTECHNIC


Susito1, Mubasysyir Hasanbasri2, Rossi Sanusi3

ABSTRACT
Background: Competence of clinical supervisor can be developed if during the learning process the students get theories and learning experience in the field within an environment which supports professional competence growth and development. During clinical practice, students implement theories they have learnt by giving direct nursing care to patients. Clinical learning is learning process to train students' skills in giving nursing care through actual experience which requires direct practice with patients. Therefore, in planning and organizing learning process, health service units have to be involved in aspects of cooperative relationship and delegating responsibilities in decision making. Objective: To find out whether there was relationship between competence of clinical supervisor, management of clinical learning based on students' assessment and performance of clinical practice. Method: This was a correlational study of non experimental type which used cross sectional design. Analysis unit were students of Singkawang Nursing Department and subject of the study were as many as 40 students in their third year study (fifth semester). Result: The result of the study showed that there was positive significant relationship between knowledge and performance with correlation coefficient r=0.665, between attitude and performance with correlation coefficient r=0.481, between skills and performance with correlation coefficient r=0.812, between decentralization and performance with correlation coefficient r=0.471, and between alliance and performance with correlation coefficient r=0.367. Conclusion: There was statistically significant difference between competence of clinical supervisor, management of clinical learning and performance of students' clinical practice. In determining clinical supervisor Singkawang Nursing Department has not complied to the established criteria. Keywords: competence, management, performance, clinical supervisor

1 2

Singkawang Nursing Department of Pontianak Health Polytechnic Magister Health Policy and Service Management, Gadjah Mada University 3 Ibid

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

LATAR BELAKANG Pendidikan keperawatan sebagai pendidikan akedemik dan profesional yang mempersiapkan lulusan untuk mampu memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan ilmu dan teknologi keperawatan. Pendidikan keperawatan menggunakan metodologi keperawatan dan berlandaskan etika keperawatan. Kemampuan ini hanya dapat ditumbuhkan bila dalam proses pembelajaran mahasiswa mendapatkan teori dan pengalaman belajar di lahan praktek dalam suatu lingkungan yang menopang pertumbuhan dan pembinaan kemampuan profesional. Praktek klinik mahasiswa mengimplementasikan teori-teori yang telah dipelajari dengan cara memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien. Selain itu, mahasiswa juga belajar mengembangkan keterampilan, sikap profesional, dan mengambil keputusan serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Pembelajaran klinik adalah satu proses pembelajaran untuk melatih keterampilan mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan melalui pengalaman nyata yang memerlukan praktek langsung dengan pasien. Dengan demikian dalam merancang dan mengatur proses pembelajaran, unit pelayanan kesehatan harus dilibatkan. Dalam melibatkan unit pelayanan kesehatan harus memperhatikan aspek hubungan kerjasama, pelimpahan tanggung jawab di dalam mengambil satu keputusan. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi korelasional non eksperimen. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui variabel pengetahuan, sikap dan keterampilan pembimbing klinik, hubungan desentralisasi, aliansi pembelajaran klinik. Metode kualitatif yang diperoleh dari pengamatan secara langsung dan menelaah dokumen-dokumen untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembimbingan praktek klinik. Pengolahan data menggunakan teknik statistik yang sesuai dengan jenis penelitian cross sectional yaitu analisis korelasi dengan metode person Product Moment Correlational (uji korelasi). Serta penafsiran data dilakukan dengan membedakan hasil r hitung dengan r tabel. Jika hasil r hitung lebih besar dari r tabel, maka kesimpulannya hipotesis diterima atau ada hubungan. Lokasi penelitian di Jurusan Keperawatan Singkawang Poltekes Pontianak dengan subjek penelitian mahasiswa tingkat III semester V berjumah 40 orang. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan data nilai standar dan nilai hasil penelitian dari variabel dependen dan variabel independen dilihat pada Tabel 1 berikut:

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

Tabel 1. Perbandingan Nilai Standar dan Nilai Hasil Penelitian Variabel Dependen dan Variabel Independen Nilai standar Nilai Hasil Penelitian Variabel Min Max. Mean SD Min Max. Mean SD Pengetahuan 0 18 9 3 11 17 8,5 1,77 pembimbing klinik Sikap 18 72 45 9 55 72 62,53 4,55 pembimbing klinik Keterampilan 27 108 67,5 13,5 81 108 93,15 8,39 pembimbingan klinik Manajemen 27 108 67,5 13,5 65 99 85,88 7,40 pembelajaran klinik 9 36 22,5 4,5 21 34 29,28 3,20 Desentralisasi 18 72 45 9 42 66 56,60 4,99 Alinasi Kinerja praktek 0 34 17 5,67 24 34 30,38 3,18 klinik Interval dalam tabel distribusi ditetapkan 5 kelas. Kelima kelas tersebut mengacu pada tingkat kecenderungan data setiap variabel kemampuan pembimbing klinik, manajemen pembelajaran klinik dan kinerja praktek klinik pada penyebaran sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Dalam menentukan kecenderungan ini, digunakan asumsi bahwa distribusi populasi normal mempunyai 6 simpangan baku. Dengan asumsi itu, maka setiap wilayah interval memiliki luas atau jarak sepanjang 1,2 simpangan baku. Hasil kategorisasi variabel pengetahuan pembimbing klinik tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 2. Kategorisasi Pengetahuan Pembimbing Klinik Pengetahuan pembimbing klinik Kategori Range Frekuesi % Sangat rendah 0-4 0 0 Rendah 5-8 0 0 Sedang 9-12 3 7,5 Tinggi 13-16 33 82,5 Sangat tinggi 17-18 4 10 Hasil kategorisasi pengetahuan pembimbing klinik subjek terdapat 7,5% kategori sedang, 82,5,5% kategori tinggi, 10% kategori sangat tinggi, dan kategori sangat rendah dan rendah tidak ada.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

Tabel 3. Kategorisasi Sikap Pembimbing Klinik Pengetahuan pembimbing klinik Kategori Range Frekuesi % Sangat rendah 18-29 0 0 Rendah 30-40 0 0 Sedang 41-51 0 0 Tinggi 52-62 28 70 Sangat tinggi 63-72 12 30 Hasil kategorisasi sikap pembimbing klinik subjek terdapat 70% kategori tinggi, 30% kategori sangat tinggi. Tabel 4. Kategorisasi Keterampilan Pembimbing Klinik Pengetahuan pembimbing klinik Kategori Range Frekuesi % Sangat rendah 27-43 0 0 Rendah 44-59 0 0 Sedang 60-75 0 0 Tinggi 76-91 19 47,5 Sangat tinggi 92-108 21 52,5

Hasil kategorisasi sikap pembimbing klinik subjek terdapat 47,5% kategori tinggi, 52,5% kategori sangat tinggi. Tabel 5. Kategorisasi Desentralisasi Pengetahuan pembimbing klinik Kategori Range Frekuesi % Sangat rendah 9-4 0 0 Rendah 15-19 0 0 Sedang 20-24 4 10 Tinggi 25-29 15 37,5 Sangat tinggi 30-36 21 52,5

Hasil kategorisasi desentralisasi subjek terdapat 37,5% kategori tinggi, 52,5% kategori sangat tinggi. Tabel 6. Kategorisasi Aliansi Pengetahuan pembimbing klinik Kategori Range Frekuesi % Sangat rendah 18-29 0 0 Rendah 30-40 0 0 Sedang 41-51 4 10 Tinggi 52-62 31 77,5 Sangat tinggi 63-73 5 12,5

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

Hasil kategorisasi aliansi subjek terdapat kategori sedang 10%, kategori 77,5% kategori tinggi, 12,5% kategori sangat tinggi. Tabel 7. Kategorisasi Kinerja Praktek Klinik Pengetahuan pembimbing klinik Kategori Range Frekuesi % Sangat rendah 0-7 0 0 Rendah 8-14 0 0 Sedang 15-21 0 0 Tinggi 22-28 15 37,5 Sangat tinggi 29-34 25 6,5

Hasil kategorisasi kinerja praktek klinik subjek terdapat 37,5% kategori tinggi, 62,5% kategori sangat tinggi. Tabel 8. Distribusi Pembimbing Kinik Menurut Lama Kerja dan Tingkat Pendidikan Masa kerja Latar Belakang Pendidikan

D-III Keprwt S-1 Keprwt S-I Kesmas S-2 1 5 tahun 3 5 6 10 tahun 1 11 15 tahun 1 1 16 20 tahun 2 Pembimbing klinik yang ada diitunjuk tidak berdasarkan kriteria yang mendukung pengalaman belajar klinik (PBK) seperti dewasa, profesional bidangnya, memahami asuhan dan konsepnya, mampu mendesiminasi ilmu yang dimilikinya, mampu mengadakan perubahan, mampu menjadi model peran, dapat menjadi nara sumber, berminat dalam pendidikan keperawatan dan kualifikasi pendidikan tinggi. Semua yang bekerja dan berstatus sebagai dosen, baik yang baru masuk maupun yang sudah lama, langsung diusulkan untuk diangkat menjadi pembimbing klinik tanpa memperhatikan kriteria tersebut di atas. Selain itu seorang calon pembimbing klinik juga tidak pernah diharuskan untuk mengikuti magang atau minimal disosialisikan. Di samping itu juga perbandingan antara pembimbing klinik 13 orang dengan jumlah mahasiswa yang dibimbingnya 150 orang, seharusnya 1:5, (panduan pembelajaran klinik, 2004). Hal tersebut akan berdampak terhadap kualitas bimbingan yang diberikan. Latar belakang pendidikan dari 13 dosen yang ditunjuk sebagai pembimbing klinik masih ada yang setingkat D-III dengan mahasiswa yang dibimbingnya, sehingga akan berpengaruh terhadap kepercayaan mahasiswa. Dari 13 orang pembimbing klinik tersebut hanya 2 orang yang pernah mengikuti pelatihan pembimbing klinik. Masa kerja pembimbing klinik sebagian 110 tahun. Hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap pengalaman, keterampilan maupun kebijaksanaan dalam memberikan bimbingan kepada peserta didik maupun sebagai role model.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

Tabel 9. Distribusi Pembimbing Klinik Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki 9 Perempuan 4 Total 13 Dari data tersebut di atas terlihat pula bahwa komposisi pembimbing klinik yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan, hal ini terjadi karena ratio antara mahasiswa laki-laki dan perempuan tidak seimbang, meskipun dalam pelaksanaan asuhan keperawatan atau bimbingan tidak membedakan antara mahasiswa laki-laki dan perempuan. Keuntungan yang bisa diperoleh dari pembimbing klinik perempuan adalah bahwa mereka bisa selalu mengikuti para mahasiswa saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien laki-laki maupun perempuan. Kesempatan ini terbatas untuk pembimbing klinik laki-laki yang punya kesempatan sedikit untuk mengikuti mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien perempuan. Hal ini terjadi karena mahasiswa perempuan bisa memberikan asuhan keperawatan kepada pasien laki-laki dan pasien perempuan, sedangkan peserta didik laki-laki terbatas untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien perempuan, hanya apabila dalam keadaan mendesak atau situasi tertentu. Sedangkan pembimbing klinik yang ada di Jurusan Keperawatan Singkawang setelah dilakukan penelitian sebagain besar berumur 3645 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 10. Distribusi Umur Pembimbing Klinik

Umur 25 35 36 45 46 55 Total

Jumlah 4 7 2 13

Sebagian besar pembimbing klinik berumur antara 3645 tahun. Umur yang semakin tua tentunya akan mempengaruhi pemberian bimbingan kepada mahasiswa karena telah memiliki pengalaman dan keterampilan yang lebih banyak dan tentunya akan menjadi lebih bijaksana dalam pemberian bimbingan. Namun dari sisi negatif bisa juga disebutkan bahwa pembimbing klinik yang sudah tua merasa dirinya sudah capek sehingga bimbingan yang diberikan kurang optimal. Umur yang masih relatif muda juga mempunyai sisi positif dan negatifnya. Dari segi positifnya, umur yang muda akan selalu membimbing peserta didik dan juga semangat untuk terus menerus mengikuti perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama bidang keperawatan. Untuk sisi negatifnya, pembimbing klinik yang relatif muda, masih terbatas dalam hal pengalaman dan keterampilan yang dimiliki, dan kadang-kadang masih terbawa emosi dalam melakukan pengambilan keputusan sehingga akan berpengaruh pada proses pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik serta akan mempengaruhi kinerja pembelajaran klinik mahasiswa. Dalam melaksanakan pengorganisasian kegiatan pembelajaran klinik, di jurusan keperawatan Singkawang telah dibentuk satu departemen yang disebut dengan

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

penanggung jawab praktek klini. Departemen mengurus praktek lapangan dan per tanggungjawabannya diserahkan kepada seorang dosen, serta berada di bawah koordinasi penanggung jawab kurikulum. Tugas dan tanggung jawab dari penanggung jawab pembelajaran klinik adalah mengelola pembelajaran klinik yang menyangkut kegiatan administrasi, penjajakan lapangan pembelajaran klinik, menyusun rencana pembelajaran klinik, merencanakan dan mengadakan sarana pembelajaran klinik, serta mengelola laboratorium. Pengorganisasi pembelajaran klinik belum berjalan sesuai dengan harapan, terlihat saat melakukan bimbingan, pencapaian tergat untuk suatu kasus yang harus dilaporkan, evaluasi, sanksi dan penghargaan. Pelaksanaan bimbingan unit pelayanan kesehatan belum dilibatkan secara penuh, terkecuali pembimbing klinik dari akademik yang berhalangan hadir serta tidak mempunyai wewenang untuk mengambil suatu keputusan. Demikian juga kegiatan administrasi, seringkali disampaikan secara lisan, sehingga bentuk kerjasama dan tujuan apa yang harus dicapai belum jelas. Hipotesis ini dianalisis dengan menggunakan analisis product moment. Hasil analisis hubungan antara pengetahuan pembimbingan klinik dengan kinerja praktek klinik Hasil analisis product moment antara pengetahuan pembimbingan klinik dengan kinerja praktek klinik terdapat hubungan positif signifikan nilai koefisien korelasi r = 0,665. Besarnya koefisien determinasi r2 = 0,443 atau sumbangannya sebesar 44,3%. Artinya semakin tinggi pengetahuan pembimbingan klinik seseorang akan meningkatkan kinerja praktek klinik, hasil tersebut didukung dengan penyebaran distribusi kategori pengetahuan pembimbing klinik dalam kelompok sedang 7,5%, tinggi 82,5% dan 10% kategori sangat tinggi. Dari hasil tersebut sesuai dengan pendapat Notoatmojo (2003) pengetahuan merupakan resultan dari akibat proses penginderaan terhadap suatu obyek, penginderaan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran yang pengukurannya dapat dilakukan dengan tes atau wawancara. Maka diperlukan pembimbing klinik yang mempunyai pengetahuan yang kokoh selain mempunyai kemampuan klinik, terampil sebagai pengajar dan mempunyai komitmen sebagai pembimbing klinik. Pembimbing klinik harus berlatar belakang pendidikan keperawatan yang lebih tinggi dari pendidikan mahasiswa. Bila mahasiswa sudah lulus akan mempunyai kemampuan profesional dalam area klinik tertentu sehingga dapat memberikan pelayanan/asuhan keperawatan berdasarkan prinsip-prinsip saintifik. Seorang pembimbing klinik harus terus menerus memperbaharui pengetahuan dan keterampilan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. Selain keterampilan teknis dan komunikasi, teknik pengajaran klinik atau bimbingan klinik, juga harus mengerti tentang peran dan fungsinya dalam membimbing mahasiswa. Pengetahuan pembimbing klinik dalam katagori kelompok sedang dengan frekuensi 3 orang (7,5%) perlu mendapatkan perhatian dari bagian akademik atau pihak pendidikan. Perhatian dilakukan dengan cara melakukan pendekatan dan penjelasan secara individual dengan tujuan untuk meningkatkan motivasi saat melakukan bimbingan klinik dan memperbaharui pengetahuan yang telah diperoleh. Menurut Soedarsono (1999), hal tersebut kemungkinan karena kurangnya keinginan dari pembimbing klinik untuk terus menerus memperbaharui

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

pengetahuan dan keterampilan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi keperawatan. Hasil analisis hubungan sikap pembimbingan klinik dengan kinerja praktek klinik Hasil analisis hubungan antara sikap pembimbingan klinik dengan kinerja praktek klinik terdapat hubungan positif signifikan nilai koefisien korelasi r = 0,481, besarnya koefisien determinasi r2 = 0,231 atau sumbangannya sebesar 23,1%. Artinya semakin tinggi sikap pembimbingan klinik seseorang akan meningkat kinerja praktek klinik. Hasil tersebut didukung dengan penyebaran distribusi kategori sikap pembimbing klinik yang baik yaitu dalam kategori tinggi 70% dan 30% kategori sangat tinggi. Pembimbing klinik di Jurusan Keperawatan Singkawang menunjukan sikap sangat baik (70%) dan baik (30%). Hal ini sudah sesuai dengan tuntutan bahwa pembimbing klinik harus bersikap dan berperan sebagai role model. Menurut Azwar (1998), sikap yang positif akan menyebabkan bertahannya seseorang dari pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Widianti (2000), yang mengungkapkan bahwa untuk sikap positif yang telah dimiliki harus dipertahankan karena akan mempengaruhi langsung atau tidak langsung perilaku pembimbing yang diberikan kepada mahasiswa. Menurut Azwar (1998), sikap merupakan suatu respon evaluatif adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) ataupun perasaan tidak mendukung (tak favorable) obyek tersebut. Pengukuran sikap akan mengklasifikasikan respon evaluatif seseorang pada posisi memihak dan tidak memihak, pada posisi setuju atau tidak setuju. Sikap dikatakan sebagai respon. Respon akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberikan kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik, buruk, positif, negatif, yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap. Secara definitif, sikap berarti suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikiran yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu obyek yang diorganisir melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung pada perilaku dalam menilai. Sikap sosial terbentuk adanya interaksi sosial yang diawali oleh individu dengan lingkungan fisik maupun psikologis di sekelilingnya. Individu akan bereaksi membentuk pola sikap tertentu yang dipengaruhi oleh pemahaman pribadi, kebudayaan orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu. Hasil analisis hubungan keterampilan pembimbingan klinik dengan kinerja praktek klinik Hasil analisis hubungan antara keterampilan pembimbingan klinik dengan kinerja praktek klinik terdapat hubungan positif signifikan nilai koefisien korelasi r = 0,812, besarnya koefisien determinasi r2 = 0,660 atau sumbangannya sebesar 66%. Artinya semakin tinggi keterampilan pembimbingan klinik seseorang akan meningkatkan kinerja praktek klinik. Hasil tersebut didukung dengan penyebaran

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

distribusi kategori keterampilan pembimbingan klinik yang cukup baik yaitu dalam kategori kelompok tinggi 47,5% dan 52,5% kategori sangat tinggi. Hasil tersebut mencerminkan kemampuan profesionalisme keterampilan pembimbing klinik dalam kinerja mahasiswa untuk melaksanakan praktek klinik terutama kemampuan interpersonal, kemampuan sebagai model peran, dan kemampuan bekerja sesuai prosedur yang telah ditetapkan, faktor komunikasi interpersonal juga merupakan kriteria penentuan kelulusan. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Maria (1996), menjelaskan bahwa, ciriciri pekerjaan profesional adalah pekerjaan seumur hidup, motivasi kuat/panggilan, komitmen mantap, kelompok ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus melalui pendidikan dan latihan, kepentingan klien, aplikasi prinsip dan teori, berorientasi pada pelayanan, tidak memiliki interest pribadi, pelayanan berdasarkan kebutuhan serta otonomi dalam menentukan tindakan standar etik dan standar profesi yang kuat. Hasil analisis hubungan desentralisasi dengan kinerja praktek klinik Hasil analisis hubungan antara desentralisasi dengan kinerja praktek klinik terdapat hubungan positif signifikan nilai koefisien korelasi r = 0,471, besarnya koefisien determinasi r2 = 0,222 atau sumbangannya sebesar 22,2%. Artinya semakin tinggi desentralisasi akan meningkatkan kinerja praktek klinik, hasil tersebut didukung dengan penyebaran distribusi kategori desentralisasi dalam kelompok sedang 10%, tinggi 37,5% dan 52,5% kategori sangat tinggi. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa dengan adanya sistem desentralisasi menurut Mintzberg (1979), organisasi akan dapat merespon dengan cepat suatu kondisi lokal, sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap pelanggan. Melalui pelaksanaan desentralisasi juga dapat merangsang motivasi kerja dari karyawan pada suatu organisasi. Desentralisasi dalam pembelajaran klinik termasuk desentralisasi horizontal karena itu kekuasaan untuk mengambil keputusan dalam penyelenggaraan pembelajaran klinik dilimpahkan kepada para ahli yang memiliki pengetahuan sesuai dengan materi/teori yang dipelajari mahasiswa. Desentralisasi mencerminkan rasa saling menghormati, anggota-anggota mempunyai peran yang tepat sesuai dengan kekuatannya, peran anggota melihat kerjasama dari sudut kepentingan mereka, dan mempunyai kemampuan untuk berkompromi. Struktur dan proses kerja yang baik, dicerminkan oleh para anggota secara bersama dalam melakukan proses kegiatan dan menilai hasilnya. Adanya pengambilan keputusan yang terintegrasi, fleksibel pada struktur dan metoda. Adanya pengembangan mengenai uraian tugas yang jelas, tanggung jawab, hak, dan pelaksanaan, serta kemampuan menghadapi perubahan. Komunikasi yang bersifat terbuka dan sering disertai dengan usaha membuat komunikasi yang formal maupun informal. Maksud dan tujuan aliansi harus nyata, secara logis harus dapat dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil analisis hubungan aliansi dengan kinerja praktek klinik Hasil analisis hubungan antara aliansi dengan kinerja praktek klinik terdapat hubungan positif signifikan nilai koefisien korelasi r = 0,367, besarnya koefisien

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

10

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

determinasi r2 = 0,135 atau sumbangannya sebesar 13,5%. Artinya semakin tinggi aliansi akan meningkatkan kinerja praktek klinik, hasil tersebut didukung dengan penyebaran distribusi kategori aliansi dalam kelompok sedang 10%, tinggi 77,5% dan 12,5% kategori sangat tinggi. Alinasi dalam penyelenggaraan pembelajaran klinik merupakan komponen penting, oleh karena organisasi pendidikan keperawatan tidak bisa melaksanakan pembelajaran klinik terhadap mahasiswa tanpa mengadakan hubungan kerjasama dengan organisasi unit-unit pelayanan kesehatan yang terkait. Dalam mengadakan aliansi untuk penyelenggaraan pembelajaran klinik, pimpinan organisasi pendidikan dan pimpinan organisasi pelayanan kesehatan merumuskan tujuan bersama sehingga terjadi kesamaan persepsi/pendapat dalam menyelenggarakan pembelajaran klinik. Pemanfaatan sumber daya manusia disesuaikan dengan kebutuhan pada kegiatan pembelajaran dengan tidak mengabaikan kebutuhan pelayanan di organisasi masing-masing. Pengaturan pemberian pengalaman belajar kepada mahasiswa yang berkaitan dengan kasus-kasus, dipertimbangkan dan dibuat satu keputusan bersama supaya jangan sampai merugikan pasien dan mahasiswa. Semua permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pembelajaran klinik, dipecahkan dan ditindak lanjuti bersama-sama. Hasil analisis hubungan manajemen pembelajaran klinik dengan kinerja praktek klinik Hasil analisis hubungan antara manajemen pembelajaran klinik dengan kinerja praktek klinik terdapat hubungan positif signifikan nilai koefisien korelasi r = 0,452, besarnya koefisien determinasi r2 = 0,204 atau sumbangannya sebesar 20,4%. Artinya semakin tinggi manajemen pembelajaran klinik akan meningkatkan kinerja praktek klinik, hasil tersebut didukung dengan penyebaran distribusi kategori manajemen pembelajaran klinik dalam kelompok sedang 10%, tinggi 67,5% dan 22,5% kategori sangat tinggi. Hubungan antara manajemen pembelajaran klinik dengan kinerja praktek klinik terdapat hubungan positif signifikan nilai koefisien korelasi r = 0,452, besarnya koefisien determinasi r2 = 0,204 atau sumbangannya sebesar 20,4%. Artinya semakin tinggi manajemen pembelajaran klinik akan meningkatkan kinerja, hasil tersebut didukung dengan penyebaran distribusi kategori manajemen pembelajaran klinik dalam kelompok sedang 10%, tinggi 67,5% dan 22,5% kategori sangat tinggi. Mintzberg (1979), mengemukakan bahwa dalam manajemen mengandung fungsi organisasi, yang dicerminkan dengan pola struktur organisasi. Struktur organisasi merefleksikan pekerjaan yang secara umum harus dikerjakan oleh satu organisasi dan juga menggambarkan arus informasi dalam organisasi yang bersangkutan. Hasil penelitiam Mandriwati (1998) menyebutkan bahwa struktur organisasi juga mencerminkan kebutuhan organisasi, bila struktur organisasi berubah, maka kebutuhan organisasi juga berubah. Kinerja praktek berkualitas merupakan aktivitas yang dilakukan baik proses maupun hasilnya mendekati kesempurnaan secara ideal sesuai dengan standar yang ditentukan. Dalam hal ini penafsiran kinerja praktek klinik mahasiswa dapat ditinjau dari kemampuan profesionalnya dalam menjalankan asuhan keperawatan berdasarkan peran dan fungsi perawat sesuai standar dari tuntutan profesi keperawatan, demikian juga kuantitas yang merupakan jumlah kegiatan

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

11

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

atau produk jasa yang telah dihasilkan. Semakin profesional seseorang dalam menjalankan profesinya maka produk atau jasa yang dihasilkan akan semakin meningkat secara maksimal dan bertanggung jawab. Hasil tersebut didukung dengan kategorisasi kinerja praktek klinik subjek terdapat 37,5% kategori tinggi, 62,5% kategori sangat tinggi, dan kategori sangat rendah, rendah, sedang tidak ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Dunham (1994) kinerja karyawan dipengaruhi dukungan organisasi, kemampuan dan keterampilan individu. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja karyawan adalah motivasi kerja, kecerdasan, stabilitas emosional, kelompok kerja, situasi keluarga, karakteristik fisik dan pengaruh internal yaitu pengaturan ketenagakerjaan, tekanan konsumen, nilai-nilai sosial, kekuatan ekonomi dan perubahan lokasi. Kemudian ditegaskan oleh McCloy et. al, (1994), bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang adalah pengetahuan, kemampuan dan motivasi. Somers (1995) menambahkan bahwa peningkatan kinerja seseorang dalam organisasi juga dapat dipengaruhi oleh komitmen karyawan. Begitu juga halnya dengan Muchlas (1997) menambahkan bahwa kesempatan untuk berprestasi karyawan perlu diperhatikan dalam meningkatkan kinerja karyawan, selain motivasi dan kemampuan. Hubungan dengan kegiatan belajar mengajar Joan (1997) menyatakan bahwa pengetahuan dan kemampuan guru berpengaruh terhadap pembelajaran. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dalam menetapkan pembimbing klinik, Jurusan Keperawatan Singkawang masih belum mengikuti kriteria yang telah ditetapkan. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan pembimbing klinik dengan kinerja praktek klinik mahasiswa. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap pembimbing klinik dengan kinerja praktek klinik mahasiswa. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara keterampilan pembimbing klinik dengan kinerja praktek klinik mahasiswa. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara desentralisasi pembelajaran klinik dengan kinerja praktek klinik mahasiswa. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara aliansi pembelajaran dengan kinerja praktek klinik mahasiswa. Saran Untuk meningkatkan pengetahuan pembimbing klinik, manajemen pembelajaran klinik yang masih katagori sedang, sebaiknya diikutkan dalam kegiatan pelatihan atau pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Dalam merekrut pembimbing klinik sebaiknya dipertimbangkan dari segi latar belakang pendidikan, beban tugas ditempat kerja dan pengalaman pelatihan, khususnya pelatihan yang terkait dengan pembelajaran klinik. Selain itu, pembimbing klinik (dosen) sebaiknya diberi pengetahuan tentang manajemen. Perlu dirintis kerjasama yang baik dengan pihak unit pelayanan kesehatan yang dijadikan lapangan pembelajaran, dalam hal pengaturan kegiatan pembelajaran, sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran secara optimal, serta kegiatan pembelajaran dapat menunjang peningkatan mutu pelayanan. Sehubungan dengan terdapat kelemahan dalam racangan penelitian, maka disarankan untuk peneliti selanjutnya menyempurnakan rancangan tersebut.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

12

Susito, Mubasysyir Hasanbasri, Rossi Sanusi ; WPS No.11 April 2006 1st draft

DAFTAR PUSTAKA Azwar, S., 1998. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka belajar: Yogyakarta. Dunham, R.B., 1984. Organization Behavior. Richard D. Irwin Inc., Homewood, Illinois. Joan, R., 1997. Teacher knowledge and skill: The most important influences on teaching. Mandriwati, G.A., 1998. Hubungan manajemen pembelajaran klinik dengan kinerja lulusan bidan SPK di Jawa dan Bali. Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Maria, O., 1996. Praktek Keperawatan Profesional. Alfabeta: Bandung. McCloy, R. A., Campbell, J.P., and Cudeck, R., 1994. A Confirmatory Test of a Model of Performance Determinants. Journal of Applied Psychology, 79(4): 493-505. Mintzberg, H., 1979. The Structuring of Organizations. Printice-Hall, Inc: London. Muchlas, M., 1997. Perilaku Organisasi. Jilid II. PT. Karipta: Yogyakarta. Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi penelitian kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta Notoatmodjo, S., 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Andi Offset: Yogyakarta. Soedarsono, R. S., 1999. Konsep lahan Peraktek pada Pendidikan Keperawatan. Semiloka Bimbingan Klinik Keperawatan Medical Bedah. FIK-UI. Jakarta. Somers, M. J., 1995. Organizational commitment, turnover and absenteeism: an examination of direct and interaction effects. Journal of Organizational Behavior 16, may, pp 49-58 Widianti, C. R., 2000. Tinjauan tentang kemampuan pembimbing klinik sebagai perawat profesional dalam membimbing klinik mahasiswa D-III keperawatan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

13

You might also like