You are on page 1of 10

ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG

FUNGSI PENGAWASAN KEPALA RUANGAN DENGAN


PELAKSANAAN STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL TIMBANG TERIMA
*
Ifa Roifah, Susanti Dwi Anggraini
*STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto
Abstract
Communication of various information provided by nurses in exchange shift
(handover) was helpful for caring patient. The successful implementation handover
patients was associated with controlled function. Research purpose was to analyze
the relationship perception of nurses about the controlling function of head room
with the handover standard operating procedures. Design research used correlational
analytic with cross sectional approach. The population was all nurses who work in
patient care room of Reksa Waluya Hospital which amounted to 41 peoples with a
total sampling technique to obtain a sample that about the same with the number of
population that are 41 peoples. Data retrieval used questionnaire and observation
sheet and analyze by percentile and cross-tabulation. The results showed that from 23
respondents who have good perception are about 10 respondents theyre well behave,
3 respondents a bit unwell behave while doing handoverphase, and 10 respondents
did not behave well. In conclusion there is no relationship perception of nurse head
control room with execution standard operating procedure handover. Handover can
work well if the supervision of the principal or the head of the room held a
continuous basis, and based on standard operating procedures that have been agreed
as a guideline in carrying out a job. Head room is expected to further improve
supervision in accordance with standard procedures in order to improve the behavior
of nurses in the implementation of standard procedures handover.
Keywords: Perception, controlling, handover
PENDAHULUAN

kematian atau cedera yang serius di

Komunikasi terhadap berbagai


informasi

mengenai

perkembangan

rumah

sakit

disebabkan

karena

buruknya komunikasi. Alvarado, et all

pasien antar profesi kesehatan di rumah

(2006)

sakit

komunikasi berbagai informasi yang

merupakan

komponen

yang

menginformasikan

fundamental dalam perawatan pasien

diberikan

(Riesenberg, 2010). Alvarado, et all.

pertukaran shift, yang lebih dikenal

(2006)

bahwa

dengan timbang terima (handover)

dapat

sangat membantu dalam perawatan

mengungkapkan

ketidakakuratan

informasi

oleh

Timbang

perawat

bahwa

terima

dalam

menimbulkan dampak yang serius pada

pasien.

harus

pasien, hampir 70% kejadian sentinel

dilakukan karena merupakan bagian

yaitu kejadian yang mengakibatkan

dari salah satu aplikasi MAKP (Model

Asuhan

Keperawatan

Profesional)

tanpa melihat langsung kondisi klien

(Nursalam, 2011). Green (1986 dalam

saat

Green

terima.

dan

Kreuter,

2000)

dilakukannya
Pelaksanaan

mengemukakan perilaku individu dapat


dipengaruhi oleh 3 faktor antara lain
faktor

predisposisi

(predisposisi

faktor), faktor pemungkin (enabling


faktor) dan faktor penguat (reinforcing
faktor). Faktor penguat yang bisa
mempengaruhi

perilaku

pengaruh

keluarga, pimpinan, ataupun teman


sejawat (Green, 2000 dalam Winani,

proses

timbang

timbang

terima

yang tidak sesuai dengan prosedur ini


mengakibatkan

banyak

kejadian-

kejadian yang tidak diduga terjadi pada


pasien.

Laporan

dari

Institute

of

Medicine Amerika pada tahun 2000,


bahwa

di

Utah

dan

Colorado

ditemukan kejadian tidak diharapkan


sebesar 2,9% dan 6,6% di antaranya
meninggal dunia, padahal 53% dari

2012).
Keberhasilan pelaksanaan serah

jumlah KTD tersebut dapat dicegah

terima pasien sangat berkaitan dengan

(Preventable

salah fungsi manajemen keperawatan

(Budihardjo,

yang harus dilaksanakan yaitu fungsi

menurut Utarini (2011) menyatakan

pengawasan. (Suarli & Bahtiar, 2009).

bahwa dari 15 rumah sakit dengan

Pelaksanaan serah terima pasien dapat

4.500

berjalan

apabila

angka kejadian tidak diharapkan yaitu

pengawasan dari pimpinan atau kepala

8,0-98,2 untuk diagnostic error dan

ruangan

4,1-91,6% untuk medication error.


Hasil studi pendahuluan di RS

dengan

baik

dilaksanakan

secara

terus

menerus, dan berdasarkan SPO yang


telah

disepakati

yang

merupakan

pedoman dalam melaksanakan suatu


pekerjaan

(Elisabet,

2008

dalam

Winani, 2012). Kenyataan yang terjadi


dilapangan, masih banyak perawat
yang

melakukan

timbang

terima

dengan tidak memperhatikan prosedur


yang

telah

ada.

Sebagian

besar

perawat melakukan timbang terima


hanya berpusat pada ruangan perawat

adverse
2008).

rekam

events)

Di

medis

Indonesia

menunjukkan

Reksa Waluya Mojokerto di ruang


Tribuana pada bulan februari 2014
berkaitan dengan pelaksanaan timbang
terima

adalah

observasi,

setelah

timbang

dilakukan

terima

saat

pergantian shift pagi hanya kepala


ruangan

dan

kepala

jaga

yang

melakukan validasi terhadap kondisi


pasien sedangkan perawat pelaksana
yang lain melakukan timbang terima
hanya

berpusat

di

nurse

station.

Pelaksanaan

timbang

saat

Sampling yang digunakan dalam

pergantian shift pagi ke sore dan sore

penelitian ini adalah nonprobability

ke malam, perawat tidak melakukan

sampling

validasi

jenuh.

kondisi

terima

pasien

secara

dengan

teknik

Instrumen

sampling
penelitian

langsung. Hasil wawancara dengan

menggunakan kuesioner dan cheklis,

kepala ruangan Tribuana bahwa kepala

waktu pengambilan data mulai tanggal

ruangan

pengawasan

18 31 Mei 2014. Analisa data

terhadap pelaksanaan timbang terima

menggunakan percentil dan dilakukan

namun

cross tabulation.

melakukan
SPO

pelaksanaan

timbang

terima belum ada diruangan sehingga


pelaksanaan pengawasan belum dapat

HASIL PENELITIAN

berjalan maksimal. Kejadian nyaris

Tabel 1. Frekuensi
data
umum
responden di RS Reksa
Waluya Mojokerto pada
tanggal 18 31 Mei 2014.

jatuh terjadi satu kali dalam tiga bulan


terakhir. Tujuan penelitian ini untuk
menganalisis
perawat

hubungan

pelaksana

tentang

persepsi
fungsi

pengawasan kepala ruangan dengan


pelaksanaan

standar

prosedur

No
1.
2.
3.
4.

operasional timbang terima.


METODE PENELITIAN

1.
2.

Desain penelitian menggunakan


penelitian analitik korelasional dengan

1.

pendekatan cross sectional. Penelitian


cross sectional adalah jenis penelitian
yang menekankan waktu pengukuran
atau observasi data variabel independen
dan dependen hanya satu kali pada satu
saat (Nursalam, 2013). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh perawat
pelaksana yang bekerja di ruang rawat
inap RS Reksa Waluya Mojokerto yang
berjumlah 41 perawat.

1.
2.
3.

Uraian
Usia
21-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
> 50 tahun
Total

Frekuensi

19
18
3
1
41

46,3
44,9
7,3
2,4
100

Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Total

40
1
41

97,4
2,4
100

TK pendidikan
SPK
AKPER
SI Kep

1
37
3

2,4
90,3
7,3

Total

41

100

Lama kerja
0-5 tahun
5-10 tahun
> 10 tahun
Total

20
3
18
41

48,8
7,3
43,9
100

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada usia


sebagian besar responden berusia 21-30
tahun (46,3%). Jenis kelamin sebagian
besar perempuan (97,6%.) Tingkat
pendidikan sebagian besar responden

memiliki

tingkat

pendidikan

D3

tentang fungsi pengawasan


kepala
ruangan
dengan
pelaksanaan standar prosedur
operasional (SPO) timbang
terima.

(90,2%). Lama kerja sebagian besar


responden bekerja selama 0-5 tahun
(48,8%).
Tabel 2 Persepsi perawat pelaksana
tentang fungsi pengawasan
kepala
ruangan
dan
pelaksanaan SPO Timbang
terima di RS Reksa Waluya
Mojokerto pada tanggal 18
31 Mei 2014
No

1.
2.

1.
2.
3.

Uraian
Persepsi
Baik
Tidak baik
Total
Pelaksanaan
SPO
Baik
Kurang baik
Tidak baik
Total

Frekuensi

Hasil tabulasi silang pada tabel


23
18
41

56,1
43,9
100

menunjukkan

bahwa

persepsi

perawat tentang fungsi pengawasan


kepala ruangan termasuk kategori baik

15

36,6

dari 23 responden (56,1%), didapatkan

7
19

17,1
46,3

data bahwa perawat melaksanakan

41

100

sebanyak

timbang terima dengan baik adalah


10

responden

(43,5%),

Hasil frekuensi yang disajikan dalam

perawat yang melaksanakan timbang

tabel 2 menunjukkan bahwa persepsi

terima dengan kurang baik adalah

perawat

sebanyak

pelaksana

tentang

fungsi

responden

(13,0%),

pengawasan kepala ruangan adalah

perawat melaksanakan timbang terima

baik (56,1%).

dengan tidak baik adalah sebanyak 10

terima

Pelaksanaan timbang

menunjukkan

bahwa

Pelaksanaan

standar

operasional

(SPO) timbang

responden (43,5%).

prosedur

Persepsi perawat tentang fungsi

terima

pengawasan kepala ruangan termasuk


kategori tidak baik dari 18 responden

adalah tidak baik (46,3%).

(43,9%),

didapatkan

data

bahwa

perawat melaksanakan timbang terima


dengan

baik

responden

adalah

(27,8%),

sebanyak
perawat

yang

melaksanakan timbang terima dengan


Tabel 3 Tabulasi silang
persepsi perawat

hubungan
pelaksana

kurang

baik

responden

adalah

(22,2%),

sebanyak
dan

perawat

melaksanakan timbang terima dengan

yang telah dilaksanakan oleh sumber

tidak baik adalah sebanyak 9 responden

daya secara efektif dan efisien sesuai

(50,0%).

standar yang ditetapkan. Pengawasan


yang

sistematis

akan

berdampak

PEMBAHASAN

pelaksanaan asuhan keperawatan yang

1.

Persepsi perawat pelaksana tentang

sesuai standar sehingga pelayanan yang

fungsi pengawasan kepala ruangan

diberikan akan lebih efektif. Hal ini

Hasil

penyajian

data

sesuai

dengan

penelitian

yang

menunjukkan bahwa persepsi perawat

dilakukan oleh Parmin (2009) bahwa

pelaksana tentang fungsi pengawasan

terdapat hubungan yang signifikan

kepala ruangan adalah baik. Hasil

antara fungsi manajemen pengawasan

penelitian ini tidak sejalan dengan

kepala

penelitian Winani dimana persepsi

perawat pelaksana. Kepala ruangan

perawat

yang

pelaksana

tentang

fungsi

ruangan
terlalu

pengawasan kepala ruangan cenderung

menjalankan

tidak baik (55,8%).

menyebabkan

Persepsi

perawat

pelaksana

terhadap fungsi pengawasan kepala

termotivasi

terdapat

pada

perawat

pelaksana

seorang

kepala

diri
dimana

ruangan

motivasi

dominan

fungsinya

juga dapat

perawat
dan

dalam

cenderung

tidak
pasif

(Nursalam, 2011).

ruangan sangat dipengaruhi oleh nilai


yang

dengan

Pengawasan yang dilakukan

seorang

oleh kepala ruangan adalah mengawasi

peran

dan berkomunikasi secara langsung

dalam

dengan

ketua

tim

atau

menjalankan fungsi pengawasan dapat

pelaksana

dinilai

dalam

keperawatan (Suarli & Bahtiar, 2009).

meningkatkan

Kepala ruangan dalam menjalankan

kepuasan staf (Nursalam, 2010 dalam

fungsinya sebagai pengawas harus

Winani, 2012). Marquis & Hounston

selalu kreatif, inovatif, cakap dan

(2000)

(2012)

berani mengambil keputusan terhadap

pengawasan

aktivitas di ruangan yang dipimpinnya

meningkatkan

(Hasibuan, 2006). Persepsi perawat

dari

memotivasi

kemampuan
dan

dalam

Winani

mengemukakan

bahwa

yang

akan

efektif

mengenai

perawat

kepuasan kerja, motivasi, inovasi, dan

tentang

hasil

Dengan

ruangan di RS Reksa Waluya dinilai

pengawasan memungkinkan rencana

baik mungkin dipengaruhi oleh kepala

yang

berkualitas.

fungsi pengawasan

asuhan

kepala

ruangan

yang

selalu

komunikatif

dan respon merupakan faktor yang

dengan seluruh perawat pelaksana di

berasal dari dalam diri individu atau

ruangan yang dipimpinnya. Faktor lain

disebut faktor internal. Faktor eksternal

yang mempengaruhi persepsi perawat

atau

dinilai baik karena kepala ruangan

lingkungan baik fisik maupun nonfisik

menjalankan fungsi pengawasan dapat

dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi,

memberikan

politik,

motivasi

dan

stimulus

dan

merupakan

sebagainya.

faktor

Faktor

meningkatkan kepuasan stafnya serta

eksternal yang paling banyak berperan

memberikan

dalam perilaku manusia adalah faktor

stafnya

kesempatan

kepada

untuk melaksanakan

tugas

sebaik-baiknya.
2.

sosial

dan

seseorang

Pelaksanaan

standar

prosedur

operasional (SPO) timbang terima.


Hasil

penyajian

data

internal

budaya
tersebut

yang

di

lingkungan

berada.

Faktor

menentukan

respon

seseorang terhadap stimulus dari luar


adalah perhatian, pengamatan, persepsi,

menunjukkan bahwa pelaksanaan SPO

motivasi,

fantasi,

sugesti,

timbang terima adalah tidak baik. Hasil

sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

dan

penelitian ini sejalan dengan penelitian

Pelaksanaan timbang terima di

yang dilakukan Winani bahwa persepsi

ruang rawat inap RS Reksa Waluya

perawat pelaksana dalam pelaksanaan

termasuk dalam kategori tidak baik.

timbang terima kurang baik (58,7%).

Penilaian pelaksanaan timbang terima

Timbang

terima

yang

ini berdasarkan pada penelitian yang

dilaksanakan tiap pergantian shift harus

telah dilakukan yaitu timbang terima

sesuai

memang

dengan

standar

operasional yang
Standar

prosedur

telah ditentukan.

shift

dilakukan
namun

tiap
dalam

operasional

pelaksanaannya hanya ketua tim saja

merupakan tata cara atau tahapan yang

yang melakukan kunjungan langsung

dibakukan dan haru dilalui untuk

ke kamar pasien. Perawat pelaksana

menyelesaikan

kerja

yang lain melakukan timbang terima

2005).

hanya dengan membaca buku operan

Perilaku yang terbentuk di dalam diri

yang telah dituliskan Kunjungan ke

seseorang terdiri dari dua faktor utama

kamar pasien lebih sering dilakukan

yaitu stimulus yang merupakan faktor

pada pergantian shift malam ke pagi

dari luar individu atau faktor eksternal

dan pagi ke sore. Timbang terima dari

tertentu

prosedur

pergantian

telah

(Perry

suatu
&

proses
Potter,

sore ke malam lebih banyak dilakukan

responden (43,5%) berperilaku tidak

di ruangan perawat.

baik

Green

Kreuter

pelaksanaan

timbang

(2000)

terima. 18 responden (43,9%) perawat

mengemukakan bahwa pengetahuan

memiliki persepsi tidak baik tentang

merupakan

salah

satu

faktor

pengawasan

predisposisi

yang

mempengaruhi

diantaranya

perilaku

dan

dalam

seseorang

atau

kepala

ruangan

responden

(12,2%)

individu.

berperilaku baik dalam pelaksanaan

Pelaksanaan timbang terima dinilai

timbang terima, 3 responden (7,3%)

tidak baik bisa karena faktor tingkat

berperilaku

pendidikan perawat yang sebagian

pelaksanaan timbang terima, dan 10

besar atau 27 responden (65,9%)

responden (24,4%)

memiliki

baik

tingkat

keperawatan.

pendidikan

Faktor

lain

D3
yang

kurang

dalam

baik

dalam

berperilaku tidak

pelaksanaan

timbang

terima. Hal ini menunjukkan terjadi

mempengaruhi bisa disebabkan karena

ketidaksesuaian

kondisi ruangan, beban kerja perawat

perawat yang baik namun pelaksanaan

yang terlalu berat dan banyaknya

timbang terima yang cenderung tidak

masalah

baik. Kesimpulan yang dapat diambil

klien

yang

harus

segera

ditangani.
3.

antara

persepsi

adalah tidak ada hubungan antara

Hubungan

Persepsi

perawat

pelaksana

tentang

fungsi

pengawasan

kepala

ruangan

pelaksanaan

standar

dengan
operasional

prosedur

(SPO)

timbang terima.

persepsi perawat pelaksana tentang


fungsi

kepala

pelaksanaan

ruangan
standar

dengan
prosedur

operasional timbang terima.


Penelitian ini sejalan dengan
penelitian

yang

dilakukan

Winani

Hasil penyajian tabulasi silang

(2012) bahwa persepsi perawat tentang

menunjukkan bahwa dari 23 responden

fungsi pengawasan kurang baik juga

yang memiliki persepsi baik tentang

mempunyai

pengawasan

ruangan

tentang pelaksanaan timbang terima

diantaranya 10 responden (43,5%)

jadi diambil kesimpulan bahwa tidak

berperilaku baik dalam pelaksanaan

ada hubungan antara persepsi perawat

timbang terima, 3 responden (13,0%)

pelaksana tentang fungsi pengawasan

berperilaku

dengan persepsi perawat pelaksana

kepala

kurang

baik

dalam

pelaksanaan timbang terima dan 10

persepsi

kurang

baik

tentang pelaksanaan timbang terima.

Green

(2000)

Handoko (2003) mengemukakan

mengemukakan bahwa faktor penguat

bahwa peran kepala ruangan dalam

yang mempengaruhi perilaku individu

melaksanakan

antara

keluarga,

harus dapat mendeteksi perubahan

pimpinan dan teman sejawat. Perilaku

yang dapat berpengaruh dalam asuhan

yang kurang baik dan tidak baik dalam

keperawatan,

sehingga

pelaksanaan

menghadapi

tantangan

dirubah

dan

lain

Kreuter

pengaruh

timbang

jika

terima

pengawasan

dapat
kepala

fungsi

memanfaatkan

pengawasan

mampu
atau

kesempatan.

Asuhan

ruangan dilakukan dengan baik pula.

keperawatan yang diberikan kepada

Pengawasan yang dilakukan kepala

pasien harus tetap berkualitas dan

ruangan harus melalui beberapa proses.

berkesinambungan. Pengawasan yang

Proses pengawasan menurut Handoko

rutin diharapkan dapat meningkatkan

(2003)

mutu asuhan keperawatan.

yaitu:

Pertama

Penetapan

standar

pelaksanaan.

Pelaksanaan

Persepsi perawat tentang fungsi

timbang

terima

berdasarkan

pengawasan kepala ruangan dinilai

standar

yang

harus

telah

disetujui

oleh

baik mungkin dipengaruhi oleh kepala

penentu kebijakan. Standar yang dibuat

ruangan

harus terlebih dahulu disosialisasikan

dengan seluruh perawat pelaksana di

kepada seluruh perawat pelaksana.

ruangan

Kedua

pengukuran

wawancara yang dilakukan kepada tiap

pelaksanaan kegiatan secara tepat.,

kepala ruangan di ruang rawat inap di

dalam hali ini berapakali pengawasan

RS Reksa Waluya bahwa di ruang

dilakukan, kemudian dalam bentuk apa

rawat inap belum ada standar prosedur

pengukuran

dilakukan.

Ketiga

operasional timbang terima. Standar

pengukuran

pelaksanaan

kegiatan.

prosedur operasional timbang terima

Caranya yaitu dengan pengamatan,

harusnya dimiliki tiap ruangan rawat

laporan lisan dan tertulis serta ujian.

inap sehingga dapat menjadi acuan atau

Keempat membandingkan pelaksanaan

tolak

dengan standar yang telah ditetapkan.

pengawasan

Penyimpangan

timbang

penentuan

yang

terjadi

harus

yang
yang

ukur

selalu

komunikatif

dipimpinnya.

Hasil

dalam

pelaksanaan

terhadap

pelaksanaan

terima

sehingga

dianalisa untuk menentukan mengapa

pengawasannya bisa dilakukan dengan

standar yang telah ditetapka tidak dapat

baik dan maksimal. Pengawasan kepala

dicapai.

ruangan

yang

disesuaikan

dengan

standar prosedur operasional juga dapat


merubah perilaku pelaksanaan timbang
terima yang tidak baik atau kurang baik
menjadi baik.
KESIMPULAN
1. Persepsi perawat pelaksana tentang
fungsi pengawasan kepala ruangan
diruang rawat inap RS Reksa
Waluya adalah baik
2. Pelaksanaan
standar

prosedur

timbang terima di ruang rawat inap


RS Reksa Waluya adalah tidak baik
3. Tidak ada hubungan antara persepsi
perawat pelaksana tentang fungsi
pengawasan kepala ruangan dengan
pelaksanaan

standar

prosedur

operasional timbang terima.


SARAN
1. Mengadakan
sosialisasi

pelatihan
tentang

dan

pelaksanaan

timbang terima yang sesuai dengan

Alvarado, K., et all. 2006. Transfer of


acountability : Transforming shift
handover to enhance patient
safety. Health Care Quarterly.
Special
Issue.
Longwoods
Publishing. Diakses tanggal 15
januari 2014
Budiharjo, A. 2008. Pentingnya Safety
Culture di rumah sakit: Upaya
meminimalkan adverse events.
Jurnal Manajemen bisnis vol. 1
No. 1. Prasetiya Mulya Business
School. Di akses tanggal 15
februari 2014
Green, L.W.,& Kreuter, M.W. 2000.
Health promotion planning an
educational and environmental
approach. (2 nd ed.) Mountain
view:
Mayfield
Publishing
Company
Handoko, T.H. 2003. Manajemen.
Yogakarta: BPFE- Yogyakarta
Hasibuan, M.S.P. 2006. Manajemen :
dasar, pengertian dan masalah.
Jakarta: Bumi Aksara
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan
Masyarakat:
Ilmu
dan
Seni.Jakarta: Rineka Cipta

standar prosedur operasional yang


telah ditetapkan.
2. Melakukan
supervisi
bertahap
timbang

terkait
terima

secara

pelaksanaan
sesuai

dengan

standar prosedur operasional yg


telah ditetapkan.
3. Meningkatkan penelitian lanjutan
tentang

pelaksanaan

supervisi

pelaksanaan timbang terima.


DAFTAR PUSTAKA

Nursalam,
2011.
Manajemen
Keperawatan: Aplikasi dalam
Praktik Keperawatan Profesional.
Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2013. Metodelogi penelitian
ilmu keperawatan: pendekatan
praktis. Edisi 3. Jakarta:Salemba
Medika
Parmin. 2009. Hubungan pelaksanaan
fungsi manajemen kepala ruang
dengan
motivasi
perawat
pelaksana di ruang rawat inap
RSUP Undata Palu. Depok:

Lontar Ui. Diakses tanggal 10 juni


2014
Potter, P. A & Perry, A. G. 2005. Buku
ajar fundamental Keperawatan:
Konsep, proses dan praktik. Edisi
4. (Y. Asih et al, penerjemah).
Jakarta: EGC
Riesenberg, A, L., Leitzsch, J., &
Cunningham, M. 2010. Nursing
handoffs : A systemic review of the
literature : surprisingly little is
known about what constitutes best
practice. American Journal of
Nursing. 15 januari2014
Suarli, S & Bahtiar, Y. 2009.
Manajemen Keperawatan dengan

Pendekatan
Praktis.
Universitas Terbuka

Jakarta:

Utarini, A. 2011.
Pengembangan
sistem regulasi mutu pelayanan
dan keselamatan pasien kunci
pelayanan kesehatan yang optimal
dan responsive. ugm.ac.id . diakses
tanggal 15 Februari 2014
Winani. 2012. Hubungan Persepsi
Perawat
Pelaksana
Tentang
Fungsi
Pengawasan
Kepala
Ruang dan Pelaksanaan Serah
Terima Pasien di RSUD Gunung
Jati Cirebon. Jakarta: Lontar UI.
diakses tanggal 14 februari 2014

You might also like