You are on page 1of 6

.

.










Kaum Muslimin rahimakumullah,
Khatib mewasiatkan kepada diri khatib pribadi dan jamaah sekalian agar senantiasa bertakwa
kepada Allah Taala, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Bertakwa dengan cara menaati-Nya bukan berbuatk maksiat kepada-Nya, mensyukuri
nikmat-Nya bukan malah mengkufurinya, dan selalu mengingat-Nya bukan melupakan-Nya.
Segala puji bagi-Nya Rabb semesta alam, yang telah mengaruniakan berbagai kenikmatan
yang tak terhingga. Shalawat dan salam bagi penghulu para rasul, kekasih dan penyejuk hati
kita, Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, juga kepada keluarga dan sahabatsahabatnya, serta pengikutnya hingga akhir zaman.
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Akhir akhir ini, di negara kita banyak terjadi kasus penipuan berkedok Kyai dengan dalih
bisa mendambah kekayaan dengan menggandakan uang atau menjaga popularitas seseorang.
Dimulai dari Gatot Brajamusti hingga Kiyai Kanjeng Taat Pribadi. Pengikutnya tidak hanya
puluhan, bahkan puluh ribuan. Mengapa banyak orang telah menjadi korban dengan tipuan
murahan seperti ini? Alasan utamanya adalah mereka takut miskin dan rakus terhadap harta.
Kehidupan dunia membuat mereka menghawatirkan rezeki yang sudah Allah jaminkan
kepada hambanya. Padahal, Allah tidak akan mencabut nyawa seorang hamba, sebelum
rezekinya telah diberikan semuanya. Rupanya hal inilah yang menjadi faktor utama
kebanyakan orang kehilangan akal sehatnya sehingga melupakan kehidupan akhirat. Mereka
terlena dan menghalalkan segala cara untuk mengumpulakan harta sebanyak-banyaknya.
Namun lupa akan kehidupan akhirat dimana hanya amal yang akan dibawanya. Jika hal

semacam ini saja membuat banyak orang yang tertipu, bahkan tidak sedikit saudara-saudara
kaum muslimin yang menjadi korban, bagaimana dengan fitnah dajjal di akhir zaman, yang
bisa menurunkan hujan pada saat musim kemarau dimana banyak orang yang
membutuhkan air. Atau bahkan bisa menghidupkan orang yang sudah
meninggal? Tentu akan lebih banyak orang yang akan tersesat apabila
tidak memiliki dasar keimanan yang kuat.
Didalam kasus penggandaan uang, ada sesorang korban yang telah
menyetor uang sebanyak 200 M rupiah untuk digandakan. Sudah memiliki
uang sebanyak 200 M rupiah dimana harta tersebut cukup untuk
menghidupi hingga 7 keturunan, namun masih saja merasa kurang.
Manusia tidak pernah puas dengan harta. Itulah sifat dan watak orang
zaman ini kecuali yang Allah beri taufik untuk menyikapi harta dengan
benar. Ada yang menghabiskan waktunya hanya untuk urusan dunianya,
sampai lupa melakukan ketaatan dan lalai akan kehidupan kekal di
akhirat. Nabi, shallallahu alaihi wassalam bersabda:
Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua.
Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi
perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.
(HR. Bukhari no. 6438).
yang dimaksud dengan tidak ada yang memenuhi perutnya kecuali tanah adalah ia terus
menerus memenuhi dirinya dengan harta sampai ia mati lantas di kuburnya isi perutnya
dipenuhi dengan tanah kuburan.
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Hadits di atas mengandung beberapa pelajaran:
1- Semangatnya manusia untuk terus menerus mengumpulkan harta dan kemewahan dunia
lainnya. Semangat seperti ini tercela jika sampai membuat lalai dari ketaatan dan hati menjadi
sibuk dengan dunia daripada akhirat.
2- Allah menerima taubat setiap hamba
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Banyak orang yang ingin memiliki harta yang banyak, tapi tidak dengan harta yang berkah.
Dengan harta yang banyak tersebut mereka bisa mengabulkan setiap angan-angannya.
Mereka memang bisa membeli kasur yang empuk, tapi tidak dengan tidur yang lelap. Mereka
memang bisa makan dengan makanan yang lezat, tapi tidak dengan makan yang nikmat.
Uang bisa membeli rumah yang lapang, tapi tidak dengan kelapangan yang ada di dalamnya.
Uang juga bisa membeli pesawat televisi yang sangat besar untuk menghibur anak, tetapi
bukan kebesaran jiwa untuk memberi dukungan saat mereka terempas. Mereka memiliki
harta namun jarang memiliki sifat mulia, yaitu qanaah (merasa cukup dengan nikmat Allah).
Padahal jika seorang muslim meraihnya ia seakan-akan memiliki dunia seisinya. Jika
memilikinya, ia tidak tamak pada harta orang lain dan juga selalu ridho dengan ketetapan
Allah. Ia pun yakin segala yang ditetapkan oleh Allah, itulah yang terbaik.

Padahal Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah mengatakan jika kita memiliki tiga nikmat
layaknya kita memiliki seisi dunia.
Dari Ubaidillah bin Mihshan al-Anshary dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau
bersabda,




















Man ashbakha minkum aamina fi sirbihi mu affan fii jasadihi ngindahu kuutu yaumihi faka annamaa
khizat lahu dunyaa

Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan
masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di
rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya. (HR. Tirmidzi no. 2346,
Ibnu Majah no. 4141. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).
Hadits di atas menunjukkan bahwa tiga nikmat di atas jika telah ada dalam diri seorang
muslim, maka itu sudah jadi nikmat yang besar. Siapa yang di pagi hari mendapatkan tiga
nikmat tersebut berarti ia telah memiliki dunia seisinya. Lihat Rosysyul Barod Syarh Al Adab
Al Mufrod, hal. 160.
Ajaran Sifat Qanaah
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Hadits di atas dibawakan oleh Ibnu Majah dalam Bab Qanaah. Di mana rizki yang
disebutkan dalam hadits tersebut dikatakan cukup dan patut disyukuri. Inilah sifat qanaah
yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Pembahasan qanaah dalam sunan Ibnu Majah
tersebut disebutkan pula hadits dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,








Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang
cukup, dan qanaah (merasa cukup) dengan rizki tersebut. (HR. Ibnu Majah no.
4138, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam bab yang sama pada Sunan Ibnu Majah disebutkan pula hadits,



- -






Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya
kaya adalah hati yang selalu merasa cukup. (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051,
Tirmidzi no. 2373, Ibnu Majah no. 4137). Ghina nafs dalam hadits ini yang dimaksud adalah
tidak pernah tamak pada segala hal yang ada pada orang lain.

Dalam hadits di atas terdapat pelajaran dari Ibnu Baththol di mana beliau berkata ketika
menjelaskan hadits dalam Shahih Bukhari,
Yang dimaksud kaya bukanlah dengan banyaknya perbendaharaan harta. Karena betapa
banyak orang yang telah dianugerahi oleh Allah harta malah masih merasa tidak cukup (alias:
fakir). Ia ingin terus menambah dan menambah. Ia pun tidak ambil peduli dari manakah harta
tersebut datang. Inilah orang yang fakir terhadap harta (tidak merasa cukup dengan harta).
Sikapnya demikian karena niatan jelek dan kerakusannya untuk terus mengumpulkan harta.
Padahal hakikat kaya adalah kaya hati, yaitu seseorang yang merasa cukup dengan yang
sedikit yang Allah beri. Ia pun tidak begitu rakus untuk terus menambah.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,




Mankanaa thaliban lizziyaadati lam yastaghni bimaa maahu falaisaa lahu ghinaa

Siapa yang terus ingin menambah dan menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas apa
yang Allah beri, maka ia tidak disebut kaya hati. (Syarh Shahih Muslim, 7: 140).
Yang dimaksud qanaah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Baththol,
Ridho dengan ketetapan Allah Taala dan berserah diri pada keputusan-Nya yaitu segala
yang dari Allah itulah yang terbaik. Itulah qanaah.





Akuulu kouli hadzaa, astaghfirullaha liwalakum, walisairil muslimiina wal muslimaat faastaghfiruhu
innahu huwal ghafurrurrahim

Khutbah Kedua:

Ahmadu rabbi wa ash kuruhu, wa ash hadualla illaha illallah wah dahulla syarikallah wa ash hadu
anna nabiyyina muhammadun abduhu wa rasulluh.

Namun Tak Mengapa dengan Kaya Harta


Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,





















Laa basa bilghinaa limanittaqaa wa sihatu limanittaqaa khairu minal ghinnaa wa
tibunnafs minan niam.
Tidak mengapa seseorang itu kaya asalkan bertakwa. Sehat bagi orang yang bertakwa itu
lebih baik dari kaya. Dan hati yang bahagia adalah bagian dari nikmat. (HR. Ibnu Majah no.
2141 dan Ahmad 4: 69, shahih kata Syaikh Al Albani)
Jadi tak mengapa kaya asalkan bertakwa. Yang namanya bertakwa, selalu merasa cukup
dengan kekayaan tersebut. Ia tidak rakus dengan terus menambah. Kalau pun menambah
karena hartanya dikembangkan, ia pun merasa cukup dengan karunia Allah yang ada. Dan
yang namanya bertakwa berarti selalu menunaikan kewajiban yang berkaitan dengan harta
tersebut melalui zakat, menempuh jalan yang benar dalam mencari harta dan menjauhi cara
memperoleh harta yang diharamkan Islam.
Ya Allah, anugerahkanlah kami sifat yang mulia ini. Moga kami menjadi hamba yang
qanaah dan kaya hati, yaitu dianugerahi hati yang selalu merasa cukup.
Dari Ibnu Masud radhiyallahu anhu, beliau berkata,
Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa membaca doa: Allahumma inni as-alukal huda
wat tuqo wal afaf wal ghina (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan,
diberikan sifat afaf dan ghina). (HR. Muslim no. 2721)
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Taal memberikan kita hati yang pandai bersyukur
kepadanya, merasa cukup dengan karunianya, dan bisa memanfaatkannya secara maksimal di
jalan yang Dia ridhai.















.
























.

Barang siapa yang melaksanakan shalat Subuh maka dia berada dalam jaminan Allah.
Maka jangan sampai Allah menuntut kalian sesuatu apa pun pada jaminan-Nya. Karena
barangsiapa yang Dia tuntut pada jaminan-Nya, pasti Dia akan mendapatkannya. Kemudian
)dia akan ditelungkupkan pada wajahnya di dalam Neraka. (H.R. Muslim

You might also like