Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Teguh Ari Hardiyanto*
Patuh 41 68,3%
Tidak Patuh 19 31,7%%
Total 60 100,0%
Terkendali 40 66,7%
Tidak terkendali 20 33,3%
Total 60 100,0%
Hasil analisis hubungan antara kepatuhan klien Diabetes Mellitus Tipe II dalam
menjalankan terapi diet dengan pengendalian kadar gula darah yang dapat dilihat pada
tabel 3, diperoleh bahwa ada sebanyak 35 orang (58,3%) klien Diabetes Mellitus Tipe II
yang patuh dalam menjalankan terapi diet kadar gula darahnya terkendali dan sebanyak
orang (10,0%) klien Diabetes Mellitus Tipe II yang patuh dalam menjalankan terapi diet
kadar gula darahnya tidak terkendali. Sedangkan diantara klien Diabetes Mellitus Tipe II
yang tidak patuh dalam menjalankan terapi diet, ada 5 orang (8,3%) yang kadar gula
darahnya terkendali dan 14 orang (23,3%) klien Diabetes Mellitus Tipe II yang tidak
patuh dalam menjalankan terapi diet, kadar gula darahnya tidak terkendali. Hasil uji
statistik diperoleh nilai P value = 0,0000245, dengan demikian P value lebih kecil dari
alpha (5%) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan
antara kepatuhan klien Diabetes Mellitus Tipe II dalam menjalankan terapi diet dengan
pengendalian kadar gula darah, artinya semakin patuh dalam menjalankan terapi diet
maka semakin terkendali kadar gula darahnya.
Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 16,33, artinya klien Diabetes
Mellitus Tipe II yang patuh dalam menjalankan terapi diet mempunyai kemungkinan
16,33% kadar gula darahnya lebih terkendali dibandingkan dengan klien Diabetes
Mellitus Tipe II yang tidak patuh dalam menjalankan terapi diet.
Pembahasan
Penelitian ini mendapatkan beberapa karakteristik responden antara lain
kepatuhan klien Diabetes Mellitus dalam menjalankan terapi diet dan pengendalian kadar
gula darah. Dari data di atas diperoleh bahwa dari 60 orang responden di Poliklinik
Penyakit Dalam RSD Panembahan Senopati Bantul sebanyak 35 orang (58,3%) klien
Diabetes Mellitus Tipe II yang patuh dalam menjalankan terapi diet kadar gula
darahnyaterkendali. Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan Diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita Diabetes diarahkan
untuk mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.
Kadar gula darah dapat dikendalikan dengan diet, latihan fisik, terapi obat,
pendidikan, dan pemantauan. Penanganan primer pada Diabetes Mellitus Tipe II adalah
dengan menjalankan terapi diet, kepatuhan dalam menjalankan terapi diet dapat
mengendalikan kadar gula darah dalam keadaan normal maupun mendekati normal.
Dalam penelitian didapatkan hubungan yang signifikan antara kepatuhan klien Diabetes
Mellitus Tipe II dalam menjalankan terapi diet dengan pengendalian kadar gula darah, hal
ini dapat terjadi karena pada Diabetes Mellitus Tipe II terjadi resistensi insulin ataupun
gangguan sekresi insulin yang dapat dikendalikan dengan mengatur glukosa yang
dikonsumsi agar tidak terjadi kelebihan gula dalam darah dengan meminimalkan
kebutuhan akan insulin. Pengaturan jarak waktu makan di sepanjang hari akan membuat
pankreas dapat melakukan fungsinya dengan lebih teratur.
Pada analisis hubungan kepatuhan klien Diabetes Mellitus Tipe II dalam
menjalankan terapi diet dengan pengendalian kadar gula darah didapatkan hasil bahwa
sebanyak 6 orang (10,0%) klien Diabetes Mellitus Tipe II yang patuh dalam menjalankan
terapi diet, kadar gula darahnya tidak terkendali. Hal ini dapat disebabkan karena
aktivitas klien sehari-hari, klien Diabetes Mellitus yang tidak melakukan olah raga kadar
gula darahnya tidak terkontrol. Membran otot normal yang dalam keadaan istirahat
hampir tak permeabel terhadap glukosa kecuali bila serat otot dirangsang oleh insulin.
Dan diantara waktu makan, jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil untuk
meningkatkan masuknya insulin dalam jumlah bermakna ke dalam sel-sel otot. Dalam
masa gerak badan berat, otot menggunakan sejumlah besar glukosa untuk energinya.
Penggunaan glukosa ini tak memerlukan insulin dalam jumlah besar karena serat otot
yang sedang gerak badan, karena alasan yang tak dimengerti, menjadi sangat permeabel
bagi glukosa, juga dalam keadaan tanpa insulin karena proses kontraksi itu sendiri.
Tidak terkendalinya kadar gula darah pada klien Diabetes Mellitus Tipe II yang
patuh dalam menjalankan terapi diet selain disebabkan karena aktivitas fisik yang
dilakukan juga bisa karena faktor stres yang dialami oleh klien. Gangguan pada sistem
endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami stres adalah kadar gula darah yang
meninggi dan bila hal ini berkepanjangan bisa menyebabkan yang bersangkutan
menderita penyakit Diabetes Mellitus.
Dari analisa klien Diabetes Mellitus yang patuh dalam menjalankan terapi diet
tetapi kadar gula darahnya tidak terkendali, dapat disebabkan karena glukosa yang
tersedia tidak digunakan sebagai sumber energi sehingga gula dalam darah meningkat
atau tidak terkendali. Dalam penelitian ini terdapat 6 orang (10,0%) responden yang gula
darahnya tidak terkendali namun patuh dalam menjalankan terapi diet dapat disebabkan
karenaaktivitas sehari-hari yang dijalankan. Jika responden tidak melakukan aktivitas
atau olah raga, gula yang terkandung dalam darah tidak digunakan sebagai energi, karena
pada klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II terjadi resistensi insulin maka gula yang
terkandung dalam darah tidak dapat diubah oleh insulin untuk disimpan di hati dalam
bentuk glikogen. Faktor lain yang mempengaruhi pengendalian kadar gula darah adalah
stres yang dialami oleh klien Diabetes Mellitus Tipe II. Walaupun mereka patuh dalam
menjalankan terapi diet tetapi mereka mengalami stres, kadar gula darah tidak terkendali
karena pada saat klien mengalami stres terjadi gangguan hormonal khususnya pada sistem
endokrin yang mengakibatkan kadar gula darah meninggi. Jadi karena faktor kurangnya
aktivitas fisik dan stres yang dialami oleh klien Diabetes Mellitus Tipe II yang patuh
dalam menjalankan terapi diet dapat menyebabkan kadar gula darah tidak terkendali.
Dari hasil penelitian didapatkan data responden yang tidak patuh dalam
menjalankan terapi diet sebanyak 19 orang (31,7%), 5 orang diantaranya (8,3%) kadar
gula darahnya terkendali. Kejadian ini dapat disebabkan karena aktivitas fisik yang
dilakukan dan obat hipoglikemik oral yang dikonsumsi oleh responden. Aktivitas fisik
membantu metabolisme karbohidrat dan pengendalian kadar gula darah karena transpor
glukosa dengan otot skeletal yang mengijinkan otot skeletal mengambil glukosa dalam
darah tanpa tergantung insulin. Hal ini menghasilkan energi dan menurunkan kadar gula
darah. Dengan aktivitas fisik, dapat menurunkan kebutuhan akan insulin karena kadar
glukosa dalam darah dapat diturunkan tanpa insulin, ini merupakan keuntungan bagi
penderita Diabetes. Dalam hal ini juga menjelaskan bahwa hipoglikemi dapat menyertai
aktivitas fisik.
Pasien-pasien dengan gejala Diabetes Mellitus yang ringan dapat
mempertahankan kadar glukosa darah normal hanya dengan menjalankan diet saja.
Tetapi, pasien-pasiendiabetic dengan sisa-sisa pulau Langerhans yang masih berfungsi
(yaitu mereka dengan Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin) merupakan calon yang
tepat untuk penggunaan agen hipoglikemik oral seperti sulfonylurea. Obat-obat ini
merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin. Obat-obat ini ternyata juga
memperbaiki kerja perifer dari insulin, dengan demikian berguna dalam
penatalaksanaanpasien-pasien Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin yang mengalami
gangguan dalam responsnya terhadap insulin. Pasien Diabetes Mellitus tergantung insulin
telah kehilangan fungsi sel-sel pulau Langerhansnya dan agen hipoglikemik oral tidak
efektif untuk mereka.
Dari hasil penelitian, terdapat 5 orang (8,3%) responden yang tidak patuh dalam
menjalankan terapi diet namun kadar gula darahnya terkendali, hal ini dapat disebabkan
aktivitas fisik atau olah raga yang dilakukan dan obat hipoglikemik oral yang dikonsumsi
oleh responden. Dengan melakukan olah raga, responden dapat menurunkan kadar gula
dalam darah dengan cara menggunakannya sebagai sumber energi. Kadar gula dalam
darah yang tinggi dapat dikendalikan ketika responden melakukan aktivitas fisik sebagai
energi, karena responden mengalami resistensi insulin yang menyebabkan gula dalam
darah tidak dapat diubah menjadi glikogen untuk disimpan dalam hati. Namun dengan
melakukan olah raga, kadar gula dalam darah diubah menjadi energi tanpa memerlukan
insulin. Selain karena aktivitas fisik, konsumsi obat hipoglikemik oral juga
mempengaruhi pengendalian kadar gula darah pada klien Diabetes Mellitus Tipe II yang
tidak patuh dalam menjalankan terapi diet. Agen hipoglikemik oral berdasarkan cara
kerjanya memiliki beberapa golongan diantaranya adalah meningkatkan sekresi insulin
(golongan sulfonilurea dan glinida), meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin
(golongan biguanida dan tiazolidindion), dan menghambat absorpsi glukosa. Ketika klien
Diabetes Mellitus mengkonsumsi obat hipoglikemik oral, kadar gula darahnya tetap
dapatterkendali walaupun tidak patuh dalam menjalankan terapi diet karena pada saat
asupan makanan yang dikonsumsi berlebihan, obat hipoglikemik oral akan
mengendalikan kadar gula dalam darah dengan tiga cara yaitu meningkatkan sekresi
insulin, meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin, dan menghambat absorpsi glukosa.
Cara kerja ini tergantung dari jenis obat hipoglikemik yang dikonsumsi.
Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil 14 orang (23,3%) responden yang tidak
patuh dalam menjalankan terapi diet, kadar gula darahnya tidak terkendali. Orang yang
tidak patuh dalam menjalankan terapi diet, terapi diet adalah penatalaksanaan yang paling
penting pada penderita Diabetes Mellitus. Tanpa pengaturan jadwal dan jumlah makanan
serta kualitas makanan sepanjang hari, sulit mengontrol kadar gula darah agar tetap dalam
batas normal. Bila dibiarkan dalam jangka waktu lama, akan mengakibatkan komplikasi
baik akut atau kronis, yang pada akhirnya dapat membahayakan keselamatan penderita
Diabetes Mellitus sendiri atau mempengaruhi produktivitas kerja.
Responden yang tidak patuh dalam menjalankan terapi diet tidak dapat
mengendalikan kadar gula darahnya, hal ini dapat disebabkan karena asupan glukosayang
tidak terkontrol. Pada klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II terjadi resistensi insulin
dimana insulin tidak dapat bekerja secara maksimal dalam metabolisme glukosa dalam
darah untuk mengubah glukosa dalam darah menjadi glikogen yang disimpan di dalam
hati. Karena glukosa dalam darah tidak dapat diubah, maka kadar glukosa dalam darah
meningkat yang dapat menimbulkan komplikasi pada penderita Diabetes Mellitus. Selain
itu, diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan Diabetes.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Dari penelitian ini didapatkan 60 orang responden dengan karakteristik jenis
kelaminlaki-laki sebanyak 44 orang (73,3%) dan perempuan sebanyak 16 orang
(26,7%) dengan usia responden mayoritas 40-60 tahun sebanyak 43 orang (71,7%).
Tingkatpendidikan responden mayoritas SMA sebanyak 28 orang (46,7%) dengan
lamamenderita Diabetes Mellitus mayoritas selama 4-6 tahun sebanyak 17 orang
(28,3%).
2. Kepatuhan menjalankan terapi diet pada 60 orang responden yang dinyatakan
patuhsebanyak 41 orang (68,3%) sedangkan yang lainnya tidak patuh sebanyak 19
orang (31,7%)
3. Kadar gula darah dari 60 orang responden didapatkan hasil bahwa yang terkendali(80-
200 mg/dl) sebanyak 40 orang (66,7%) sedangkan yang tidak terkendali sebanyak 20
orang (33,3%).
4. Hubungan antara kepatuhan klien Diabetes Mellitus Tipe II dalam menjalankan
terapidiet dengan pengendalian kadar gula darah di poliklinik penyakit dalam
RSDPanembahan Senopati Bantul dengan hasil signifikan, dengan nilai P value
0,0000245 lebih kecil dari alpha 5 % (0,05). Nilai OR dari hasil penelitian ini
16,33yang memiliki arti bahwa klien Diabetes Mellitus Tipe II yang patuh dalam
menjalankan terapi diet memiliki kemungkinan sebesar 16,33% kadar guladarahnya
lebih terkendai dibandingkan dengan klien Diabetes Mellitus Tipe II yang tidak patuh
dalam menjalankan terapi diet.
Saran
1. Bagi Profesi Perawat
Diharapkan bagi perawat hendaknya dalam memberikan pendidikan kesehatanlebih
menekankan arti pentingnya kepatuhan dalam menjalankan terapi diet Diabetes
Mellitus. Dengan kepatuhan yang baik dari klien Diabetes Mellitus, perawat
sangatmembantu dalam program pengendalian kadar gula darah klien Diabetes
Mellitus.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Diharapkan bagi institusi rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatanhendaknya meningkatkan kualitas pemberian pelayanan terhadap pasien
DiabetesMellitus terutama dalam pendidikan kesehatan tentang arti pentingnya
kepatuhandalam menjalankan terapi diet dengan pembentukan persatuan Diabetes
Mellitus.Sehingga pengendalian kadar gula darah pada pasien Diabetes Mellitus
akanmeningkat dan terhindar dari komplikasi.
3. Bagi Ilmu Keperawatan
Diharapkan dalam ilmu pengetahuan tentang terapi diet pada Diabetes Mellitustidak
ada habisnya seiring dengan kemajuan ilmu teknologi dan ilmu pengetahuan.Dengan
lebih memperbanyak riset-riset keperawatan yang terkait dengan kepatuhanterapi diet
pada Diabetes Mellitus, sehingga ilmu keperawatan dapat lebih mengambilperan
sebagai salah satu unsur pemberi layanan kesehatan pada penderita DiabetesMellitus.
4. Bagi Peneliti Yang Lain
Diharapkan dengan penelitian ini berikut dengan segala keterbatasannya
dapatdijadikan salah satu bahan pendukung dalam penelitian selanjutnya.
Sebaiknyapeneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian tidak hanya tentang
kepatuhandalam menjalankan terapi diet, tetapi kepatuhan pada penanganan Diabetes
Mellitusyang lain seperti latihan fisik, pemantauan, terapi obat, pendidikan.
Sehingganantinya didapatkan hasil penelitian yang lebih tinggi tingkat kemaknaannya.
Daftar Pustaka
Alamtsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru, Jakarta : Gramedia
Brockopp, D. and Hasting, M. 2000. Dasar-Dasar Riset Keperawatan, Jakart: EGC
Guyton, Arthur G. 1996. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit edisi III, Jakarta :
EGC
Lopulalan, C. R. 2008. Sekilas Tentang Diabetes Mellitus. www.klinikdrrocky.co.id. 2
Maret 2009
Machfoedz, Ircham. 2005. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, dan
Kebidanan,Yogyakarta : Fitramaya
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT. Rineka Cipta
Price, A. S.; Wilson, L.M. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Jakarta : EGC
Smeltzer, S. C.; Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah;Brunner&Suddarth, Jakarta: EGC
Sriati, Aat. 2008. Tinjauan Tentang Stres. Jatinagor : Universitas Padjadjaran
Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta
Tim Penyusun. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 3, Jakarta : Balai Pustaka